Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

Cerebral venous thrombosis (CVT) adalah adanya trombus pada lumen vena serebral.1,2 CVT
jarang ditemukan dan merupakan penyebab stroke yang tidak umum. Sekitar 0,5-1% kasus
stroke disebabkan oleh CVT.2,3 Dilaporkan bahwa rasio stroke akibat vena dan arteri yaitu
1:62,5.3 Sering terjadi pada usia muda dan anak-anak. 1,2,3,4 Ratio kejadian CVT pada perempuan
dan laki-laki yaitu 1,29:1.4 Perbedaan ini mungkin berhubungan dengan kehamilan atau
penggunaan kontrasepsi oral.5

Faktor penyebab terjadinya CVT diklasifikasikan berdasarkan penyebab lokal dan sistemik.
Penyebabkan lokal dikaitkan dengan kondisi intrinsik atau mekanis dari vena dan sinus dural,
sedangkan sistemik dikaitkan dengan kondisi klinis yang menyebabkan adanya trombosis. 6
Gejala klinis CVT bervariasi, tergantung pada ekstensi, lokasi dan proses trombotik vena serta
adekuat atau tidaknya sirkulasi vena kolateral. Gejala klinis pada CVT sering tidak spesifik.
Gejala klinis yang umum adalah sakit kepala, defisit neurologis fokal, kejang, dan penurunan
kesadaran.1,6-9 Pada pemeriksaan laboratorium adanya peningkatan nilai D-dimer yaitu lebih dari
500 ng/mL merupakan salah satu indikator adanya CVT, namun jika nilai D-dimer normal tidak
menandakan bahwa tidak terjadi CVT.2,10

Pemeriksaan radiologi sangat penting dalam penentuan diagnosis dan komplikasi CVT sehingga
dapat membantu dalam penatalaksanaan dini dan tepat. Pemeriksaan radiologi yang dapat
dilakukan computed tomography (CT) scan, CT venografi, magnetic resonance imaging (MRI),
MR venografi, dan digital subtraction angiografi (DSA). Untuk baku emas dalam diagnosis
CVT adalah kombinasi MRI dan MR venografi serebral.11
Tujuan makalah ini untuk mengetahui peranan CT scan dan MRI kepala pada diagnosis CVT .

BAB 2

0
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Cerebral venous thrombosis (CVT) adalah adanya trombus pada lumen vena serebral.1,2 CVT
menyebabkan gangguan drainase pada sirkulasi vena yang selanjutnya dapat menyebabkan
gangguan pada perenkim serebral.1,2,3

2.2. EPIDEMIOLOGI

CVT jarang ditemukan dan merupakan penyebab stroke yang tidak umum. Sekitar 0,5-1% kasus
stroke disebabkan oleh CVT.2 Dilaporkan bahwa rasio stroke akibat vena dan arteri yaitu 1:62,5. 3
Tahun 1973, Towbin12 melaporkan terdapat 9% kasus CVT dari otopsi 182 pasien, sedangkan
tahun 1995, Daif13 melaporkan frekuensi kejadian CVT di Arab Saudi terdapat 7 kasus per
100.000 pasien di rumah sakit. Sering terjadi pada usia muda dan anak-anak. 1,2,3 Berdasarkan
studi kohort International Study on Cerebral Venous and Dural Sinuses Thrombosis (ISCVT),
terdapat 487 kasus dari 624 kasus yaitu sekitar 78% kasus terjadi pada pasien dengan usia <50
tahun. Pada Registro National Mexican de Enfermedad Vascular Cerebral (RENAMEVASC),
terdapat 3% kasus trombosis vena serebral dari keseluruhan kejadian stroke. Di Iran menurut
dapat clinic-based registry insiden trombosis vena serebral 12,3 per 1 juta orang.3

CVT diyakini lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Tahun 1992,
Ameri dan Bousser4 melaporkan dari 110 kasus didapatkan ratio kejadian CVT pada perempuan
dan laki-laki yaitu 1,29:1. Distribusi usia pada laki-laki seragam, sedangkan pada perempuan
kasus CVT banyak terjadi pada usia 20-35 tahun. 3 Perbedaan ini mungkin berhubungan dengan
kehamilan atau penggunaan kontrasepsi oral.5

2.3. ETIOLOGI

Dalam beberapa pustaka telah dijelaskan lebih dari 100 penyebab terjadinya CVT. Faktor
penyebab terjadinya CVT diklasifikasikan berdasarkan penyebab lokal dan sistemik.
Penyebabkan lokal dikaitkan dengan kondisi intrinsik atau mekanis dari vena dan sinus dural,
sedangkan sistemik dikaitkan dengan kondisi klinis yang menyebabkan adanya trombosis.6

1
Proses lokal yang menyebabkan adanya gangguan aliran vena, misalnya trauma kalvaria, trauma
pada tindakan operasi, sinusitis, infeksi regional seperti mastoiditis, dan invasi neoplastik atau
kompresi dapat menyebabkan terjadinya trombosis.1,3,6-8

Penyebab sistemik yaitu keadaan hiperkoagulasi terkait dengan sindroma antifosfolipid,


defisiensi protein S dan C, defisiensi antitrombin III, antikoagulan lupus, dan mutasi factor V
Leiden. Penggunaan beberapa obat-obatan juga dilaporkan meningkatkan resiko terjadinya CVT
seperti kontrasepsi oral, kortikosteroid, epsilon-aminocaproic acid, talidomid, tamoxifen,
eritropoietin, fitoestrogen, L-asparaginase, dan heparin.1,3,6-8

Faktor koagulopati pada dewasa muda menjadi penyebab terbesar (70%). Faktor risiko tinggi
pada wanita yaitu penggunaan kontrasepsi dan periode setelah persalinan. Sebanyak 25% dari
kasus tidak diketahui penyebabnya.1,3,6-8

2.4. ANATOMI.

2.4.1. Arteri Serebral.

Arteri serebral menggambarkan tiga pasang arteri utama dan cabang-cabangnya, yang mengaliri
parenkim serebral. Tiga arteri utama terdiri dari arteri serebral anterior (ACA), arteri serebral
media (MCA), dan arteri serebral posterior (PCA).14,15

ACA dan MCA berasal dari bagian serebral dari arteri karotis interna, sedangkan cabang PCA
berasal dari hubungan arteri komunikan posterior dan bagian anterior arteri basilaris. Tiga pasang
arteri dihubungkan dari arteri komunikan anterior dan arteri komunikan posterior.14,15

Arteri biasanya dibagi menjadi segmen-segmen yang berbeda dari 1-4 atau 5 untuk menunjukkan
seberapa jauh percabangannya dengan jumlah segmen yang lebih kecil menunjukkan pembuluh
darah tersebut dekat dengan arteri utamanya. Meskipun merupakan cabang dari arteri utama
dalam hal ukuran dan posisi pembuluh darah ini dipertahankan konstan. Dapat juga terjadi
beberapa variasi topografi, posisi, dan sumber arterinya.14,15

