Anda di halaman 1dari 35

Mini Clinical Examination (Mini CEX)

OTITIS MEDIA AKUT

Oleh:

Destika Sari 1618012080

Intan Hardianti 1718012151

Preceptor:

dr. Nanang Suhana, M. Kes.,Sp. THT-KL

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah
Mini CEX ini. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dalam
kepanitraan klinik pada bagian THT-KL RSUD dr. H. Abdoel Moeloek, Bandar
Lampung.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan kasus ini,


baik dari segi isi, bahasa, analisis dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis ingin
meminta maaf atas segala kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih
terbatasnya pengetahuan, wawasan dan keterampilan penulis. Selain itu, kritik dan
saran dari pembaca sangat diharapkan guna kesempurnaan makalah selanjutnya
dan sebagai bahan pembelajaran untuk kita semua. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa ilmu pengetahuan untuk kita
semua.

Bandar lampung, Oktober 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga


tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel sel mastoid (Soepardi, 2012).
Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan akut telinga tengah (Tortora,
2009). Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran nafas atas. Pada anak-
anak semakin sering terserang infeksi saluran nafas, makin besar kemungkinan
terkena OMA (Djaafar, 2012). Penyebab Otitis Media Akut didominasi oleh
infeksi bakteri dan sepertiga kasus disebabkan oleh virus. Sepertiga kasus dari
infeksi bakteri disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan sepertiga kasus
untuk Haemophilus influenza (Worrall, 2007). Streptococcus pyogenes juga
menjadi bakteri predominan keempat sebagai penyebab OMA pada anak-anak
setelah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan Moraxella
catarrhalis (Kakuta et al, 2014).

OMA termasuk penyakit yang umum terjadi di negara-negara dengan


ekonomi rendah, khususnya Indonesia. Oleh karena itu, OMA perlu mendapat
perhatian khusus agar penyakit ini dapat dicegah dan tidak terus berkembang
(Aboet, 2006). Meropol et al. (2008) menyatakan bahwa terdapat 45-62%
pemberian antibiotik pada anak- anak di Amerika Serikat disebabkan terkena
OMA. Studi lain melaporkan bahwa 70% dari anak-anak mengalami >1 kali
serangan OMA sebelum berusia 2 tahun. Gejala yang serius seperti demam,
otalgia dan otorrhea dapat mengganggu aktivitas sehari-hari anak dan memiliki
dampak negatif yang besar pada kualitas hidup mereka (Wang et al., 2011). Anak
umur 6-11 bulan lebih rentan menderita OMA. Insiden anak laki-laki lebih besar
daripada anak perempuan. Sebagian kecil anak menderita penyakit ini pada umur
yang sudah lebih besar, pada umur empat dan awal lima tahun. Beberapa bersifat
individual dapat berlanjut menderita episode akut pada masa dewasa. Kadang-
kadang, orang dewasa dengan infeksi saluran pernafasan akut tapi tanpa riwayat
sakit pada telinga dapat menderita OMA (Donaldson, 2011).
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Nn NA
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 18 tahun
Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Lampung Timur

2.2 ANAMNESIS
Anamnesis pada pasien dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 12
Oktober 2018 di Poliklinik THT-KL RSUD Abdul Muluk

Keluhan Utama:
Telinga kiri terasa nyeri sejak 2 minggu yang lalu

Keluhan Tambahan:
Rasa penuh dikedua telinga, telinga berdenging

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik THT-KL RSAM dengan keluhan telinga terasa
nyeri sejak 2 minggu yang lalu.seminggu kemudian pasien memeriksakan diri
kedokter dan dilakukan pembersihan telinga karena dikatakan banyak kotoran
telinga dan diberikan obat tetes telinga. Seminggu kemudian Pasien masih
merasakan telinga kiri nyeri dan terdengar seperti suara dengingan, keluhan
seperti penurunan pendengaran disangkal. Keluar cairan dari telinga (+) tapi
hanya sedikit. Pasien sering membersihkan telinga dengan cutton bud dalam
seminggu biasanya 2 - 3 kali. Riwayat trauma, riwayat berenang/menyelam,
maupun penerbangan disangkal oleh orang tua pasien.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien cukup sering mengalami batuk pilek. Riwayat alergi disangkal.
Riwayat keluhan yang sama tidak ada, riwayat demam (+) 2 minggu yang
lalu

Riwayat penyakit keluarga :


Keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat alergi maupun asma pada
keluarga disangkal.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 108x/menit
Suhu : 36.8˚C
Pernapasan : 20x/menit
Berat badan : 46kg

Status Generalis
Kepala : normocephal, tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik
Leher : pembesaran KGB leher (-), nyeri tekan (-)
Thoraks : Jantung dan paru dalam batas normal
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Tidak tampak edema tungkai, perfusi jaringan baik

