Anda di halaman 1dari 21

TUTORIAL

“ TONSILITIS KRONIK”

Oleh:

Amalia Grahani P 2014730006


Astri Nuur S. 2014730012
Nadya Ayu P H 2014730070
Wilda Fahmul Ulya 2014730098

Pembimbing:

dr. Rini Febrianti, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJAR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. N

Umur : 20 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Banjar

Tgl Pemeriksaan : 13 Mei 2019 jam 11.00 WIB

B. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
 Keluhan Utama
Amandel yang makin membesar sejak 2 tahun yang lalu.

 Keluhan Tambahan

Nyeri menelan (+), sulit menelan(+), pusing (+), lemas (+), tidur mengorok (+), nafas
kurang lega.

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli THT-KL RSU Banjar dengan keluhan amandel semakin
membesar sejak 2 tahun yang lalu. Pasien merasa sulit menelan seperti ada yang
mengganjal terutama makanan padat. Makanan cair bisa tertelan oleh pasien, tidak
sampai tersedak. Nyeri menelan juga dikeluhkan pasien yang kadang disertai demam.
Saat ini pasien tidak demam. Nafsu makan menurun sejak sakit, pasien merasa lemas.
Pasien juga mengeluh pusing, nafas jadi kurang lega dan tidurnya suka mengorok.
Keluhan panas pada tenggorokan, gatal, suara serak disangkal, nafas berbau (-), batuk
(-) dan pilek (-).
 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki maag. Dulu pasien mengaku pernah mengalami gejala sakit pada
telinganya namun sekarang disangkal. Pasien juga pernah mengalami penurunan BB
sampai 13 kg (48 kg jadi 35 kg) oleh karna nafsu makan nya sempat turun, namun
nafsu makan sekarang sudah mulai membaik.

 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa

 Riwayat Alergi
Alergi udang (+) : timbul gatal.

 Riwayat Pengobatan
Pasien sempat berobat ke klinik jati luhur dan disarankan untuk operasi sekitar tahun
2017 namun pasien menolak. Februari 2019 pasien berobat di klinik bandung dan
hanya diberi obat pulang saja namun pasien tidak ingat nama obatnya.

 Riwayat Psikososial
Pasien dulu suka makanan berminyak , pedas dan mengandung micin. Dan menurutnya
tiap makan makanan seperti itu, keluhannya mulai timbul. Sehingga sekarang ini sudah
mulai mengurangi.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Pernafasan : 20 x/menit, teratur
Nadi : 90 x/menit, teratur, kuat angkat
Suhu : 36,8°C

Status Generalis
 Kepala : Normochepal
 Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), edema (-/-),
nyeri tekan orbita (-/-)
 THT : Status Lokalis
 Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), pucat (-)
 Thorax : Simetris, Retraksi (-/-), Vesikuler (+/+),Wheezing (-/-), Rhonki (-/-),
BJI = BJII murni reguler
 Abdomen : Supel, BU (+) normal, massa (-), scar (-)
 Ekstremitas : Deformitas(-), edema (-)
 Kulit : Scar (-)

Status lokalis THT


Tabel Pemeriksaan Telinga
AD AS

Normotia, edema (-), nyeri Normotia, edema (-), nyeri


tekan tragus (-), nyeri tarik (-), Auris tekan tragus (-), nyeri tarik (-),
sekret (-) sekret (-)

Tenang, udem (-), serumen (-), Tenang, udem (-), serumen (-),
sekret (-) CAE sekret (-)

Intak, reflex cahaya (+), Membran Intak, refleks cahaya (+),


hiperemis (-), retraksi (-) Timpani hiperemis (-), retraksi (-)

Tabel Pemeriksaan Hidung


Hidung Luar Deformitas Tidak Ada
Kelainan Kongenital Tidak Ada
Trauma Tidak Ada
Radang Tidak Ada

Rinoskopi Anterior
Dextra Rinoskopi anterior Sinistra

Hiperemis Mukosa Hiperemis


Bening, tidak berbau Sekret Bening, tidak berbau
Eurtrofi, tenang, permukaan Eutrofi, tenang, permukaan
Konka inferior
licin licin
Lapang Kavum nasi Lapang
Tidak ada kelainan Vestibulum Nasi Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan Massa Tidak ada kelainan
(+) Passase udara (+)
Septum Deviasi (-)

