Anda di halaman 1dari 26

Referat Kepaniteraan Klinik

Ilmu Bedah

Tatalaksana pada Ruptured dan Unruptured Intracranial Aneurysm

Disusun oleh:
Irine Handini S. (01073170084)
Michael Don (01073170066)
Thea Saphira M. (01073170087)

Pembimbing:
Dr. dr. Harsan, Sp.BS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE APRIL – JUNI 2018
TANGERANG
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….…… 1
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………….…….... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Unruptured Intracranial Aneurysm (UIA).................................................................. 3
2.1.1. Epidemiologi……………………………………………………….……................ 3
2.1.2. Faktor Risiko ............................................................................................................ 3
2.1.3. Manifestasi Klinis ..................................................................................................... 4
2.1.4. Diagnosis/Pencitraan ................................................................................................. 4
2.1.4.1. Digital Subtraction Angiography (DSA) .................................................... 4
2.1.4.2. Computed Tomography .............................................................................. 5
2.1.4.3. Magnetic Resonance Imaging ..................................................................... 5
2.1.4.4. Analisis dan Pelaporan ................................................................................ 5
2.1.4.5. Diagnosis / Pencitraan: Rekomendasi ......................................................... 6
2.1.4.6. Skrining ....................................................................................................... 7
2.1.5. Natural History ........................................................................................................... 8
2.1.6. Tata Laksana .............................................................................................................. 10
2.1.6.1. Operasi Clipping ......................................................................................... 10
2.1.6.2. Intervensi Endovaskular .............................................................................. 11
2.1.6.3. Tatalaksana tanpa Operasi Clipping atau Intervensi Endovaskular ............ 13
2.2. Subarachnoid hemorrhage akibat Ruptured Aneurysm (aSAH) ................................... 13
2.2.1. Epidemiologi ............................................................................................................... 13
2.2.2 Faktor Resiko ............................................................................................................... 14
2.2.3. Manifestasi Klinis ....................................................................................................... 15
2.2.4. Diagnosis .................................................................................................................... 16
2.2.5. Tatalaksana ................................................................................................................. 17
BAB III. KESIMPULAN ..................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 20

1
BAB I
PENDAHULUAN

Aneurisma adalah dilatasi patologis lokal dari arteri cerebral dan memiliki
karakteristik penggelembungan dari bagian dinding arteri yang melemah pada peredaran
darah otak. Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat terbagi menjadi aneurisma sakular, atau
berry, dengan tampilan tonjolan hanya pada satu sisi pembuluh darah dan aneurisma fusiform
dengan tampilan penggelembungan pada sekeliling pembuluh darah tersebut. Aneurisma
tersebut juga dapat berupa single lobed atau multilobed.
Prevalensi dari aneurisma intrakranial yang belum ruptur (UIA) adalah sekitar 2,8%.
5% dari seluruh aneurisma intrakranial tersebut adalah Giant Intracranial Aneurysm yang
didefinisikan dengan diameter fundus > 25 mm. Penemuan dari unruptured intracranual
aneurysm (UIA) adalah penemuan yang membahayakan dan membutuhkan penanganan yang
serius karena UIA memiliki risiko untuk pecah dan menyebabkan perdarahan subarachnoid
(SAH). [1,2,4]
Perdarahan subarachnoid aneurismal (aSAH) tergolong kondisi yang fatal dengan
angka morbiditas yang tinggi yaitu 12%. Walaupun pasien dengan aSAH mengalami
pemulihan yang baik, mereka memiliki risiko mortalitas jangka panjang yang tinggi.
Berdasarkan sebuah studi pada tahun 2015, tingkat mortalias pada pasien dengan dalam 30
tahun adalah 32% dan dalam 20 tahun adalah 17%. Penyebab kematian dari aSAH tersebut
terjadi akibat berbagai hal seperti perdarahan berulang dari aneurisma tersebut, pecahnya
aneurisma yang lain, ataupun kelainan cerebrovaskular dan kardiovaskular lainnya.[3]
Penting untuk mencegah aSAH karena ruptur dari aneurisma, karena itu diindikasikan
skrining untuk pasien dengan faktor risiko seperti riwayat keluarga aSAH, penyakit genetik,
dan sebagainya. Skrining dilakukan dengan mempertimbangkan faktor risiko dan faktor cost-
effective. Kemudian dari skrining dapat dipertimbangkan mengenai terapi yang sebaiknya
dilaksanakan pada pasien.[4]

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Unruptured Intracranial Aneurysm (UIA)


2.1.1. Epidemiologi
Pada umumnya UIA ditemukan secara tidak sengaja melalui pemeriksaan MRI yang
menjadi lebih sering digunakan. Aneurisma yang paling sering ditemukan secara tidak
sengaja tersebut umumnya memiliki diameter <7 mm dan asimtomatis. Prevalensi dari UIA
adalah sekitar 2,8% dengan mayoritas populasi yang memiliki UIA berusia di atas 30 tahun.
Angka prevalensi tersebut meningkat menjadi 3,5% melalui pemeriksaan dengan
menggunakan Magnetic Resonance Angiography. Prevalensi rata-rata pada populasi pria usia
50 tahun tanpa memiliki penyakit komorbid adalah 3,2%. Studi lain di China pada populasi
usia 35 sampai 75 tahun memberikan hasil prevalensi UIA sebanyak 7% berdasarkan
pemeriksaan MRA. Berdasarkan sebuah penelitian di Amerika Serikat, angka mortalitas dari
pasien yang dirawat inap karena UIA pada tahun 1986 sampai 1990 adalah 5,9%, dan
meningkat menjadi 6,3% pada tahun 1991 sampai 1995, dan menurun jauh menjadi 1,4%
pada tahun 1996 sampai 2001.[4]

2.1.2. Faktor Risiko


Faktor risiko dari terjadinya intracranial aneurysm (IA) dapat dibagi menjadi 3 yaitu
risiko terjadinya aneurisma, risiko berkembang dan perubahan morfologi aneurisma, dan
risiko aneurisma pecah. Secara menyeluruh, populasi dengan jenis kelamin perempuan,
merokok berlebih, riwayat konsumsi alkohol berlebih, memiliki hipertensi yang tidak
terkontrol, dan dengan riwayat penyakit cerebrovaskular sebelumnya seperti stroke atau
transient inchemic attack berada pada posisi yang lebih rentan akan terjadinya perburukan
aneurisma. Faktor risiko terjadinya aneurisma yang tidak dapat dimodifikasi adalah
bertambahnya usia, dengan puncak kejadian UIA pada usia 50 sampai 60 tahun, dan jenis
kelamin wanita, dimana prevalensi UIA lebih banyak dalam seluruh kelompok usia.
Beberapa kelainan yang menyababkan meningkatkan risiko UIA adalah penyakit ginjal
polikistik, sindrom Marfan, neurofibromatosis tipe 1, sindrom Klinefelter, dan malformasi
arteriovenous intrakranial. Pasien dengan kondisi autosomal dominan polikistik ginjal
memiliki risiko IA 3 sampai 14 kali lebih banyak. Faktor risiko lainnya adalah riwayat
aneurisma pada anggota keluarga tingkat pertama, riwayat aneurisma pada >2 orang pada
keluarga besar, dan riwayat SAH pada keluarga. Pola herediter dari aneurisma diduga berupa

3
autosomal dominan pada kromosom 1p34.3-p36.13, 7q11, 19q13.3, dan Xp22. Faktor risiko
yang dapat dimodifikasi dari IA adalah merokok, hipertensi yang apabila tidak terkontrol
dapat menyebabkan pecahnya aneurisma, dan konsumsi alkohol berlebih. Penggunaan
kontrasepsi oral estrogen dosis tinggi diasosiasikan dengan meningkatnya prevalensi IA dan
aSAH. Faktor risiko dari timbulnya aneurisma ≥ 2 berupa jenis kelamin perempuan,
merokok, hipertensi, riwayat penyakit keluarga cerebrovaskular, dan terapi hormon setelah
menopause. Aneurisma dengan morfologi bottleneck, rasio ukuran aneurisma dengan
pembuluh darah utamanya yang besar, atau dengan ukuran aneurisma > 7 mm cederung
memiliki risiko yang tinggi untuk pecah dan menyebabkan aSAH.[4]

2.1.3. Manifestasi Klinis


Diagnosis UIA umumnya ditegakkan ketika evaluasi perdarahan dari aneurisma lain,
sakit kepala, penyakit cerebrovaskular iskemia atau transient ischemic attack, kelumpuhan
saraf kranial, kejang, gejala mass effect, perdarahan subdural dan intraserebral, dan tumor
otak. Aneurisma simtomatik tersebut memiliki risiko untuk pecah 4 kali lebih banyak.
Beberapa studi menunjukkan bahwa penanganan dari UIA dapat memeperingan gejala sakit
kepala dan kelumpuhan saraf kranial. Adanya kelumpuhan saraf kranial III secara mendadak
merupakan indikasi dari adanya pembesaran dan kemungkinan pecahnya aneurisma yang
membutuhkan penangan cepat. Aneurisma yag ditemukan setelah kejadian stroke atau
transient ischemic attack dengan thrombus intrasacular yang terletak pada bagian proksimal
dari area yang iskemia menimbulkan pertimbangan untuk dilakukannya tata laksana lebih
lanjut.[4]

2.1.4. Diagnosis/Pencitraan
2.1.4.1. Digital Subtraction Angiography (DSA)

DSA adalah baku emas untuk diagnosis aneurisma. Penelitian telah membuktikan
sensitivitas yang besar pada DSA terutama pada aneurisma yang lebih kecil dari 3mm.[5-7]
Walaupun DSA tetap adalah baku emas, perlu diingat bahwa arteriografi kateter memiliki
risiko walau kecil. Komplikasi yang mungkin terjadi termasuk kejadian contrast-related,
infark serebral, ruptur aneurisma, cedera arteri, dll.[8-9] Data sementara menunjukkan
komplikasi neurologis permanen pada pasien aneurisma serebral, SAH, dan AVM (0.07%).
Selain itu ada potensi untuk risiko radiasi, akan tetapi pada angiografi diagnostik, risikonya
kecil. Radiasi invasif dan kumulatif membuat DSA jarang digunakan untuk follow-up.

