I. PENDAHULUAN
Distosia bahu termasuk dalam kegawatdaruratan obstetri, sehingga dibutuhkan tindakan
segera, serta keterampilan dan kemampuan teknik persalinan yang tepat untuk menghindari
morbiditas dan mortalitas perinatal. Hal ini terjadi ketika bahu depan terjepit oleh simpisis pubis
atau bahu belakang terjepit oleh sacral promontorium sehingga terjadi kegagalan dalam
pengeluaran bahu. Persalinan kepala umumnya diikuti oleh persalinan bahu dalam waktu 24
detik, sedangkan jika persalinan bahu lebih dari 60 detik dianggap sebagai distosia bahu.1
Angka kejadian distosia bahu juga bervariasi berdasarkan berat bayi yang dilahirkan,
dimana 0,6-1,4% terjadi pada bayi dengan berat 2500-4000 gram, dan meningkat hingga 5-9%
pada bayi dengan berat 4000-4500 gram dari ibu tanpa diabetes. Distosia bahu tidak dipengaruhi
oleh status wanita yang primigravida maupun dengan multigravida, meskipun lebih sering
terjadi pada bayi yang lahir dari ibu dengan diabetes, dimana sebesar 16/1000 kelahiran sering
berhubungan dengan obesitas dan kontrol yang buruk terhadap diabetesnya.4
Diperkirakan angka kejadian distosia bahu akan terus meningkat, yang kemungkinan bisa
disebabkan oleh adanya wanita yang memiliki anak pada usia reproduksi lanjut dan juga tingkat
obesitas yang semakin meningkat. Distosia bahu mempunyai kemungkinan berulang sebesar
10-15%, dimana wanita dengan riwayat persalinan distosia bahu yang mengakibatkan cedera
pada bayi yang dilahirkannya mempunyai resiko lebih besar berulang pada persalinan
selanjutnya. Sehingga informasi adanya persalinan dengan distosia bahu perlu disampaikan
kepada wanita hamil untuk memudahkan perencanaan persalinan pada kehamilan selanjutnya.3
II. DEFINISI
Distosia bahu adalah persalinan yang memerlukan tambahan manuver obstetri setelah
kegagalan gentle downward traction pada kepala bayi untuk melahirkan bahu. Distosia bahu
terjadi ketika setalah kepala lahir, bahu depan bayi terperangkap di tulang pubis ibu. Jika ini
terjadi, maka bagian tubuh bayi yang lain tidak dapat mengikuti kepala keluar dari vagina
dengan mudah. Beberapa definisi tentang distosia bahu antara lain:2
1. Suatu persalinan yang membutuhkan waktu lebih dari 60 detik untuk melahirkan
kepala dan bahu bayi
2. Bahu sulit lahir dengan traksi ke bawah pada kepala janin
3. Persalinan dengan menggunakan manuver special untuk melahirkan bahu.
Gambar . Pintu atas panggul dengan konyugata vera, diameter transversa, dan diameter oblikua.5
b. Ruang Panggul
Ruang panggul merupakan saluran di antara pintu atas panggul dan pintu bawah
panggul. Dinding anterior sekitar 4 cm terdiri atas os pubis dengan simfisisnya. Dinding
posterior dibentuk oleh os sacrum dan os koksigeus, sepanjang + 12 cm. karena itu ruang
panggul berbentuk saluran dengan sumbu melengkung ke depan.5
IV. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian distosia bahu juga bervariasi berdasarkan berat bayi yang dilahirkan,
dimana 0,6-1,4% terjadi pada bayi dengan berat 2500-4000 gram, dan meningkat hingga 5-
9% pada bayi dengan berat 4000-4500 gram dari ibu tanpa diabetes. Distosia bahu tidak
dipengaruhi oleh status wanita yang primigravida maupun dengan multigravida, meskipun
lebih sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu dengan diabetes, dimana sebesar 16/1000
kelahiran sering berhubungan dengan obesitas dan kontrol yang buruk terhadap diabetesnya.4
Perkiraan insiden untuk wanita non-diabetes yang melahirkan bayi > 4,000 gram adalah
4% dan bagi ibu yang melahirkan bayi >4,500 gram adalah sekitar 10%. Sedangkan untuk
penderita diabetes yang melahirkan bayi >4,000 gram, perkiraan kejadian mungkin setinggi
15% dan 42% pada ibu dengan diabetes yang melahirkan bayi >4.500 gram.3
Diperkirakan angka kejadian distosia bahu akan terus meningkat, yang kemungkinan
bisa disebabkan oleh adanya wanita yang memiliki anak pada usia reproduksi lanjut dan juga
tingkat obesitas yang semakin meningkat.3
V. ETIOLOGI
a. Preconceptual
1) Riwayat Distosia Bahu
Ibu yang memiliki riwayat melahirkan dengan distosia bahu terbukti sebagai
prediktor untuk kembali terjadinya distosia bahu. Hal ini dikarenakan beberapa hal antar
lain anatomi pelvis seorang wanita tidak akan berubah selama hamil, sedangkan
kecenderungan bayi kedua akan lebih besar dibandingkan bayi sebelumnya.