Rhinoskopi Posterior

Dekstra Sinistra

Khoana Sulit di nilai Sulit di nilai

Mukosa Sulit di nilai Sulit di nilai

Konka superior Sulit di nilai Sulit di nilai

Muara tuba Sulit di nilai Sulit di nilai


eustachius

Massa Sulit di nilai Sulit di nilai

Post nasal drip Sulit di nilai Sulit di nilai

Tabel Pemeriksaan Orofaring

Dextra Pemeriksaan Orofaring Sinistra


Mulut

Tenang Mukosa mulut Tenang


Simetris (normal) bersih Lidah Simetris (normal) bersih
Simetris (normal) bersih Palatum molle Simetris (normal) bersih
Karies (-) Gigi Karies (-)
Simetris (normal) bersih Uvula Simetris (normal) bersih

Tonsil

Hiperemis Mukosa Hiperemeis


T3 Ukuran T3
Melebar Kripta Melebar

- Detritus -

Faring

Tenang Mukosa Tenang


- Granula -

Pemeriksaan maksilofacial
Dekstra Sinistra

N.II 6/6 6/6

N. III, IV, VI Dalam batas normal Dalam batas normal

N.VII Simetris

Nyeri Tekan

Maksila Tidak ada Tidak ada

Frontalis Tidak ada Tidak ada


Ethmoid Tidak ada Tidak ada

Sphenoid Tidak ada Tidak ada

Pemeriksaan Kelenjar Tiroid dan Kelenjar Getah Bening (KGB)

Dextra Pemeriksaan Sinistra

Pembesaran (-) Tiroid Pembesaran (-)


Pembesaran (+) Kelenjar submental Pembesaran (-)
Pembesaran (-) Kelenjar submandibular Pembesaran (-)
Kelenjar jugularis
Pembesaran (-) Pembesaran (-)
superior
Pembesaran (-) Kelenjar jugularis media Pembesaran (-)
Kelenjar jugularis
Pembesaran (-) Pembesaran (-)
inferior
Pembesaran (-) Kelenjar suprasternal Pembesaran (-)
Kelenjar
Pembesaran (-) Pembesaran (-)
supraklavikularis
D. RESUME
Pasien datang ke poli THT-KL RSU Banjar dengan keluhan amandel semakin membesar
sejak 2 tahun yang lalu. Pasien merasa sulit menelan seperti ada yang mengganjal
terutama makanan padat. Makanan cair bisa tertelan oleh pasien, tidak sampai tersedak.
Nyeri menelan juga dikeluhkan pasien yang kadang disertai demam. Saat ini pasien tidak
demam. Nafsu makan menurun sejak sakit, pasien merasa lemas. Pasien juga mengeluh
pusing, nafas jadi kurang lega dan tidurnya suka mengorok.
Pada pemeriksaan tonsil didapatkan :
Besar : T3/T3
Warna : Hiperemis +/+
Kripta : Melebar +/+
Detritus : Tidak ada
Pada pemeriksaan KGB terdapat benjolan pada submental kanan, seperti kelereng,
terfiksir, padat, tidak nyeri.

E. DIAGNOSA KERJA
Tonsilitis Kronik

F. RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Kurangi makanan pemicu seperti makanan micin, pedas, berminyak.

Medikamentosa
 Rencana tonsilektomi

 Puasa pre operasi

 IVFD RL 20 tpm

 Ceftriakson 2 x 1 gr IV

G. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Tonsil Palatina

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (musculus palatoglosus) dan pilar
posterior (musculus palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-
masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak
selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa
supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:

- Lateral – musculus konstriktor faring superior


- Anterior – musculus palatoglosus
- Posterior – musculus palatofaringeus
- Superior – palatum mole
- Inferior – tonsil lingual
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan
tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan
jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh
yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling
menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal.9

Fosa Tonsil

Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus,
batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot
konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar
dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal. 9

Tonsil Faringeal (Adenoid)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid
yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur
seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya.
Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai
bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang
nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan
posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran
adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran
maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi. 9

