Anda di halaman 1dari 46

SKENARIO.

Perut Kembung
Seorang pria, 40 tahun, datang ke dokter dengan keluhan perut kembung disertai dengan
muntah, nyeri perut, tidak bisa buang angin dan tidak bisa buang air besar sejak 1 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik terlihat distensi abdomen, pemeriksaan colok dubur didapatkan tinus
sphincter ani baik, ampula kolaps, serta tidak ditemukan feses, lendir dan darah. Untuk
memastikan diagnosis dilakukan pemeriksaan radiologi foto polos abdomen dan BNO 3 posisi.
Kemudian dokter merencanakan untuk melakukan tindakan operasi. Pasien bersedia dilakukan
tindakan operasi karena tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

1
KATA SULIT.

1. Ampula kolaps = kolaps atau seperti menganga pada bagian ampula pada rectum

2. Tonus sphincter ani = kekuatan kontraksi musculus sphincter ani.

3. Distensi abdomen = peregangan pada daerah abdomen karena adanya akumulasi gas dana tau
cairan.

4. BNO 3 posisi = prosedur pemeriksaan radiologi pada daerah abdomen yang dilakukan
dengan 3 posisi pemotretan (abdomen apsupine t, erect abdomen, left laterale cubitus).

5. Foto polos abdomen = foto di daerah abdomen untuk melihat daerah gastrointestinal dan
tractus urinarius.

2
PERTANYAAN.

1. Mengapa terjadi distensi pada abdomen pada pasien ?


2. Mengapa bisa terjadi kembung disertai muntah pada pasien ?
3. Mengapa pasien tidak dapat buang angin serta tidak bisa BAB ?
4. Mengapa pada pasien terdapat ampula kolaps ?
5. Mengapa dokter menyarankan dilakukannya tindakan operasi pada kasus ini ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang lain selain foto polos dan BNO 3 posisi ?
7. Kenapa tidak ditemukannya feses pada pemeriksaan colok dubur ?
8. Bagaimana pandangan Islam terhadap tindakan operasi ?
9. Tindakan operasi seperti apa yang dapat dilakukan ?
10. Tatalaksana apa saja yang dapat dilakukan selain operasi ?

JAWABAN.

1. - Karena adanya penumpukan feses pada usus,


- Karena adanya penumpukan gas pada usus.
2. Terjadi obstruksi pada usus → peningkatan tekanan intralumen → gangguan penyerapan air
& natrium → air tertahan & menumpuk dalam usus → pasien muntah.
3. - Karena adanya obstruksi dalam usus (ileus obstruksi),
- Karena pengaruh obat-obat yang sedang atau pernah dikonsumsi.
4. – Karena terdapat sumbatan sehingga darah yang seharusnya mengalir ke daerah tersebut
tidak lancer.
- Karena ampulla jarang terpakai akibat penyumbatan namun rasa ingin defekasi tetap ada
sehingga reflek untuk ingin mengejan terus-menerus berharap feses dapat keluar, num tidak
bisa keluar karena adanya obstruksi.
5. Pasien harus dengan cepat dibantu untuk pengeluaran sisa metabolismenya, karena untuk
membantu penyerapan air dan nutrisi serta untuk mengatasi manifestasinya.
6. Kolonoskopi.
7. Karena terjadi penyumbatan usus yang mengganggu aliran feses.
8. Dalam islam operasi diperbolehkan, jika memang itu merupakan darurat.
9. Tergantung pada etiologi (misalnya : hernia = reposisi usus, batu atau massa = pada usus =
by pass).
10. Pemasangan NGT, rehidrasi (untuk koreksi cairan elektrolit), pemberian antibiotik, anti
mual muntah, dan pemasangan kateter.

3
HIPOTESIS.

Penyumbatan pada usus disebabkan oleh berbagai macam hal, diantaranya : adanya
massa, hernia, batu, dan lain sebagainya. Hal ini dapat menyebabkan penumpukkan feses
pada usus sehingga timbul beberapa manifestasi (contohnya : distensi abdomen, mual,
muntah, tidak bisa BAB, perut terasa kembung, dan tidak bisa buang angin). Pada kasus ini
harus dilakukan tindakan segera, misalnya : operasi by pass, reposisi hernia, dan tergantung
dengan etiologi kasus pada kasus ini. Menurut pandangan Islam mengenai operasi pada kasus
ini merupakan sunnatullah.