Status Lokalis THT


Telinga
KANAN TELINGA LUAR KIRI
Normotia Bentuk Telinga Luar Normotia
Normal, nyeri tarik (-), Normal, nyeri tarik (-),
warna kulit sama dengan Daun Telinga warna kulit sama dengan
sekitarnya sekitarnya
Warna kulit sama dengan Warna kulit sama dengan
sekitar, nyeri tekan (-), Preaurikular sekitar, nyeri tekan (-),
fistel (-), abses (-) fistel (-), abses (-)
Normal, nyeri tekan (-), Normal, nyeri tekan (-),
Retroaurikular
tidak ada benjolan tidak ada benjolan
Tidak ada Nyeri Tekan Tragus Tidak ada
Tidak ada Tumor Tidak ada
KANAN LIANG TELINGA KIRI
Lapang Lapang/Sempit Lapang
Hiperemis (-) Warna Hiperemis (-)
Tidak ada Sekret Tidak ada
- Serumen -
Tidak ditemukan Kelainan Lain Tidak ditemukan
KANAN MEMBRAN TIMPANI KIRI
Intak (+) Bentuk Intak (-)
Hiperemis kemerahan Warna Pucat, suram
(-) Reflek Cahaya (+) berpendar
Terdapat perforasi central
Tidak ada Perforasi
yang mulai menutup
Retraksi (-), Buldging (-) Kelainan Lain Retraksi (-), Buldging (-)

MT auricula Dextra MT auricula sinistra


Hidung
KANAN HIDUNG LUAR KIRI
Warna sama dengan Warna sama dengan
Kulit
sekitarnya sekitarnya
Terletak di linea mediana Terletak di linea mediana
Dorsum Nasi
nasi nasi
Nyeri tekan (-), Krepitasi (-) Nyeri Tekan, Krepitasi Nyeri tekan (-), Krepitasi (-)
Selulitis (-), edema (-) Ala Nasi Selulitis (-), edema (-)
Tidak ditemukan Nyeri Tekan Frontal Tidak ditemukan
Tidak ditemukan Nyeri Tekan Maksila Tidak ditemukan
Normal, tidak sempit, Normal, tidak sempit,
Nares Anterior
simetris simetris
Tidak ditemukan Tumor, Fistel Tidak ditemukan

RHINOSKOPI
KANAN KIRI
ANTERIOR
Lapang Cavum Nasi Lapang
Ada Sekret Ada
Tidak berbau Bau Tidak berbau
Normotrofi Konka Inferior Normotrofi
Sulit dinilai Konka Media Sulit dinilai
Deviasi (-) Septum Nasi Deviasi (-)
Tidak ditemukan Abses, Massa Tidak ditemukan

Rhinoskopi Posterior
Tidak dilakukan

Cavum Oris
CAVUM ORIS Hasil Pemeriksaan
Mukosa Tidak hiperemis
Gingiva Ulkus (-), edema (-)
Gigi Karies dentis (-)
Lidah Bentuk normal, atrofi papil (-)
Palatum Durum Permukaan licin
Palatum Mole Permukaan licin
Uvula Posisi letak tengah
Tumor Tidak ditemukan

Faring
FARING Hasil Pemeriksaan
Dinding Faring Edema (-), Granular (-)
Mukosa Hiperemis (+)
Uvula Ditengah
Arkus Faring Simetris, Hiperemis (+)
Sekret Tidak Ada

Tonsil
TONSIL Hasil Pemeriksaan
Pembesaran T1-T1
Kripta Tidak Melebar
Detritus Tidak Ada
Perlekatan Tidak Ada
Sikatrik Tidak Ada

Pemeriksaan Laring
Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Nervus Kranialis


Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN KELENJAR GETAH BENING LEHER


Inspeksi : tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening
Palpasi : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, nyeri tekan (-)
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada
2.5 PEMERIKSAAN ANJURAN
Tidak ada
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Otitis Media Akut Stadium resolusi Auris sinistra
Otitis Media Akut stadium Perforasi Auris sinistra
Otitis Eksterna

2.7 DIAGNOSIS KERJA


Otitis Media Akut Stadium resolusi Auris sinistra

2.8 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa

• Ear toilet H2O2 3% (3 – 5 hari)

• Amoxicilin sp (50mg/kgBB/hari) dibagi 3 dosis (selama 3 minggu)


• Paracetamol 500mg 3 x 1

Non‒ Medikamentosa
 Tidak mengorek-ngorek telinga
 Menjaga telinga agar tidak kemasukan air pada saat mandi dan hindari
berenang
 Hindari ISPA berulang
 Asupan gizi seimbang
 Obat digunakan sesuai anjuran
 Kontrol ulang 3 minggu lagi untuk melihat perkembangan pengobatan

2.9 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Ad bonam
Quo ad Functionam : Ad bonam
Quo ad Sanationam : Ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Telinga


Telinga terdiri dari bagian luar, tengah, dan dalam. Telinga luar terdiri dari
daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani; telinga tengah terdiri
dari tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, dan stapes), dan tuba
eustachius; sedangkan telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) dan
kanalis semisirkularis. Membran timpani memisahkan telinga luar dari telinga
tengah. Tuba auditiva menggabungkan telinga tengah dan nasofaring (Adam
G.L, 2012; Moore, 2013; Soepardi, 2012).

