Anda di halaman 1dari 45

MINICEX RHINITIS

ALERGI
Asri Pandiangan 1918012105
Lailatut Toriqoh 1918012113
Rima Novisca Jasmadi 1918012075
Wina Nazula Makrufa 1918012131

Preceptor:
dr. Mukhlis Imanto, M. Kes., Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
Identitas Pasien

Nama : Tn. U
Umur : 34 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petugas keamanan
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Alamat : Sukarajin, Gandasari 4/3, Katapang
Anamnesis (Autoanamnesis)

Keluhan Utama
01 • Bersin-bersin terus menerus sejak 6 tahun
yang lalu

Keluhan Tambahan
02 • Hidung tersumbat
• Rasa gatal pada hidung
• Keluar cairan pada hidung
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
 
Pasien datang ke poliklinik THT-KL RSUDAM karena bersin-bersin terus menerus setiap
hari sejak 6 tahun yang lalu. Setiap bersin dapat mencapai 3-5 kali. Bersin dirasakan lebih sering
pada pagi hari. Bersin meningkat apabila terpapar debu dan dingin. Bersin didapatkan selama 2-3
hari dalam 1 minggu. Keluhan juga disertai dengan keluar cairan pada hidung, hidung tersumbat,
dan rasa gatal pada hidung. Cairan yang keluar dari hidung berupa cairan berwarna bening, encer,
dan banyak, namun tidak berbau. terkadang sampai dengan hidung tersumbat. Pasien juga sering
merasakan gatal pada hidung, dan kemudian menggaruk hidung dengan menggunakan punggung
tangan. Keluhan pada pasien tidak mengganggu aktivitas, karena pasien masih dapat bekerja pada
siang hari.

Keluhan tidak disertai dengan nyeri di dahi dan pipi, demam, nyeri pada daerah sekitar
hidung dan pipi terutama bila menunduk, batuk, dan nyeri kepala.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Pasien memiliki alergi terhadap debu dan udara yang dingin.
Alergi terhadap makanan, dan obat-obatan, disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


• Keluhan yang sama di keluarga disangkal

Riwayat Pribadi
• Pasien bekerja sebagai petugas pengamanan, dan untuk berangkat ke
tempat bekerja, pasien menggunakan kendaraan bermotor roda dua.
Pasien tidak menggunakan masker saat bekerja dan mengendarai
kendaraan bermotor.
PEMERIKSAAN FISIK

STATUS PRESENT

KU : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,5 C
Status Generalis

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Mata Kesan
Konjungtiva tidak normal
anemis, sklera
anikterik Leher
Thoraks Pembesaran
Kesan jantung KGB (-)
dan paru
normal

Abdomen Ekstremit
Kesan dalam as
batas normal Akral
hangat,
edema (-)
PEMERIKSAAN TELINGA
Daun Telinga Kanan Kiri
Bentuk normotia normotia
Warna kulit Sama dengan sekitar Sama dengan sekitar
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada

Post-auricular Kanan Kiri


Kulit Sama dengan sekitar Sama dengan sekitar
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Fistel, sekret Tidak ada Tidak ada

Pre-auricula Kanan Kiri


Kulit Sama dengan sekitar Sama dengan sekitar
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Fistel, sekret Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
PEMERIKSAAN TELINGA
Liang Telinga Kanan Kiri
Lapang/sempit Lapang Lapang
Kulit Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Radang, edem Tidak ada Tidak ada
Serumen Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada

Membran Timpani Kanan Kiri


Warna Putih mutiara Putih mutiara
Buldging/ retraksi Retraksi (-) Retraksi (-)
Refleks cahaya Positif di arah jam 5 Positif di arah jam 7
Gerakan Normal Normal
Perforasi (letak) Tidak ada Tidak ada
Mukosa antrum normal normal
PEMERIKSAAN HIDUNG
Hidung Luar Kanan Kiri
Kulit Sama dengan sekitar Sama dengan sekitar
Dorsum nasi normal normal
Nyeri tekan, Tidak ada Tidak ada
krepitasi
Ala nasi simetris Simetris
Nyeri tekan frontal Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan maksila Tidak ada Tidak ada