4
Namun, DSA follow-up selektif digunakan untuk menangani aneurisma memiliki risiko yang
rendah.[10-11]

2.1.4.2. Computed Tomography / Angiography

Umumnya sensitivitas, spesifitas, dan akurasi deteksi aneurisma dengan scanner


generasi modern sangat tinggi dibandingkan dengan DSA dengan akuisisi rotasional 3D. CT
sangat berguna dalam mengidentifikasi kalsifikasi dinding dan trombus, yang mana dapat
memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan tatalaksana. CTA terbatas oleh artifak dari
tulang dan metal (coils, sten, klip).[12-15]

2.1.4.3. Magnetic Resonance Imaging / Angiograpghy

Pencitraan aneurisma tipikalnya menggunakan metode kontras. Ukuran aneurisma


mempengaruhi sensitivitas, aneurisma >3 mm memiliki sensitivitas 89%, sebagai metode
skrining UIA, MRA sangat berguna untuk aneurisma >3 mm. Analisis terbaru menunjukkan
aneurisma ≤5 mm menunjukkan akurasi 96.4%-97.3%. Dengan level akurasi ini dan
menggunakan protokol yang pantas, aneurisma yang kecil seharusnya dapat terdeteksi.[16-20]

Dalam follow-up dari UIA yang telah ditangani, MRA adalah pilihannya karena
sensitivitas yang tinggi untuk aneurisma residual. Selain itu MRA tidak memiliki artifak
sebanyak CT, tidak seinvasif DSA, dan radiasinya minimal. MRA juga adalah alternatif
efektif untuk follow-up noninvasif baik untuk aneurisma yang sudah ditangani maupun yang
belum. MRA dengan kontras pada aneurisma post-coiled menunjukkan sensitivitas 92% dan
spesifisitas 96% dalam mendeteksi aneurisma residual, lebih tinggi jika dibandingkan dengan
DSA. Namun, hasil kecurigaan artifak pada MRA dapat merendahkan estimasi ukuran
aneurisma residual atau rekuren yang seharusnya. DSA formal dapat menentukan kebutuhan
tatalaksana.[21-29]

2.1.4.4. Analisis dan Pelaporan

Pencitraan apapun yang dipilih, analisis dibutuhkan untuk menentukan tatalaksana


dan follow-up dari UIA. Penentuan metode pengobatan melibatkan ukuran leher, neck-to-
dome, ukuran 3 dimensi, dan hubungan aneurisma dengan pembuluh darah sekitar. Untuk
aneurisma yang telah ditangani, ukuran, deskripsi dari residu dan perubahan pembuluh darah

5
asal adalah hal yang perlu diperhatikan , bersama dengan identifikasi dari perkembangan
aneurisma baru.[5]

Kebutuhan follow-up untuk aneurisma masih tidak pasti. Namun pada aneurisma
ruptur, follow-up diindikasikan. Pada praktiknya, aneurisma ruptur dengan clipping yang
adekuat, pencitraan follow-up sering tidak dilakukan, atau terbatas pada angiografi peri-
operatif. Untuk aneurisma yang ditangani secara endovaskular, karena aneurisma residual
atau rekuren lebih umum terjadi, pencitraan sering dilakukan pada 6 bulan atau 1 tahun
setelah tatalaksana. Timing dari follow-up berikutnya bervariasi, dan tergantung pada status
oklusi dari follow-up pertama dan dini, begitu juga dengan kondisi dari pasien. Namun, pada
aneurisma residual setelah coiling, follow-up jangka panjang diindikasikan karena dapat
terjadi pendarahan terlambat dan rekurensi aneurisma. Pada ISAT, risiko pendarahan rekuren
sedikit lebih tinggi pada aneurisma dengan coiling daripada clipping, tetapi risiko keduanya
sangat kecil. Rerata tahunan pendarahan pada aneurisma besar dan raksasa adalah 1.9%. Ada
bukti bahwa karakteristik tertentu, seperti lebar leher yang lebih besar, aneurisma besar, dan
penanganan parsial, memiliki kaitan dengan rekurensi.[5,21-26]

2.1.4.5. Diagnosis / Pencitraan: Rekomendasi

1. DSA dapat berguna dibandingkan dengan pencitraan non invasif untuk identifikasi dan
evaluasi aneurisma otak jika perawatan bedah atau endovaskular sedang dipertimbangkan
(Kelas IIa; Tingkat Bukti B).
2. DSA layak sebagai pencitraan paling sensitif untuk follow-up aneurisma yang diobati
(Kelas IIa; Tingkat Bukti C).
3. CTA dan MRA berguna untuk mendeteksi dan follow-up UIA (Kelas I; Tingkat Bukti B).
4. Pantas untuk melakukan MRA sebagai alternatif untuk tindak lanjut aneurisma yang
diobati, DSA digunakan seperlunya ketika memutuskan terapi (Kelas IIa; Tingkat Bukti C).
5. Aneurisma coiled, terutama dengan diameter leher atau kubah yang lebih luas atau yang
memiliki residu, harus follow-up dievaluasi (Kelas I; Tingkat Bukti B). Waktu dan durasi
follow-up tidak pasti, dan penyelidikan tambahan diperlukan.
6. Pentingnya pencitraan surveilans setelah perawatan endovaskular dari UIA yang tidak
memiliki fitur risiko tinggi untuk rekuren masih belum jelas, tetapi pencitraan pemantauan
mungkin diindikasikan (Kelas IIa; Tingkat Bukti C).

6
2.1.4.6. Skrining
Keputusan untuk skrining aneurisma belum ruptur dengan CTA atau MRA yang
noninvasif tergantung pada pasien dengan pertimbangan. Klinisi sebaiknya
mempertimbangkan prevalensi aneurisma yang berkaitan dengan karakteristik tertentu
(misalnya pada kelainan genetik), morbiditas penyakit, skrining yang cost-effective dan dapat
diakses, seperti kesediaan, risiko rendah dan penanganan yang efektif, serta pengertian
pasien, begitu juga dengan stress dan kecemasan yang dapat berkaitan dengan deteksi UIA.
Skrining untuk aneurisma belum ruptur sebaiknya dilakukan pada keluarga dengan >1 orang
dengan intracerebral aneurysm (IA). Selain itu juga pada pasien dengan riwayat keluarga IA
dan bukti penyakit ginjal polikistik autosomal dominan, Ehlers-Danlos tipe IV (subtipe
vaskular), atau microcephalic osteodysplastic primordial dwarfism. Pada orang dengan
kondisi dimana ada peningkatan munculnya IA, seperti koarktasio aorta atau katup bikuspid
aorta, kemungkinan deteksi aneurisma pada tingkat relatif pertama pada orang dengan SAH
sporadik adalah ≈4%, dengan risiko lebih tinggi pada saudara dibanding anak-anak dari
pasien. Pada guideline AHA mengenai tatalaksana SAH menunjukkan bahwa pantas untuk
menawarkan skrining noninvasif kepada relatif tingkat pertama dari orang dengan SAH,
namun risiko dan keuntungan dari pendekatan ini masih tidak pasti.[30-34]
Dalam evaluasi cost-effectiveness dari skrining untuk IA asimptomatik, biaya
seharusnya seimbang dengan risiko, konsekuensi, dan biaya dari aneurisma ruptur yang
belum ditangani. Beberapa asumsi harus dikendalikan untuk memperkirakan cost-
effectiveness: kemungkinan deteksi aneurisma oleh pencitraan noninvasif pada populasi,
sensitivitas dan spesifisitas dari pencitraan noninvasif, risiko angiografi intra-arterial, risiko
ruptur pada pasien dengan aneurisma terdeteksi yang ditatalaksana secara medis, tatalaksana
yang agresif (contoh: berhenti merokok), morbiditas dan mortalitas berkaitan dengan clipping
atau coiling dari UIA pada kasus yang mana aneurisma dapat ditangani dengan metode lain,
dan risiko dari ruptur setelah intervensi. Walaupun tidak ada model cost-effectiveness yang
termasuk data dari variabel tersebut, penelitian terbaru membuktikan rekomendasi untuk
melakukan skrining pada individu dengan ≥2 relatif tingkat pertama dengan SAH. Skrining
yang optimal menurut model penulis adalah setiap 7 tahun dengan kisaran usia 20-80 tahun
dapat memberikan batas cost-effectiveness $20000 per quality-adjusted life-year (QALY).[35-
37]

Skrining: Rekomendasi

7
1. Pasien dengan ≥2 anggota keluarga dengan IA atau SAH harus ditawarkan skrining
aneurisma oleh CTA atau MRA. Faktor risiko yang memprediksi risiko sangat tinggi
terjadinya aneurisma di keluarga tersebut termasuk riwayat hipertensi, merokok, dan
jenis kelamin perempuan (Kelas I; Tingkat Bukti B).
2. Pasien dengan riwayat penyakit ginjal polikistik autosomal dominan, terutama mereka
yang memiliki riwayat keluarga IA, harus ditawarkan skrining oleh CTA atau MRA
(Kelas I; Tingkat Bukti B), dan itu wajar untuk menawarkan CTA atau MRA kepada
pasien dengan koarktasio aorta dan pasien dengan microcephalic osteodysplastic
primordial dwarfism (Kelas IIa; Tingkat Bukti B).

