PENDAHULUAN
1
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Sumber infeksi
harus diobati, antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman,
bukan oleh virus atau alergi. Pengobatan pada otitis media adalah untuk
mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari
perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik
serta menghindari komplikasi intrakranial dan ekstrakranial yang mungkin
terjadi.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
3
Saluran pendengaran luar terdiri dari bagian tulang rawan lateral dan
sebagian tulang medial. Setiap bagian dari saluran pendengaran sekitar
setengah dari panjang saluran pendengaran.Tragus membentuk saluran
tulang rawan anterior.Di depannya terletak kelenjar parotis. Pada bagian
anterior dan inferior dari tulang rawan saluran telinga, ada fenestrasi
kecil melalui tulang rawan yang disebut celah santorini. Infeksi saluran
telinga dapat menyebar ke kelenjar parotis melalui celah ini dan dapat
menyebabkan osteomyelitis. Bagian timpani dari tulang temporal
membentuk sebagian besar dari tulang saluran telinga. Dari anterior ke
tulang saluran adalah sendi temporomandibular. Kulit dari saluran
telinga lebih tebal pada saluran tulang rawan dan mengandung kelenjar
yang mengeluarkan cerumen.Kulit pada tulang saluran telinga lebih tipis
dan tetap ke periosteum. Ada serumen disekresi dalam tulang saluran
telinga.4
4
Gambar 3: Bagian-bagian membran timpani
Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian:
1. Pars flasida atau membran Shrapnell
Letaknya di bagian atas, lebih tipis dari pars tensa, berlapis 2 yaitu
bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan dalam dilapisi oleh
sel kubus bersilia.5
2. Pars tensa/membran propria
Merupakan bagian terbesar dari membran. Mempunyai satu lapis
lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit
serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada
bagian dalam.5
b. Kavum timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior
atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani
mempunyai 6 dinding yaitu: bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding
medial, dinding anterior, dinding posterior.5
5
temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama.
Dinding ini hanya dibatasi oleh tulang yang tipis atau ada kalanya tidak ada
tulang sama sekali (dehisensi).5
2. Lantai kavum timpani
Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari
bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum
timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.5
3. Dinding medial.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini
juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini pada
mesotimpanum menonjol ke arah kavum timpani yang disebut promontorium
tonjolan ini oleh karena di dalamnya terdapat koklea. Di dalam promontorium
terdapat beberapa saluran-saluran yang berisi saraf-saraf yang membentuk
pleksus timpanikus. Di belakang dan atas promontorium terdapat fenestra
vestibuli atau foramen ovale (oval windows). Di atas fenestra vestibuli
sebagai tempat jalannya nervus fasialis. Kanalis ini di dalam kavum timpani
tipis sekali atau tidak ada tulang sama sekali (dehisensi).5
4. Dinding posterior
Dinding posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut aditus,
yang menghubungkan kavum timpani dengan atrum mastoid melalui
epitimpanum. Di bawah aditus terdapat lekukan kecil yang disebut fossa
inkudis yang merupakan suatu tempat prosesus brevis dari inkus dan melekat
pada serat-serat ligamen.5
5. Dinding anterior
Dinding anterior kavum timpani agak sempit, tempat bertemunya dinding
medial dan dinding lateral kavum timpani. Dinding anterior bawah adalah
lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang tipis
menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum
berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior
dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis ke pleksus
6
timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis internal.
Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius.5
6. Dinding lateral
Dinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membran.