4
SASARAN BELAJAR.
I. Memahami & Menjelaskan Sistem Pencernaan Bawah (Usus-Rektum).
I.1. Makroskipik.
I.2. Mikroskopik.
I.3. Fisiologi.

II. Memahami & Menjelaskan Ileus.


II.1. Definisi.
II.2. Etiologi.
II.3. Epidemiologi.
II.4. Klasifikasi.
II.5. Patofisiologi.
II.6. Manifestasi Klinis.
II.7. Diagnosis & Diagnosis Banding.
II.8. Tatalaksana.
II.9. Pencegahan.
II.10. Komplikasi
II.11. Prognosis.

III. Memahami & Menjelaskan Pemeriksaan Colok Dubur.

IV. Memahami & Menjelaskan Tatalaksana Secara Operasi.

V. Memahami & Menjelaskan Pandangan Islam Tentang Operasi.

5
SASARAN BELAJAR.

I. Memahami & Menjelaskan Sistem Pencernaan Bawah (Usus-Rektum).


I.1. Makroskipik.
USUS HALUS
A. DUODENUM
 Panjangnya 12 jari ataun 25 cm, melengkung seperti huruf C
 Dibagi menjadi 3 bagian :
- Pars superior duodeni
- Pars descendens duodeni
- Pars inferior duodeni, dapat dibedakan : pars horizontalis & ascendens
 Lengkung antara pars superior dan descendens duodeni disebut flaxura duodeni
superior
 Lengkung antara pars descendens dan inferior duodenia disebut flexurs duodeni
inferior
 Permulaan duodenum yang melebar disebut bulbus duodeni
 Akhir duodenum disebut flexura duodenojejunalis
 Pada duodenum akan bermuara :
- Ductus pancreaticus accessories/minor (Santorini, tidak selalu ada) dan
letaknya lebih ke oral. Bagiannya yang menonjol disebut papilla duodeni
minor
- Ductus pancreaticus major (Wirsungi) serta ductus choledochus letaknya lebih
ke anal. Bagiannya yang menonjol disebut papilla duodeni major
- Papilla yang meluas ke cranial sebagai plica longitudinalis duodeni
- Di dalam dinding papilla duodeni major terdapat suatu rongga disebut ampulla
yang dindingnya terdapat suatu otot yaotu m.sphincter Oddi, yang melingkar.
Bila berkontraksi dapat menutup muara bersama dutus tersebut.

B. JEJUNUM DAN ILEUM


 Terletak pada region umbilikalis
 2/3 proximal usus halus merupakan jejunum, 3/5 distal merupakan ileum.
 Diameter jejunum cenderung lebih besar daripada ileum
 Mesentrium jejunum cenderung lebih tebal daripada ileum
 Ciri ileum :
- arcade lebih banyak tingkatnya,
- vasa recta lebih banyak,
- plica sirkulares lebih jarang, dan
- ukuran lebih kecil

6
 Ciri Jejunum :
- Arcade lebih sedikit tingkatannya
- Vasa cecta lebih banyak
- Plica sirkulares lebih padat
- Ukuran lebih besar
 Arteriae : berasal dari cabang A.mesentrica superior, cabang-cabangnya
membentuk anyaman yaitu arcade jejunalis dan ilei
 A.ileocolica menuju bagian bawah ileum
 Vena : senama dengan arterinya
 Inervasi : simpatis dan parasimpatis berasal dari NX dari plexus mesentericus
superior

USUS BESAR (COLON)


Dapat dibagi menjadi :
 Colon ascenden: sebelah kanan, naik dari caudal ke cranial, dimulai dari caecum
(usus buntu). Pada ujung caecum bermuara bangunan kecil berupa pipa menyerupai
cacing disebut processus (appendix) vermiformis
 Colon transversum: berjalan dari kanan ke kiri. menyilang abdomen di regio
umbilicalis dari flexura coli dextra sampai flexura coli sinistra. Colon transversum
membentuk lengkungan berbentuk huruf “U”. Pada saat colon transversum mencapai
lien akan melengkung ke bawah membentuk flexura coli sinistra untuk menjadi colon
descendens.
 Colon descenden: berjalan dari cranial ke caudal, taenia libera terletak di ventra,
taenia omentalis di lateral, dan taenia mesocolica di medial. Terbentang dari flexura
coli sinistra sampai apertura pelvis superior. Colon descendens menempati kuadran
kiri atas dan bawah. Colon descendens diperdarahi oleh arteri dan vena mesenterica
inferior dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis nervi splanchnici pelvici
melalui plexus mesenterica inferior.
 Colon sigmoideum: berbentuk seperti huruf S. Mulai dari apertura pelvis superior
dan merupaka lanjutan colon descendens. Colon ini tergantung ke bawah ke dalam
cavitas pelvis dalam bentuk sebuah lengkung. Colon sigmoideum beralih ke rectum di
depan os sacrum. Diperdarahi oleh cabang dari arteri mesenterica inferior dan disarafi
oleh saraf simpatis dan parasimpatis dari plexus hypogastricus inferior.
 pada kolon terdapat taenia :

