28
BAB I
PENDAHULUAN
Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama
diperlukannya pelayanan keluarga berencana, selain membebaskan wanita dari
rasa khawatir terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, terjadinya
gangguan fisik atau psikologik akibat tindakan abortus yang tidak aman serta
tuntutan perkembangan sosial terhadap peningkatan status perempuan di
masyarakat.
Banyak perempuan mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan jenis
kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, yaitu
metode kontrasepsi sederhana dan modern, tetapi juga oleh ketidaktahuan tentang
persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Banyak sekali yang harus
dipertimbangkan untuk dapat memilih alat kontrasepsi yang aman dan efektif,
seperti, status kesehatan, efek samping, konsekuensi kegagalan atau kehamilan
yang tidak diinginkan, dll (Abdul, 2005). Oleh karena itu diperlukan konseling
mengenai
pelayanan
keluarga
berencana
dengan
menggunakan
metode
kontrasepsi.
Metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi merupakan metode
kontrasepsi yang paling efektif, murah, aman dan permanen. Tubektomi
merupakan tindakan operasi dengan memotong atau mengikat bagian saluran yang
dilalui sel telur, untuk mencegah agar tidak terjadi pembuahan. Ada beberapa
macam operasi pada organ kelamin wanita yang dapat mempengaruhi fungsi
fisiologis yaitu : tubektomi, ovario histerektomi (OH), dan histerektomi
(Archibald, 1974)
Tubektomi (begitu juga vasektomi) tidak ada hubungannya dengan naik
atau turunnya gairah seksual pada wanita. Prosedur tubektomi dilakukan melalui
laparotomi dengan anestesi umum. Laparotomi juga memerlukan fasilitas ruang
operasi dan peralatan medis yang lengkap (Anonimus, 2001).
BAB II
METODE OPERASI WANITA
2.1. Definisi
Tubektomi / MOW adalah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba
Fallopii seorang wanita, yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat
hamil atau tidak menyebabkan kehamilan lagi.
MOW (Metode Operatif Wanita) / Tubektomi atau juga dapat disebut
dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran
telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran
telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki
sehingga tidak terjadi kehamilan. (BKKBN, 2006)
Tubekomi atau Sterilisasi merupakan metode kontrasepsi permanen yang
hanya diperuntukkan bagi mereka yang memang tidak ingin atau tidak boleh
memiliki anak (karena alasan kesehatan). Disebut permanen karena metode
kontrasepsi ini hampir tidak dapat dibatalkan (reversal) bila kemudian ingin
memiliki anak.
2.2. Epidemiologi
Dalam tahun-tahun terakhir ini tubektomi telah menjadi bagian yang
penting dalam program keluarga berencana di banyak negara di dunia. Di
Indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri perkumpulan yang sekarang bernama
Perkumpulan
Kontrasepsi
Mantap
Indonesia
(PKMI),
yang
membina
Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada
produksi hormon ovarium).
kembali
pada
mereka
yang
akhirnya
masih
kurangnya 2 orang anak hidup, dengan umur anak terkecil 2 tahun dan umur istri
sekurang-kurangnya 25 tahun. Ditetapkan umur anak terkecil disebabkan angka
kematian anak di Indonesia masih tinggi, dan ditetapkannya umur istri disebabkan
pada beberapa daerah tertentu angka perceraian masih tinggi.
Setelah
syarat
bahagia
ini
terpenuhi,
syarat
medik
kemudian
2.6. Kontraindikasi
Menurut Mochtar (1989) kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu dibagi
menjadi 2 yang meliputi kontraindikasi mutlak dan kontraindikasi relatif.
1. Kontraindikasi mutlak
a. Peradangan dalam rongga panggul
b. Peradangan liang senggama akut (vaginitis, servisitis akut)
c. Kavum Douglas tidak bebas, ada perlekatan
2. Kontraindikasi relatif
a. Obesitas berlebihan
b. Bekas laparotomi
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya
tidak menjalani Tubektomi yaitu:
yang sudah dilatih untuk membantu pelaksanaan operasi ini. Tim operator
terutama operator dan asisten operator harus mencuci tangan seperti halnya akan
melakukan operasi lainnya, untuk mencegah kejadian infeksi. Demikian halnya
mereka diharuskan memakai gaun bedah, topi, masker dan sarung tangan steril.
2. Dengan jari lewat lubang sayatan, uterus dan tuba didorong kearah
lubang sayatan. Pada saat tuba tampak segera dijepit dengan pinset
atau klem.
Penutupan tuba biasanya dilakukan dengan cara Pomeroy atau modifikasinya.
4. Laparoskopi
Mula- mula dipasang cunam serviks pada bibir depan portio uteri, dengan
maksud supaya kelak dapat menggerakkan uterus jika hal itu diperlukan pada
waktu laparaskopi. Setelah dilakukan persiapan seperlunya, dibuat sayatan kulit di
bawah pusat sepanjang lebih 1 cm. Kemudian di tempat luka tersebut dilakukan
pungsi sampai rongga perineum dengan jarum khusus (jarum Veres), dan melalui
jarum itu dibuat pneumoperitoneum dengan memasukkan CO 2 sebanyak 1 sampai
3 liter dengan kecepatan sekitar 1 liter per menit. Setelah pneumoperitoneum di
rasa cukup, jarum Veres dikeluarkan dan sebagai gantinya di masukkan trokar
(dengan tabungnya). Sesudah itu, trokar di angkat dan dimasukkan laparaskop
melalui tabung. Untuk memudahkan penglihatan uterus dan adneks, penderita di
letakkan dalam posisi trendelenburg dan uterus di gerakkan melalui cunam serviks
pada portio uteri.