Tonsil Lingual

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada
apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata
Posterior dari Sulcus terminalis terdapat pangkal lidah dengan Tonsila lingualis.
Tonsilla lingualis adalah bagian dari cincin tonsil WALDEYER. Cincin Tonsil WALDEYER
(Cincin Limfoid Pharynx) adalah sekelompok jaringan limfo-epitel yang terletak di zona
transisi antara rongga mulut dan hidung dan Pharynx membentuk cincin Pharynx. Cincin
limfoid Pharynx berfungsi dalam respons imun dan merupakan bagian dari mucosa-
associated lymphoid tissue (MALT). Komponen terdiri atas Tonsilla pharyngea, Tonsilla
tubariae, Tonsilla palatinae, Tonsilla lingualis, Golongan MALT lateral. Demikian juga
Tonsila palatine yang terletak antara dua Arcus palatine (Arcus palatoglossus dan
palatopharyngeus).8

Aliran darah dan persarafan Tonsilla palatina, sisi kanan. Dilihat dari medial. Rr.
Tonsilares dari A. palatina ascendens, R. pharyngeus dari A. palatina ascendens dan Rr.
Pharyngeales dari A. pharyngea ascendens serta Rr. Dorsales linguae dari A. lingualis
mengalirkan darah ke Tonsilla palatina. Persarafan tonsil berasal dari Rr.tonsillares dari Nn.
Palatine minores dan N. glossopharyngeus (IX).8
B. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus.1
C. Etiologi
Pada 50-80% kasus, patogen penyebabnya adalah virus, misalnya virus Epstein-
Barr (EBV), herpes simpleks, influenza dan rhinovirus Hasil penelitian kultur dan
sensitivitas menunjukkan terjadinya bakteri dominan Streptococcus β-haemolytic
(51,4%), diikuti oleh koagulase Staphylococci positif (12,5%) dan Pneumococci (9,7%)
dan hanya satu kasus karena Corynebacterium diphtheria. Mengenai infeksi bakteri dan
polibakteri, menunjukkan bahwa infeksi bakteri menyebabkan 76,4% dari tonsilitis akut
dan infeksi polibakterial 23,6%. Dimana Staphylococcus dan Pneumococcus
Coagulasepositive diamati pada 8,3% kasus, dan Klebsiella dan Streptococcus pyogens
diamati pada 6,9% kasus, dan Pseudomonas sp ditemukan menyebabkan infeksi tonsil
bersama dengan Klebsiella pada dua kasus.1

D. Epidemiologi
Tonsilitis sering terjadi pada kelompok usia praremaja (usia 6-12 tahun) sebanyak
69%, kelompok remaja (13-18 tahun) sebanyak 18%, anak-anak (4-5 tahun) sebanyak
17%. Angka kejadian tonsilitis lebih banyak terjadi pada laki-laki (58%) dibandingkan
perempuan (42%). Menurut keadaan sosial ekonomi, sebanyak 66% kasus terjadi pada
kelompok sosial ekonomi rendah,34% pada kelompok sosial ekonomi sedang, dan 7%
pada kelompok sosial ekonomi tinggi.1

E. Patogenesis
Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui udara (air borne droplets), tangan dan
ciuman. Infiltrasi bakteri pada lapisan jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang
berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini
merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Karena proses
radang yang berulang maka selain epitel mukosa, jaringan limfoid juga terkikis sehingga
pada proses penyembuhan jaringan limfoid digantikan oleh jaringan parut yang
mengalami pengerutan sehingga kripti melebar dimana kripti ini akan terisi oleh detritus.
Proses akan terus berjalan hingga menembus kapsul tonsil dan menimbulkan perlekatan
pada jaringan disekitar fosa tonsilatis. Pada anak proses ini dapat disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submandibula.2

F. Klasifikasi
- Tonsilitis akut
Tonsilitias akut adalah tonsillitis yang dibebakan oleh virus atau bakteri dengan
odinofagia, pembengkakan dan kemerahan pada tonsil, dapat disertai eksudat pada
tonsil, limfadenopat servikal dan demam dengan suhu rektal >38.3 C.1
- Tonsilitis kronik
Nama lainnya adalah tonsillitis kronik hiperplastik, tonsillitis kronik dengan
eksaserbasi akut. Terjadinya perubahan kronik pada tonsil dengan fase kerusakan
akut. 1
- Tonsilitis akut rekuren
Serangan akut tonsillitis yang biasanya disebabkan oleh banyak bakteri pathogen dan
berulang kembali dalam beberapa minggu setelah terapi antibiotic dihentikan. 1
- Abses peritonsil
Abses mungkin berasal dari intratonsil, para/peritonsil atau ruang retrotonsillar.
Patogen penyebabnya seperti Staphylococcus, Streptococcus, dan Fusobacterium
necrophorum. 1
- Hiperplasia tonsil
Hiperplasia tonsil adalah pembesaran ukuran tonsil palatina yang abnormal. 1

