Anda di halaman 1dari 23

Chalix Chassreen 4061380

28

BAB I
PENDAHULUAN
Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama
diperlukannya pelayanan keluarga berencana, selain membebaskan wanita dari
rasa khawatir terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, terjadinya
gangguan fisik atau psikologik akibat tindakan abortus yang tidak aman serta
tuntutan perkembangan sosial terhadap peningkatan status perempuan di
masyarakat.
Banyak perempuan mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan jenis
kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, yaitu
metode kontrasepsi sederhana dan modern, tetapi juga oleh ketidaktahuan tentang
persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Banyak sekali yang harus
dipertimbangkan untuk dapat memilih alat kontrasepsi yang aman dan efektif,
seperti, status kesehatan, efek samping, konsekuensi kegagalan atau kehamilan
yang tidak diinginkan, dll (Abdul, 2005). Oleh karena itu diperlukan konseling
mengenai

pelayanan

keluarga

berencana

dengan

menggunakan

metode

kontrasepsi.
Metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi merupakan metode
kontrasepsi yang paling efektif, murah, aman dan permanen. Tubektomi
merupakan tindakan operasi dengan memotong atau mengikat bagian saluran yang
dilalui sel telur, untuk mencegah agar tidak terjadi pembuahan. Ada beberapa
macam operasi pada organ kelamin wanita yang dapat mempengaruhi fungsi
fisiologis yaitu : tubektomi, ovario histerektomi (OH), dan histerektomi
(Archibald, 1974)
Tubektomi (begitu juga vasektomi) tidak ada hubungannya dengan naik
atau turunnya gairah seksual pada wanita. Prosedur tubektomi dilakukan melalui
laparotomi dengan anestesi umum. Laparotomi juga memerlukan fasilitas ruang
operasi dan peralatan medis yang lengkap (Anonimus, 2001).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


1
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

Pada tulisan ini penulis ingin memaparkan pemahaman tentang metode


operasi wanita (MOW) secara lebih terperinci, menambah pengetahuan mengenai
berbagai aspek dalam metode kontrasepsi ini bagi dokter dan mahasiswa
kedokteran, agar dapat membantu dalam merencanakan prosedur metode operasi
wanita tersebut, sehingga dokter dapat menjadi tenaga terdepan dalam melakukan
MOW.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


2
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

BAB II
METODE OPERASI WANITA
2.1. Definisi
Tubektomi / MOW adalah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba
Fallopii seorang wanita, yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat
hamil atau tidak menyebabkan kehamilan lagi.
MOW (Metode Operatif Wanita) / Tubektomi atau juga dapat disebut
dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran
telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran
telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki
sehingga tidak terjadi kehamilan. (BKKBN, 2006)
Tubekomi atau Sterilisasi merupakan metode kontrasepsi permanen yang
hanya diperuntukkan bagi mereka yang memang tidak ingin atau tidak boleh
memiliki anak (karena alasan kesehatan). Disebut permanen karena metode
kontrasepsi ini hampir tidak dapat dibatalkan (reversal) bila kemudian ingin
memiliki anak.
2.2. Epidemiologi
Dalam tahun-tahun terakhir ini tubektomi telah menjadi bagian yang
penting dalam program keluarga berencana di banyak negara di dunia. Di
Indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri perkumpulan yang sekarang bernama
Perkumpulan

Kontrasepsi

Mantap

Indonesia

(PKMI),

yang

membina

perkembangan sterilisasi atau kontrasepsi mantap secara sukarela, tetapi secara


resmi tubektomi tidak masuk kedalam program nasional keluarga berencana di
Indonesia.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


