BB : 58 kg
TB : 165 cm
IMT : 21,30 kg/m2 (Normal) Ekstremitas :
Dalam batas normal
Status Lokalis Telinga
BAGIAN AURIS DEXTRA AURIS SINISTRA
Preauricula Hiperemis (-) Hiperemis (-)
edema(-) Edema (-)
Pemeriksaan
DEXTRA SINISTRA
Hidung
Hidung Luar Hidung Luar
Bentuk simetris Bentuk simetris
INSPEKSI Deformitas (-) Deformitas (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Hidung Dalam Hidung Dalam
Massa (-), Discharge (-) Massa (-), Discharge (-)
Nyeri tekan dorsum nasi (-) Nyeri tekan dorsum nasi (-)
Nyeri tekan ala nasi (-) Nyeri tekan ala nasi (-)
Edema (-) Edema (-)
PALPASI
Sinus Paranasalis Sinus Paranasalis
Nyeri tekan sinus frontalis (-) Nyeri tekan sinus frontalis (-)
Nyeri tekan sinus maksilaris (-) Nyeri tekan sinus maksilaris (-)
Pemeriksaan Fisik Hidung dan Sinus Paranasalis
Pemeriksaan Hidung DEXTRA SINISTRA
Rhinoskopi Anterior
Vestibulum nasi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konka nasi Konka inferior: Edema (-), mukosa hiperemis (-) Konka inferior: Edema (+), mukosa pucat
Konka media: Tidak dapat dilihat Konka media: Tidak dapat dilihat
Septum nasi Licin, deviasi (-), perdarahan (-) Licin, deviasi (-), perdarahan
Transluminasi
Sinus frontalis Terang Terang
Sinus maksilaris Terang Terang
Pemeriksaan Fisik Hidung dan Sinus Paranasalis
Edukasi
Diagnosis banding • Hindari mengorek-mengorek hidung karena dapat
• Hipertrofi konka
• Tumor Nasal menyebabkan luka pada mukosa hidung dan memicu
perdarahan hidung
• Hindari aktivitas yang menyebabkan pelebaran pembuluh
darah seperti mengangkat benda berat
Epistaksis
• Mimisan jarang berakibat fatal terhitung 4/ 2,4 juta kematian di Amerika Serikat
• 60% orang pernah mengalami mimisan dalam hidupnya dan hanya 10% mimisan yang cukup parah
hingga perlu perawatan medis
• Epistaksis sering dialami pada anak-anak mulai dari 2-10 tahun dan orang tua mulai dari 50-80
tahun
(AAFP, 2018)
• Pada pemeriksaan arteri kecil dan sedang pasien berusia menengah dan lanjut terlihat perubahan progresif dari
otot pembuluh darah tunika media menjadi jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis
interstisial sampai perubahan yang komplek menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut memperlihatkan
gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika media sehingga mengakibatkan perdarahan
yang banyak dan lama. Pada orang yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya
epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah ini disebabkan oleh
iskemia lokal atau trauma
22
(Mangunkusoma & Wardani, 2011)
Kauterisasi
• Perdarahan yang berasal dari plexus Kiesselbach dapat ditangani dengan
kauteriasi kimia Perak Nitrat 30%, Asam Triklorasetat 30%, atau Polikresulen
pada pembuluh darah yang mengalami perdarahan selama 2 – 3 detik
• Prosedur elektrokauterisasi juga dapat dilakukan. Metode ini dilakukan pada
perdarahan yang lebih masif yang kemungkinan berasal dari daerah posterior,
dan kadang memerlukan anestesi lokal.
Tampon Anterior
• Dapat digunakan tampon Boorzalf atau tampon sinonasal atau tampon pita (ukuran 1,2 cm x 180 cm) yaitu
tampon yang dibuat dari kassa gulung yang diberikan vaselin putih (petrolatum) dan asam borat 10%, atau
dapat menggunakan salep antibiotik, misalnya Oksitetrasiklin 1%, tampon ini merupakan tampon tradisional
yang sering digunakan
• Bahan lain yang dapat dipakai adalah campuran bismuth subnitrat 20% dan pasta parafin iodoform 40%, pasta
tersebut dicairkan dan diberikan secara merata pada tampon sinonasal / pita, tampon ini dapat dipakai untuk
membantu menghentikan epistaksis yang hebat.
