Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

KELAINAN PUTING SUSU

Disusun Oleh :

Khoirunisa 2015730072

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah, karena dengan rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Referat “Kelainan Putting Susu” ini tepat pada
waktunya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak yang membaca, agar penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat laporan
kasus yang lebih baik kedepannya.

Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis Obstetri &
Ginekologi serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Jakarta, 21 September 2020

Khoirunisa
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. PAYUDARA
Anatomi Payudara
Payudara wanita disebut juga glandula mammaria, merupakan suatu alat
reproduksi tambahan. Setiap payudara terletak pada setiap sisi sternum dan
meluas setinggi antara costa kedua dan keenam. Payudara terletak pada fascia
superficialis dinding rongga dada diatas musculus pectoralis mayor dan dibuat
stabil oleh ligamentum suspensorium. Dengan masing-masing payudara
berbentuk tonjolan setengah bola dan mempunyai ekor (cauda) dari jaringan
yang meluas ke ketiak atau axilla. Ukuran payudara berbeda untuk setiap
individu, juga bergantung pada stadium perkembangan dan umur. Tidak jarang
salah satu payudara ukurannya agak lebih besar dari pada payudara yang lain.

Gambar Anatomi Payudara

Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :


1. Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.
Korpus dari alveolus adalah sel aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot
polos dan pembuluh darah. Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi
susu. Bagian Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus. Lobus, yaitu beberapa
lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara. ASI
disalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil (duktulus), kemudian
beberapa duktulus bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus
laktiferus).

2. Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.