G. Gejala dan Pemeriksaan Fisik


Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada penderita adalah mengeluh sakit
tenggorokan serta disfagia dan, pada kasus yang berat, penderita dapat menolak untuk
minum atau makan melalui mulut.
Penderita tampak sakit akut dan mengalami malaise. Suhu biasanya tinggi, napas
berbau. Mungkin terdapat otalgia dalam bentuk nyeri alih. Tonsilitis kronis, atau infeksi
tonsil persisten, terjadi pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda. Keluhan yang
muncul adalah sakit tenggorokan yang konstan, kelelahan, halitosis, dan pengeluaran dari
debris tonsil.
Pada pemeriksaan fisik, Seringkali terdapat adenopati servikalis disertai nyeri tekan.
Tonsila meradang dan membesar, kripta tonsillar yang membesar terisi dengan debris
sering ditemukan. Tonsila biasanya berbercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh
eksudat. Eksudat ini mungkin keabu-abuan atau kekuningan. Eksudat ini dapat berkumpul
dan membentuk membran, dan pada beberapa kasus dapat terjadi nekrosis jarringan
lokal.3,4

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan gram untuk mengetahui sifat bakteri positif atau negatif digunakan untuk
menentukan terapi antibiotik. Pemeriksaan kultur dan apusan tenggrorok atau
pemeriksaan rapid RNA virus dan bakteri juga dilakukan mengetahui penyebab pada
tonsillitis asimptomatik. Uji kultur diindikasikan bila dicurigai adanya infeksi GABHS.
Kultur swab tenggorok merupakan gold standart untuk mendeteksi GABHS. Untuk
pasien yang diduga tonsillitis akut yang telah menyebar ke struktur leher dalam (yaitu du
luar bidang fasia oropharynx), pemeriksaan radiologis menggunakan foto polos dari leher
lateral atau CTscan dengan kontras diperlukan.5

