Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jantung adalah organ muskular berongga yang berfungsi sebagai
pompa ganda sistem kardiovaskular. Sisi kanan jantung memompa darah
ke paru sedangkan sisi kiri memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung
mempunyai empat ruangan, atrium kanan dan kiri, ventrikel kanan dan
kiri. Jantung merupakan otot tubuh yang bersifat unik karena mempunyai
sifat membentuk impuls secara otomatis dan berkontraksi ritmis.
Pembentukan impuls listrik terjadi dalam sistem penghantar jantung.
Adapun jalur hantaran listrik jantung normal terjadi dalam urutan berikut :
nodus sinoatrial (SA) – nodus atrioventrikular (AV) – berkas His – cabang
berkas – serabut purkinje – otot ventrikel. Pembentukan dan hantaran
impuls listrik ini menimbulkan arus listrik yang lemah dan menyebar
melalui tubuh. Kegiatan impuls listrik pada jantung ini dapat direkam oleh
elektrokardiograf dengan meletakkan elektroda-elektroda ke berbagai
permukaan tubuh (sadapan/leads). Rekaman grafik potensial-potensial
listrik yang ditimbulkan oleh jaringan jantung ini disebut sebagai
elektrokardiogram (EKG).1
Elektrokardiagram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis
potensial listrik yang ditimbulkan oleh jantung pada waktu berkontraksi.
Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai
gelombang P, QRS dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan
pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium.1
Elektrokardiogram (ECG atau EKG) adalah tes non-invasif yang
digunakan untuk mencerminkan kondisi jantung yang mendasarinya
dengan mengukur aktivitas listrik jantung. Dengan posisi lead (listrik
sensing perangkat) pada tubuh di lokasi standar, informasi tentang kondisi
jantung yang dapat dipelajari dengan mencari pola karakteristik pada
EKG.2
Sejak Einthoven pada tahun 1903 berhasil mencatat potensial
listrik yang terjadi pada waktu jantung berkontraksi, pemeriksaan

2
elektrokardiogram (EKG) menjadi pemeriksaan diagnostik yang penting.
Saat ini pemeriksaan jantung tanpa pemeriksaan EKG dianggap kurang
lengkap. Beberapa kelainan jantung sering hanya diketahui berdasarkan
EKG saja. Tetapi sebaliknya juga. Jangan memberikan penilaian yang
berlebihan pada hasil pemeriksaan EKG dan mengabaikan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Keadaan pasien harus diperhatikan secara keseluruhan,
misalnya umur, jenis kelamin, berat badan, tekanan darah, obat-obat yang
diminum, dan sebagainya.2
Secara rutin jantung melakukan aktivitas kontraksi dan relaksasi
untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan sirkulasi darah. Hal ini terjadi
karena adanya aktivitas listrik yang dihasilkan secara ritmik dan kontinu
oleh sel-sel di jantung. Sel-sel dengan kemampuan yang sangat unik dan
luar biasa. Aktivitas listrik ini menghasilkan medan listrik jantung
(cardiac electrical field) dijantung untuk kemudian diteruskan ke seluruh
tubuh. Medan listrik ini dapat direkam dengan menaruh beberapa
elektroda (sadapan) di permukaan tubuh yang dihubungkan dengan sebuah
mesin. Sebagai hasilnya tampak sebuah grafik sesuai interpretasi masing-
masing sadapan. Dengan kata lain, EKG merupakan sebuah grafik
aktivitas listrik jantung yang direkam di permukaan tubuh.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi EKG


Elektrokardiogram (ECG atau EKG) adalah tes non-invasif yang
digunakan untuk mencerminkan kondisi jantung yang mendasarinya
dengan mengukur aktivitas listrik jantung. Dengan posisi lead (listrik

3
sensing perangkat) pada tubuh di lokasi standar, informasi tentang kondisi
jantung yang dapat dipelajari dengan mencari pola karakteristik pada
EKG.2
Rekaman EKG biasanya dibuat pada kertas yang berjalan dengan
kecepatan baku 25 mm/detik dan dideteksi 10 mm sesuai dengan potensial
1 mV. Gambaran EKG yang normal menunjukkan bentuk dasar sebagai
berikut:1,3
 Gelombang P. Gelombang ini pada umumnya berukuran kecil dan
merupakan hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri.
 Segmen PR. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang
menghubungkan gelombang P dan gelombang QRS.
 Gelombang Kompleks QRS. Gelombang kompleks QRS ialah suatu
kelompok gelombang yang merupakan hasil depolarisasi ventrikel
kanan dan kiri. Gelombang kompleks QRS pada umumnya terdiri dari
gelombang Q yang merupakan gelombang ke bawah yang pertama,
gelombang R yang merupakan gelombang ke atas yang pertama, dan
gelornbang S yang merupakan gelombang ke bawah pertama setelah
gelombang R.
 Segmen ST. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang
menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T.
 Gelombang T. Gelombang T merupakan potensial repolarisasi
ventrikel kanan dan kiri.
 Gelombang U. Gelombang ini berukuran kecil dan saling tidak ada.
Asal gelornbang ini masih belum jelas.

