Anda di halaman 1dari 29

CASE REPORT

“OTOSKLEROSIS”

Disusun oleh :

Randa Aditya (1102015186)


Husna Maulidia Sugiratna (1102014123)

Pembimbing :
dr. Arroyan Wardhana, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 15 JUNI – 21 JUNI 2020
KASUS OTOSKLEROSIS

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. X

Umur : 43 tahun

Jenis Kelamin : Laki Laki

Alamat : Cilegon

Pendidikan :-

Pekerjaan :-

Agama : Islam

Suku Bangsa :-

Status Pernikahan :-

Tanggal Pemeriksaan : 15 Juni 2020

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama :

Menurunnya kemampuan mendengar pada telinga kiri.


2. Keluhan Tambahan :
Terkadang disertai dengan bunyi berdengung di telinga kirinya, disertai
dengan rasa pusing dan berputar serta terasa panuh ditelinga.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien laki-laki berusia 43 tahun dating ke poli THT dengan keluhan utama
berupa menurunnya kemampuan mendengar pada telinga kirinya kurang lebih sejak
1 tahun yang lalu. Pada awalnya, pasien hanya kesulitan mendengar apabila lawan
bicaranya berbisik. Namun, keluhan dirasakan pasien berangsur-angsur memburuk,
akhirnya pasien mulai sulit mendengar dengan telinga kirinya. Rasa sakit pada
telinga disangkal. Pasien mengatakan hal ini terkadang disertai dengan bunyi
berdengung di telinga kirinya, yang terkadang disertai dengan rasa pusing dan
terasa penuh ditelinga. Rasa pusing dirasakan biasa saja dan tidak menyebabkan
mual dan muntah. Pasien juga mengaku bahwa dirinya dapat mendengar perkataan
lawan bicaranya dengan lebih baik apabila berada di tengah suasana yang ramai.
Pasien mengatakan, sekitar 3 bulan yang lalu, pasien mengalami kecelakaan motor
dengan posisi jatuh kepala bagian kirinya terlebih dahulu menyentuh tanah. Pasien
mengaku saat terjadinya kejadian tersebut, pasien sadar dan tidak didapatkan darah
yang keluar dari liang telinganya. Namun pasien merasakan seminggu setelah
kejadian tersebut, keluhannya pendengarannya semakin memburuk hingga pasien
hampir tidak dapat mendengar apapun jika pasien menutup telinga kanannya.
Pasien mengatakan bahwa dirinya baru belakangan ini pergi ke dokter untuk
memeriksakan telinganya, pasien sempat berobat ke Rumah Sakit Kota dan
kemudian dirujuk ke RSAM dikarenakan disarankan untuk melakukan pemasangan
alat bantu dengar. Riwayat keluhan penyerta lain seperti keluarnya cairan dari
telinga sebelum keluhan muncul dan riwayat infeksi pada telinga disangkal.

4. Riwayat Penyakit dahulu :


Pasien menyangkal adanya penyakit kronis pada dirinya seperti Hipertensi dan
diabetes mellitus. Riwayat pemakaian obato-batan jangka panjang juga
disangkal.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku ibu pasien juga pernah memiliki masalah dengan pendengarannya
semasa hidupnya

6. Riwayat Sosial Ekonomi dan Pekerjaan

Pasien memiliki riwayat bekerja di bagian pabrik karet PTP bagian packing selama
kurang lebih 30 tahun selama sekitar 7 jam seharinya. Pasien mengaku seringkali
tidak menggunakan APD yang disediakan pabriknya dalam mengerjakan

7. Riwayat Kebiasaan

Pasien mengaku memiliki tidak kebiasaan sering membersihkan telinga dengan


cotton bud.
I. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan)
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Tekanan Darah : 130/80
Nadi : 88/menit,
Frekuensi Nafas : 20x/menit, dispneu (-), stridor (-)
retraksi (-)
Suhu : 36.7 Oc
SpO2 : 99%
Berat Badan : - kg
Tinggi Badan : - cm

STATUS GENERALIS

KEPALA

Normocephal, pertumbuhan rambut normal, rambut berwarna hitam, rambut tidak


mudah rontok.

MATA

Pupil bulat isokordengan diameter 3mm/3mm, konjungtiva anemis (-), sklera


ikterik (-).

