Anda di halaman 1dari 4

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada

1
bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama
2
kehidupan disebab-kan oleh keadaan ini. Bayi dengan hiper-bilirubinemia tampak kuning akibat
aku-mulasi pigmen bilirubin yang berwarna kuning pada sklera dan kulit.

Pada janin, tugas mengeluarkan bilirubin dari darah dilakukan oleh plasenta, dan bukan oleh hati.
Setelah bayi lahir, tugas ini langsung diambil alih oleh hati, yang memerlukan sampai beberapa
minggu untuk penyesuaian. Selama selang waktu tersebut, hati bekerja keras untuk menge-
luarkan bilirubin dari darah. Walaupun demikian, jumlah bilirubin yang tersisa masih menumpuk
di dalam tubuh. Oleh karena bilirubin berwarna kuning, maka jumlah bilirubin yang berlebihan
dapat memberi warna pada kulit, sklera, dan jaringan-jaringan tubuh lainnya.

Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah

>5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan faktor penyebab fisiologik dan

non-fisiologik

KEJANG,MALAS MENETEK,BELUM BISA MENGOCEH,MAINAN SELALU JATUH

(HIPOTONI)

ETIOLOGI

Pada dasarnya warna kekuningan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, antara
lain:

a. Produksi bilirubin yang berlebihan misalnya pada pemecahan sel darah merah (hemolisis)
yang berlebihan pada incompabilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.

b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.

c. Gangguan proses tranportasi karena kurangnya albumin yang meningkatkan bilirubin indirek.

d. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan hepar karena infeksi atau kerusakan sel hepar
(kelainan bawaan)5.

KLASIFIKASI

Ikterus neonatorum dibagi menjadi dua yaitu:


a. Ikterus fisiologis

1) Warna kuning akan timbul pada hari ke-2 atau ke-3, dan tampak jelas pada hari ke 5-6, dan
menghilang pada hari ke-10.

2) Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa.

3) Kadar blirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl dan pada BBLR 10
mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-14.

b. Ikterus patologis

1) Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.

2) Peningkatan bilirubin 5mg/dl atau lebih dari 24 jam.

3) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi ≤ 37 minggu (BBLR) dan 12,5
mg/dl pada bayi cukup bulan.

4) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim glukosa-6-
fosfat dehidrogenase (G6PD), dan sepsis)4.

Derajat Luas ikterus Perkiraan kadar


ikterus bilirubin

I Kepala dan leher 5 mg/dl

II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9 mg/dl

III Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga 11 mg/dl


tungkai atas (di atas lutut)

IV Sampai lengan dan kaki di bawah lutut 12 mg/dl

V Sampai telapak tangan dan kaki 16 mg/dl

Contoh 1: kulit bayi kuning di kepala, leher, dan badan bagian atas berarti bilirubin kira-kira 9
mg/dl.

Contoh 2: kulit bayi kuning seluruh badan sampai kaki dan tangan, berarti jumlah bilirubin ≥ 15
mg/dl7.

Gejala klinis pada hiperbillirubinemia


Sebagian besar kasus hiperbilirubin-emia tidak berbahaya, tetapi kadang-kadang kadar bilirubin
yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak (Kern icterus). Gejala klinis yang tampak
ialah rasa kantuk, tidak kuat menghisap ASI/susu formula, muntah, opistotonus, mata ter-putar-
putar keatas, kejang, dan yang paling parah bisa menyebabkan kematian. Efek jangka panjang
Kern icterus ialah retardasi mental, kelumpuhan serebral, tuli, dan mata tidak dapat digerakkan
ke atas.

Ensefalopati bilirubin (EB) merupakan komplikasi ikterus neonatorum non fisiologis sebagai
akibat efek toksis bilirubin tak terkonjugasi terhadap susunan syaraf pusat (SSP) yang dapat
mengakibatkan kematian atau apabila bertahan hidup menimbulkan gejala sisa yang berat. Istilah
lain adalah kern ikterus yang berarti yellow kern titik-titik warna kuning yang terjadi mengenai
sebagian besar struktur SSP, yang ditemukan pada autopsi bayi yang meninggal karena
ensefalopati bilirubin.

Ensefalopati bilirubin lebih sering terjadi pada bayi kurang bulan (BKB) dan pada bayi cukup
bulan (BCB) kadar bilirubinnya sangat tinggi.

Mekanisme Bilirubin masuk ke dalam

Susunan Syaraf Pusat (SSP)1,4

1. Bilirubin indirek bebas yang bersifat lipofilik Bilirubin indirek bebas yang bersifat lipofilik
dapat menembus sawar darah otak dan masuk ke sel neuron otak, selanjutnya terjadi presipitasi
dalam membran sel syaraf. Keadaan asidosis, hipoalbulminemia akan meningkatkan jumlah
bilirubin bebas ke dalam jaringan otak.

2. Bilirubin indirek dalam bentuk monoanion Bilirubin indirek dalam plasma berikatan dengan
albumin dalam bentuk di-anion setelah disosiasi dengan 2 ion H (hidrogen). Suasana asam
bilirubin indirek cenderung membentuk mono-anion (bilirubin acid) serta menyebabkan
penurunan afinitas albumin-bilirubin indirek. Pada bentuk tersebut akan meningkatkan
presipitasi didalam jaringan serta dapat menembus sawar otak.

3. Kerusakan sawar otak

Kadar P-glikoprotein (P-gp) adalah suatu substrat dalam sawar darah otak yang dapat membatasi

masuknya bilirubin ke dalam SSP. Pada kerusakan sawar otak, zat tersebut mengalami
penurunan sehingga bilirubin indirek bebas dapat menembus sawar otak yang mengakibatkan
presipitasi bilirubin indirek di dalam SSP.

Manifestasi Klinis
Ensefalopati bilirubin adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh kelainan/kerusakan
susunan syaraf pusat akibat toksisitas bilirubin.8 Ensefalopati bilirubin terjadi Manifestasi klinis
ensefalopati bilirubin terdiri dari 2 tahapan sesuai dengan proses perjalanan penyakit fase akut
yang diikuti ensefalopati bilirubin akut, dan fase kronis yaitu ensefalopati

bilirubin kronis yang disebut juga kern ikterus.

1. Ensefalopati bilirubin akut.

a. Fase awal (early phase)

Timbulnya beberapa hari pertama kehidupan. Klinis BBL tampak ikterus berat (lebih dari
Kramer 3). Terjadi penurunan kesadaran, letargi, mengisap lemah dan hipotonia. Terapi dini dan
tepat akan memberikan prognosis lebih baik. b. Fase intermediate (intermediate phase)
Merupakan lanjutan dari fase awal, tindakan terapi transfusi tukar emergensi dapat
mengembalikan perubahan susunan syaraf pusat dengan cepat. Fase ini ditandai stupor yang
moderat/sedang, ireversibel, hipertonia dengan retrocollis otot-otot leher serta opistotonus otot-
otot punggung, panas, tangis melengking (high-pitched cry) yang berlanjut berubah menjadi
mengantuk dan hipotonia.

c. Fase lanjut (advanced phase)

Fase ini terjadi pada BBL setelah usia 1 minggu kehidupan yang ditandai dengan retrocollis dan
opistotonus yang lebih berat, tangisnya melengking, tak mau minum/ menetek, apnea, panas,
stupor dalam sampai koma, kadang-kadang kejang dan meninggal. Dalam fase ini kemungkinan
kerusakan SSP ireversibel/menetap.

Anda mungkin juga menyukai