3
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) memperlihatkan


bahwa pencapaian peserta KB mantap/sterilisasi wanita (tubektomi) hingga saat
ini masih belum menggembirakan. Sejak tahun 1987 saat pelaksanaan SDKI yang
pertama hingga SDKI tahun 2007, peserta KB sterilisasi wanita (tubektomi)
tercatat hanya berkisar antara 2,7 persen hingga 3,7 persen. Gambaran pada SDKI
2007, juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan data sebelumnya
(SDKI 2002/2003) yaitu dari 3,7 persen menjadi 3,1 persen. Hasil survei berskala
nasional lain, yaitu Pemantauan PUS Melalui Mini Survei Tahun 2010 juga
menunjukan pencapaian peserta KB sterilisasi yang masih rendah yaitu 2,2 persen
untuk tubektomi.
Data SDKI tahun 2007 memperlihatkan bahwa peserta sterilisasi paling
banyak dilakukan oleh mereka yang berusia 45-49 tahun (sebanyak 7,4 persen),
dan tertinggi pada mereka yang telah memiliki anak lebih dari 5 (sebanyak 0,5
persen). Hasil analisis lanjut Pola Pemakaian Kontrasepsi berdasarkan data dari
Pemantauan PUS Melalui Mini Survei tahun 2009 juga memperkuat temuan di
atas, bahwa proporsi terbesar peserta MOW adalah mereka yang berusia 40 tahun
ke atas, dan telah memiliki 3 anak bahkan lebih. Kenyataan ini menggambarkan
bahwa saat disterilisasi umumnya para akseptor memang telah memiliki jumlah
anak banyak dan berumur relatif tua, sehingga secara demografis kurang
memberikan kontribusi terhadap penurunan angka kelahiran.

2.3. Keuntungan dan Kerugian


Sama seperti metode kontrasepsi lainnya, metode operasi wanita ini juga
memiliki keuntungan dan kerugian.
Keuntungan dari tubektomi adalah sebagai berikut:

Motivasi hanya dilakukan 1 kali saja, sehingga tidak diperlukan


motivasi yang berulang-ulang

Efektivitas hampir 100%

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


4
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

Tidak mempengaruhi libido seksual.

Kegagalan dari pihak pasien tidak ada.

Tidak mempengaruhi proses menyusui (breast feeding).

Baik bagi pasien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan


yang serius.

Merupakan suatu pembedahan sederhana, dapat dilakukan anestesi


lokal.

Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada
produksi hormon ovarium).

Ada pula ditemukan kerugian dari tubektomi adalah sebagia berikut:

Tidak reversible, walaupun sekarang ada kemungkinan untuk


membuka

kembali

pada

mereka

yang

akhirnya

masih

menginginkan anak lagi dengan operasi rekanalisasi. Oleh karena


itu, penutupan tuba hanya dapat dikerjakan pada mereka yang
memenuhi syarat-syarat tertentu.

Risiko dan efek samping pembedahan.


o Risiko sterilisasi, seperti halnya operasi lainnya, terutama
berkaitan dengan anestesi. Ahli bedah juga dapat tanpa
sengaja merusak ligamen peritoneal selama operasi. Jika
ligamen peritoneal rusak, produksi hormon pada ovarium
menurun dan menopause bisa dimulai dini.

Kadang-kadang sedikit merasakan nyeri pada saat operasi.

Infeksi mungkin saja terjadi bila prosedur operasi tidak benar.

Kesuburan sulit kembali

Karena metode tubektomi merupakan kontrasepsi permanen, sebelum


mengambil keputusan untuk dilakukan tubektomi, istri dan suami terlebih dahulu
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
5
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