LEHER

Inspeksi : Tidak terlihat bengkak, kemerahan ataupun bekas luka

Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

dan deviasi trachea (-)

PULMO
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris pada keadaan statis dan
dinamis kanan kiri. Tidak terlihat luka, kulit kemerahan atau
penonjolan.
Palpasi : Tidak teraba kelainan dan masa pada seluruh lapang paru.

Fremitus taktil dan vokal simetris bilateral.


Perkusi : Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi : Terdengar suara napas dasar vesicular (+/+), suara tambahan
ronkhi -/-, wheezing -/-.

COR
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, gallop (-), murmur (-)

ABDOMEN

Inspeksi : Simetris

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran, shifting dullness (-)

Palpasi : Supel (+), Nyeri tekan Epigastrium (+), tidak teraba


pembesaran lien maupun hepar.
EKSTREMITAS

Akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah kanan kiri

Edema pada ekstremitas bawah kanan dan kiri (-)

STATUS NEUROLOGIS

REFLEK FISIOLOGIS : Tidak dilakukan pemeriksaan

REFLEK PATOLOGIS : Tidak dilakukan pemeriksaan


STATUS LOKALIS

TELINGA
BAGIAN KELAINAN KANAN KIRI
PREAURIKULER Kongenital - -
Radang - -
Tumor - -
Trauma - -
Nyeri tekan - -
Tragus
AURIKULER Kongenital - -
Radang - -
Tumor - -
Trauma - -
RETROAURIKULER Edema - -
Nyeri Tekan - -
Hiperemis - -
Sikatriks - -
Fistula - -
Fluktuasi - -
CANALIS Kongenital - -
AUDITORIUS Kulit - -
EXTERNA Sekret - -
Serumen - -
Edema - -
Jaringan - -
Granulasi - -
Massa
MEMBRAN TIMPANI Warna Putih mengkilat Tampak area
kemerahan
(schwartze sign).
Intak +
Reflek Cahaya +
Gambar

+
+

CAVUM TIMPANI Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

TES PENDENGARAN
TES PENDENGARAN KANAN KIRI
TES RINNE + -
TES WEBBER Lateralisasi ke telinga kiri
TES SWABACH Sama dengan memanjang
pemeriksa
Kesimpulan : Telinga kiri tuli konduktif

HIDUNG
PEMERIKSAAN KELAINAN KANAN KIRI
Keadaan Luar Bentuk dan Ukuran Bentuk normal, Bentuk normal,
hiperemi (-), hiperemi (-),
nyeri tekan (-), nyeri tekan (-),
deformitas (-) deformitas (-)
Rhinoskopi Mukosa Warna merah muda Warna merah muda
Anterior Sekret - -
Krusta - -
Konka Inferior Eutrofi Eutrofi
Septum Deviasi - -
Polip Tumor - -
+ +
Passase Udara
Gambar

Rhinoskopi Mukosa Tidak Dilakukan Pemeriksaan


Posterior Sekret
Choana
Torus Tubarius
Fossa Rossenmuller
Massa/Tumor
Os. Tuba Eusthacius

CAVUM ORIS DAN OROFARING


BAGIAN KETERANGAN
MUKOSA Warna merah muda
LIDAH Normal, Pseudomembran (-)
GIGI GELIGI Gigi Geligi lengkap, Carries (-), Berlubang (-)
UVULA Letak ditengah
PILAR Simetris, Hiperemis, pergerakan palatum (+)
HILATOSIS (-)
TONSIL
• Mukosa Hiperemis (-)
• Besar T1 /T1
• Kripta Melebar (-/-)
• Detritus -/-
• Perlengketan -/-
• Gambar

FARING
• Mukosa Hiperemis (-)
• Granula -
• Post Nasal Drip -
LARING Tidak dilakukan pemeriksaan
• Epiglotis
• Kartilago Arytenoid
• Plika Vestibularis
• Plika Vokalis
• Plika Aryepiglotika
• Rima Glotis
• Trakea
MAXILLOFACIAL
BAGIAN KETERANGAN
MAXILLOFACIAL

• Bentuk Normal

• Parase N. Cranialis Tidak ada


Pemeriksaan pasif :
▪ deformitas (-)

▪ tanda radang (-)

▪ kemencongan pada
wajah (-) / wajah
simetris

▪ nyeri tekan pada


wajah

(-)