7
- taenia mesocolica : perlekatan alat penggantung dibelakang
- taenia omentalis : perlekatan omentum majus di depan
- taenia libera : dinding kaudal tidak ada alat yang melekat
 taenia ini, berkas stratum longitudinal karen alebih pendek dari stratum circulare,
mengakibatkan stratum circulare berlipat-lipat. Lipatan keluar disebut haustra dan
lipatan ke dalam disebut plica semilunaris
 lekuk diantara haustra disebut incisura.
 Pada colon ascendens, taenia libera terletak ventral , taenia omentalis terletak lateral
dan taenia mesocolica terletak medial
 Colon descendens berjalan dari cranial ke caudal. Taenia libera terletak di ventral,
taenia omentalis di lateral dan taenia mesocolica di medial

CAECUM
- Pada region ileaca dextra
- Dibagian bawah terdapat juncture ileocolica tempat bermuaranya ileum
- Panjang sekitar 6 meter
- Dilengkapi valvula ileocolica yang terdiri dari labium superius dan inferius.
Kedua labium dibentuk oleh lipatan stratum circular eke ventral dan dorsal bersatu
membentuk frenulum.
- Disebelah oral lipatan, stratum circulare menebal dan membentuk suatu sfingter
yang mengatur masuknya isi usus ke dalam colon
- Terdapat appendix vermiformis, yaitu :
o Bentuk seperti cacing dengan panjang 8-13cm
o Ada beberapa tipe :
 Post caecalis : dibelakang caecum
 Descending atau pelvic type : dibewah ileum terminalis
 Subcaecalis : dibawah caecum
 Ante ilei : di depan ileum terminalis
 Post ilei : di belakang ileum terminalis
o Terletak di region iliaca dextra
o Mempunyai penutup peritoneum yang lengkap pada bagian bawah
mensenterium usus halus, disebut dengan mesoappendix
o Pada orang hidup dapat ditemukan 2 tipe :
 Mobile type : bisa berubah-ubah dapat ditemukan semua tipe
 Fixed type : tetap dapat ditemukan bila ujung appendix pada peritoneum
dan type retrocaecal
o Cara pemeriksaan appendix vermiformis, yaitu dengan cara menarik garis
antara umbilicus dengan SIAS dextra kemudian dibagi tiga. Titik sepertiga
lateral adalah letak appendix disebut dengan titik Mc.Burney.

8
RECTUM
Menempati bagian posterior cavitas pelvis superior dan merupakan lanjutan colon
sigmoideum dan berjalan ke bawah turun di depan os sacrum, meninggalkan pelvis dengan
menembus diaphragma pelvis. Melanjutkan diri sebagai canalis analis di dalam perineum.

PERDARAHAN
ARTERI
Aorta abdominalis bercabang menjadi :
1. A.coeliaca
a. A. gastric sinistra
b. A.lienalis
c. A. hepatica communis
- A. hepatica propria
- A. gastric dextra
- A. gastroduodenalis :
 A. gastroduodenalis dextra
 A. pancreaticoduodenalis superior (memperdarahi duodenum superior dan
caput pancreas bagian atas)