mempertimbangkannya secara matang. Meskipun saluran telur yang tadinya di


potong atau diikat dapat disambung kembali, namun tingkat keberhasilan untuk
hamil lagi sangat kecil.
2.4. Syarat MOW
Syarat-syarat untuk menjadi akseptor kontap meliputi syarat sukarela,
syarat bahagia, dan syarat medik.
Syarat sukerala dipenuhi apabila pada konseling telah dibicarakan hal-hal
berikut:
1. Bahwa pada saat ini selain kontap masih ada kontrasepsi lainnya yang
dapat digunakan untuk menjarangkan kehamilan, tetapi mereka tetap
memilih kontap untuk menciptakan keluarga kecil.
2. Telah dijelaskan bahwa kontap merupakan tindakan bedah dan setiap
tindakan bedah selalu risikonya, walaupun dalam hal ini kecil, tetapi
mereka yakin akan kemampuan dokter yang melaksanakannya, dan
faktor risiko dianggap oleh mereka hanya sebagai faktor kebetulan
saja.
3. Bahwa kontap adalah kontrasepsi permanen yang tidak dapat
dipulihkan kembali, oleh karena itu mereka sulit untuk mempunyai
keturunan lagi, tetapi mereka dengan sadar memang tidak ingin untuk
menambah jumlah anak lagi untuk selamanya.
4. Bahwa mereka telah diberi kesempatan untuk mempertimbangkan
maksud pilihan kontrasepsinya, tetapi tetap memilih kontap ini sebagai
kontrasepsi bagi mereka.
Setelah keempat syarat sukarela terpenuhi, belum berarti mereka dapat
segera dilakukan kontap. Nilai ukur untuk dikatakan bahwa keluga tersebut adalah
keluarga bahagia pun harus dipenuhi pula. Nilai ukur ini dapat diketahui pada saat
konseling dengan wawancara tertentu, antara lain diketahui bahwa suami-istri ini
terikat dalam perkawinan yang sah, harmonis, dan telah mempunyai sekurangKepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
6
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

kurangnya 2 orang anak hidup, dengan umur anak terkecil 2 tahun dan umur istri
sekurang-kurangnya 25 tahun. Ditetapkan umur anak terkecil disebabkan angka
kematian anak di Indonesia masih tinggi, dan ditetapkannya umur istri disebabkan
pada beberapa daerah tertentu angka perceraian masih tinggi.
Setelah

syarat

bahagia

ini

terpenuhi,

syarat

medik

kemudian

dipertimbangkan, termasuk pemeriksaan fisik, ginekologik dan laboratorik.


2.5. Indikasi
Pada konferensi Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia di
Medan (3-5 juni 1976) dianjurkan wanita umur 25-40 tahun, dengan jumlah anak
sebagai berikut:

Umur antara 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih

Umur antara 0-35 tahun dengan 2 anak atau lebih

Umur antara 35-40 tahun dengan 1 anak atau lebih

Umur suami hendaknya sekurang-kurangnya 30 tahun, kecuali apabila


jumlah anak telah melebihi jumlah yang diinginkan pasangan suami istri
Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut:

Indikasi medis umum


Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila
wanita ini hamil lagi.
a. Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum,
penyakit jantung dan sebagainya.
b. Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia
(psikosis), sering menderita psikosa nifas, dan lain lain.

Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio


sesarea yang berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


7
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

Indikasi medis ginekologik. Pada waktu melakukan operasi ginekologik


dapat pula dipertimbangkan untuk sekaligus melakukan sterilisasi.

Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial ekonomi


yang sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.

2.6. Kontraindikasi
Menurut Mochtar (1989) kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu dibagi
menjadi 2 yang meliputi kontraindikasi mutlak dan kontraindikasi relatif.
1. Kontraindikasi mutlak
a. Peradangan dalam rongga panggul
b. Peradangan liang senggama akut (vaginitis, servisitis akut)
c. Kavum Douglas tidak bebas, ada perlekatan
2. Kontraindikasi relatif
a. Obesitas berlebihan
b. Bekas laparotomi
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya
tidak menjalani Tubektomi yaitu:

Wanita yang hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)

Wanita dengan perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya

Wanita dengan infeksi sistemik atau pelvis yang akut

Wanita yang tidak boleh menjalani proses pembedahan

Wanita yang kurang pasti mengenai keinginan fertilitas dimasa depan

Wanita yang belum memberikan persetujuan tertulis


2.7. Waktu Pelaksanaan Tubektomi

Adapun waktu pelaksanaan tubektomi adalah:


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
8
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

1. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional


wanita yang akan menjalani tubektomi tidak hamil.
2. Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi).
3. Pascapersalinan.
Pasca persalinan dianjurkan 24 jam atau selambat-lambatnya dalam 48
jam setelah bersalin.
4. Pasca keguguran.
2.8. Persiapan Pra-Operasi
Langkah-langkah persiapan untuk calon akseptor adalah sebagai berikut:
1. Sebelum menjalani tindakan, lakukan puasa 6-8 jam.
2. Malam sebelumnya perlu diberi obat pencahar ringan dulcolax sebanyak 2
tablet, apabila operasi akan dilakukan pada pagi hari. Hal ini bertujuan
agar usus-usus dalam keadaan kosong dan tidak mengganggu jalannya
operasi.
3. Mencukur rambut kemaluan dan rambut di perut bagian bawah antara
pusat dan tulang kemaluan kemudian dibersihkan dengan sabun.
4. Sebelum datang ke rumah sakit atau klinik KB, diminta untuk buang air
besar terlebih dahulu.
5. Bawa surat persetujuan dari suami yang telah di tandatangani atau di cap
jempol.
6. Menjelang operasi diharuskan buang air kecil terlebih dahulu.
Selain calon akseptor, operator yang akan melakukan operasi juga harus
dipersiapkan. Tim operator harus merupakan tim yang sudah terlatih untuk
melaksanakan tindakan metode operasi wanita tersebut. Operator dapat seorang
Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Spesialis Bedah atau dokter umum yang telah
dilatih khusus untuk hal ini. Asisten operator dapat sekaligus merangkap sebagai
instrumentator. Diperlukan juga seorang Spesialis Anestesi atau penata anestesi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
9
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

yang sudah dilatih untuk membantu pelaksanaan operasi ini. Tim operator
terutama operator dan asisten operator harus mencuci tangan seperti halnya akan
melakukan operasi lainnya, untuk mencegah kejadian infeksi. Demikian halnya
mereka diharuskan memakai gaun bedah, topi, masker dan sarung tangan steril.

2.9. Cara Tubektomi


2.9.1. Cara Mencapai Tuba
Tindakan untuk mencapai tuba dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Laparotomi
Tindakan ini tidak dilakukan lagi sebagai tindakan khusus untuk
tubektomi. Cara mencapai tuba melalui laparotomi biasa, terutama pada masa
pasca persalinan, merupakan cara yang banyak dilakukan di Indonesia sebelum
tahun 70an. Disini penutupan tuba dijalankan sebagai tindakan tambahan apabila
wanita yyang bersangkutan perlu dibedah untuk keperluan lain. Tubektomi juga
dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea, dimana kehamilan selanjutnya tidak
diinginkan lagi, sebaiknya setiap laparotomi harus dijadikan kesempatan untuk
menawarkan tubektomi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


10
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

Gambar 2.1. Laparotomi


2. Laparotomi postpartum
Laparoromi ini dilakukan satu hari postpartum. Keuntungannya ialah
bahwa waktu perawatan nifas sekaligus dapat digunakan untuk perawatan
pascaoperasi, dan oleh karena uterus masih besar, cukup dilakukan sayatan kecil
dekat fundus uteri untuk mencapai tuba kanan dan kiri. Sayatan dilakukan dengan
sayatan semi lunar (bulan sabit) di garis tengah distal dari pusat dengan panjang
kurang-lebih 3 cm dan penutupan tuba biasanya diselenggarakan dengan cara
Pomeroy.
3. Minilaparotomi
Laparatomi mini dilakukan dalam masa interval. Laparotomi khusus
tubektomi ini paling mudah dilakukan 48 jam pasca persalinan. Uterus yang
masih besar, tuba yang masih panjang, dan dinding perut yang masih longgar
memudahkan mencapai tuba dengan sayatan kecil sepanjang 2 cm setinggi fundus
hingga menembus peritoneum. Apabila fundus uteri setinggi pusat, sayatan
dilakukan di lipatan kulit bawah pusat. Tetapi bila lebih tinggi (pada persalinan
ganda atau anak kembar), sayatan dilakukan di lipatan kulit di atas pusat.
Bila tubektomi dilakukan pada 3-5 hari postpartum, jika fundus uteri
terletak di bawah pusat karena uterus dan tuba telah berinvolusi maka dapat
dilakukan insisi mediana setinggi 2 jari dibawah fundus uteri sepanjang 2 cm.
Infeksi lebih sering terjadi pada minilaparotomi yang dilakukan lebih dari
48 jam pasca persalinan karena lokia merupakan media untuk tumbuhnya infeksi.
Untuk menampilkan tuba dapat dilakukan dengan salah satu cara berikut :
1. Retraktor abdomen ditarik ke arah tuba yang akan dicapai. Dengan
cara ini saja kadangkala bagian proksimal tuba sudah terlihat dan dapat
dijepit dengan pinset atau klem dan ditarik perlahan-lahan keluar
lubang sayatan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