Nares anterior Lapang Tidak lapang


Tumor, fistel Tidak ada Tidak ada
PEMERIKSAAN HIDUNG
Rhinoskopi Anterior Kanan Kiri
Vestibulum Normal Normal
Mukosa cavum nasi Edema (+), Pucat (+) Edema (+), Pucat(+)
Septum deviasi (-)
Mukosa septum Pucat(+) Pucat(+)
Sekret Serosa (+) Serosa (+)
Tumor Tidak ada Tidak ada
Konka inferior  
- Warna Pucat(+) Pucat(+)
- Edem Ada Ada
- Sekret Ada Ada
- hipertrofi Tidak ada Tidak ada
Konka Media  
- Warna Pucat(+) Pucat(+)
- Edem Ada Ada
- Sekret Ada Ada
- hipertrofi Tidak ada Tidak ada
PEMERIKSAAN HIDUNG
Rhinoskopi Posterior Kanan Kiri
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nares posterior Normal Normal
Septum Deviasi (-)
Konka superior
- Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)
- Edem Tidak ada Tidak ada
- Sekret Tidak ada Tidak ada
- Hipertrofi Tidak ada Tidak ada
Atap nasofaring Hiperemis (-),edem (-),massa (-) Hiperemis (-),edem (-),massa (-)

Fossa rosenmuler Hiperemis (-),edem (-),massa (-) Hiperemis (-),edem (-),massa (-)
Torus tubarius Hiperemis (-),edem (-),massa (-) Hiperemis (-),edem (-),massa (-)

Sekret Tidak ada


Tumor Tidak ada Tidak ada
PEMERIKSAAN CAVUM ORIS
Pemeriksaan Cavum Oris
Mukosa Hiperemis (-)
Ginggiva Ulkus (-), edema (-)
Gigi Karies entis (-)
Lidah Normal, merah muda
Palatum durum Permukaan licin
Palatum molle Permukaan licin
Uvula Ditengah, tidak hiperemis, dalam batas normal
Sekret Dalam batas normal
Tumor Tidak ada
PEMERIKSAAN FARING

Mukosa Warna merah muda, hiperemis (-) edema


(-)

Sekret (-)

Granula (-)

Arkus anterior Normal

Arkus posterior Normal

Tonsil Hiperemis (-), hipertrofi (-), T1


PEMERIKSAAN LARING
Pemeriksaan Laring
Mukosa
Sekret
Basis lidah
epiglottis
Plika Ariepiglotika
Tidak dilakukan
Valekula

Pemeriksaan Tidak
Dilakukan
Sinus piriformis
Aritenoid
Plika ventrikularis
Plika vokalis
Rima glottis
Trakea
PEMERIKSAAN NERVUS KRANIAL
Pemeriksaan Nervus Kranialis
N. Olfaktorius Tidak dilakukan
N. Optikus Tidak dilakukan
N. Okulomotorius Tidak dilakukan
N. Trochlearis Tidak dilakukan
N. Trigeminus Tidak dilakukan
N. Abdusen Tidak dilakukan
N. Fasialis Tidak dilakukan
N. Vestibulocochlearis Tidak dilakukan
N. Glassofaringeus Tidak dilakukan
N. Vagus Tidak dilakukan
N. Accesorius Tidak dilakukan
N. Hypoglossus Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN KELENJAR GETAH
BENING / LEHER
Pemeriksaan Leher
Kelenjar parotis Tidak dilakukan
Kelenjar submandibularis Tidak dilakukan
Kelenjar sublingualis Tidak dilakukan
Kelenjar tiroid Tidak dilakukan
Trigonum anterior Tidak dilakukan
Trigonum posterior Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Test Pendengaran
- Test bisik : tidak dilakukan
- Tes Rinne : tidak dilakukan
- Test Weber : tidak dilakukan
- Test Scwabach : tidak dilakukan
- Audiometri : tidak dilakukan