4
Gambar 1. Bentuk Dasar EKG dan Nama-nama Interval2

2.2 Elektrokardiogram Normal


1) Gelombang P
Gelombang P ialah defleksi pertama siklus jantung yang
menunjukkan aktivasi atrium. Gelombang P bisa positif, negatif, bifasik,
atau bentuk lain yang khas. Bentuk gelombang P pada sandapan
konvensional dapat diperoleh dengan I,II dan aVF dan negatif di aVR.
Sedangkan di aVL dan III bisa positif, negatif, atau bifasik. Pada bidang
horisontal biasanya bifasik atau negatif di V1 dan V2, dan positif di V3
hingga V6. Gelombang P dari sinus yang normal tidak lebih lebar dari 0,11
detik dan tingginya tak melebihi 2,5 mm.2

Gambar 2. Gelombang P 2

P wave merupakan suatu gelombang kecil yang terekam sewaktu


atrium mengadakan depolarisasi. Karena SA node terletak pada atrium
kanan maka atrium kanan akan memulai dan mengakhiri repolarisasi lebih
dulu daripada atrium kiri. Setengah bagian pertama gelombang P mewakili
depolarisasi atrium kanan dan setengah bagian lainnya mewakili
depolarisasi atrium kiri. Setelah kedua atrium mengalami depolarisasi,
pada saat tersebut tidak ada aktivitas bioelektrik di jantung dan EKG akan
mencatat sebuah garis lurus yang disebut garis isoelektrik. Sesuai dengan
depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium berasal
dari nodus sinus. Namun, besarnya arus listrik berhubungan dengan
eksitasi nodus sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG.

5
Gelombang P dalam keadaan yang normal berbentuk melengkung dan
arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran. Pembesaran antrium dapat
meningkatkan amplitudo atau lebar gelombang P, serta mengubah bentuk
gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah konfigurasi
gelombang P. Misalnya, irama yang bersal dekat perbatasan AV dapat
menimbulkan inversi gelombang P, karena arah depolarisasi atrium
terbalik. Gelombang P yang normal dapat berupa:2
a. Defleksi positif pada sadapan lateral (L1, aVL, V5, V6) dan sadapan
inferior (aVF)
b. Defleksi negatif pada sadapan aVR
c. Bervariasi pada sadapan (L III, V2-V4)
d. Tingginya kurang dari 2.5 mm ( 2.5 kotak kecil )
e. Lebarnya kurang dari 2.5 mm ( 2.5 kotak kecil )

2) Interval PR
Interval PR menggambarkan waktu dari saat mulainya depolarisasi
atrium sampai permulaan depolarisasi ventrikel. Interval ini juga
menggambarkan perlambatan penjalaran yang terjadi di nodus AV. Interval
PR ini normalnya antara 0.12 – 0.2 detik ( 3 – 5 kotak kecil ). Diukur dari
permukaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini
tercakup juga penghantaran impuls melalui antrium dan hambatan impuls
pada nodus AV. Perpanjangan interval PR yang abnormal menandai adanya
gangguan hantaran impuls, yang disebut blok jantung tingkat pertama.2

3) Kompleks QRS
Kompleks ini menunjukkan depolarisasi ventrikel. Istilah-istilah
tentang bagian-bagian kompleks QRS ialah : 1). Gelombang Q yaitu
defleksi negatif pertama; 2). Gelombang R yaitu defleksi positif pertama.
Defleksi berikutnya disebut gelombang R', R" dan seterusnya; 3).
Gelombang S yaitu defleksi negatif pertama setelah R. Gelombang S
berikutnya disebut S', S" dan seterusnya.2
Impuls listrik yang datang dari simpul AV melanjutkan diri melalui
berkas His. Dari berkas His ini keluar cabang awal yang mengaktivasi

6
septum dari kiri ke kanan. Ini mengawali vektor QRS yang menimbulkan
gelombang Q di I, II, aVL, V5 dan V6, tergantung dari arah vektor awal
tersebut. Selanjutnya impuls berlanjut melalui cabang berkas kiri (CBKi),
cabang berkas kanan (CBKa), dan mengaktivasi ventrikel kiri dan kanan.
Karena dinding ventrikel kanan jauh lebih tipis daripada ventrikel kiri,
maka gaya listrik yang ditimbulkan ventrikel kiri jauh lebih kuat dari pada
ventrikel kanan. Gambaran kompleks QRS pada bidang horisontal yang
normal mempunyai corak khas. Sandapan Vl dan V2 terletak paling dekat
dengan ventrikel kanan sehingga disebut kompleks ventrikel kanan. Di sini
gaya listrik dari ventrikel kanan menimbulkan gelombang R yang
selanjutnya diikuti gelombang S yang menggambarkan gaya listrik dari
ventrikel kiri. Sebaliknya, sandapan V5 dan V6 paling dekat dengan
ventrikel kiri sehingga sandapan ini disebut kompleks ventrikel kiri. Di
sini gelombang Q menggambarkan aktivasi ventrikel kanan atau septum,
sedangkan gelombang R menggambarkan aktivasi ventrikel kiri. Dengan
demikian gambaran kompleks QRS pada bidang horisontal ialah
gelombang R meningkat dari Vl ke V6, sedangkan gelombang S mengecil
dari Vl ke V6. QRS yang monofasik terdiri dari satu defleksi saja yaitu R
atau defleksi tunggal negatif yang disebut QS. Untuk defleksi yang lebih
dari 5 mm, dipakai huruf-huruf besar Q, R dan S. Sedangkan untuk
defleksi yang kurang dari 5 mm dipakai huruf kecil q,r, dan s.2

Gambar 3. Gelombang kompleks QRS2

4) Gelombang T
Gelombang T merupakan gambaran fase repolarisasi ventrikel.
Gelombang ini muncul sesaat sesudah berakhirnya segmen ST. Ada dua
hal yang harus diperhatikan pada gelombang T yaitu arah defleksi dan

7
bentuk gelombang T. Pada keadaan normal gelombang T ditemukan positif
pada sadapan I, II dan sadapan prekordial yang terletak di atas ventrikel
kiri ( V3 – V6), negatif pada sadapan aVR, sedangkan arahnya bervariasi
pada sadapan lain.(10) Tinggi gelombang T minimum adalah 1 mm, dan
bila kurang dari 1 mm dianggap gelombang T tidak ada (Flat T).
Gelombang T pada sadapan prekordial tidak boleh melebihi 10 mm (1
mV), sedangkan pada ekstremitas tidak boleh melebihi 5 mm (0.5 mV).
Bentuk gelombang T yang berbentuk sedikit asimetris, di mana defleksi
positif terjadi secara perlahan sampai mencapai titik puncak dan kemudian
menurun secara curam. Interval QT memanjang pada pemberian obat-obat
anti disritmia seperti kunidin, prokainamid, setalol (betapace), dan
amidaron (cordarone).2