11
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

2. Dengan jari lewat lubang sayatan, uterus dan tuba didorong kearah
lubang sayatan. Pada saat tuba tampak segera dijepit dengan pinset
atau klem.
Penutupan tuba biasanya dilakukan dengan cara Pomeroy atau modifikasinya.
4. Laparoskopi
Mula- mula dipasang cunam serviks pada bibir depan portio uteri, dengan
maksud supaya kelak dapat menggerakkan uterus jika hal itu diperlukan pada
waktu laparaskopi. Setelah dilakukan persiapan seperlunya, dibuat sayatan kulit di
bawah pusat sepanjang lebih 1 cm. Kemudian di tempat luka tersebut dilakukan
pungsi sampai rongga perineum dengan jarum khusus (jarum Veres), dan melalui
jarum itu dibuat pneumoperitoneum dengan memasukkan CO 2 sebanyak 1 sampai
3 liter dengan kecepatan sekitar 1 liter per menit. Setelah pneumoperitoneum di
rasa cukup, jarum Veres dikeluarkan dan sebagai gantinya di masukkan trokar
(dengan tabungnya). Sesudah itu, trokar di angkat dan dimasukkan laparaskop
melalui tabung. Untuk memudahkan penglihatan uterus dan adneks, penderita di
letakkan dalam posisi trendelenburg dan uterus di gerakkan melalui cunam serviks
pada portio uteri.
Kemudian, dengan cunam yang masuk dalam rongga peritoneum bersama
dengan laparaskop, tuba di jepit dan dilakukan penutupan tuba dengan kauterisasi,
atau memasang pada tuba cincin yoon atau cincin falope atau clip hulka.
Berhubungan dengan kemungkinan komplikasi yang lebih besar pada kauterisasi,
sekarang lebih banyak di lakukan cara-cara yang lain. Teknik ini dapat dilakukan
pada 6-8 minggu pascapersalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


12
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

Gambar 2.2. Laparoskopi


5. Kuldoskopi
Rongga pelvis dapat dilihat melalui alat kuldoskop yang dimasukkan
kedalam kavum Douglas. Adanya laparoskopi trans-abdominal, maka kuldoskopi
kurang mendapat perhatian/minat dan sekarang sudang jarang dikerjakan. Wanita
ditempatkan pada posisi menungging (posisi genupektoral) dan setelah spekulum
dimasukkan dan bibir belakang serviks uteri dijepit dan uterus ditarik keluar dan
agak ke atas, tampak kavum Douglas mekar di antara ligamentum sakro-uterinum
kanan dan kiri sebagai tanda tidak ada perlekatan. Dilakukan pungsi dengan
menggunakan jarum Touhy di belakang uterus, dan melalui jarum tersebut udara
masuk dan usususus terdorong ke rongga perut. Dan setelah jarum di angkat,
lubang di perbesar, sehingga dapat di masukkan kuldoskop. Melalui kuldoskop
dilakukan pengamatan adneksa dan cunam khusus tuba di jepit dan di tarik keluar
untuk dilakukan penutupannya dengan cara Pomeroy, cara Kroener, kauterisasi,
atau pemasangan cincin Falope.
2.9.2. Cara Penutupan Tuba

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


13
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

Cara tubektomi yang dapat dilakukan adalah cara Pomeroy, Madlener,


Irving, Aldrige, Uchida, Kroener, pemasangan cincin folope, klip filshie, dan
elektro-koagulasi disertai pemutusan tuba.
1. Cara Pomeroy
Cara pomeroy banyak dilakukan. Cara ini dilakukan dengan mengangkat
bagian tengah tuba sehingga membentuk suatu lipatan terbuka, kemudian
dasarnya diikat dengan benang yang dapat diserap (Catgut biasanya no. 0 atau
no. 1), lipatan tuba kemudian dipotong di atas ikatan catgut tadi. Tujuan
pemakaian catgut biasa ini ialah lekas diabsorpsi, sehingga kedua ujung tuba
yang di potong terpisah satu sama lain, dengan demikian rekanalisasi tidak
dimungkinkan. Angka kegagalan berkisar antara 0-0,4%.