2
ACA

PCA
MCA
ACA

PCA

Gambar 2.1. Arteri serebral dan teritori arteri serebral.16

2.4.2. Vena Serebral.

3
Sistem vena serebral dibentuk oleh sistem vena superfisial dan sistem vena dalam. Sistem vena
superfisial terdiri dari sinus sagitalis superior dan sinus sagitalis inferior di sepanjang vena
kortikal superfisial. Sistem vena dalam terdiri dari vena dalam serebral, vena besar Galen,
straight sinus, sinus transversus dan sinus sigmoid.6,17,18

Pengaturan vena kortikal superfisial sangat bervariasi. Vena kortikal superfisial dapat di bagi
dalam tiga grup yaitu grup anterior mendrainase ke sinus kavernosus, grup lateroventral
mendrainase ke sinus lateralis, dan grup mediodorsal mendrainase ke sinus sagitalis superior.
Terdapat beberapa sirkulasi anastomosis yang sama-sama bervariasi. Bagian yang konstan dari
sirkulasi anastomosis ini adalah vena Labbe, yang menghubungkan vena serebral media dengan
sinus lateralis dan vena besar Tollard, juga menghubungkan vena serebral media ke sinus
sagitalis.6,17,18

Sinus sagitalis superior (SSS) di mulai dari anterior foramen cecom dan berjalan di sepanjang
permukaan dalam kalvaria pada pertengahan sagital ke protuberansia oksipital interna. SSS
mendrainase permukaan superfisial hemisfer serebral melalui vena kortikal.6,17,18

Pada protuberansia oksipital interna, SSS bergabung dengan straight sinus dan terbagi menjadi
dua sinus transversus, yang masing-masing berjalan ke lateral. Sinus yang bergabung pada
protuberansia oksipital interna di kenal sebagai trocula of herophili. Ukuran sinus transversus
sering kali tidak simetris dengan sinus transversus kiri lebih kecil atau tidak terbentuk dari pada
sinus transversus kanan. Sinus transversus berjalan ke anterior menjadi sinus sigmoid yang
selanjutnya mendrainase ke vena jugularis interna. Straight sinus di bentuk oleh sinus sagitalis
inferior dan vena besar Galen. Vena Galen selanjutnya di bentuk oleh gabungan vena serebral
dalam dan vena basal (Rosenthal).6,17,18

Vena pada fosa posterior juga menunjukkan berbagai variasi. Vena-vena tersebut dapat di bagi
dalam tiga grup yaitu grup anterior mendrainase ke sinus petrosus, grup posterior mendrainase ke
straight sinus dan trocula serta grup superior mendrainase ke vena Galen.6,17,18

4
Vena otak tidak memiliki katup dan dinding, karena tidak memiliki jaringan otot sehingga sangat
tipis. Vena otak menembus membran arakhnoid dan lapisan dalam atau meningeal dari dura
mater dan terbuka ke dalam sinus vena kranial. 6,17,18

Gambar 2.2. Vena serebral dan teritori vena serebral.19

Distribusi terjadinya CVT adalah pada sinus sagitalis superior, sinus lateralis (sinus transversus
dan sinus sigmoid), dan sinus kavernosus merupakan frekuensi tersering, sedangkan frekuensi

5
yang jarang terjadi pada vena serebral interna, vena Galen, straight sinus, vena jugularis dan
vena kortikal.1

Gambar 2.3. Frekuensi CVT pada sinus dan vena serebral.1

2.5. PATOFISIOLOGI

Secara umum faktor penyebab terjadinya CVT terkait dengan virchow’s triad yaitu kerusakan
dinding pembuluh darah, penyakit koagulasi, dan aliran vena yang stasis.3,8,9 Patofisiologi
keterlibatan parenkim otak pada trombosis vena berbeda dengan trombosis arteri. Perubahan
sekunder pada parenkim yang mungkin terjadi yaitu edema sitotoksik, edema vasogenik, atau
perdarahan intrakranial.1,6,9

Mekanisme utama yang mendasari terjadinya trombosis kemungkinan karena adanya


peningkatan tekanan pada vena. Jika aliran kolateral vena mengalami insufisiensi, terutama
adanya keterlibatan vena kortikal, maka berikutnya akan terjadi gangguan pada parenkim. Jika
tekanan pada vena terus meningkat dengan konsekuensi berkurangnya tekanan perfusi pada
arteri maka kematian jaringan mungkin akan terjadi. Namun jika aliran kolateral cukup adekuat
atau mengalami rekanalisasi sebelum terjadinya kematian sel atau perdarahan intrakranial, maka
gangguan pada parenkim dapat diatasi dapat sebagian atau seluruhnya. 1,6,9

6
2.6. GEJALA KLINIS.

Gejala klinis CVT bervariasi, tergantung pada ekstensi, lokasi dan proses trombotik vena serta
adekuat atau tidaknya sirkulasi vena kolateral. Gejala klinis pada CVT sering tidak spesifik.
Gejala klinis yang umum adalah sakit kepala, defisit neurologis fokal yaitu kejang fokal, dan
penurunan kesadaran.1,2,3,6,8

Sakit kepala hebat merupakan gejala neurologis umum pada orang dewasa, yang dialami sekitar
75-95% pasien dan defisit neurologis fokal, yaitu kejang fokal dialami lebih dari 40% pasien,
umumnya berlanjut ke status epileptikus. Kejang fokal atau umum lebih sering terjadi pada
trombosis sinus kranial daripada pada stroke arterial. Gejala neurologis fokal lebih sering
memperlihatkan perubahan pada parenkim yang dapat di lihat pada gambaran imegingnya. Oleh
karena proses trombosis dan trombolisis endogen serta rekanalisasi dapat terjadi secara
bersamaan sehingga gejala klinis dapat tidak ditemui pada sekitar 70% kasus.1,2,3,6,8

Gejala hemisferik unilateral klasik, seperti hemiparesis dan afasia jarang terjadi. Sindroma
hipertensi intrakranial (sakit kepala dan papiledema) terjadi pada sekitar 20-40% pasien. Pada
trombosis sinus kavernosus infeksius, gejala klinis berupa sakit kepala, demam, edema papil,
proptosis, kemosis atau kelumpuhan gerakan ekstraokular.1,2,3,6,8

Tabel 2.1. Hubungan antara gejala klinis dan letak oklusi vena.2

Letak oklusi vena Gejala klinis


Vena kortikal Defisit motorik atau sensorik, kejang atau keduanya
Sinus sagital Defisit motorik kadang unilateral atau bilateral dan kejang.
Sinus transversus Hipertensi intracranial fokal, berhubungan dengan afasia jika oklusi
pada sinus transversus kiri.
Vena serebral profunda Gejala klinis yang berat yaitu koma, delirium, dan defisit motorik
bilateral.
Sinus kavernosus Nyeri pada orbita, kemosis, proptosis, dan occulomotor palsies

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG.