2.1.5. Natural History


Sejumlah besar penelitian telah mengevaluasi risiko ruptur UIA. Penelitian ISUIA
dan UCAS Japan adalah penelitian yang didesain dengan paling hati-hati. Pada fase pertama,
Ditemukan bahwa di antara pasien tanpa riwayat SAH, riwayat rupturnya adalah 0.05% per
tahun untuk aneurisma berdiameter <10 mm dan ≈1% per tahun untuk aneurisma yang lebih
besar. Fase dua ISUIA mempelajari pasien dengan aneurisma belum ruptur, ditemukan
bahwa pasien tanpa riwayat SAH dan tidak ada ruptur pada aneurisma dengan diameter <7
mm di daerah anterior sirkulasi, dan risiko aneurisma di sirkulasi posterior atau komunikans
posterior adalah 2.5%. Riwayat SAH bukanlah prediktor untuk ruptur untuk aneurisma
berdiameter >7 mm, risiko ruptur lebih tinggi dengan aneurisma yang lebih besar.[38]

Data natural history dari ISUIA telah dikritik karena beberapa alasan. Pertama,
jumlah pasien dalam kategori tertentu kecil, sehingga beberapa perkiraan risiko ruptur tidak
tepat. Kedua, meskipun beberapa prediktor ruptur tidak dikonfirmasi pada fase kedua
penelitian. Ketiga, meskipun proporsi pasien yang menjalani prosedur intervensi sangat
bervariasi, secara umum, ahli bedah atau radiologis hanya akan menangani pasien dengan
risiko ruptur yang rendah secara konservatif, karena itu, bias seleksi dapat mengubah profil
risiko peserta yang terlibat. Keempat, diferensial follow-up dan bias dapat mengubah rates,
dan beberapa hasil peristiwa mungkin terlewatkan. Terlepas dari ini dan keterbatasan lainnya,
ISUIA tetap menjadi salah satu studi yang paling ketat dan paling besar dari natural history
UIA yang mencakup pasien keturunan Eropa.[4]

Penelitian prospektif baru-baru ini dari Jepang diikuti 374 pasien dengan 448
aneurisma unruptured <5 mm dengan rata-rata 41 bulan. Risiko ruptur adalah 0,5% per tahun,

8
dengan usia yang lebih muda, ukuran aneurisma yang lebih besar, hipertensi, dan variasi
aneurisma menjadi prediktor ruptur. Semua ruptur terjadi pada mereka dengan aneurisma
sirkulasi anterior, dan kebanyakan terjadi pada mereka yang tidak memiliki riwayat SAH atau
riwayat keluarga, sehingga risiko sangat rendah dari ruptur pada kelompok-kelompok
penelitian ISUIA tidak dapat dikonfirmasi. Namun, pasien adalah keturunan Jepang, dan
tidak jelas apakah data tersebut dapat secara valid dibandingkan dengan penelitian yang
mengevaluasi pasien keturunan Eropa. Sebuah penelitian kecil kedua dari Jepang termasuk
419 pasien dengan 529 aneurisma belum ruptur diikuti selama rata-rata 2,5 tahun dan
menemukan tingkat ruptur 1,4% per tahun.[4]

Ukuran aneurisma yang lebih besar, lokasi posterior, dan riwayat SAH semuanya
faktor risiko independen untuk ruptur. Tingkat ruptur pada yang tidak memiliki riwayat SAH
dan ukuran <5 mm adalah 0,6% per tahun. Risiko ruptur tahunan dalam kelompok ini tidak
dilaporkan tetapi lebih tinggi dari kelompok sebanding di ISUIA. Tidak jelas apakah
kegagalan untuk mengonfirmasi risiko ruptur yang sangat rendah di subkelompok ini dalam 3
studi Jepang ini mencerminkan perbedaan karakteristik aneurisma dan risiko SAH pada orang
keturunan Jepang atau apakah itu merupakan kegagalan validasi ISUIA. Keterbatasan
penelitian kohort Jepang dan ISUIA adalah follow-up rata-rata yang relatif singkat; semua 3
penelitian memiliki tindak lanjut rata-rata ≤4,1 tahun.[4]

Banyak penelitian lain tentang riwayat alami aneurisma belum ruptur telah
dipublikasikan. Banyak penelitian yang diterbitkan antara tahun 1966 dan 2005 yang
bervariasi. Secara keseluruhan, tingkat ruptur tahunan adalah 1,2% untuk penelitian dengan
rata-rata follow-up <5 tahun, 0,6% untuk mereka dengan follow-up rata-rata 5 hingga 10
tahun, dan 1,3% untuk mereka dengan rata-rata tindak lanjut >10 tahun. Beberapa faktor
risiko untuk ruptur diidentifikasi, termasuk usia >60 tahun, jenis kelamin perempuan, Jepang
atau keturunan Finlandia, aneurisma simptomatik, diameter >5 mm, dan sirkulasi posterior
aneurisma. Tingkat ruptur tahunan keseluruhan untuk aneurisma <7 mm adalah 0,4%. Data
yang dipublikasikan terbatas, sehingga meta-analisis tidak dapat mengevaluasi lebih dari 1
faktor risiko pada satu waktu.[39]

Meskipun ISUIA membuktikan cara untuk stratifikasi risiko dari ukuran dan lokasi
aneurisma pada saat penemuan, risiko aneurisma yang dapat berubah ukuran dari waktu ke
waktu belum dapat teratasi, karena pencitraan ulang tidak diperlukan. Beberapa penelitian
melaporkan peningkatan risiko perdarahan spontan dari aneurisma dengan pertumbuhan yang

9
terdokumentasi dari waktu ke waktu. Sebuah studi baru-baru ini melaporkan peningkatan
risiko perdarahan spontan dari aneurisma dengan pertumbuhan yang didokumentasikan pada
serial MRA. Penulis mengevaluasi 1002 pasien dengan 1.325 aneurisma diikuti oleh MRA
serial rutin. Mereka memperkirakan bahwa 90,3% dari aneurisma yang berkembang akan
terdeteksi sebelum perdarahan dengan skrining yang dilakukan pada interval 6 bulan. Seperti
pada penelitian lain, beberapa aneurisma yang sedang tumbuh diobati sebelum ruptur. Oleh
karena itu, pemeriksaan rutin oleh teknik pencitraan vaskular non-invasif untuk mendeteksi
pertumbuhan aneurisma dapat diindikasikan, dan pengobatan aneurisma dengan pertumbuhan
dapat didokumentasikan. [40-41]

Natural History: Rekomendasi

1. Riwayat aSAH sebelumnya dapat dianggap sebagai faktor risiko independen


untuk perdarahan sekunder di masa depan untuk aneurisma belum ruptur kecil
yang berbeda (Kelas IIb; Tingkat Bukti B).
2. Pasien dengan aneurisma dengan pembesaran yang terdokumentasi selama
masa follow-up harus ditawarkan pengobatan dengan absensi komorbid
prohibitif (Kelas I; Tingkat Bukti B).
3. Pengobatan UIA pada pasien dengan riwayat keluarga IA pantas dilakukan,
bahkan dalam aneurisma pada ukuran yang lebih kecil daripada IA yang
terjadi secara spontan (Kelas IIa; Tingkat Bukti B).

2.1.6. Tata Laksana


2.1.6.1. Operasi Clipping
Pasien yang datang dengan keluhan kelainan neurologis akut seperti kelainan saraf
okulomotor merupakan indikasi untuk dilakukannya tatalaksana dengan segera karena hal
tersebut menandakan adanya perkembangan aneurisma dengan risiko pecah dan perdarahan.
Salah satu tatalaksana yang dapat dilakukan adalah operasi clipping.[42] Dalam melakkukan
operasi, disarankan untuk tidak menggunakan fixed brain retractor. Teknik operasi yang saat
ini sering digunakan adalah teknik key hole karena hanya butuh membuat bukaan yang kecil
pada tengkorak dan insisi dilakukan dengan meminimalisir manipulasi pada jaringan lunak
ataupun otak.[43]
Dalam pelaksanaan operasi clipping, dapat dilakukan pemeriksaan untuk menilai
kondisi aneurisma secara intraoperatif melalui angiografi biasa, intravenous idocyanine green