Pemeriksaan aktif :
Gerakan aktif mencucu,
menyeringai,
memencongkan mulut,
menaikkan alis dapat
dilakukan, kanan-kiri
simetris
LEHER
BAGIAN KETERANGAN
LEHER

• Bentuk Normal, simetris , defromitas (-). Edema (-), pembesaran


kelenjar tiroid dan KGB (-) Tidak ditemukan massa

• Massa

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan audiogram ditemukan bahwa pasien mengalami tuli konduktif


berat pada telinga kirinya, dan pada gambaran Bone Conduction ditemukan depresi,
pada frekuensi 2000 Hz, hal ini disebut dengan “Carhart Notch

III. RESUME

Tn. X berusia 43 tahun 11egati ke Poli THT X keluhan utama menurunnya kemampuan
mendengar pada telinga kirinya sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya keluhan kesulitan
mendengar terjadi apabila lawan bicaranya berbisik dan kemudian berangsur-angsur
memburuk, sehingga pasien mulai sulit mendengar pembicaraan dengan telinga
kirinya., sekitar 3 bulan yang lalu, pasien mengalami kecelakaan motor dengan posisi
jatuh kepala bagian kirinya terlebih dahulu menyentuh tanah. Pasien mengaku saat
terjadinya kejadian tersebut, pasien sadar dan tidak didapatkan darah yang keluar dari
liang telinganya. Namun setelah seminggu, keluhannya pendengarannya semakin
memburuk hingga pasien hampir tidak dapat mendengar apapun jika pasien menutup
telinga kanannya. Pasien juga mengeluhan dengan bunyi berdengung di telinga kirinya,
disertai dengan rasa pusing dan berputar serta terasa penuh ditelinga. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit apapun. Pasien mengaku ibu pasien juga pernah memiliki masalah dengan
pendengarannya semasa hidupnya

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88x/menit, pernapasan 20x/menit,
suhu 36,7oC. Dari pemeriksaan fisik status lokalis dengan otoskop ditemukan meatus
akustikus eksternus dalam keadaan normal, membrane timpani intak, namun ditemukan
area berwarna pink hingga kemerahan tampak pada 12egative timpani (schwartze sign).
Pada pemeriksaan pendengaran menunjukkan hasil test Rinne 12egative dan pada Test
Weber ditemukan latelarisasi kearah telinga yang mengalami keluhan, telinga kiri.
Hasil swabach memanjang pada telinga kiri. Pada pemeriksaan audiogram ditemukan
bahwa pasien mengalami tuli konduktif berat pada telinga kirinya, dan pada gambaran
Bone Conduction ditemukan depresi, pada frekuensi 2000 Hz, hal ini disebut dengan
“Carhart Notch”.

IV. DIAGNOSIS KERJA


Suspek Otosklerosis Auris Sinistra
Tuli Konduktif
Vertigo
Tinnitus

V. DIAGNOSIS BANDING

-
VI. TATALAKSANA

1. Pada kasus ini, hanya diberikan terapiterapi simtomatis pada pasien, seperti
diberikannya betahistine untuk meringankan gejala vertigo yang dialami
pasien,

2. Pemberian vitamin b12 (Methylcobalamine) untuk meringankan gejala


tinnitus yang dialami pasien.

3. Apabila diagnosis otosklerosis ditegakkan, maka terapi yang diberikan ialah


sodium fluoride, yang berguna untuk mengendalikan aktivitas osteoklas dan
osteoblas tulang.

4. Pemasangan Alat Bantu Dengar (ABD) apabila dikehendaki oleh pasien,


untuk mencegah memburuknya kemampuan mendengar telinga kiri pasien.

VII. PEMERIKSAAN LANJUTAN

Pemeriksaan lanjut untuk ditegakkannya suatu diagnosis pasi


otosclerosis, diperlukan hasil pemeriksaan lanjutan seperti timpanometri dan
CT scan temporal axial untuk mendapatkan gambaran jelas adanya pengapuran
pada tulang pendengaran pasien
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi1

Telinga Luar
Auricular (daun telinga)
Auricular mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi
mengumpilkan getaran udara. Auricular terdiri atas lempeng
tulang rawan elastic tipis yang ditutupi kulit. Auricular mempunyai
otot intrinsic dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh n. facialis.

