Anda di halaman 1dari 31

BAROTRAUMA TELINGA

A.M.Akramullah Dendy Joenoes, Nancy Sendra

A. Pendahuluan

Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang dihasilkan dari efek langsung


tekanan. Ketidakseimbangan tekanan terjadi apabila seseorang tidak mampu
menyamakan tekanan udara di dalam ruang telinga tengah pada waktu
tekanan air bertambah ataupun berkurang. Perubahan yang ekstrim atau
ketidakseimbangan antara tekanan lingkungan dan tekanan dalam yang
berhubungan dengan rongga tubuh dapat menyebabkan kerusakan fisik
lapisan jaringan pada rongga. Rongga tubuh yang paling berisiko mengalami
barotrauma adalah telinga tengah, sinus paranasal, dan paru-paru.1
Barotrauma pada telinga tengah terjadi akibat kegagalan tuba Eustachius
untuk menyamakan tekanan antara telinga tengah dan lingkungan saat terjadi
perubahan tekanan. Barotrauma akan mudah terjadi apabila perubahan
tekanan semakin cepat dan perbedaan tekanan semakin besar. Gejala yang
sering timbul pada barotrauma telinga meliputi telinga terasa penuh, sakit,
berdengung, pusing, dan penurunan pendengaran.
Dikenal dua bentuk barotrauma telinga yaitu barotrauma telinga waktu
turun (descent) dan barotrauma telinga waktu naik (ascent). Barotrauma
dibagi lagi menurut anatomi telinga yaitu barotrauma telinga luar, tengah dan
dalam, tergantung dari bagian telinga yang terkena, yang dapat terjadi secara
bersamaan. Barotrauma telinga adalah cedera yang paling sering ditemukan
pada penyelaman dan penerbangan. Ketidakseimbangan tekanan terjadi
apabila penyelam tidak mampu menyamakan tekanan udara di dalam ruang
telinga tengah pada waktu tekanan air bertambah ataupun berkurang.2
Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 mmHG, maka otot yang normal
aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanan
negative di rongga telinga tengah, sehingga cairan keluar dari pembuluh
darah kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai dengan rupture pembuluh

1
darah kapiler mukosa sehingga cairan di telinga tengah dan ruang mastoid
tercampur darah.3

B. Anatomi dan fisiologi


1. Anatomi
Indera pendengaran atau Telinga terdiri dari telinga luar, telinga
tengah (cavum timpani) dan telinga dalam.

a. Telinga tengah

Gambar 1. Anatomi telinga

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

1) Batas luar : Membran timpani


2) Batas depan : Tuba eustachius
3) Batas bawah : Vena Jugularis (bulbus jugularis)

2
4) Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars
vertikalis.
5) Batas atas : Tegmen timpani (meningen/otak)
6) Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis
semisirkularis horizontal, kanalis facialis, tingkap lonjong (oval
window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.3

Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu


mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi atas 2
bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida (membrane sharpnell) dimana
lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan
dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang
tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin.6

Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes.


Tulang pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan. Tuba
eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.
Sepertiga bagian lateral tuba yang berhubungan dengan telinga tengah berupa
tulang, sedangkan dua pertiga media adalah fibrokartilaginosa.6

Ketiga tulang pendengaran, terdiri dari tulang kompakta tanpa rongga


sumsum, berjalan melintang dalam rongga telinga tengah, maleus melekat
pada membrane timpani. Baik maleus maupun inkus tergantung pada
ligament-ligamen tipis dari atap. Lempeng dasar stapes melekat melalui sendi
fibrosa. Antara ketiga tulang pendengaran terdapat dua sendi sinofial.11

b. Tuba Eustasius
Tuba eustachius menghubugkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.
Bagian lateral tuba eustachius adalah yang bertulang. Sementara dua pertiga
bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak
disebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak dibagian

3
bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkoral untuk
masuk ke faring diatas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup
tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum dan tensor
palatinum dan masing-masing dipersarafi pleksus faringealis dan saraf
mandibularis. Tuba eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan
udara pada kedua sisi membran timpani.6

Gambar 2. Anatomi Tuba Eustasius


(Dikutip dari kepustakaan 7)

c. Telinga dalam

Terdiri dari koklea (rumah siput) yang berbentuk setengah

lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari tiga buah kanalis semisirkularis.

Ujung koklea disebut helikotrema, yang menghubungkan perilimfa skala

timpani dengan skala vestibuli. Pada irisan melintang koklea, tampak skala

vestibuli di sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media

(duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi

perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli

disebut membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala

media adalah membran basalis di mana terdapat organ Corti.6

4
Telinga memiliki susunan otot yang terdiri atas otot intrinsik dan

ekstrinsik. Otot-otot intrinsik meliputi heliks mayor dan minor, tragus,

antitragus, otot transversal, dan otot oblik. Otot-otot ekstrinsik meliputi otot

aurikularis anterior, aurikularis superior dan aurikularis

posterior.Pendarahan daun telinga berasal dari tiga arteri, yaitu arteri

temporalis superfisialis, arteri aurikularis posterior dan arteri oksipitalis.

