Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

CHEMOTHERAP- INDUCED ALOPECIA

Pembimbing:
dr. Vincentia, SpKK

Disusun oleh:
Irine Handini S. (01073170084)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 28 JANUARI 2019 – 1 MARET 2019
JAKARTA
2019
1. Rambut
1.1. Anatomi Rambut
Rambut tumbuh pada lapisan dermis kulit dan terbagi menjadi 2 bagian, folikel rambut dan
batang rambut. Bagian folikel rambut terdiri dari folikulus pili dan bulbus pili. Folikulus pili adalah
rambut yang tertanam secara miring dalam kulit. Bulbus pili adalah pelebaran bagian terbawah
akar rambut yang terdiri dari matriks rambut yang terdiri dari sel-sel untuk pembentukkan batang
rambut. Pada bagian dasar bulbus terdapat papila dermal yang memiliki banyak pembuluh darah
dan serabut saraf.[2]
Batang rambut terbagi menjadi 3 bagian dengan ururtan dari dalam ke luar yaitu medula,
korteks, dan kutikula. Bagian medulla rambut tersusun dari sel polihedral berjajar yang berisi
keratotialin. Lapisan medula rambut terdiri atas 3-4 lapis sel kubus yang berisi keratohialin, lemak,
dan rongga udara. Lapisan korteks rambut terdiri atas serabut polipeptida yang memanjang dan
saling berdekatan dan granul pigmen yaitu melanin. Kutikula terdiri dari 6-10 lapis sel tanduk yang
berfungsi sebagai pelindung terhadap kekeringan dan penetrasi benda asing. [2]
Pada rambut juga terdapat arektor pili dan kelenjar sebasea. Arektor pili dipersyarafi saraf
simpatikus dimana dengan paparan dingin atau emosi dapat menyebabkan arektor pili berkontraksi
dan rambut menjadi tegang. Kontraksi arektor pili juga akan menekan kelenjar sebasea dan
mendorong sekresi sebelum ke Folikel rambut. [2]

Gambar 1.1. Anatomi Rambut


1.2. Siklus Pertumbuhan Rambut
Jumlah folikel pada kulit kepala manusia normal ada sekitar 100.000 dan per harinya ada
sekitar 100 helai rambut rontok. Sejak folikel rambut pertama kali terbentuk, terjadi siklus
pertumbuhan yang berulang. Folikel rambut manusia tidak aktif terus menerus namun memiliki
fase pertumbuhan dan fase istirahat sesuai dengan umur dan regio rambut tumbuh. Pada normalnya
siklus pertumbuhan rambut dibagi menjadi 4 yaitu masa anagen, masa katagen, masa telogen, dan
masa eksogen.[1,3]
Pada masa anagen, sel-sel matriks yang mengandung epitel germinativa pada dasar folikel
(area merah pada gambar 2.1.) mengalami mitosis membentuk sel-sel baru dan mendorong sel
yang lebih tua ke atas. Masa anagen berlangsung sekitar 2-6 tahun dan sekitar 85% rambut kepala
dalam masa anagen. Aktivitas mitosus pada sel matrik akan menjadi pelan dan akhirnya berhenti
diaman rambut akan memasuki fase katagen. [1,3]
Masa katagen memiliki karakteristik apoptosis dari cel epitel pada folikel bagian bawah
dan formasi bagian akar rambut menjadi bentuk club yang berfungsi sebagai jangkar dari rambut.
Masa katagen merupakan masa peralihan yang didahului dengan penebalan jaringan ikat sekitar
folikel rambut. Papil dermis (warna biru pada Gambar 1.2.) berpindah ke bagian dari dasar sel
folikel yang permanen. Masa katagen berlangsung 2-3 minggu dan hanya 1% rambut di kepala
dalam fase ini. [1,3]
Masa telogen merupakan masa istirahat yang dimulai dengan memendeknya sel epitel dan
berbentuk tunas kecil yang memuat rambut baru sehingga rambut lama akan terdorong keluar.
Jumlah rambut dalam masa telogean adalah sekitar 10-15%. Terakhir, masa eksogen menandakan
pelepasan rambut sampai akarnya. [1,3]