Beberapa penulis menyebutkan bahwa persalinan distosia bahu akan kembali
terjadi pada wanita dengan riwayat distosia bahu sebesar 11,9%. Risiko akan
meningkat sampai 20 kali lipat, sehingga beberapa dokter kandungan mengusulkan, jika
sekali terjadi distosia bahu, maka berikutnya harus menggunakan sesar.6
2) Obesitas
Berat badan ibu berkorelasi dengan kejadian distosia bahu. ACOG menunjukkan
bahwa kejadian distosia bahu pada wanita obesitas dua kali lebih sering dibandingkan
dengan wanita berat badan normal yaitu sebesar 1,78% : 0,81%. Beberapa peneliti
memperkirakan risiko relatif pafa wanita sebelum hamil dengan berat bedan 82 kg adalah
2,3%.7
Akan tetapi belum jelas apakah distosia bahu merupakan efek primer dari wanita
obesitas ataupun sebagai cerminan bahwa ibu obesitas cenderung memiliki bayi yang
besar pula. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan penelitian mengenai kejadian distosia
bahu dikaitkan dengan berat badan ibu dan bayi.
3) Usia Ibu
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa usia ibu merupakan salah satu risiko
terjadinya distosia bahu. Tetapi beberapa analisis mengatakan bahwa usia ibu
berhubungan dengan faktor risiko lain dalam distosia bahu meliputi ibu obesitas dan
diabetes. Bahar (1996) tidak menemukan perbedaan kejadian distosia bahu berdasarkan
umur ibu.8
4) Multiparitas
Beberapa peneliti menyatakan bahwa sebagian besar bayi dengan Erb Palsy
dilahirkan dari seorang multipara. Akan tetapi sebagaian ahli berpendapat bahwa
bukan merupakan faktor primer dalam terjadinya distosia bahu.9
b. Antepartum
1) Makrosomia
Makrosomia dideskripsikan sebagai bayi besar, didasarkan pada berat bayi setelah
lahir. Makrosomia tidak dapat didiagnosis secara pasti sebelum lahir. Definisi
makrosomia menggunakan variasi cutt-of berkisar antara 4000 gram hingga 5000 gram.
Bayi besar memiliki kemungkinan untuk menjadi distosia bahu, tetapi mencoba
menentukan bayi besar sangat sulit, seperti menggunakan manuver Leopold akan sangat
tidak akurat dakam menentukan berat bayi, dan USG pun tidak jauh lebih baik.(2,4)
Buletin ACOG mengenai distosia bahu menyatakan bahwa sensitivitas USG hanya
22-44% dan positive predictive value hanya 30-44% memprediksi makrosomia.
Kebanyakan bayi dengan berat badan lahir diatas 4000 gram yang dilahirkan pervaginam
tidak mengalami distosia bahu.