5) Segmen ST
Segmen ST normalnya pada seluruh sadapan berbentuk horizontal
dan isoelektrik atau sedikit menanjak landai.(6) Segmen ini
menggambarkan waktu antara akhir depolarisasi ventrikel sampai pada
permulaan repolarisasi ventrikel. Penurunan abnormal segmen ST
dikaitkan dengan iskemia miokardium sedangkan penigkatan segmen ST
dikaitkan dengan infark. Penggunaan digitalis akan menurungkan segmen
ST.2

6) Gelombang U
Gelombang U biasanya tegak dan paling besar terdapat di V2 dan V3.
Sering gelombang U tak jelas karena bersatu dengan gelombang T.2

Nilai Normal untuk lnterval-lnterval:2


 Interval PR (durasi) : kurang dari 0,12 detik
 Interval PA :0, 12 -0,20detik
 Interval QRS (durasi) : 0,07 -0, 10 detik
 lnterval QT

8
Interval ini tergantung dari frekuensi jantung, yang dapat
ditentukan dengan suatu rumus atau tabel. Untuk praktisnya,
diberikan 3 nilai sebagai berikut: frekuensi 60/menit: 0,33-0,43
detik, 80 kali/menit: 0.29-0,38 detik, dan100 kali/menit :0,27-0,35
detik.

2.4 Elektrokardiogram Abnormal


1) Fibrilasi Atrial
(a) Definisi
Fibrilasi atrial merupakan gangguan irama jantung yang paling sering
dijumpai biasanya terjadi sewaktu atrium berdenyut dengan kecepatan
lebih dari 350-600x/menit dan merupakan faktor risiko yang kuat
terjadinya stroke emboli.4

(b) Klasifikasi

FA paroksismal bila FA berlangsung kurang dari 7 hari. Lebih
kurang 50% FA paroksismal akan kembali ke irama sinus
secara spontan dalam waktu 24 jam. FA yang episode
pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut FA paroksismal.4

FA persisten bila FA menetap lebih dari 48 jam tetapi kurang
dari 7 hari. Pada FA persisten diperlukan kardioversi untuk
mengembalikan ke irama sinus.4

FA kronik atau permanen bila FA berlangsung lebih dari 7 hari.
Biasanya dengan kardioversi pun sulit sekali untuk
mengembalikan ke irama sinus (resisten).4

(c) Gambaran EKG


Pada fibrilasi atrial terjadi eksitasi dan recovery yang sangat tidak
teratur dari atrium. Oleh karena itu impuls listrik yang timbul dari
atrium juga sangat cepat dan sama sekali tidak teratur. Pada
pemeriksaan EKG akan tampak adanya gelombang fibrilasi yang
berupa gelombang yang sangat tidak teratur dan sangat cepat dengan
frekuensi dari 300 sampai 500 kali per menit. Bentuk gelombang
fibrilasi dapat kasar (coarse atriol fibrillation) dengan amplitudo lebih
1 mm, atau halus (fine atrial fibrillation) sehingga gelombangnya tidak

9
begitu nyata. Biasanya hanya sebagian kecil dari impuls tersebut yang
sampai di ventrikel karena dihambat oleh nodus AV untuk melindungi
ventrikel, supaya denyut ventrikel tidak terlalu cepat, sehingga akan
menimbulkan denyut ventrikel antara 80- 150 per menit.4

Gambar 4. EKG menunjukkan fibrilasi atrial yang halus, di mana tampak gelombang
fibrilasi yang cepat dan sama sekali tidak teratur, kompleks QRS juga tidak teratur. 4

Gambar 5. EKG menunjukkan fibrilasi atrial yang kasar, dengan gelombang fibrilasi
lebih dari 1 mm, juga cepat dan tidak teratur dengan kecepatan lebih dari 300 per
menit, diikuti kompleks QRS juga tidak teratur dengan kecepatan sekitar 100 kali per
menit.4

 Atrial Flutter
Irama atrial pada Atrial Flutter (jumlah gel.P banyak).
Gambaran terlihat baik pada sadapan II, III, dan aVF seperti
gambaran gigi gergaji, kelainan ini dapat terjadi pada kelainan katu
mitral atau trikuspid, jantung pulmonal akut atau kronis, penyakit
jantung koroner dan dapat juga akibat intoksikasi digitalis.10

Gambar 6. EKG Atrial Flutter10

(d) Manifestasi klinis


Evaluasi klinik pada pasien FA meliputi :4
 Anamnesis :
- Dapat diketahui tipe FA dengan mengetahui lama timbulnya
(episode pertama, paroksismal, persisten, permanen).
- Menentukan beratnya gejala yang menyertai: berdebar-debar,
lemah, sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang
menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif.

10
- Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari FA
misalnya hipertiroid.
 Pemeriksaan Fisis:
- Tanda vital: denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya,
tekanan darah
- Tekanan vena jugularis
- Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal
jantung kongestif
- Irama gallop 53 pada auskultasi jantung menunjukkan
kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif, terdapatnya
bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup
jantung
- Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
- Edema perifer: kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif

(e) Tatalaksana
Tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan FA adalah
mengembalikan ke irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan
pencegahan komplikasi tromboemboli. Dalam penatalaksanaan FA
perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan
konversi ke irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama
ventrikel. Pada pasien yang masih dapat dikembalikan ke irama sinus
perlu segera dilakukan konversi, sedangkan pada FA permanen sedikit
sekali kemungkinan atau tidak mungkin dikembalikan ke irama sinus,
alternatif pengobatan dengan menurunkan laju irama ventrikel harus
dipertimbangkan.4
A. Kardioversi
Pengembalian ke irama sinus pada FA akan mengurangi gejala,
memperbaiki hemodinamik, meningkatkan kemampuan latihan,
mencegah komplikasi tromboemboli, mencegah kardiomiopati,
mencegah remodeling elektroanatomi dan memperbaiki fungsi atrium.
Kardioversi dapat dilakukan secara elektrik atau farmakologis.
Kardioversi farmakologis kurang efektif dibandingkan dengan
kardioversi elektrik. Risiko tromboemboli atau stroke emboli tidak
berbeda antara kardioversi elektrik dan farmakologi sehingga
rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada keduanya.4

11
 Kardioversi Farmakologis
Kardioversi farmakologis paling efektif bila dilakukan
dalam 7 hari setelah terjadinya FA. Klasifikasi obat anti aritmia
dan obat-obat yang dianjurkan dapat dilihat pada Gambar 5.
Dalam pemberian obat anti aritmia efek samping obat-obat
tersebut harus diperhatikan. Salah satu efek samping obat anti
aritmia adalah pro-aritmia. Untuk mengurangi timbulnya pro-
aritmia maka dalam memilih obat perlu diperhatikan keadaan
pasien.4
Obat-obat yang sering dipergunakan untuk mengontrol laju
irama ventrikel adalah digoksin, antagonis kalsium (verapamil,
diltiaze4m) dan penyekat beta. Laju irama yang dianggap
terkontrol adalah di antara 60-80 kali/menit pada saat istirahat
dan 90-115 kali/menit pada saat aktivitas.4

Gambar 7. Obat-obat untuk Mempertahankan Irama Sinus pada Fibrilasi


Atrial4
 Kardioversi Elektrik
Pasien FA dengan hemodinamik yang tidak stabil akibat
laju irama ventrikel yang cepat disertai tanda iskemia,
hipotensi, sinkop perlu segera dilakukan kardioversi elektrik.
Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 Joule. Bila tidak

12
berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 Joule. Pasien dipuasakan
dan dilakukan anestesi dengan obat anestesi kerja pendek.4
B. Pencegahan tromboemboli
Pencegahan komplikasi tromboemboli merupakan salah satu tujuan
yang penting dalam pengobatan FA. Risiko tromboemboli 7 kali lebih
tinggi pada FA. Banyak laporan mengenai efektivitas anti trombotik
dalam pencegahan komplikasi tromboemboli pada FA. Pada Atrial
Fibrillation Investigator (AFI), didapatkan bahwa warfarin secara
bermakna menurunkan risiko stroke dari 4 ,5% per tahun menjadi
1,45%. Terdapat penurunan risiko sebesar 68%. Warfarin menurunkan
risiko stroke pada wanita 89% dan pada laki-laki 6O%. Komplikasi
tromboemboli pada FA adalah INR 2,5 dengan rentang antara 2-3.
Pada pasien dengan usia lebih dari 75 tahun target INR 2 dengan
rentang antara 1,6-2.4

2) Aritmia Ventrikel
Aritmia ventrikel memiliki spektrum yang luas mulai dari
premature ventricular contraction (PVC, dikenal juga sebagai ventricular
extrasystole atau VES), takikardia ventrikel (selanjutnya disebut VT),
fibrilasi ventrikel (selanjutnya disebut VF), sampai torsades de pointes
(selanjutnya disebut TDP).5
 Takikardia ventrikel
Takikardi Ventrikel (VT) adalah terdapat tiga atau lebih premature
ventricular contraction (PVC) atau ventricular extrasystoles (VES)
dengan laju lebih dari 120 kali per menit. Fokus takikardi dapat
berasal dari ventrikel (kiri atau kanan) atau akibat dari proses reentry
pada salah satu bagian dari berkas cabang (bundle branch reentry).
Dari rekaman EKG permukaan VT umumnya memberikan gambaran
EKG dengan ciri kompleks QRS yang lebar (>0,12 detik). Namun
tidak semua takikardi dengan kompleks QRS lebar adalah VT karena
takikardi supraventrikel (SVT) dengan konduksi aberan atau dengan
konduksi melalui jaras tambahan (accessory pathway) juga akan
memberikan gambaran takikardi dengan komplek QRS lebar. Oleh
karena itu pengenalan VT menjadi penting dalam keadaan kegawatan

13
karena pemberian obat untuk SVT dapat membahayakan pada pasien
dengan VT. Pengenalan VT juga harus mencakup identifikasi etiologi,
sumber fokus, terapi, dan prognosisnya. VT idiopatik misalnya, dapat
diterapi secara definitif dengan ablasi kateter, sangat jarang
menyebabkan kematian mendadak, dan memiliki prognosis yang baik.
Sebaliknya VT iskemia (VT akibat penyakit jantung koroner)
memberikan risiko tinggi untuk terjadinya kematian mendadak
(sudden cardiac death) akibat aritmia fatal (VT yang berdegenerasi
menjadi ventricular fibrillation).5
Diagnosis VT didasarkan pada gambaran berikut ini:5
 Durasi dan morfologi kompleks QRS, pada VT urutan aktivasi
tidak mengikuti arah konduksi normal (terganggu) sehingga
bentuk kompleks QRS akan kacau dan durasi kompleks QRS
menjadi panjang (biasanya lebih dari 0,12 detik). Pedoman
umum yang berlaku adalah semakin lebar kompleks QRS
semakin besar kemungkinannya suatu VT khususnya bila lebih
dari 0,16 detik. Pengecualian adalah VT yang berasal dari
fasikel posterior berkas cabang kiri (idiopathic left ventricular
tachycardia) yang memiliki kompleks QRS kurang dari 0, 12
detik karena pada VT jenis ini lokasi reentry dekat dengan
septum interventrikel seperti konduksi normal.
 Morfologi kompleks QRS bergantung pada asal fokus VT. Bila
berasal dari ventrikel kanan akan memberikan gambaran
morfologi blok berkas cabang kiri (left bundle branch block
morphology) dan jika berasal dari ventrikel kiri akan
menunjukkan gambaran blok berkas cabang kanan (right
bundle branch block morphology). Jika morfologi QRS adalah
RBBB maka takikardi adalah VT jika morfologi kompleks
QRS adalah monomorfik atau bifasik (QR atau RS). Jika
morfologi QRS adalah LBBB maka akan menguatkan
diagnosis VT jika adanya takik (notching) gelombang S atau
nadir S yang lambat (>70 milidetik).