Gambar 1. Anstomi Telinga

3.1.1 Telinga Luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira ±2,5 - 3cm (Soepardi, 2012).
Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu
bentuk unik yang terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan
bagian crux superior di sebelah kiri dari fossa triangularis, crux inferior
pada sebelah kanan dari fossa triangularis, antitragus yang berada di
bawah tragus, sulcus auricularis yang merupakan sebuah struktur depresif
di belakang telinga di dekat kepala, concha berada di dekat saluran
pendengaran, angulus conchalis yang merupakan sudut di belakang concha
dengan sisi kepala, crus helix yang berada di atas tragus, cymba conchae
merupakan ujung terdekat dari concha, meatus akustikus eksternus yang
merupakan pintu masuk dari saluran pendengaran, fossa triangularis yang
merupakan struktur depresif di dekat anthelix, helix yang merupakan
bagian terluar dari daun telinga, incisura anterior yang berada di antara
tragus dan antitragus, serta lobus yang berada di bagian paling bawah dari
daun telinga, dan tragus yang berada di depan meatus akustikus eksternus
(Moore, 2013).

Gambar 2. Anatomi Auricula


Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga
dengan liang telinga luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah
tabung berkelok yang menghubungkan auricula dengan membran timpani.
Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inchi atau kurang lebih 2,5
cm. Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua
pertiga bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani.
Meatus dilapisi oleh kulit, dan sepertiga luarnya mempunyai rambut,
kelenjar sebasea, dan glandula seruminosa. Rambut dan lilin ini
merupakan barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda asing
(Moore, 2013).
Selanjutnya yaitu membran timpani adalah membrana fibrosa tipis
yang berwarna kelabu mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap
ke bawah, depan, dan lateral. Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar
cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh
ujung manubrium mallei. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian
cekung ini menghasilkan "refleks cahaya", yang memancar ke anterior dan
inferior dari umbo. Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter
lebih-kurang 1 cm. Pinggirnya tebal dan melekat di dalam alur pada
tulang. Alur itu, yaitu sulcus timpanicus, di bagian atasnya berbentuk
incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan dua plica, yaitu plica mallearis
anterior dan posterior, yang menuju ke processus lateralis mallei. Daerah
segitiga kecil pada membran timpani yang dibatasi oleh plika-plika
tersebut lemas dan disebut pars flaccida. Bagian lainnya tegang disebut
pars tensa. Manubrium mallei dilekatkan di bawah pada permukaan dalam
membran timpani oleh membran mucosa (Moore, 2013).

(1) pars flaksid; (2) prosesus brevis


maleus; (3) tangandari maleus; (4)
umbo; (5) resesus supratuba; (6)
orifisium tuba; (7) sel udara
hipotimpani; (8) tendonstapedius;
(c) chorda tympani; (I) inkus;
(P)promontorium; (o) oval window;
(R) round window; (T)tensor
timpani; (A) anulus

Gambar 3. Membran timpani normal pada telinga kanan


Perdarahan

Arteri-arteri dari daun telinga dan liang telinga luar berasal dari
cabang temporal superfisial dan aurikular posterior dari arteri karotis
eksternal. Permukaan anterior telinga dan bagian luar liang telinga
didarahi oleh cabang aurikular anterior dari arteri temporalis superfisial.
Suatu cabang dari arteri auricular posterior mendarahi permukaan
posterior telinga. Banyak dijumpai anastomosis diantara cabang-cabang
dari arteri ini. Pendarahan kebagian lebih dalam dari liang telinga luar dan
permukaan luar membrana timpani adalah oleh cabang aurikular dalam
arteri maksilaris interna vena telinga bagian anterior, posterior dan bagian
dalam umumnya bermuara ke vena jugularis eksterna dan vena mastoid.
Akan tetapi, beberapa vena telinga mengalir kedalam vena temporalis
superficial dan vena aurikularis posterior (Adam G.L, 2012; Moore, 2013;
Soepardi, 2012).

