Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN RADIOLOGI

SPONDILITIS TUBERKULOSIS

Disusun oleh:
Irine Handini Suryana
01073170084

Pembimbing :
dr. Prijo Sidipratomo, SpRad(K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELIHA HARAPAN
JULI 2018
TANGERANG

1
BAB I
ILUSTRASI KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Nyonya DCN
Usia : 18 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Kelapa dua
Status : belum menikah
Pendidikan : SMP
No. MR : 005347xx

2. Anamnesis
2.1. Keluhan Utama
Nyeri pada area pinggang sudah 7 bulan sejak masuk rumah sakit.

2.2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien, Ny DCN, datang dengan keluhan nyeri pada area pinggang sudah 7 bulan sejak
sebelum masuk rumah sakit (SMRS) dan memberat sejak 2 bulan SMRS. 3 bulan SMRS, nyeri
merambat sampai bokong dan kaki kiri. Nyeri terasa panas dan dirasakan pasien terus menerus.
Nyeri pasien berada pada skala 9 dari 10. Pasien juga mengeluhkan kaki menjadi lebih lemah
sudah 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri terasa lebih baik setelah pasien mengkonsumsi
obat anti tuberkulosis. Pasien tidak mengeluhkan gangguan pernapasan atau batuk.

2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada bulan April 2018, pasien sudah datang ke dokter saraf dan terdiagnosis dengan
Pyriformis Syndrome. Pasien diberikan obat ketorolac 10 mg 3x1 dan omeprazole 20 mg 2x1. 1
minggu kemudian pasien datang tanpa perbaikan keluhan dan didiagnosis dengan Sciatica. Obat
pasien diganti menjadi natrium diclofenac 50 mg 2x1, Alpentin 300 mg 2x1, dan diberikan injeksi
lidocaine 2% dan dexamethasone 1 amp IM. Pada bulan Mei pasien datang dengan keluhan yang
serupa. Pasien diberikan obat ibuprofen 400 mg 3x1 dan dirujuk ke dokter penyakit dalam. Oleh

2
dokter penyakit dalam pasien didiagnosis dengan suspek spondilitis tuberkulosis dan diberikan
obat rifampicin 450 mg 1x1, isoniazid 300 mg 1x1, ethambutol 500 mg 1x2, pyrazinamide 500
mg 1x2, methylprednisolone 16 mg 2x1, lansoprazole 30 mg 1x1, dan paracetamol 500 mg 3x1.
Pada bulan Juli, pasien datang ke dokter tulang dan dirujuk untuk melakukan operasi dekompresi
di RSU kabupaten.

2.4. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku bahwa tidak ada penyakit menurun dalam keluarga. Pasien mengaku tidak
ada anggota keluarga dengan keluhan serupa. Pasien mengaku bahwa tidak ada anggota keluarga
yang pernah mengalami batuk untuk waktu lama, gangguan pernapasan, ataupun terdiagnosis
tuberkulosis.

2.5. Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan


Pasien menyangkal meminum alkohol ataupun merokok. Lingkungan area tempat pasien
tinggal memiliki ventilasi yang kurang dan jarak antar rumah berdekatan. Pasien tidak mengetahui
apakah disekitar rumah pasien ada yang mengalami keluhan batuk untuk waktu lama, gangguan
pernapasan, ataupun terdiagnosis tuberkulosis.

3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis (E4M6V5)
Pernapasan : 20x/menit
Nadi : 85x/menit
Tekanan darah : 110/60
Suhu tubuh : 36,70C
BB/TB : 40 kg / 152 cm
IMT/BMI : 17,3 (kurang)
Status generalis :
Kulit  Sianosis (-), icterus (-), scar (-), hyperpigmentasi (-), edema (-)
keseluruhan  Turgor kulit normal
Kepala Tengkorak  Normosefali

3
Wajah  Normosefali
Mata  Edema palpebra (-)
 Kornea jernih
 Pupil isokor 2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
 Tidak ada sklera ikteril
Telinga  Otorrhea (-), serumen (+)
Hidung  Rhinorrhea (-). sekret (-), deviasi (-)
Bibir  Sianosis (-), mukosa lembab
Thoraks Inspeksi  Bentuk normal
 Pergerakkan dada simetris saat statis dan dinamis
 Iktus kordis tidak terlihat
 Luka (-)
Palpasi  Chest expansion simetris
 Tactile focal fremitus simetris
Perkusi  Sonor pada semua lapang paru
Auskultasi  Suara vesikuler paru kanan dan kiri
 Suara jantung S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi  Datar, distensi (-), striae (-), caput medusa (-)
Auskultasi  Bising usus (+) normal, metalic sound (-)
Perkusi  Timpani di seluruh bagian abdomen
Palpasi  Nyeri tekan (-), massa (-)
Ekstremitas Look  Tidak tampak deformitas, luka (-), edema (-), atrofi otot
atas (-)
Feel  Akral hangat, capillary Refill Time normal (<2detik),
pulsasi arteri radialis teraba (+/+)
Move  Range of movement normal
 Kekuatan motorik 5/5
Ekstremitas Look  Tidak tampak deformitas, luka (-), edema (-), atrofi otot
bawah (-)