9
2. A. mesenterica superior
a. A. colica media (ke cranial di sebelah ventral pancreas masuk ke dalam
mesocolon transversum 2/3 proximal menuju ke colon transversum dan
memperdarahinya
b. A. pancreaticoduodenalis inferior (memperdarahi pancreas dan duodenum)
c. A. colica dextra (member cabang-cabang ke colon ascendens)
d. Aa. Jejenalis (masuk ked alma mesenterium member cabang-cabang ke jejunum,
jumlah 12-15, setiap arteri akan membelah menjadi dua dan bersatu dengan arteri
yang berdekatan membentuk arcade, kemudia bercabang lagi dan bersatu
membentuk arcade 2,3,4)
e. A. ileocolica (pergi ke kanan caudal member cabang ke colon ascendens dan
ileum)
- Ramus superior (beranastomosis dengan A.colica dextra)
- Ramus inferior :
 A. caecalis anterior
 A. caecalis posterior, bercabang lagi menjadi A. appendicularis
3. A. renalis
4. A. mesenterica inferior
a. A. colica sinistra (pergi ke kiri dan member cabang-cabang ke ramus ascendens :
1/3 distal colon transversum, flexura coli sinistra, ramus descendens
memperdarahi bagian atas colon descendens)
b. A. sigmoidea (member cabang-cabang ke colon descendens bagian bawah dan
colon sigmoideum)
c. A. hemorrhoidalis superior (rectalis superior) (memberi cabang-cabang ke dorsal
rectum dan anus)
Cabang-cabang a. colica media, a. colica dextra, aa. Jejenalis, aa.ileae, a. colica
sinistra dan a. sigmoidea berhubungan satu sama lain menjadi A.marginalis
(Drummon), sehingga terjadi lengkung-lengkung disebut arcades

VENA
1) V. mesenterica inferior
2) V. mesenterica superior : menerima darah balik dari :
- V. ileocolica
- Vv. Jejenalis
- Vv. Pancreaticoduodenalis (bersatu dulu dengan v. gastroepiploica dextra  ke v.
mesenterica superior)
- V. gastroepiploica dextra
- Vv. Ileae
- V. colica dextra
- V. colica media
3) V. lienalis (bersatu dengan v. mesenterica superior menjadi V.portae)

PERSARAFAN
Oleh saraf otonom, yaitu :
a. Simpatis
 Dikenal sepasang n.Splachnicus major dan minor dextra dan sinistra. Melewati
crus media dan intermedia pars lumbalis diafragmatica yang berpangkal di truncus
coeliacus
 Serabut postganglionnya mengikuti a.mesenterica superior serta cabang-
cabangnya dan dari chorda posterior membentuk plexus mesentericus superior

10
 Plexus mesentericus inferior di bentuk oleh neurit-neurit sel-sel yang ada di dalam
ganglion mesentericum inferius serta serabut-serabut rr.Visceralis plexus pudenda
 Sifat simpatis efferent yang membawa impuls yang menyebabkan penghambatan
sekresi kelenjar, vasokonstriksi pembuluh darah, relaksasi pada otot-otot dinding
vesica felea, ventriculus dan usus.
b. Parasimpatis
 N. vagus (X) sinistra
 N.Vagus (X) dextra
- Menembus diafragma di belakang esophagus (chorda posterior)
- Menuju langsung ke pangkal truncus coeliacus dan plexus coeliacus untuk
menginervasi : intestinum tenue dan crassum, gaster, 2/3 colon
transversum, lien, pancreas, hepar
- 1/3 lateral colon transversum, colon desendens, colon sigmoid diinervasi
oleh sacral 2,3,4 (pusat parasimpatis)

I.2. Mikroskopik.
USUS HALUS
- Sepanjang 6 – 8 M, dari sphincter pyloricum sampai ke ileo-coecal valve usus besar
- Kontak lama dengan makanan, terjadi proses pencernaan dan resorbsi
- Dinding terdiri dari 4 lapisan, sesuai pola saluran cerna
- Usus halus halus relatif panjang rata-rata 5 m
- Terdiri dari 3 segmen :
1. Duodenum
2. Jejunum
3. Ileum
- Usus halus berfungsi:
a. Mengangkut bahan makanan (chyme) dari lambung ke usus besar
b. Menyelesaikan pencernaan dengan sekret enzim yang berasal dari dinding dan
kelenjar pelengkapnya
c. Menyerap hasil akhir pencernaan ke dalam pembuluh darah dan limf pada
dindingnya
d. Mensekresi hormon-hormon tertentu.

Tunica Mucosa
- Bangunan – bangunan khusus pada mukosa
 Plika sirkularis kerckringi
 Merupakan lipatan permanen yang berjalan spiral atau melingkar terdiri
atas seluruh tebal mukosa dengan submukosa di bagian tengahnya.
 Tiap lipatan dapat melingkari 2/3 atau lebih lumen usus, tetapi jarang
melingkari seluruh lumen usus.
 Berkembang secara maksimal pada akhir duodenum dan pada bagian
proksimal jejunum, setelah itu berkurang dan menghilang pada setengah
bagian distal ileum.