Bagian tulang berada di atas dan bawah membran timpani.5
Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :
1. Malleus (hammer / martil).
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang
pendengaran dan terletak paling lateral. Panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0
mm. Manubrium terdapat di dalam membran timpani, bertindak sebagai
tempat perlekatan serabut-serabut tunika propria. Ruang antara kepala dari
maleus dan membran Shrapnell dinamakan Ruang Prussak. Maleus ditahan
oleh ligamentum maleus anterior yang melekat ke tegmen dan juga oleh
ligamentum lateral yang terdapat diantara basis prosesus brevis dan pinggir
lekuk Rivinus.5
2. Inkus
Inkus terdiri dari badan inkus dan 2 kaki yaitu prosesus brevis dan
prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut ±
100o. Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju
antrum, prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju ke
bawah. Maleus dan inkus bekerja sebagai satu unit, memberikan respon rotasi
terhadap gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang merupakan
suatu garis antara ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus pada
ujung prosesus brevis. Gerakan-gerakan tersebut tetap dipelihara
berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut diubah
menjadi gerakan seperti piston pada stapes melalui sendi inkudostapedius.5
3. Stapes
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, beratnya hanya 2,5 mg,
tingginya 4-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan
posterior serta foot plate, yang melekat pada foramen ovale dengan perantara
ligamentum anulare.5
7
Gambar 4. Tulang-tulang Pendengaran
c. Prosesus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk segitiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah
dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah
duramater pada daerah ini.6
8
2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan
bagian tulang atau timpani. Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang
sempit yang disebut ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian
tulang rawan selalu tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. 4
9
telah diamplikasi ini akan diteruksan ke stapes yang menggerakkan tingkap
lonong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan
melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan defleksi
stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menyebabkan depolarisasi sel
rambut sehingga melepaskan neotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutkan ke nukleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.1
2.3 DEFINISI
Otitis media supuratif akut adalah infeksi bakteri pyogenic dari telinga
tengah. OMSA adalah gangguan umum yang terjadi pada semua usia dan
khususnya pada anak-anak.7
10
Penyebab lain juga pernah ditemukan antara lain Escherichia colli,
Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa.2
2.5 PATOFISIOLOGI
Otitis media terjadi karena adanya sumbatan pada tuba eustachius yang
diakibatkan oleh adanya radang di mukosa hidung dan nasofaring karena
infeksi saluran nafas atas yang menyebabkan oklusi pada tuba eustachius.
Oklusi yang terjadi pada tuba eustachius menyebabkan terganggunya fungsi
drainase dan ventilasi telinga tengah.1
Gangguan drainase telinga tengah menyebabkan cairan dan sekret di
dalam telinga tengah statis. Selain itu, gangguan ventilasi juga menyebabkan
udara tidak dapat masuk ke telinga tengah sehingga O2 tidak terabsorbsi ke
telinga tengah yang menyebabkan peningkatan tekanan negatif sehingga
menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri atau virus dari
infeksi sekunder saluran pernafasan atas. Oklusi pada tuba eustachius akan
memberikan gambaran retraksi pada membran timpani.
Cairan dan sekret di dalam telinga terakumulasi di telinga tengah serta
vasodilatasi pembuluh darah membran timpani sebagai respon inflamasi.
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis. Edema yang hebat pada mukosa telinga
tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang
purulen di cavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol
(bulging) kearah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat
sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi
iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada
vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan sub mukosa. Nekrosisi ini pada
membrantimpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan.
Ditempat ini akan terjadi ruptur.
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau
virulensi kuman yang tinggi, maka terjadi ruptur membran timpani dan nanah
keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar, akibatnya nyeri yang
11
dirasakan penderita berkurang. Selain itu disebabkan oleh tekanan yang tinggi
pada cavum timpani akibat kumpulan sekret, akhirnya menimbulkan perforasi
pada membrantimpani.
Bila membrantimpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani
berlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka
sekret akan berkurang dan mongering. Bila daya tahan tubuh baik dan
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan. Pada stadium ini kebanyakan yang masih dirasakan adanya
gangguan pendengaran, keluhan sebelumnya sudah tidak dirasakan lagi.