3.1.2 Telinga Tengah


Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis
temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-
tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani
(gendang telinga) ke perilympha telinga dalam. Kavum timpani berbentuk
kubus dengan batas:

- Batas luar : membran timpani


- Batas depan : tuba Eustachius
- Batas bawah : vena jugularis
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis,
tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium (Soepardi,
2012).
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu
tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang
kompak tanpa rongga sumsum tulang.Malleus adalah tulang pendengaran
terbesar, dan terdiri atas caput, collum, processus longum atau manubrium,
sebuah processus anterior dan processus lateralis. Caput mallei berbentuk
bulat dan bersendi di posterior dengan incus. Collum mallei adalah bagian
sempit di bawah caput. Manubrium mallei berjalan ke bawah dan belakang
dan melekat dengan erat pada permukaan medial membran timpani.
Manubrium ini dapat dilihat melalui membran timpani pada pemeriksaan
dengan otoskop. Processus anterior adalah tonjolan tulang kecil yang
dihubungkan dengan dinding anterior cavum timpani oleh sebuah ligamen.
Processus lateralis menonjol ke lateral dan melekat pada plica mallearis
anterior dan posterior membran timpani.
Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis
berbentuk bulat dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum
berjalan ke bawah di belakang dan sejajar dengan manubrium mallei.
Ujung bawahnya melengkung ke medial dan bersendi dengan caput sta-
pedis. Bayangannya pada membrana tympani kadang¬kadang dapat dilihat
pada pemeriksaan dengan otoskop. Crus breve menonjol ke belakang dan
dilekatkan pada dinding posterior cavum tympani oleh sebuah ligamen.
Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput
stapedis kecil dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran
sempit dan merupakan tempat insersio m. stapedius. Kedua lengan
berjalan divergen dari collum dan melekat pada basis yang lonjong.
Pinggir basis dilekatkan pada pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah cincin
fibrosa, yang disebut ligamentum annulare.
Gambar 4. Anatomi Tulang-Tulang Pendengaran

Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran.


Muskulus tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, dan
muskulus stapedius. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam
getaran-getaran berfrekuensi tinggi.Selanjutnya yaitu tuba eustachius yang
terbentang dari dinding anterior kavum timpani ke bawah, depan, dan
medial sampai ke nasofaring. Sepertiga bagian posteriornya adalah tulang
dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan
dengan nasofaring dengan berjalan melalui pinggir atas m. constrictor
pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di
dalam cavum timpani dengan nasofaring terutama terbukti saat terbang
dan mendaki gunung (Adam G.L, 2012; Moore, 2013; Soepardi, 2012).

3.1.3 Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, yang berfungsi
menghubungkan perilimfa skala timpani denganskala vestibuli.Kanalis
semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media
(ductus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi
perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membran vestibuli (Reissner Membrane) sedangkan skala
media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti
yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer
pendengaran. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang
disebut membrane tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut
yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang
membentuk organ Corti (Adam G.L, 2012; Soepardi, 2012).

Gambar 5. Organ Corti


3.2 Otitis Media Akut
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media
berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non
supuratif, dimana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis.
Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media
tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media
adhesiva (Djaafar,2012).
Otitis medi aakut(OMA)adalah peradangan telinga tengah dengan
gejaladan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat.Gejala dan tanda klinik
lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian,baik berupa
otalgia,demam,gelisah,mual,muntah,diare,sertaotore,apabila telah terjadi
perforasi membran timpani.Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi
telinga tengah(Buchman,2003).Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi
telinga tengah ditandai dengan membengka kpada membran timpani atau
bulging,terdapat cairan dibelakang membran timpani, dan
otore(Kerschner,2007).
3.2.1 Etiologi
a. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA.Virus dapat dijumpai tersendiri
atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain.Virus yang paling
sering dijumpai pada anak-anak,yaitu respiratory syncytial
virus(RSV), influenzavirus, atauadenovirus (sebanyak30-40%). Kira-
kira10-15% dijumpai parainfluenza virus,rhinovirus atau
enterovirus.Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba
Eustachius, menganggu fungsi imun lokal,meningkatkan adhesi
bakteri,menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu
mekanisme farmako kinetiknya (Kerschner,2007). Dengan
menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus
specific enzyme-linked immunoabsorbent assay(ELISA),virus-virus
dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita
OMA pada75%kasus (Buchman,2003).
b. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering.Menurut
penelitian,65-75%kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri
piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi
telingatengah.Kasuslaintergolongsebagainon- patogenik karena tidak
ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab
otitis media tersering adalahStreptococcus pneumoniae(40%),diikuti
oleh Haemophilus influenzae(25-30%) dan Moraxella catarhalis(10-
15%). Kira-kira5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti
Streptococcuspyogenes(group Abeta emolytic),Staphylococcus
aureus,dan organisme gram negatif. Staphylococcusaureus dan
organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus
yang menjalani rawat inap dirumah sakit.Haemophilus influenzae
sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai
pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-
anak(Kerschner,2007).