4
Feel  Akral hangat, capillary Refill Time normal (<2detik),
pulsasi arteri dorsalis pedis teraba (+/+)
Move  Range of movement normal
 Kekuatan motorik 4/4

Status lokalis : ad regio vertebrae dan lumbar


Look Luka (-), atrofi otot (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-), hyperpigmentasi (-), massa
(-), rambut (-), edema (-), erythema (-), gibbus (+) pada vertebare area lumbar,
kurva lordosis lumbar berkurang
Feel Nyeri tekan (+) pada area paravertebra lumbar, processus spinosus menonjol (-),
processus tranversus dalam satu garis, step off (-)
Move Servikal: Range of movement normal
Thoracolumbal: Range of movement terbatas

4. Pemeriksaan Penunjang
4.1. Pemeriksaan Radiologis
a. X-ray Spine Lumbosacral AP dan lateral view pada tanggal 21 Mei 2018

5
 Temuan:
Corpus vertebralis: destruksi corpus vertebrae L4
Densitas tulang: normal
Sela diskus: Penyempitan diskus intervetebralis L3-L4 dan L4-L5
Sakrum: normal
Iga: normal
Abdomen yang tida tervisualisasi: normal

6
 Impresi: Destruksi corpus vertebrae L4 dengan penyempitan diskus intervetebralis L3-L4
dan L4-L5  suspek spondilitys

b. MRI Spine Lumbar pada tanggal 10 Juli 2018


Potongan aksial T1W:

Potongan aksial T2W:

7
Potongan Koronal T1W:

8
Potongan sagital T1W: Potongan sagital T2W:

9
Myelograph:

 Teknik:
Multiplanar T1, T2, STIR, MR-Myelograph
Multiplanar T1 PS post kontras Gadolinium Gadovist 1,0 mmol/mL sebanyak 5 mL

 Temuan:
Tampak parsial sacralis
Tampak destruksi (kolaps) corpus vertebrae L3 dan erosi endplate corpus segmen discus
intervertebralis L2-L3; L3-L4, dengan infiltrat paravertebra ring-enhance yang menonjol
ke anterior setinggi L2-L5 dan ke posterior setinggi L2-L4 sisi kiri, mengakibatkan stenosis
canalis spinalis dengan penekanan terhadap thecal sac/ sac dan struktur radix di dalamnya.
Infiltrat tampak meluas ke musculus psoas bilateral  abses musculus psoas bilateral
(kanan ukuran +/- 2,8 x 3,8 x 7,7 cm; kiri ukuran +/- 2,5 x 3,1 x 7 cm).
Lesi intensitas patologis menyangat kontras pada corpus L4 aspek superior, dan pada os
ilium bilateral (terutama kanan).

10
Spinal Kurvatur: lordosis lumbal tampak berkurang/ melurus
Intensitas Signal Vertebrae segmen lainnya: normal
Ketebalan Corpus Vertebrae segmen lainnya: normal
Intensitas Signal Endplate segmen lainnya: normal

Disc:
L1-L2: normal
L4-L5: normal
L5-S1: normal

Ligamentum flavum: normal


Medula spinalis yang tervisualisasi: normal
Conus medularis: T2-L1
Abdomen-pelvis yang tervisualisasi: lesi kistik di adneksa kanan (diameter +/- 4,1 cm)

 Impresi:
Wanita, 18 tahun, dengan: suspect spondilitis TB
MRI lumbal tanpa dan dengan kontras:
o Spondilytis (TB?), dengan destruksi (kolaps) corpus vertebrae L3 dan erosi
endplate corpus segmen discus intervertebralis L2-L3; L3-L4, dengan infiltrat
paravertebra ring-enhance yang menonjol ke anterior setinggi L2-L5 dan ke
posterior setinggi L2-L4 sisi kiri, mengakibatkan stenosis canalis spinalis dengan
penekanan terhadap thecal sac/ sac dan struktur radix di dalamnya.
o Infiltrat tampak meluas ke musculus psoas bilateral  abses musculus psoas
bilateral (kanan ukuran +/- 2,8 x 3,8 x 7,7 cm; kiri ukuran +/- 2,5 x 3,1 x 7 cm).
o Lesi intensitas patologis menyangat kontras pada corpus L4 aspek superior, dan
pada os ilium bilateral (terutama kanan).  suspect Bone infalamasi
o Parsial sacralis.
o Tidak tampak kelainan pada medulla spinalis.
o Lesi kistik di adneksa kanan (diameter +/- 4,1 cm)  sugestif kista ovarium kanan.