Sistem vena pada daun telinga terdiri dari vena aurikularis posterior, vena

jugularis eksternal, vena temporalis superfisialis dan vena

retromandibularis. Untuk sistem limfatik telinga, bagian anterior telinga

akan berdrainase ke kelenjar limfe parotis, dan bagian posterior telinga ke

kelenjar limfe servikal. Persarafan daun telinga berasal dari saraf kranial VII

(nervus fasialis), dengan cabang temporal mempersarafi muskulus

aurikularis anterior dan superior, dan cabang aurikularis posterior

mempersarafi muskulus aurikularis posterior. Persarafan sensoris telinga

didapat dari nervus oksipitalis minor (cabang mastoid), nervus aurikularis

mayor dan nervus aurikulo-temporalis. 6

Pada telinga bagian dalam terdapat organ pendengaran dan

keseimbangan yang terletak pada pars petrosa os temporal. Labirin terdiri

dari labirin tulang yaitu kanalis semisirkularis, vestibulum dan koklea

sedangkan labirin membran yang terletak di dalam labirin tulang terdiri dari

duktus semisirkularis, utrikulus dan duktus koklearis. Antara labirin tulang

dan labirin membran terdapat ruang yang berisi cairan perilimfe.

5
Vestibulum adalah suatu ruangan kecil yang berbentuk oval dengan ukuran

± 5x3 mm dan memisahkan koklea dari kanalis semisirkularis.6

Gambar 3. Anatomi labirin tampak anterolateral.6

Koklea menyerupai rumah siput yang merupakan organ pendengaran

dengan panjang sekitar 3,1-3,3 cm. Koklea membentuk 2,5 kali putaran

dengan tinggi sekitar 0,5 cm. Koklea dan organ vestibuler terdapat didalam

tulang temporal. Pada koklea terdapat tiga kanal yaitu: skala vestibuli, skala

media dan skala timpani (Gambar 2).9 Skala media terletak ditengah koklea

yang dipisahkan dari skala vestibuli oleh membran reissner’s dan dari skala

timpani oleh membran basiler.6

Organ corti melintasi sepanjang membran basiler. Dimana terdapat

satu baris sel-sel rambut bagian dalam dan tiga baris sel-sel rambut bagian

luar. Setiap telinga ditemukan sekitar 3500 sel rambut bagian dalam yang

disokong oleh sel falangeal. Sekitar 12.000 sel rambut bagian luar dimana

disokong oleh sel deiters. Serat saraf kranial ke-8 melintasi terowongan

menuju ke sel-sel rambut luar.6

6
Gambar 4. Struktur koklea dan organ corti.6

Struktur dari sel-sel rambut dalam organ corti mencerminkan

fungsinya sebagai reseptor sensoris, yang mentransduksi sinyal mekanik

menjadi aktivitas elektrokemikal. Sensoris sel-sel rambut koklea berinteraksi

dengan sistem saraf melalui cabang saraf pendengaran dari saraf kranialis ke-

8 (vestibulokoklear).6

Koklea dipersarafi oleh 3 jenis serabut saraf yaitu serabut saraf aferen

pendengaran, serabut saraf eferen pendengaran dan serabut saraf otonom.

Serabut saraf aferen pendengaran merupakan sel bipolar, sel tubuh yang

terletak di ganglion spiral yang terletak di kanal tulang, yaitu Rosenthal’s

canal. Pada manusia saraf pendengaran memiliki sekitar 30.000 serabut saraf

aferen. Dua jenis serat saraf aferen telah diidentifikasi. Tipe I adalah

berselubung mielin dan memiliki large cell bodies dan merupakan 95% dari

7
serat-serat saraf pendengaran. Tipe II yaitu sekitar 5% dari saraf pendengaran

adalah tidak berselubung myelin dan memiliki small cell bodies.6

Nervus VIII pada dasarnya adalah tiga komponen yang berbeda

dimana ada dua saraf vestibuler yaitu superior dan inferior serta saraf

koklearis. Saraf-saraf tersebut bersama-sama melalui tulang kepala di meatus

auditori internal. Kanal ini juga berisi nervus VIII dan pasokan darah ke

telinga bagian dalam yaitu auditori internal. Saraf melewati meningen menuju

ke batang otak. Saraf vestibuler menuju ke nucleus vestibularis dan saraf

koklearis menuju nucleus koklaeris.6

Suplai darah ke koklea berasal dari arteri labirin. Arteri ini berasal dari

arteri serebelum antero inferior dan mengikuti nervus VIII di meatus auditori

internal, kemudian bercabang sebagai arteri vestibularis anterior dan

apparatus vestibularis. Lebih lanjut melalui meatus auditori internal arteri

labirin bercabang membentuk arteri vestibulokoklear yang menyuplai bagian-

bagian dari koklea. Cabang lainnya adalah arteri modiular spiralis yang

berfungsi menyuplai darah kolateral ke koklea. Arteri labirin adalah end

artery dengan sedikit atau tanpa suplai darah kolateral ke koklea. Penting

untuk dicatat bahwa arteri labirin yang berjalan di meatus auditori internal

bukan arteri tunggal, namun berupa arteriol kecil, hampir seperti pleksus

arteri.

8
Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh

yaitu : sistem vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem

vestibular meliputi labirin (aparatus vestibularis), nervus vestibularis dan

vestibular sentral. Labirin terletak dalam pars petrosa os temporalis dan

dibagi atas koklea (alat pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat

keseimbangan). Labirin yang merupakan seri saluran, terdiri atas labirin

membran yang berisi endolimfe dan labirin tulang berisi perilimfe, dimana

kedua cairan ini mempunyai komposisi kimia berbeda dan tidak saling

berhubungan.

Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga

pasang kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang

disebut sakulus dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing

mempunyai suatu penebalan atau makula sebagai mekanoreseptor khusus.

Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel penyokong. Kanalis semisirkularis

adalah saluran labirin tulang yang berisi perilimfe, sedang duktus

semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga duktus

semisirkularis terletak saling tegak lurus.

Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus kranialis

kedelapan (yaitu,nervus vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan

nuklei vestibularis di bagian otak, dengan koneksi sentralnya. Labirin terletak

di dalam bagian petrosus os tempolaris dan terdiri dari utrikulus, sakulus, dan

tigan kanalis semisirkularis. Labirin membranosa terpisah dari labirin tulang

oleh rongga kecil yang terisi dengan perilimf; organ membranosa itu sendiri

9
berisi endolimf. Urtikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis yang

melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang berfungsi untuk

mempertahankan keseimbangan.6

Gambar 5. Organ pendengaran dan keseimbangan


Tiga kanalis semisirkularis terletak di bidang yang berbeda. Kanalis

semisirkularis lateral terletak di bidang horizontal, dan dua kanalis

semisirkularis lainnya tegak lurus dengannya dan satu sama lain. Kanalis

semisirkularis posterior sejajar dengan aksis os petrosus, sedangkan kanalis

semisirkularis anterior tegak lurus dengannya. Karena aksis os petrosus

terletak pada sudut 450 terhadap garis tengah, kanalis semisirkularis anterior

satu telinga pararel dengan kanalis semisirkularis posterior telinga sisi

lainnya, dan kebalikannya. Kedua kanalis semisirkularis lateralis terletak di

bidang yang sama (bidang horizontal).

10
Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis berhubungan dengan

utrikulus. Setiap kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya

untuk membentuk ampula, yang berisi organ reseptor sistem vestibular, krista

ampularis. Rambut-rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung

massa gelatinosa yangmemanjang yang disebut kupula, yang tidak

mengandung otolit. Pergerakan endolimf di kanalis semisirkularis

menstimulasi rambut-rambut sensorik krista, yang dengan demikian,

merupakan reseptor kinetik (reseptor pergerakan). 12

Gambar 6. Krista ampularis


Utrikulus dan sakulus mengandung organ resptor lainnya, makula

utrikularis dan makula sakularis. Makula utrikulus terletak di dasar utrikulus

paralel dengan dasar tengkorak, dan makula sakularis terletak secara vertikal

di dinding medial sakulus. Sel-sel rambut makula tertanam di membrana

gelatinosa yang mengandung kristal kalsium karbonat, disebut statolit. Kristal

tersebut ditopang oleh sel-sel penunjang.

Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi

kepala terhadap ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan

pengaruh pada tonus otot. Implus yang berasal dari reseptor labirin

11
membentuk bagian aferen lengkung refleks yang berfungsi untuk

mengkoordinasikan otot ekstraokular, leher, dan tubuh sehingga

keseimbangan tetap terjaga pada setiap posisi dan setiap jenis pergerakan

kepala.

Stasiun berikutnya untuk transmisi implus di sistem vestibular adalah

nervus vestibulokokhlearis. Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius

internus; mengandung sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima

input dari sel resptor di organ vestibular, dan yang proseus sentral

membentuk nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan nervus

kokhlearis, yang kemudian melintasi kanalis auditorius internus, menmbus

ruang subarakhnoid di cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di

taut pontomedularis. Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus

vestibularis, yang terletak di dasar ventrikel keempat.

Gambar 7. Makula Statika

Kompleks nuklear vestibularis terbentuk oleh :12


 Nukleus vestibularis superior (Bekhterev)
 Nukleus vestibularis lateralis (Deiters)

12
 Nukleus vestibularis medialis (Schwalbe)
 Nukleus vestibularis inferior (Roller)

Gambar 8. Kompleks nuklear vestibularis dan hubungan sentralnya. A.


Komponen nulkeus vestibularis. B. Hubungan sentral masing-masing
komponen nukleus vestibularis.
Serabut-serabut nervus vestibularis terpisah menjadi beberapa cabang

sebelum memasuki masing-masing kelompok sel di kompleks nuklear

vestibularis, tempat mereka membentuk relay sinaptik dengan neuron kedua.

Anatomi hubungan aferen dan eferen nuklei vestibularis saat ini belum

diketahui secara pasti. Teori yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut :

 Sebagian serabut yang berasal dari nervus vestibularis menghantarkan

impuls langsung ke lobus flokulonodularis serebeli (arkhiserebelum)

melalui traktus juxtarestiformis, yang terletak di dekat pedunkulus

serebelaris inferior. Kemudian, lobus flokulonodularis berproyeksi ke

nukleus fastigialis dan melalui fasikulus unsinatus (Russell), kembali ke

nukleus vestibularis; beberapa serabut kembali melalui nervus vstibularis

13
ke sel-sel rambut labirin, tempat mereka mengeluarkan efek regulasi

inhibitorik utama. Selain itu, arkhi serebelum mengandung serabut-

serabut ordo kedua dari nukleus vestibularis superior, medialis, dan

inferior dan mengirimkan serabut eferen langsung kembali ke kompleks

nuklear vestibularis, serta ke neuron motorik medula spinalis, melalui

jaras serebeloretikularis dan retikulospinalis.

 Traktus vestibulospinalis lateralis yang penting berasal dari nukleus

vestibularis lateralis (Deiters) dan berjalan turun pada sisi ipsilateral di

dalam fasikulus anterior ke motor neuron ɤ dan α medula spinalis, turun

hingga ke level sakral. Impuls yang dibawa di traktus vestibularis lateralis

berfungsi untuk memfasilitasi refleks ekstensor dan mempertahankan

tingkat tonus otot seluruh tubuh yang diperlukan untuk keseimbangan.