3.2.2 Faktor Risiko


Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur,jenis
kelamin,ras,faktorgenetik, status sosio-ekonomiserta lingkungan, asupan
air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok,kontak dengan
anaklain,abnormalitas kraniofasialis kongenital, statusimunologi, infeksi
bakteri atau virus di saluran pernapasan atas,disfungsi tuba
Eustachius,inmatur tub aEustachius danlain-lain (Kerschner,2007).
3.2.3 Gejala Klinis
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur
pasien.Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa
nyeri didalam telinga,di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya
terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada anak yang lebih besar atau
pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran
berupa rasa penuh ditelinga atau rasa kurang mendengar.Pada bayi dan
anak kecil,gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai
39,5°C(pada stadium supurasi),anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak
menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak
memegang telinga yang sakit.Bila terjadi ruptur membran timpani,maka
sekret mengalir keliang telinga,suhu tubuh turun dan anak tidur tenang
(Djaafar,2012).
3.2.4 Patogenesis dan Patofisiologi
a. Tuba Eustachius
Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada
otitis media. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan nasofaring,yang terdiri atas tulang
rawan pada dua pertiga kearah nasofaring dan sepertiganya terdiri atas
tulang (Djaafar,2012).
Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru
terbuka apabila udara diperlukan masuk ketelinga tengah atau pada
saat mengunyah,menelan dan menguap.Pembukaan tuba dibantu oleh
kontraksi muskulus tensorveli palatini apabila terjadi perbedaan
tekanan telinga tengah dan tekanan udara luara ntara 20 sampai
dengan 40 mmHg. Tuba Eustachius mempunyai tiga fungsi penting,
yaitu ventilasi, proteksi,dan drainase sekret.Ventilasi berguna untuk
menjagaa agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu samadengan
tekanan udara luar.Proteksi, yaitu melindung telinga tengah dari
tekanan suara,dan menghalangi masukny asekret atau cairandari
nasofaring ke telinga tengah. Drainase bertujuan untuk mengalirkan
hasil sekret cairan telinga tengah ke nasofaring
(Djaafar,2012;Kerschner,2007).
b. Patogenesis OMA
Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi
saluran pernapasanatas(ISPA)atau alergi,sehingga terjadi kongesti dan
edema pada mukosa saluran napasa tas,termasuk nasofaring dan tuba
Eustachius.Tuba Eustachiu smenjadi sempit,sehingga terjadi sumbatan
tekanan negatif pada telinga tengah.Bila keadaan demikian
berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau
bakteri dari nasofaring kedalam telinga tengah melalui tuba
Eustachius.Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius
untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari
nasofaring.Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba,akan
mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusicairan
kedalam telinga tengah.Ini merupakan faktor pencetus terjadinya
OMA dan otitis media dengan efusi.Bila tuba Eustachius tersumbat,
drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi sertaterjadi
akumulasi sekretdi telingatengah,kemudian terjadi proliferasi mikroba
patogen pada sekret.Akibatdari infeksivirussaluran pernapasan
atas,sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan
menyebabkan disfungsi tuba Eustachius.Virus respiratori juga dapat
meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri,sehingga menganggu
pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus
bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat
terganggu karena membran timpani dan tulang- tulang pendengaran
tidak dapat bergerak bebaster hadap getaran.Akumulasi cairan yang
terlalu banyak akhirnya dapa tmerobek membran timpani akibat
tekanannya yang meninggi(Kerschner,2007).
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan
ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana
prosesin flamasit erjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba sertaa
kumulasi sekret di telinga tengah.Selain itu, sebagian besar pasien
dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari
tuba Eustachius,sehinggamekanismepembukaan tubaterganggu.Faktor
ekstraluminal sepertitumor,dan hipertrofia denoid(Kerschner,2007).
c. Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA
Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserangOMA dibanding dengan
orang dewasa.Ini karena pada anak dan bayi,tuba lebih pendek,lebih
lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang
dewasa,sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah
menyebar ketelinga tengah .Panjang tuba orang dewasa 37,5mm dan
pada anak dibawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm(Djaafar,2012).

Hal ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring


menganggu drainase melalui tuba Eustachius.Insidens terjadinya otitis
media pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah
berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius
meningkat,sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi
tuba.Selainitu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga
mudah terkena ISPA lalu terinfeksi ditelinga tengah.Adenoid
merupakan salah satu organdi tenggorokan bagian atas yang berperan
dalam kekebalan tubuh.Pada anak, adenoid relatif lebih besar
dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan
muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat
mengganggu terbukanya tuba Eustachius.Selainitu,adenoid dapat
terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ketelinga tengah melalui
tuba Eustachius (Kerschner,2007).

Gambar6.PerbedaanAntaraTubaEustachius padaAnak-anak dan


OrangDewasa

3.2.5 Stadium OMA


OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium,
bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu
stadiumoklusituba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-
supurasi,stadium supurasi,stadium perforasi dan stadium
resolusi(Djaafar,2012).

Gambar7.Membran Timpani Normal


a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini,terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh
retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani
negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara.
Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih
horizontal,refleks cahaya juga berkurang.Edema yang terjadi pada tuba
Eustachius juga menyebabkannya tersumbat.Selain retraksi,membran
timpani kadang- kadang tetap normal dan tidak ada kelainan,atau
hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak
dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis
media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi.Tidak terjadi
demam pada stadium ini(Djaafar,2012).
b. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-Supurasi
Padas tadium ini,terjadi pelebaran pembuluh darah dimembran
timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami
hiperemis,edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit
terlihat.Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan
sehingga terjadinya invasi oleh mikro organism epiogenik.Proses
inflamasi berlaku ditelinga tengah dan membran timpani menjadi
kongesti.Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang
menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia,telinga rasa penuh dan
demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gang-guan
ringan, tergantungdari cepatnya proses hiperemis.Hal ini terjadi karena
terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani.Gejala-gejala
berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari(Djaafar,2012).