 Vilus dan Kriptus Lieberkuhn

11
 Vilus, merupakan tonjolankecil mirip jari atau daun pada membran
mukosa
 Panjangnya 0,5 – 1,5 mm da hanya terdapat pada usus kecil
 Kontraksi sel-sel otot polos di tengah vili menyebabkan vili dapat
mengkerut dan memendek, jadi membantu aliran limf.
 Pada umumnya vili memendek bila usus mengembang.
 Kriptus Lieberkuhn, bangunan-bangunan berbentuk tabung bermuara di
antara dasar vili.
 Susunan kriptus tidak serapat kelenjar-kelenjar lambung, ruang-ruang di
antaranya terisi oleh jaringan ikat lamina propria.

Villus intestinal

Kriptus lieberkuhn

12
 Mikrovili
 Masing-masing mikrovili diliputi oleh membran plasma, yang lapisan
luarnya dilengkapi dengan jala filamen halus yang memberi gambaran
“kabur”.
 Selubung filamen ini mengisi ruang –ruang antar mikrovili dan ujung-
ujungnya , membentuk suatu lapisan permukaan yang tidak terputus-
putus, mengandung glikoprotein, dan tahan terhadap bahan proteolitik dan
mukolitik.

- Epitel mukosa usus merupakan epitel silindris, tetapi berbeda dengan epitel
permukaan lambung, oleh karena terdapat lebih dari satu jenis sel.
 Sel silindris ( sel absorptif)
o Terletak di atas lamina basal
o Intinya lonjong dan terletak di bagian basal sel
o Tiap sel mempunyai batas yang bergaris (“striated border”) atau
berbentuk sikat (“brush border”) yang terdiri atas mikrovili berjajar
dan berhimpitan.
o Lapisan glikoprotein dibentuk oleh sel-sel silindris dan mengandung
enzim-enzi, pencernaan seperti disakarida dan dipeptidase yang
memecah gula dan peptida

13
o Sel silindris juga membentuk enzim fosfatase alkali dan enterokinase
yang terdapat pada lapisan permukaan.
 Sel goblet
o Tersebar di antara sel-sel silindris
o Jumlahnya bertambah dari duodenum sampai ujung ileum.
o Pada umumnya dasar sel ramping berwarna gelap dan berisi inti.
o Puncaknya mengembung berbentuk khusus karena kumparan butir-
butir sekret mukus.
o Seperti sel silindris, sel goblet bermigrasi dari kriptus ke vilus
o Kemudian semakin banyak butir sekret yang ditimbun, bentuk selnya
makin menyerupai piala, dan dilepaskan diujung vilus.
 Sel enteroendokrin
o Mengeluarkan peptida pengatur aktif yang berhubungan dengan
sekresi lambung, motilitas intestinal, sekresi pankreas, dan kontraksi
kandung empedu.
o Tersebar diantara sel-sel absortif dan sel goblet:
 Sel gastrinintestinal Þpada vili dan kriptus
 Sel penghasil somastatin (sel D) Þ sepanjang usus halus
 Sel penghasil cholecystokinine (sel I) Þ crypti duodenum dan
jejunum
 Sel penghasil enteroglucagon/glycentine (sel L) Þ pada
mucosa jejunum dan ileum
 Sel enterochromaffin sel EC1) Þ sepanjang mukosa usus
halus , penghasil serotonin dan substan P
 Sel KÞ paling sering terlihat pada crypti duodenum dan
jejunum, mengahsilkan gastric inhibitory peptide.

 Sel paneth
o Ditemukan hanya pada dasar cryptus usus halus
o Berbentuk piramid dengan dasar lebar dan puncak sempit
o Sel paneth menghasilkan lisozim suatu enzim yang mencerna dinding
sel bakteri tertentu , dan agaknya berkemampuan memfagositosis
bakteri tertentu.
o Walaupun fungsinya belum diketahui dengan pasti, ia mungkin
mengatur flora mikrobial usus.
o Sel paneth dewasa mengandung banyak granula dan terletak di dasar
kriptus
o Sel yang kurang dewasa terletak agak tinggi pada kriptus
o Pergantian sel paneth lebih lambat (30-40 hari) dibanding dengan sel
silindris atau sel goble

- Lamina propria
 terdapat diantara kelenjar intestinal dan di tengah
vilus.