7
2.7.1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan hitung darah lengkap untuk mengetahui polisitemia sebagai faktor etiologi.
Penurunan jumlah trombosit menandakan adanya purpura trombositopenik trombotik dan
leukositosis mengindikasikan adanya proses infeksi.21

Pemeriksaan antibodi antifosfolipid dan antikardiolipin harus dilakukan untuk mengevaluasi


adanya sindroma antifosfolipid. Pemeriksaan lain yang dapat mengindikasikan hiperkoagulasi
termasuk protein S, protein C, antitrombin III, antikoagulan lupus, dan mutasi faktor V Leiden.
Pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan jika pasien dalam terapi antikoagulan.1,2,21

Pemeriksaan laju endap darah dan antibodi antinuclear harus dilakukan untuk skirining sytemic
lupus erythematosus (SLE), Wegener granulomatosis, dan arteritis temporal. Jika kadarnya
tinggi, evaluasi lebih lanjut yaitu level komplemen, antibodi anti-deoxyribonucleic (DNA), dan
antibodi sitoplasma perlu dipertimbangkan. Protein urin harus diperiksa, jika nilainya tinggi
kemungkinan adanya sindroma nefrotik perlu dipertimbangankan. Pemeriksaan fungsi hati untuk
menyingkirkan adanya sirosis.2,21

Nilai D-dimer mungkin bermanfaat pada pasien skiring untuk mengevaluasi sakit kepala. Dalam
sebuah studi dari 18 penderita CVT, Tardy et al10 melaporkan bahwa nilai D-dimer kurang dari
500 ng/mL memiliki negative predictive value untuk mengekskulsi diagnosis penderita dengan
sakit kepala akut. Dalam sebuah studi prosfektif dari 54 penderita sakit kepala dengan
kecurigaan CVT, Lalive22 menemukan bahwa 12 penderita CVT, 10 penderita memiliki nilai D-
dimer lebih besar dari 500 ng/mL dan 2 penderita memilki nilai D-dimer kurang dari 500ng/mL.
Beberapa studi juga melaporkan pada penderita CVT nilai D-dimernya meningkat yaitu lebih
dari 500 ng/mL, namun nilai D-dimer normal tidak menandakan bahwa tidak terjadi CVT.
Sensitivitas dan spesifisitas nilai D-dimer untuk mendiagnosis adanya trombosis masing-masing
93-95% dan sekitar 50%. Nilai D-dimer tidak menetapkankan diagnosis pasti CVT, namun jika
nilainya lebih dari 500ng/mL menginformasikan bahwa sangat mungkin adanya CVT.2,20
2.7.2. PEMERIKSAAN RADIOLOGI.

8
2.7.2.1. COMPUTED TOMOGRAPHY (CT) SCAN

Pemeriksaan CT scan merupakan modalitas imeging utama yang digunakan untuk mengevaluasi
sebagian besar pasien yang mengalami tanda-tanda atau gejala neurologis. Gambaran CT scan
CVT untuk pertama kalinya dijelaskan oleh Buonanno dan Kingsley 23 dalam dua makalah
terpisah di tahun 1978. Nilai sensitivitas dan spesifisitas CT scan dalam mendiagnosis CVT
adalah 95% dan 91%.3,24 Lebih dari 26% pasien CVT menunjukkan gambaran CT scan yang
normal.22

Multidetector CT (MDCT) yang digunakan 4-detector system,16-row detector system, atau 64-
row detector system. Standar protocol MDCTA, menggunakan parameter 120kV, 120-140 mAs,
collimation = 4 x 1,0 mm, 16 x 0,75 mm, atau 64 x 0,62 mm. Digunakan 120 ml kontras
nonionic denagn konsentrasi 300 mg/ml, kecepatan penyuntikkan tergantung ukuran kateter yaitu
3-5 ml/detik menggunakan injektor yang di suntikkan di vena antekubiti dengan prescanning
delay 35-45 detik setelah penyuntikan kontras. Scan dilakukan mulai dari vertex sampai ke
corpus vertebra C1 dengan sudut scan parallel dengan garis yang menghubungkan tuberkulum
sela ke batas posterior foramen magnum.24-26

Langkah pertama standar CT venografi yaitu dua dimensi (2D) multiplanar reformatted (MPR)
images digunakan untuk memvisualisasikan sinus vena dural dan vena serebral dengan window
level dan window width yang adekuat. Window setting lebih lebar dari tipe yang digunakan untuk
menilai parenkim. Sumber gambar yang dihasilkan dengan window ≥ 260 HU dan window level
sekitar 130 HU untuk memvisualisasikan lebih jelas vena serebral dan sinus dural sehingga
terpisah dari tulang sekitarnya. Langkah kedua yaitu 2D Multiple intensity projection (MIP)
images didapatkan setelah menghilangkan struktur tulang dan parenkim otak, sehingga
memberikan gambar lebih rinci struktur vena serebral, lalu disimpan.24,26

Kedua langkah pertama ini membutuhkan waktu sekitar 5 menit dan baik untuk menilai kasus-
kasus trombosis sinus superfisial dan vena dalam. Dalam algoritma memperlihatkan reformasi
opsional termasuk 3D MIP dan volume rendering, yang biasanya membutuhkan waktu kurang
dari 5 menit. Postprocessing lebih lanjut dengan algoritma 3D dilakukan pada kasus-kasus
trombosis vena kortikal dan membutuhkan waktu 10-15 menit.24,26

9
Rekonstruksi CT 3D mengunakan teknik substraksi yang meliputi jaringan otak. Pertama, model
3D di buat dari model primer. Kemudian, tulang yang membentuk model primer dihilangkan,
untuk membentuk model vaskular fase pertama. Pada saat ini, model vaskular masih tertutup
oleh fragmen tulang. Model tulang dapat dihilangkan dari model vaskular, hal ini disebut sebagai
model vaskular fase kedua. Struktur vena tampak lebih jelas pada gambar MIP karena
superposisi fragmen tulang telah dihilangkan. Teknik dilusi dan substraksi ini dapat dilakukan
sampai struktur vena terlihat jelas. Pada banyak kasus, venogram diagnostik dilakukan setelah
hanya satu atau dua langkah substraksi. Sebagai tambahan, algoritma shell-MIP dan integral
display dapat di aplikasikan untuk mendapatkan model jaringan otak, yang menggambarkan
sinus dural permukaan dan vena kortikal. Total waktu rekonstruksi 10-15 menit.24,26

Untuk menghilangkan struktur tulang dan parenkim otak dianggap memakan waktu dan
tergantung pada keahlian operator. Kendala ini telah diatasi dengan perkembangan teknik terbaru
yang disebut matched mask bone elimination (MMBE) yang secara otomatis menghilangkan
setiap struktur jaringan yang tidak diinginkan.23