Transiluminasi
- Sinus maksilaris :
- Sinus frontalis : tidak dilakukan

Laboratorium : tidak ada data

Radiologi : tidak ada data

Pemeriksaan Lain :-
RESUME
 
Pasien datang ke poliklinik THT-KL RSUDAM karena bersin-bersin terus menerus setiap hari sejak 6 tahun yang
lalu. Setiap bersin dapat mencapai 3-5 kali. Bersin dirasakan lebih sering pada pagi hari. Bersin meningkat apabila
terpapar debu dan dingin. Bersin didapatkan selama 2-3 hari dalam 1 minggu. Keluhan juga disertai dengan
keluarnya cairan berwarna bening, encer, dan banyak, namun tidak berbau, hidung tersumbat, dan rasa gatal pada
hidung. terkadang sampai dengan hidung tersumbat. terkadang sampai dengan hidung tersumbat. Pasien juga
sering merasakan gatal pada hidung, dan kemudian menggaruk hidung dengan menggunakan punggung tangan.
Keluhan pada pasien tidak mengganggu aktivitas, karena pasien masih dapat bekerja pada siang hari.

Pada pemeriksaan fisik hidung rinoskopi anterior didapatkan mukosa cavum nasi edema (+) dan pucat (+), sekret
serosa (+), konka nasal inferior dan media pucat (+) dan edem (+).
DIAGNOSIS

DIAGNOSIS BANDING
• Rhinitis Alergi intermiten sedang-berat
• Rhinitis Alergi Persisten Ringan
• Rinitis vasomotor

DIAGNOSIS
• Rhinitis Alergi Interimiten Ringan
TATALAKSANA

Non Medikamentosa:
• Menghindari allergen penyebab, dengan menggunakan masker saat
bekerja dan berkendara

Medikamentosa:
• Antihistamin : Cetirizine 1x10 mg PO
• Dekongestan : Pseudoefedrin 4x60 mg PO
01

02

03

Tinjauan Pustaka 04
Rinitis Alergi 05

06
Definisi
Rinitis alergi yaitu penyakit inflamasi yang disebabkan
oleh reaksi alergi pada pasien yang atopi yang
sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang
sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik
tersebut.

Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its


Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung
dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai
oleh Ig E
Patofisiologi Rinitis Alergi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan
tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi.
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu
1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat
(RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya,
2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat
(RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48
jam.
Pada kontak pertama dengan alergen
atau tahap sensitisasi, makrofag atau Setelah diproses, antigen akan membentuk
fragmen pendek peptida dan bergabung
monosit yang berperan sebagai sel
dengan molekul HLA kelas II membentuk
penyaji (Antigen Presenting Cell/APC)
komplek peptida MHC kelas II (Major Histo-
akan menangkap alergen yang compatibility Complex) yang kemudian
menempel di permukaan mukosa dipresentasikan pada sel T helper (Th 0).
hidung.

Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin


seperti interleukin 1 (IL 1) yang akan
mengaktifkan ThO untuk berproliferasi menjadi
Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan
berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan IL
13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya
di permukaan sel limfosit B, sehingga sel
limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi
Imunoglobulin E (IgE).

IgE di sirkulasi darah akan masuk ke Bila mukosa yang sudah tersensitisasi
jaringan dan diikat oleh reseptor Ig E di terpapar dengan alergen yang sama, maka
kedua rantai IgE akan mengikat alergen
permukaan sel mastosit atau basofil
spesifik dan terjadi degranulasi (pecah-nya
(sel mediator) sehingga ke dua sei ini
dinding sel) mastosit dan basofil dengan
menjadi aktif. Proses ini disebut akibat terlepasnya mediator kimia yang
sensitisasi yang menghasilkan sel sudah terbentuk (Preformed Mediators)
mediator yang tersensitisasi terutama histamin.
Selain histamin juga dikeluarkan Newly
Formed Mediators antara lain prostaglandin
D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4),
Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet
Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin
(IL3, IL4, IL5, IL6, GM-CSF (Granulocyte
Macrophage Colony Stimulating Factor) dll.
Klasifikasi Rinitis Alergi
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu :

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever,polinosis). Di Indonesia tidak dikenal


rhinitis alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen
penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama
yang tepat ialah polinosis atau rino konjungtivitis karena gejala klinik yang tampak
ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi).