 Serabut nukleus vestibularis medialis memasuki fasikulus longitudinalis

medialis bilateral dan berjalan turun di dalamnya ke sel-sel kornu anterius

medula spinalis servikalis, atau sebagai traktus vestibulospinalis medialis

ke medula spinalis torasika bagian atas. Serabut-serabut ini berjalan turun

di bagian anterior medula spinalis servikalis, di dekat fisura mediana

anterior, sebagai fasikulus sulkomarginalis, dan mendistribusikan dirinya

ke sel-sel kornu anterior setinggi servikal dan torakal bagian atas. Serabut

ini mempengaruhi tonus otot leher sebagai respon terhadap posisi kepala

dan kemungkinan juga berpapartisipasi dalam refleks yang menjaga

ekuilibrium dengan gerakan lengan untuk keseimbangan.

14
 Semua nukleus vestibularis berproyeksi ke nuklei yang mempersarafi

otot-otot ekstraokular melalui fasikulus longitudinalis medialis.

Gambar 9. Hubungan sentral nervus vestibularis

d. System sirkulasi kavum timpani


Pembuluh-pembuluh darah yang memberikan vaskularisasi kavum
timpani adalah arteri-arteri kecil yang melewati tulang yang tebal.
Sebagian besar pembuluh darah yang menuju kavum timpani berasal dari
cabang arteri karotis eksterna. Pada daerah anterior mendapat
vaskularisasi dari a. timpanika anterior, yang merupakan cabang dari a.
maksilaris interna yang masuk ke telinga tengah melalui fisura
petrotimpanika. Pada daerah posterior mendapat vaskularisasi dari a.
timpanika psoterior, yang merupakan cabang dari a. mastoidea yaitu a.

15
stilomastoidea. Pada daerah superior mendapat perdarahan dari cabang a.
meningea media juga a. petrosa superior, a. timpanika superior dan ramus
inkudomalei. Pembuluh vena kavum timpani berjalan bersama-sama
dengan pembuluh arteri menuju pleksus venosus pterigoid atau sinus
petrosus superior. Pembuluh getah bening kavum timpani masuk ke
dalam pembuluh getah bening retrofaring atau ke nodulus limfatikus
parotis.13

2. Fisiologi
Telinga tengah berperan penting dalam proses pendengaran. Suara
bermula dari gelombang tekanan udara, yang akan menggetarkan gendang
telinga. Getaran ini akan disampaikan ke dalam telinga dalam oleh tiga
tulang pendengaran, stapes bergerak ke dalam dan keluar dari telinga dalam
seperti piston.7
Udara pada telinga tengah tidak berhubungan dengan udara luar
tubuh. Tuba Eustachius berfungsi untuk ventilasi, drainase secret, dan
proteksi agar menghalangi masuknya secret dari nasofaring ke telinga
tengah. Dengan adanya fungsi ventilasi memungkinkan keseimbangan
tekanan atmosfer pada kedua sisi membrane timpani. Tuba akan membuka
melalui kerja otot jika terdapat perbedaan tekanan sebesar 20 sampai 40
mmHg.6,7
Tuba Eustachius menghubungkan ruang telinga tengah dengan
belakang faring. Dalam keadaan biasa, hubungan saluran eustachius dan
telinga tengah tertutup dan terbuka melalui kontraksi aktif m. tensor veli
palatine pada saat mengunyah atau menguap. Menjelaskan mengapa
penumpang pesawat terbang merasa tuli sementara saat pesawat lepas
landas. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan udara sekitar.
Pada saat tersebut, tekanan udara disekitar telah turun sementara tekanan
udara di telinga tengah masih dengan tekanan udara saat masih di darat.
Perbedaan ini dapat diatasi dengan gerakan menelan sesuatu atau menguap.6

16
C. Epidemiologi
Menurut jurnal laringologi dan otology. Insiden barotrauma
penerbangan berkisar antara 1,9% sampai 9% dalam satu studi, 13 dari 50
anak-anak dilaporkan mengalami barotrauma pada saat pertama kali
melakukan penerbangan dimana 31% mengalaminya saat pesawat lepas
landas, dan 85% mengalaminya saat pesawat turun atau mendarat.
Banyaknya penunpang yang bepergian dengan pesawat memberikan
gambaran tentang jumlah orang yang beresiko mengalami barotrauma.8
Pada penelitian penyelam tradisional, penyelam yang
menggunakan kompresor udara) di kepulauan Seribu, pulau Panggang dan
pulau Pramuka tahun 1994-1996 didapatkan 28 orang mengalami
barotrauma telinga, 19 orang mengalami penyakit dekompresi tipe I dan II,
serta 23 orang menunjukkan osteonekrosis disbarik. Penelitian Kartono
pada nelayan penyelam di pulau Karimun Jawa tahun 2007 menyebutkan
barotrauma yang paling banyak terjadi adalah gangguan pendengaran
43,2%, gangguan saluran hidung 16,9% dan gangguan paru 14,9%. Data
yang dikumpulkan Dit Sepim Kesma Depkes sampai dengan tahun 2008,
dari 1.026 penyelam ditemukan 93,9% penyelam pernah menderita gejala
awal penyakit penyelaman, yaitu sebanyak 29,8% menderita nyeri sendi,
39,5% menderita gangguan pendengaran dan 10,3% menderita
kelumpuhan.2