CT scan kepala dapat dilakukan tanpa atau dengan pemberian kontras iodium intravena.
Mayoritas temuan CVT pada CT scan dengan pemberian kontras, pada prosedur ini dapat
membantu mendeteksi CVT pada tahap awal sehingga dapat dianjurkan untuk pemberian
pengobatan inisial. CT venografi merupakan teknik yang efektif untuk mendiagnosis CVT. 2,3,6,7,23
Prosedur ini mirip dengan CT angiografi, perbedaannya pada CT venografi memerlukan delay
scan pasca pemberian kontras medium sedangkan CT angiografi tidak ada delay scan. Delay
scan dilakukan untuk memberikan waktu yang cukup agar kontras medium dapat mencapai dan
memberikan opasitas yang optimal pada vena.6,7,23

CT venografi dapat dilakukan segera setelah CT scan tanpa pemberian kontras jika dicurigai
adanya CVT. Pemeriksaan ini lebih cepat dan lebih murah dibandingkan dengan pemeriksaan
MR venografi. CT venografi lebih unggul daripada MR venografi dalam mengidentifikasi vena
serebral dan sinus dural serta dianggap sama dalam mendiagnosis CVT. CT venografi juga
memiliki sensitifitas tinggi untuk menggambarkan sirkulasi vena intraserebral dibandingkan
dengan DSA. Trombosis diidentifikasi sebagai kurangnya aliran atau kontras medium dalam
vena. 3,6,7,23

10
Temuan imeging yang menunjukkan diagnosis CVT dapat dibagi menjadi temuan langsung dan
temuan tidak langsung. Temuan langsung adalah adanya trombus pada vena serebral dan temuan
tidak langsung adalah efek samping dari CVT akibat gangguan aliran vena.6,7,23

Temuan langsung pada CT scan aksial tanpa pemberian kontras yaitu:

 Dense cord sign merupakan tanda adanya trombus pada vena kortikal.6,7,19,23

Gambar 2.4. CT scan kepala tanpa kontras memperlihatkan dense


cord sign akibat trombosis vena kortikal.7

 Dense dural sinuses merupakan trombosis akut pada dural sinus.6,7,19,23

A B
Gambar 2.5. CT scan kepala potongan aksial non kontras memperlihatkan dense dural
sinus akibat trombosis pada sinus transversus kanan (A) dan sinus transversus kiri (B).19,23

 Dense jugular vein merupakan trombosis akut pada vena jugularis.

Gambar 2.6. CT scan kepala aksial dan sagital tanpa kontras memperlihatkan dense
jugular vein akibat trombosis pada vena jugularis.7

 Dense triangle atau delta sign merupakan trombosis akut pada SSS sisi posterior.

11
Gambar 2.7.CT scan kepala tanpa kontras memperlihatkan dense triangle atau delta
sign.19,23

Dalam dua minggu pertama, trombus biasanya berdensitas hiperdens dibandingkan dengan
parenkim otak pada CT scan tanpa pemberian kontras. Setelah dua minggu, trombus akan
menjadi isodens terhadap parenkim otak, oleh karena itu hanya akan terlihat pada CT scan pasca
pemberian kontras.23

Temuan tidak langsung pada CT scan aksial tanpa pemberian kontras yaitu:

 Infark nonhemoragik merupakan temuan tidak langsung paling umum pada CVT dan
dapat terjadi pada vena kortikal, subkortikal atau dalam. Infark yang tidak mengikuti
teritori arteri harus dicurigai sebagai infark akibat CVT. Infark thalamus bilateral sangat
mungkin trombosis dari sistem vena dalam. Lesi hipodens parasagital bilateral pada CT
scan adalah temuan umum dari trombus SSS.6,7,23,24
 Infark vena hemoragik terjadi sekitar 10-50% dari kasus CVT. Venous backlog
menyebabkan infark yang sering berdarah.6,7,23,24
 Perdarahan multifocal di beberapa area perdarahan disebabkan perdarahan venous
backlog. Perdarahan multifokal terjadi sekitar 2-10% kasus dengan CVT.6,7,23,24

Gambar 2.8. CT kepala aksial tanpa kontras memperlihatkan perdarahan multifokal.23


 Perdarahan subdural atau subarakhnoid terlihat pada pasien CVT dan diduga memiliki
etiologi yang sama dengan perdarahan parenkimal.6,7,23,24
 Slit-like ventricles dianggap sebagai akibat sekunder dari efek tekanan kongesti vena dan
dapat ditemukan pada CVT. Pada orang dewasa muda dapat memperlihatkan keadaan

12
yang normal. Etiologi lain adalah pseudotumor cerebri, edema difus pasca trauma,
inflamasi difus, hipertensi intrakranial, dan bilateral isodens subdural collections.6,7,23,24
 Edema serebral difus memperlihatkan gambaran densitas rendah yang difus pada
parenkim otak dan merupakan efek sekunder akibat kongesti vena.6,7,23,24
 Temuan lain yang merupakan akibat tersier dari perdarahan atau infark yaitu edema fokal,
efek massa, pergeseran garis tengah, dan hidrosefalus.6,7,23,24

Temuan langsung CT scan aksial pasca pemberian kontras yaitu:

 Empty delta sign merupakan temuan langsung paling umum dari CVT pada CT scan
dan sekitar 10-30% kasus dengan CVT. Empty Delta Sign adalah triangular filling
defect dan merupakan opasifikasi dari kolateral vena dalam sinus dengan
nonopasifikasi dari clot dalam sinus.6,7,23,24

Gambar 2.9. Empty delta sign akibat trombosis SSS.19

Gambar 2.10. Empty delta sign akibat trombosis sinus transversus kanan.7

 Nonosifikasi atau filling defect dalam sinus dural sugestif adanya trombosis sinus.
6,7,23,24.

Temuan tidak langsung CT scan aksial pasca pemberian kontras yaitu:

 Penyangatan parenkimal adalah kelainan paling umum pada CT scan pasca pemberian
kontras setelah empty delta sign pada pasien CVT. Hal ini kemungkinan besar merupakan
luxury perfusion pada area infark.6,7,23,24
 Penyangatan teritori vena merupakan efek sekunder dari adanya stasis aliran vena atau
hiperemi dari dura mater.6,7,23,24

13
2.7.2.2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI telah digunakan dalam mendiagnosis CVT selama kurang lebih dua dekade dan merupakan
modalitas pilihan saat secara klinis dicurigai adanya CVT. MRI juga digunakan dalam follow up
pasien CVT. Gambaran MRI CVT bervariasi, tergantung pada perubahan patofisiologi yang
disebabkan oklusi vena.17,26

MR venografi adalah teknik non invasif yang dapat memvisualisasikan sirkulasi vena
intrakranial. Teknik dapat dilakukan tanpa menggunakan kontras intravena, namun untuk
resolusi yang lebih baik sebaiknya dilakukan dengan menggunakan kontras.7,17

MR venografi tanpa pemberian kontras menggunakan teknik time of flight (TOF) atau teknik fase
kontras. Fase kontras jarang dilakukan karena tergantung pada parameter kecepatan operator
yang didefinisikan encoding. TOF MR venografi adalah teknik yang paling sering digunakan
untuk diagnosis CVT. Teknik dua dimensi (2D) TOF digunakan untuk mengevaluasi sistem vena
intrakranial karena sensitif untuk menilai aliran yang lambat.6,17