14
 Digambarkan sebagai jaringan ikat longgar yang menjurus ke arah limfoid.
 Di dalam jala serat retikulin terdapat sel retikular primitif denga inti besar,
lonjong, dan pucat, limfosit, makrofag dan sel plasma.
 Terdapat pula sejumlah besar folikel solietr atau noduli limfatisi yang
menyendiri, jumlahnya semakin banyak pada bagian distal usus.
 Membentuk agregrat besar terdiri dari 20 atau lebih lympho nodulus disebut
plaque payeri.
 Dari sudut pandang imunologik, lamina propria adalah penting dengan sel
limfosit dan makrofag sebagai sawar antara tubuh dan antigen,
mikroorganisme dan bahan asing lainnya yang selalu ada di dalam lumen usus.

Gambar: ileum

plaque peyeri

Tunica Submukosa
- Kelenjar submukosa duodenum (Brunner) terdiri atas sel kubis tinggi dengan inti
gelap, gepeng, terletak di basal sel dan sitoplasmanya jernih bervakuola.
- Kelenjar Brunner menghasilkan mukus basa
- Sekret asam lambung dapat menyebabkan erosi pada mukosa duodenum, dan sekresi
kelenjar submukosa mencegah hal tersebut dengan mukusnya.
- Sifat alkalinya diduga disebabkan oleh kapasitas bufer bikarbonat.

- Sel kelenjar Brunner mengandung urogastrone, suatu peptida yang menghambat


sekresi asam hidroklorida di dalam
lambung.

Tunica Muskularis Externa


- Tebal, dalam sirkular. Luar
longitudinal
Tunica Serosa
- Digantung oleh mesenterium
(mesotel), kecuali pada bagian
retroperitoneal duodenum yang
ditutupi adventisia

15
Diantara keduanya sering terdapat ganglion parasympatik, plexus myentericus Auerbach,
motor inervasi perisraltik
 USUS BESAR
- Panjangnya  180 cm
- Terdiri dari :
 Sekum Þ berhubungan dengan ileum melalui katup ileosekal
 Apendiks Þ suatu divertikulum kecil dari sekum
 Kolon Þ mulai dari sekum dan dibagi dalam bagian ascenden, transversa dan
descenden
 Rektum Þ saluran anus
- Fungsi usus besar :
 Absorpsi cairan
 Mensekresi mukus pelumasan menjadi lebih penting karena cairan
diabsorpsi dan feses menjadi lebih keras sehingga kemungkinan merusak
mukosa menjai lebih besar.
 Pencernaan yang dilakukan oleh enzim yang ada di dalam makanan.
 Pembusukan oleh bakteri yang selalu ada di dalam usus besar.
- Usus besar tidak mempunyai plika dan vili
- Epitel permukaan tampak lebih rata daripada yanga ada di usus kecil
- Sel goblet jumlahnya lebih banyak.
- Batas ileosekal
o Terjadi perubahan mendadak pada mukosa, yaitu membentuk lipatn anterior
dan posterior menjadi dua daun katup.
o Terdiri dari mukosa dan submukosa yang diperkuat oleh massa otot polos
melingkar

- Apendiks
 Panjangnya  25 cm
 Dalam potongan melintang, lumennya sempit dan biasanya dengan batas
yang tidak teratur.
 Vili tidak ada dan kelenjar intestinal jumlahnya sedikit dan panjang tidak
teratur
 Epitel permukaan tersusun dari sel silindris dengan “striated border” dan sel
gobletnya sedikit,
 Di dalam kriptus terdapat sedikit sel paneth, dan banyak sel enteroendokrin.
 Apendiks seringkali sebagai tempat peradangan akut dan kronis, sehingga
sukar mendapatkan apendiks yang normal. Biasanya terdapat eosinofil dan
neutrofil dalam lamina propria dan submukosa.

16
 Dalam jumlah banyak eosinofil dan neutrofil berturut-turut menunjukkan
adanya infeksi menahun dan infeksi akut.

- Sekum, kolon dan rektum


 Kelenjar intestinal lebih dalam pada usus besar dari pada usus kecil dan
letaknya lebih berhimpitan. Di kolon dalamnya 0,5 mm, sedangkan di rektu
mencapai 0,75 mm.
 Sel goblet jumlahnya banyak dan sel enteroendokrinkadangkala terdapat di
bawah di dalam kelenjar.
 Sel paneth tidak ada
 Lamina propria di antara kelenjar sama dengan yang ada di usus halus, dan
mengandung noduli limfatisi yang letaknya tersebar meluas di submukosa.
 Pada sekum dan kolon, lapisan muskularis longitudinal tidak merupakan
lapisan yang utuh tetapi membentuk 3 pta memanjang, sebagai taeniae coli.
 Pada rektum lapisan longitudinal ini kembali menjadi lapisan yang utuh
 Tunika serosa, pada permukaan yang tidak melekat di dinding abdomen
pagian posterior, membentuk tonjolan-tonjolan kecil terdiri atas jaringan
lemak yaitu apendiks epiploika.