Meatus acusticus externus


Adalah tabung berkelok yang menghubungkan auricular dengan
membrane timpani. Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari auricular ke
membrane timpani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inci (2,5 cm). Rangka 1/3
bagian luar meatus adalah cartilage elastic dan 2/3 bagian dalam adalah tulang yang dibentuk
oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh kulit dan 1/3 bagian luarnya mempunyai rambut,
kelenjar sebasea dan glandula ceruminosa.
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari nervus auricular temporalis dan
ramus auricularis nervus vagus. Aliran limfe menuju nodi parotidei superfisialis, mastoidei dan
cervicales superfisialis.

Telinga tengah
Adalah ruang berisi udara didalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membrane
mucosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran
membrane timpani ke perilympha telinga dalam. Telinga tengah mempunyai atap, lantai,
dinding anterior, dinding posterior, dinding lateral dan dinding medial.

Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang disebut tegmen timpani yang merupakan bagian
dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan cavum timpani dari meniges dan
lobus temporalis otak di dalam fossa crania media.
Lantai dibentuk oleh lempeng tipis tulang. Lempeng ini memisahkan cavum timpani dari
bulbus superior vena jugularis interna.

Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan cavum
timpani dari arteri carotis interna. Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua
buah saluran. Dibagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum. Dibawah ini terdapat
penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini
dibetuk tendo muskulus stapedius.

Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membrane timpani. Dinding medial dibentuk oleh
dinding lateral telinga dala. Bagian terbesar dari dinding terdapat penonjolan bulat
(promontorium) yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada dibawahnya.
Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum
timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum
timpani. Membrana ini panjang vertikal rata-rata 9-10
mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm,
ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membrana timpani
tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring
yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan
membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal.
Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian
puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo
kemuka bawah tampak refleks cahaya none of ligt).

Ossicula Auditus
a. Malleus
Adalah pendengaran terbesar dan terdiri
dari caput, collum dan processus longum/
manubrium, sebuah processus anterior
dan processus lateralis.
b. Incus
Mempunyai corpus yang besar dan 2 crus
yaitu crus longum, yang berjalan ke
bawah di belakang dan sejajar dengan
manubrium mallei; dan crus breve,
menonjol ke belakang dan dilekatkan
pada dinding posterior cavum timpani oleh sebuah ligamentum.
c. Stapes
Mempunyai caput, collum, 2 lengan dan sebuah basis.
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus
melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.
Tulang-tulang ini mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenestra vestibulii yang
memisahkan telinga tengah dari telinga dalam.
Tuba Auditiva
Terbentang dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan dan medial sampai
nasopharing. 1/3 bagian posterior adalah tulang dan 2/3 bagian anterior adalah cartilage. Tuba
berhubungan dengan nasopharing dengan bejalan melalui pinggir atas M. constrictor pharinges
superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum tympani dngan
nasopharing.

Antrum Mastoideum
Terletak dibelakang cavum tympani di dalam pars petrosa ossis temporalis dan berhubungan
dengan telinga tengah melalui aditus.
 Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi aditus ad antrum.
 Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum.
 Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus.
 Dinding medial berhubungan dengan canalis semisirkularis posterior.
 Dinding superior berhubungan dengan meninges pada fossa crania media dan lobus
temporalis cerebri.
 Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae mastodeae.

Cellulae Mastoideae
Adalah suatu seri rongga yang saling berhubungan di dalam processus mastoideus, yang diatas
berhubungan dengan antrum dan cavum tympani. Rongga ini dilapisi oleh membrane mucosa.
Nervus fasialis
Pada dinding medial telinga tengah membesar membentuk ganglion geniculatum. Cabang-
cabang penting pars intrapetrosa nervus fasialis yaitu nervus petrosus major, saraf ke M.
stapedius dan chorda tympani.
Nervus Tympanicus
Berasal dari nervus glossopharingeus dan berjalan melalui dasar cavum tympani dan pada
permukaan promontorium. Lalu bercabang-cabang membentuk plexus tympanicus
(mempersarafi lapisan cavum tympani dan mempercabangkan nervus petrosus minor).

Telinga Dalam
Berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal, di sisi medial telinga tengah. Telinga tengah
terdiri dari dua bagian:
Labirin tulang (ossea)
Merupakan ruang berliku berisi perilimfe, suatu cairan yang menyerupai cairan serebrospinalis.
Bagian ini melubangi bagian petrosus tulang temporal dan terbagi menjadi tiga bagian:
1. Vestibula
a. Dinding lateral vestibula mengandung fenestra vestibuli dan venestra cochleae, yang
berhubungan dengan telinga tengah.
b. Membran melapisi fenestra untuk mencegah keluarnya cairan perilimfe.