MR venografi dengan menggunakan kontras lebih menggandalkan pengisian kontras pada lumen
vaskular daripada MR flow phenomen yang digunakan pada teknik TOF dan fase kontras MR
venografi tanpa kontras. Oleh karena itu MR venografi dengan menggunakan kontras kurang
dipengaruhi oleh aliran yang kompleks. Saat ini penggunaan kontras gadolinium pada MR
venografi telah terbukti lebih unggul dari teknik TOF MR venografi.6,7

Pemeriksaan MRI kepala digunakan 1,5 tesla dengan parameter yang digunakan T1SE (TR 500
ms, TE 14 ms, ketebalan 5 mm, ukuran matriks 256 x 192, fov 24 x 24 cm, waktu akuisisi 1,44
menit, satu aksitasi), T2SE (TR 5200 ms, TE 120 ms, ketebalan 5 mm, ukuran matriks 256 x
320, fov 24 x 24 cm, waktu akuisisi 1,20 menit, dua eksitasi), FLAIR (TR 8400 ms, TE 145 ms,
ketebalan 5 mm, ukuran matriks 256 x 192, fov 24 x 24 cm, waktu akuisisi 3,48 menit, satu
aksitasi, TI 2100), DWI (TR 10.000 ms, TE 100 ms, ketebalan 7 mm, ukuran matriks 128 x 128 ,
fov 24 x 24 cm, waktu akuisisi 32 detik b value 1000 detik/mm2, diffusion gradient G = 22
mT/m, durasi 32 ms, separation time 39 ms), dan T2*SW (TR 560 ms, TE 15 ms, ketebalan 5
mm, ukuran matriks 256 x 192, fov 24 x 24 cm, waktu akuisisi 1,09 menit).26,27

14
Parameter scan yang digunakan untuk MR venografi TOF 2D adalah TR/TE 45/9, 60 o flip angle,
ketebalan slice 1,5 mm, satu eksitasi RF, matriks 256 x 192, dan menggunakan fov 22 cm.
Sebuah pulsa presaturasi 90o dilakukan sebelum setiap eksitasi RF untuk menghilangkan sinyal
arteri pada sekitar level korpus vertebra cervical dua. Parameter scan yang digunakan untuk
teknik fase kontras 2D adalah TR/TE 30/9,8, 20o flip angle, ketebalan slab 20-100 mm, empat
eksitasi RF, matriks 256 x 128, fov 24 cm, dan kekuatan velocity-encoding 15-20 cm/detik.
Volume imeging berorientasi pada bidang sagital untuk evaluasi sinus sagitalis, straight sinus,
dan vena serebral dalam, yang berorientasi pada bidang aksial untuk evaluasi sinus transversus
dan sinus sigmoid. Parameter scan yang digunakan untuk studi fase kontras 3D adalah TR/TE
30/9, 20o flip angle, ketebalan 2 mm, dan fov 20 cm. Data scan TOF 2D dan fase kontras 3D di
transfer ke workstation sebagai proses akhir untuk menghasilkan venogram dengan algoritma
MIP.28,29

Kombinasi MRI dan MR venografi adalah teknik yang paling sensitif dalam mendiagnosis CVT.
Adanya trombus dalam sinus dural atau vena adalah patognomonik dalam diagnosis CVT.17,28,29

Tabel 2.2. Intensitas sinyal trombus dalam lumen tergantung pada usia trombus.6,17

Usia thrombus T1WI T2WI Fase


< 5 hari Isointens Hipointens Deoksihemoglabin
5-15 hari Hiperintens Hiperintens Methemoglobin
>15 hari Intensitas rendah Intensitas rendah Rekanalisasi

Sebagian besar pasien CVT yang di MRI memberikan gambaran trombus hiperintens pada T1
weighted image (T1WI) dan T2WI. Adanya sinyal T2 abnormal yang menggantikan signal void
normal dari sinus menandakan adanya trombosis. Aliran darah yang sangat lambat dapat
memberi gambaran hiperintens pada T1WI spin echo meskipun tidak ada trombus. Selain itu
trombus dapat memperlihatkan gambaran isointens pada T1WI dalam lima hari pertama. Oleh
karena itu hilangnya flow void normal pada T2WI spin echo merupakan parameter yang lebih
sensitif. Trombus pada MR venografi memberikan gambaran hilangnya high flow signal dari
sinus.7,17

15
A B

Gambar 2.11. Hilangnya flow void pada T2WI (A) dan hilangnya high flow signal pada MR
venografi (B).17

Tabel 2.3. Kelebihan dan kekurangan pada teknik MR venografi.7,19

Teknik Kelebihan Kekurangan


TOF Waktu imeging singkat Terdapat positif palsu dari plane flow
Negatif palsu terhadap methemoglobin
Fase kontras Supresi background lebih baik Lebih sensitif terhadap motion
Dapat mendeteksi aliran di ke tiga artifacts dan aliran turbulen.
orthogonal planes
Tidak terdapat negatif palsu
terhadap methemoglobin
Penyangatan Sedikit memberikan positif palsu Berpotensi terdapatnya negatif palsu
Gadolinium pada aliran yang lambat atau terhadap methemoglobin atau
aliran yang kompleks penyangatan trombosis yang kronis.

Gambar 2.12. MIP aksial angiografi fase kontras: tidak tampak


sinyal pada sinus transversus kanan dan vena jugularis disebabkan
oleh trombosis.19

16
Perubahan parenkimal terdiri dari dua tipe. Perubahan sekunder dari hipertensi intrakranial dan
perubahan fokal dari edema dan infark. Perubahan sekunder dari hipertensi intrakranial adalah
non spesifik, yaitu edema serebral dengan penyempitan sisterna basalis dan sulci. Ukuran
ventrikel bervariasi tetapi biasanya melebar.6,7,17

Perubahan fokal terjadi pada sekitar 50% kasus. Lokasi dari perubahan parenkimal tidak
berhubungan dengan sinus yang terlibat. Namun lesi berhubungan dengan vena superfisial dan
vena dalam. Edema gyri yang fokal dan penyempitan sulci adalah perubahan parenkimal awal
pada kasus CVT. Lesi ini memperlihatkan area hiperintens pada sekuens T2 dan FLAIR.
Perubahan ini dapat bertahan sampai enam bulan setelah resolusi gejala klinis. Kasus ini tidak
akan berlanjut ke proses infark vena. Infark dapat terjadi dengan atau tanpa perdarahan.
Perdarahan biasanya terjadi di lokasi parasagital dan mungkin di daerah distalnya terdapat
trombus. Infark biasanya multipel dan tidak berhubungan dengan teritori arteri. Trombosis sistem
Galenik dan vena serebral dalam menyebabkan infark di thalamus yang biasanya patchy dan
bilateral.6,7,17