14
 Laju dan irama, laju (rate) VT berkisar antara 120-300 kali per
menit dengan irama yang teratur atau hampir teratur (variasi
antar denyut adalah <0,04 detik). Jika takikardi disertai irama
yang tidak teratur (irregular) maka harus dipikirkan adanya AF
dengan konduksi aberan atau preeksitasi.

Gambar 8. EKG menunjukkan takikardia ventrikel, tampak kompleks QRS lebar,


bizarre seperti ekstrasistol ventrikel, yang timbul berturut-turut dan terus menerus,
dengan kecepatan lebih dari 150 per menit.5
 Fibrilasi ventrikel
Fibrilasi ventrikel (VF) rnerupakan keadaan terminal dari aritmia
ventrikel yang ditandai oleh kompleks QRS, gelombang P, dan
segmen ST yang tidak beraturan dan sulit dikenali (disorganized).
VFmerupakan penyebab utama kematian mendadak. Penyebab utama
VF adalah infark miokard akut, blok AV total dengan respons
ventrikel sangat lambat, gangguan elektrolit (hipokalemia dan
hiperkalemia), asidosis berat, dan hipoksia. Salah satu penyebab VF
primer yang sering pada orang dengan jantung normal adalah sindrom
Brugada. Pada keadaan ini terjadi kelainan genetik pada gen yang
mengatur kanal natrium (SCN-5A) sehingga tercetus VF primer.5

15
Gambar 9. Contoh gambaran EKG VF. Tampak gambaran kompleks
QRS yang sangat tidak beraturan dan tidak terlihat gelombang P dan
segmen ST yang jelas.5
VF akan rnenyebabkan tidak adanya curah jantung
sehingga pasien dapat pingsan dan mengalami henti napas dalam
hitungan detik. VF kasar (coarse VF) menunjukkan aritmia ini baru
terjadi dan lebih besar peluangnya untuk diterminasi dengan
defibrilasi. Sedangkan VF halus (fine VF) sulit dibedakan dengan
asistol dan biasanya sulit diterminasi. Penanganan VF harus cepat
dengan protokol resusitasi kardiopulmonal yang baku meliputi
pemberian unsynchronized DC shock mulai 200 J sarnpai 360 J dan
obat-obatan seperti adrenalin, amiodaron, dan magnesium sulfat.5

Ventrikel Flutter
adalah gambaran getaran ventrikel yang disebabkan oleh produksi
sebuah pacemaker di ventrikel dengan frekuensi 250 – 350 kali
permenit. Gambaran yang muncul adalah gelombang berlekuk dan
rapat.11

Gambar 10. EKG Ventrikel Flutter11



Torsades de pointes
Istilah TDP (dalam bahasa Perancis berarti berputar-putar
mengelilingi satu titik) adalah suatu bentuk takikardi ventrikel
yang ditandai oleh perubahan bentuk dan arah (aksis) kompleks
QRS dalam satu beberapa denyutan (beat) seperti pada Gambar 8.
Penyebab tersering TDP adalah adanya pemanjangan interval QT
akibat pengaruh obat-obatan antiaritmia (misalnya amiodaron,
sotalol, dan flekainid), dan penyakit sindrom QT panjang (long QT
syndrome) bradikardia berat, dan sindrom Brugada. Tatalaksana
TDP adalah pemberian magnesium sulfat, pemasangan pacu
jantung sementara (pada keadaaan bradikardia), dan obat penyekat
beta.5

16
Gambar 11. Rekaman EKG TDP dengan karateristik kompleks QRS yang
berubah bentuk dan arah dalam beberapa denyutan. Pada denyut awal
sebelum TDP terlihat adanya pemanjangan interval QT5
TATALAKSANA UMUM

Tatalaksana pada Keadaan Akut5
Bila keadaan hemodinamik stabil, terminasi VT dilakukan dengan
pemberian obat-obatan secara intravena seperti amiodaron,
lidokaine, dan prokainamid. Dua obat yang pertama tersedia di
Indonesia. Amiodaron dan prokainamid lebih unggul dibandingkan
dengan lidokain. Amiodaron dapat diberikan dengan dosis awal
(loading dose) 15 mg/menit diberikan dalam 10 menit dan diikuti
dengan infus kontinu 1mg/menit selama 6 jam , dan dosis
pemeliharaan 0,5 mg/menit dalam 18 jam benkutnya. Bila gagal
dengan obat, dilakukan kardioversi elektrik yang dapat dimulai
dengan energi rendah (10joule dan 50joule). Dalam tatalaksana
akut perlu dicari faktor penyebab yang dapat dikoreksi seperti
iskemia, gangguan elektrolit, hipotensi, dan asidosis. Bila keadaan
hemodinamik tidak stabil (hipotensi, syok, angina, gagal jantung,
dan gejala hipoperfusi otak) maka pilihan pertama adalah
kardioversi elektrik.5


Tatalaksana Jangka Panjang5
Tujuan terapi jangka panjang adalah mencegah kematian
mendadak. Pada pasien dengan VT non-sustained dan bergejala
dapat diberikan obat penyekat beta. Bila tidak efektif dapat
diberikan sotalol atau amiodaron. Pada pasien dengan riwayat

17
infark miokard akut dan penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi
ejeksi <35%), terdapat VT yang dapat dicetuskan dan tidak dapat
dihilangkan dengan obat, maka ICD lebih unggul dalam
menurunkan mortalitas (The Multicenter Automatic Defibrillator
Trial=MADIT). Untuk pencegahan sekunder kematian mendadak
(pasien yang berhasil diselamatkan dari aritmia fatal) pada pasien
pasca infark miokard dengan penurunan fungsi ventrikel kiri, ICD
telah terbukti lebih unggul daripada amiodaron.5

3) Infark Miokardium dengan elevasi ST


(a) Definisi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial
infarction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom
koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA
tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.7

(b) Manifestasi Klinis


Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:7
 Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.
 Sifat nyeri: rasa sakit. seperli ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
 Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang
bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke
lengan kauan.
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
 Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan
sesudah makan.
 Gejala yang menyertai: mual. muntah, sulit bernapas, keringat
dingin, cemas dan lemas.