I. Penatalaksanaan
Terapi tonsillitis akut sebagian besar bersifat suportif dan difokuskan untuk menjaga
asupan makanan dan cairan dan mengontrol rasa nyeri dan demam. Ketidakmampuan
dalam menjaga asupan makanan dan cairan secara oral mungkin membutuhkan
penatalaksanaan melalui jalur intravena. Kortikosteroid intravena digunakan sebagai
penatalaksanaan untuk meringankan edema faring. Sumbatan jalan nafas mungkin
membutuhkan alat bantuan jalan naffas menggunakan nasal, kortikosteroid intravenda
dan oksigen. Observasi dilakukan sampai sumbatan jalan nafas mengalami perbaikan.
Medikamentosa
1. Antibiotik
Antibiotik terbukti efektif untuk tonsillitis akut, meringankan nyeri tenggorokan,
demam setelah pemberian hari ketiga. Terapi antibiotik diberikan bila tonsillitis
disebabkan oleh bakteri, seperti terdapatnya eksudat tonsil, demam, leukositosis, kontak
dengan orang sakit atau kontak dengan orang yang terinfeksi group A beta-hemolytic
Streptococcus pyogenes (GABHS). Antibiotic beta lactam efektif menurunkan risiko
demam reumatik dan glomerulonephritis, mencegah tonsillitis berulang seperti abses
peritonsil, otitis akut dan sinusitis. Antibiotik penicillin pada anak dan dewasa juga
memberikan manfaat dan biaya lebih murah, dan tidak ada perbedaan yang signifikan
dengan pemberian sefalosporin. Bagaimanapun sefalosporin lebih efektif pada anak usia
kurang dari 12 tahun dan untuk tonsillitis kronik berulang. Macrolide dan clindamycin
memiliki efektivitas yang sama namun efek samping lebih besar, dan dapat menjadi
pilihan pada pasien yang alergi penisilin.
Durasi terapi stanar menggunakan penicillin untuk tonsillitis akut yang
direkomendasikan yaitu 10 hari. Pemberian antibiotik jangka pendek seperti
azithromycin (20 mg/kg) selama 3 hari atau clarithromycin dan sefalosporin selama 5
hari, sama dengan terapi jangka panjang terapi penicillin.1,2
2. Steroid
Terapi steroid secara oral dan intramuscular pada anak dan dewasa terbukti signifikan
meringankan gejala dengan efek samping minimal. Dosis steroid yang diberikan yaitu
dexamethasone 10 mg, betamethasone 8 mg dan prednisolone 60 mg dapat meringankan
rasa sakit pada tonsillitis akut.2
3. Analgetik
Obat Non-steroidal anti-inflammatory (NSAID) telah digunakan untuk meringankan rasa
nyeri pada anak dan dewasa. Pada tonsillitis akut, ibuprofen menunjukkan efektivitas
yang paling tinggi dengan efek samping minimal dibandingkan paracetamol dan
acetylsalicylic acid (ASA). Keuntungan lain dari ibuprofen adalah durasi aksi yang lebih
lama selama 6-8 jam. Bagaimanapun, pada kasus overdosis paracetamol, kerusakan hati
lebih sulit diatasi. Sedangkan, ASA menunjukkan efek samping gastrointestinal dan tidak
boleh digunakan pada tonsillitis akut yang akan menjalani tonsilektomi karena dapat
menghambat agregasi platelet.
Diclofenac dan ketorolac digunakan untuk penatalaksanaan post operatif, dan tidak
disarankan untuk terapi lini pertama pada anak. Metamizol tidak direkomendasikan
sebagai analgetok untuk lini pertama dan pilihan kedua pada anak karena risiko
agranulositosis.2

Table 1. Rekomendasi terapi pada tonsillitis2


Penyakit tonsil Terapi
Tonsillitis akit bakteri Analgetik (ibuprofen, benzocaine local,
steroid dan antibiotic betalactam (setelah
kultur)
Common cold Paling sering akibat virus. Analgetik dan
steroid.
Tonsillitis akut berulang dengan 5-7 Tonsilektomi ekstrakapsular komplit
episode pertahun
Hyperplasia tonsil dengan ronchopathia Tonsilektomi parsial
Abses tonsil Drainase abses melalui pungsi dan aspirasi
tonsilektomi. Sebelum operasi: antibiotic
betalaktam + metronidazole, steroid dan
analgetik
Mononucleosis Analgetik, steroid, tirah baring, ultrasound
limpa danhati, makanan parenteral.

Pembedahan
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery (AAO-HNS).
Indikasi Absolut Indikasi Relatif
1. Pembekakan tonsil yang menyebabkan 1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil
obstruksi saluran nafas, disfagia berat, pertahun dengan terapi antibiotic adekuat
gangguan tidur dan komplikasi 2. Halitosis akibat tonsillitis kronik yang
kardiopulmoner tidak membaik dengan pemberian terapi
2. Abses peritonsil yang tidak membaik medis
dengan pengobatan medis dan drainase 3. Tonsillitis kronik atau berulang pada
3. Tonsillitis yang menimbulkan kejang karier streptococcus yang tidak membaik
demam dengan pemberian antibiotik lactamase
4. Tonsillitis yang membutuhkan biopsi resisten
untu menentukan patologi anatomi