ArPerubahan warna ini tergantung dari corak kulit dan adanya kehamilan.
Pada wanita yang corak kulitnya kuning langsat akan berwarna jingga
kemerahan, bila kulitnya kehitaman maka warnanya lebih gelap. Selama
kehamilan warna akan menjadi lebih gelap dan wama ini akan menetap untuk
selanjutnya, jadi tidak kembali lagi seperti warna asli semula. Pada daerah ini
akan didapatkan kelenjar keringat, kelenjar lemak dari montgomery yang
membentuk tuberkel dan akan membesar selama kehamilan. Kelenjar lemak
ini akan menghasilkan suatu bahan dan dapat melicinkan kalang payudara
selama menyusui. Di kalang payudara terdapat duktus laktiferus yang
merupakan tempat penampungan air susu.
3. Papilla atau putting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara.
Papilla atau Puting Terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubung
adanya variasi bentuk dan ukuran payudara maka letaknya akan bervariasi.
Pada tempat ini terdapat lubang- lubang kecil yang merupakan muara dari
duktus laktiferus, ujung - ujung serat saraf, pembuluh darah, pembuluh getah
bening, serat – serat otot polos yang tersusun secara sirkuler sehingga bila ada
kontraksi maka duktus laktiferus akan memadat dan menyebabkan putting
susu ereksi, sedangkan serat-serat otot yang longitudinal akan menarik
kembali putting susu tersebut. Payudara terdiri dari 15 - 25 lobus. Masing-
masing lobulus terdiri dari 20-40 lobulus. Selanjutnya masing-masing lobulus
terdiri dari 10-100 alveoli dan masing- masing dihubungkan dengan saluran
air susu (sistem duktus) sehingga merupakan suatu pohon. Puting susu dapat
pula menjadi tegak bukan sebagai hasil dari beberapa bentuk perangsangan
seksual yang alami dan puting susu seorang wanita mungkin tidak menjadi
tegak ketika ia terangsang secara seksual. Pada daerah areola terdapat
beberapa minyak yang dihasilkan oleh kelenjar Montgomery. Kelenjar ini
dapat berbentuk gelombang-gelombang naik dan sensitif terhadap siklus
menstruasi seorang wanita. Kelenjar ini bekerja untuk melindungi dan
meminyaki puting susu selama menyusui. Beberapa puting susu menonjol
ke dalam atau rata dengan permukaan payudara. keadaaan tersebut kemudian
ditunjukkan sebagai puting susu terbalik dan tidak satu pun dari keadaan
tersebut yang memperlihatkan kemampuan seorang wanita untuk menyusui,
yang berdampak negatif. Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang
normal, pendek/ datar, panjang dan terbenam
Fisiologi payudara selama hamil dan Laktasi
Payudara adalah organ endrokrin yang sangat luar biasa , yang mengalami
perkembangan dan deferensiasi. Payudara berfungsi penuh dalam proses laktasi sejak
kehamilan enam belas minggu keatas. Produksi air susu dibawah kontrol endrokrin dan
berubah menjadi kontrol otokrin selama laktogenesis II.
Adapun tahap-tahap perubahan payudara selama hamil sampai menyusui menurut
adalah:
1. Mamogenesis (Perkembangan payudara)
Pada awal trimester 1, sel epitel mamae berproliferasi, mulai bertunas dan
bercabang pada duktus-duktusnya yang dipengaruhi oleh hormon estrogen.
Selain itu juga terjadi pembentukan lobular yang dipengaruhi oleh hormon
glukokorticoid. Duktus berproliferasi sampai ke lapisan lemak dan ujung kuncup
duktus berdeferensi menjai alveoli. Selama trimester terakhir, sel-sel sekretori
terisi dengan tetesan lemak dan alveoli dipenuhi kolostrum yang dipengaruhi oleh
hormon prolaktin. Kolostrum ditekan untuk tidak keluar oleh hormon progesteron.
2. Laktogenesis I
Laktogenesis 1 terjadi sekitar 16-18 minggu kehamilan dimana terjadi
aktivitas sel dan produksi air susu. Payudara mulai mensintesa komponen air
susu yang unik, dipengaruhi oleh Human plasenta lactogen. Air susu yang
terbentuk pertama kali disebut kolostrum dimana sudah tersedia untuk bayi pada
saat lahir tanpa harus menunggu sampai air susu keluar banyak.
3. Laktogenesis II
Laktogenensis II adalah mulai dikeluarnya ASI yang banyak antara 30-72
jam setelah dilahirnya plasenta. Pada awalnya, dibawah pengaruh hormon
endokrin dan setelah plasenta lahir dibawah hormon otokrin. Kelahiran bayi dan
diikuti dengan lepasnya plasenta mempercepat turunya secara tiba-tiba dari kadar
human plasenta lactogen, estrogen dan progesteron. Turunya kadar progesteron
berperan dalam hadirnya hormon-hormon laktogenik, seperti prolaktin dan
glukokortikoid. Menyusui yang sering diawal laktasi dapat merangsang
berkembangnya tempat reseptor prolaktin dalam kelenjar susu. Hormon prolaktin
diperlukan untuk menghasilkan air susu dimana jumlah dari hormon ini tidak
secara langsung berhubungan dengan volume air susu yang dihasilkan. Prolaktin
dapat menjadi permisif atau melemah dalam fungsinya apabila air susu tidak
dikeluarkan. Pelepasan prolaktin juga terjadi sebagai respon terhadap stimulasi
langsung pada puting susu atau daerah aerola, yaitu hormon otokrin dalam
laktogenesis III.
Faktor –faktor yang menghambat laktogenesis II :
a) Usia ibu lebih dati 30 tahun berpotensi mengalami kegagalan menyusui karena
terhambatnya pembentukan lactogenesis II.
b) Sisa jaringan plasenta, Jaringan plasenta yang masih tertinggal mempengaruhi
kadar progesteron yang masih tinggi menyebabkan lactogenesis II terlambat
pembentukannya.
c) Wanita pekerja
d) Wanita dengan obesitas
e) Karakteristik bayi, lebih dari 3600gram dan bayi gagal menyusu 2 kali dalam
24jam.
f) Paritas
g) Jenis persalinan

B. KELAINAN PUTTING SUSU

Kelainan puting susu adalah keadaan puting susu tidak normal dimana puting susu
yang normal memiliki ciri-ciri khas dengan bentuk yang silendris, menonjol keluar
dari permukaan umum payudara ibu. Kelainaan puting susu sangat mengganggu
aktifitas laktasi.