10
video angiography, Doppler sonografi, atau ultrasonic flowmetry. Angiografi dapat
membantu menilai kondisi aneurisma atau menilai patensi dari cabang pembuluh darah
sehingga clipping dapat disesuaikan.[44] Dengan teknik intravenous idocyanine green video
angiography, operator bisa mendapatkan visualisasi dari perforasi dan patensi pembuluh
darah dengan cepat. Teknik ini dilakukan dengan menginjeksi zat kontras dengan cepat yang
akan divisualisasi melalui mikroskop operasi.[45]
Berdasarkan sebuah studi yang mengamati keefektifan dari clipping jangka panjang
membuktikan 91,8% pasien mengalami total oklusi pada anrurisma setelah clipping, 3,9%
masih memiliki sisa leher dari aneurisma, dan 4,3% memiliki aneurisma yang tidak terhambat
sempurna. Sementara itu, dalam jangka waktu sekitar 1,2 tahun terdapat rata - rata kasus
perdarahan 3.[46] Risiko untuk terjadinya aneurisma berulang tergolong rendah namun dapat
terjadi bila clipping aneurisma tidak dilakukan dengan sempurna sehingga disarankan untuk
melakukan pemeriksaan imaging ulang dalam 5 sampai 10 tahun dan dalam 20 tahun pada
pasien yang lebih muda. Risiko dari operasi clipping sangat ditentukan oleh ukuran dan
lokasi dari aneurisma. Aneurisma dengan ukuran >12 mm memiliki prognosis yang buruk
dengan timbulnya gejala mass effect dari penekanan saraf kranial. Dengan ukuran yang
berkisar sama, aneurisma pada sirkulasi posterior memiliki tingkat morbiditas yang lebih
tinggi dibanding dengan yang terletak pada sirkulasi anterior, Risiko perburukan setelah
operasi clipping dapat bertambah bila ditemukan kalsifikasi, trombus, dan bentuknya yang
tidak sakular.[47] Pasien berusia di atas 50 tahun atau memiliki riwayat gejala iskemia yang
bersumber dari aneurisma atau bukan cenderung memiliki prognosis yang lebih buruk.
Maka, dapat disimpulkan bahwa operasi clipping diasosiasikan dengan morbiditas
perioperatif yang lebih tinggi namun memiliki tingkat obliterasi aneurisma yang tinggi dan
rekurensi yang rendah. Aneurisma pada middle cerebral artery disarankan untuk
ditatalaksana dengan operasi clipping.
Dalam tatalaksana UIA melalui operasi clipping, rekomendasi dari American Heart
Association (AHA) / American Stroke Association (ASA) antara lain[4]:
1. Beberapa faktor seperti usia dan lokasi bersama ukuran dari aneurisma harus
digunakan dalam mempertimbangkan tatalaksana clipping.
2. Pengambilan gambar setelah operasi berguna untuk menilai kondisi penutupan
aneurisma.
3. Follow-up jangka panjang setelah operasi clipping berguna untuk menilai munculmya
aneurisma di tempat lain atau adanya rekurensi terutama pada pasien yang
aneurismanya tidak tertutup total.

11
4. Tatalaksana operasi clipping dari UIA disarankan untuk dilakukan di tempat yang
sudah sering menangani kasus tersebut.
5. Penggunaan alat atau teknik tertentu selama operasi disarakn untuk menghindari
gangguan pada pembuluh darah atau sisah aneurisma.

2.1.6.2. Intervensi Endovaskular


Pilihan lain dalam tatalaksana UIA adalah dengan intervensi endovaskular tanpa
pembedahan dengan mengoklusi aneurisma menggunakan coil, stent assieted coiling, atau
teknik balloon remodelling. Tatalaksana dengan menggunakan coil terbukti lebih aman
dilakukan untuk pasien usia >50 tahun dibandingkan dengan operasi clipping.[48] Penggunaan
metode stent assisted coiling dan balloon remodelling dapat memberikan hasil densitas
packing yang lebih kuat dibanding coilling endosakular saja.[49] Namun, penggunaan teknik
balloon remodelling memiliki risiko iskemia serebral yang tinggi.[50] Dalam prosedur
pemasangan balloon pada arteri, ethylene vinyl copolimer densitas tinggi akan diinjeksikan ke
dalam aneurisma melalui mikrokateter.[51] Penggunaan stent dengan tipe porositas yang lebih
rendah dapat mengalihkan aliran darah dari aneurisma dan berperan sebagau kerangka untuk
neointima tumbuh pada permukaan muara aneurisma.[52]
Risiko perdarahan dari prosedur coiling pertahunnya ada sekitar 0,2%. Berdasarakan
sebuah penelitian, risiko timbulnya komplikasi dari prosedur coiling ada pada sekitar 4,8%
kasus, hasil oklusi aneurisma yang memuaskan pada 86,1% kasus, dan timbulnya aneurisma
kembali atau timbul kembali sekitar 24,4% selama 0,4 sampai 3,2 tahun pengamatan. Dapat
disimpulkan bahwa prosedur coiling tergolong aman.[53]
Prosedur coiling umumnya tidak dapat dilakukan pada aneurisma yang terletak pada
bifurkasi middle cerebral artery dan kegagalan coiling sering terjadi lebih sering pada
aneurisma yang berukuran 1 sampai 6 mm. Selama prosedur, pasien akan diberikan
antikoagulasi. Risiko pecahnya aneurisma selama prosedur ada pada sekitar 2,6% kasus
dimana 50%-nya bersifat asimtomatis. Komplikasi setelah tatalaksana yang sering terjadi
adalah thromboembolisma dimana pada 5,4% timbul kelainan neurologis yang 2,6%-nya
berdifat permanen dan 0,9%-nya dapat menyebabkan kematian. Sekitar 96% pasien yang
ditangani dengan prosedur coiling tetap memiliki nilai modified Rankin Score (mRS) 0, 4%
memiliki nilai mRS 2, dan 0,2% memiliki nilai mRS 3. Komplikasi - komplikasi tersebut
lebih banyak terjadi pada pasien yang berusia >60 tahun.[54]
Kemungkinan terjadinya rekanalisasi lebih besar pada aneurisma yang sebelumnya
sudah pecah dibanding dengan UIA.[55] Namun, rekanalisasi sering terjadi pada UIA di

12
bifurkasi middle cerebral artery, pada artery karotis, dan pada basilar artery termini. Dengan
adanya kemungkinan rekanalisasi, disarankan untuk pasien usia <40 tahun untuk melakukan
operasi clipping.[56] Penggunaan pelapis seperti asam poliglikolik, asam poliglikolik-laktat,
atau hydrogel pada coil untuk augmentasi aneurisma terbukti tidak menguntungkan dan
menaikkan biaya modal.[57]
Hampir seluruh prosedur neurointerventional tergolong pada kategori prosedur
fluoroskopi paparan tinggi yang karsinogenik. Dalam tatalaksana aneurisma dengan
membutuhkan x-ray fluoroskopi. Paparan radiasi yang signifikan dapat terjadi selama 30
menit fluoroskopi Digital Subtraction Angiography (DSA).[58] Maka dari itu, dibutuhkan
penelitian lebih lanjut mengenai risiko paparan radiasi pada prosedur tatalaksana aneurisma.
Tatalaksana dengan intervensi endovaskular juga lebih disarankan untuk aneurisma pada
apex basilar dan vertebrobasilar.
Dalam tatalaksana UIA melalui intervensi endovaskular, rekomendasi dari American
Heart Association (AHA) / American Stroke Association (ASA) antara lain[4]:
1. Endoluminal flow diversion merupakan teknik tatalaksana baru yang dapat digunakan
pada beberapa kasus khusus.
2. Pemakaian coil dengan lapisan tidak memberikan keuntungan lebih dibandingkan
dengan coil metal tanpa lapisan.
3. Tatalaksana operasi endovaskular dari UIA disarankan untuk dilakukan di tempat
yang sudah sering menangani kasus tersebut.
4. Risiko radiasi dari prosedur harus dijelaskan secara eksplisit saat inform consent.

2.1.6.3. Tatalaksana tanpa Operasi Clipping atau Intervensi Endovaskular


Pasien yang tidak ditangani dengan intervensi endovaskular ataupun operasi clipping
disarankan untuk melakukan follow up radiografik. Aneurisma akan terus berkembang secara
interval yang merupakan risiko terjadinya aSAH. Follow up dilakukan 6 sampai 12 bulan
setelah penemuan aneurisma dengan CTA atau MRA. Apabila hasilnya stabil, maka follow
up dapat dilakukan setiap 1 atau 2 tahun.[59] TOF MRA tidak membutuhkan zat kontras
intravena dan tidak mengeluarkan paparan radiasi x-ray sehingga merupakan pilihan utama
yang tepat untuk melakukan follow up rutin. Alternatif untuk pasien dengan kontraindikasi
pemakaian MRA atau dengan aneurisma yang sulit di visualisasi dapat menggunakan CTA.
Dalam tatalaksana UIA melalui tanpa operasi clipping atau intervensi endovaskular,
rekomendasi dari American Heart Association (AHA) / American Stroke Association (ASA)
antara lain[4]:

13
1. Pasien yang ditangani tanpa prosedur invasif, seperti operasi clipping atau intervensi
endovaskular, perlu dilakukan follow up dengan MRA atau CTA secara rutin.
2. Follow up pertama dilakukan pada 6 sampai 12 bulan pertama setelah penemuan
aneurisma dan dilanjutkan dengan follow up tahunan.
3. Pasien tanpa kontraindikasi MRI dapat dipertimbangkan untuk melakukan follow up
jangka panjang berkala dengan TOF MRA dan bukan CTA.