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul intermiten
atau terus-menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun.
Penyebab yang paling sering ialah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan
alergen ingestan. Alergen inhalan utama adalah alergen dalam rumah (indoor) dan
alergen diluar rumah (outdoor). Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada
anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti urtikaria,
gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perenial lebih ringan diban-
dingkan dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasinya
lebih sering ditemukan.
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi
berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA
(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001,
yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :
1. Intermiten (kadang- 2. Persisten/menetap
kadang) : bila gejala
bila gejala lebih dari 4
kurang dari 4
hari/minggu atau kurang
hari/minggu dan lebih
dari 4 minggu. dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis
alergi dibagi menjadi:

1. Ringan bila tidak ditemukan


gangguan tidur, gangguan
2. Sedang-berat bila
aktivitas harian, bersantai, terdapat satu atau
berolahraga, belajar, bekerja lebih dari gangguan
dan hal-hal lain yang
mengganggu tersebut diatas.
Penegakkan Diagnosis
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, sbb:
Dari anamnesis didapatkan:
 Keluhan bersin-bersin (sneezing).
 Adanya gatal pada hidung (nasal itching) dan mata.
 Keluhan hidung tersumbat (nasal obstruction).
 Keluar sekret encer (nasal discharge), bening, dan banyak.
 Adanya riwayat alergi debu.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan:


 Kulit berwarna kehitaman di bawah kelopak mata bawah (allergic shiner).
 Lipatan tranversal pada hidung (transverse nasal crease / allergic crease).
 Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai
adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia.
Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan
gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena
sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic
shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-
gosok hidung, karena gatal, dengan punggung tangan.
Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan Rinoskopi Anterior Rinitis Alergi
menggosok hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan
timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga
bawah, yang disebut allergic crease. Mulut sering terbuka
dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi (fades
adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler dan
edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral faring
menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic
tongue). Rinoskopi Anterior Rinitis Alergi dengan Kelainan
Warna Membran Mukosa Hidung

Rasa Gatal pada Hidung


Pemeriksaan Penunjang
1. In Vitro
Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi
pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat
alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE
spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau
ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent /Assay Test).

2. In Vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes
cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau
berseri. Skin Endpoint Titration/SET), SET dilakukan untuk
aiergen inhalan dengan menyuntikkan aiergen dalam
berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.
Keuntungan SET, selain aiergen penyebab juga derajat alergi
serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui.
Tatalaksana
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari
kontak dengan aiergen penyebabnya (avoidance) dan
eliminasi.

2. Medikamentosa
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang
bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target
dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering
dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi, Pemberian
dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan
dekongestan secara peroral.
Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan
hidung akibat respons fase lambat tidak berhasil diatasi dengan
obat lain.Yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal
(beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason
furoat dan triamsinolon).
3. Operatif
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian
konka inferior), konkoplasti atau multiple outfractured,
inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior
hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara
kauterisasi memakai AgNOS 25% atau triklor asetat.

4. Imunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada a, inhalan dengan
gejala yang bera: sudah berlangsung lama serta
pengobatan cara lain tidak memberi hasil yang
memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah
pembentukkan IgG blc: antibody dan penurunan IgE. Ada
2 imunoterapi yang umum dilakukan intradermal dan
sublingual.
Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah :


1. Polip hidung
Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi
hidung merupakan salah satu faktor penyebab
terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip
hidung

2. Otitis media efusi yang sering residiual utama pada


anak-anak

3. Sinusitis paranasal
Analisis
Kasus
Anamnesis

Keluhan utama: Bersin-bersin


terus menerus sejak 6 tahun Definisi rhinitis alergi berdasarkan ARIA
yang lalu 2001 adalah kelainan pada hidung dengan
gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
Keluhan tambahan: alergen yang diperantarai oleh IgE.
• Hidung tersumbat
• Rasa gatal pada hidung
• Keluar cairan pada hidung
Anamnesis
• Debu merupakan salah satu alergen
inhalan yang dapat masuk bersamaan
 