PERTUMBUHAN ABNORMAL PAYUDARA


Kelainan kongenital
 Paling sering ditemukan pada kedua jenis kelamin adalah:
- Politelia (accessory nipple)
- Ectopic nipple dapat terjadi di sepanjang milk streak.
- Milk way dari aksila sampai ke inguinal dan ini biasa disalahartikan sebagai
nervus pigmentosus.
 Kelenjar payudara tambahan (true accessory nxammaty gland), jarang terjadi.
Biasanya terletak di daerah aksila/ketiak. Pada kehamilan dan laktasi, paytdara
tambahan ini (mammaty aberant) dapat membengkak, bahkan berfungsi apabila
ada nipple-nya.
 Hipoplasia adalah kurang berkembangnya pay
 udara, dan bila tidak ada secara kongenital dinamakan "a mastia".
 Apabila jaringan payudara tidak timbul tapi ada nipple ini dinamakan "amastia".
 Secara luas kelainan payudara kongenital ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
Unilateral hipoplasia, kontralateral normal
- Bilateral hipoplasia, asimetri
- Unilateral hipoplasia, kontralateral normal
- Bilateral hiperplasia asimetri
- Unilateral hipoplasia, kontralateral hiperplasia
- Unilateral hipoplasia payudara, dinding dada, dan m. pektoral (sindroma
Poland)
Sebagian besar kelainan ini merupakan kelainan yang berat. Amestia atau
hipoplasia yang berat, 90% diikuti oleh hipoplasia pektoral tetapi tidak terjadi
sebaliknya hipoplasia pektoralis (92%) disertai oleh payudara yang normal. Kelainan
kongenital dari m. pektoral biasanya terjadi pada 1/s bawah disertai kelainan
lengkungan iga. Kelainan berupa tidak adanya otot pektoral, deformitas dinding dada,
dan abnormalitas payudara pertarna kali dikenali oleh Poland tahun 1841.

PERADANGAN
Mastitis
Pengertian
Mastitis adalah infeksi pada payudara dengan tanda radang lengkap, bahkan dapat
berkembang menjadi abses. Mastitis adalah peradangan payudara yang disebabkan
oleh kuman, terutama staphylococos aureus melalui luka pada puting susu dan
peradangan darah.
Jenis Mastitis
Menurut Prawirohardjo (2006) Mastitis dibedakan berdasarkan tempatnya
dibedakan menjadi:
1) Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mammae.
2) Mastitis ditengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu.
3) Mastitis pada jaringan dibawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara mamma dan otot-otot dibawahnya.

Etiologi
Dua penyebab utama mastitis adalah Stasis ASI dan infeksi. Stasis ASI biasanya
merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menuju infeksi.
Gunther pada tahun 1958, menyimpulkan dari pengamatan klinis bahwa mastitis
diakibatkan stagnasi ASI di dalam payudara dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien
dapat mencegah keadaan tersebut. Ia mengatakan bahwa infeksi bila terjadi bukan
primer, tetapi diakibatkan olehstagnasi ASI sebagai media pertumbuhan bakteri
(WHO, 2003).
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada
kulit normal (staphylococos aureus). Bakteri sering sekali berasal dari mulut bayi dan
masuk kedalam saluran air susu melalui retakan atau robekan dari kulit (biasanya
pada puting susu) perubahan hormonal didalam tubuh wanita menyebabkan
penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel mati. Saluran yang terlambat menyebabkan
payudara lebih mudah mengalami infeksi.