Pemeriksaan Fisik7
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah).
Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi
nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior

18
mempunyai mani festasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia
dan /atau hipotensi dan hampir setengah pasien infark inferior
menunjukkan hiperaktivitas parasirnpatis (bradikardia dan/atau
hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4
dan s3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split
paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena
disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 380C dapat dijumpai dalam minggu
pertama pasca STEMI.

(c) Gambaran EKG


Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua
pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI.
Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak
kedatangan di IGD. Pcmeriksaan EKG di IGD merupakan landasan
dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan
gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang
bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG
awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan
terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan intervai 5-10
rnenit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus
dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.
Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil
untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sebagian
besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami
evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis
infark miokard gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark
miokard gelombang non Q.7

19
Gambar 12. EKG menunjukkan STEMI anterior ekstensif7

(d) Tatalaksana
Tatalaksana umum STEMI yaitu sebagai berikut:7
1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan
saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa
komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
Oksigen yang diberikan sebanyak 2-4 L/menit.7

2. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman
dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis
dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG
juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard
dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau
pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat
diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk
mengendalikan hipertensi atau edema paru.7
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan
darah sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita
infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG JVP

20
meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus
dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5
inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat
memicu efek hipotensi nitrat.7
3. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan
merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada
STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin
adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan
simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi
curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat
diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu
diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin
juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan
bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan
pemberian atropin 0,5 mg IV.7
4. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang
dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner
akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan
reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin
bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75- 162 mg.7
5. Penyekat beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada,
pemberian penyekat beta IV selain nitrat mungkin efektif.
Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap
2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung
>60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR
<0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.

21
Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam,
dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.7

4) Infark Miokardium tanpa elevasi ST


(a) Definisi
Infark miokard merupakan oklusi total dari arteri koroner yang
menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium yang tidak diserati adanya elevasi segmen ST pada EKG.6

(b) Manifestasi Klinis


Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di
epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat,
menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.
Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka
yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi
memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki
nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di
dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak
khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang
lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.6
(c) Gambaran EKG
Gambaran elektrokardiogram (EKG), secara spesifik berupa
deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko
pada pasien. Kaul et al. menunjukkan peningkatan risiko outcome
yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi
segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T
keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien
dengan NSTEMI.6

22
Gambar 13. EKG menunjukkan depresi ST pada sadapan inferolateral yang
menunjukkan iskemia inferior-lateral6
(d) Tatalaksana
Pasien NSTEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan
EKG untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen
utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI
yaitu:6
1. Terapi antiiskemia
Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada
berulang, dapat diberikan terapi awal mencakup nitrat dan
penyekat beta. Terapi anti iskemia terdiri dari nitrogliserin sub
lingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena, dan penyekat beta
oral (pada keadaan tertentu dapat diberikan intravena). Antagonis
kalsium nondihidropiridin diberikan pada pasien dengan iskemia
refrakter atau yang tidak toleran dengan obat penyekat beta.6
Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray
bukal jika pasien mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri
menetap setelah diberikan nitrat sublingual 3 kali dengan interval 5
menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin intravena (mulai
5-10 ug/menit). Laju infus dapat ditingkatkan l0 ug/menit tiap 3-5
menit sampai keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik <
100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat digantikan dengan
nitrat oral atau dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika
pasien sudah bebas nyeri selama 12-24 jam. Kontraindikasi absolut
adalah hipotensi atau penggunaan sildenafil atau obat sekelasnya
dalam 24 jam sebelumnya.6
Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi
jantung 50-60 kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi

23
frekuensi jantung seperti verapamil atau diltiazem
direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada persisten atau
rekuren setelah terapi nitrat dosis penuh dan penyekat beta dan
pada pasien dengan kontraindikasi penyekat beta. Jika nyeri dada
menetap walaupun dengan pemberian nitrogliserin intravena,
morfin sulfat dengan dosis 1-5 mg dapat diberikan tiap 5-30 menit
sampai dosis total 20 mg.6

Gambar 14. Obat-obat Penyekat Beta6


2. Terapi antiplatelet/antitrombotik
Oklusi trombus sub total pada koroner mempunyai peran
utama dalam patogenesis NSTEMI dan keduanya mulai dari
agregasi platelet dan pembentlkan thrombin activated fibrin
bertanggung jawab atas pembentukan klot. Oleh karena itu, terapi
antiplatelet dan anti trombin menjadi komponen kunci dalam
pengobatan. Berdasarkan hasil penelitian, klopidogrel
direkomendasikan sebagai obat lini pertama (first-line drug) pada
UA/NSTEMI dan ditambahkan aspirin pada pasien dengan
UA/NSTEMI, kecuali mereka dengan risiko tinggi perdarahan dan
pasien yang memerlukan CABG segera.6