11
5. Resume Pasien
Pasien, Ny. DNC, datang dengan keluhan nyeri pinggang sudah 7 bulan SMRS yang
memberat selama 2 bulan terakhir. 3 bulan SMRS nyeri merambat sampai ke bokong dan kaki kiri.
Nyeri terasa panas, terus menerus, pada skala 9/10, dan hanya akan membaik setelah pasien
memulai terapi dengan obat anti tuberkulosis. Pasien juga mengeluhkan kaki melemah sejak 1
bulan SMRS. Pasien sudah pernah berobat 3 kali dan terdiagnosis dengan pyriformis Syndrome.
Pasien sudah pernah di berikan obat Ketorolac 10 mg dengan Omeprazole 20 mg pada kunjungan
pertama dan Natrium diclofenac 50 mg, Alpentin 300 mg, dengan injeksi lidocaine 2% dan
dexamethasone 1 amp pada kunjungan kedua tanpa adanya perbaikan gejala. Pada kunjungan
ketiga pasien dirujuk ke penyakit dalam dan pasien diberikan obat rifampicin 450 mg, isoniazid
300 mg, ethambutol 500 mg, pyrazinamide 500 mg, methylprednisolone 16 mg, lansoprazole 30
mg, dan paracetamol 500 mg dengan hasil perbaikan gejala. Pasien kemudian dirujuk ke RSU
kabupaten untuk operasi dekompresi setalah 1 bulan mengkonsumsu obat anti tuberkulosis. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan paraplegia dengan kekuatan motorik ekstremitas bawah 4/4. Pada
regio vertebralis dan lumbar ditemukan gibbus pada vertebrae lumbar, kurva lordosis lumbar
berkurang, nyeri tekan pada paravertebra lumbar, dan range of movement thoracolumbar terbatas.
Pada pemeriksaan radiologis X-ray spine lumbosacral, dilakukan pada bulan Mei oleh dokter
penyakit dalam, tampak AP dan lateral ditemukan Destruksi corpus vertebrae L4 dengan
penyempitan diskus intervetebralis L3-L4 dan L4-L5 dengan suspek spondilitis. Pada pemeriksaan
radiologis MRI spine lumbar ditemukan destruksi (kolaps) corpus vertebrae L3 dan erosi endplate
corpus segmen discus intervertebralis L2-L3; L3-L4, dengan infiltrat paravertebra ring-enhance
yang menonjol ke anterior setinggi L2-L5 dan ke posterior setinggi L2-L4 sisi kiri, mengakibatkan
stenosis canalis spinalis dengan penekanan terhadap thecal sac/ sac dan struktur radix di dalamnya.
Infiltrat tampak meluas ke musculus psoas bilateral dengan abses musculus psoas bilateral (kanan
ukuran +/- 2,8 x 3,8 x 7,7 cm; kiri ukuran +/- 2,5 x 3,1 x 7 cm). Terdapat lesi intensitas patologis
menyangat kontras pada corpus L4 aspek superior, dan pada os ilium bilateral (terutama kanan)
suspek infalamasi tulang.