Gambar8.MembranTimpaniHiperemis
c. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuk nya sekret eksudat purulen
atau bernanah ditelinga tengah danj uga disel-sel mastoid. Selain itu
edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel
superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen dikavum
timpani menyebab kan membran timpani menonjol atau bulging
kearah liang telinga luar. Pada keadaan ini,pasien akan tampak sangat
sakit,nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri ditelinga bertambah
hebat.Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat
disertai dengan gangguan pendengaran konduktif.Pada bayi demam
tinggi dapat disertaimuntahdankejang.Stadium supurasi yang
berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
iskemia membran timpani,akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang
terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-
vena kecil,sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat,lalu
menimbulkan nekrosis.Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan
berwarna kekuningan atau yellowspot. Keadaan stadium supurasi dapat
ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan
dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah
akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Lukainsisi
pada membran timpani akan menutup kembali,sedangkan apabila
terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali.
Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh
lagi (Djaafar,2012).
Gambar9.Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

d. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga
sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga
tengah keliang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat
pulsasi (berdenyut).Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.Setelah nanah
keluar,anak berubah menjadi lebih tenang,suhu tubuh menurun dan
dapat tertidur nyenyak. Jika mebran timpani tetap perforasi dan
pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga
minggu,maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika
kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah
sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media
supuratif kronik (Djaafar,2012).

Gambar10.Membran Timpani Peforasi

e. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhenti nya otore. Stadium resolusi ditandai oleh
membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani
menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan
akhirnyakering.Pendengaran kembali normal.Stadium ini berlangsung
walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya
tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.Apabila stadium
resolusi gagal terjadi,makaakan berlanjut menjadi otitis media
supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran
timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus
atauhilangtimbul.Otitis mediasupuratifakut dapat menimbulkan gejala
sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret
menetap di kavumtimpani tanpa mengalami perforasi membran
timpani (Djaafar,2012).

3.2.6 Diagnosis
Menurut Kerschner(2007),kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga
hal berikut,yaitu:

a. Penyakit nya muncul secara mendadak dan bersifat akut.


b. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan
cairan ditelinga tengah.Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu
diantara tanda berikut,seperti menggembungnya membran timpani
atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada membran
timpani, terdapat bayangan cairan dibelakang membran timpani,
dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
c. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang
dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut,seperti
kemerahan atau eritema pada membran timpani,nyeri telinga atau
otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop. Dengan otoskop dapat


dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna
gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta
cairan diliang telinga. Jika konfirmasi diperlukan,umumnya dilakukan
dengan otoskopi pneumatik(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk
melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk
menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan
udara).Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali
dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan
sensitivitas diagnosis OMA.Namun umumnya diagnosis OMA dapat
ditegakkan dengan otoskop biasa.

Menurut Rubin etal.(2008),keparahan OMA dibagi kepada dua


kategori,yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang
adalah terdapat cairan di telinga tengah,mobilitas membran timpani yang
menurun,terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani,
membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen.
Selainitu,juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga
tengah,seperti demam,otalgia,gangguan pendengaran,tinitus,vertigo dan
kemerahan pada membran timpani.Tahap beratmeliputi semua kriteria
tersebut,dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0°C,dan
disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.

3.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.
Pengobatanpada stadiu mawal ditujukan untuk mengobat iinfeksi
salurannapas, dengan pemberian antibiotik,dekongestan lokal atau
sistemik,dan antipiretik.Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk
menghindari komplikasi intrakranial dan ekstrakrania yang mungkin
terjadi,mengobati gejala,memperbaiki fungsi tuba Eustachius,menghindari
perforasi membran timpani,dan memperbaiki sistem imun lokal dan
sistemik (Titisari,2005).

Pada stadiu moklusi tuba, Bertujuan Untuk membuka kembali tuba


Eustachius, diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan
fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun , HCl efedrin 1 % dalam
larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang
dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik
(Djaafar,2012).
Pada stadium hiperemis diberikanAntibiotik, obat tetes hidung dan
analgesik. Antibiotik diberikan minimal 7 hari. Bila pasien alergi tehadap
penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100
mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau
eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis.
Dianjurkan antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi
resistensi, dapat kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin.
(Djaafar,2012).

Padastadium supurasi,selain diberikan antibiotik,pasien harus dirujuk


untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga
gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur. Pada stadium perforasi, sering
terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau
pulsasi.Diberikan obat cuci telinga(eartoilet)H2O23% selama 3 sampai
dengan5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai
dengan 10hari(Djaafar,2012).

Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali,sekret


tidak ada lagi,dan perforasi menutup.Bila tidak terjadi resolusi biasanya
sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi dimembran
timpani.Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.Bila keadaan ini
berterusan,mungkin telah terjadi mastoiditis(Djaafar,2012)..

Tabel1.KriteriaTerapi Antibiotik dan Observasi padaAnak denganOMA

Diagnosis meragukan
Usia Diagnosis pasti(certain)
(uncertain)
Kurang dari6bulan Antibiotik Antibiotik
6 bulan sampai Antibiotik Antibiotik jika gejalaberat,
2tahun Observasi jika gejala ringan
2 tahun keatas Antibiotik jika gejalab Observasi
erat,

observasijikagejalaringan
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia
enam bulan sampai dengan dua tahun,dengan gejala ringan saat
pemeriksaan,atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua
tahun.Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti
asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan padamasa
observasi(Kerschner,2007).

Menurut American Academic of Pediatric(2004),amoksisilin merupakan


first-line terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi
antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap
Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap
amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir.Second-line
terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus
influenza edan Moraxella catarrhalis,termasukStreptococcus
penumoniae(Kerschner,2007). Pneumococcal 7- valen tconjugate
vaccinedapat dianju rkanuntuk menurunkan prevalensi otitis media
(American AcademicofPediatric,2004).

Pembedahan
Terdapat beberapa tindakanpembedahan yang dapat menangani
OMArekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis,dan
adenoidektomi(Buchman,2003).
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran
timpani,supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah keliang
telinga luar, Lokasi insisi di kuadran posterior-inferior
Indikasi :
- nyeri berat, demam
- komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis,
labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat.
- Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang
mengalami kegagalan terhadap
(Kerschner,2007).
2. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), Indikasi
timpanosintesis :
- terapi antibiotik tidak memuaskan
- terdapat komplikasi supuratif,
- pada bayi baru lahir atau
- pasien yang sistem imun tubuh rendah
.
3.2.8 Komplikasi
Sebelumadanyaantibiotik,OMAdapatmenimbulkankomplikasi,mulaidariab
sessubperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis
komplikasi
tersebutbiasanyadidapatpadaotitismediasupuratifkronik.MengikutShambou
gh (2003) dalam Djaafar (2012), komplikasi OMA terbagi kepada
komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut,
paresis nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses
subperiosteal), dan intracranial (abses otak, tromboflebitis).

3.2.9 Pencegahan
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA.Mencegah
ISPA pada bayi dan anak-anak,menangani ISPA dengan pengobatan
adekuat,menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan,menghindar
kan pajanan terhadap lingkungan merokok,dan lain-lain(Kerschner,2007).
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis Otitis Media Akut Stasium resolusi auris sinistra pada kasus ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa keluhan gejala klinis yang dirasakan
oleh pasien dan pemeriksaan fisik untuk membuktikan gejala dan mencari tanda
yang menunjang keluhan dari pasien. Pada anamnesis, tergambar jelas mengenai
etiologi dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis adanya riwayat batuk-pilek
sebelum keluhan telinga muncul menunjukkan penyebab terjadinya infeksi pada
telinga tengah. Infeksi pada hidung dan tenggorokan dapat menyebabkan
gangguan tuba auditiva yang selanjutnya menyebabkan tekanan negatif pada
telinga tengah, yang dapat bermanifestasi sebagai rasa penuh pada telinga pasien.
Sumbatan tuba yang terus berlanjut menyebabkan hipersekresi sel goblet pada
mukosa telinga tengah. Sekret merupakan media pertumbuhan bakteri yang baik,
sehingga kemudian timbul proses infeksi pada telinga tengah. Rasa nyeri pada
telinga akibat proses inflamasi. Hasil anamnesis menunjukkan proses perjalanan
penyakit yang sesuai dengan perjalanan penyakit pada OMA mulai dari stadium
oklusi tuba, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium
resolusi saat pasien datang berobat ke Poliklinik. Pada pemeriksaan fisik telinga
mengkonfirmasi adanya proses bekas inflamasi akibat infeksi pada telinga tengah.
kiri.Membran timpani tampak tidak intak berwarna pucat suram dengan jaringan
yang mulai mengalami penyembuhan menyisakan sedikit lubang perforasi ,dan
refleks cahaya negatif.

Pada otitis media, gejala yang sering ditemukan bergantung pada stadium
penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama
rasa nyeri didalam telinga,di samping suhu tubuh yang tinggi.Biasanya terdapat
riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada anak yang lebih besar atau pada orang
dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh
ditelinga atau rasa kurang mendengar (Djaafar, 2012).
Berdasarkan kepustakaan, makin sering anak tersering infeksi saluran nafas,
makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA
dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak
horizontal (Djaafar, 2012).

