Anda di halaman 1dari 16

BAB III

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS Nama : Ny.M Ruang : -


Autoanamnesis dan Alloanamnesis Umur : 58 tahun Kelas : -

Nama Lengkap : Ny. M


Tempat dan Tanggal Lahir : Palembang, 13 Agustus 1962
Umur : 58 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jakabaring
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA

Dokter yang Merawat : dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp.M


Dokter Muda : Hersaina Ashriannisa S

Tanggal Pemeriksaan : 16 Desember 2020

Keluhan Utama :
Penglihatan mata kanan dan mata kiri kabur sejak 1 tahun yang lalu

Keluhan Tambahan :
Pengelihatan seperti berasap serta silau saat melihat cahaya pada mata kanan dan
kiri.

1. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh sejak ± 1 tahun yang lalu pengelihatan semakin lama semakin
kabur pada kedua mata. Pasien juga mengeluh pandangan seperti berasap (+) dan
berkabut (+) yang dirasakan perlahan-lahan semakin berat. Ketika melihat cahaya
lampu mata silau dan merasa seperti berbayang, penglihatan dekat dan jauh pasien
juga terganggu.
Keluhan lain seperti mata merah (-), mata berair (-), nyeri (-), sekret (-), sakit
kepala (-), mata seperti melihat pelangi bila melihat lampu (-), mual muntah (-),
pengelihatan turun mendadak seperti tertutup tirai (-), pandangan seperti melihat
terowongan (-). Selain itu, pasien juga mengatakan terdapat daging tumbuh pada
mata sebelah kiri sejak kurang lebih 20 tahun yang lalu namun tidak ada keluhan.

34
35

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit darah tinggi ada, kurang lebih sejak 10 tahun yang lalu
Riwayat penyakit kencing manis disangkal
Riwayat trauma pada mata disangkal
Riwayat memakai kacamata ada, sejak tahun 2003

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal
Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal
Riwayat memakai kacamata ada

Nama : Ny. M Ruang : -


PEMERIKSAAN FISIK
Umur : 58 tahun Kelas : -

Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 96x/menit
- Laju Napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,7oC

Status Oftalmologis

OD OS

No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 2/60 PH (-) 1/60  PH (-)
2. Tekanan Intra Okuler 21 mmHg 21 mmHg
3. Kedudukan Bola Mata
36

Posisi Ortoforia Ortoforia


Eksoftalmus (-) (-)
Enoftalmus (-) (-)
4. Pergerakan Bola Mata
Atas (+) Baik (+) Baik
Bawah (+) Baik (+) Baik
Temporal (+) Baik (+) Baik
Temporal atas (+) Baik (+) Baik
Temporal bawah (+) Baik (+) Baik
Nasal (+) Baik (+) Baik
Nasal atas (+) Baik (+) Baik
Nasal bawah (+) Baik (+) Baik
Nistagmus (-) (-)
5. Palpebrae
Hematom (-) (-)
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Fistel (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Sekret (-) (-)
Trikiasis (-) (-)
Madarosis (-) (-)
6. Punctum Lakrimalis
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Fistel (-) (-)
7. Konjungtiva Tarsal Superior
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Sekret (-) (-)
Epikantus (-) (-)
8. Konjungtiva Tarsalis Inferior
Kemosis (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Anemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
37

Lithiasis (-) (-)


Simblefaron (-) (-)
9. Konjungtiva Bulbi
Kemosis (-) (-)
Tampak jaringan
fibrovaskular
Pterigium (-) berbentuk segitiga
dengan puncak sudah
melewati pupil
Pinguekula (-) (-)
Flikten (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi siliar (-) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
10. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Edema (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Erosi (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Flikten (-) (-)
Keratik presipitat (-) (-)
Macula (-) (-)
Nebula (-) (-)
Leukoma (-) (-)
Leukoma adherens (-) (-)
Stafiloma (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)
Imbibisi (-) (-)
Pigmen iris (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
Tes sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