Teknik pembedahan
1. Tonsilektomi ekstrakapsular
Teknik pembedahan yang paling sering digunakan pada anak maupun dewasa adalah
diseksi. Dimana tonsil di diseksi dari dasar tonsil sebagian oleh diseksi tajam
menggunakan gunting dan sebagian oleh diseksi tumpul menggunakan raspartorium.
Lalu pembuluh darah yang terdapat pada bagian atas dan bawah tonsil dijepit dan
diligasi atau koagulasi menggunakan forsep bipolar. Setelah tonsil diangkat, dilakukan
penekanan pada dasar tonsil menggunakan kassa kering selama 1 menit untuk
menghentikan perdarahan. Lalu dilakukan hecting pada bagian terbawah.2
2. Tonsillotomi
Pengangkatan tonsil sebagian atau ang disebut “tonsillotomi” adalah merupakan teknik
pembedahan dimana tonsil tidak diangkkat seluruhnya, melainkan hanya bagian yang
bulging yang menyebabkan gangguan fungsi. Beberapa prosedur terapi yang digunakan
yaitu :
- Diseksi dengan laser CO2
- Diseksi dengan pisau panas
- Diseksi dengan frekuensi tinggi minipolar
- Diseksi dengan scalpel ultrasound
- Diseksi dengan coblation
- Diseksi dengan gunting bipolar
- Diseksi dengan jarum monopolar has argon
- Pengangkatan jaringan dengan microdebrider
Pada prinsipnya, tonsilektomi dapat dilakukan dengan seluruh metode diatas.
Keuntungan tonsillotomi yaitu rasa nyeri dan perdarahan pasca operasi yang lebih
rendah dibandingkan tonsilektomi.2
3. Tonsilektomi intrakapsular
Seluruh metode pada tonsillotomi dapat digunakan pada tonsilektomi intrakapsular
(subtotal). Kapsul tonsil terdapat pada fossa dan menutupi otot. Keuntungannya adalah
rasa nyeri pasca operasi yang lebih rendah dan asupan makanan yang lebih cepat.
Tonsilektomi Tonsilektomi Kryptolisis
komplit parsial

Ekstrakapsular Intrakapsular Diseksi parsial Koagulasi Koagulasi pada


(total) (subtotal) kripta

Diseksi dingin Persiapan: Persiapan: Thermotherapi Laserfaser


headlamp, headlamp,
Prosedur mikroskop atau mikroskop atau Radiofrekuensi Radiofrekuensi
(bipolasi, lup lup
laser, Laser
radiofrekuensi, dan shaver, dan Kryotherapy
ultrasound, laser, gunting sludertechnique,
coblation, bipolar, shaver, laser,
argon-plasma) radiofrekuensi, gunting bipolar,
ultrasound, radiofrekuensi,
Persiapan: coblation, ultrasound,
headlamp, argon-plasma) coblation, argon-
mikroskop plasma
atau lup
Gambar 1. Terapi pembedahan pada tonsilitis2

J. Prognosis

Tonsillitis akut merupakan penyakit yang akut, self-limiting disease yang dapat sembuh
sendiri dalam waktu 1 minggu. Bagaimanapun, beberapa pasien dapat mengalami
tonsillitis berulang, dan membutuhkan tindakan tonsilektomi. Pada beberaa pasien (bayi,
orang tua, immunocompromised), tonsillitis mungkin dapat berkembang menjadi berat.
Antibiotic dan atau perawatan di rumah sakit mungkin dapat disarankan. Beberapa kasus
namun sangatt jaranh, tonsillitis akut dapat berhubungan dengan komplikasi seperti
demam reumatik dan akut glomerulonephritis.7
DAFTAR PUSTAKA

1. Bukhari,Hidaya.dkk.2019. Prevalance study of acute tonsillitis among paediatrics age


group.Riyah.Saudi Arabia : the Bulgarian Association of Young Surgeons
2. Soepardi.E.A, N.Iskandar, J.Bashiruddin, R.D.Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Vol VI (6). Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2011

3. James B. Snow. Ballengers Otorhinolaringology Head and Neck Surgery 16th


Edition. BcDecker:2003

4. George, Adam L,. Boise R Lawrence, And Hilder A. Peter. 1997. Buku Ajar Penyakit
THT. Alih bahasa oleh Caroline Wijaya, Jakarta : EGC

5. Alasmari, Nuha Saad H. 2017. Causes and Treatment of Tonsillitis. Egypt: The
Egyptian Journal of Hospital Medicine Paraya Assanasen, MD. Medical and surgical
manajement of nasal polyps. 2001
6. Klaus Stelter. 2014. Tonsillitis and sore throat in children. Germany: GMS.
7. Spinks A, Glasziou PP, Del Mar CB. 2013. Antibiotics for sore throat. BMJ.
8. Paulsen,F.Waschke,J.2014.Sobotta Atlas Anatomi Manusia.Jakarta Jilid 3 : EGC
9. Munir,Nazia.2013.Ear Nose and Throat at a Glance.UK : Blackwell Publishing

Anda mungkin juga menyukai