Anda di halaman 1dari 13

REFLEKSI KASUS

FARINGITIS AKUT
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok RSUD Kabupaten Temanggung

Disusun oleh

Farida Nur Affia

20194010136

Pembimbing:

dr. Anton Haryono, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT RSUD TEMANGGUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


2020

2
LAPORAN KASUS

A. PENGALAMAN
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 39 th
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kedu
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
b. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri telan
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengalami nyeri telan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan terus
menerus. Keluhan nyeri mereda setelah diberi obat. Keluhan tersebut disertai demam.
Pasien mengeluh tenggorokan kering. Saat ini demam sudah sembuh. 3 hari yang lalu
pasien batuk-batuk saat pagi hari dan keluar dahak berwarna putih kental. Batuk juga
disertai darah sedikit sebanyak 2 kali. Pasien sudah meminum obat antipiretik untuk
menurunkan demam. Pilek (-), suara serak (-).
3. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat alergi (-)
b. Riwayat penyakit serupa (-)
c. Riwayat trauma (-)
d. Riwayat hipertensi (-)
e. Riwayat DM (-)
4. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat hipertensi (-)
b. Riwayat DM (-)
c. Alergi (-)
5. Riwayat personal sosial
a. Keadaan ekonomi pasien menengah
b. Pasien seorang ibu rumah tangga
c. Pasien merupakan pasien umum

26
c. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital : tidak dilakukan di poli
4. Status General
a. Kepala
1) Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), regio orbita sinistra
nampak edem
2) Bibir : Sianosis (-), sariawan (-)
3) Leher : Pembesaran limfonodi (-), perbesaran tiroid (-/-)
b. Thorax :
Pulmo (paru) Cor (jantung)
Inspeksi Gerakan respirasi simetris Ictus cordis tidak tampak
Palpasi Ketinggalan gerak (-)
Perkusi Sonor seluruh lapang
Auskultasi Suara dasar vesikuler BJI – BJ2 reguler, suara
tambahan (-)

c. Abdomen
1) Inspeksi : Datar, jejas (-), distensi (-)
2) Aukultasi : Bising usus (+)
3) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
4) Palpasi : Nyeri tekan (-), palpasi hepar dan lien tidak teraba
d. Ektremitas
1) Superior : Akral hangat, edema (-)
2) Inferior : Akral hangat, edema (-)
5. Status lokalis THT
a. Telinga
Bagian telinga Auris dextra Auris sinistra
Auricula
o Deformitas (-) (-)
o Hiperemis (-) (-)
o Edema (-) (-)

o Nyeri tekan (-) (-)


Daerah Preauricula:

27
o Deformitas (-) (-)
o Hiperemis (-) (-)
o Edema (-) (-)
Daerah Retrouricular
o Edema (-) (-)
o Hiperemis (-) (-)
o Nyeri tekan (-) (-)

o Sulcus Cekung Cekung


MAE
o Serumen (-) (-)
o Edema (-) (-)
o Hiperemis (-) (-)

o Otore (-) (-)


Membran timpani
o Warna Putih mutiara Putih mutiara
o Perforasi (-) (-)
o Cone of light (+) (+)

b. Hidung
Dextra Sinistra
Hidung Luar Bentuk normal Bentuk normal
Hiperemis (-),deformitas (-) Hiperemis (-),deformitas (-)
Nyeri tekan (-) (-)

Rhinoskopi anterior Dextra Sinistra


Vestibulum nasi Mukosa hiperemis (-), Mukosa hiperemis (-),
darah (-), massa (-), darah (-), massa (-),
ulkus (-) ulkus (-)
Cavum nasi Edema (-), mukosa Edema (-), mukosa
hiperemis (-), sekret hiperemis (-), sekret
purulen (-) purulen (-)
Konka inferior Hipertrofi(-), mukosa Hipertrofi(-), mukosa
hiperemis (-) hiperemis (-)
Meatus nasi inferior Polip (-), korpus alienum Polip (-), korpus alienum
(-), massa tumor (-), (-), massa tumor (-),
perdarahan (-), perdarahan (-),