11. Limbus kornea


Arkus senilis (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
12. Sklera
Sklera biru (-) (-)
Episkleritis (-) (-)
Skleritis (-) (-)
13. Kamera Okuli Anterior
38

Kedalaman Normal Normal


Kejernihan Keruh Keruh
Flare (-) (-)
Sel (-) (-)
Hipopion (-) (-)
Hifema (-) (-)
14. Iris
Warna Coklat Coklat
Gambaran radier Jelas Jelas
Eksudat (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Sinekia posterior (-) (-)
Sinekia anterior (-) (-)
Iris bombe (-) (-)
Iris tremulans (-) (-)
15. Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar ± 3 mm ± 3 mm
Regularitas Reguler Reguler
Isokoria (+) (+)
Letak Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Seklusio pupil (-) (-)
Oklusi pupil (-) (-)
Leukokoria (-) (-)
16. Lensa
Kejernihan Matur Matur
Shadow test (-) (-)
Refleks kaca (-) (-)
Luksasi (-) (-)
Subluksasi (-) (-)
Pseudofakia (-) (-)
Afakia (-) (-)

17. Funduskopi (Tidak diperiksa)


Refleks fundus
Papil
- warna papil
- bentuk
- batas
Retina
- warna
- perdarahan
- eksudat
39

Makula lutea

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nama : Ny.M Ruang : -
Umur : 58 tahun Kelas : -

Laboratorium :
Darah rutin (hemoglobin, trombosit, leukosit,LED), Kimia Klinik (Gula darah
sewaktu/BSS, kreatinin, ureum)
Funduskopi
RINGKASAN ANAMNESIS DAN Nama : Ny. M Ruang : -
PEMERIKSAAN JASMANI Umur : 58 tahun Kelas : -

Seorang pasien perempuan berumur 58 tahun dengan keluhan sejak ± 1 bulan


yang lalu pengelihatan kabur pada kedua mata. Pandangan seperti berasap dan
berkabut (+). Mata silau (+), penglihatan berbayang(+), penglihatan jauh dan dekat
terganggu.
Riwayat Hipertensi ada ±10 tahun yang lalu, riwayat kencing manis(-),
riwayat trauma pada mata (-). Riwayat memakai kacamata (+) sejak tahun 2003.
Riwayat penyakit sama dalam keluarga disangkal.
Pada pemeriksaan didapatkan visus OD 2/60, OS 1/60, Konjungtiva bulbi
terdapat jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan puncak melewati pupil
pada OS (+), refleks cahaya langsung pada pupil ODS (+), lensa ODS keruh
dengan Shadow test (-).

Daftar Masalah:
Mata kanan dan mata kiri kabur, seperti melihat asap dan berkabut
Visus : OD 2/60 ; OS : 1/60
Konjungtiva bulbi : terdapat jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan
puncak melewati pupil pada OS (+)
Lensa : ODS Keruh, Shadow test (-)

Kemungkinan Penyebab Masalah :

ODS Katarak Senilis Matur + OS Pterigium Nasalis Grade 4

Nama : Ny.M Ruang : -


RENCANA PENGELOLAAN
Umur : 58 tahun Kelas : -

1. Rencana tindakan ECCE + IOL + Eksisi pterigium + Autograft Konjungtiva


2. Edukasi
 Informasi kepada pasien bahwa matanya telah mengalami katarak dan
pterigium dan kataraknya jenis matur serta pterigiumnya grade 4, untuk
pengobatan katarak sendiri tidak bisa menggunakan obat melainkan harus
40

dioperasi, maka pasien disarankan untuk melakukan operasi.


 Menjelaskan kepada pasien serta keluarga tentang tindakan operasi yang
akan dilakukan.
 Meminta pasien untuk mengurangi paparan sinar matahari berlebih pada
mata, usahakan lindungi mata dari paparan debu, dan mata jangan sampai
kering.