Gambar 2.3. Cara Pomeroy


2. Cara Madlener
Bagian tengah dari tuba di angkat dengan cunam Pean, sehingga terbentuk
suatu lipatan terbuka. Kemudian, dasar dari lipatan tersebut di jepit dengan
cunam kuat- kuat, dan selanjutnya dasar itu di ikat dengan benang yang tidak
dapat di serap. Pada cara ini tidak dilakukan pemotongan tuba. Sekarang cara
Madlener tidak dilakukan lagi karena angka kegagalannya relatif tinggi, yaitu
1 % sampai 3%.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


14
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

Gambar 2.4. Cara Madlener


3. Cara Irving
Pada cara ini tuba dipotong di antara dua ikatan benang yang dapat di serap
(biasa dengan benang chromic catgut no. 0 atau no. 00), ujung proksimal dari
tuba di tanamkan ke dalam miometrium, sedangkan ujung distal di tanamkan
ke dalam ligamentum latum. Dengan cara ini rekanalisasi spontan tidak
mungkin terjadi. Cara tubektomi ini hanya dapat dilakukan pada laparotomi
besar seperti seksio sesarea.

Gambar 2.5. Cara Irving

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


15
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

4. Cara Aldrige
Peritoneum dari ligamentum dibuka dan kemudian tuba bagian distal bersamasama dengan fimbria ditanam ke dalam ligamentum latum.

Gambar 2.6. Cara Aldrige


5. Cara Uchida
Pada cara ini tuba ditarik keluar abdomen melalui suatu insisi kecil
(minilaparatomi) di atas simpisis pubis. Kemudian di daerah ampula tuba di
lakukan suntikan dengan larutan adrenalin dalam air garam dibawah serosa
tuba. Akibat suntikan ini, mesosapling di daerah tersebut mengembung. Lalu,
dibuat sayatan kecil di daerah yang kembung tersebut, Serosa dibebaskan dari
tuba sepanjang kira- kira 4- 5 cm, tuba dicari dan setelah ditemukan, dijepit,
diikat, lalu digunting. Ujung tuba yang proksimal akan tertanam dengan
sendirinya di bawah serosa, sedangkan ujung tuba yang distal di biarkan
berada di luar serosa. Luka sayatan di jahit secara kantong tembakau. Angka
kegagalan cara ini adalah 0.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


16
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

Gambar 2.7. Cara Uchida


6. Cara Kroener
Bagian fimbria dari tuba di keluarkan dari lubang operasi. Suatu ikatan dengan
benang sutera dibuat melalui bagian mesosalping di bawah fimbria. Jahitan ini
diikat 2 kali, satu mengelilingi tuba dan yang lain mengelilingi tuba sebelah
proksimal dari jahitan sebelumnya. Seluruh fimbria di potong. Setelah pasti
tidak ada pendarahan, maka tuba dikembalikan ke dalam rongga perut. Teknik
ini banyak yang digunakan. Keuntungan cara ini antara lain ialah sangat kecil
kemungkinan kesalahan mengikat ligamentum rotundum. Angka kegagalan
0,19%.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


17
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

Gambar 2.8. Cara Kroener


7. Pemasangan cincin falope
Cincin falope (yoon ring) terbuat dari silikon, dewasa ini banyak
digunakan. Dengan aplikator bagian isthmus tuba ditarik dan cincin dipasang
pada bagian tuba tersebut. Sesudah terpasang lipatan tuba tampak keputihputihan oleh karena tidak mendapat suplai darah lagi dan akan menjadi
fibrotik. Cincin falope dapat dipasang pada laparotomi mini, laparoskopi atau
dengan laprokator.
8. Pemasangan Klip
Berbagai jenis klip telah dikembangkan untuk memperoleh kerusakan minimal
agar dapat dilakukan rekanalisasi bila diperlukan kelak. Klip filshie
mempunyai keuntungan dapat digunakan pada tuba yang edema. Klip Hulkaclemens digunakan dengan cara menjepit tuba. Oleh karena klip tidak
memperpendek panjang tuba, maka rekanalisasi lebih mungkin dikerjakan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