Gambaran lesi ini tergantung pada umur dan adanya komponen perdarahan. Infark
nonhemoragik adalah hiperintens progresif pada T2WI dan hipointens pada T1WI. Infark
hemoragik mengikuti pola hematom dari serebral. Dalam studi terbaru menunjukkan T2* images
lebih superior daripada T2 images spin echo dalam mendiagnosis CVT. CT venografi lebih
superior dibandingkan dengan teknik MR venografi tradisional yaitu teknik 2D TOF atau fase
kontras.17,27

Tabel 2.4. Intensitas sinyal MR pada hematoma parenkimal tergantung pada usia hematoma.6,17

Usia hematoma T1 T2 Fase


< 24 jam Isointens Hiperintens Oksihemoglobin
1-3 hari Hipointens Hipointens Deoksihemoglobin
3-7 hari Hiperitens Hipointens Intraseluler methemoglobin
8-14 hari Hiperintens Hiperintens Ekstraseluler methemoglobin
>14 hari Hipointens Hipointens Hemoglobin

Tabel 2.5. Kelebihan dan kekurangan CT dan MRI dalam mendiagnosis CVT.3,7

17
CT + CT venografi MRI + MR venografi
Kelebihan  Baik dalam memvisualisasikan sinus  Dapat memvisualisasikan sistem vena
vena mayor. superfisial dan dalam.
 Pemeriksaannya singkat (5-10 menit).  Resolusi baik untuk menilai parenkim
 Banyak tersedia. otak.
 Motion artifact minimal.  Dapat mendeteksi dini perubahan
 Dapat dilakukan pemeriksaan pada
iskemik.
pasien dengan pacemaker, debrillator,  Tidak menggunakan radiasi.
atau claustrophobia.  Dapat mendeteksi trombosis vena
superfisial dan dalam.
 Dapat mendeteksi perdarahan makro dan
mikro.
Kekurangan  Menggunakan radiasi.  Waktu pemeriksaan lama.
 Risiko reaksi kontras.  Adanya motion artifact.
 Risiko nefropati kontras iodium  Tersedianya terbatas.
 Tidak dapat dilakukan pemeriksaan pada
( misalnya, pada pasien diabetes, gagal
ginjal). pasien dengan pacemaker jantung atau
 Resolusi rendah terhadap kelainan claustrophobia.
 Risiko rendah terjadinya fibrosis
kecil pada parenkimal.
 Kurang baik mendeteksi trombosis sistemik nefrogenik pada penggunaan
vena superfisial dan dalam. gadolinium.
 Adanya aliran yang lambat, pola aliran
yang kompleks, dan variasi anatomi
normal dalam aliran sinus dural dapat
mempengaruhi penilaian.
Sensitivitas/  Pada suatu penelitian membandingkan  Nilai sensitifitas dan spesifisitas
spesifisitas multiplanar CT/CT venografi dengan MRI/MR venografi belum diketahui
DSA menunjukkan nilai sensitifitas karena sangat sedikit penelitian yang
95% dan spesifisitas 91%. membandingkan MRI/MR venografi
 Secara umum akurasinya 90-100% dengan DSA.
tergantung terjadinya CVT pada sinus  Echoplanar T2 susceptibility WI yang
atau vena. dikombinasikan dengan MR venografi
merupakan sekuens yang paling sensitif.
Aplikasi  Gejala pada fase akut.  Gejala pada fase akut dan subakut.
praktis  Kasus emergensi.  Kasus emergensi dan rawat jalan.
 Multidetektor CT venografi dapat  Pasien yang dicurigai CVT dan normal
digunakan pada pemeriksaan awal jika pada pemeriksaan CT/CT venografi.
 Pada pasien dengan kecurigaan CVT
MRI tidak tersedia.
pada vena dalam, karena sinus dural

18
basal merupakan saluran yang kompleks
dan saluran ini yang lebih sering terlihat.

2.8. KOMPLIKASI

2.8.1. KOMPLIKASI AKUT

2.8.1.1. Infark Vena dan Perdarahan

Edema parenkimal disertai infark vena dan perdarahan, merupakan komplikasi sekitar 10-50%
kasus, terutama yang mempengaruhi korteks dan white matter disekitarnya. Infark berdarah
merupakan indikator prognostik pada cerebral venous sinus thrombosis (CVST) menurut
International Study on Cerebral Vein and Dural Sinus thrombosis (ISCVT).2,30,31

Patofisiologi infark vena terutama dianggap karena peningkatan tekanan pada vena dan kapiler
yang disebabkan oleh trombosis yang persisten. Sirkulasi kolateral yang ekstensif dari sistem
vena serebral merupakan kompensasi yang signifikan pada tahap awal oklusi vena.1,2,9,30

Peningkatan tekanan vena serebral disebabkan oleh oklusi vena serebral dapat menghasilkan
spektrum fenomena yaitu dilatasi vena dan capillary bed, terjadinya edema interstitial,
peningkatan produksi cairan serebrospinal, penurunan penyerapan cairan serebrospinal dan
pecahnya vena (hematom). Semua perubahan patofisiologi ini dapat menjelaskan pengamatan
gelaja klinis bahwa oklusi vena serebral jika segera di diagnosis dan di terapi secara adekuat,
sehingga terjadi perubahan yang reversible dan tidak selalu menyebabkan infark vena.1,2,9,30

2.8.1.2. Perdarahan subarakhnoid

Gejala klinis CVT kadang-kadang menyerupai perdarahan subarakhnoid. Sakit di belakang


kepala yang khas pada perdarahan subarakhnoid, dilaporkan terjadi pada lebih dari 10% kasus.
Kejang dan hemiparesis merupakan gejala kemungkinan adanya perdaharan subarakhnoid,
terjadi pada sepertiga kasus CVT.2,6,7,30

19
Pada pasien CVT jarang dapat memperlihatkan gejala klinis dan gambaran radiologis yang
menyerupai perdarahan subaraknoid akut, sedangkan perdarahan subarakhnoid akibat aneurysma
sering ditemukan pada pemeriksaan CT scan. Sangat penting menentukan perdarahan
subarakhnoid akibat CVT atau bocornya aneurysma karena penatalaksaannya sangat
berbeda.2,6,7,30

2.8.1.3. Emboli Paru

Emboli paru merupakan komplikasi yang jarang terjadi, namun memiliki implikasi prognostik
yang buruk. Walaupun trombosis sistemik tidak ada, namun kejadian emboli paru dianggap
memiliki kaitan yang erat dengan lepasnya trombus dari sistem sinus vena serebral. SSS
dianggap menjadi sumber trombus yang paling banyak.2,30

Dengan demikian, pencegahan emboli paru merupakan manfaat tambahan yang penting dalam
penggunaan antikoagulan pada pasien CVT, terutama pada pasien dengan predisposisi adanya
pembentukan thrombus.2,30