28
sekret (-) sekret (-)
Konka media Hipertrofi(-), mukosa Hipertrofi(-), mukosa
hiperemis (-) hiperemis (-)
Meatus nasi media Polip (-), korpus alienum Polip (-), korpus alienum
(-), massa tumor (-), (-), massa tumor (-),
perdarahan (-), perdarahan (-),
sekret (-) sekret (-)
Konka superior Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Septum nasi Deviasi kanan (-), perdarahan (-), bengkak (-)

c. Tenggorok
Inspeksi Dextra Sinistra
Tonsil Palatina T1, hiperemis (-), kripta T1, hiperemis (-), kripta
melebar melebar
Uvula Deviasi (-), edem (-)
Faring Hiperemis (+), edem (+), sekret mukoid (+),
granulasi (-)
Orofaring Post nasal drip (-)
Cavum oris Palatum = hiperemis (-), Edem (-)
Lidah = sariawan (-), kotor (-), atrofi (-)

d. Pemeriksaan Penunjang
-
e. Diagnosis
Faringitis akut bakterialis
f. Diagnosis Banding
Faringitis akut viral

g. Rencana
Terapi medikamentosa
R/Co-Amoxiclav tab 500 mg no. X
ʃ 3 dd tab I (sampai habis)
R/Metilprednisolon tab 4 mg no. X
ʃ 3 dd tab I
R/ Ambroxol tab 30 mg no. X
ʃ 3 dd tab I

29
h. Edukasi
1. Memberitahu keluarga untuk menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
makan bergizi dan olahraga teratur.
2. Memberitahu keluarga untuk berhenti merokok.
3. Memberitahu keluarga untuk menghindari makan-makanan yang dapat mengiritasi
tenggorok.
4. Memberitahu keluarga dan pasien untuk selalu menjaga kebersihan mulut.
5. Memberitahu keluarga untuk mencuci tangan secara teratur

B. Masalah yang Dikaji

1. Apa definisi faringitis?


2. Apa etiologi dari faringitis?
3. Bagaimana klasifikasi dari faringitis?
4. Bagaimana patofisiologi dari faringitis?
5. Bagaimana langkah penegakan diagnosis dari faringitis?
6. Bagaimana tatalaksana dari faringitis?
7. Apa komplikasi dari faringitis?

C. Pembahasan

1. DEFINISI
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40-
60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain. Faringitis akut adalah infeksi
pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri
tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening
leher dan malaise
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara dan untuk artikulasi. Pada fungsi menelan, terdapat 3 fase dalam proses menelan
yaitu fase oral, fase faringeal, dan fase esofagal. Fase oral, bolus makanan dari mulut
menuju faring. Gerakan disini disengaja (voluntary). Fase faringeal yaitu pada waktu
transpor bolus makanan melalui faring. Gerakan disini tidak disengaja (involuntary). Pada
fase esofageal bolus makanan bergerak secara peristaltik di esofagus menuju lambung.
Fungsi faring dalam proses bicara, pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan
terpadu dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan

30
palatum mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat
dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli
palatini bersama-sama m.konstriktor faring superior. Padagerakan penutupan nasofaring
m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding
posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding
belakang faring yang sering terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring
sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama m.salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif
m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang
bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode
fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang
secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.

2. ETIOLOGI
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus
(40−60%), bakteri (5−40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain Faringitis bisa disebabkan
oleh virus maupun bakteri.

1. Virus yaitu Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, Coxsackievirus, Epstein –Barr


virus, Herpes virus.

2. Bakteri yaitu, Streptococcus ß hemolyticus group A, Chlamydia, Corynebacterium


diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoe.

3. Jamur yaitu Candida jarang terjadi kecuali pada penderita imunokompromis yaitu
mereka dengan HIV dan AIDS, Iritasi makanan yang merangsang sering merupakan
faktor pencetus atau yang memperberat.

3. KLASIFIKASI FARINGITIS
1. Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Dapat disebabkan oleh Rinovirus, Adenovirus, Epstein Barr Virus (EBV),
Virus influenza, Coxsachievirus, Cytomegalovirus dan lain-lain. Gejala dan tanda
biasanya terdapat demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan.
Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,
Coxsachievirus dan Cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus

31
dapat menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular
rash.
Pada adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak.
Epstein bar virus menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring
yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama
retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV-1
menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada
pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher
dan pasien tampak lemah.
b. Faringitis Bakterial
Infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A merupakan penyebab faringitis
akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Gejala dan tanda biasanya
penderita mengeluhkan nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai
demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan
terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae
pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri
apabila ada penekanan. Faringitis akibat infeksi bakteri Streptococcus ß hemolyticus
group A dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu :
 Demam
 Anterior Cervical lymphadenopathy
 Eksudat tonsil
 Tidak adanya batuk
Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor satu. Bila skor 0−1 maka pasien
tidak mengalami faringitis akibat infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A, bila
skor 1−3 maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi Streptococcus ß
hemolyticus group A dan bila skor empat pasien memiliki kemungkinan 50%
terinfeksi Streptococcus ß hemolyticus group A
c. Faringitis Fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala dan tanda
biasanya terdapat keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan
tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.
d. Faringitis Gonorea

32
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.