Patofisiologi mastitis

2-3 hari esterogen


plasenta berkurang
sampai menghilang

Hambatan sekresi prolaktin

Pembentukan ASI yang


dituangkan kedalam
asims kelenjar mammae

Alasan timbul perlukaan:


Tidak disusukan
Bra yang terlalu kencang
Hambatan pengeluaran ASI ketika bayi
menghisap

Puting susu lecet

Perpindahan microorganisme dari tangan tenaga


medis dan ibu

Kuman ( steptokokus aureus) perkontinnitatum


menjalar ke duktus dan sinus yang dibiakan dari ASI

Infeksi pada duktus Radang Merangsang


bradikinin, histamin,
Stagnasi ASI pada satu lobus atau lebih kinin, dan
rostalgladin

Tekstur mammae Tekstur mammae


Nyeri Keme
berbenjol-benjol keras & memadat
rahan

Ansietas Nyeri

Bagan 2.1 Patofisiologi Mastitis

Tanda dan Gejala


Menurut Bahiyatun (2008), tanda mastitis adalah bengkak, nyeri seluruh
payudara atau nyeri lokal, kemerahanpada seluruh payudara atau hanya lokal,
payudara keras dan berbenjol-benjol, panas badan dan rasa sakit umum.
Komplikasi
Penanganan mastitis karena terjadinya infeksi pada payudara tidak sempurna,
maka infeksi akan makin berat sehingga terjadi abses dengan tanda payudara berwarna
merah mengkilat darisebelumnya saat baru terjadi radang, ibu merasa lebih sakit,
benjolan lebih lunak karena berisi nanah.
Benjolan pada payudara nyeri tekan ada atau tidak, ada kelainan bentuk ada atau
tidak, bengkak ada atau tidak terdapat nyeri tekan. Pada kasus ibu nifas dengan mastitis
terjadi perubahan berupa pembesaran payudara atau bengkak, memerah, dan tampak
jelas gambaran pembuluh darah di permukaan kulit bertambah dan terdapat luka atau
lecet pada puting susu.

Penatalaksanaan mastitis
Menurut Varney (2007), penatalaksanaan mastitis adalah sebagai berikut:

1. Seringnya menyusui dan mengosongkan payudara untuk mencegah statis.


2. Memakai bra dengan penyangga tetapi tidak terlalu sempit, jangan
menggunakan bra dengan kawat di bawahnya.
3. Perhatian yang cermat untuk mencuci tangan dan merawat payudara.
4. Pengompresan dengan air hangat pada area yang efektif pada saat
menyusui untuk memfasilitasi aliran susu.
5. Meningkatkan pemasukan cairan
6. Membantu kebutuhan prioritas ibu untuk mengurangi stress dan kelelahan
dalam kehidupannya.
7. Antibiotik, penisilin jenis penicillinase resisten atau cephalosporin.
Erythromicin dapat digunakan jika wanita alergi terhadap penisilin.
8. Memberi dukungan pada ibu.
Pencegahan Mastitis
Pencegahan mastitis meliputi:
1. Perawatan payudara pascanatal secara teratur untuk
menghindari terjadinya statis aliran Air Susu Ibu (ASI).
2. Posisi menyusui yang diubah-ubah.
3. Menggunakan bra/ BH yang menyangga dan membuka bra tersebut ketika
terlalu menekan payudara.
4. Susukan dengan adekuat
Pathway Mastitis
MASTITIS

Tanda dan Gejala Mastitis

Badan panas
Bengkak
Nyeri seluruh payudara atau hanya
lokal
Payudara keras dan berbenjol-benjol

Penyebab Mastitis

Payudara bengkak karena tidak disusui secara adekuat


Puting susu yang lecet akan memudahkan masuknya kuman dan
terjadinya payudara bengkak
Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmetal engorgement jika
tidak disusui dengan adekuat
Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat dan anemia

Penatalaksanaan Mastitis tanpa Abses Penatalaksanaan Mastitis dengan


Perawatan payudara secara teratur Abses
Posisi menyusui yang di ubah-ubah
Menggunakan BH yang meyangga Antibiotika/ antipiretika
Kompres air hangat Prolaktik-linoral
Susukan dengan adekuat Insisi- drainase
Antibiotik