12
BAB II
ANALISA KASUS

Pasien, Ny. DNC, datang dengan keluhan nyeri pinggang yang sudah berlangsung selama
7 bulan SMRS dan memberat sejak 2 bulan terakhir. Sejak 3 bulan terakhir, nyeri pasien merambat
sampai ke bokong dan kaki kiri yang menandakan nyeri pasien bersifat radikuler mengikuti aliran
saraf. Melalui keluhan tersebut diduga ada penekanan pada sistem saraf perifer pasien. nyeri
berada pada skala 9/10 sehingga nyeri tersebut harus ditangani dengan segera. Pasien diberikan
obat Ketorolac 10 mg dan Omeprazole 20 mg. Namun nyeri pasien tidak membaik sehingga obat
diganti menjadi natrium diclofenac 50 mg, alpentin 300 mg, dan injeksi lidocaine 2% dengan
dexamethasone 1 amp. Pada pemeriksaan fisik ditemukan paraplegia dengan kekuatan motorik 4/4
yang menandakan gangguan pada sistem saraf perifer yang diduga berupa kompresi.
1 bulan setelahnya pasien masih datang dengan keluhan serupa sehingga dapat disimpulkan
saraf pasien masih terus tertekan dan terjadi perburukkan sejak 2 bulan terakhir. Pasien dirujuk ke
dokter penyakit dalam dan dilakukan pemeriksaan foto radiologis x-ray lumbosacral AP dan
lateral. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya gibbus dan kurva lordosis lumbar yang
berkurang. Gibbus terjadi akibat angulasi dengan sudut yang tajam karena fraktur dekompresi pada
salah satu vertebrar. Angulasi yang berbentuk kifosus ini juga mengakibatkan berkurangnya kurva
lordosis, Ditemukan juga adanya nyeri tekan area paravertebrae lumbar yang diduga abses dan
range of movement thoracolumbar yang terbatas karena spasme otot dan nyeri.
Dari foto x-ray ditemukan destruksi corpus vertebrae L4 dengan penyempitan diskus
intervetebralis L3-L4 dan L4-L5 dengan suspek spondilitis. Pada foto x-ray dapat dilihat bahwa
pada vertebrae L4 sudah berbentuk vertebrae plana dan sudah menyebar ke diskus vertebralis
disekitarnya. Vertebrae plana terjadi setelah concertina collapse dan wedging akibat nekrosis
kaseosa. Maka dapat disimpulkan bahawa infeksi sudah berlangsung untuk waktu yang lama. Pada
pasien ini, diskus invertebralus L3-L4 dan L4-L5 sudah menyempit. Usia pasien yang masih 18
tahun menandakan bahwa vaskularisasi di sekitar annulus fibrosus masih ada dan infeksi dapat
menyebar ke diskus vertebralis disekitarnya. Pada pasien tidak dilakukan test tuberkulin untuk
mengetahui riwayat paparan pasien terhadap bakteri M. tuberkulosis. Foto x-ray chest tidak
disarankan karena pasien tidak memiliki riwayat batuk kronis, terkena tuberkulosis, dan
berdasarkan penelitian hanya 20% pasien memiliki infeksi di paru. Pasien diterapi dengan obat

13
rifampicin 450 mg, isoniazid 300 mg, ethambutol 500 mg, pyrazinamide 500 mg,
methylprednisolone 16 mg, lansoprazole 30 mg, dan paracetamol 500 mg. Setelah menkonsumsi
obat anti tuberkulosis, pasien mengalami perbaikan gejala sehingga dapat dikonfirmasi bahwa
pasien terinfeksi M. tuberkulosis. Pasien terdiagnosis dengan spondilitis tuberkulosis dan dirujuk
ke dokter tulang 1 bulan kemudian.
Pada kunjungan dengan dokter tulang dilakukan lagi pemeriksaan radiologis MRI Spine
Lumbar dengan hasil destruksi/kolaps corpus vertebrae L3 dan erosi endplate corpus segmen
discus intervertebralis L2-L3 dan L3-L4. Erosi endplate dari corpus segmen lainnya dapat terjadi
karena menyebarnya M. tuberculosis melalui jalur hematogen vena Batson. Erosi dari endplate ini
juga menandakan adanya infeksi pada diskus didekatnya. Ditemukan adanya infiltrat paravertebra
ring-enhance yang menonjol ke anterior setinggi L2-L5 dan ke posterior setinggi L2-L4 sisi kiri,
mengakibatkan stenosis canalis spinalis dengan penekanan terhadap thecal sac/ sac dan struktur
radix di dalamnya. Berdasarkan temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa infiltrat yang menekan
sistem saraf perifer menyebabkan nyeri radikuler pada pasien dan penurunan kekutana motorik
pada ekstremitas bawah pasien. Adanya enhancement menandakan proses inflamasi yang sedang
berlangsung namun tidak spesifik pada tuberculosis spondilitis. Ditemukan infiltrat tampak meluas
ke musculus psoas bilateral dengan abses musculus psoas bilateral (kanan ukuran +/- 2,8 x 3,8 x
7,7 cm; kiri ukuran +/- 2,5 x 3,1 x 7 cm). Abses terbentuk karena penyakit sudah menyebar ke
subligamen dan abses umumnya ada pada lapisan epidural anterior dan banyak pada otot psoas.
Berdasarkan klasifikasi oleh Kumar et al, pasien berada pada stadium III yaitu mild angular
kyphos. Berdasarkan klasifikasi oleh GATA, pasien sudah berada pada tipe III sehingga
disarankan pasien melakukan operasi debridemen anterior dan fusi, dekompresi, dan koreksi dari
deformitas dengan fiksasi internal. Oleh dokter tulang pasien sudah dirujuk ke RSU kabupaten
untuk dilakukan operasi dekompresi. Prognosis pada pasien ini tergolong baik karena paraplegia
yang diderita pasien tergolong paraplegia onset awal yang terjadi akibat kompresi radix.

14

Anda mungkin juga menyukai