2.2. Subarachnoid hemorrhage akibat Ruptured Aneurysm (aSAH)


2.2.1. Epidemiologi
Walaupun kasus fatal dari aneurysmal subarachnoid hemorrhage (aSAH) tergolong
tinggi di seluruh dunia, tingkat mortalitas dari aSAH telah menurun pada 25 tahun terakhir.
Sebuah penelitian di Amerika melaporkan penurunan 1% per tahun sejak tahun 1979-1994.
Jenis kelamin dan variasi rasial juga berpengaruh, dimana pada beberapa penelitian tingkat
mortalitas lebih tinggi pada wanita dibanding pria, dan lebih tinggi pada orang kulit hitam,
Amerika-India/ penduduk asli Alaska, dan penduduk Asia pasifik dibandingkan dengan orang
kulit putih. [78-81]

Penelitian oleh WHO (World Health Organization) menunjukkan adanya 10-kali


variasi pada insiden tahunan (age-adjusted) pada negara-negara di Eropa dan Asia, dari 2.0
kasus per 100.000 populasi di Cina hingga 22.5 kasus per 100.000 di Finlandia. Peninjauan
sistematik setelahnya mendukung tingginya insiden aSAH di Finlandia dan Jepang, insiden
rendah di Amerika Selatan dan Tengah, dan insiden sedang pada populasi dari daerah lain.
Tingkat kematian bervariasi, mulai dari 32% di US , 44% di Eropa dan 27% di Jepang. Pada
peninjauan sistematik berbasis populasi yang lebih terkini, insiden aSAH (age-adjusted) pada
negara menengah ke bawah ditemukan 2 kali lebih banyak dibanding negara dengan
pendapatan tinggi. Pada anak-anak, aSAH relatif tidak umum. Tingkat insiden meningkat
seiring bertambahnya usia anak-anak, dengan kisaran 0.18 hingga 2.0 per 100.000. Rata-rata
usia pasien dengan aSAH meningkat, yang berarti peningkatan usia memiliki pengaruh
terhadap tingkat kelangsungan hidup.[82-83]

2.2.2 Faktor Resiko


Faktor resiko terjadinya subarachnoid hemorrhage akibat rupture aneurisma (aSAH)
antara lain hipertensi, kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan simpatomimetik ,
aneurysma yang besar dan berlokasi pada posterior communicating artery (PCA) atau

14
vertebo-basilar system, riwayat adanya kejadian aSAH/ aneurisma sebelumnya pada pasien
atau keluarga terutama pada first degree family member. Aneurisma pada sirkulasi anterior
lebih mudah untuk rupture pada pasien berusia <55 tahun, aneurisma pada pada PCA lebih
sering rupture pada pria, dan ruptur aneurisma pada arteri basilar dikaitkan dengan konsumsi
alcohol. Aneurisma yang berukuran >7mm beresiko lebih tinggi untuk membesar dan terjadi
ruptur. Morfologi aneurisma seperti bentuk bottleneck dan rasio aneurisma dengan pembuluh
darah dihubungkan dengan resiko ruptur yang meningkat. Selain itu, kejadian aSAH
berkaitan dengan adanya significant life events seperti masalah finansial atau personal.
Kejadian aSAH tidak meningkat pada kehamilan.
Diet tinggi sayuran dikaitkan dengan risiko terjadinya stroke dan aSAH yang lebih
rendah.(61) Konsumsi kopi, teh, serta magnesium diasosiasikan dengan penurunan resiko
terjadinya stroke namun tidak mengubah risiko terjadinya aSAH.
Dalam mencegah terjadinya aSAH, rekomendasi dari American Heart Association
(AHA) / American Stroke Association (ASA) antara lain :
1. Pengobatan hipertensi dengan obat-obatan antihipertensif direkomendasikan untuk
mencegah terjadinya stroke iskemik, pendarahan intraserebral, dan kerusakan jantung dan
ginjal.
2. Penggunaan rokok dan konsumsi alkohol sebaiknya dihindari untuk menurunkan
resiko terjadinya aSAH.
3. Risiko ruptur aneurisma dilihat dari karakteristik,ukuran, dan lokasi aneurisma serta
keadaan pasien (umur dan status kesehatan).
4. Diet tinggi sayuran menurunkan resiko terjadinya aSAH.
5. Screening non-invasif dapat dilakukan pada pasien dengan riwayat aSAH atau adanya
riwayat keluarga (first degree) dengan aSAH.
6. Imaging serebrovaskular dilakukan segera setelah tatalaksana aneurisma.

2.2.3. Manifestasi Klinis


Aneursima intracranial umumnya bersifat asimptomatik hingga aneurisma tersebut
mengalami rupture. 80% pasien dengan aSAH mengeluh nyeri kepala yang tiba-tiba dan
(62)
dengan cepat mencapai intenstitas maksimal (thunderclap headache). Gejala lain seperti
mual dan muntah (77%), kaku pada leher (35%), kehilangan kesadaran (53%), fotofobia,
serta gejala neurologis fokal.(63) Kejang dapat terjadi pada 20% pasien setelah kejadian aSAH
terutama dalam 24 jam pertama pada aSAH ( terutama aneurisma pada middle cerebral
artery dan anterior communicating artery) dengan pendarahan intraserebral dan

15
hipertensi.(64,65) 10-43% pasien mengalami adanya nyeri kepala sentinel / warning sebelum
terjadi aSAH.(66,67) aSAH terutama terjadi saat pasien melakukan aktifitas atau dalam kondisi
stress.(68)

2.2.4. Diagnosis
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang menjadi gold
standard dalam diagnosis aSAH adalah CT-scan kepala non kontras.(69,70) Sensitivitas CT-
(70),
scan dalam 3 hari setelah aSAH sangat tinggi mendekati 100% setelah itu sensitivitas
akan menurun terutama setelah 5-7 hari dan pungsi lumbal dianjurkan untuk melihat adanya
xanthochromia. MRI dengan fluid-attenuated inversion recovery, proton density, gradient
echo sequences, dan Diffusion Weight Imaging (DWI) dapat digunakan ketika didapatkan
hasil CT-scan yang negatif namun kecurigaan klinis adanya aSAH tetap tinggi sehingga
pungsi lumbal dapat dihindari.
CT-angiography (CTA) dengan 64-slice scanner adalah alat yang akurat dalam
mendeteksi dan melihat karakteristik aneurisma pada aSAH akut, CTA juga berguna dalam
pemilihan tatalaksana aSAH berupa coil atau clipping. Kombinasi dari CT-scan non kontras
untuk mendiagnosis aSAH, CTA untuk melihat karakteristik aneurisma dan vasospasm, serta
catheter cerebral angiography untuk aneurysm embolization dan terapi endovascular untuk
vasospasm meningkatkan resiko radiasi.
Peran Magnetic resonance angiography (MRA) pada aSAH masih belum maksimal
karena banyaknya limitasi terutama karena sulitnya melakukan scanning MRA pada pasien
dengan kondisi sakit yang akut disertai waktu studi yang lebih lama dan biaya yang lebih
besar.
Dalam mendiagnosis aSAH, rekomendasi dari American Heart Association (AHA) /
American Stroke Association (ASA) antara lain :
1. aSAH adalah kondisi emergensi medis yang sering misdiagnosed sehingga kecurigaan
aSAH harus ada pada pasien dengan sakit kepala hebat yang akut.
2. Pemeriksaan CT-scan non kontras harus segera dilakukan pada pasien dengan
kecurgiaan aSAH tinggi, dilanjtkan dengan pemeriksaan pungsi lumbal apabila hasil CT-scan
negatif.
3. CTA dilakukan untuk melihat karakteristik aneurisma dan membantu untuk memilih
tatalaksana yang terbaik.

16
4. MRI dengan fluid-attenuated inversion recovery, proton density, gradient echo
sequences, dan Diffusion Weight Imaging (DWI) dapat digunakan ketika didapatkan hasil
CT-scan yang negatif namun kecurigaan klinis adanya aSAH tetap tinggi
5. Digital Subtraction Angiography (DSA) dengan 3-dimensional rotational
angiography diindikasikan untuk melihat aneurisma pada pasien aSAH (kecuali apabila
aneurisma tersebut dapat didiagnosa dengan angiogram non-invasif) dan untuk planning
treatment.

2.2.5. Tatalaksana
Surgical clipping dari aneurisma intracranial menjadi modalitas utama dalam
tatalaksana aneurisma sebelum tahun 1991 dimana Guglielmi melakukan oklusi aneurisma
melalui pendekatan endovaskuler dengan memakai coil.(71). Jika dibandingkan, risiko
terjadinya kematian dan disabilitas lebih tinggi pada microsurgery (31%) dibandingkan
(72)
dengan terapi endovaskuler (24%) , hal ini disebabkan oleh insidensi komplikasi yang
lebih tinggi dalam melaksanakan clipping (19%) jika dibandingkan dengan coiling (8%).
(73,74)
Namun insidensi terjadinya pendarahan berulang lebih tinggi pada terapi endovaskuler
(2.9%) dibandingkan pembedahan (open craniotomy) (0.9%), selain itu hanya 58%
aneurisma yang mengalami obliterasi setelah dilakukan coiling dibandingkan clipping (81%)
(75) (76)
, terutama pada aneurisma yang berukuran kecil (<3mm). Tingkat obliterasi tersebut
dapat ditingkatkan dengan pengunaan high-porosity stent, namun pengunaan stent tersebut
diasosiasikan dengan peningkatan komplikasi. Insidensi komplikasi meningkat akibat
perlunya pengunaan terapi dual antiplatelet preprosedural untuk mencegah thromboemboli
arterial.(77) Cara lain yang diterapkan untuk meningkatkan insidensi obliterasi komplit adalah
dengan menggunakan coil yang aktif secara biologis, bukan dengan coil platinum, namun
observasi lebih lanjut perlu dilakukan karena coil biologis tersebut tidak mempunyai
ketahanan yang baik. Terapi yang diberikan juga disesuaikan dengan faktor risiko dan status
pasien aSAH. Penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan usia lebih tua lebih cocok jika
diterapi dengan coiling daripada clipping.(72)
Dalam tatalaksana aSAH, rekomendasi dari American Heart Association (AHA) /
American Stroke Association (ASA) antara lain :
1. Clipping surgikal dan coiling endovaskuler harus dilakukan secepat mungkin di
mayoritas pasien untuk mengurangi insidensi pendarahan berulang paska aSAH.
2. Obliterasi komplit dari aneurisma direkomendasikan apabila memungkinkan

17
3. Penentuan dari terapi aneurisma seharusnya ditentukan secara multidisipliner oleh
dokter bedah cerebrovaskuler dan ahli endovaskuler, dimana ditentukan sesuasi karateristik
pasien dan aneurisma
4. Bagi pasien dnegan ruptur aneurisma yang dapat diterapi dengan coiling dan clipping
, coiling endovaskuler lebih direkomendasikan
5. Apabila tidak ada kontraindikasi, pasien yang menjalani coiling atau clipping
seharusnya mendapatkan follow-up pencitraan vaskuler (waktu dan modalitas disesusaikan
dengan pasien) dan sangat direkomendasikan untuk dilakukan terapi ulang jika ada remnan
yang signifikan secara klinis
6. Clipping microsurgical dapat diberikan rekomendasi lebih pada pasien dengan
hematoma intraparenkimal ukuran besar(>50ml) dan aneurisma middle cerebral artery.
Coiling endovaskuler lebih disarankan pada pasien dengan umur >70 tahun dan pada pasien
dengan klasifikasi WFNS IV/V dan dengan aneurisma di apex basilar
7. Pengunaan stent pada aneurisma yang telah ruptur diasosiasikan dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas sehingga hanya dipertimbangkan jika pilihan lain yang lebih tidak
berisiko tidak dapat dilakukan.