24
Gambar 15. Obat-obat Antitrombotik6
3. Pencegahan
Tatalaksana terhadap faktor risiko antara lain mencapai
berat badan yang optimal, nasihat diet, rnenghentikan merokok,
olahraga, pengontrolan hipertensi dan tatalaksana intensif diabetes
melitus dan deteksi adanya diabetes yang tidak dikenali
sebelumnya.6
Terdapat satu penelitian besar double-blind,
placebocontrolled, The MyocLcrdial Ischemia Reduction with
Aggressire Cholesterol Lowering (MIRACL), yang menunjukkan
manfaat penggunaan statin secara dini. Pasien-pasien UA/NSTEMI
sebaiknya diterapi, sesuai National Cholesterol Education
Program (NCEPIII), dan konsentrasi kolesterol LDL sebaiknya
tereduksi hingga kurang dari 100mg/dl.6

5) Gangguan Sistem Konduksi


Gangguan konduksi adalah gangguan yang terjadi pada jaringan konduksi
(jalur listrik jantung) sehingga listrik jantung tidak berjalan lancar atau
berhenti di tengah jalan, terdiri dari:9,10
(1) Block SA node
Gangguan pada SA node menyebabkan block SA dan sinus Aresst.

25
Gambar 16. Block SA node9,10
(2) Gangguan AV block
a. AV Blok derajat 1
Umumnya disebabkan karena gangguan konduksi di proximal His
bundle, sering terjadi pada intoksitas digitalis, peradangan, proses
degenerasi maupun varian normal. Gambar yang muncul pada
EKG adalah interval PR yang melebar > 0,22 detik dan interval PR
tersebut kurang lebih sama di setiap gelombang.9,10

Gambar 17. Blok AV derajat 19,10


b. AV Blok derajat II
Dibagi menjadi 2 tipe :9,10
 Mobitz tipe 1 (wenckebach block)
Interval PR secara progresif bertambah panjang sampai
suatu ketika implus dari atrium tidak sampai ke ventrikel dan
denyut ventrikel (gelombang QRS) tidak tampak, atau gelombang
P tidak diikuti oleh QRS. Hal ini disebabkan karena tonus otot
yang meningkat, keracunan digitalis atau iskemik.9,10

Gamb
ar 18. AV blok derajat II tipe Mobitz tipe 1, di mana tampak interval PR makin
memanjang, dan pada P ke 5 tidak diikuti kompleks QRS9,10

 Mobitz tipe 2
Interval PR tetap sama tetapi didapatkan denyut ventrikel
yang berkurang. Dapat terjadi pada infark miokard akut,
miokarditis, dan proses degenerasi.9,10

26
Gambar 19. AV blok derajat II tipe Mobitz tipe 2 dimana interual PR tidak
memanjang tapi pada gelombang P ke 3 tidak diikuti kompleks QRS, jadi ada
dropped beat tanpa pemanjangan interval PR.9,10

c. AV Blok derajat III


Disebut juga blok jantung komplit, dimana impuls dari
atrium tidak bisa sampai pada ventrikel, sehingga ventrikel
berdenyut sendiri karena impuls yang berasal dari ventrikel sendiri.
Gambaran EKG memperlihatkan adanya gelombang P teratur
dengan kecepatan 60–90 kali permenit, sedangkan komplek QRS
hanya 40–60 kali permenit. Hal ini disebabkan oleh infark miokard
akut, peradangan, dan proses degenerasi. Jika menetap diperlukan
pemasangan pacu jantung.9,10

Gambar 20. AV blok derajat III di mana dapat dilihat gelombang P tak
ada hubungan dengan kompleks QRS, gelombang P kecepatan 60 kali per menit
sedangkan kompleks QRS hanya 42 kali per menit9,10
6) Gangguan pada serabut his
Bundle branch block menunjukkan adanya gangguan konduksi di
cabang kanan atau kiri sistem konduksi, atau divisi anterior atau posterior
cabang kiri. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan EKG di mana
ditemukan kompleks QRS yang melebar lebih dari 0.11 detik disertai
perubahan bentuk kompleks QRS dan aksis QRS. Bila cabang kiri yang
terganggu disebut left bundle branch block (LBBB). Pada pemeriksaan
EKG akan tampak bentuk rsR' atau R yang lebar di I, aVL, V5 dan V6.11

27
Gambar 21. EKG menunjukkan irama sinus dan LBBB, di mana dapat dilihat
kompleks QRS melebar sampai 0.20 detik, dengan R yang lebar di l, aVL, V5 dan V6. Di
V1 -V3 gelombang r kecil dengan S yang dalam dan lebar EKG dari pasien dengan
kardiomiopati dilatasi tanpa infark jantung.11
Pasien dengan LBBB seringkali tak ada keluhan dan tidak
membutuhkan pacu jantung. Kalau ada sinkop atau timbul gangguan
konduksi lebih berat seperti blok AV tingkat II atau III, maka seringkali
perlu dilakukan pemasangan pacu jantung. Bila cabang kanan yang
terganggu disebut right bundle branch block (RBBB). Pada pemeriksaan
EKG akan tampak adanya kompleks QRS yang melebar lebih dari 0,12
detik dan akan tampak gambaran rsR' atau RSR' di V1, V2, sementara itu
di I, aVL, V5 dan V6 didapatkan S yang melebar karena depolarisasi
ventrikel kanan yang terlambat. RBBB dapat diketemukan pada jantung
yang normal, dapat juga pada kelainan kongenital seperti atrial septal
defect (ASD), pada infark miokard maupun iskemia miokard atau pada
penyakit degenerasi sistem konduksi (penyakit Lenegre atau Lev). Pasien
dengan RBBB seringkali tak ada keluhan dan membutuhkan terapi. Tapi
bila terjadi sinkop dan ada tanda gangguan konduksi yang lain seperti blok
AV tingkat II atau III, maka perlu dipertimbangkan pemasangan pacu
jantung.12

TERAPI
Pacu Jantung
Pemasangan pacu jantung dimaksudkan untuk menghilangkan
gejala klinis gangguan irama jantung, seperti pusing-pusing sampai
sinkop, berdebar sampai meninggal mendadak atau dekompensasi jantung.