D. Etiopatogenesis

Gambar 10. Patomekanisme barotrauma telinga

17
Trauma akibat perubahan tekanan, secara umum dijelaskan melalui
Hukum Boyle. Hukum boyle menyatakan bahwa volume gas berbanding
terbalik dengan tekanan atau P1xV1 = P2xV2. Hukum Boyle yang
mengatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanannya,
maka pada saat tekanan di sekitar tubuh menurun/meninggi, terjadi
perbedaan tekanan antara di rongga tubuh dengan di luar, sehingga terjadi
penekanan/penghisapan terhadap mukosa dinding rongga dengan segala
akibatnya.9
Berdasarkan Hukum Boyle diatas dapat dijelaskan bahwa suatu
penurunan atau peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar
atau menekan (secara berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup.
Bila gas terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat
rusak karena ekspansi ataupun kompresi. Barotrauma dapat terjadi
bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru)
menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi
normal.9
Seperti yang dijelaskan di atas, maka tekanan yang meningkat di
telinga tengah perlu diatasi untuk menyeimbangkan tekanan, sedangkan
tekanan yang menurun biasanya dapat diseimbangkan secara pasif.
Dengan menurunnya tekanan lingkungan, udara dalam telinga tengah akan
mengembang dan secara pasif akan keluar melalui tuba eustachius.
Dengan meningkatnya tekanan lingkungan, udara dalam telinga tengah
dan dalam tuba eustachius menjadi tertekan. Hal ini cenderung
menyebabkan penciutan tuba eustachius.7,10
Jika perbedaan tekanan antara rongga telinga tengah dan
lingkungan sekitar menjadi terlalu besar (sekitar 90 sampai 100cmHg),
maka bagian kartilaginosa dari tuba eustachius akan semakin menciut. Jika
tidak ditambahkan udara melalui tuba eustachius untuk memulihkan
volume telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga tengah dan
jaringan didekatnya akan rusak dengan makin bertambahnya perbedaan.

18
Terjadi rangkaian kerusakan yang dapat dipekirakan dengan berlanjutnya
keaadan vakum relatif dalam rongga telinga tengah.10
Mula-mula membrana timpani tertarik kedalam.Retraksi
menyebabkan pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil sehingga tampak
gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gendang telinga tengah juga
mukosa telinga tengah juga akan berdilatasi dan pecah, menimbulkan
hemotimpanum. Kadang kadang tekanan yang tinggi diluar dapat
menyebabkan ruptur membrane timpani.
Barotrauma pada telinga tengah dapat terjadi saat menyelam
ataupun saat terbang. Perubahan tekanan pada kedalaman 17 kaki pertama
di bawah air setara dengan perubahan tekanan pada ketinggian 18.000 kaki
pertama diatas bumi. Dengan demikian, perubahan tekanan lingkungan
terjadi lebih cepat pada saat menyelam dibandingkan dengan saat terbang.
Hal ini dapat menjelaskan relatif tingginya insidens barotrauma pada
telinga tengah pada saat menyelam.10
Barotrauma telinga tengah dapat terjadi pada penyelam kompresi
udara (SCUBA/Self Contained Underwater Breathing Apparatus) atau
penyelaman dengan menahan napas. Seringkali terjadi pada kedalaman 10
sampai 20 kaki. Sekalipun insidens reltif lebih tinggi pada saat menyelam,
masih lebih banyak orang yang bepergian dengan pesawat dibandingkan
orang menyelam. Pesawat komersial telah diberi tekanan udara namun
hanya sampai 8.000 kaki. Maka berotrauma masih mungkin terjadi, namun
insidensnya tidak setinggi yang diakibatkan menyelam.10
Pada saat pesawat mulai naik, akan terjadi perubahan tekanan udara
yang tiba-tiba, dimana akan timbul tekanan positif pada rongga telinga
tengah dan negatif pada bagian luar membran timpani. Hal ini akan
menimbulkan penonjolan keluar dari membrane timpani (bulging),
sedangkan saat pesawat akan mendarat akan terjadi keadaan yang
sebaliknya akan timbul tekanan negatif pada liang telinga tengah dengan
tekanan positif pada bagian luar telinga akibatnya terjadi retraksi-
penarikan ke arah dalam. Di sinilah sangat dibutuhkan fungsi normal tuba

19
eusthacius untuk dapat mengalirkan udara yang terperangkap di telinga
tengah keluar melalui nasofaring. Barotrauma telinga luar, tengah dan
dalam. Barotrauma telinga ini bisa terjadi secara bersamaan dan juga dapat
berdiri sendiri.10
Barotrauma telinga luar berhubungan dengan dunia luar, maka
pada waktu menyelam, air akan masuk ke dalam meatus akustikus
eksternus. Bila meatus akustikus eksternus tertutup, maka terdapat udara
yang terjebak. Pada waktu tekanan bertambah, mengecilnya volume udara
tidak mungkin dikompensasi dengan kolapsnya rongga (kanalis akustikus
eksternus), hal ini berakibat terjadinya dekongesti, perdarahan dan
tertariknya membrana timpani ke lateral. Peristiwa ini mulai terjadi bila
terdapat perbedaan tekanan air dan tekanan udara dalam rongga kanalis
akustikus eksternus sebesar ± 150 mmHg atau lebih, yaitu sedalam 1,5 – 2
meter.10
Barotrauma telinga tengah akibat adanya penyempitan, inflamasi
atau udema pada mukosa tuba mempengaruhi kepatenannya dan
merupakan penyulit untuk menyeimbangkan tekanan telinga tengah
terhadap tekanan lingkungan yang terjadi pada saat ascent maupun
descent, baik penyelaman maupun penerbangan. Terjadinya barotrauma
tergantung pada kecepatan penurunan atau kecepatan peningkatan tekanan
lingkungan yang jauh berbeda dengan kecepatan peningkatan tekanan
telinga tengah.
Barotrauma telinga dalam biasanya adalah komplikasi dari
barotrauma telinga tengah pada waktu menyelam, disebabkan karena
malakukan maneuver valsava yang dipaksakan. Bila terjadi perubahan
dalam kavum timpani akibat barotrauma maka daerah kavum timpani akan
mengalami edema dan akan menekan stapes yang terletak pada foramen
ovale dan membran pada foramen rotunda, yang mengakibatkan
peningkatan tekanan di telinga dalam yang akan merangsang labirin
vestibuler sehingga terjadi deviasi langkah pada pemeriksaan “Stepping
Test”. Dapat disimpulkan , gangguan pada telinga tengah dapat