2. Saluran Semisirkularis
a. Menonjol dari bagian posterior vestibula.
b. Saluran semisirkular anterior dan posterior mengarah pada bidang vertikal di setiap sudut
kanannya.
c. Saluran semisirkular lateral terletak horizontal dan pada sudut kanan kedua saluran di
atas.
d. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah
bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya.
e. Skala vestibuli berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.
f. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan skala
media adalah membran basalis.
g. Pada membran basalis terdapat organ corti.
h. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria.
i. Pada membran basal melekat sel rambut dalam, sel rambut luar dan canalis corti yang
membentuk organ corti.

3. Koklea
a. Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
b. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.
c. Koklea mengandung reseptor pendengaran.
Labyrinthus Membranaceus
Terletak didalam labyrinthus osseus dan berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha.
Labyrinthus ini terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat didalam vestibulum osseus; 3
ductus semisirkularis, yang teletak didalam canalis semisirkularis osseus; dan ductus
cochlearis, yang terletak didalam cochlea.
a. Utriculus
Adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada dan dihubungkan tidak
langsung dengan sacculus dn ductus endolymphaticus oleh ductus utriculosaccularis.
b. Sacculus
Berbentuk bulat dan berhubungan dengan uticulus. Ductus endolymphaticus setelah
bergabung dengan ductus utriculosaccularis akan berakhir didalam kantung buntu kecil
yaitu saccus endolymphaticus.
c. Ductus Semisirkularis
Diameternya lebih kecil dari canalisnya. Ketiganya tersusun tegak lurus satu dengan
lainnya.
d. Ductus Cochlearis
Berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan sacculus melalui
ductus reunions.
Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari
a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arteri dan
tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus,
arteri ini bercabang 3 yaitu:
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista
ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan
sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior,
bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral
yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria
vaskularis.

Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi putaran
tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea,
sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis
mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus
dan masuk ke sinus
a. Daun Telinga
 Kerangka terdiri dari tulang rawan elastis dan bentuk tak teratur.
 Perikondrium mengandung banyak serat elastis.
 Kulit yang menutupi tulang rawan tipis.
 Jaringan subkutan tipis.
 Didalam kulit terdapat rambut halus, kelenjar sebasea, kelenjar keringat sedikit dan
jaringan lemak pada lobules auricular.

b. Meatus Acusticus Externus


 Berupa berupa saluran ± 25 cm, arah medioinferior.
 Bagian luar kerangka dinding terdiri dari tulang rawan elastin.
 Bagian dalam berkerangka os temporal.
 Dilapisi kulit tipis, tanpa subkutis dan berhubungan erat dengan perichondrium/
periosteum yang ada dibawahnya.

c. Membran Tympani
 Bentuk oval, semi transparan.
 Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung:
a. Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen tersusun radial.
b. Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen tersusun sirkular.
 Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer.
 Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
 Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia
yang tipis.

d. Cavum Tympani
 Berisi udara
 Posterior, berhubungan dengan ruang-ruang dalam processus mastoideus.
 Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani.
 Lateral, dibatasi oleh membrane tympani.
 Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang.
 Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi mucosa yang
terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis.
 Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari selapis cuboid/
silindris dengan silia.

e. Tuba Faringotympani
 Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical.
 Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris dengan silis dan
lamina propia tipis.
 Sepanjang mucosa terdapat limfosit.

f. Telinga Dalam/ Labyrinth


 Labyrinth ossea, didalam os petrosum.
 Labyrinth membranosa, didalam labyrinth ossea.
 Utriculus, sacculus dan ductus semisirkularis dilapisi epitel selapis gepeng.
 Macula dan crista: penebalan jaringan perilimfatik yang dilapisi epitel yang terdiri dari
dua macam yaitu sel rambut (silindris) dan sel penyokong (silindris).
 Jaringan penyambung terutama terdiri dari sel-sel berbentuk bintang dengan cabang-
cabang sitoplasma halus.
1.2 Definisi
Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami
spongiosis di daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan
getaran suara ke labirin dengan baik.2