Gambar 1.2. Siklus Folikel Rambut


2. Chemotherapy-Induced Alopecia
2.1. Definisi
Kerontokan rambut adalah kehilangan rambut kurang lebih 120 helai/hari. Bila
kerontokkan ini berlanjut akan menyebabkan kebotakkan atau alopesia. Alopesia adalah tidak
adanya rambut secara partial atau total pada area yang pada normalnya ditumbuhi rambut. 2 tipe
chemotherapy-induced alopecia (CIA) yang sering terjadi yaitu telogen effluvium dan anagen
effluvium.[4]

2.2. Beban pada Pasien


Meskipun CIA tidak mengancam jiwa, CIA menyebabkan tekanan psikologis yang
signifikan bagi sebagian besar pasien dan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien
dalam hal perawatan, dengan sekitar 8% dari pasien menolak kemoterapi karena takut akan
kerontokan rambut. Banyak pasien melaporkan bahwa mereka tidak siap secara emosional untuk
mengahadapi dampak kerontokan rambut. Studi mengatakan, CIA dapat menyebabkan kualitas
hidup yang lebih rendah, tingkat stress yang tinggi, pandangan negatif terhadap diri sendiri, dan
perasaan kehilangan kontrol. Bahkan sebelum memulai kemoterapi banyak pasien mengalami
tekanan antisipatif terkait dengan kerontokan rambut. Pada sebuah penelitian pada pasien dengan
kanker payudara dini, ditemukan bahwa pasien menganggap kerontokan rambut lebih
menyedihkan daripada kehilangan payudara.
CIA memiliki dampak negatif yang signifikan pada kepercayaan diri dan pandangan tubuh
banyak wanita maupun pria yang menghasilkan kesejahteraan sosial, fisik, dan kesehatan
menyeluruh yang lebih rendah daripada pasien tanpa alopecia. Pasien juga melaporkan bahwa CIA
juga berdampak negatif pada kemampuan individu untuk mengekspresikan diri. Untuk beberapa
orang, rambut rontok adalah pengingat kanker mereka secara konstan. CIA juga menggambarkan
pengetahuan publik akan keganasan yang dialami oleh pasien dan pasien jadi kehilangan kendali
akan siapa yang mereka pilih untuk mengetahui diagnosis mereka.[15]

2.3. Etiopatogenesis
Obat kemoterapi yang sering menyebabkan telogen effluvium adalah methotrexate, 5-
fluorouracil, dan retinoid. Telogen efluvium umumnya mempengaruhi hanya <50% rambut di
kepala dan terjadi ketika sebagian besar rambut anagen berpindah menjadi fase telogen. Karena
kerontokkan rambut terjadi pada fase telogen maka kerontokkan tipe telogen efluvium terjadi 3-4
bulan setelah paparan dari obat. Pasien akan mengeluhkan bertambahnya kerontokkan rambut
yang lebih banyak dari biasanya di seluruh bagian kepala dan penipisan tebal rambut. [4]
Anagen effluvium kerontokan rambut yang paling sering terjadi pada pasien menjalani
terapi antikanker. Obat terapi kemoterapi menargetkan kumpulan sel yang berproliferasi dengan
cepat termasuk sel neoplasma dan matriks rambut pada anagen. Pada angen effluvium, obat
kemoterapi menyebabkan efek toksik pada lapisan dalam pembungkus akar rambut atau intergritas
batang rambut menyebabkan pegangan/jangkar yang abnormal. Hal ini menyebabkan rambut
mudah ronton dengan tahanan ringan atau patah ketika mencapai permukaan kulit kepala. Setelah
batang rambut anagen hilang, rambut akan berada pada fase telogen, tidak tumbuh, selama masa
terapi. Karena mayoritas rambut berada pada fase anagen, kerontokkan tipe ini menimbulkan efek
yang sangat besar dan dapat menyebabkan kehilangan rambut total sampai 1-2 bulan sejak
kemoterapi dimulai. Obat kemoterapi yang sering menyebabkan anagen effluvium adalah
cyclophosphamide, etoposide, topotecan, dan paclitaxel. [4]
Tingkat reversibiltas dari alopesia berhubungan dengan kerusakan pada stem sel folikel
rambut. Chemotherapy berefek umumnya spesifik pada sel yang berproliferasi, yang berada pada
bulb, yang tidak mempengaruhi stem sel yang tidak beraktivitas yang berfungsi untuk inisiasi
pertumbuhan folikular. Maka dari itu, walaupun tidak selalu, alopesia karena kemoterapi
umumnya bersifat reversibel. [4]