2.6 FAKTOR RESIKO
Sebagian besar penyebab OMSA terkait dengan tuba eustachia. Faktor-
faktor resiko adalah alergi, status sosial ekonomi yag bururk, adanya orang
yang merokok di sekitar, infeksi virus di rumah dan tempat penitipan anak,
keturunan dan faktor genetik. Dengan kondisi seperti: bibir sumbing,
imunitas yang kurang, kista fibrosis, down’s syndrome.7
12
tenang, dan sering merasa tertarik pada telinga yag terkena dan demam adalah
dampak awal dari OMSA.7
Gejala yang timbul berdasarkan 5 stadium pada perubahan mukosa telinga
tengah, yaitu:7
1. Stadium Oklusi :
Edema dan hiperemis pada nasoparing dan tuba eustacia menyumbat tuba
eustacia, yang menyebabkan penyerapan udara dan tekanan negatif pada telinga
tengah. Beberapa efusi telinga tengah dapat terjadi tetapi gejala tidak jelas.6
a. Gejala
1. Tuli ringan
2. Telinga terasa penuh dan sakit telinga
3. Tidak ada demam.
b. Tanda
1. Retraksi pada membran timpani termasuk temuan yang relatif pendek
dan posisi yang lebih horizontal dari maleus, proses lateral yang
menonjol dari maleus dan hilangnya refleks cahaya.
2. Gangguan pendengaran konduktif.7
2. Stadium Hiperemis :
Pada stadium oklusi tuba yang berkepanjangan merupakan invasi
organisme piogenik ke telinga tengah dan menyebabkan hiperemis pada
mukosa.Terjadi inflamasi eksudat yang muncul pada telinga tengah.7
a. Gejala
13
1. Ditandai nyeri telinga berdenyut, yang dapat terjadi pada anak yang
tidur di malam hari.
2. Demam tinggi dan gelisah.
3. Bunyi pada telinga
4. Pendengaran menurun karena sakit pada telinga
b. Tanda
1. Pada pars tensa padat dan menonjol keluar dan hilangnya refleks
cahaya.
2. Pada pars flaccida padat dan merah.
3. Tes garpu tala menunjukkan tuli konduktif.7
14
3. Tampak warna kuning pada membrane timpani dimana pecahnya
sudah semakin dekat(riak seperti tonjolan).7
4. Stadium Perforasi :
Membran timpani pecah (karena tekanan nekrosis) dan menghasilkan
cairan dalam telinga dan penurunan dari gejala-gejala lain. Proses
inflamasi mulai selesai.7
a. Gejala
1. Cairan dalam telinga : telinga keluar darah atau cairan
(serosanguinus) kemudian menjadi mukopurulen.
2. Nyeri telinga dan demam sudah tidak ada.
b. Tanda
1. Liang telinga penuh dengan darah atau mukopurulen, yang
mungkin terasa berdenyut (tanda mercusuar: nanah keluar di
bawah tekanan dan dengan dilatasi arteri/pulsatif).
2. Perforasi pars tensa biasanya dalam kuadran anteroinferior.7
15
5. Stadium Resolusi :
Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka
resolusi dapat terjadi. Jika virulensi organisme yang tinggi dan daya
tahan tubuh rendah, infeksi dapat menyebar di luar ruang telinga tengah.