ABSES PAYUDARA
Suatu kondisi pada payudara dimana terbentuk sawar jaringan granulasi yang berbentuk
kapsul dan berisi pus, sebagai akibat dari suatu proses radang atau infeksi.
Secara umum, abses mammae terjadi sekunder akibat mastitis yang tidak terobati,
pengobatan lambat atau mastitis dengan pengobatan yang tidak adekuat, atau obstructed breast
atau luka pada mammae yang terinfeksi.
Tanda dan Gejala
 Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.
 Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.
 Payudara yang tegang dan padat kemerahan.
 Pembengkakan dengan adanya fluktuasi. Benjolan terasa lunak karena berisi nanah
Pencegahan abses payudara
1) Bersihkan putting susu sebelum dan setelah menyusui
2) Oleskan lanolin atau vitamin A dan D setelah menyusui
3) Hindari penggunaan pakaian yg sebabkan iritasi pada area payudara
4) Menyusui bergantian antrar payudara kiri dan kanan
5) Obati permasalahan payudara sampai tuntas
Penatalaksanaan
Teapi drainase / insisi payudara
- Pembiusan, dilakukan secara local namun pada keadaan tertentu pembiusan
dilakukan secara umum.
- Lakukan desinfeksi payudara dengan Povidone Iodine atau Chlorhexidine
kemudian persempit lapangan operasi dengan duk steril
- Lakukan insisi (sesuai garis langer), kemudian diperdalam sampai mencapai
abses. Periksa kultus pus dan test kepekaan. Setelah abses dievakuasi, lakukan
biopsy.
- Dinding abses dicuci dengan larutan Nacl 0,9%
- Pasangkan drain penros. Cuci dengan larutan sublimat dan Nacl 0,9%
- Luka operasi ditutup situasi atau dibiarkan terbuka.
NIPPLE DISCHARGE
Pengeluaran cairan dari putting, baik secara spontan atau dengan manipulasi jaringan
payudara.

Manifestasi klinik
- Putting keluar cairan berwarna.
- Dismaertai rasa terbakar, gatal, nyeri sekitar putting atau pebengkakkan atau retraksi
Pemeriksaan penunjang
◦ SADARI
◦ Mammografi
◦ Galaktografi
◦ Duktografi
◦ MRI
Penatalaksanaan
• Mikrododektomi
• Prosedur hadfiels
PUTTING LECET / CRACKED NIPPLE
Cracked nipple berarti lecet pada puting susu, biasa juga disebut sore nipple. Pada masa-
masa awal menyusui, kebanyakan wanita merasa nyeri ringan atau merasa tidak nyaman, dan
hal ini dapat dianggap sebagai hal yang normal. Namun, jika ibu merasa sangat nyeri saat
menyusui atau puting menjadi rusak, walaupun hal ini juga sudah umum terjadi, dapat
dianggap sebagai hal yang tidak normal.