Gambar 2.1. Stem sel pada folikel rambut. Warna biru menandakan stem sel yang tidak
beraktivitas. Warna kuning menandakan stem sel yang berproferasi. [4]
2.4. Faktor Risiko
Tingkat risiko alopesia dari suatu agen kemoterapi tergantung dari tipe obat yang
digunakan, rute pemberian, dosis, dan jadwal pemberian obat. Faktor risiko alopesia antara tiap
obat kemoterapi berbeda dengan beberapa agen menyebabkan sedikit atau tidak sama sekali
kerontokan rambut dapat dilihat pada tabel 2.1.. Kemoterapi yang diberikan dalam dosis tinggi,
intermiten, dan diberikan secara intravena memiliki asosiasi yang tinggi dengan angka kejadian
yang besar dari alopesia komplit. Sedangkan, kemoterapi yang diberikan dalam dosis rendah,
diberikan secara oral, atau secara intravena per minggu memiliki risiko rendah menyebabkan
alopesia total. Contohnya, cyclophosphamide yang diberikan setiap 3 minggu, dosis tinggi sedang,
dan secara intravea hampir selalu menyebabkan alopesia universal. Namun, regimen yang
mengandung cyclophosphamide oral jarang menimbulkan alopesia. Regimen kemoterapi
kombinasi lebih memiliki risiko menyebabkan alopesia dibanding regimen obat tunggal. [5]
Beberapa hal lain yang dapat mempengaruhi tingkat risiko dan jenis dari CIA termasuk
metabolisme obat yang buruk, paparan radiasi di kulit kepala, usia lanjut, adanya alopesia
androgenetik, penggunaan kemoterapi sebelumnya, adanya respon imun graft versus host pada
pasien yang mendapatkan transplantasi sel hematopietik. [5]

Tabel 2.1. Frekuensi dan tingkat keparahan alopesia dari agen kemoterapi[5]
2.5. Gejala Klinis
CIA sangat menonjol pada kulit kepala dengan predileksi pada area dengan total densisitas
rambut yang rendah yaitu pada area crown dan frontal. Alopesia dapat bersifat difus atau fokal.
Hilangnya rambut pada area alis, bulu mata, aksila, dan pubis tidak selalu terjadi dan bahkan dapat
terjadi setelah dosis terakhir kemoterapi diberikan. Namun, penyembuhan terjadi lebih cepat pada
kulit kepala.[6,7]
Waktu kejadian kerontokkan rambut dipengaruhi oleh agen kemoterapi, dosis, dan jadwal
kemoterapi. Mayoritas regimen yang diberikan setiap 2-3 minggu, kerontokkan rambut terjadi
sekitar 2 minggu dan hilang seluruhnya pada akhir siklus ke-2 kemoterapi. Kemoterapi setiap
minggu menyebabkan kerontokkan rambut yang lebuh lambat dan terkadang inkomplit. Pada
kondisi tersebut, rambut dapat tumuh kembali pada terapi selanjutnya. Sedangkan, kemoterapi
dosis tinggi yang digunakan pada transplantasi sel hematopietik menyebakan kerontokkan rambut
yang cepat dan komplit. Beberapa agen kemoterapi dapat menyebabkan alopesia berkepanjangan
atau permanen seperti docetaxel pada dosis ≥75 mg/m2 per siklusnya. [6,7]
Methotrexate dan beberapa agen biologis dapat mempengaruhi melanosit folikel yang
menyebabkan hiperpigmentasi pada rambut kulit kepala, alis, dan bulu mata. Hiperpigmentasi
memiliki pola garis yang berseling dengan warna normal atau disebut juga flag sign. Hal ini terjadi
karena periode kemoterapi dan periode tanpa kemoterapi yang bergantian. [6,7]
Gambar 2.2. Perubahan penampilan fisik. Gambar A: sebelum pengobatan dengan paclitaxel dan
carboplatin. Gambar B: 1 bulan setelah pengobatan.[5]

Gambar 2.3. Flag sign[6]

2.6. Diagnosis
Pada pemeriksaan trichoscopi, ciri khas dari anagen effluvium adalah ditemukannya
konstriksi Pohl-Pinkus yang menyebabkan batang rambut mudah patah ketika sampai pada
orifisium folikular. [6,7]

Gambar 2.4. Rambut Pohl-Pinkus[7]


2.7. Klasifikasi
Skala yang digunakan untuk menentukan untuk menilai alopesia terkait pengobatan
dilakukan menggunakan penilaian dari National Cancer Institute Common Temninology Criteria
for Adverse Events (NCI CTCAE). Penilaian yang lebih detail untuk menentukan efektifitas dari
pencegahan alopesia dilakukan menggunakan Dean Scale.