2) Diabetes Gestasional
Ada dua alasan utama untuk korelasi ini antara diabetes dan distosia bahu. Di
tempat pertama, diabetes dalam kehamilan menunjukkan korelasi sangat kuat dengan
makrosomia. Pertumbuhan bayi diabetes tidak hanya mewakili potensi genetik mereka
dalam pertumbuhan tetapi juga mencerminkan penurunan dari substrat glukosa
ekstra pada tubuh ibu dan bayi. Kedua, seperti yang disebutkan sebelumnya,
sifat pertumbuhan janin berbeda pada bayi diabetes. Pertumbuhan tidak merata antara
kepala dan batang seperti pada bayi nondiabetes. Sebaliknya, bayi dari ibu diabetes
menunjukkan pola pertumbuhan yang lebih besar pada bahu, dada, dan pertumbuhan
perut. Seperti yang diringkas bulletin ACOG: "Bayi dari ibu diabetes memiliki
konfigurasi tubuh yang berbeda dengan bayi dari seorang ibu nondiabetes. Peningkatan
deposisi lemak pada berbagai organ mungkin karena untuk meningkatkan sekresi insulin
dalam menanggapi hiperglikemia.3
VI. PATOFISIOLOGI
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala
berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada pada
sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan
menyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk
mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi
anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis
sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.2,4,6
Distosia Bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk
“melipat” ke dalam panggul (misalnya: pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan
persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat
menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu
tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk
ke dalam panggul.2,4,6
VII. DIAGNOSIS
Beberapa klinisi menggunakan penilaian sendiri untuk mendiagnosis distosia bahu, dan
sebaguan membagi distosia bahu menjadi ringan atau berat tergantung jumlah manuver yang
digunakan untuk melahirkan bayi.5 Klinisi lain menggunakan waktu pelahiran kepala-badan
dengan acuan lebih dari 60 detik untuk mendiagnosis distosia bahu dan atau untuk mengambil
tindakan berupa manuver obstetrik.
Salah satu gambaran yang sering terjadi adalah turtle sign dimana bisa terlihatnya kepala
janin namun juga bisa retraksi (analog dengan kura-kura menarik ke dalam cangkangnya) dan
wajah bayi yang eritematous. Ini terjadi ketika bahu bayi mengalami impaksi didalam panggul
ibu.7,12
Tanda klinis terjadinya distosia bahu meliputi:
a. Traksi pada kepala bayi tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap berada di kranial
simfisis pubis meskipun dengan usaha maksimal dan gerakan yang benar.
b. Kepala bayi telah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
c. Kepala bayi telah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang
d. Dagu tertarik dan menekan perineum
e. Turtle sign adalah ketika kepala bayi tiba-tiba tertarik kembali ke perineum ibu
setelah keluar dari vagina. Pipi bayi menonjol keluar, seperti seokor kura-kura yang
menarik kepala kembali ke cangkangnya. Peenarikan kepala bayi ini dikarenakan
bahu depan bayi terperangkap di tulang pubis ibu, sehingga mencegang lahirnya tubuh
bayi.2,6,7,8
A. Manuver McRoberts
Manuver ini ditemukan oleh Gonik dan rekan (1983) dan dinamai sesuai nama
William A. McRoberts, Jr., yang mempopulerkan penggunaannya di Universitas Texas di
Houston. Manuver ini terdiri atas mengangkat tungkai dari pijakan kaki pada kursi
obstetris dan memfleksikannya sejauh mungkin ke abdomen. Mereka mendapati bahwa
prosedur yang menyebabkan pelurusan relatif sakrum terhadap vertebra lumbal disertai
dengan rotasi simfisis pubis ke arah kepala ibu yang menyertainya serta pengurangan
sudut kemiringan panggul. Meski manuver ini tidak memperbesar ukuran panggul, rotasi
panggul ke arah kepala cenderung membebaskan bahu depan yang terjepit. Gonik dan
rekan (1989) menguji posisi McRoberts secara obyektif pada model di laboratorium
dan menemukan bahwa manuver ini mampu mengurangi tekanan ekstraksi
pada bahu janin. Jika digabungkan dengan manuver penekanan bahu diperkirakan dapat
mengatasi distosia bahu
sampai dengan 50-60%.13
B. Manuver Mazzanti
Penekanan suprapubik dilakukan oleh seorang asisten dan penolong tetap
melakukan traksi curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan. Komplikasi yang dapat
terjadi adalah simfisiolisis.6
Gambar . Manuver Mazzanti
C. Manuver Rubin
Rubin (1964) merekomendasikan dua manuver. Pertama, kedua bahu janin diayun
dari satu sisi ke sisi lain dengan memberikan tekanan pada abdomen. Bila hal ini
tidak berhasil, tangan yang berada di panggul meraih bahu yang paling mudah diakses,
yang kemudian didorong ke permukaan anterior bahu. Hal ini biasanya akan menyebabkan
abduksi kedua bahu, yang kemudian akan menghasilkan diameter antar-bahu dan
pergeseran bahu depan dari belakang simfisis pubis.