18
BAB III
KESIMPULAN

Pasien dengan IUA yang ditangani tanpa prosedur invasif, seperti operasi clipping
atau intervensi endovaskular, perlu dilakukan follow up dengan MRA atau CTA secara rutin
terutama pada 6 sampai 12 bulan pertama setelah penemuan aneurisma dan dilanjutkan
dengan follow up tahunan. Pasien yang tidak mempunyai kontraindikasi terhadap MRI dapat
dipertimbangkan untuk melakukan follow up jangka panjang berkala dengan TOF MRA dan
bukan CTA. Dalam mempertimbangkan tatalaksana clipping perlu dilihat berbagai faktor
seperti usia, lokasi, dan ukuran aneurisma. Operasi clipping diasosiasikan dengan morbiditas
perioperatif yang lebih tinggi namun memiliki tingkat obliterasi aneurisma yang tinggi dan
rekurensi yang rendah. Follow-up jangka panjang setelah operasi clipping berguna untuk
menilai munculmya aneurisma di tempat lain atau adanya rekurensi terutama pada pasien
yang aneurismanya tidak tertutup total.Tataklaksana dengan menggunakan coil terbukti lebih
aman dilakukan untuk pasien usia >50 tahun dibandingkan dengan operasi clipping. Dengan
adanya kemungkinan rekanalisasi, disarankan untuk pasien usia <40 tahun untuk melakukan
operasi clipping.
Pada pasien dengan aSAH, clipping surgikal dan coiling endovaskuler harus
dilakukan secepat mungkin di mayoritas pasien untuk mengurangi insidensi pendarahan
berulang paska aSAH. coiling endovaskuler lebih direkomendasikan bagi pasien dnegan
ruptur aneurisma yang dapat diterapi dengan coiling dan clipping. Clipping microsurgical
dapat diberikan rekomendasi lebih pada pasien dengan hematoma intraparenkimal ukuran
besar(>50ml) dan aneurisma middle cerebral artery. Coiling endovaskuler lebih disarankan
pada pasien dengan umur >70 tahun dan pada pasien dengan klasifikasi WFNS IV/V dan
dengan aneurisma di apex basilar. Apabila tidak ada kontraindikasi, pasien yang menjalani
coiling atau clipping seharusnya mendapatkan follow-up pencitraan vaskuler (waktu dan
modalitas disesusaikan dengan pasien) dan sangat direkomendasikan untuk dilakukan terapi
ulang jika ada remnan yang signifikan secara klinis.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Kocer N. Giant Intracranial Aneurysms: A Case-Based Atlas of Imaging and


Treatment. Cham: Springer International Publishing; 2016.
2. Ringer A. Intracranial aneurysms. Academic Press; 2018.
3. Huhtakangas J, Lehto H, Seppä K, Kivisaari R, Niemelä M, Hernesniemi J et al.
Long-Term Excess Mortality After Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. Stroke.
2015;46(7):1813-1818.
4. Thompson B, Brown R, Amin-Hanjani S, Broderick J, Cockroft K, Connolly E et al.
Guidelines for the Management of Patients With Unruptured Intracranial Aneurysms.
Stroke. 2015;46(8):2368-2400.
5. Meyers PM, Schumacher HC, Higashida RT, Derdeyn CP, Nesbit GM, Sacks D,
Wechsler LR, Bederson JB, Lavine SD, Rasmussen P. Reporting standards for
endovascular repair of saccular intracra- nial cerebral aneurysms. Stroke.
2009;40:e366–e379. doi: 10.1161/ STROKEAHA.108.527572.
6. Delgado Almandoz JE, Jagadeesan BD, Refai D, Moran CJ, Cross DT 3rd, Chicoine
MR, Rich KM, Diringer MN, Dacey RG Jr, Derdeyn CP, Zipfel GJ. Diagnostic yield
of computed tomography angiography and magnetic resonance angiography in
patients with catheter angiography- negative subarachnoid hemorrhage. J Neurosurg.
2012;117:309–315. doi: 10.3171/2012.4.JNS112306.
7. Yu DW, Jung YJ, Choi BY, Chang CH. Subarachnoid hemorrhage with negative
baseline digital subtraction angiography: is repeat digital sub- traction angiography
necessary? J Cerebrovasc Endovasc Neurosurg. 2012;14:210–215. doi:
10.7461/jcen.2012.14.3.210.
8. Jackson A, Stewart G, Wood A, Gillespie JE. Transient global amnesia and cortical
blindness after vertebral angiography: further evidence for the role of arterial spasm.
AJNR Am J Neuroradiol. 1995;16(suppl):955–959.
9. Saitoh H, Hayakawa K, Nishimura K, Okuno Y, Teraura T, Yumitori K, Okumura A.
Rerupture of cerebral aneurysms during angiography. AJNR Am J Neuroradiol.
1995;16:539–542. 320. doi: 10.1161/01.STR.30.2.317.
10. Ferns SP, Majoie CB, Sluzewski M, van Rooij WJ. Late adverse events in coiled
ruptured aneurysms with incomplete occlusion at 6-month angio- graphic follow-up.
AJNR Am J Neuroradiol. 2010;31:464–469. doi: 10.3174/ajnr.A1841.
11. Ringer AJ, Lanzino G, Veznedaroglu E, Rodriguez R, Mericle RA, Levy EI, Hanel
RA, Lopes DK, Boulos AS. Does angiographic surveillance pose a risk in the
management of coiled intracranial aneurysms? A multicenter study of 2243 patients.
Neurosurgery. 2008;63:845–849. doi: 10.1227/01.NEU.0000333261.63818.9C.
12. Pechlivanis I, Koenen D, Engelhardt M, Scholz M, Koenig M, Heuser L, Harders A,
Schmieder K. Computed tomographic angiography in the evaluation of clip placement
for intracranial aneurysm. Acta Neurochir (Wien). 2008;150:669–676. doi:
10.1007/s00701-008-1515-z.
13. Sagara Y, Kiyosue H, Hori Y, Sainoo M, Nagatomi H, Mori H. Limitations of three-
dimensional reconstructed computerized tomog- raphy angiography after clip
placement for intracranial aneurysms. J Neurosurg. 2005;103:656–661. doi:
10.3171/jns.2005.103.4.0656.
14. Uysal E, Ozel A, Erturk SM, Kirdar O, Basak M. Comparison of mul- tislice
computed tomography angiography and digital subtraction angi- ography in the
detection of residual or recurrent aneurysm after surgical clipping with titanium clips.
Acta Neurochir (Wien). 2009;151:131–135. doi: 10.1007/s00701-009-0184-x.