Gambar 2.4. NCI CTCAE versi 4 Alopesia.

Gambar 2.5. Modified Dean Scale untuk pengukuran kuantitas CIA.


2.8. Tatalaksana
2.8.1. Pencegahan Alopesia
Pencegahan alopesia dapat dilakukan melalui pengurangan jumlah obat yang tersebar ke
akar rambut yang membelah dengan cara menunkan aliran darah ke kulit kepala dan intevensi
farmakologis atau biologis untuk memblokir efek dari kemoterapi pada folikel rambut.

2.8.1.1. Torniquet Kulit Kepala


Pemakaian tourniquet pada kulit kepala adalah salah satu metode paling sederhana dan
tertua yang digunakan dalam mencegah CIA. Hal ini dilakukan dengan memberi tekanan kepada
kepala dengan perban (manset) yang melilit kepala. Tekanan pada manset 10 mmHg di atas
tekanan darah sistolik pasien. Hal ini dilakukan saat kemoterapi selama 10 menit ketika
konsentrasi plasma obat memuncak dan diulang lagi setelah istirahat selama penginfusan obat.
Aliran darah di vena superfisial akan melambat ketika deberikan tekanan yang mengakibatkan
aliran darah ke folikel rambut lebih sedikit dan kerusakan oleh obat yang diberikan hanya sedikit.
Namun, karena hal ini maka tornikuet kulit kepaala dikontraindikasikan pada leukemia dan
limfoma karena risiko metastasis. Efek samping yang paling umum adalah mati rasa pada kulit
kepala. Hal ini dapat diaplikasikan sendiri atau bersama-sama dengan metode pendinginan.
Metode ini sudah tidak digunakan selama 30 tahun terakhir dan pasien lebih memilih Scalp
Cooling. [16]

2.8.1.2. Scalp Cooling atau Hipotermia Kulit Kepala


Seseorang yang mendapatkan kemoterapi denga risiko alopesia disarankan untuk
menggunakan alat Scalp Cooling. Alat Scalp Cooling dapat bekerjar melalui 2 cara yaitu dengan
sistem otomatis yang mensirkulasikan pendingin melalui topi pendingin dan dengan pendingin
manual yang topi pendingin beku yang harus terus diganti bila memanas. Alat Scalp Cooling
otomatis yang dapat digunakan saat ini adalah DigiCap dan Paxman. Sistem pendingin otomatis
dapat mempertahankan suhu pada rentang yang kecil. Sistem pendingin yang manual terdiri dari
topi gel yang terinsulasi yang dibekukan, dipasangkan ke kepala, dan diganti setiap 30 menit bila
suhunya memanas.[10,11]
Scalp Cooling digunakan 30 menit sebelum infus kemoterapi diberikan dan terus dipakai
sampai 90-120 menit setelah kemoterapi selesai. Suhu kulit kepala yang dibutuhkan adalah < 22oC
atau suhu subkutan <15oC. Hal ini akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah lokal,
pengurangan jumlah kemoterapi yang dialirkan ke kulit kepala, menurunnya laju metabolik pada
sel folikel, dan penurunan jumlah obat yang diambil secara selular. Efek samping dari Scalp
Cooling dapat berupa rasa tidak nyaman dari rasa dingin, nyeri kepala, mual, kulit kering, luka
termal pada kulit kepala karena Scalp Cooling manual, dan klaustrofobia. [10,11]
Secara umum, Scalp Cooling memberikan respon baik pada 50-80%. Rata-rata <50%
pasien berhasil mempertahankan 50% dari rambut mereka ketika mendapatkan anthralcycline.
Beberapa hal yang harus didiskusikan dengan pasien adalah tingkat kesuksesan dari Scalp Cooling,
efek sampingnya yang berupa rasa dingin dan nyeri kepala ringan, dan beban finansial. [10,11]
Scalp Cooling sudah digunakan dengan sukses pada pasien dengan tumor padat, seperti
tumor payudara, ovarium, dan prostat, yang mendapatkan kemoterapi kuratif dengan risiko
alopesia komplit. Pasien dengan keganasan tingkat lanjut yang mengalami kerontokkan rambut
akibat kemoterapi paliatif yang mempenpanjang hidup dan meningkatkan kualitas hidup maka
Scalp Cooling dapat diberikan. Kandidat yang tidak cocok untuk terapi Scalp Cooling berupa
pasien dengan tumor padat yang mendapatkan infus kemoterapi terus-menerus selama 1 hari atau
lebih dan pasien yang akan mendapatkan radiasi kranial. Scalp Cooling tidak dapat mencegah
kerontokkan rambut akibat radiasi. [10,11]
Kontraindikasi dari terapi Scalp Cooling dapat berupa sensitivitas pada dingin, migraine
yang dipicu dingin, penyakit agglutinin dingin, cryoglobulinemia, dan distrofi dingin
posttraumatik. Pemakaian Scalp Cooling pada pasien dengan kelainan fungsi liver memiliki
efikasi yang buruk karena metobolisme obat yang tehambat sehingga obat dengan tingkat
terapeutik lama tetap berada di tubuh. Scalp Cooling juga tidak direkomendasikan pada pasien
dengan sel tumor yang level sirkulasi yang tinggi seperti leukimia atau limfoma. Tidak ada bukti
yang menyatakan bahwa Scalp Cooling memiliki asosiasi dengan metastasis kulit kepala.
Penyebab lain kerontokkan rambut seperti hipotiroid harus diselidiki. [10,11]