Komplikasi terjadi pada minggu kedua dan tanda dan gejala muncul
kembali.7
2.8 DIAGNOSA
Anak yang lebih besar dan orang dewasa akan mengeluh tentang rasa
penuh dan tidak enak dalam telinga, yang cepat menjadi nyeri. Kadang-
kadang dapat menceritakan adanya rasa berdenyut di dalam telinga,
sedangkan telinga luar tidak nyeri bila disentuh. Disamping pendengaran
menurun, penderita mendengar bunyi gemuruh atau tinnitus dengan nada
rendah.3
Tes fungsi pendengaran menunjukkan tuli konduktif. Bila ada ottorhoe,
hendaknya diperhatikan jenis eksudatnya. Eksudat serosanguinolent dapat
berasal dari otitis media akut atau dari miringitis bullosa. Eksudat
mukopurulen khas berasal dari otitis media, karena mucus berasal dari
mukosa rongga gendang.3
Dilakukan otoskopi untuk menegakkan diagnosis.3
2.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada
stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media adalah untuk mengobati gejala, memperbaiki
fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan
memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik serta menghindari komplikasi
intrakranial dan ekstrakranial yang mungkin terjadi.3
Pada stadium oklusi, tujuanterapi dikhususkan untuk membuka kembali
tuba eustachius. Diberikan obat teteshidung HCI efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologik untuk anak <I2 thn dan HClefedrin l% dalam larutan fisiologik
16
untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa. selain itu, sumber infeksi juga
harus diobati dengan memberikan antibiotik.3
Pada stadium hiperemis, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus sebaiknya
dilakukanmiringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau
eritromisin. Jikaterdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavunalat atausefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar
konsentrasinyaadekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama
7 hari. Pada anakdiberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40
rng/KgBB/hari ataueritromisin 4x40 mg/kgBB/hari. pengobatan stadium
supurasi selain antibiotik. pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi
bila membran timpani masih utuh. Selain itu analgesik juga perlu diberikan
agar nyeri dapat berkurang.3
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O23% selama 3-5
hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi
menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.3
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak
terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar
melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena
berlanjutnya edema mukosa telingah tengah. Pada keadaan demikian,
antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.3
17
rangkaian osikula.Secara teknis lebih mudah membuat insisi pada
kuadran posteroinferior, di daerah ini kurang peka.Pisau tidak boleh
dimasukkan lebih dari 2 mm guna mencegah terkenanya dinding medial
telinga tengah, yang dapat menimbulka nyeri dan pendarahan.Lebih jauh,
dapat pula terbentuk celah atau tonjolan vena jugularis ke dalam basis
telinga tengah.Terputusnya rangkaian osikula dapat dihindari dengan
melakukan insisi pada kaudran inferior. Kerusakan fenestra rotundum
dihindari dengan insisi haya melalui membrane timpani da membatasi
kedalaman insisi.2
2.11 PROGNOSIS
Prognosis OMSA tergantung dari faktor-faktor eksterna dan interna.
Faktor eksterna antara lain adalah resistensi kuman, yang dapat disebabkan
karena pengobatan yag tidak adekuat, antibiotik yang tidak cocok, atau dosis
yang terlampaui rendah, atau jagka waktu pemberian terlampaui pendek, atau
pemberian yang tidak kontinyu. Faktor interna terutama ialah pertahanan
umum tubuh terhadap infeksi.8
18
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
19
Diagnosis pasti dari OMA berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa: onset cepat, tanda-tanda efusi telinga tengah yang
dibuktikan dengan memperhatikan tanda mengembangnya membran timpani,
terbatas/tidak adanya gerakan membran timpani, adanya bayangan cairan di
belakang membran timpani, cairan yang keluar dari telinga, tanda-tanda
peradangan telinga bagian tengah, kemerahan pada membran timpani dan nyeri
telinga). Visualisasi dari membran timpani dengan identifikasi dari perubahan dan
inflamasi diperlukan, temuan pada otoskopi menunjukkan adanya peradangan
yang terkait dengan OMA, penonjolan (bulging) juga merupakan prediktor terbaik
dari OMA.
DAFTAR PUSTAKA
20
2. Adams L George, Boies R Lawrence, Higler A Peter. BOIES: Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi keenam. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2007
3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 7. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2007.
4. Lalwani K. Anil, editor. Otitis Media. Current Diagnosis and Treatment:
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Second Edition. New York: Mc
Graw Hill, 2007
5. Maqbool, M. Otitis Media Supurative Acute. In: textbook of Ear, Nose
and Throath Disease. Elevent edition. Ew Delhi. 2007.
6. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intracranial complication of
chronic suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of
Otorhinolaringology. 2005. Available from URL: http://www.rborl.org.br
7. Bansal, M. Otitis Media Acute. In: Disease of Ear, ose and Throat. First
edition. London. 2013
8. Sedjawidada, R. Diktat kuliah THT. Makassar: Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
21