LAPORAN KASUS
Keluhan Utama :
Penglihatan mata kanan dan mata kiri kabur sejak 1 tahun yang lalu
Keluhan Tambahan :
Pengelihatan seperti berasap serta silau saat melihat cahaya pada mata kanan dan
kiri.
34
35
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 96x/menit
- Laju Napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,7oC
Status Oftalmologis
OD OS
No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 2/60 PH (-) 1/60 PH (-)
2. Tekanan Intra Okuler 21 mmHg 21 mmHg
3. Kedudukan Bola Mata
36
Makula lutea
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nama : Ny.M Ruang : -
Umur : 58 tahun Kelas : -
Laboratorium :
Darah rutin (hemoglobin, trombosit, leukosit,LED), Kimia Klinik (Gula darah
sewaktu/BSS, kreatinin, ureum)
Funduskopi
RINGKASAN ANAMNESIS DAN Nama : Ny. M Ruang : -
PEMERIKSAAN JASMANI Umur : 58 tahun Kelas : -
Daftar Masalah:
Mata kanan dan mata kiri kabur, seperti melihat asap dan berkabut
Visus : OD 2/60 ; OS : 1/60
Konjungtiva bulbi : terdapat jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan
puncak melewati pupil pada OS (+)
Lensa : ODS Keruh, Shadow test (-)
BAB IV
41
ANALISA KASUS
menyebabkan perubahan protein lensa yang dikenal dengan nama kristalin yang larut
air menjadi tidak larut air dan teragregasi menjadi partikel yang besar, dimana protein
kristalin ini berfungsi untuk memberikan kejernihan pada lensa. Partikel-pertikel
tersebut akan menyebabkan kekeruhan lensa. Seiring dengan penambahan usia, lensa
akan mengalami peningkatan berat dan ketebalannya serta akan mengalami
penurunan kemampuan untuk berakomodasi. Serabut-serabut kortikal lensa yang
terbentuk secara konsentris akan semakin menekan nukleus, sehingga nukleus akan
semakin menebal dan mengeras (nuclear sclerosis). Penurunan glutation akibat
proses penuaan menyebabkan perlindungan lensa terhadap radikal bebas akan
menurun. Radikal bebas pada lensa dihasilkan oleh proses metabolisme sel dan dapat
juga diakibatkan pengaruh luar misalnya akibat radiasi. Apabila ketersediaan anti
oksidan tidak mampu menetralisir radikal bebas, akan timbul stres oksidatif yang
berujung pada kerusakan membran sel, lisosom, mitokondira, DNA maupun serabut
lensa. Pada pasien katarak dengan diabetes melitus, kadar glukosa yang tinggi akan
mengakibatkan aktivitas metabolisme glukosa melalui jalur sorbitol yang akan
meningkatkan tekanan osmosis dan kemudian terjadi pembengkakan lensa akibat
masuknya air. Penyulit lanjut berupa pembengkakan lensa dan kerusakan bangunan
sitoskeletal serabut lensa, yang pada saat ini pasien akan mengeluh adanya glare atau
silau dan perubahan selanjutnya timbul kekeruhan lensa.11
Klasifikasi Katarak berdasarkan usia diantaranya katarak kongenital (katarak
yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun), katarak juvenil (katarak yang terjadi
sesudah usia 1 tahun), dan katarak senilis (katarak setelah usia 50 tahun). Katarak
senilis diklasifikasikan berdasarkan lokasi kekeruhannya, yaitu:8,38
1. Katarak nuklearis
Ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna lensa menjadi
kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang mengakibatkan
turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai
menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun
dapat juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk
membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara khas lebih mengganggu
gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan dekat. Nukleus lensa
43
Pada tahap akhir, korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa jadi turun
dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus sudah
sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi komplikasi berupa
uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans, bilik mata
depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif palsu.
Berdasarkan kematangan lensa, pada pasien ini termasuk katarak matur.
Hasil pemeriksaan pada kamera okuli anterior untuk ODS normal, hasil
pemeriksaan lensa untuk ODS keruh menyeluruh, menyebabkan bayangan iris pada
lensa terlihat kecil dan dekat terhadap pupil. Kondisi ini disebut sebagai shadow test
(-).
Kemudian pada pemeriksaan konjungtiva bulbi di dapatkan terdapat jaringan
fibrovaskular berbentuk segitiga dengan puncak melewati pupil pada OS dan pada
anamnesis pasien mengatakan tidak ada keluhan mengenai daging tumbuh yang ada
di mata kirinya. Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk
segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.
Pterigium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan berupa mata sering
berair dan tampak merah dan mungkin menimbulkan astigmatisma yang memberikan
keluhan gangguan penglihatan. Pada kasus berat dapat menimbulkan diplopia.
Biasanya penderita mengeluhkan adanya sesuatu yang tumbuh di kornea dan
khawatir akan adanya keganasan atau alasan kosmetik. Keluhan subjektif dapat
berupa rasa panas, gatal, ada yang mengganjal. Pterigium memiliki 4 derajat yaitu
derajat 1 hanya terbatas pada limbus kornea, derajat 2 jika sudah melewati limbus
kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea, derajat 3 jika sudah melebihi
derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal
(diameter pupil sekitar 3-4mm), dan derajat 4 jika pertumbuhan pterigium sudah
melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan. Pada pasien ini, di dapatkan
pterigium derajat 4 yakni pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil.32
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang
paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan
45
seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin
kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Teori pajanan sinar UV mengungkapkan
pajanan terutama terhadap sinar UV-B menyebabkan perubahan sel di dekat limbus,
proliferasi jaringan akibat pembentukan enzim metalloproteinase, dan terjadi
peningkatan signifikan produksi interleukin, yaitu IL-I, IL-6, IL-8, dan TNFα.
Beberapa teori menyatakan bahwa radiasi sinar UV menyebabkan mutasi supresor
gen tumor P53, sehingga terjadi proliferasi abnormal epitel limbus. Teori growth
factor dan pembentukan sitokin pro-inflamasi mengungkapkan bahwa pada pterigium
terjadi inflamasi kronik yang merangsang keluarnya berbagai growth factor dan
sitokin, seperti FGF (Fibroblast Growth Factor), PDGF(Platelet derived Growth
Factor), TGF-β (Transforming Growth Factor-β), dan TNF-α (Tumor Necrosis
Factor-α) serta VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) yang akan
mengakibatkan proliferasi sel, remodelling matriks ektra-sel dan angiogenesis. Teori
stem cell menyatakan bahwa pajanan faktor lingkungan (sinar ultraviolet, angin,
debu) merusak sel basal limbus dan merangsang keluarnya sitokin pro-inflamasi,
sehingga merangsang sumsum tulang untuk mengeluarkan stem cell yang juga akan
memproduksi sitokin dan berbagai growth factors. Sitokin dan berbagai growth
factor akan mempengaruhi sel di limbus, sehingga terjadi perubahan sel fibroblas
endotel dan epitel yang akhirnya akan menimbulkan pterigium. Penumpukan lemak
bisa karena iritasi ataupun karena air mata yang kurang baik.32
Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan dilakukan pemeriksaan darah
lengkap berupa Hb, leukosit, LED yang tujuannya untuk menilai apakah pasien ini
disertai dengan anemia, infeksi akut maupun kronis serta kondisi perdarahan pada
pasien dan pemeriksaan GDS.
Pada pasien ini telah direncanakan ekstraksi katarak ekstrakapsuler (ECCE)
dan penanaman intra okuler lensa (IOL) pada ODS. Pertimbangan pemilihan ECCE
adalah karena ukuran insisi yang diperlukan lebih kecil sehingga timbulnya trauma
pada endotel kornea lebih sedikit. Kapsul posterior yang intak dapat menempatkan
IOL pada posisi anatomis yang lebih baik, mengurangi mobilitas iris dan vitreus,
serta mengurangi insiden cystoid macular edema, ablasi retina dan edema kornea.
Kapsul posterior yang intak juga mencegah masuknya bakteri dan mikroorganisme,
46
yang mungkin terdapat pada bilik mata depan saat operasi, ke dalam badan vitreus
dan menyebabkan endopthalmitis. Pemasangan IOL dilakukan karena dianggap lebih
praktis jika dibandingkan dengan lensa kontak atau kacamata afakia yang suatu saat
harus diangkat, dibersihkan atau dipasang kembali oleh pasien. Selain itu,
pemasangan IOL tidak ada kontraindikasi kecuali orang yang menderita uveitis.13,18
Prinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-
obatan jika pterigium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan
pada pterigium yang melebihi derajat 2. Bila pterigium meradang dapat diberikan
steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Lindungi mata yang terkena pterigium dari
sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat
tanda radang beri air mata buatan bila perlu dapat diberikan steroid. Bila terdapat
delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi
vasokonstriktor maka perlu kontrol dalam 2 minggu dan bila telah terdapat perbaikan
pengobatan dihentikan. Indikasi untuk eksisi pterigium adalah ketidaknyamanan yang
menetap termasuk gangguan penglihatan, ukuran pterigium >3-4 mm, pertumbuhan
yang progresif menuju tengah kornea atau visual axis dan adanya gangguan
pergerakan bola mata. Eksisi pterigium bertujuan untuk mencapai keadaan normal
yaitu gambaran permukaan bola mata yang licin.27
Indikasi Operasi pterigium diantaranya: pterigium yang menjalar ke kornea
sampai lebih 3 mm dari limbus, pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara
limbus dan tepi pupil, pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair
dan silau karena astigmatismus, dan kosmetik, terutama untuk penderita wanita.28
Teknik eksisi pterigium antara lain bare sclera ialah teknik eksisi sederhana
pada bagian kepala dan badan pterigium serta membiarkan skleraa terbuka sehingga
terjadi reepitelisasi. Kerugian teknik ini ialah tingginya rekurensi yang dapat
mencapai 24-89%. Teknik Conjunctival Autograft ialah prosedur menggunakan free
graft yang biasanya diambil dari konjungtiva bulbi bagian superotemporal, dieksisi
sesuai ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan
perekat jaringan. Angka rekurensi teknik ini 2% hingga paling tinggi 40%. Hasil graft
yang tipis dan bebas tegangan telah terbukti tidak terjadi retraksi setelah operasi,
menghasilkan hasil kosmetik yang baik dengan tingkat rekurensi yang rendah. Teknik
47
BAB V
KESIMPULAN
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau terjadi karena
keduanya. Katarak bisa disebabkan oleh Radikal bebas dan Glutathione, radiasi sinar
matahari, obat-obatan seperti kortikosteroid, phenotiazin dan miotics. Faktor risiko
katarak adalah usia, jenis kelamin perempuan mempunyai risiko yang lebih tinggi
48