2.8.1.3. Intervensi Farmakologis


 Bimatoprost Topikal 0,03%
Bimatroprost topikal adalah prostaglandin analog yang sudah lama digunakan pada
batas kelopak mata atas untuk mempercepat pertumbuhan bulu mata pada pasien
dengan alopesia bulu mata. Biamtoprost di pakai sebanyak 1 tetes pada batas
kelopak mata atas setiap hari selama kemoterapi dan akan memberikan hasil pada
bulan ke 12.[12]

 Minoxidil Topikal
Minoxidil berkerja dengan memperpanjang fase anagen pada rambut dan juga
memperbesar ukuran folikel rambut. Saat ini minoxidil sudah digunakan sebagai
terapi alopesia androgenetik dan alopesia areata. Pemakaian minoxidil pada CIA
tidak dapat mencegah terjadinya alopesia namun dapat memperlambat kerontokan
rambut dan mempercepat waktu dari kehilangan rambut maksimal sampai
pertumbuhan rambut pertama.[13]

 Calcitriol Topikal
Pengobatan awal dengan calcitriol topikal tidak mengubah tingkat sitotoksik dari
kemoterapi tapi dapat mencegah alopesia. Namun berdasarkan peneliatian,
pemberian calcitriol topikal pada pasien yang mendapatkan kemoterapi
anthracycline dan cyclophosphamide pada kanker payudara tidak dapat mencegah
CIA.[14]

2.9. Edukasi pada Pasien Sebelum Pengobatan


Dibutuhkan perencanaan program edukasi untuk mengubah presepsi negatif pasien
terhadap CIA. Pasien harus diinformasikan mengenai kerontokan rambut sebelum kemoterapi dan
berbagai pilihan untuk mencegah CIA perlu ditawarkan kepada pasien. Beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk menatalaksana CIA selama pengobatan adalah[16]:
1. Sebelum kerontokan rambut:
a. Keringkan rambut dan gunakan pengering dengan panas yang rendah
b. Jangan gunakan pengeriting rambut, jepit rambut, dan ikat rambut
c. Jangan mewarnai rambut atau mennggunakan hair spray atau gel
d. Gunakan sisir dengan gigi yang berjauhan dan secara pelan-pelan
e. Gunakan shampo bayi dengan pH netral
f. Untuk mencegah luka pada kulit, gunakan alat cukur listrik bila memotong
rambut
g. Beli rambut palsu bila dibutuhkan

2. Sesudah kerontokan rambut: gunakan rambut palsu atau kain untuk mencegah
paparan cahaya matahari dan udara dingin pada kulit kepala bila dibutuhkan.