Sebanyak 57% ibu yang menyusui dilaporkan pernah mengalami lecet pada
puting. Biasanya lecet pada puting terjadi karena posisi bayi yang salah saat menyusui,
yakni karena puting tidak masuk ke dalam rongga mulut bayi sampai areola mammae
sehingga bayi hanya menghisap pada bagian puting susu ibu saja.
Penyebab
 Kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusui sampai areola tertutup oleh
mulut bayi. Bila bayi hanya menyusui pada puting susu, maka bayi akan mendapat
ASI sedikit, karena gusi bayi tidak menekan pada sinus latiferus, sedangkan pada
ibunya akan menjadi nyeri/kelecetan pada puting susu.
 Monoliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu.
 Akibat dari pemakaian sabun, alkohol, krim, atau zat iritan lainnya untuk
membersihkan puting susu.
 Bayi dengan tali lidah yang pendek atau biasa disebut frenulum lingual, sehingga
menyebabkan bayi sulit menghisap sampai ke areola payudara dan isapan hanya pada
puting susu saja.
 Dapat timbul apabila ibu menghentikan proses menyusui pada bayi dengan kurang
berhati-hati.
Tanda dan Gejala
Puting lecet ditandai dengan rasa nyeri pada payudara, disertai dengan adanya
retakan atau luka pada puting payudara, meliputi eritema, edema, fisura atau retakan,
lecet, atau bintik-bintik kuning atau gelap dan ekimosis.
Penatalaksanaan
 Bayi harus disusukan terlebih dahulu pada puting yang normal yang lecetnya lebih
sedikit. Untuk menghindari tekanan lokal pad puting maka posisi menyusu harus
sering diubah, untuk puting yang sakit dianjurkan mengurangi frekuensi dan
lamanya menyusui. Di samping itu, kita harus yakin bahwa teknik menyusui yang
digunakan bayi benar, yaitu harus menyusu sampai ke kalang payudara. Untuk
menghindari payudara yang bengkak, ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa,
kemudian diberikan dengan sendok, gelas, dan pipet.
 Setiap kali selesai menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tetapi diangin-
anginkan sebentar agar melembutkan puting sekaligus sebagai anti-infeksi.
 Jangan menggunakan sabun, alkohol, atau zat iritan lainnya untuk membersihkan
payudara.
 Pada puting susu bisa dibubuhkan minyak lanolin atau minyak kelapa.
 Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga payudara tidak sampai
terlalu penuh dan bayi tidak begitu lapar juga tidak menyusu terlalu sering.
 Periksakanlah apakah bayi tidak menderita moniliasis yang dapat menyebabkan
lecet pada puting susu ibu. Jika ditemukan gejala moniliasis dapat diberikan
nistatin.
 Sebaiknya untuk melepaskan puting dari isapan bayi pada saat bayi selesai
menyusu, tidak dengan memaksa menarik puting tetapi dengan menekan dagu atau
dengan memasukkan jari kelingking yang bersih ke mulut bayi.
Pencegahan
 Jangan membersihkan puting dengan sabun dan zat pembersih lain, hanya dengan
air. Hindari produk yang dapat mengeluarkan proteksi natural dari puting payudara,
misalnya alkohol atau bahan pengering lainnya.
 Teknik menyusui harus benar.
 Menyusu harus sesuai kebutuhan bayi, sesegera mungkin menyusu bayi ketika bayi
terlihat ingin menyusu.
 Ketika menyusu harus dihentikan, selipkan jari tengah dan jari telunjuk dalam
mulut bayi di antara gusi bayi untuk menghentikan bayi menghisap sebelum mulut
bayi dilepaskan dari payudara.
 Puting susu dan areola harus kering setelah menyusui.
Jangan memakai lapisan plastik pada pakaian dalam (bra).
PUTTING RATA / INVERTED NIPPLE
Definisi
Puting rata (inverted / retracted / flat nipple) merupakan suatu kelainan familial, yang terjadi
sejak lahir dimana puting terlihat rata atau tertarik ke dalam. Hal ini menyebabkan
kemampuan bayi untuk mengulum puting dan menghisap menjadi berkurang.
Penyebab
Hal ini disebabkan oleh kegagalan perkembangan puting payudara untuk berelevasi selama
perkembangan fetus. Satu ataupun kedua puting dapat mengalami puting rata.
Tanda dan Gejala
Ada dua jenis puting rata:
1. Retraksi/umbilikasi, dimana puting masih dapat ditarik keluar
2. Invaginasi (true inverted), diamana puting tidak dapat ditarik keluar lagi
Puting tipe inversi retraktil biasanya kembali ke posisi normal dengan sendirinya dari awal
hingga akhir kehamilan. Pada banyak kasus, derajat inversi tidak mempengaruhi kemampuan
bayi untuk menggenggam jaringan areolar dan memasukkan puting ke mulutnya, walaupun
hal ini biasanya membutuhkan waktu yang lama.
Penatalaksanaan
Derajat puting rata dapat dipengaruhi oleh tindakan ibu yang tidak menyusui. Posisi
puting yang terlihat tidak masuk ke dalam mulut bayi tidak selalu mengukur seberapa baik
fungsi dari puting tersebut. Pada banyak kasus, selama ibu memposisikan bayi dengan baik
pada perlekatan dengan areola sehingga puting berada pada posisi yang baik di dalam mulut
bayi, tidak ada alasan bagi ibu yang memiliki puting rata untuk tidak menyusui bayinya.
Selama bayi menghisap, puting akan bertambah panjang menjadi dua klai dibanding dari
posisi istrahatnya. Aktivitas menyusui ini membantu menjelaskan mengapa tingkat puting
rata atau puting inversi akan semakin berkurang beberapa minggu atau beberapa bulan
setelah berulang-ulang menyusui bayi
Puting datar dan tenggelam dapat diperbaiki dengan perasat Hoffman, yaitu dengan
meletakkan kedua jari telunjuk atau ibu jari didaerah gelanggung susu, kemudian dilakukan
urutan menuju kearah berlawanan. Pada true inverted nipple, perasat Hoffman tidak dapat
memperbaiki keadaan. Pada keadaan ini ASI harus dikeluarkan secara manual dengan pijatan
tangan atau masase pada payudara, atau dengan pompa susu dan diberikan pada bayi dengan
sendok, gelas, atau pipet.
Dengan pengurutan puting susu, posisi puting susu ini akan menonjol keluar seperti keadaan
normal. Jika dengan pengurutan posisinya tidak menonjol, usaha selanjutnya adalah dengan
memakai Breast Shield atau dengan pompa payudara (Breast Pump). Jika dengan cara-cara
tersebut diatas tidak berhasil (disebut True Inverted Nipple) maka usaha koreksi selanjutnya
adalah dengan tindakan pembedahan (operatif).