20
berpengaruh pada labirin vestibuler dan menampakkan ketidakseimbangan
laten pada tonus otot melalui refleks vestibulospinal.10
E. Jenis-jenis Barotrauma
1. Barotrauma Telinga Tengah

Gambar 11. Gambaran telinga tengah dan telinga luar; (a) pada ketinggian konstan
dengan tuba eustachius yang paten; (b) saat turun dari ketinggian dengan tuba eustachius yang
tertutup.

Barotrauma telinga tengah merupakan Komplikasi yang paling


umum yang diakibatkan penyelaman ataupun perjalanan udara
(penerbangan), hal ini disebabkan oleh gendang telinga yang
menonjol ke dalam. keadaan ini merupakan respon adanya perbedaan
tekanan antara lingkungan sekitar (Meatus akustikus eksterna) dan
rongga telinga tengah. Gejalanya adalah rasa tertekanan atau penuh
pada telinga, rasa sakit, gangguan pendengaran dan kemungkinan
perdarahan dari telinga atau hidung. Barotrauma telinga tengah
kebanyakan terjadi pada keadaan desent.
Gejala biasanya mulai timbul saat perbedaan tekanan berkisar
sekitar 3-4 m (120-150 mmHg), keadaan ini merupakan titik di mana

21
tuba eustasius benar-benar "diblokir" dan elastisitas gendang telinga
telah mencapai puncaknya. Inspeksi visual gendang telinga
mengungkapkan derajat barotrauma dengan klasifikasi Haines and
Harris menggunakan otoskopi.10,12

Table 1. Klasifikasi Haines and Harris


Grading Temuan dengan otoskop
Grading 0 Gejala tanpa tanda-tanda klinis atau normal
Grading 1 Tampak membrane timpani hiperemis yang difus dan retraksi MT.
Grading 2 Derajat 1 + perdarahan ringan pada membrane timpani.
Grading 3 Derajat 1 + perdarahan berat membrane timpani.
Grading 4 Tampak membrane timpani “bulging” dan terdapat efusi cairan.
Grading 5 Dapat terjadi perdarahan pada meatus eksternus + rupture membrane
timpani.

Gambar 12. Gambaran barotrauma telinga tengah berdasarkan Klasifikasi Haines


and Harris

22
2. Barotrauma Telinga Dalam

Barotrauma telinga bagian dalam bisa didampingi oleh barotrauma

telinga tengah. Namun, ini tidak selalu terjadi pada semua kasus. Dalam

kebanyakan kasus, gejala terjadi pada keadaan desent, meski tidak jarang

juga terjadi pada saat penyelam mulai naik kepermukaan. Barotrauma

telinga dalam jarang terjadi karena paparan ketinggian. Gejala utama

barotrauma telinga dalam adalah gangguan pendengaran dan tinnitus.

Secara patofisiologis, Hal ini dapat dikaitkan dengan hilangnya cairan

perilymphatic, yang dapat dibuktikan dengan adanya gas pada koklea

dengan pemeriksaan CT Scan beresolusi tinggi. Ketika udara memasuki

koklea melalui jendela bundar yang pecah, ini mungkin tidak selalu

langsung mengarah pada gangguan pendengaran yang nyata (terutama saat

menyelam). Selama proses ascent ke permukaan, udara yang masuk

koklea akan berkembang, mengeluarkan lebih banyak cairan dari saluran

perilymphatic. Pendengaran yang kurang jelas disertai vertigo kemudian

akan terjadi tak lama setelah menyelam.9,10

Facial "baroparesis" adalah salah satu komplikasi dari menyelam,

terjadi selama ascent dari menyelam. Udara yang terjebak mungkin tetap

ada di rongga telinga tengah dan menyebabkan Kompresi saraf facialis.

Hal ini biasanya terjadi setelah kegagalan equalizing pada saat descent,

menunjukkan peran mukosa tuba eustasia yang padat dan kedap air.

23
Perbedaan tekanan sampai dengan tekanan air 300 cmHg dapat

menyebabkan pecahnya gendang telinga. Kenaikan tekanan telinga tengah

hingga 66 cmHg dapat menyebabkan vertigo dan nistagmus (yang disebut

"vertigo alternobarik"), pada penyelam dan penerbang.

Peningkatan tekanan pada telinga tengah di atas kapiler tekanan

rata-rata air rata-rata 43,5 cm, akan memicu terjadinya iskemik neuroprax .