BAB IV
41

ANALISA KASUS

Pada Anamnesis di dapatkan seorang perempuan berusia 58 tahun, datang


dengan keluhan utama penglihatan semakin lama semakin kabur pada kedua mata
sejak ± 1 tahun yang lalu. Dari anamnesis didapatkan bahwa tajam penglihatan
menurun perlahan tanpa disertai keluhan mata merah dan nyeri. Dari keluhan utama
dapat dipikirkan beberapa dignosis banding penyakit mata yang ditandai dengan mata
tenang penglihatan turun perlahan, diantaranya yaitu katarak, glaukoma, retinopati,
dan Age Related Macular Degeneration. Pasien juga mengeluh pandangan seperti
berasap (+) dan berkabut (+) yang dirasakan perlahan-lahan semakin berat. Ketika
melihat cahaya lampu mata silau dan merasa seperti berbayang, penglihatan dekat
dan jauh pasien juga terganggu. Katarak merupakan kekeruhan pada lensa sehingga
mengakibatkan penurunan tajam penglihatan. Tingkat kekaburan yang dialami pasien
bervariasi tergantung dari tingkat kekeruhan lensa. Lensa pasien katarak akan
semakin cembung akibat proses sklerosis nucleus yang meningkatkan ketebalan
lensa. Hal ini menyebabkan kekuatan dioptri lensa pasien menjadi semakin kuat
sehingga pasien menjadi lebih jelas melihat dekat dibandingkan melihat jauh.
Berbeda dengan pasien-pasien usia tua yang umumnya mengalami presbiopi
sehingga lebih jelas ketika melihat jauh dibandingkan dengan melihat dekat. Usia
pasien yang lebih dari 50 tahun merupakan salah satu penentu jenis katarak.
Jenis katarak yang sesuai adalah katarak senilis. Gejala katarak adalah pandangan
kabur seperti melihat asap atau kabut yang dirasakan perlahan, fotofobia, halo sign,
diplopia monokular, distorsi, dan miopisasi7.
Dari hasil pemeriksaan tajam penglihatan terhadap penderita, didapatkan visus
mata kanan 2/60 dan mata kiri 1/60 menunjukan bahwa pasien ini telah mengalami
penurunan tajam pengelihatan. Penurunan tajam penglihatan pada katarak akibat
kekeruhan dari lensa yang merupakan media refraksi. Kekeruhan lensa pada katarak
dapat disebabkan adanya kehancuran dan agregasi pada protein, kerusakan pada serat
membran sel, defisiensi glutathione, kerusakan oksidatif, dan meningkatnya kalsium
migrasi sel lensa epitel yang abnormal. Mekanisme terjadinya katarak masih belum
jelas dan multifaktorial. Beberapa teori menyebutkan pertambahan usia akan
42

menyebabkan perubahan protein lensa yang dikenal dengan nama kristalin yang larut
air menjadi tidak larut air dan teragregasi menjadi partikel yang besar, dimana protein
kristalin ini berfungsi untuk memberikan kejernihan pada lensa. Partikel-pertikel
tersebut akan menyebabkan kekeruhan lensa. Seiring dengan penambahan usia, lensa
akan mengalami peningkatan berat dan ketebalannya serta akan mengalami
penurunan kemampuan untuk berakomodasi. Serabut-serabut kortikal lensa yang
terbentuk secara konsentris akan semakin menekan nukleus, sehingga nukleus akan
semakin menebal dan mengeras (nuclear sclerosis). Penurunan glutation akibat
proses penuaan menyebabkan perlindungan lensa terhadap radikal bebas akan
menurun. Radikal bebas pada lensa dihasilkan oleh proses metabolisme sel dan dapat
juga diakibatkan pengaruh luar misalnya akibat radiasi. Apabila ketersediaan anti
oksidan tidak mampu menetralisir radikal bebas, akan timbul stres oksidatif yang
berujung pada kerusakan membran sel, lisosom, mitokondira, DNA maupun serabut
lensa. Pada pasien katarak dengan diabetes melitus, kadar glukosa yang tinggi akan
mengakibatkan aktivitas metabolisme glukosa melalui jalur sorbitol yang akan
meningkatkan tekanan osmosis dan kemudian terjadi pembengkakan lensa akibat
masuknya air. Penyulit lanjut berupa pembengkakan lensa dan kerusakan bangunan
sitoskeletal serabut lensa, yang pada saat ini pasien akan mengeluh adanya glare atau
silau dan perubahan selanjutnya timbul kekeruhan lensa.11
Klasifikasi Katarak berdasarkan usia diantaranya katarak kongenital (katarak
yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun), katarak juvenil (katarak yang terjadi
sesudah usia 1 tahun), dan katarak senilis (katarak setelah usia 50 tahun). Katarak
senilis diklasifikasikan berdasarkan lokasi kekeruhannya, yaitu:8,38
1. Katarak nuklearis
Ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna lensa menjadi
kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang mengakibatkan
turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai
menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun
dapat juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk
membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara khas lebih mengganggu
gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan dekat. Nukleus lensa
43