2.8.1.4. Progresivitas Penyakit yang Cepat dan Koma.

Progresivitas penyakit yang cepat dan koma merupakan kejadian yang sangat jarang terjadi,
biasanya berhubungan dengan keterlibatan yang luas dari sistem vena serebral. Gambaran klasik
dari koma akut berhubungan dengan decortication decerebrate, ekstrapiramidal hipertonia,
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, perubahan papiler, dan peningkatan tekanan darah
yang dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam atau hari. Jika pasien dapat bertahan
hidup maka akan meninggalkan gejala sisa yang berat, seperti bisu akinetik, retardasi mental,
demensia, gerakkan athetoid bilateral, hemiparesis, vertical gaze palsy, dan distonia.2,30

Progresifitas penyakit yang cepat disebabkan ekstensi trombosis sehingga terjadi oklusi total
pada SSS dan sinus transversus kanan atau sinus sigmoid. Gejala klinis biasanya ada riwayat
sakit dalam beberapa hari disertai sakit kepala hebat dan fotopobia yang kemudian berkembang
cepat ke keadaan yang lebih buruk dan koma.2,30

2.8.2. KOMPLIKASI KRONIK

20
2.8.2.1. Arteriovenous (AV) fistula.

AV fistula adalah komplikasi kronis yang jarang. Ada hubungan yang jelas antara CVT dan AV
dural arteriovenous fistulas (DAVFs) meskipun dalam beberapa kasus sulit memastikan apakah
trombosis merupakan penyebab primer atau sekunder. Menurut Tripathi dkk, DAVFs sinus
kavernosus diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu DAVFs sinus kavernosus dan
DAVFs non sinus kavernosus. Sekitar 30% dari kasus gejala intrakranial DAVFs melibatkan
sinus transversus dan sinus sigmoid.2,30

Terdapat dua hipotesis patogenesis DAVFs, pertama didasarkan pada fisiologis arteriovenous
shunt antara arteri meningeal dan sinus vena dural. Peningkatan tekanan pada vena dan sinus
yang disebabkan oleh obstruksi vena pada CVT, sirkulasi ini akan membentuk DAVFs. Hipotesis
kedua seperti yang dilakukan pada model tikus, yaitu hipertensi vena yang disebabkan oleh
obstruksi pada aliran vena dapat mengurangi perfusi serebral dan menyebabkan iskemia yang
diikuti oleh angiogenesis. Dalam hal ini terjadi angiogenesis yang menyimpang dari pembuluh
darah dural kemudian akan menghasilkan hubungan antara arteri dan vena. Pada kedua hipotesis
ini CVT merupakan penyebab utama terjadinya hipertensi vena.2,30

2.8.2.2. Epilepsi

Kejang terjadi pada pasien yang memiliki tanda-tanda kejang dalam tahap akut dan hanya sedikit
kasusnya. Jika kejang berulang, antikonvulsan harus diberikan dalam jangka panjang.30

2.8.2.3. KOMPLIKASI PSIKIATRI

Komplikasi psikiatri jarang terjadi dan tergantung pada daerah yang terlibat. Gejala klinis akut
yaitu Korsakoff-like amnestic syndrome dengan adanya infark di lobus temporal bilateral yang
disebabkan oleh trombosis sinus kavernosus bilateral atau dalam jangka panjang dapat terjadi
penurunan fungsi kognitif dan perilaku.2,30

21
2.9. DIAGNOSIS BANDING

2.9.1. Hipoplasia dan atresia sinus.

Hipoplasia dan atresia sinus transversus yang sering terjadi. Dalam suatu studi anatomi dengan
pemeriksaan angiografi konvensional, terdapat 49% kasus sinus transversus yang asimetris,
dengan 20% kasus tidak terbentuk sinus transversus baik parsial ataupun komplit. Dalam
kebanyakan kasus tampak sinus transversus kanan lebih besar daripada kiri.6,19

Pada studi dengan pemeriksaan MR TOF venografi, tampak atresi sinus transversus kiri
sebanyak 20% kasus dan hipoplasia sebanyak 39% kasus. Atresia sinus transversus kanan
sebanyak 4% kasus dan hipoplasia sebanyak 6%. Bagian medial dari sinus transversus
merupakan daerah tersering mengalami atresia atau hipoplasia.6,19

Gambar 2.13. Atresia sinus transversus kiri.6

2.9.2. Granulasi arakhnoid.

Granulasi arakhnoid merupakan struktur normal yaitu adanya tonjolan arakhnoid melalui dura
mater ke dalam lumen sinus atau lakuna lateral. Sering terjadi pada sinus transversus dan SSS.
Pada sinus transversus, khususnya pada bagian lateral sinus transversus, dekat situs masuk ke

22
vena Labbe, dan sinus tentorial lateral. Pada suatu studi 3D contrast-enhanced GRE MRI dengan
ketebalan slice 1,25 mm, terdapat granulasi arakhnoid pada 90% pasien di SSS, sinus tranversus,
dan straight sinus.6,19

Granulasi arakhnoid memiliki intensitas sinyal dan atenuasi sama dengan cairan serebrospinal
dan merupakan filling defect fokal bulat. Jika prominen gambarannya mungkin menyerupai
trombosis sinus. Meskipun granulasi arakhnoid merupakan struktur natomi normal, jika
ukurannya besar dan muncul dominan dalam sinus atau hanya dalam sinus transversus, garnulasi
arakhnoid dapat menyebabkan obstruksi vena dan gejala hipertensi vena.6,19

Gambar 2.14. Granulasi arakhnoid.19

2.9.3. Pseudodelta sign

Dense triangle sign pada bayi adalah gambaran kombinasi hipodens dari jaringan otak yang
belum mengalami myelinisasi sempurna dan polisitemia fisiologis sehingga menghasilkan
densitas tinggi pada darah di sinus sagitalis.6,19,30
Pseudodelta sign dapat juga dilihat pada pasien dengan perdarahan subarakhnoid akut disekitar
sinus atau empiyema subdural atau hematom interhemisfer parafalcine posterior. Pada kasus ini
jika dilakukan pemeriksaan dengan pemberian kontras maka tampak opasitas pada sinus karena
kontras akan mengisi area lusen pada pseudodelta.6,19,30

23
Gambaran 2.15. CT scan kepala bayi tanpa kontras memperlihatkan pseudodelta sign.19

2.10. PROGNOSIS.

Tingkat kematian kasus CVT bervariasi berkisar antara 5-30%. Faktor yang berhubungan dengan
prognosis adalah keterlibatan sinus serebral, koma, hemiparesis, perdarahan intraserebral luas
atau infark serebral, usia pasien, dan penyebab terjadinya CVT (misalnya kanker atau gangguan
neurologis yang konkuren). Penyebab kematian kemungkinan karena penyebab terjadinya CVT,
lesi di otak, komplikasi sekunder, atau gabungan dari ketiga hal ini.2,8,21

Variasi yang sama juga ditemukan pada kasus pasien dengan penyembuhan yang komplit yaitu
berkisar antara 50-80%. Sisa defisit terbanyak adalah defisit hemisferal atau berkurangnya
penglihatan karena atrofi optik. Risiko terjadi kekambuhan dalam 6½ tahun.2,8,21

24
Gambar 2.16. Algoritma pada penatalaksaan CVT.3

25
BAB 3
KESIMPULAN

Cerebral venous thrombosis merupakan kasus stroke tersering pada usia dewasa muda dan anak-
anak. Sulit mendiagnosis suatu CVT jika gejala klinis tidak spesifik. CVT disebabkan oleh
adanya kerusakan dinding vena, proses koagulasi yang terganggu dan aliran darah dalam lumen
stasis. Gejala klinis yang tersering adalah sakit kepala, defisit neurologis fokal, kejang, dan
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan laboratorium adanya peningkatan nilai D-dimer yaitu
lebih dari 500 ng/mL merupakan salah satu indikator adanya CVT.