Gejalanya adalah gejala paresis saraf perifer atau kelumpuhan seperti,

ketidakmampuan untuk menutup mata atau mengerutkan kening juga

gangguan motoric dari wajah bagian bawah. Gejala lainnya, seperti

berkurangnya lakrimasi atau berkurangnya air liur. Sebuah perubahan rasa

di satu sisi lidah bisa dijelaskan sebagai "rasa logam" atau "perasaan aneh

dari lidah". Jika neuropraxis bertahan lebih dari 3-5 jam, kerusakan

ireversibel pada saraf wajah mungkin terjadi.9,10

F. Diagnosis
Diagnosis barotrauma ditegakkan dengan anamnesis dan gejala klinis,

penilaian membaran timpani berdasarkan klasifikasi wallaced teed, dan

ditunjang dengan penilaian tekanan telinga tengah dan fungsi tuba

Eustachius dan timpanometri.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis antara lain :

1) Pemeriksaan audiogram nada murni

Audiometri nada murni adalah suatu alat elektronik yang

menghasilkan bunyi relatif bebas bising ataupun energi suara pada

24
kelebihan nada. Terdapat beberapa pilihan nada terutama dari oktaf

skala: 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz. Audiometer

ini memiliki tiga bagian penting yaitu Suatu osilator yang

menghasilkan bunyi dengan berbagai frekuensi, Suatu peredam

yang memungkinkan berbagai intensitas bunyi (umumnya dengan

peningkatan 5 dB), dan suatu Tranduser untuk mengubah energi

listrik menjadi energi akustik. Alat ini dapat digunakan

menentukan penderita barotrauma menderita tuli konduktif

maupun tuli sensorineural.

2) Pemeriksaan garpu tala

Pemeriksaan garpu tala juga dilakukan untuk menilai adanya

gangguan tuli konduktif yang sering terjaudi pada penderita

barotrauma, maupun melihat adanya gangguan tuli sensorineural.

Pemeriksaan yang dilakukan yaitu tes Rinne, Weber dan

Schwabach yang dilakukan dengan menilai hantaran tulang dan

hantaran udara dari penderita.

G. Differential Diagnosis
a. Otitis Media akut/kronik
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Otitis media akut terjadi selama < 8 minggu (2 bulan) sedangkan
kronik > 8 minggu dan terjadi karena factor pertahanan tubuh
tengganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan factor penyebab
utama dari otitis media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu,
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga tenganggu,

25
sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi
peradangan.3

b. Menieres Disease
Menieres disease merupakan pembengkakan pada endolimpatik.
Penderita mulai mengalami gangguan pendengaran sensorineural pada
nada rendah, di ikuti dengan gejala tinitus dan vertigo akut. Penyakit
ini berfluktuasi dalam waktu lama

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dasar untuk pengelolaan barotrauma bertujuan
untuk meringankan tekanan, mengurangi gejala, dan mencegah komplikasi
sekunder.
1. Non farmakologi
Tatalaksana barotrauma telinga yaitu bed rest dengan
mengelevasikan kepala setinggi 300 . Jika keluhan vertigo dan juga
gangguan pendengaran menetap maka di indikasikan terapi
parasintesis. Terapi parasintesis hanya dilakukan sebelum Grading 5
dalam klasifikasi Haines and Harris, atau sebelum terjadinya rupture
membrane timpani. Terapi parasintesis dapat segera mengurngi
tekanan negative ditelinga tengah.
Laporan kasus telah dijelaskan dimana pengobatan dengan
oksigen hiperbarik telah terbukti bermanfaat. Terapi ini memberikan
oksigen 100% dengan tekanan lebih dari 1 ATA (atmosphere
absolute). Terapi oksigen hiperbarik diperkirakan memiliki efek yang
kompleks pada imunitas tubuh, transpor oksigen dan hemodinamik,
peningkatkan respons normal penderita terhadap infeksi dan iskemia,
serta mengurangi hipoksia dan edema.
Namun, karena perawatan ini menghadapkan pasien kembali
pada tekanan lingkungan yang meningkat, hal ini membawa risiko
barotrauma telinga dalam yang baru. Dalam sebuah studi terhadap 80

26
pasien yang menjalani terapi oksigen hiperbarik, 5 pasien (6,25%)
mengalami barotrauma pada telinga atau sinus.14

2. Farmakologi
Dalam kasus barotrauma telinga tengah dan barotrauma sinus,
obat dekongestif topical atau oral diindikasikan. Terapi profilaksis
dengan antibiotik biasa ditambahkan.10
Pada kasus yang ringan usaha untuk membuka kembali tuba
eustasius dengan cara menurunkan bengkak pada membrane timpani
adalah dengan menggunakan aobat non steroid antiinflamasi, selain
itu obat ini digunakan untuk mengontrol nyeri. Steroid digunakan
untuk mengotimalkan pernapasan hidung.7
3. Terapi Operatif
Jika tidak membaik dengan pengobatan medikamentosa dan
maneuver valsalfa, maka dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan
bila perlu dilakukan pemasangan pipa ventilasi (grommet).

I. Prognosis
Umumnya prognosis baik tergantung grading barotrauma. Pada
pengobatan barotrauma cukup dengan cara konservatif saja yaitu dengan
decongestan atau dengan perasat valsava selama tidak terdapat infeksi di
jalan napas atas. Apabila cairan atau cairan bercampur darah menetap di
telinga tengah sampai beberapa minggu maka dianjurkan untuk tindakan
bedah.3 Bila barotrauma terjadi selama seseorang turun atau kembali ke
permukaan saat menyelam dan terjadi robekan membrane timpani, air
yang mengalir masuk akan menimbulkan stimulasi vestibular yang
ekstrem dengan akibat vertigo hebat dengan gangguan orientasi. Kondisi
ini merupakan suatu kecelakaan menyelam yang mengancam nyawa.