Pada pentalaksanaan pasien ini, dilakukan terapi sebagai berikut :

Terapi Medikammentossa
 Ear toilet H2O2 3%
 Amoxicilin (50mg/kgBB/hari) dibagi 3 dosis selama 3 minggu
 Paracetamol 500mg 3x1

Non‒ Medikamentosa
 Tidak mengorek-ngorek telinga
 Menjaga telinga agar tidak kemasukan air pada saat mandi dan hindari
berenang
 Hindari ISPA berulang
 Asupan gizi seimbang
 Obat digunakan sesuai anjuran (antibiotik harus dihabiskan)
 Kontrol ulang 3 minggu lagi untuk melihat perkembangan pengobatan

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.Pengobatan pada


stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas,dengan pemberian
antibiotik,dekongestan lokal atau sistemik,dan antipiretik.Penatalaksanaan OMA
tergantung pada stadium penyakitnya.Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi saluran napas,dengan pemberian antibiotik,dekongestan
lokal atau sistemik,dan antipiretik.Pada anak,diberikan ampisilin 50-100
mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis,amoksisilin atau eritromisin
masing-masing 40 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis. Pada kasus ini
pasien diberikan antibiotik sistemik, paracetamol, ear toilet dengan H2O23% .
Antibiotik yang digunakan adalah amoxicilin, hal ini sesuai dengan pustaka Pada
stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali,sekret tidak ada
lagi,dan perforasi menutup.Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di
liang telinga luar melalui perforasi dimembran timpani.Antibiotik dapat
dilanjutkan sampai 3 minggu.Bila keadaan ini berterusan,mungkin telah terjadi
mastoiditis(Djaafar,2012), amoksisilin merupakan fisrst-line terapi dengan
pemberian 50mg/kgBB/hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus
penumoniae. Pemberian paracetamol sebagai analgesik dirasa sudah tepat.
BAB V
KESIMPULAN

Pasien didiagnosa menderita otitis media akut stadium hiperemis auris


sinistra berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Tanda dan gejala padaotitis
media akut stadium resolusi adalah nyeri pada bagian telinga dalam dan rasa
penuh pada telinga, serta adanya riwayat demam, batuk dan pilek an riwayat
keluar cairan dari telinga kiri.Pada pemeriksaan fisik membran timpani auris
dextra tampak proses resolusi atau penyembuhan, .Pada pasien ini dilakukan
tatalaksana berupa edukasi, terapi kausatif dan simtomatik dengan pemberian
antibiotik oral, analgetik, obat tetes hidung yaitu dekongestan, dan mukolitik yang
sesuai dengan pedoman terapi pada OMA.
DAFTAR PUSTAKA

Aboet, A., 2006. Terapi pada Otitis Media Supuratif Akut. Majalah Kedokteran
Nusantara.

Adam GL, Boies LR, Higler PA; Wijaya C: alih bahasa; Effendi H, Santoso K:
editor.2012. Penyakit telinga luar dalam Buku Ajar Ilmu Panyakit THT.
Edisi 6. Jakarta: EGC.

Buchman, C.A., 2003. Infection of The Ear. In: Lee, K.J., ed. Essential
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 8 th ed. USA: McGraw-Hill
Companies, Inc.

Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R. D., 2012. Kelainan Telinga Tengah. Dalam:
Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R. D., ed. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi
Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Donaldson JD. 2011. Acute Otitis Media. Tersedia dari:


http://www.emedicine.medscape.com yang diakses pada 12 September
2018..

Kakuta R, Yano H, Hidaka H, Miyazaki H, Irimada M, Oda K, et al. 2014. Severe


Acute Otitis Media by Mucoid Streptococcus pyogenes in a Previously
Healthy Adult. Tohoku J. Exp. Med. 232: p. 301-4.

Kaneshiro, N. K., 2010. Ear Infection – Acute. Adam, Inc. Diunduh dari:
http://health.yahoo.net/adamcontent/ear-infection-acute#definition.

Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18 th ed. USA: Saunders Elsevier.

Meropol, et al., 2008. Age Inconsistency in The American Academy of Pediatrics


Guidelines for Acute Otitis Media. Pediatrics.

Moore,keith L. 2013. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta; EGC.

Probst R, Gerhard Probst, Heinrich Iro. 2006. Basic Otorhinolaryngology.


Germany: Wemding
Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J, restuti RD. 2012. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi ke-7.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Titisari, H., 2005. Prevalensi dan Sensitivitas Haemophilus Influenzae pada Otitis
Media Akut di PSCM dan RSAB Harapan Kita. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. 2009. Principles of Anatomy and Physiology.
Twelfth Edition. Asia: Wiley

World Health Organization (WHO)., 2006. Primary Ear and Hearing Care
Training Resource: Advanced Level. WHO Press.

Worrall, G., 2007. Acute Otitis Media. Canada: Canadian Family Physician.

Anda mungkin juga menyukai