Gambar 8. Jenis-jenis pompa payudara


(A. Pompa manual, B. Pompa dua corong, C. Pompa elektrik
DAFTAR PUSTAKA
1. Osborne MP. Breast Development and Anatomy, in Disease of The Breast Chapt. 1 Ed.
Harris, Lippman, Marrosw, Hellman. Lippincott-Raven, 1995 2. Schnitt SJ, Connolly JL.
Benigne Disorder in Disease of The Breast Chapt.
2. Ed. Harris, Lippman, Marrow, Hellman. Lippincott-Raven, 1996
3. Romrell LJ, Bland KI. Anatomy of the Breast, Axilla, Chest tVall and Related Metastatic
Sites. In The Breast Comprehensive Management of Binigne and Malignant Disdorder.
Third Ed., Davidson, Page, Recht, Urist. Saunders, 2004
4. Page DL, Simpson JF. Benigne, Hight Risk and Premalignant Lesion of The Breast. In
The Breast Comprehensive Management of Benigne and Malignant Disorder. The Third
Ed., Davidson, Page, Recht, Urist, Sauders. 2004
5. Harris JR, Lippman ME, Morrow M, Osborne CK. Diseases of The Breast. Sect. 1 and 2
Third Ed. Lippincott \Williams and \Wilkins, 2004
6. Prawiroharjo, Sarjono dan Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2007. Hal. 269-271
7. Cunningham G. Obstetri Williams. Ed 23rd. Editor Pendit B. Texas: Penerbit Buku
Kedokteran ECG; 2013
8. Word Health Organization. Mastitis, Penyebab dan Penatalaksanaannya. Alih Bahasa:
dr. Bertha Sugiarto. Jakarta: Widya Medika. 2002. Available from: http://
whqlibdoc.who.int/hq/2000/WHO_FCH_CAH_00.13_ind.pdf. Accessed: October 4,
2012
9. Edmonds, D. Keith. Puerperium and Lactation in Dewhurst’s Textbook of Obstetrics and
Gynaecology Seventh Edition. London: Blackwell Publishing. 2007. p. 69-79
10. Riordan, Jordan. Breastfeeding And Human Lactation 3rd Edition. School of Nursing
Wichita State University, Wichita, Kansas: 2005. p. 247-254
11. Giugliani, Elsa R. J.. Common Problems During Lactation and Their Management in
Journal de Pediatria. Rio J. 2004. P. S147-154. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15583765/. Accessed: October 4, 2012

Anda mungkin juga menyukai