mengalami pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya indeks refraksi,


dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia dapat
membaca dekat tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut
sebagai second sight.
2. Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi protein
pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris, dan
menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap
penurunan penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan
slitlamp berfungsi untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik
yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa
mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran seperti embun.
3. Katarak subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan
seperti plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau,
penglihatan buruk pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu
daripada penglihatan jauh
Berdasarkan lokasi katarak, pada pasien ini termasuk dalam katarak nuklearis.
Selain itu, klasifikasi katarak berdasarkan maturitas/kematangan lensa,
diantaranya adalah:27
1) Iminens/insipiens
Pada stadium ini, lensa bengkak karena termasuki air, kekeruhan lensa masih
ringan, sering terjadi glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test
positif.
2) Matur
Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya dan visus
menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat lambaian tangan
dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test negatif.
3) Hipermatur
44

Pada tahap akhir, korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa jadi turun
dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus sudah
sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi komplikasi berupa
uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans, bilik mata
depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif palsu.
Berdasarkan kematangan lensa, pada pasien ini termasuk katarak matur.

Hasil pemeriksaan pada kamera okuli anterior untuk ODS normal, hasil
pemeriksaan lensa untuk ODS keruh menyeluruh, menyebabkan bayangan iris pada
lensa terlihat kecil dan dekat terhadap pupil. Kondisi ini disebut sebagai shadow test
(-).
Kemudian pada pemeriksaan konjungtiva bulbi di dapatkan terdapat jaringan
fibrovaskular berbentuk segitiga dengan puncak melewati pupil pada OS dan pada
anamnesis pasien mengatakan tidak ada keluhan mengenai daging tumbuh yang ada
di mata kirinya. Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk
segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.
Pterigium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan berupa mata sering
berair dan tampak merah dan mungkin menimbulkan astigmatisma yang memberikan
keluhan gangguan penglihatan. Pada kasus berat dapat menimbulkan diplopia.
Biasanya penderita mengeluhkan adanya sesuatu yang tumbuh di kornea dan
khawatir akan adanya keganasan atau alasan kosmetik. Keluhan subjektif dapat
berupa rasa panas, gatal, ada yang mengganjal. Pterigium memiliki 4 derajat yaitu
derajat 1 hanya terbatas pada limbus kornea, derajat 2 jika sudah melewati limbus
kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea, derajat 3 jika sudah melebihi
derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal
(diameter pupil sekitar 3-4mm), dan derajat 4 jika pertumbuhan pterigium sudah
melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan. Pada pasien ini, di dapatkan
pterigium derajat 4 yakni pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil.32
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang
paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan
45

seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin
kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Teori pajanan sinar UV mengungkapkan
pajanan terutama terhadap sinar UV-B menyebabkan perubahan sel di dekat limbus,
proliferasi jaringan akibat pembentukan enzim metalloproteinase, dan terjadi
peningkatan signifikan produksi interleukin, yaitu IL-I, IL-6, IL-8, dan TNFα.
Beberapa teori menyatakan bahwa radiasi sinar UV menyebabkan mutasi supresor
gen tumor P53, sehingga terjadi proliferasi abnormal epitel limbus. Teori growth
factor dan pembentukan sitokin pro-inflamasi mengungkapkan bahwa pada pterigium
terjadi inflamasi kronik yang merangsang keluarnya berbagai growth factor dan
sitokin, seperti FGF (Fibroblast Growth Factor), PDGF(Platelet derived Growth
Factor), TGF-β (Transforming Growth Factor-β), dan TNF-α (Tumor Necrosis
Factor-α) serta VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) yang akan
mengakibatkan proliferasi sel, remodelling matriks ektra-sel dan angiogenesis. Teori
stem cell menyatakan bahwa pajanan faktor lingkungan (sinar ultraviolet, angin,
debu) merusak sel basal limbus dan merangsang keluarnya sitokin pro-inflamasi,
sehingga merangsang sumsum tulang untuk mengeluarkan stem cell yang juga akan
memproduksi sitokin dan berbagai growth factors. Sitokin dan berbagai growth
factor akan mempengaruhi sel di limbus, sehingga terjadi perubahan sel fibroblas
endotel dan epitel yang akhirnya akan menimbulkan pterigium. Penumpukan lemak
bisa karena iritasi ataupun karena air mata yang kurang baik.32
Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan dilakukan pemeriksaan darah
lengkap berupa Hb, leukosit, LED yang tujuannya untuk menilai apakah pasien ini
disertai dengan anemia, infeksi akut maupun kronis serta kondisi perdarahan pada
pasien dan pemeriksaan GDS.
Pada pasien ini telah direncanakan ekstraksi katarak ekstrakapsuler (ECCE)
dan penanaman intra okuler lensa (IOL) pada ODS. Pertimbangan pemilihan ECCE
adalah karena ukuran insisi yang diperlukan lebih kecil sehingga timbulnya trauma
pada endotel kornea lebih sedikit. Kapsul posterior yang intak dapat menempatkan
IOL pada posisi anatomis yang lebih baik, mengurangi mobilitas iris dan vitreus,
serta mengurangi insiden cystoid macular edema, ablasi retina dan edema kornea.
Kapsul posterior yang intak juga mencegah masuknya bakteri dan mikroorganisme,
46

yang mungkin terdapat pada bilik mata depan saat operasi, ke dalam badan vitreus
dan menyebabkan endopthalmitis. Pemasangan IOL dilakukan karena dianggap lebih
praktis jika dibandingkan dengan lensa kontak atau kacamata afakia yang suatu saat
harus diangkat, dibersihkan atau dipasang kembali oleh pasien. Selain itu,
pemasangan IOL tidak ada kontraindikasi kecuali orang yang menderita uveitis.13,18
Prinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-
obatan jika pterigium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan
pada pterigium yang melebihi derajat 2. Bila pterigium meradang dapat diberikan
steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Lindungi mata yang terkena pterigium dari
sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat
tanda radang beri air mata buatan bila perlu dapat diberikan steroid. Bila terdapat
delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi
vasokonstriktor maka perlu kontrol dalam 2 minggu dan bila telah terdapat perbaikan
pengobatan dihentikan. Indikasi untuk eksisi pterigium adalah ketidaknyamanan yang
menetap termasuk gangguan penglihatan, ukuran pterigium >3-4 mm, pertumbuhan
yang progresif menuju tengah kornea atau visual axis dan adanya gangguan
pergerakan bola mata. Eksisi pterigium bertujuan untuk mencapai keadaan normal
yaitu gambaran permukaan bola mata yang licin.27
Indikasi Operasi pterigium diantaranya: pterigium yang menjalar ke kornea
sampai lebih 3 mm dari limbus, pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara
limbus dan tepi pupil, pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair
dan silau karena astigmatismus, dan kosmetik, terutama untuk penderita wanita.28
Teknik eksisi pterigium antara lain bare sclera ialah teknik eksisi sederhana
pada bagian kepala dan badan pterigium serta membiarkan skleraa terbuka sehingga
terjadi reepitelisasi. Kerugian teknik ini ialah tingginya rekurensi yang dapat
mencapai 24-89%. Teknik Conjunctival Autograft ialah prosedur menggunakan free
graft yang biasanya diambil dari konjungtiva bulbi bagian superotemporal, dieksisi
sesuai ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan
perekat jaringan. Angka rekurensi teknik ini 2% hingga paling tinggi 40%. Hasil graft
yang tipis dan bebas tegangan telah terbukti tidak terjadi retraksi setelah operasi,
menghasilkan hasil kosmetik yang baik dengan tingkat rekurensi yang rendah. Teknik
47

Amniotic Membrane Grafting digunakan untuk mencegah rekurensi, bisa digunakan


untuk menutupi sklera yang terbuka setelah eksisi pterigium. Graft ini dianggap
memicu kesembuhan dan mengurangi angka rekurensi karena efek anti-inflamasinya,
memicu pertumbuhan epitelial dan sifatnya menekan sinyal transformasi TGF-beta
dan proliferasi fibroblas. Tingkat rekurensinya 2,6-10,7% untuk pterigium primer dan
37,5% untuk pterigium rekuren. Membran amniotik ditempatkan di atas permukaan
sklera dengan bagian basis menghadap ke atas dan stroma menghadap ke bawah. Lem
fibrin berperan membantu membran amniotik agar menempel pada jaringan
episklera.20-22
Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus menjadi
masalah, dan terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan ke dalam
pengelolaan pterygia. MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena
kemampuannya untuk menghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan iradiasi beta.
Namun, dosis minimal yang aman dan efektif belum ditentukan. Dua bentuk MMC
saat ini digunakan: aplikasi intraoperative MMC langsung ke sclera setelah eksisi
pterigium, dan penggunaan obat tetes mata MMC topikal setelah operasi. Beberapa
penelitian sekarang menganjurkan penggunaan MMC hanya intraoperatif untuk
mengurangi toksisitas.29

BAB V
KESIMPULAN

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau terjadi karena
keduanya. Katarak bisa disebabkan oleh Radikal bebas dan Glutathione, radiasi sinar
matahari, obat-obatan seperti kortikosteroid, phenotiazin dan miotics. Faktor risiko
katarak adalah usia, jenis kelamin perempuan mempunyai risiko yang lebih tinggi
48

dibandingkan laki-laki. Riwayat keluarga katarak cenderung diturunkan dari


keluarga, ras/etnis, kelainan mata seperti glaukoma dan myopia. Kondisi medis lain
seperti diabetes dan penyakit autoimun yang diobati dengan steroid. Paparan sinar
matahari yang berlebihan Perokok dan pecandu alkohol.
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup
dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat
menjernihkan lensa yang keruh. Teknik pembedahan katarak bisa menggunakan
teknik ICCE, ECCE, Phacoemulsification, Small incision catarac surgery (Sics).
Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang
tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Faktor resiko
yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar
matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter3. Ultraviolet
adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem cell. Tanpa
apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan dan
menimbulkan proses kolagenase meningkat.
Pterigium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu; Derajat 1 jika pterigium
hanya terbatas pada limbus kornea, Derajat 2 jika sudah melewati limbus kornea
tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea, Derajat 3 sudah melebihi derajat 2
tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam
keadaan normal sekitar 3 – 4 mm), Derajat 4 pertumbuhan pterigium melewati pupil
sehingga mengganggu penglihatan.
Prinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-
obatan jika pterigium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan
pada pterigium yang melebihi derajat 2. Penglihatan dan kosmetik pasien setelah
dieksisi adalah baik. Rasa tidak nyaman pada hari pertama postoperasi dapat
ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 24 jam postop dapat beraktivitas kembali.
Pada pasien ini dapat disimpulkan diagnosa kerja pasien adalah katarak senilis
matur ODS + Pterigium OS grade 4. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang
dialami pasien, dan pemeriksaan oftalmologi. Tatalaksana yang akan dilakukan pada
pasien ini adalah pembedahan dan pemasangan lensa IOL dan ekstirpasi pterigium.
49

Anda mungkin juga menyukai