Bersin meningkat apabila terpapar debu dan dengan udara pernapasan.
dingin. Bersin didapatkan selama 2-3 hari • Bila gejala kurang dari 4 hari/minggu
dalam 1 minggu. Keluhan juga disertai dengan atau kurang dari 4 minggu disebut
keluar cairan pada hidung, hidung tersumbat, sebagai rhinitis alergi intermiten.
dan rasa gatal pada hidung. Keluhan disertai • Gejala yang dapat timbul pada rhinitis
dengan cairan berwarna bening, encer, dan alergi adalah keluar sekret dari hidung
banyak, namun tidak berbau. terkadang sampai yang encer dan banyak.
dengan hidung tersumbat. Pasien juga sering • Pada pasien rhinitis alergi sering
merasakan gatal pada hidung, dan kemudian ditemui adanya perilaku menggosok
menggaruk hidung dengan menggunakan hidung dengan tangan karena hidung
punggung tangan. Keluhan pada pasien tidak gatal yang disebut sebagai allergic
mengganggu aktivitas, karena pasien masih salute.
dapat bekerja pada siang hari. • Keluhan ini tidak mengganggu
aktivitas pasien, sehingga dapat disebut
sebagai rhinitis alergi derajat ringan.
Anamnesis

• RPD: Pasien memiliki riwayat


alergi dengan debu Pasien memiliki riwayat alergi dengan
• RPK: Tidak ada keluarga pasien debu. Pasien sering terkena paparan debu
yang mengalami keluhan serupa pada saat di perjalanan ke tempat bekerja.
• Riwayat Pribadi: Pasien bekerja Debu merupakan salah satu bentuk dari
sebagai petugas pengamanan, alergen inhalan yang dapat masuk bersama
dan untuk berangkat ke tempat udara pernapasan. Alergen yang paling
bekerja, pasien menggunakan sering menyebabkan rhinitis alergi adalah
kendaraan bermotor roda dua. alergen inhalan.
Pasien tidak menggunakan
masker saat bekerja dan
mengendarai kendaraan
bermotor.
Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:


• Mukosa cavum nasi: edema (+), pucat
(+) • Pada rinoskopi anterior akan ditemukan
• Mukosa septum: pucat (+) adanya mukosa edema, basah, berwarna
• Sekret: serosa (+) pucat, dan sekret encer yang banyak.
• Konka inferior dextra dan sinistra:
pucat (+), edema (+)
• Konka media dextra dan sinistra: pucat
(+), edema (+)
Analisis
Tatalaksana
Non-medikamentosa

Pasien diberikan
tatalaksana non-
medikamentosa:

• Menghindari
allergen penyebab,
dengan
menggunakan
masker saat
bekerja dan
berkendara.
Pada Rhinits Alergi okupasi  menghindari paparan alergen seperti asap, polusi lalu lintas karena dapat
memperburuk gejala rhinitis.

Pasien dengan rhinitis alergi yang sensitif atau bergejala saat bersentuhan dengan hewan peliharaan seperti
kucing, anjing, dan kuda  sebaiknya menghindari hewan tersebut.
Namun, jika tetap ingin memelihara hewan pemeliharaan  direkomendasikan menggunakan temperature-
controlled laminar airflow treatment (dapat mengurangi paparan alergen kucing)

Irigasi Saline  mengurangi gejala dan jumlah farmakoterapi yang dibutuhkan. Mempertahankan fungsi drainase
dan ventilasi dari hidung dan sinus paranasal. (Grade B). Irigasi saline pada dewasa dan anak-anak dengan rhinitis
alergi dapat ditoleransi, murah, dan mudah untuk digunakan, dan tidak memiliki efek samping dengan penggunaan
yang reguler.
Medikamentosa

Pada pasien ini


diberikan
tatalaksana
medikamentosa
yaitu antara lain :
• Cetirizine
1X10 mg PO,
• Pseudoefedri
n 4X60 mg
PO.
Lini pertama dalam
tatalaksana rhnitis alergi
ialah Antihistamin dapat
dalam kombinasi atau
tanpa kombinasi dengan
dekongestan secara
peroral.
Cetirizine merupakan
Antihistamin generasi 2
(non sedatif) yang bersifat
lipofobik, dan selektif
mengikat reseptor H-1
perifer dan tidak
mempunyai efek anti-
kolinergik, antiadrenergik
dan efek pada SSP
minimal.
Pseudoefedrin merupakan preparat simpatomemetik
golongan agonis adrenergi alfa, digunakan sebagai
dekongestan.

SUMBER:

Anda mungkin juga menyukai