28
Pacu jantung sementara dipakai juga untuk mengatasi keadaan-keadaan
sementara waktu anestesia umum, operasi jantung, tindakan-tindakan
jantung (kateterisasi, PTCA dan lain-lain), waktu penggantian generator
pacu jantung, dan lain-lain. Keadaan yang memerlukan pemakaian
pacujantung adalah:12
a) Keadaaan 1: Blok A-V derajat 3 atau derajat 2 permanen atau
intermiten diikuti dengan: takikardia/bradikardia simtomatis, atau
gagal jantung, atau keadaan-keadaan yang memerlukan pemakaian
obat yang menekan automatisitas jantung, atau adanya asistol 3 detik
atau lebih. Keadaan ini mungkin pula diikuti adanya atrial flutter
paroxysmal. Blok A-V derajat 2 yang berat (advanced) atau derajat 3
yang persisten sesudah infark jantung akut (paling sering anterior).
Blok bifasikular dengan blok A-V intermiten derajat 3 atau derajat 2
tipe 2, dengan gejala-gejala: Dysfungsi A-V node (SSS) dengan
bradikardia simtomatis (tanpa/dengan terapi dan tak ada obat alternatif
lain). Sindrom karotis hipersensitif. Sinkop berulang yang timbul
spontan ataupun dengan rangsangan karotis atau pasien yang
menunjukkan asistol selama 3 detik atau lebih pada rangsangan karotis
minimal.12
b) Keadaan II: BlokA-V derajat 3 atau2 tipe1/2 asimtomatis, permanen
atau intermiten, dengan frekuensi ventrikel 40/menit atau lebih. Blok
A-V derajat 1 menetap dengan BBB yang baru atau blok A-V derajat 2
berat (advanced) meski sementara, disertai BBB. Blok bi/tri fasikular
dengan sinkop tanpa sebab lain, atau dengan blok A-V derajat 2 yang
berat meski asimtomatis. Dysfungsi sinus node (SSS) spontan atau
karena terapi yang diperlukan, dengan HR kurang dari 40 kali/menit,
simtomatis. Pada sindrom karotis hipersensitif dengan sinkop yang
berulang walaupun adanya rangsangan karotis tak jelas.12

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Elektrokardiogram (ECG atau EKG) adalah tes non-invasif yang
digunakan untuk mencerminkan kondisi jantung yang mendasarinya
dengan mengukur aktivitas listrik jantung
2. Elektrokardiogram abnormal terdiri dari atrial fibrilasi, atrial flutter,
takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, ventrikel flutter, torsades de
pointes, ST elevasi, ST depresi, AV blok derajat 1,2 dan 3, dan Bundle
branch block.

30
3. Tatalaksana atrial fibrilasi dan atrial flutter yaitu dilakukan kardioversi
farmakologis dan kardioversi elektrik, kemudian dilakukan pencegahan
tromboemboli.
4. Tatalaksana aritmia ventrikel yaitu jika pada keadaan akut jika
hemodinamik stabil diberi obat seperti amiodaron, lidokaine, dan
prokainamid dan bila gagal dilakukan kardioversi elektrik. Untuk
tatalaksana jangka panjang diberikan obat penyekat beta.
5. Tatalaksana infark miokard dengan elevasi ST antara lain pemberian
oksigen, nitrogliserin, morfim, aspirin, dan penyekat beta.
6. Tatalaksana infark miokard tanpa elevasi ST antara lain diberikan obat
antiiskemia, antiplatelet/antitrombotik, dan pencegahan terhadap faktor
risiko seperti dislipidemia dan diabetes melitus.
7. Tatalaksana gangguan sistem konduksi antara lain dilakukan pacu
jantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pakpahan HA. Elektrokardiografi ilustratif. Jakarta: Balai Penerbit


Fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 2012; 1-2.
2. Pratanu S, Yamin M, Harun S. 2014. Buku Ajar Kardiologi:
Elektrokardiografi. Interna Publishing: Jakarta. Hal. 1523-1524.
3. Alim AM. Pocket ECG. Yogyakarta: Penerbit Intan Cendikia Anggota
IKAPI; 2009; 6-8 51-62 77-109.
4. Nasution S.A, Ranitya R. 2014. Buku Ajar Kardiologi: Fibrilasi Atrial.
Interna Publishing: Jakarta. Hal. 1612-1617.
5. Yamin M, Harun S. 2014. Buku Ajar Kardiologi: Aritmia Ventrikel. Interna
Publishing: Jakarta. Hal. 1623-1629.
6. Alwi I. 2014. Buku ajar Kardiologi: Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi
ST. Interna Publishing: Jakarta. Hal. 1741-1751.

31
7. Harun S, Alwi I. 2014. Buku Ajar Kardiologi: Infark Miokard Akut
Dengan Elevasi ST. Interna Publishing: Jakarta. Hal. 1757-1760.
8. Trisnohadi, H.B. 2014. Buku Ajar Kardiologi: Gangguan Irama Jantung
yang Spesifik. Interna Publishing: Jakarta. Hal. 1606-1610.
9. Brown, Kennedy. Heart Disease and Abnormal Heart Rhythm
(Arrhythmia) [cited 2020 January 05]. Available from :
http://www.medicinenet.com/arrhythmia_irregular_heartbeat/article.htm
10. Management of Arrhythmias. [cited 2020 January 05]. Available from :
http://my.clevelandclinic.org/heart/disorders/electric/arrhythmia.aspx.
11. Jones, Edward. Electrocardiogaph [cited 2020 January 05]. Available from
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-13134-Abstract_id.pdf.
12. Rachman, A. Muin. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Pacu Jantung
Sementara, jilid 1 edisi VI. Interna Publishing: Jakarta. Hal. 1406-1407.

32

Anda mungkin juga menyukai