20
15. Wallace RC, Karis JP, Partovi S, Fiorella D. Noninvasive imaging of treated cerebral
aneurysms, part II: CT angiographic follow-up of surgi- cally clipped aneurysms.
AJNR Am J Neuroradiol. 2007;28:1207–1212. doi: 10.3174/ajnr.A0664.
16. Sailer AM, Wagemans BA, Nelemans PJ, de Graaf R, van Zwam WH. Diagnosing
intracranial aneurysms with MR angiography: system- atic review and meta-analysis.
Stroke. 2014;45:119–126. doi: 10.1161/ STROKEAHA.113.003133.
17. 159. Li MH, Cheng YS, Li YD, Fang C, Chen SW, Wang W, Hu DJ, Xu HW. Large-
cohort comparison between three-dimensional time-of-flight mag- netic resonance
and rotational digital subtraction angiographies in intra- cranial aneurysm detection.
Stroke. 2009;40:3127–3129. doi: 10.1161/ STROKEAHA.109.553800.
18. 160. Okahara M, Kiyosue H, Yamashita M, Nagatomi H, Hata H, Saginoya T, Sagara
Y, Mori H. Diagnostic accuracy of magnetic resonance angiog- raphy for cerebral
aneurysms in correlation with 3D-digital subtraction angiographic images: a study of
133 aneurysms. Stroke. 2002;33:1803– 1808. doi:
10.1161/01.STR.0000019510.32145.A9.
19. 161. Pierot L, Portefaix C, Boulin A, Gauvrit JY. Follow-up of coiled intracra- nial
aneurysms: comparison of 3D time-of-flight and contrast-enhanced magnetic
resonance angiography at 3T in a large, prospective series [published correction
appears in Eur Radiol. 2012;22:2282]. Eur Radiol. 2012;22:2255–2263. doi:
10.1007/s00330-012-2466-6.
20. 162. Li MH, Li YD, Gu BX, Cheng YS, Wang W, Tan HQ, Chen YC. Accurate
diagnosis of small cerebral aneurysms ≤5 mm in diameter with 3.0-T MR
angiography. Radiology. 2014;271:553–560. doi: 10.1148/radiol.14122770.
21. Agid R, Schaaf M, Farb R. CE-MRA for follow-up of aneurysms post stent-assisted
coiling. Interv Neuroradiol. 2012;18:275–283.
22. Anzalone N, Scomazzoni F, Cirillo M, Cadioli M, Iadanza A, Kirchin MA, Scotti G.
Follow-up of coiled cerebral aneurysms: comparison of three-dimensional time-of-
flight magnetic resonance angiography at 3 tesla with three-dimensional time-of-flight
magnetic resonance angiogra- phy and contrast-enhanced magnetic resonance
angiography at 1.5 Tesla. Invest Radiol. 2008;43:559–567. doi:
10.1097/RLI.0b013e31817e9b0b.
23. Anzalone N, Scomazzoni F, Cirillo M, Righi C, Simionato F, Cadioli M, Iadanza A,
Kirchin MA, Scotti G. Follow-up of coiled cerebral aneurysms at 3T: comparison of
3D time-of-flight MR angiography and contrast-enhanced MR angiography. AJNR
Am J Neuroradiol. 2008;29:1530–1536. doi: 10.3174/ajnr.A1166.
24. Lavoie P, Gariépy JL, Milot G, Jodoin S, Bédard F, Trottier F, Verreault R. Residual
flow after cerebral aneurysm coil occlusion: diagnostic accuracy of MR angiography.
Stroke. 2012;43:740–746. doi: 10.1161/ STROKEAHA.111.635300.
25. Serafin Z, Strześniewski P, Lasek W, Beuth W. Comparison of remnant size in
embolized intracranial aneurysms measured at follow-up with DSA and MRA.
Neuroradiology. 2012;54:1381–1388. doi: 10.1007/ s00234-012-1063-3.
26. Takayama K, Taoka T, Nakagawa H, Myouchin K, Wada T, Sakamoto M, Fukusumi
A, Iwasaki S, Kurokawa S, Kichikawa K. Usefulness of contrast-enhanced magnetic
resonance angiography for follow- up of coil embolization with the enterprise stent
for cerebral aneu- rysms. J Comput Assist Tomogr. 2011;35:568–572. doi: 10.1097/
RCT.0b013e31822bd498.
27. Kakizawa Y, Seguchi T, Horiuchi T, Hongo K. Cerebral aneurysm clips in the 3-
Tesla magnetic field: laboratory investigation. J Neurosurg. 2010;113:859–869. doi:
10.3171/2010.3.JNS091346.

21
28. Pride GL Jr, Kowal J, Mendelsohn DB, Chason DP, Fleckenstein JL. Safety of MR
scanning in patients with nonferromagnetic aneurysm clips. J Magn Reson Imaging.
2000;12:198–200.
29. Shellock FG, Detrick MS, Brant-Zawadski MN. MR compatibility of Guglielmi
detachable coils. Radiology. 1997;203:568–570. doi: 10.1148/
radiology.203.2.9114123.
30. Germain DP, Herrera-Guzman Y. Vascular Ehlers-Danlos syndrome. Ann Genet.
2004;47:1–9.
31. Ong AC. Screening for intracranial aneurysms in ADPKD [published correction
appears in BMJ. 2009;339:b4204]. BMJ. 2009;339:b3763.
32. Ring T, Spiegelhalter D. Risk of intracranial aneurysm bleeding in auto- somal-
dominant polycystic kidney disease. Kidney Int. 2007;72:1400– 1402. doi:
10.1038/sj.ki.5002488.
33. Xu HW, Yu SQ, Mei CL, Li MH. Screening for intracranial aneurysm in 355 patients
with autosomal-dominant polycystic kidney disease. Stroke. 2011;42:204–206. doi:
10.1161/STROKEAHA.110.578740.
34. Connolly ES Jr, Rabinstein AA, Carhuapoma JR, Derdeyn CP, Dion J, Higashida RT,
Hoh BL, Kirkness CJ, Naidech AM, Ogilvy CS, Patel AB, Thompson BG, Vespa P;
on behalf of the American Heart Association Stroke Council; Council on
Cardiovascular Radiology and Intervention; Council on Cardiovascular Nursing;
Council on Cardiovascular Surgery and Anesthesia; Council on Clinical Cardiology.
Guidelines for the management of aneurysmal subarachnoid hemorrhage: a guideline
for healthcare professionals from the American Heart Association/ American Stroke
Association. Stroke. 2012;43:1711–1737. doi: 10.1161/ STR.0b013e3182587839.
35. Bor AS, Koffijberg H, Wermer MJ, Rinkel GJ. Optimal screening strat- egy for
familial intracranial aneurysms: a cost-effectiveness analysis. Neurology.
2010;74:1671–1679. doi: 10.1212/WNL.0b013e3181e04297.
36. Takao H, Nojo T, Ohtomo K. Screening for familial intracranial aneurysms: decision
and cost-effectiveness analysis. Acad Radiol. 2008;15:462–471. doi:
10.1016/j.acra.2007.11.007.
37. Li LM, Bulters DO, Kirollos RW. A mathematical model of utility for single
screening of asymptomatic unruptured intracranial aneurysms at the age of 50 years.
Acta Neurochir (Wien). 2012;154:1145–1152. doi: 10.1007/s00701-012-1371-8.
38. Wiebers DO, Whisnant JP, Huston J 3rd, Meissner I, Brown RD Jr, Piepgras DG,
Forbes GS, Thielen K, Nichols D, O’Fallon WM, Peacock J, Jaeger L, Kassell NF,
Kongable-Beckman GL, Torner JC; International Study of Unruptured Intracranial
Aneurysms Investigators. Unruptured intracranial aneurysms: natural history, clinical
outcome, and risks of surgical and endovascular treatment. Lancet. 2003;362:103–
110.
39. Wermer MJ, van der Schaaf IC, Algra A, Rinkel GJ. Risk of rupture of unruptured
intracranial aneurysms in relation to patient and aneurysm characteristics: an updated
meta-analysis. Stroke. 2007;38:1404–1410. doi:
10.1161/01.STR.0000260955.51401.cd.
40. Inoue T, Shimizu H, Fujimura M, Saito A, Tominaga T. Annual rup- ture risk of
growing unruptured cerebral aneurysms detected by mag- netic resonance
angiography. J Neurosurg. 2012;117:20–25. doi: 10.3171/2012.4.JNS112225.
41. Irazabal MV, Huston J 3rd, Kubly V, Rossetti S, Sundsbak JL, Hogan MC, Harris
PC, Brown RD Jr, Torres VE. Extended follow-up of unrup- tured intracranial
aneurysms detected by presymptomatic screening in patients with autosomal

22
dominant polycystic kidney disease. Clin J Am Soc Nephrol. 2011;6:1274–1285. doi:
10.2215/CJN.09731110.
42. Güresir E, Schuss P, Setzer M, Platz J, Seifert V, Vatter H. Posterior communicating
artery aneurysm-related oculomotor nerve palsy: influence of surgical and
endovascular treatment on recovery: single-center series and systematic review.
Neurosurgery. 2011;68:1527–1533.
43. Park J, Woo H, Kang DH, Sung JK, Kim Y. Superciliary keyhole approach for small
unruptured aneurysms in anterior cerebral circulation. Neurosurgery. 2011;68(suppl
operative):300–309.
44. Johnston SC, Wilson CB, Halbach VV, Higashida RT, Dowd CF, McDermott MW,
Applebury CB, Farley TL, Gress DR. Endovascular and surgical treatment of
unruptured cerebral aneurysms: comparison of risks. Ann Neurol. 2000;48:11–19.
45. Raabe A, Nakaji P, Beck J, Kim LJ, Hsu FP, Kamerman JD, Seifert V, Spetzler RF.
Prospective evaluation of surgical microscope-integrated intraoperative near-infrared
indocyanine green videoangiography during aneurysm surgery. J Neurosurg.
2005;103:982–989.
46. Kotowski M, Naggara O, Darsaut TE, Nolet S, Gevry G, Kouznetsov E, Raymond J.
Safety and occlusion rates of surgical treatment of unruptured intracranial aneurysms:
a systematic review and meta-analysis of the literature from 1990 to 2011. J Neurol
Neurosurg Psychiatry. 2013;84:42–48.
47. Raaymakers TW, Rinkel GJ, Limburg M, Algra A. Mortality and morbidity of
surgery for unruptured intracranial aneurysms: a meta-analysis. Stroke.
1998;29:1531–1538.
48. Wiebers DO, Whisnant JP, Huston J 3rd, Meissner I, Brown RD Jr, Piepgras DG,
Forbes GS, Thielen K, Nichols D, O’Fallon WM, Peacock J, Jaeger L, Kassell NF,
Kongable-Beckman GL, Torner JC; International Study of Unruptured Intracranial
Aneurysms Investigators. Unruptured intracranial aneurysms: natural history, clinical
outcome, and risks of surgical and endovascular treatment. Lancet. 2003;362:103–
110.
49. Shapiro M, Babb J, Becske T, Nelson PK. Safety and efficacy of adjunctive balloon
remodeling during endovascular treatment of intracranial aneurysms: a literature
review. AJNR Am J Neuroradiol. 2008;29:1777–1781.
50. Soeda A, Sakai N, Sakai H, Iihara K, Nagata I. Endovascular treatment of
asymptomatic cerebral aneurysms: anatomic and technical factors related to ischemic
events and coil stabilization. Neurol Med Chir (Tokyo). 2004;44:456–465.
51. Molyneux AJ, Cekirge S, Saatci I, Gál G. Cerebral Aneurysm Multicenter European
Onyx (CAMEO) trial: results of a prospective observational study in 20 European
centers. AJNR Am J Neuroradiol. 2004;25:39–51.
52. Becske T, Kallmes DF, Saatci I, McDougall CG, Szikora I, Lanzino G, Moran CJ,
Woo HH, Lopes DK, Berez AL, Cher DJ, Siddiqui AH, Levy EI, Albuquerque FC,
Fiorella DJ, Berentei Z, Marosfoi M, Cekirge SH, Nelson PK. Pipeline for uncoilable
or failed aneurysms: results from a multicenter clinical trial. Radiology.
2013;267:858–868.
53. Naggara ON, White PM, Guilbert F, Roy D, Weill A, Raymond J. Endovascular
treatment of intracranial unruptured aneurysms: systematic review and meta-analysis
of the literature on safety and efficacy. Radiology. 2010;256:887–897.
54. von Elm E, Altman DG, Egger M, Pocock SJ, Gøtzsche PC, Vandenbroucke JP;
STROBE Initiative. The Strengthening the Reporting of Observational Studies in
Epidemiology (STROBE) statement: guidelines for reporting observational studies