Manuver ini dilakukan dengan memasukkan satu tangan dari bagian depan ataupun
belakang, kemudian memutar bahu 30o sehingga terletak pada diameter miring dari
panggul. Keuntungan dari metode ini adalah penolong dapat mengetahui orientasi bahu
yang sebernarnya. Jika rotasi dapat tercapai, bahu depan akan muncul dari bawah simfisis
dengan atau tanpa traksi tambahan.14
Gambar . (A) Diameter bahu-ke-bahu ditampilkan sebagai jarak antara dua panah kecil. (B) bahu janin yang
lebih mudah dijangkau (anterior ditampilkan di sini) didorong ke dinding dada anterior janin. Tindakan ini
dapat mengurangi diameter bahu-ke-bahu dan membebaskan bahu anterior.1
Gambar . (D) Bahu depan dapat lahir biasa. (E) Namun bila sukar, bayi diputar. (F) Sehingga bahu depan
lahir di belakang.
F. Maneuver Zavanelli
Manuver Zavanelli dilakukan dengan mengembalikan kepala ke dalam rongga
panggul dan kemudian melahirkan secara sesar. Bagian pertama dari manuver ini adalah
mengembalikan kepala ke posisi oksiput anterior atau oksiput posterior bila kepala janin
telah berputar dari posisi tersebut. Langkah kedua adalah memfleksikan kepala dan secara
perlahan mendorongnya masuk kembali ke vagina, yang diikuti dengan pelahiran secara
sesar. Terbutaline dapat diberikan untuk menghasilkan relaksasi uterus. Beberapa laporan
penelitian kemudian meninjau 103 laporan kasus yang menerapkan manuver Zavanelli.
Manuver ini berhasil pada 91 persen kasus presentasi kepala dan pada semua kasus
terjepitnya kepala pada presentasi bokong. Cedera pada janin biasa terjadi pada
keadaan- keadaan sulit yang menerapkan manuver Zavanelli, terdapat delapan kasus
kematian neonatal, enam kasus lahir mati, dan 10 neonatus menderita kerusakan otak.
Ruptur uteri juga pernah dilaporkan.(2,3)
Gambar . Manuver Zavanelli
G. Manuver Gaskin
Manuver Gaskin atau All Four Maneuver diperkenalkan oleh Ina May Gaskin pada
tahun 1976. Manuver ini digunakan untuk mengatasi distosia bahu dengan menempatkat
ibu dalam posisi merangkak. Brunner (1998) melaporkan bahwa 68 kasus (82%) dari
82 kasus persalinan dengan distosia bahu berhasil diatasi hanya dengan menggunakan
manuver Gaskin. Waktu yang diperlukan untuk memposisikan ibu dalam manuver ini dan
melahirkan secara lengkap dilaporkan mencapai dua sampai dengan tiga menit. Namun,
tidak ada laporan secara mendetail tentang efek terhadap ibu dan bayi yang menjalani
manuver ini.
Secara teoritis, posisi merangkak dalam manuver ini akan membuat penambahan
luas diameter sagital panggul sebesar satu sampai dua sentimetr karena pergerakan pada
sendi sakroiliaka. Posisi litotomi dapat membatasi gerakan dari sakrum. Manfaat tambahan
dapat diperoleh dari gerakan saat perubahan posisi dari litotomi ke posisi merangkak yang
kemungkinan dapat membantu membebaskan bahu yang terperangkap.6
Gambar . Manuver Gaskin. Posisi "all four ". Posisi ini memanfaatkan efek gravitasi sehingga
ruang kearah sacrum ibu menjadi lebih luas, untuk memudahkan melahirkan lengan dan bahu
posterior
H. Penekanan Fundus
Penekanan fundus ke arah jalan lahir dapat dilakukan namun dianjurkan
dikombinasi dengan manuver lain. Penekanan kuat pada fundus pada saat yang salah akan
mengakibatkan semakin terjepitnya bahu depan. Gross dkk (2007) melaporkan penekanan
fundus tanpa disertai manuver lain akan menyebabkan komplikasi sebesar 77% dan erat
dihubungkan dengan kerusakan ortopedik dan neurologik pada bayi.15
I. Kleidotomi
Kleidotomi merupakan pemotongan tulang klavikula dengan gunting atau benda
tajam lain untuk memperpendek diameter biacromial. Tindakan ini dilakukan jika manuver
lain gagal dilakukan. Biasanya dilakukan pada bayi yang sudah mati.
A B
Gambar 7.
Simfisiotomi. A.) Kateter transurethral harus dipasang. Operator, dengan jari telunjuk dan jari tengahnya, memposisikan uretra
kearah lateral dalam rangka melindungi kandung kemih. B.) Tujuan insisi adalah memisahkan kartilago os pubis.
Mengingat distosia bahu tidak dapat diprediksi, tenaga medis harus selalu siap menghadapi
kemungkinan distosia bahu pada setiap kelahiran.Oleh karena itu, prosedur standar harus diketahui
semua tenaga medis. Jembatan keledai (Mnemonic) ALARMER telah dikembangkan untuk
membantu dalam ketepatan manajemen distosia bahu.6
Ask for help
Lift / hyperflexed Legs
Anterior shoulder disimpaction
Rotation of the posterior shoulder
Manual removal posterior arm
Episiotomy
Roll over onto “all fours”
1. Memanggil bantuan tenaga medis lain – spesialis kandungan, spesialis anestesi, spesialis
anak, dan bidan senior
2. Tetap tenang. Penolong mencoba menjelaskan dan menenangkan ibu untuk memastikan
adanya kerjasama dari penolong dan pasien terhadap manuver yang akan dilakukan.
3. Penekanan fundus sebaiknya tidak dilakukan, karena berhubungan dengan tingginya
insiden komplikasi pada janin dan dapat menyebabkan ruptur uteri.
4. Tempatkan ibu pada posisi McRoberts, sehingga ibu berbaring lurus dengan kaki abduksi
dan hiperfleksi 45° pada abdomen-posisi ini akan memutar sudut dari simfisis pubis,
membantu meluruskan promontorium sakrum, meningkatkan diameter dari pintu bawah
panggul, dan melepaskan tekanan pada bahu depan. Manuver McRoberts berhubungan
dengan morbiditas yang sangat rendah dan memiliki tingkat keberhasilan lebih dari 40 %,
dimana meningkat hingga lebih dari 50 % ketika penekanan suprapubis juga dilakukan.
5. Evaluasi apakah diperlukan tindakan episiotomi, dimana dapat meningkatkan ruang untuk
manipulasi dan akses ke bayi tanpa melukai perineum dan dinding vagina.
6. Melakukan traksi ringan pada kepala janin ke arah axis longitudinal badan janin, bukan
traksi kuat ke bawah dimana dapat menyebabkan cedera cervical.
7. Manuver Rubin dapat digunakan, dimana penolong harus bisa mengidentifikasi bahu
belakang dari pemeriksaan dalam. Kemudian bahu belakang didorong ke arah dada janin,
dan memutar bahu depan menjauhi simfisis pubis. Manuver ini mengurangi diameter bi-
sacromial.
8. Manuver Woodscrew bisa dilakukan untuk memutar badan janin sehingga bahu belakang
menjadi bahu depan. Manuver ini akan membuat bahu abduksi, tetapi tetap dapat membuat
janin berputar hingga mencapai diameter yang cukup untuk lahir.
9. Melahirkan lengan belakang dan bahu dapat dilakukan dengan memasukkan tangan
penolong ke dalam ruang kecil yang dibentuk oleh cekungan sakrum sehingga penolong
dapat memfleksikan lengan posterior pada siku dan kemudian menyapu lengan bawah
melalui dada janin. Sekali lengan belakang berhasil dibawa ke bawah, terdapat ruang dan
bahu depan meluncur di belakang simfisis pubis sehingga dapat dilahirkan.
10. Apabila semua manuver tersebut gagal, penolong sebaiknya mempertimbangkan
menggunakan manuver Zavanelli sebagai jalan untuk melahirkan bayi hidup.
IX. KOMPLIKASI
Janin16 :
Fraktur tulang (klavikula dan humerus). Fraktur tulang pada umumnya dapat sembuh
sempurna tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan di terapi dengan memadai
Cedera pleksus brachialis. Cedera pleksus brachialis dapat membaik dengan
berjalannya waktu, tetapi sekuele dapat terjadi pada 50% kasus.
Hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak
Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan tarikan dan
putaran pada kepala dan leher.
Kematian neonatal.
Pada ibu16 :
Perdarahan akibat laserasi jalan lahir maupun episiotomi.
Rupture uteri
Syok
Infeksi
Trauma psikologis
X. PROGNOSIS
16. Rukmono Siswishanto. Distosia bahu. Dalam: Prawirohardjo Sarwono, editor. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta; 2008.h.599-
605.