Peranan radiologi pada CVT sangat penting dalam menegakkan diagnosis dan follow up, yang
dapat dilakukan computed tomography (CT) scan, CT venografi, magnetic resonance imaging
(MRI), MR venografi, dan digital subtraction angiografi (DSA) serta sebagai baku emas dalam
diagnosis CVT adalah kombinasi MRI dan MR venografi serebral. Gambaran radiologi yang
dapat kita temui bervariasi, sesuai letak CVT.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Stam J. Current concepts: Thrombosis of the cerebral veins and sinuses. N Engl J Med
2005;352:1791-8.
2. Leys D, Cordonnier C. Cerebral venous thrombosis: Update on clinical manifestations,
diagnosis and management. Ann Indian Acad Neurol 2008;11:79-87.
3. Saposnik G, Barinagarrementeria F, Brown RD, Bushnell CD, Cucchiara B, Cushman M,

et al. Diagnosis and management of cerebral venous thrombosis: a statement for


healthcare professionals from the american heart association. Stroke. 2011;42:1158-1192.
4. Ameri A, Bousser MG. Cerebral venous thrombosis. Neurol Clin 1992;10(1):87-111.
5. Galarza M, Gazzeri R. Cerebral venous sinus thrombosis associated with oral

contraceptives: the case for neurosurgery. Neurosurg Focus 2009;27(5):E5.


6. Leach JL, Fortuna RB, Jones BV, Gaskill-Shipley MF. Imaging of cerebral venous

thrombosis: current techniques, spectrum of findings, and diagnostic pitfalls.


RadioGraphics 2006;26:S19-S43.
7. Poon CS, Chang JK, Swarnkar A, Johnson MH, Wasenko J. Radilogic diagnosis of

cerebral venous thrombosis: pictorial review. AJR 2007;189:S64-S75


8. Van Gijn J. Cerebral venous thrombosis: pathogenesis, presentation and prognosis. J R
Soc Med 2000;93:230-3.
9. Sasidharan PK. Review Article: Cerebral vein thrombosis misdiagnosed and

mismanaged. Thrombosis 2012;1155:1-11


10. Tardy B, Tardy-Poncet B, Viallon A, et al. D-dimer levels in patients with suspected acute
cerebral venous thrombosis. Am J Med. Aug 15 2002;113(3):238-41.
11. Bousser MG. Cerebral venous thrombosis: Diagnosis and management. J Neurol
2000;247:252-8.
12. Towbin A. The syndrome of latent cerebral venous thrombosis: its frequency and relation

to age and congestive heart failure. Stroke 1973;4(3):419-30.


13. Daif A, Awada A, al-Rajeh S, et al. Cerebral venous thrombosis in adults. A study of 40
cases from Saudi Arabia. Stroke 1995;26(7):1193-5.
14. Hugo K, Gazi YM, Peter H, George B. Cerebral Angiography. Thieme 1982;79–91.
15. Osborn AG, Jacobs JM. Diagnostic Cerebral Angiography. Lippincott Williams &
Wilkins 1999.
16. Moeller TB, Reif E. Pocket atlas of section anatomy computed tomographt and magnetic
resonance imaging. Volume I head and neck. 3rded. New York:Thieme Stuttgart, 2005.
17. Sajjad S. MRI and MRV in cerebral venous thrombosis. Review Article. J Pak Med

Assoc 2006;56:523-26.

27
18. Uddin MA, Haq TU, Rafique MZ. Cerebral venous system anatomy. Review Article. J
Pak Med Assoc 2006;56:516-19.
19. Simons B, Nijeholt GL, Smithuis R. Cerebral venous thrombosis. Radiology Assistant

http://www.radiologyassistant.nl/en/4befacb3e4691.
20. van den Bergh WM, van der Schaaf I, van Gijn J. The spectrum of presentations of

venous infarction caused by deep cerebral vein thrombosis. Neurology 2005;65:192-6.


21. Cerebral venous thrombosis workup. Emedicine.medscape.com/article/1162804-workup
22. Lalive PH, de Moerloose P, Lovblad K, et al. Is measurement of D-dimer useful in the
diagnosis of cerebral venous thrombosis?. Neurology 2003;61(8):1057-60.
23. Kamal MK. Computed tomographic imaging of cerebral venous thrombosis. J Pak Med
Assoc 2006;56:519-22.
24. Rodallec MH, Krainik A, Feydy A, Helias A, Colombani JM et al. Cerebral venous

thrombosis and multidetector CT angiography: Tips and tricks. RadioGraphic


2006;26:S5-S18.
25. Linn J, Ertl-Wagner B, Seelos KC, Strupp M, Reiser M et al. Diagnostic value of

multidetector-row CT angiography in the evaluation of thrombosis of the cerebral venous


sinuses. Original research. AJNR Am J Neuroradiol 2007;28:946-52.
26. Boukobza M, Crassard I, Bousser MG, Chabriat H. MR imaging features os isolated
cortical veni thrombosis: diagnosis and follow-up. Original Research. AJNR Am J Neurol
2009;30;344-48.
27. Khandelwal N, Agarwal A, Kochhar R, Bapuraj JR, Singh P et al. Comparison of CT
venography with MR venography in cerebral sinovenous thrombosis. AJR
2006;187:1637-43.
28. Idbaih A, Boukobza M, Crassard A, Porcher R, Bousser MG et al. MRI of clot in cerebral
venous thrombosis high diagnostic value of susceptibility-weighted images. Stroke
2006;37:991-5.
29. Ozsvath RR, Casey SO, Lustrin ES, Alberico RA, Hassankhani A et al. Cerebral

venography: Comparison of CT and MR projection venography. AJR 1997;169:1699-


1707.
30. Siddiqui FM, Kamal AK. Complication associated with cerebral venous thrombosis.

Review Article. J Pak Med Assoc 2006;56:547-51.


31. Ferro JM, Canhao P, Stam J, Bousser MG, Barinagarrementeria F. ISCVT
Investigators.Prognosis of cerebral vein and dural sinus thrombosis: results of the
International Study on Cerebral Vein and Dural Sinus Thrombosis (ISCVT).Stroke.
2004;35:664-70.

28
29

Anda mungkin juga menyukai