1.3 Epidemiologi
Otosclerosis mempengaruhi 10% populasi kulit putih. Frekuensi, dianggap menurun
setelah vaksinasi campak. Otosklerosis diwariskan dalam pola autosom dominan dengan
penetrasi tidak lengkap. Wanita 2 kali lebih mungkin terserang penyakit daripada pria.
Otosklerosis umumnya terbatas pada populasi kulit putih. 2

1.4 Etiologi
Penyebab pasti otosklerosis tidak diketahui. RNA virus dikaitkan dengan kejadian
penyait otosklerosis. Infeksi virus campak dapat mengaktifkan gen yang bertanggung jawab
atas otosklerosis. 2
Penyebab otosklerosis belum diketahui pasti tetapi ada kemungkinan beberapa faktor
dibawah ini :
1) Berdasarkan Anatomi : tulang labirin terbuat dari enchondral dimana terjado sedikit
perubahan selama kehidupan, tapi terkadang pada tulang pada tulang keras ini terdapat pada
area kartilago yang oleh karena faktor non spesifik tertentu diaktifkan untuk membentuk tulang
spongios baru. Salah satu area tersebut adalah fissula ante fenestram yang berada di depan oval
window yang merupakan predileksi untuk otospongiosis tipe stapedium.
2) Herediter : sekitar 50% otosklerosis memiliki riwayat keluarga.
3) Ras : kulit putih lebih banyak dari pada kulit hitam
4) Jenis kelamin : perempuan dua kali lebih banyak dari pada laki-laki
5) Usia : ketulian biasanya diawali pada usia 20 sampai 30 tahun dan jarang sebelum usia 10
tahun dan sesudah 40 tahun.
6) Faktor lain seperti kehamilan, menopause, kecelakaan, setelah operasi besar

1.5 Patofisiologi
Perbedaan paling mendasar otosklerosis dengan kapsul tulang normal terletak pada
mikrostruktur matriks tulang. Pada keadaan normal kapsul tampak berbentuk lamellar atau
memberi gambaran mosaik, pada otosklerosis tampak seperti anyaman spongious serupa
dengan yang terlihat pada tulang dalam masa penyembuhan atau kallus.1
Fokus otosklerotik dapat terjadi pada setiap bagian kapsul labirin, paling sering (80-
90%) terletak pada anterior kaki stapes pada daerah fistula ante fenestram. Setengah dari kasus
adalah otosklerosis dengan satu fokus selebihnya berupa otosklerosis dengan dua atau lebih
fokus. 2
Fokus otosklerosis berupa suatu daerah pembentukan tulang baru (menjadi spongious)
dengan batas iregular disertai peningkatan vaskularisasi pada tulang kapsul labirin yang padat.
Batas antara fokus lesi dengan tulang yang pada dapat dibedakan dengan jelas, tepi iregular
dan dikelilingi oleh peningkatan vaskularisasi disekitar tulang kapsuler normal. Dengan
pemeriksaan hematoxylineosin batas ini akan tampak sebagai blue staining bone, dikenal
sebagai blue mantles yang spesifik untuk suatu otosklerosis. 2
Tahap perkembangan dan progresifitas lesi otosklerotik adalah1
a. Pada awalnya terjadi destruksi tulang enkondral, fase lisis ini mungkin disebabkan oleh
enzim lysosimal hidrolase dan aktifitas osteoklasik.
b. Pembentukan deposit, mukopolisakarida dan osteosit dalam struktur kolagen fibroblastic
tulang sehingga terbentuk tulang basofilik yang immature (mengandung sedikit fibrin).
c. Proses remodelling ini terus berulang sehingga pada akhirnya terbentuk tulang asidofilik
(lebih banyak mengandung fibril) dengan sedikit sementum).
d. Terbentuk tulang asidofilik dengan kandungan mineral struktur matriks tulang yang tinggi,
dan bentuk yang iregular akibat proses resapan berulang dan disertai deposit lemak dan sum-
sum tulang.

1.6 Manifestasi Klinis


Penyakit otosklerosis mempunyai gejala klinis sebagai berikut: 2
1. Penurunan pendengaran
Gejala ini timbul dan biasanya dimulai usia 20-an, tidak terasa sakit dan progresif
dengan onset yang lambat. Biasanya tipe konduktif dan bilateral.