27
J. Pencegahan
Usaha pencegahan terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan
selalu mengunyah permen karet atau melakukan perasat valsalva, terutama
sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk mendarat. Perasat valsalva
dilakukan dengan cara meniupkan dengan keras dari hidung sambil hidung
dipencet serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka terasa udara masuk
ke dalam rongga telinga tengah yang menekan membrane timpani kea rah
lateral.3 Selain itu, perlu pemberian decongestan pada seseorang yang
menderita rhinitis sebelum melakukan penerbangan dan bagi penderita
rhinitis hindari diving sebab dapat terjadi komplikasi berupa sinusitis
dikemudian hari.
Barotrauma telinga dapat terjadi apabila penyelam tidak melakukan
ekualisasi tekanan telinga secara benar. Kegagalan proses ekualisasi
tekanan telinga tengah terhadap perubahan tekanan lingkungan merupakan
penyebab terjadinya barotrauma telinga. Berikut ini teknik ekualisasi
antara lain sebagai berikut : 4
1. Perasat valsava
Dengan menekan hidung hingga tertutup dan mendorong udara ke arah
hidung dengan sedikit tenaga, sehingga tekanan di dalam rongga sinus
seimbang
2. Teknik Toynbee
Dengan cara menekan hidung dan melakukan gerakan menelan
3. Teknik lawrey
Teknik ini dilakukan dengan kombinasi antara peasat valsava dengan
teknik Toynbee.
4. Teknik Edmond
Melakukan teknik valsava sambil memajukan rahang ke depan dan ke
bawah, membuat palatal (langit-langit ke belakang) kita menegang.
5. Mannuver frenzel

28
Dengan cara menekan hidung dan menutup lubang tenggorokan
(seperti sedang mengangkat beban berat ) kemudian berusaha untuk
menyuarakan huruf ‘K’
6. Voluntary tuba opening
Dengan cara menegangkan otot palatal (langit-langit ke atas) dengan
menegangkan otot-otot tenggorokan, rahang terdorong ke depan dan
ke bawah seolah sedang menguap.
7. Ekualisai dilakukan segera mungkin dan sesering mungkin. Sebagian
sumber mengatakan bahwa ekualisasi menggunakan metode valsalfa
baiknya dilakukan penyelam setiap turun 2 kaki penurunan
penyelaman. Pada tingkat penurunan penyelaman yang cukup lambat
seperti 60 kaki permenit, ekualisasi dilakukan tiap 2 detik untuk
menyamakan tekanan antara lingkungan dengan telinga dalam. Ketika
peneylam mencapai kedalaman maksimum , lakukan lagi ekualisasi.
Pada saat ini tekanan negatif dalam telinga tengah mungkin sangat
kecil sehingga penyelam mungkin tidak merasakannya, jika kondisi ini
tidak dipertahankan lebih dari beberapa menit itu secara bertahap dapat
menyebabkan barotrauma.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Navisah, Ma'rufi, Sujoso. Faktor Risiko Barotrauma Telinga pada


Nelayan Penyelam di Dusun Watu Ulo Desa Sumberejo Kecamatan
Ambulu Kabupaten Jember. 2016 Universitas Jember . Hal. 98-100.
www.file:///C:/Users/USER/Downloads/url.htm Diakses pada tanggal 20
Oktober 2018
2. Prasetyo, AT ;Joseph Bs; Lukmantya. Pengaruh Kedalaman dan Lama
Menyelam Terhadap Ambang-Dengar Penyelam Tradisional dengan
Barotrauma Telinga. Malang: Laboratorium Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. Vol 42(2). 2012. Hal 69-76.
3. Djafar, Zainul; Helni; Ratna DR. Kelainan Telinga Tengah. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2014. Hal 57-58.
4. Pitoyo, Yupitri; dkk. Hubungan Nilai Tekanan Telinga Tengah dengan
Derajat Barotrauma pada Calon Penerbang. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2009. Hal 1-13. www.perhati-kl.or.id/v1/wp.../11/Hubungan-
nilai-tekanan-tellinga-tengah-dr1.pdf. Diakses pada tanggal 20 Oktober
2018.
5. Lima MAR, et al. Update on Middle Ear Barotrauma After Hyperbaric
Oxygn Therapy-Insight on Pathophysiologi. International Archives of
Otorhinolaryngology. Vol. 18(2). 2014. Hal 204-209.
6. L, Stephen; Liston; Arndt J. 2013. Embriologi, anatomi dan Fisiologi
Telinga. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: penerbit buku
kedokteran ECG. Hal 27-38.
7. Probes R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology. New York:
Thieme. 2006. Hal 228-253. (ada ebooknya)
8. Mirza, S; Richardson. Otic Barotrauma from Air Travel. The Journal of
Laryngology & Otology. Vol 119. 2005. Hal 366-370.

30
9. Claes J; et al. Ear, Nose, Throat and Non Acoustic Barotrauma. B-ENT.
2016.
10. Leeson CR. Buku ajar histologi. Penerbit buku kedokteran EGC. 1996. Hal
576
11. Bessereau, J; Alexis T; Nicolas G. Middle-ear Barotrauma After
Hyperbaric Oxygen Therapy. Undersea & hyperbaric
medicine: Journal of the Undersea and Hyperbaric
Medical Society. 2010. Vol. 37(4). Hal 203-208.
http://archive.rubicon-foundation.org. Diakses pada tanggal 21 Oktober
2018.
12. Nursiah, S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU. RSUP.H. Adam Malik
Medan. Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Studi Ilmu Penyakit
THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2003.
13. Novita, S; Natalia Y. Diagnosis dan Tatalaksana Tuli Mendadak.
Continuig Medical Education. 2013. Vol 40 (11). Hal 820-826.
https://www.google.com/search?q=Diagnosis+dan+Tata+Laksana+Tuli+M
endadak&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab#. Diakses pada tanggal
21 Oktober 2018.
14. Francis, J. Ear Injury preventive. The Diver's Complete Guide To the Ear.
2015.

31

Anda mungkin juga menyukai