23
[published correction appears in Ann Intern Med. 2008;148:168]. Ann Intern Med.
2007;147:573–577.
55. Nguyen TN, Hoh BL, Amin-Hanjani S, Pryor JC, Ogilvy CS. Comparison of ruptured
vs unruptured aneurysms in recanalization after coil embolization. Surg Neurol.
2007;68:19–23.
56. Molyneux AJ, Kerr RS, Birks J, Ramzi N, Yarnold J, Sneade M, Rischmiller J; ISAT
Collaborators. Risk of recurrent subarachnoid haemorrhage, death, or dependence and
standardised mortality ratios after clipping or coiling of an intracranial aneurysm in
the International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT): long-term follow-up. Lancet
Neurol. 2009;8:427–433.
57. Ringer AJ, Rodriguez-Mercado R, Veznedaroglu E, Levy EI, Hanel RA, Mericle RA,
Lopes DK, Lanzino G, Boulos AS. Defining the risk of retreatment for aneurysm
recurrence or residual after initial treatment by endovascular coiling: a multicenter
study. Neurosurgery. 2009;65:311–315.
58. Stecker MS, Balter S, Towbin RB, Miller DL, Vañó E, Bartal G, Angle JF, Chao CP,
Cohen AM, Dixon RG, Gross K, Hartnell GG, Schueler B, Statler JD, de Baère T,
Cardella JF; SIR Safety and Health Committee; CIRSE Standards of Practice
Committee. Guidelines for patient radiation dose management. J Vasc Interv Radiol.
2009;20(suppl):S263–S273.
59. Wiebers DO, Piepgras DG, Meyer FB, Kallmes DF, Meissner I, Atkinson JL, Link
MJ, Brown RD Jr. Pathogenesis, natural history, and treatment of unruptured
intracranial aneurysms. Mayo Clin Proc. 2004;79:1572–1583.
60. International Study of Unruptured Intracranial Aneurysms Investigators. Unruptured
intracranial aneurysms--risk of rupture and risks of surgical intervention. N Engl J
Med. 1998 Dec 10;339(24):1725-33.
61. Larsson SC, Mannisto S, Virtanen MJ, Kontto J, Albanes D, Virtamo J. Dietary fiber
and fiber-rich food intake in relation to risk of stroke in male smokers. Eur J Clin
Nutr. 2009;63:1016 –1024.
62. Bassi P, Bandera R, Loiero M, Tognoni G, Mangoni A. Warning signs in
subarachnoid hemorrhage: a cooperative study. Acta Neurol Scand. 1991;84:277–281.
63. Fontanarosa PB. Recognition of subarachnoid hemorrhage. Ann Emerg Med.
1989;18:1199 –1205.
64. Ohman J. Hypertens as a risk factor for epilepsy after aneurysmal subarachnoid
hemorrhage and surgery. Neurosurgery. 1990;27: 578–581.
65. Sundaram MB, Chow F. Seizures associated with spontaneous subarachnoid
hemorrhage. Can J Neurol Sci. 1986;13:229 –231.
66. de Falco FA. Sentinel headache. Neurol Sci. 2004;25(suppl 3):S215–S217.
67. Polmear A. Sentinel headaches in aneurysmal subarachnoid haemorrhage: what is the
true incidence? A systematic review. Cephalalgia. 2003;23:935–941.
68. Brisman JL, Song JK, Newell DW. Cerebral aneurysms. N Engl J Med.
2006;355:928- 939.
69. Mayberg MR, Batjer HH, Dacey R, Diringer M, Haley EC, Heros RC,Sternau LL,
Torner J, Adams HP Jr, Feinberg W, Thies W. Guidelines for the management of
aneurysmal subarachnoid hemorrhage: a statement for healthcare professionals from a
special writing group of the Stroke Council, American Heart Association. Circulation.
1994;90: 2592–2605.
70. Bederson JB, Connolly ES Jr, Batjer HH, Dacey RG, Dion JE, Diringer MN, Duldner
JE Jr, Harbaugh RE, Patel AB, Rosenwasser RH. Guidelines for the management of
aneurysmal subarachnoid hemorrhage: a statement for healthcare professionals from a

24
special writing group of the Stroke Council, American Heart Association [published
correction appears in Stroke. 2009;40:e518]. Stroke. 2009;40:994 –1025
71. Murayama Y, Nien YL, Duckwiler G, Gobin YP, Jahan R, Frazee J, Martin N,
Vin˜uela F. Guglielmi detachable coil embolization of cerebral aneurysms: 11 years’
experience. J Neurosurg. 2003;98:959 –966.
72. Karamanakos PN, Koivisto T, Vanninen R, Khallaf M, Ronkainen A, Parviainen I,
Manninen H, von und zu Fraunberg M, Morgan MK, Jaaskelainen JE, Hernesniemi J,
Rinne J. The impact of endovascular management on the outcome of aneurysmal
subarachnoid hemorrhage in the elderly in Eastern Finland. Acta Neurochir (Wien).
2010;152: 1493–1502.
73. Bakker NA, Metzemaekers JD, Groen RJ, Mooij JJ, Van Dijk JM. International
Subarachnoid Aneurysm Trial 2009: endovascular coiling of ruptured intracranial
aneurysms has no significant advantage over neurosurgical clipping. Neurosurgery.
2010;66:961–962.
74. Risselada R, Lingsma HF, Bauer-Mehren A, Friedrich CM, Molyneux AJ, Kerr RS,
Yarnold J, Sneade M, Steyerberg EW, Sturkenboom MC. Prediction of 60 day case-
fatality after aneurysmal subarachnoid haemorrhage: results from the International
Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT). Eur J Epidemiol. 2010;25:261–266.
75. Molyneux AJ, Kerr RS, Yu LM, Clarke M, Sneade M, Yarnold JA, Sandercock P;
International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) Collaborative Group.
International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) of neurosurgical clipping versus
endovascular coiling in 2143 patients with ruptured intracranial aneurysms: a
randomised comparison of effects on survival, dependency, seizures, rebleeding,
subgroups, and aneurysm occlusion. Lancet. 2005;366:809–817.
76. Ioannidis I, Lalloo S, Corkill R, Kuker W, Byrne JV. Endovascular treatment of very
small intracranial aneurysms. J Neurosurg. 2010;112: 551–556.
77. Deng J, Zhao Z, Gao G. Periprocedural complications associated with endovascular
embolisation of intracranial ruptured aneurysms with matrix coils. Singapore Med J.
2007;48:429–433.
78. Ingall T, Asplund K, Mahonen M, Bonita R. A multinational com- parison of
subarachnoid hemorrhage epidemiology in the WHO MONICA stroke study. Stroke.
2000;31:1054 –1061.
79. de Rooij NK, Linn FH, van der Plas JA, Algra A, Rinkel GJ. Incidence of
subarachnoid haemorrhage: a systematic review with emphasis on region, age, gender
and time trends. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2007;78:1365–1372.
80. Ingall T, Asplund K, Mahonen M, Bonita R. A multinational com- parison of
subarachnoid hemorrhage epidemiology in the WHO MONICA stroke study. Stroke.
2000;31:1054 –1061.
81. Shea AM, Reed SD, Curtis LH, Alexander MJ, Villani JJ, Schulman KA.
Characteristics of nontraumatic subarachnoid hemorrhage in the United States in
2003. Neurosurgery. 2007;61:1131–1137.
82. Mahindu A, Koivisto T, Ronkainen A, Rinne J, Assaad N, Morgan MK.
83. Similarities and differences in aneurysmal subarachnoid haemorrhage between eastern
Finland and northern Sydney. J Clin Neurosci. 2008; 15:617– 621.
84. Vadikolias K, Tsivgoulis G, Heliopoulos I, Papaioakim M, Aggelo- poulou C, Serdari
A, Birbilis T, Piperidou C. Incidence and case fatality of subarachnoid haemorrhage
in Northern Greece: the Evros Registry of Subarachnoid Haemorrhage. Int J Stroke.
2009;4:322–327.

25

Anda mungkin juga menyukai