2. Paracusis willisi
Seorang pasien otosklerosik mendengar lebih baik di keramaian dari pada lingkungan
sepi. Hal ini disebabkan oleh karena orang normal akan meningkatakan suara di
lingkungan yang ramai.
3. Tinitus seringkali dijumpai pada koklear otosklerosis dan lesi yang aktif
4. Vertigo merupakan gejala yang tidak lazim

1.7 Diagnosis2
Anamnesis
1. Gangguan pendengaran
2. Tinnitus
3. Paracusis Willisii (pendengarannya lebih baik di lingkungan bising daripada tempat
yang sunyi
4. Riwayat keluarga dengan ketulian yang terjadi pada usia dewasa muda atau usia
menengah.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan ditemukan membrana timpani yang normal. Kadang- kadang tampak
promontorium agak merah jambu, terutama bila membran timpaninya transparan. Gambaran
tersebut disebut tanda Schwartze yang menandakan adanya fokus otosklerosis yang sangat
vaskuler. Audiogram nada murni menunjukkan tuli konduktif yang derajatnya bervariasi.
Mula-mula terjadi tuli konduktif nada rendah sebagai akibat kakunya ligamentum anulare.

Pemeriksaan Penunjang2
a) Tes garpu tala Tes
- Tes Rinne biasanya negatif
- Tes Swabach normal atau hantaran tulang memanjang
- Tes weber biasanya lateralisasi ke arah telinga yang mengalami obstruksi
b) Radiologi Akhir-akhir ini dengan tehnik tomografi yang maju, fokus otosklerosis
sudah dapat dilihat secara radiologi. Tehnik ini berguna sekali untuk kasus-kasus
dengan gejala yang tidak jelas, misalnya pada kasus vertigo yang timbul bersama-
sama dengan ketulian ringan akibat otosklerosis atau pada kasus berat dengan nilai
tuli konduktifnya tidak terukur lagi.

c) Pemeriksaan pure tone audiometri (PTA)


Pemeriksaan audiometri menunjukkan tipikal tuli konduktif ringan sampai sedang
yang menunjukkan adanya penurunan hantaran udara pada frekuensi rendah.
Hantaran tulang normal. Air-bone gap lebih lebar pada frekuensi rendah. Dalam
beberapa kasus tampak adanya cekungan pada kurva hantaran tulang. Hal ini
berlainan pada frekuensi yang berbeda namun maksimal pada 2000 Hz yang disebut
dengan Carhart’s notch (5 dB pada 500 Hz, 10 dB pada 1000 Hz, 15 dB pada 2000
Hz dan 5 dB pada 4000 Hz) pada otosklerosis dapat dijumpai Carhart’s notch.

d) Timpanogram
Timpanogram kelihatan seperti tipe A (normal), dimana puncak berada atau dekat
titik 0 daPa, tapi dengan ketinggian puncak yang secara signifikan berkurang. Huruf
s di belakang A berarti stif ness atau shallowness.

1.7. Diagnosis Banding2


Otosklerosis terkadang sulit untuk dibedakan dengan penyakit lain yang mengenai
rangkaian tulang-tulang pendengaran atau mobilitas membran timpani.
 Fiksasi inkus dan maleus, menyebabkan gangguan konduktif yang serupa dan dapat
terjadi pada konjugasi dari fiksasi stapes. Inspeksi menyeluruh terhadap seluruh tulang
adalah penting dalam operasi stapes untuk menghindari adanya lesi yang terlewatkan
seperti itu.
 Congenital fixation of stapes, dapat terjadi karena abnormalitas dari telinga tengah dan
harus dipertimbangkan pada kasus gangguan pendengaran yang stabil semenjak kecil.
Congenital fixation stapes dapat pula terjadi pada persambungan dengan abnormalitas,
membran timpani yang kecil, partial meatal atresia atau manubrium yang memendek.
 Middle ear ef usion, dengan otoskop dapat menyerupai otosklerosis, tetapi
timpanometri dapat mengindikasi adanya cairan di telinga tengah.
 Timpanosklerosis, dapat menimpa satu atau lebih tulang pendengaran. Gangguan
konduktif mungkin sama dengan yang terlihat pada otosklerosis. Adanya riwayat infeksi,
penemuan yang diasosiasikan dengan myringosklerosis dan penurunan pendengaran yang
stabil dibanding progresif adalah t
imperfecta (van der Hoeve – de Kleyn Syndrome), adalah kondisi autosomal dominan
dimana terdapat defek dari aktivitas osteoblast yang menghasilkan tulang yang rapuh dan
bersklera biru. Sebagai tambahan, terdapat fraktur tulang multiple dan sekitar setengah
dari pasien ini memiliki fiksasi stapes. Respon jangka pendek dari operasi stapes pada
pasien ini sama dengan yang terlihat pada otosklerosis. Tetapi progresif sensorineural
hearing loss post operasi lebih sering terjadi.