• Pasang dengan menggunakan spekulum hidung dan pinset bayonet, yang diatur secara bersusun dari inferior ke
superior dan seposterior mungkin untuk memberikan tekanan yang adekuat. Apabila tampon menggunakan
boorzalf atau salep antibiotik harus dilepas dalam 2 hari, sedangkan apabila menggunakan bismuth dan pasta
parafin iodoform dapat dipertahankan sampai 4 hari (Husni & Hadi, 2019)
Tampon posterior
Pemilihan pembuluh darah yang akan diligasi bergantung pada lokasi epistaksis.
Pembuluh darah yang dipilih antara lain : arteri karotis eksterna, arteri maksila
interna atau arteri etmoidalis.
Perdarahan yang berasal dari sistem arteri karotis eksterna dapat diembolisasi.
Dilakukan angiografi preembolisasi untuk mengevaluasi sistem arteri karotis
eksterna dan arteri karotis interna. Embolisasi dilakukan pada arteri maxilaris
interna dan externa. Angiografi postembolisasi dapat digunakan untuk menilai
tingkat oklusi
1. Vasokonstriktor topical
Bekerja pada reseptor alfa adrenergic di mukosa hidung pembuluh darah konstriksi
Oxymetazoline 0.05%
• Diaplikasikan langsung ke mukosa membrane stimulasi reseptor alfa adrenergic
vasokonstriksi
• Dapat digunakan dengan lidocaine 4% untuk memberi efek anestesi dan
vasokonstriksi
(Nguyen, 2020)
Farmakoterapi
2. Anestesi
Lidokain 4%
• Lidokain menurunkan permeabilitas terhadap ion Natrium di membrane neuron
menghambat depolarisasi dan memblok transmisi impuls saraf
3. Antibiotik
Mencegah terjadinya infeksi local dan memberikan efek moisturasi local
Mupirocin ointment 2%
• Menghambar pertumbuhan bakteri dengan menghambat RNA dan protein sintesis
(Nguyen, 2020)
Farmakoterapi
4. Agen Kauterisasi
agen kauterisasi mengkoagulasi protein sintesis, sehingga dapat mengurangi
perdarahan
Silver Nitrat
• Mengkoagulasi protein seluler dan menghilangkan jaringan granulasi, silver
nitrat juga memiliki efek antibakteri
(Nguyen, 2020)
Mencegah Komplikasi
• Akibat perdarahan yang hebat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran nafas bawah, syok, anemia,
gagal ginjal
• Turunnya tekanan darah secara mendadak hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi coroner
infus/ transfuse darah
• Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi antibiotik
• Pemasangan tampon rhinosinusitis, otitis media antibiotic dan setelah 2-3 hari tampon harus
dicabut
• Tampon posterior laserasi palatum mole atau sudut bibir bila benang yang keluar dari mulut terlalu
ketat dilekatkan pada bibir dan pipi, nekrosis mukosa hidung/septum bila balon dipompa terlalu keras
Husni, T & Hadi, Z. (2019). Pendekatan Diagnosis dan Tatalaksana Epistaksis. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika. 2 (2). 26-32
Kunanandam T, Bingham B. Epistaxis. [ed.] Hussain SM. Logan Turner’s Diseases Of The Nose Throat and Ear Head and Neck Surgery.
London: CRC press, 2016
Mangunkusumo, E & Wardani, R. (2011). Epistaksis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Jakarta: FK UI
Nguyen, Q., 2020. Epistaxis: Practice Essentials, Anatomy, Pathophysiology. Available from: http://www.emedicine.Medscape.com
PB IDI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: PB IDI
Punagi AQ. Epistaksis Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini. Makassar : Digi Pustaka, 2017.
Tabassom A, Cho JJ. Epistaxis. [Updated 2021 Sep 18]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
Terimakasih