DAFTAR ISI………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………20
1
BAB I
PENDAHULUAN
Perikondritis adalah radang pada tulang rawan daun telinga yang terjadi
apabila suatu trauma atau radang menyebabkan efusi atau serum atau pus di antara
lapisan perikondrium dan kartilago telinga luar. Umumnya trauma berupa laserasi
atau akibat kerusakan yang tidak disengajakan pada pembedahan telinga. Terkadang
perikondritis terjadi setelah suatu memar tanpa adanya hematoma. Stage awal infeksi,
pinna dapat menjadi merah dan kenyal ini diikuti oleh pembengkakan yang general
dan membentuk abses subperikondrial dengan pus terkumpul di antara perikondrium
dengan tulang rawan di bawahnya.1
Bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi perikondritis adalah
Pseudomonas aeruginosa yang dapat ditemukan ditanah, dan air. Bentuk paling
umum dari perikondritis adalah perikondritis aurikuler yang melibatkan infeksi pada
cuping telinga akibat infeksi luka traumatik atau luka pembedahan atau proses
peradangan yang menyebar. Bentuk yang jarang adalah perikondritis laringeal. Hal
ini terjadi tiba-tiba akibat suatu cedera, organisme virulen, atau gangguan sistem
kekebalan tubuh manusia.2
Bila pengobatan dengan antibiotika gagal dapat timbul komplikasi berupa
mengkerutnya daun telinga akibat hancurnya tulang rawan yang menjadi kerangka
daun telinga (cauliflower).3 Pada kasus-kasus yang sudah terjadi kerusakan berat,
bagian dari telinga dapat mati dan memerlukan pembedahan.2
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
2
Nama : Tn. A R
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS GENERALISATA
Kesadaran : Compos mentis
Aktivitas : Aktif
Kooperativitas : Kooperatif
Status Gizi : Baik
Mata :Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Sekret
(-/-)
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nafas : 20x/menit
Nadi : 80x/menit
Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
Jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan
Hati : Tidak dilakukan pemeriksaan
Limfe : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Tidak ada kelainan
4
2. STATUS LOKALIS
o Telinga
o Membran Timpani
Hidung
Bentuk Dalam Batas Normal
Massa (-)
Deformitas (-)
Radang (-)
o Pemeriksaan sinus
o Rinoskopi Anterior
o Tenggorok
6
Orofaring
Palatum : Simetris, warna merah muda
Arkus faring : simetris, hiperemis (-)
Uvula : di tengah
Mukosa : oedem (-), hiperemis (-)
Tonsil : dextra T1, sinistra T1
Nasofaring ( tidak dilakukan rinoskopi posterior)
Laringofaring ( tidak dilakukan pemeriksaan)
o Kepala dan Leher
Kepala : Normasefal
Wajah : Tidak ada kelainan (simetris)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-/-)
o Gigi dan Mulut
Gigi dan Geligi : Caries (-)
Palatum : simetris, radang (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS SEMENTARA
7
PENATALAKSANAAN
2. Famakologi :
EDUKASI
PROGNOSIS
2.3 Gambar Telinga Kiri Setelah Eksplorasi Abses & Pemasangan Penyangga
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran
dan keseimbangan). Telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga
Telinga luar terdiri dari aurikula (pinna) dan liang telinga sampai membrane
timpani. aurikula terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk
huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua
pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½ - 3 cm.3
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.
Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Membran
timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat
oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membrane
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
11
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani
kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh
radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa
kerucut. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan
prosesus longus malleolus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
aeruginosa sekitar 48%. Sedangkan untuk bakteri yang lainnya yang dapat
spp.5,6
3. Trauma terbakar
4. Pasca operasi
6. Reaksi alergi
faktor yang diakibatkan oleh trauma seperti kecelakaan, penusukan anting pada
remaja atau orang dewasa yang mempunyai kegiatan yang melibatkan kekerasan,
40% terjadi pada atlet. Sebuah penelitian oleh Tan dan Hsu pada kasus pseudokista
daun telinga sebagian besar (55%) menunjukkan pembengkakan daun telinga yang
Didahului oleh trauma atau cedera pada aurikula yang menimbulkan luka
sehingga terjadilah infeksi.6 Reaksi inflamasi antara lain rubor atau kemerahan, kalor
atau panas, dolor atau nyeri, tumor atau benjolan, dan fungsiolesa atau terganggunya
adalah keluarnya darah dari sistem kardiovaskular disertai penimbunan dalam ruang
tubuh.6 Proses terjadinya peradangan pada setiap luka pada jaringan akan timbul
reaksi inflamasi, dimana pembuluh darah akan dilatasi sehingga saat inspeksi akan
terlihat merah dan saat palpasi teraba hangat. Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari
arteriole dan kapiler sehingga plasma akan merembes keluar. Selanjutnya cairan
edema akan terkumpul di daerah sekitar luka, sehingga akan terjadi benjolan, cairan
yang terkumpul tersebut akan menekan saraf, maka pada saat perabaan juga biasanya
terdapat rasa nyeri, kemudian fibrin akan membentuk semacam jala, struktur ini akan
Proses inflamasi tersebut juga berlaku pada trauma tumpul, namun pada trauma
tumpul yang relatif tidak menimbulkan luka, tidak terjadi proses pengeluaran benang-
benang fibrin.5 Akumulasi darah dalam ruangan antara perikondrium dan kartilago
berkaitan dengan eritrosit yang keluar dan terkumpul dalam jaringan. Jika hematoma
bervolume besar, hematoma tersebut lebih dapat mengalami organisasi dan bukan
resolusi sempurna, sehingga dapat meninggalkan parut.6 Radang pada telinga yang
menyebabkan nekrosis tulang rawan sehingga dapat terjadi deformitas daun telinga.4
14
3.7 Diagnosis
1. Gambaran Klinis
kemudian bengkak (generalized swelling of the pinna), serta terdapat abses pada
daun telinga.3
Tampak daun telinga membengkak, merah, panas, dirasakan nyeri, dan nyeri
3. Diagnosis Banding
a. Othematoma
rawan. Penanganan dengan cara aspirasi dan dilanjutkan penekanan memakai gips
sebagai fiksasi.3
16
b. Pseudokista
Biasanya pasien datang ke dokter, karena ada benjolan di daun telinga yang tidak
gips selama seminggu supaya perikondrium melekat pada tulang rawan kembali.
c. Polikondritis Berulang
17
terdapat serangan tunggal atau berulang. Untuk pengobatan dapat diberikan pada
adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa hancurnya tulang rawan yang
tenggorokan), sehingga pasien biasanya dianjurkan untuk rawat inap di rumah sakit
menunggu hasil pasti dari biakan bakteri yang menginfeksi. Bila kondisi tampaknya
meluas dan terdapat tanda-tanda adanya cairan di bawah perikondrium berupa abses
ataupun hematoma, maka indikasi untuk melakukan insisi dan drainasse cairan atau
pus. Karena tulang rawan tidak memiliki suplai darah langsung bila dipisahkan dari
perikondrium, maka dapat terjadi nekrosis tulang rawan. Dengan demikian tulang
aminoglikosida lainnya.
BAB IV
ANALISIS KASUS
dengan golongan lain seperti PPI untuk menghindari efek samping dari obat, serta
anti inflamasi untuk mempercepat hilangnya infalamasi.
DAFTAR PUSTAKA
3. Dhingra D, Dhingra PL, Dhingra S, 2014, Diseases Of Ear, Nose And Throat &
Head And Neck Surgery, ed. 6, Elsevier, Haryana, pp. 49-53.
5. Mitchell, Richard N., dkk. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, EGC,
Jakarta.
7. Shrivastav RP, 2014, Ear, Nose and Throat and Head and Neck Surgery, ed. 2,
Jaypee Brother Medical Publishers (P) LTD, New Delhi, pp.38.
8. Soepardi EA, Iskandar N (Ed.), 2007, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher, ed. 6, FKUI Press, Jakarta, pp. 58.
9. Tan By, Hsu, 2004, Auricular Pseudocyst in The Tropics : A Multi –Racial
Singapore Experience, The Journal of Laryngology & Otology, pp. 183 – 185.