18
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

2.9. Pemasangan Klip


9. Elektro koagulasi dan pemutusan tuba
Cara ini dahulu banyak dikerjakan pada tubektomi laparaskopi. Dengan
memasukkan grasping forceps melalui laparoskop, tuba fallopii dijepit kurang
lebih 2 cm dari kornu kemudian diangkat menjauhi uterus dan alat-alat
panggul lainnya, kemudian dilakukan kauterisasi. Tuba dibakar kurang lebih 1
cm ke proksimal dan distal serta mesosalping dibakar sejauh 2 cm. Pada
waktu kauterisasi tuba tamapak menjadi putih, menggembung, lalu putus.
Cara ini sekarang banyak ditinggalkan.
2.10. Anestesi pada Tubektomi
Tujuan anastesi pada tubektomi adalah menghindarkan nyeri dan rasa tidak
nyaman serta mengurangi kecemasan dan ketegangan.
Anastesi lokal yang menggunakan lidokain 1 % dianggap lebih aman
dibandingkan dengan anastesi umum atau konduksi (spinal/epidural) terutama bila
dilaksanakan / diperlakukan sebagai pasien rawat jalan. Penggunaan anastesi
umum mungkin akan meningkatkan komplikasi respiratory depression (misalnya
aspirasi atau henti jantung) akibat kesalahan pemberian bahan anastesi, teknik
yang tidak tepat, pemantauan yang kurang baik, dan gagal melakukan intubasi.
2.11. Tindak Lanjut Post-Operasi
Akseptor yang telah selesai menjalani pemasangan kontap wanita / MOW harus
melakukan hal sebagai berikut :

Setelah pasien berada di ruang pulih, harus dipantau tensi, nadi dan
pernapasan tiap 10 menit pada 1 jam pertama, tiap 30 menit pada 1 jam
kedua dan selanjutnya tiap 60 menit pada jam-jam berikutnya.

Pantau keluhan pasien, perdarahan, baik pada luka operasi maupun dari
kemaluan, dan suhu badan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


19
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

Sering pasien muntah pasca operasi. Untuk itu dijaga jangan terjadi henti
napas karena obstruksi jalan napas. Miringkan kepala pasien ke arah
lateral.

Mobilisasi, duduk dan mencoba berdiri apabila tidak ada keluhan pusing.
Biasanya 4-6 jam pasca operasi pasien sudah dapat dipulangkan dengan
ditemani oleh suami atau keluarganya.

Beberapa nasehat yang perlu disampaikan kepada mereka antara lain :


o Perawatan luka, agar luka tetap kering, jangan sampai infeksi.
o Segera kembali ke klinik apabila ada keluhan muntah yang hebat,
nyeri perut, sesak napas, perdarahan, dan demam.
o Minum antibiotika dan analgetika sesuai anjuran.
o Hubungan seks jangan dilakukan kira-kira 1 minggu setelah
operasi.
o Pasien pada esok harinya dapat makan dan bekerja seperti biasa
lagi (tidak bekerja berat 7 hari pasca operasi)
o Diingatkan untuk memeriksakan diri kembali; 1 minggu, 1 bulan, 3
bulan, 6 bulan dan 1 tahun pasca kontap.

1 minggu pasca operasi perlu diperiksa luka operasi, perdarahan dan


keluhan-keluhan yang dialaminya.

1 bulan pasca operasi, diperlukan pemeriksaan tentang haid, pemeriksaan


dalam , untuk menilai adanya kelainan ginekologik yang mungkin dapat
dijumpai, dan bila perlu dilakukan patensi tuba.