1.8. Tatalaksana
Ada 4 pilihan terapi, yaitu :
1. Tidak dilakukan apa-apa Pada penderita yang mempunyai tes pendengaran yang
kembali membaik dalam jangka waktu setahun.
2. Alat bantu dengar Alat bantu ini efektif untuk tuli konduktif. Alat bantu dengar ini
sebaiknya digunakan segera setelah berkurangnya fungsi pendengaran terdeteksi. Alat bantu
ini pada pasien otosklerosis digunakan sebagai alternatif terapi dari terapi pembedahan
otosklerosis.
3. Terapi medikamentosa Saat ini penggunaan preparat sodium flourida sebagai terapi
medis dapat dipertimbangkan meski belum sepenuhnya dapat diterima dan dijamin
keefektifitasnya. Dosis penggunaannya adalah tiga kali dalam sehari, setelah dua tahun terapi,
dosis flourida dikurangi dari tiga kali sehari menjadi satu kali dalam sehari.
4. Terapi pembedahan 2
Pendekatan manajemen bedah otosklerosis meliputi
1. stapedektomi total,
2. stapedektomi parsial, dan
3. stapedotomi.
Prosedur stapedektomi yang memberikan hasil yang memuaskan, sehingga fungsi
pendengaran kembali membaik setelah dilakukan pembedahan. Sedangkan pada tuli
sensorineural dan keluhan vertigo belum dapat diperbaiki dengan prosedur ini
Penyebab lain gangguan pendengaran konduktif (misalnya trauma, infeksi) harus
dipertimbangkan sebelum prosesi ke operasi stapes. Indikasi untuk manajemen bedah
otosklerosis termasuk gangguan pendengaran konduktif dengan celah udara-tulang lebih besar
dari 20 dB. Pasien harus memiliki kemampuan untuk mentoleransi prosedur dalam posisi
terlentang.2

1.9. Prognosis
Berdasarkan data statistik terbaru disebutkan bahwa pendengaran kembali membaik
pada 90% kasus yang telah mengalami pembedahan, 8% tidak mengalami perbaikan sedikitpun
dan 2% diantaranya mengalami tuli total (sensorineural hearing loss). 2
Gangguan pendengaran konduktif dapat terjadi setelah operasi stapes/stapedotomy dan
memiki banyak penyebab. Penyebab yang paling mungkin adalah migrasi keluar protesa dari
fiksasi stapedotomy dan selanjutnya terhadap sisa kaki stapes atau margin kapsul otic. Hal ini
dianggap karena kontraksi kolagen dalam neomembrane yang di buat antara prostesis/protesa
dan membran labirin, yang mengangkat keluar prostesis dari fenestrasi jendela oval.hal ini
dapat menyebabkan erosi lengkap atau sebagian dari inkus karena getaran dari inkus terhadap
prostesis. Begitu pula, erosi inkus dapat terjadi sebagai akibat dari kompromi vaskular tulang
karena prostesis mengalami overcrimped. Penyebab lainnya termasuk fiksasi maleus atau inkus
atau dislokasi inkus.2
1.10 Komplikasi2

1. Tinnitus mungkin lebih jelas pasca operasi, terutama jika pendengaran


memburuk setelah operasi.
2. Palsy saraf wajah adalah komplikasi yang menghancurkan, dan untungnya
jarang terjadi. Dalam serangkaian 700
3. Perforasi pasca operasi atau persisten dapat dikelola dengan cara biasa.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Cui, Dongmei. 2011. Atlas of Histology with Functional and Clinical Correlations.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
2. Jack A Shohet, 2019. Otosclerosis Treatment dan Management. Medscape. diakses
pada tanggal 15 Juni 2020 di https://emedicine.medscape.com/article/859760-
treatment#d17

Anda mungkin juga menyukai