Tabel 1. Perbedaan faringitis bakteri dan virus


Faringitis bakteri Faringitis virus
Sering ditemukan nanah di tenggorokan Biasanya tidak ditemukan nanah di
tenggorokan
Demam ringan sampai sedang Demam ringan atau tanpa demam
Jumlah sel darah putih meningkat ringan Jumlah sel darah putih normal atau
sampai sedang meningkat sedikit
Kelenjar getah bening bengkak ringan Kelenjar getah bening normal atau sedikit
sampai sedang membesar
Tes apus tenggorokan memberikan hasil Tes apus tenggorokan memberikan hasil
positif untuk strep throat negatif
Bakteri tumbuh pada biakan di laboratorium Pada biakan di laboratorium tidak
tumbuh bakteri

2. Faringitis Kronis
a. Faringitis Kronis Hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular. Gejala dan
tanda biasanya pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering dan gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak.
b. Faringitis Kronis Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada
rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga
menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Gejala dan tanda biasanya pasien
mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan
tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak
mukosa kering.
4. PATOFISIOLOGI
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung
menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman akan
menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel sehingga jaringan limfoid
superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi
yang meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan
kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan

33
keadaan hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang
berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam folikel atau jaringan
limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior
atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi meradang dan membengkak.

Gambar 1. Mekanisme faringitis

5. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Tanda dan gejala yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme
yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala umum
seperti lemas, anorexia, demam, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher. Gejala
khas berdasarkan jenisnya, yaitu:
a. Faringitis viral (umumnya oleh rhinovirus): diawali dengan gejala rhinitis dan
beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai rinorea dan
mual.
b. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai demam dengan suhu
yang tinggi, jarang disertai batuk.
c. Faringitis fungal: terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
d. Faringitis kronis hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk
yang berdahak.
e. Faringitis atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau.
2. Pemeriksaan fisik
a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis, eksudat (virus
influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat). Pada
coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa
maculopapular rash.
b. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil
hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul
bercak petechiae pada palatum dan faring. Kadang ditemukan kelenjar limfa leher
anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan.
c. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan pangkal
lidah, sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis.

34
d. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa di bawah
mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding
posterior tidak rata dan bergranular (cobble stone).
e. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir
yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

6. TATALAKSANA
Penatalaksanaan komprehensif penyakit faringitis akut, yaitu:
1. Istirahat cukup
2. Minum air putih yang cukup
3. Berkumur dengan air yang hangat
4. Pemberian farmakoterapi:
a. Obat topikal
1) Obat kumur antiseptik
a) Menjaga kebersihan mulut
b) Pada faringitis fungal diberikan nystatin 100.000−400.000 2 kali/hari.
c) Faringitis kronik hiperplastik terapi lokal dengan melakukan kaustik faring
dengan memakai zat kimia larutan nitras argentin 25%.
b. Obat sistemik
1) Anti virus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi virus dengan dosis
60−100 mg/kgBB dibagi dalam 4−6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan
pada anak kurang dari lima tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4−6 kali
pemberian/hari.
2) Faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya Streptococcus group
A diberikan antibiotik yaitu penicillin G benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis
tunggal atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama sepuluh hari
dan pada dewasa 3x500 mg selama 6−10 hari atau eritromisin 4x500 mg/hari.
Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah menunjukkan
perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat
diberikan berupa deksametason 3x0,5 mg pada dewasa selama tiga hari dan pada
anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi tiga kali pemberian selama tiga hari.

35
3) Faringitis gonorea, sefalosporin generasi ke-tiga, Ceftriakson 2 gr IV/IM single
dose.
4) Pada faringitis kronik hiperplastik, jika diperlukan dapat diberikan obat batuk
antitusif atau ekspektoran. Penyakit hidung dan sinus paranasal harus diobati.
5) Faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi.
6) Untuk kasus faringitis kronik hiperplastik dilakukan kaustik sekali sehari selama
3−5 hari

7. KOMPLIKASI
Komplikasi umum pada faringitis adalah sinusitis, otitis media, epiglottitis,
mastoiditis, dan pneumonia. Faringitis yang disebabkan oleh infeksi Streptococcus jika
tidak segera diobati dapat menyebabkan peritonsillar abses, demam reumatik akut, toxic
shock syndrome, peritonsillar sellulitis, abses retrofaringeal dan obstruksi saluran
pernasafan akibat dari pembengkakan laring. Demam reumatik akut dilaporkan terjadi
pada satu dari 400 infeksi GABHS yang tidak diobati dengan baik.

36

Anda mungkin juga menyukai