Pemeriksaan 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun pasca operasi adalah untuk


mengetahui keadaan haid, kemungkinan komplikasi, kemungkinan hamil,
keehatan badan, hubungan seks dan perkawinan.
2.12. Komplikasi dan Penanganan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


20
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukannya tubektomi


tersebut, antara lain:
1. Infeksi luka. Apabila terlihat luka, obati dengan antibiotika. Lakukan
drainase dan pengobatan bila terdapat abses.
2. Demam pasca operasi. Cari penyebab demam dan obati berdasarkan
penyebab yang ditemukan.
3. Perlukaan kandung kemih saat operasi (jarang terjadi). Langsung
diperbaiki dengan jahitan kontinu dengan catgut halus dan dilakukan
jahitan lapis kedua dengan simpul. Pasien dirawat kurang lebih selama 5
hari dan diberikan antibitok profilaksis.
4. Emboli gas yang diakibatkan oleh laparoskopi (sangat jarang terjadi).
Rujuk ke tingkat asuhan yang tepat dan mulailah resusitasi intensif,
termasuk cairan intravena, resusitasi kardiopulmonar dan tindakan
penunjang kehidupan lainnya.
5. Rasa sakit pada lokasi pembedahan. Pastikan apakah ada infeksi atau abses
dan obati berdasarkan penyebab yang ditemukan.
6. Perdarahan superficial (tepi-tepi kulit atau subkutan). Mengontrol
perdarahan dan obati berdasarkan penyebab yang ditemukan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


21
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

BAB III
RESUME
Kontrasepsi mantap adalah satu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan
cara mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) atau saluran sperma
(pada lelaki). Kontrasepsi mantap (Kontap) dikenal ada dua macam, yaitu Kontap
Pria dan Kontap Wanita. Kontap Wanita atau merupakan metode sterilisasi pada
wanita dikenal dengan MOW atau tubektomi.
MOW (Metode Operasi Wanita) atau tubektomi merupakan tindakan medis
berupa penutupan tuba uterine yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati
sel telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki-laki
sehingga tidak terjadi kahamilan dalam jangka panjang sampai seumur hidup. Ada
dua langkah tindakan penting dalam tubektomi yaitu tindakan pendahuluan
mencapai tuba fallopi dan penutupan tuba fallopi.
Dahulu Tubektomi dilakukan dengan jalan laparotomi atau pembedahan
vaginal. Sekarang, dengan alat-alat dan teknik baru, tindakan ini diselenggarakan
secara lebih ringan dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
Dalam tahun-tahun terakhir ini tubektomi telah merupakan bagian yang
penting dalam program keluarga berencana di banyak negara di dunia. Di
indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri Perkumpulan Kontrasepsi Mantap
Indonesia (PKMI), yang membina perkembangan metode dengan operasi (M.O)
atau kontrasepsi mantap secara sukarela, tetapi secara resmi tubektomi tidak
termasuk ke dalam program nasional keluarga berencana indonesia.
Adapun keuntungan tubektomi adalah lebih aman, efektifitas hampir 100%,
tidak mempengaruhi libido seksualis dan kegagalan dari pihak pasien tidak ada.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
22
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Chalix Chassreen 4061380


28

DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar, Rustam, Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC, 2008.
2. Badan Pusat Statistik (BPS), BKKBN, Departemen Kesehatan dan Macro
International Inc. (MI), 2008. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
2007. Columbia, Maryland, USA : BPS dan MI.
3. Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi, 2010. Pemantauan PUS
Melalui Mini Survei di Indonesia Tahun 2009.
Asih L, Juliaan F, 2010. Pola Pemakaian Kontrasepsi. Puslitbang KB dan
Kesehatan Reproduksi 2010.
4. Sri H, Buku Ajar Pelayanan KB. Yogyakarta: Pustaka Rihama: 2010.
5. Bari A, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Prawirohadjo S.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
6. Noviawati, Sujiyawati, Panduan Lengkap KB Terkini, 2009:p.165-166.
7. Prawirohardjo S, Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka, 2008.
8. Hartanto, Hanafi, KB dan Kontrasepsi. Jakarta: Sinar Harapan, 2004.
9. Meilani, Niken, Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: 2010.
10. Rabe, Thomas, Ilmu Kandungan. Jakarta: Hipokrates, 2003.
11. Schmidt, E, Diedrich J, et al. Surgical Procedures of Tubal Sterilization.
In:

The

Global

Library

of

Womens

Medicine.

2014.

http://www.glowm.com/section_view/heading/Surgical%20Procedures
%20for%20Tubal%20Sterilization/item/399 (Updated 2014, Accessed on
December 2014)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


23
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai