Anda di halaman 1dari 24

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama / Stambuk: Andi Uznul Alriansyah /K1A1 14 007

Firda Nur Rahmi/ K1A1 14 016

Judul Referat : Timpanosklerosis

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, Desember 2019


Mengetahui :
Pembimbing,
`

dr. Ied Rakhma, M. Kes, Sp. THT-KL

1
BAB 1
PENDAHULUAN
Timpanosklerosis (TS) adalah sebuah kondisi yang mengenai baik membran
timpani atau mukosa telinga tengah. Secara histologi ditandai dengan peningkatan
serabut kolagen, penurunan vaskularisasi, kalsikasi hyalinisasi berbentuk sel dan
regenerasi dari lapisan kolagen. TS biasa terlihat sebagai lesi putih pucat baik
didalam mukosa telinga tengah atau di dalam membran timpani. Pada permulaan
patologisnya lesi ini dapat berisi massa menyerupai keju dari material
timpanosklerotik dan seiring berjalannya waktu menjadi menyerupai tulang ketika
bertambah keras. 1
Timpanosklerosis merupakan penyakit pada membran timpani yang
menunjukkan gambaran bercak-bercak putih tebal atau menjadi putih dan tebal
seluruhnya akibat timbunan kolagen terhialinisasi pada bagian tengahnya.
Keadaan ini ditandai oleh adanya hialinisasi dan deposit kalsium pada membran
timpani, telinga tengah, atau keduanya, sering muncul sebagai akibat dari
inflamasi atau trauma dan juga sering didapati setelah episode rekuren dari otitis
media akut, otitis media dengan efusi, dan insersi ventilasi tuba.2
Timpanosklerosis merupakan dilema untuk dilakukan tindakan operatif.
Pasien yang hanya memiliki timpanosklerosis di membran timpani tidak akan
sering datang ke pelayanan kesahatan. Pasien mendatangi dokter THT hanya
ketika ditemukan secret atau ketulian stadium menengah. Pada kondisi ini
keadaan pasien telah berkembang menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK)
baik dengan perforasi sentral atau dengan kolesteatoma serta berkaitan dengan
otosklerosis awal. 3

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Anatomi Organ Pendengaran

Gambar 1. Anatomi Telinga4


1. Telinga luar5
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membrane timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan
kulit. Liang telinga berbentuk huruf ‘S’ dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, sedangkan bagian dalam rangkanya terdiri dari
tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.

3
2. Telinga Tengah5
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba Eustachius
Batas bawah : vena jugular (bulbus jugularis)
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas : tegmen timpani (meningen/ otak)
Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis
semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium.
Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani,
antrum mastoid, dan tuba Eustachius.
a. Membran Timpani5,6
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani
dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini
memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-
posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm.Letak
membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi
miring yang arahnya dari belakang luar ke muka dalam dan
membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran
timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut
menonjol ke arah kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo
ke muka bawah tampak refleks cahaya (cone of light).5,6
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu:
1) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum
kutaneum dan mukosum.

4
Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian:
1) Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan
permukaan yang tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan
melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian
tulang dari tulang temporal.
2) Pars flaksida atau membran Shrapnell
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars
tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
a) Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
b) Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).

A B

Gambar 2. A) Membran Timpani Normal B) Kuadran membran timpani4

Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh


tulang dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka
tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini disebut insisura timpanika
(rivini). Permukaan luar dari membran timpani disarafi oleh cabang
nervus aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus.
Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani cabang dari nervus
glossofaringeal.4,5
Aliran darah membran timpani berasal dari permukaan luar
dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula
yang merupakan cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan

5
mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang
dari arteri maksilaris interna dan oleh stilomastoid cabang dari arteri
aurikula posterior.4,5
b. Kavum Timpani4,5
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang
temporal, bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api.
Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter
transversal 2-6 mm. Kavum timpani dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1) Epitimpanum
Berada dibagian atas membran timpani. Merupakan
bagian superior kavum timpani, disebut juga atik karena terletak
diatas membran timpani. Sebagian besar atik diisi oleh maleus
inkus. Dibagian superior epitimpanum dibatasi oleh suatu
penonjolan tipis os posterior. Dinding medial atik dibentuk oleh
kapsul atik yang ditandai oleh penonjolan kanalis semisirkularis
lateral.
Pada bagian anterior terdapat ampula kanalis superior, dan
lebih anterior ada ganglion genikulatum, yang merupakan tanda
ujung anterior ruang atik. Dinding anterior terpisah dari maleus
oleh suatu ruang yang sempit, disini dapat dijumpai muara sel-
sel udara yang membuat pneumatisasi pangkal tulang pipi
(zygoma). Dinding lateral atik dibentuk oleh os skuama yang
berlanjut kearah lateral sebagai dinding liang telinga luar bagian
tulang sebelah atas. Diposterior, atik menyempit menjadi jalan
masuk ke antrum mastoid, yaitu aditus ad antrum.
2) Mesotimpanum
Terletak kearah medial dari membran timpani. Disebelah
medial dibatasi oleh kapsul otik, yang terletaknya lebih rendah
dari pada nervus fasialis pars timpani. Dinding anterior
mesotimpani terdapat orifisium timpani tuba eustachius pada
bagian superior dan membentuk bagian tulang dinding saluran

6
karotis asendens pada bagian inferior. Dinding ini biasanya
mengalami pneumatisasi yang baik dan dapat dijumpai bagian-
bagian tulang lemah.
3) Hipotimpanum atau resesus hipotimpanikus
Terletak dibawah membrana timpani, berhubungan dengan
bulbus jugulare.
Kavum timpani terdiri dari:
1) Tulang-tulang pendengaran5

Gambar 3. Tulang-tulang pendengaran6

a) Malleus (hammer/martil)
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara
semua tulang-tulang pendengaran dan terletak paling lateral,
leher, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior, lengan
(manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm.
kepala terletak pada epitimpanum atau didalam rongga atik,
sedangkan leher terletak dibelakang pars flaksida membran
timpani. Manubrium terdapat didalam membrane timpani,
bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika
propria. Ruang antara kepala dari maleus dan membran
Shrapnell dinamakan Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh
ligamentum maleus anterior yang melekat ke tegmen dan
juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara basis
prosesus brevis dan pinggir lekuk Rivinus.

7
b) Inkus (anvil/landasan)
Inkus terdiri dari badan inkus (corpus) dan 2 kaki
yaitu: prosesus brevis dan prosesus longus. Sudut antara
prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang
100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir
dari corpus, prosesus longus panjangnya 4,3 mm-5,5 mm.
Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus
brevis menuju antrum, prosesus longus jalannya sejajar
dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung prosesus
longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus
yaitu prosesus lentikularis. Prosesus ini berhubungan
dengan kepala dari stapes.
c) Stapes (stirrup/pelana)
Merupakan tulang pendengaran yang teringan,
bentuknya seperti sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg,
tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher,
krura anterior dan posterior dan telapak kaki (foot plate),
yang melekat pada foramen ovale dengan perantara
ligamentum anulare.
Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan
kecil pada permukaan posterior dari leher stapes. Kedua
krura terdapat pada bagian leher bawah yang lebar dan
krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada
posterior.
Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya
mempunyai tepi superior yang melengkung, hampir lurus
pada tepi posterior dan melengkung di anterior dan ujung
posterior. panjang foot plate 3 mm dan lebarnya 1,4 mm,
dan terletak pada fenestra vestibuli dimana ini melekat pada
tepi tulang dari kapsul labirin oleh ligamentum anulare
Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm.

8
c. Antrum mastoid5
Antrum mastoid adalah ruang udara di tulang temporal yang
menghubungkanbagian anterior dengan rongga timpani melalui
aditus. Bagian posterior berhubungan dengan sel udara mastoid.
Dinding medial antrum dibentuk oleh bagian petros dari tulang
temporal dan di dinding ini terletak kanal posterior dan lateral
setengah lingkaran.
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak
mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding
medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid
terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior
mastoid terdapat aditus ad antrum. Pada dinding anterior mastoid
terdapat aditus ad antrum. Aditus antrum mastoid adalah suatu pintu
yang besar iregular berasal dari epitimpanum posterior menuju
rongga antrum yang berisi udara, sering disebut sebagai aditus ad
antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis
semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari
promontorium terdapat kanalis bagian tulang dari n. fasialis.
Prosesus mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi
telinga. Pneumatisasi didefinisikan sebagai suatu proses
pembentukan atau perkembangan rongga-rongga udara didalam
tulang temporal, dan sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid
adalah sebagian dari sistem pneumatisasi yang meliputi banyak
bagian dari tulang temporal. Sel-sel prosesus mastoid yang
mengandung udara berhubungan dengan udara didalam telinga
tengah. Bila prosesus mastoid tetap berisi tulang-tulang kompakta
dikatakan sebagai pneumatisasi jelek dan sel-sel yang
berpneumatisasi terbatas pada daerah sekitar antrum. Luasnya
pneumatisasi tergantung faktor herediter konstitusional dan faktor
peradangan pada waktu umur muda. Bila ada sifat biologis mukosa

9
tidak baik maka daya pneumatisasi hilang atau kurang. Ini juga
terjadi bila ada radang pada telinga yang tidak menyembuh.
d. Tuba Eustachius4,5
Tuba Eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba
faringotimpani berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan
saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring.
Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah,
depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan
adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu:
1) Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3
bagian).
2) Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang
(2/3 bagian).
Fungsi Tuba Eustachius adalah ventilasi, drenase sekret dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.
Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan di telinga tengah
selalu sama dengan tekanan udara luar. Adanya fungsi ventilasi tuba
dapat dibuktikan dengan melakukan perasat Valsava dan perasat
Toynbee.4,5
Perasat Valsava meniupkan dengan keras dari hidung sambil
mulut dipencet serta mulut ditutup. Bila Tuba terbuka maka akan
terasa ada udara yang masuk ke telinga tengah yang menekan
membran timpani ke arah lateral. Perasat ini tidak boleh dilakukan
kalau ada infeksi pada jalur nafas atas. Perasat Toynbee dilakukan
dengan cara menelan ludah sampai hidung dipencet serta mulut
ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membran timpani
tertarik ke medial. Perasat ini lebih fisiologis. 4,5
3. Telinga Dalam4,5
Anatomi Telinga Dalam (TD) terletak di dalam tulang temporal
bagian petrosus, di dalamnya dijumpai labirin periotik yang mengelilingi

10
struktur TD yaitu labirin, merupakan suatu rangkaian berkesinambungan
antara tuba dan rongga TD yang dilapisi epitel.
Telinga dalam terdiri dari labirin osea, yaitu sebuah rangkaian
rongga pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan
perilimfe dan labirin membranasea, yang terletak lebih dalam dan
memiliki cairan endolimfe.
Selain bagian pendengaran, bagian telinga dalam terdapat indera
keseimbangan. Bagian ini secara struktural terletak di belakang labirin
yang membentuk struktur utrikulus dan sakulus serta tiga saluran
setengah lingkaran atau kanalis semisirkularis. Kelima bagian ini
berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan memiliki sel rambut yang
akan dihubungkan dengan bagian keseimbangan dari N.
vestibulokoklearis.
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis ujung atau punca koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfe skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap
dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang
koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani disebelah
bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule
dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di perilimfe berbeda dengan
endolimfe. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibule
disebut sebagai membran vestibule (Reissner’s membrane) sedangkan
dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membrane ini terletak
organ korti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang
disebut membrane tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut
yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang
membentuk organ corti.

11
Gambar 4. Organ Corti4

Fisiologi Pendengaran4
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani
diteruskan ke liang telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong. Energi
getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule
bergetar. Getaran diteruskan melalui membrana Ressner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membrana
basilaris dan membrana tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga
kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel,
keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga

12
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.4

B. Definisi dan Klasifikasi


Tympanosclerosis adalah suatu kondisi ditandai dengan akumulasi hyalin
dan kolagen terkalsifikasi didalam submukosa telinga tengah.
Timpanosklerosis ini diklasifikasikan sebagai berikut :
- Myringosclerosis, hanya mengenai membran timpani
- Intratympanic tympanosclerosis, mengenai bagian telinga tengah lain.2,4

C. Epidemiologi
Insidensi dari TS adalah 35,6% pada pasien dengan OMSK ,namun77,8%
dari pasien ini memiliki telinga yang kering dan mayoritas mereka memiliki
penurunan pendengaran tipe konduktif. Insiden cenderung meningkat dengan
pertambahan usia dan tindakan timpanostomi penggantian tuba (insiden
berkisar antara 28-61%) Penelitian mengenai timpanosklerosis kebanyakan
dilakukan pada pasien-pasien dengan otitis media kronis dan timpanostomi
dibandingkan dengan populasi umum. Didapatkan bahwa pada 23-40 % anak-
anak dengan keluhan telinga mengeluarkan cairan yang ditatalaksanan
dengan timpanostomi menderita timpanosklerosis, dan miringosklerosis
merupakan bentuk yang tersering. 6

D. Etiologi
Etiologi dari timpanosklerosis belum diketahui dengan pasti, mungkin
dibentuk dari sisa-sisa/bekas yang berhubungan dengan inflamasi kronis
telinga tengah. Faktor-faktor lain yang mungkin berhubungan antara lain :
- Otitis media supurativa kronis (OMSK) dan otitis media dengan efusi.
- Insersi Grommet (timpanostomi tuba) meningkatkan resiko terjadinya
timpanosklerosis
- Sklerosis sistemik

13
- Kemungkinan berhubungan dengan atheroma karotis atau aterosklerosis
- Hubungan dengan cholesteatoma masih diperdebatkan, meskipun
dua hal ini dapat muncul bersamaan.4

E. Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang umumnya muncul adalah ditemukannya plak putih pada
membran timpani. Jika proses ini hanya terbatas pada membrane timpani saja
biasanya tidak mempengaruhi pendengaran, namun bila proses ini telah mencapai
telinga tengah, maka rantai osikular menjadi tidak mobil yang akan menyebabkan
terjadinya tuli konduktif.2

F. Patogenesis
Secara mikroskopis terdapat kolagen terhialinisasi pada sub mukosa
dengan susunan lamelar. Fibrosit mature dapat terlihat diantara serabut
kolagen.Kalsifikasi atau osifikasi terjadi pada beberapa plaque. 7
Timpanosklerosis secara histologi tampak sebagai hialinisasi jaringan
penyangga subepitelial membran timpani dan telinga tengah, pada kebanyakan
kasus dapat ditemukan kalsifikasi. Osteogenesis juga dapat muncul bersamaan
dengan lesi yang terjadi. Saat plak muncul pada membran timpani, plak tersebut
hanya terbatas pada lamina propia. Hussl dan Lim menemukan bahwa plak ini
merupakan proses degeneratif yang mengakibatkan terjadinya kalsifikasi pada
jaringan penyangga pada telinga tengah. Mereka membuat hipotesa bahwa OME
atau OMA mengakibatkan terjadinya proses destruktif pada jaringan penyangga,
yang mana akan memicu untuk terjadinya degenarasi dari jaringan kolagen dan
kalsifikasi distropik. Degenerasi kolagen dapat merupakan akibat langsung dari
inflamasi atau infeksi yang terjadi pada telinga tengah (oleh proteinase dan
kolagenase bakteri). Wielinga dan kawan-kawan, menemukan bahwa pada kasus
sumbatan tuba eustachius, tanpa infeksi, dapat mengakibatkan timpanosklerosis
pada percobaan dengan tikus, dari sana mereka membuat hipotesa bahwa hanya
dengan deformasi cukup untuk mendukung pembentukan plak. Penyebab lain
yang mungkin adalah proses autoimun yang terjadi pada membran timpani. Hussl

14
and Lim mengemukakan 2 kemungkinan mekanisme terbentuknya plak
timpanosklerosis:7

Gambar 5. Mekanisme terbentuknya plak timpanosklerosis7

F. Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien dengan timpanisklerosis biasanya tidak mengeluhkan gejala apapunkecuali
kalsifikasi atau hialinisasi telah berukuran besar,gejala yang biasa dikeluhkan
adalah adanya penurunan pendengaran yang disertai dengan riwayat otitis media
efusi atau trauma.13
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan otoskopi, timpanosklerosis memberikan gambaran
semisirkuler atau seperti sepatu kuda yang berwarna putih pada membrane
timpani.7

15
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang biasanya tidak terlalu dibutuhkan apabila telah
ditemukan lesi yang khas, tidak ada perluasan, dan tidak ada kecurigaan adanya
gangguan pendengaran atau penyakit telinga tengah lain. Namun, pemeriksaan
penunjang yang dapat membantu antara lain:7
- Audiometri, dapat menentukan derajat dan tipe gangguan pendengaran
- Timpanometri, hasil timpanogram dapat dipengaruhi oleh adanya
timpanosklerosis
- CT Scan dapat membantu menegakkan diagnosis terutama bila disertai dengan
kelainan pada kavitas telinga tengah.7
Secara histologipatologi TS yang terlihat dalam membran timpani tampak
sebagai deposit berwarna putih seringkali halus, namun cukup membuat
puncaknya lebih tampak opaque dibanding translusen. Pada beberapa kasus
deposit menebal dan tersusun dalam bentuk titik,lesi, lingkaran, atau bentuk
lainnya. Jika terdapat perforasi dari membran timpani, pada pasien dengan TS
berat, deposit berwarna putih dapat terlihat di mukosa temgah tepatnya pada
promontorium, sekitar stapedial footplate, atau dikepala incus dan maleus hingga
dinding epitimpanum ,jika dilakukan pembedahan TS terasa keras terlihat putih
dan menyerupai plaque.12

16
Gambar 6. Terdapat penebalan yang besar pada membran timpani yang
disebabkan oleh plak timpanosklerosis terhialinisasi (panah tunggal panjang) dan
kemudian bentukan kolagen tambahan (panah ganda) juga menunjukkan
timpanosklerosis. Epitel skuamosa (panah pendek) pada permukaan luar dari
“drumhead” dibatasi oleh sel tipis berlapis tunggal (segitiga).12

Gambar 7. Sebuah massa lamelar dari kolagen terhialinisasi (panah)dengan


sedikit fibrosit berada dibawah mukosa columnaratau kuboid (segitiga) pada
telinga tengah.12

17
Gambar 8. Penebalan membran timpani (panah) dengan sejumlah fibrosit dewasa
dan beberapa kalsifikasi distrofik (segitiga). 12

Gambar 9. Membran timpani normal sebagai perbandingan,potongan ini


mencakup manubrium malleus (panah panjang) yang mana terletak di dalam drum
head. Disini membran lebih tebal (segitga) dibandingkan bagian lain yang
dikarenakan oleh perlekatan malleus.12

Timpanosklerosis diduga merupakan komplikasi dari otitis media, pasca


trauma, dan tindakan pembedahan yang mana ditemukan lapisan hialin yang
aselular dan akumulasi deposit kalsium pada membran timpani dan submukosa
telinga tengah. Pada kebanyakan pasien, gejala yang ditimbulkan tidak begitu
signifikan secara klinis dan mengakibatkan sedikit atau tidak ada gangguan

18
pendengaran. Pada pemeriksaan otoskopi, timpanosklerosis memberikan
gambaran semisirkuler atau seperti sepatu kuda yang berwarna putih pada
membrane timpani.7

Gambar 10. (A) Membran timpani pada timpanosklerosis, (B), Telinga kiri,
perforasi anateroinferior kering, (C) Perforasi anteroinferior dengan plak
timpanosklerotik, (D) Telinga kiri, perforasi subtotal karna timpanosklerosis8

Gambar 11. (A) Telinga kanan, plak timpanosklerosis pada rantai osikular, (B)
Telinga kiri, perforasi total dengan timpanosklerosis.8

19
G. Penatalaksanaan
Timpanosklerosis pada telinga tengah secara histologi mirip dengan
timpanosklerosis pada membran timpani, tapi lebih sering menyebabkan tuli
konduktif dikarenakan terjadinya fiksasi osikular. Dalam beberapa buku
dinyatakan bahwa timpaniosklerosis cenderung berulang setelah tindakan
pembuangan dengan operasi. Smyth dan kawan-kawan melaporkan hasil yang
memuaskan pada 79% kasus timpanisklerosis yang dilakukan rekonstruksi
osikular (stapedektomi dan reseksi osikular total) yang dilakukan dalam 2 tahap.7
Timpanosklerosis mungkin dapat ditemukan dibelakang membran timpani
yang intak. Plak yang kecil tidaklah membahayakan dan dapat dibiarkan saja.
Lapisan yang luas/besar pada sisa-sisa membran timpani harus dihilangkan karena
materi avaskular ini dapat menghambat integrasi dari graft, dan dapat juga
memberikan dampak pada rantai osikular terutama kepala malleus dan incus pada
epitympanum. Mobilisasi tidaklah disarankan karenan refiksasi sering terjadi.9
Timpanoplasti dan rekonstruksi osikular dapat dilakukan sebagai
penatalaksanaan pada pasien-pasien dengan timpanosklerosis, namun resiko untuk
kerusakan kokhlea lebih tinggi dibandingkan dengan yang disebabkan oleh
penyakit telinga tengah lain, ini dikarekan oleh tindakan diseksi luas yang
dibutuhkan pada kasus timpanosklerosis dan terdapatnya erosi dari labirin.7
Pembedahan 2 tahap merupakan penatalaksanaan yang penting. Karena
prognosis untuk perbaikan pendengaran pada tympanosclerosis yang meluas
tidaklah baik , dan telinga terjaga setelah operasi pertama, pembedahan tahap
kedua untuk perbaikan pendengaran harus didiskusikan dengan pasien jika telinga
kontralateral masih normal. Pilihan untuk penggunaan bantuan pendengaran juga
sebaiknya didiskusikan secara jelas dengan pasien.9

20
BAB 3
KESIMPULAN

1. Timpanosklerosis merupakan suatu kondisi yang mana didapatkan


hialinisasi dan kalsifikasi pada membran timpani, telinga tengah atau
keduanya dan jika meluas dapat mempengaruhi pendengaran.
2. Timpanosklerosis merupakan kelanjutan yang sering terjadi pada kasus-
kasus otitis media kronis atau rekuren dan setelah tindakan pembedahan
pada telinga tengah.
3. Etiologi timpanosklerosis belum diketahui dengan pasti, namun faktor-
faktor yang mungkin berhubungan antara lain OMSK, otitis media dengan
efusi, insersi Grommet, sklerosis sistemik, atheroma karotis atau
aterosklerosis, dan cholesteatoma.
4. Jika proses timpanosklerosis ini hanya pada membran timpani biasanya
tidak mempengaruhi pendengaran, namun bila proses ini telah mencapai
telinga tengah dapat menyebabkan terjadinya tuli konduktif.
5. Gambaran timpanosklerosi pada pemeriksaan otoskopi adalah semisirkuler
atau seperti sepatu kuda yang berwarna putih pada membran timpani
6. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu antara lain audiometri,
timpanometri, dan CT Scan.
7. Plak timpanosklerosis yang kecil tidaklah membahayakan dan dapat
dibiarkan saja.
8. Timpanoplasti dan rekonstruksi osikular dapat dilakukan sebagai
penatalaksanaan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Koc S, Kiyici H, Toker A, Soyalic H, Aslan H, Kesici H, et al. 2016. The Effect
of Melatonin and Vitamin C Treatment on the Experimentally Induced
Tympanosclerosis: Study in Rats. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology.
2. Asarkar, Ameya, and Shishir Gosavi. 2013. "Tympanosclerosis - a Beginner's
Worry: a case Series and Review of Literature." Otolaryngology.
3. Rao BR, Parasuram G, Rao SS. 2016. Clinico-Pathological and Audiological
Assessment of Tympanosclerosis-A Study. Journal of Dental and Medical
Science.
4. Soepardi EA., Iskandar N. 2017. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Ed 7. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.
5. Maqbool, M., Maqbool, S. 2007. Textbook of Ear Nose and Throat Disease.
Jaypee Brothers Medical Publishers. New Delhi
6. Lalwani AK, Agrawal SK, Aguila DJ, et al. Current Diagnosis and Treatment :
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd Edition. New York : Mc Graw
Hill – Lange; 2007.
7. Duzenli U, Bozan N, Akin Ramazan, Kiroglu AF, Aslan M. 2019. Systemic
Inflammatory Blood Markers In Patients With Tympanosclerosis. Eastern
Journal of Medicine.
8. Ahmad R, Beigh Z, Maqbool T. 2016. Revised Grading System of
Tympanosclerosis. Egyptian Journal of Ear, Nose Throat and Allied Science.
9. Doluoglu S, Gocer C, Toprak U, et al. 2015. Increased carotid artery intima-
media thickness in patients with tympanosclerosis: Common risk factors with
atherosclerosis. Kaohsiung J Med Sci.
10. Wallace IF, Berkman ND, Lohr KN, et al. 2014 . Surgical treatments for otitis
media with effusion: a systematic review. Pediatrics.
11. Kuo CL, Tsao YH, Cheng HM, et al. 2014. Grommets for otitis media with
effusion in children with cleft palate: a systematic review. Pediatrics.
12. Wenig B. 2015. Atlas of Head and Neck Pathology 3rd Edition. Elsevier

22
13. Flint, Paul W., Haughey, Bruce H., Lund, Valerie J., et al. 2010. Cummings
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 5th Edition. China : Mosby-Year Book
Inc;
14. Menner AL. 2003. Pocket Guide to Ear. 1st Edition. New York : Thieme Inc.
15. Hildmann H, Sudhoff H. 2006. Middle Ear Surgery. 1st Edition. New York :
Springer.

23
BAGIAN THT-KL REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2019
UNIVERSITAS HALU OLEO

TIMPANOSKLEROSIS

OLEH :

1. Andi Uznul Alriansyah (K1A1 14 007)

2. Firda Nur Rahmi (K1A1 14 016)

PEMBIMBING

dr. Ied Rakhma, M. Kes, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT

TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKKAN, KEPALA, LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2019

24

Anda mungkin juga menyukai