Untuk mengurangi efek psikologi negatif, pasien harus didukung untuk menggunakan
kamuflase seperti memakai topi, memakai wig, atau memotong rambut menjadi gaya pendek pada
hari ke 15 setelah kemoterapi pertama pada kemoterapi yang menyebabkan alopesia komplit.
Beberapa studi juga menganjurkan untuk menggunakan program komputer dalam
mengimajinasikan alopesia dimana hal tersebut dapat mengurangi tingkat stress terkait CIA dan
menambah perasaan positif.[16]

2.10. Prognosis dan Reversibilitas


Karena kemoterapi menyerang sel yang berproliferasi namun tidak stem sel yang inaktif,
yang berfungsi untuk reinisiasi penumbuhan folikular, maka umumnya alopesia akibat kemoterapi
bersifat reversible. Folikel rambut kembali melanjutkan siklus normal dalam beberapa minggu
setelah pemberhentian kemoterapi dan penumbuhan rambut akan terlihat dalam 3-6 bulan. Rambut
yang tumbuh kembali umumnya memiliki karakteristik berbeda karena efek kemoterapi pada
melanosit dan epitel pembungkus akar rambut dalam seperti memutih, keriting, dan melurus yang
seiring berjalannya waktu akan membaik.[8,9]
Alopesia permanen dapat terjadi pada pemberian kemoterapi dosis tinggi (busulfan,
cyclophosphamide, dan thiotepa) dan transplantasi sel hematopoietik. Agan kemoterapi dosis
sedang yang juga dapat menyebabkan alopesia permanen adalah obat kemoterapi kanker payudara
(seperti docetaxel >75 mg/m2), dan kemoterapi germ sel. Alopesia dengan jaringan parut permanen
adalah inhibitor EGFR yang deberikan jangka panjang seperti gefitinib dan erlotinib. [8,9]
Daftar Pustaka

1. Menaldi S, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. 1st ed. Depok:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2016.
2. Fitzpatrick T, Goldsmith L. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7th ed.
McGraw Hill; 2013.
3. Waters J, Richardson G, Jahoda C. Hair follicle stem cells. Seminars in Cell &
Developmental Biology. 2007;18(2):245-254.
4. Yeager C, Olsen E. Dermatologic Therapy. Treatment of Chemotherapy-induced
Alopecia. 2011;24:432-442.
5. Chon S, Champion R, Geddes E, Rashid R. Chemotherapy-induced alopecia. Journal of
the American Academy of Dermatology. 2012;67(1):e37-e47.
6. Chon SY, Champion RW, Geddes ER, Rashid RM. Chemotherapy-induced alopecia. J
Am Acad Dermatol 2012; 67:e37.
7. Yun SJ, Kim SJ. Hair loss pattern due to chemotherapy-induced anagen effluvium: a
cross-sectional observation. Dermatology 2007; 215:36.
8. Machado M, Moreb JS, Khan SA. Six cases of permanent alopecia after various
conditioning regimens commonly used in hematopoietic stem cell transplantation. Bone
Marrow Transplant 2007; 40:979.
9. Palamaras I, Misciali C, Vincenzi C, et al. Permanent chemotherapy-induced alopecia: a
review. J Am Acad Dermatol 2011; 64:604.
10. van den Hurk CJ, Breed WP, Nortier JW. Short post-infusion scalp cooling time in the
prevention of docetaxel-induced alopecia. Support Care Cancer 2012; 20:3255.
11. Komen MM, Breed WP, Smorenburg CH, et al. Results of 20- versus 45-min post-
infusion scalp cooling time in the prevention of docetaxel-induced alopecia. Support Care
Cancer 2016; 24:2735.
12. Glaser DA, Hossain P, Perkins W, et al. Long-term safety and efficacy of bimatoprost
solution 0·03% application to the eyelid margin for the treatment of idiopathic and
chemotherapy-induced eyelash hypotrichosis: a randomized controlled trial. Br J
Dermatol 2015; 172:1384.
13. Duvic M, Lemak NA, Valero V, et al. A randomized trial of minoxidil in chemotherapy-
induced alopecia. J Am Acad Dermatol 1996; 35:74.
14. Jimenez JJ, Yunis AA. Protection from chemotherapy-induced alopecia by 1,25-
dihydroxyvitamin D3. Cancer Res 1992; 52:5123.
15. Butow P. Supportive Care in Breast Cancer. 2017;41(1):40.
16. Can G, Yildiz M, EmelEmineÖzdemir R. Supportive Care for Chemotherapy Induced
Alopecia: Challenges and Solutions. Clin Res Infect Dis. 2017;4(1):1048.

Anda mungkin juga menyukai