Kemudian, dengan cunam yang masuk dalam rongga peritoneum bersama
dengan laparaskop, tuba di jepit dan dilakukan penutupan tuba dengan kauterisasi,
atau memasang pada tuba cincin yoon atau cincin falope atau clip hulka.
Berhubungan dengan kemungkinan komplikasi yang lebih besar pada kauterisasi,
sekarang lebih banyak di lakukan cara-cara yang lain. Teknik ini dapat dilakukan
pada 6-8 minggu pascapersalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi).
4. Cara Aldrige
Peritoneum dari ligamentum dibuka dan kemudian tuba bagian distal bersamasama dengan fimbria ditanam ke dalam ligamentum latum.
Setelah pasien berada di ruang pulih, harus dipantau tensi, nadi dan
pernapasan tiap 10 menit pada 1 jam pertama, tiap 30 menit pada 1 jam
kedua dan selanjutnya tiap 60 menit pada jam-jam berikutnya.
Pantau keluhan pasien, perdarahan, baik pada luka operasi maupun dari
kemaluan, dan suhu badan.
Sering pasien muntah pasca operasi. Untuk itu dijaga jangan terjadi henti
napas karena obstruksi jalan napas. Miringkan kepala pasien ke arah
lateral.
Mobilisasi, duduk dan mencoba berdiri apabila tidak ada keluhan pusing.
Biasanya 4-6 jam pasca operasi pasien sudah dapat dipulangkan dengan
ditemani oleh suami atau keluarganya.
BAB III
RESUME
Kontrasepsi mantap adalah satu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan
cara mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) atau saluran sperma
(pada lelaki). Kontrasepsi mantap (Kontap) dikenal ada dua macam, yaitu Kontap
Pria dan Kontap Wanita. Kontap Wanita atau merupakan metode sterilisasi pada
wanita dikenal dengan MOW atau tubektomi.
MOW (Metode Operasi Wanita) atau tubektomi merupakan tindakan medis
berupa penutupan tuba uterine yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati
sel telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki-laki
sehingga tidak terjadi kahamilan dalam jangka panjang sampai seumur hidup. Ada
dua langkah tindakan penting dalam tubektomi yaitu tindakan pendahuluan
mencapai tuba fallopi dan penutupan tuba fallopi.
Dahulu Tubektomi dilakukan dengan jalan laparotomi atau pembedahan
vaginal. Sekarang, dengan alat-alat dan teknik baru, tindakan ini diselenggarakan
secara lebih ringan dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
Dalam tahun-tahun terakhir ini tubektomi telah merupakan bagian yang
penting dalam program keluarga berencana di banyak negara di dunia. Di
indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri Perkumpulan Kontrasepsi Mantap
Indonesia (PKMI), yang membina perkembangan metode dengan operasi (M.O)
atau kontrasepsi mantap secara sukarela, tetapi secara resmi tubektomi tidak
termasuk ke dalam program nasional keluarga berencana indonesia.
Adapun keuntungan tubektomi adalah lebih aman, efektifitas hampir 100%,
tidak mempengaruhi libido seksualis dan kegagalan dari pihak pasien tidak ada.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
22
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 20 Oktober 27 Desember 2014
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar, Rustam, Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC, 2008.
2. Badan Pusat Statistik (BPS), BKKBN, Departemen Kesehatan dan Macro
International Inc. (MI), 2008. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
2007. Columbia, Maryland, USA : BPS dan MI.
3. Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi, 2010. Pemantauan PUS
Melalui Mini Survei di Indonesia Tahun 2009.
Asih L, Juliaan F, 2010. Pola Pemakaian Kontrasepsi. Puslitbang KB dan
Kesehatan Reproduksi 2010.
4. Sri H, Buku Ajar Pelayanan KB. Yogyakarta: Pustaka Rihama: 2010.
5. Bari A, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Prawirohadjo S.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
6. Noviawati, Sujiyawati, Panduan Lengkap KB Terkini, 2009:p.165-166.
7. Prawirohardjo S, Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka, 2008.
8. Hartanto, Hanafi, KB dan Kontrasepsi. Jakarta: Sinar Harapan, 2004.
9. Meilani, Niken, Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: 2010.
10. Rabe, Thomas, Ilmu Kandungan. Jakarta: Hipokrates, 2003.
11. Schmidt, E, Diedrich J, et al. Surgical Procedures of Tubal Sterilization.
In:
The
Global
Library
of
Womens
Medicine.
2014.
http://www.glowm.com/section_view/heading/Surgical%20Procedures
%20for%20Tubal%20Sterilization/item/399 (Updated 2014, Accessed on
December 2014)