- Batas rektum anus


 Disini membran mukosa membentuk lipatan-liptan memanjang disebut
“Kolumna Rektalis Morgagni”.
 Epitel silindris tiba-tiba berubah menjadi epitel berlapis gepeng yang meluas
sedikit ke bawah sebagai daerah peralihan antara epitel usus dan kulit.

17
 Pada anus, epitelnya mengandung lapisan tanduk dan dibawahnya terdapat
kelenjar tubulosa bercabang disebut “kelenjar sirkumanal”
 Pada bagian bawah rektum, dan pada saluran anus, lapisan dalam muskularis
menebal, sebagai sfingter ani internum
 Mengelilingi saluran anus adalah berkas-berkas otot lurik, yang membentuk
sfingter ani eksternum.
(Leeson,1996; Junqueira,2007)

Saluran T.mukos L. propria T.muskul T.subm T.musk T.serosa /


a aris ukosa ularis adv
mukosa
EST+ Kriptus kel. T. adv
Duodenu SG+mikr lieberkuhn Brunner
m ovili+vilu
s
Jejunum EST+ KL plica T.serosa
SG+ vilus semisircul
ar
kekringi
Ileum EST+ KL+plaque T.serosa
SG+ vilus peyeri
Rectum EST+SG KL T.adv
>
Appendix EST+SG KL+NL T.serosa
>> seluruh
dinding

I.3. Fisiologi.
Intestinum tenue

 Pada usus halus terdapat metode motilitas utama yaitu mencampur dan mendorong
perlahan kimus dari lambung yang disebut Segmentasi dan metode penyapu bersih yang
disebut Kompeks Motilitas Migratif
1. Proses Segmentasi
Kimus mulai memasuki intestinehormon gastrin (refleks gastroileum) & aktifitas saraf
ekstrinsik (parasimpatis) menghasilkan irama listrik dasar (BER)  Kontraksi
berbentuk cincin di sepanjang usus halus segmen yang berkontraksi melemas dalam
jeda singkat  daerah yang sebelumnya melemas sekarang berkontraksi  memicu
kontraksi dua arah kedepan dan belakang (propulsif) terjadi proses pencampuran
(kimus + getah pencernaan) dan memajankan kimus ke permukaan absorbtif usus

 Kontraksi Segmentasi makin ke distal semakin menurun hal ini disebabkan untuk
mencegah kembalinnya sejumlah besar kimus ke belakang . Contoh : duodenum
kontraksi segmentasinya 12xmenit sedangkan di ileum terminal 9x/menit.

2. Proses Kompleks Motilitas Migratif


 Terjadi diantara waktu makan yang merupakan geombang-gelombang peristaltik
repetitif lambat yang berjalan ke arah distal usus.

18
 Berfungsi untuk menyapu sisa makanan+debris mukosa +bakteri ke arah kolon
 Memerlukan waktu 100-150 menit

 Isi usus membutuhkan waktu 3-5 jam untuk melintasi seluruh panjang usus halus
 Metode propulsi pada usus halus yang lama meningkatkan penyerapan dan pencernaan

Intestinum Crassum
 Dalam normal colon menerima sekitar 500 mL kimus dari usus halus per hari
 Gerakan usus besar berlangsung lambat dan tidak propulsif
 Kontraksi Haustra : metode motilitas utama di colon
o Prinsipnya sama dengan proses segmentasi usus halus tetapi jauh lebih jarang dan
bersifat nonpropulsif
o Refleks gastroileum  Kimus dari usus halus (mengandung residu yang tidak
dicerna eg: selulosa,sisa cairan)  kolon mengekstraksi H2O dan garam di isi
lumen  Refleks gastrokolon (gastrin lambung + saraf otonom ekstrinsik)
kontraksi haustra (mengaduk kolon dengan gerakan maju mundur)  feses
terdorong sampai 1/3 – 3/4 panjang kolon
 Refleks defekasi
feses di rektum peregangan rektum  reseptor regang  refleks defekasi 
sfingter ani internus melemas (involunter)  colon dan sigmoid berkontraksi
rasa ingin buang air sfingter ani eksternus melemas (volunter)  disertai
dengan gerakan mengejan (kontraksi otot abdomen + ekspirasi paksa 
peningkatan tekanan intra abdomen  feses keluar
o Karena gerakannya lambat memungkinkan bakteri menumpuk dan tumbuh di
colon

II. Memahami & Menjelaskan Ileus.


II.1. Definisi.
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau
total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan
perkembangannya lambat. Sebagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.
Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan
tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.

II.2. Etiologi.
1)        Obstruksi Mekanis
a.    Adhesi
60 % dari obstruksi usus halus disebabkan oleh adhesi (perlengketan).Adhesi bisa terjadi
setelah pembedahan abdominal sebagai respon peradangan intra abdominal. Jaringan parut
bisa melilit pada sebuah segmen dari usus, dan membuat segmen itu kusut atau menekan
segmen itu sehingga bisa terjadi segmen tersebut mengalami supply darah yang kurang.

b.    Hernia.
Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami strangulasi (terjepitnya arteri)
dari kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima supply darah yang cukup. Bagian
tersebut akan menjadi edematosus kemudian timbul necrosis.

c.    Tumor

19
Tumor yang makin membesar akan menyumbat lumen usus.

d.   Volvulus
Usus yang terpelintir dapat pula menyebabkan obstruksi.Seperti strangulasi hernia, pada
volvulus terjadijuga gangguan supply darah yang kurang yang bisa menyebabkan ischemia
dan necrosis jaringan.

e.    Intussusceptions
Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari usus ke dalam lumen usus yang
berikutnya.Intussusepsi sering terjadi antara ileum bagian distal dan cecum, dimana bagian
terminal dari ileum masuk kedalam lumen cecum. Strangulasi bagian ileus yang masuk
kedalam
lumen cecum bisa terjadi.

f. Batu empedu yang masuk ke ileus.


Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu Ke
duodenum atau usus halus yang menyeb abkan batu empedu masuk ke t raktus
gastrointestinal.Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian
ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.Penyebab obstruksi kolon
yang paling sering ialah karsinoma, ter utama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.

2)        Obstruksi Non – Mekanis


a.    Paralitic ileus
Tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan :
-       Pembedahan abdominal dimana organ-organ intra abdominal mengalami trauma
sewaktu pembedahan.
-       Elektrolit tidak seimbang terutama hypokalemia

b.    Mesenteric vascular occlusion infarct


Penyumbatan pembuluh darah yang memberi supplai pada usus akan mengganggu
fungsi usus itu. Penyumbatan ini bisa disebabkan oleh atheroscelerosis yang luas atau
thrombosis pada arteri mesenterium.

II.3. Epidemiologi.

20
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat, dan
mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan diagnosis yang tepat.
Hernia strangulata adalah salah satu keadaan darurat yang sering dijumpai oleh dokter bedah
dan merupakan penyebab obstruksi usus terbanyak. Mc Iver mencatat 44% dari obstruksi
mekanik usus disebabkan oleh hernia eksterna yang mengalami strangulasi.
Walaupun di negara berkembang seperti di Indonesia, adhesi bukanlah sebagai penyebab
utama terjadinya obstruksi usus. Penyebab tersering obstruksi usus di Indonesia, adalah
hernia, baik sebagai penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi
(63%).
Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan jaringan, sebagai akibat
insisi, kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya. Dari laporan terakhir pasien yang
telah menjalani sedikitnya sekali operasi intra abdomen, akan berkembang adhesi satu hingga
lebih dari sepuluh kali. Obstruksi usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang
penting. Di negara maju, adhesi intraabdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya
obstruksi usus. Pada pasien digestif yang memerlukan tindakan reoperasi, 30-41%
disebabkan obstruksi usus akibat adhesi. Untuk obstruksi usus halus, proporsi ini meningkat
hingga 65-75%.

II.4. Klasifikasi.
1. ILEUS MEKANIK
a. Berdasarkan Lokasi Obstruksi
 Letak Tinggi: Bila mengenai usus halus (dari gaster sampai ke ileum
terminal)
 Letak Rendah: Bila mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai anus)
b. Berdasarkan sifat sumbatan
 Partial obstruction: Terjadi sumbatan sebagian lumen.
 Simple obstruction: terjadi sumbatan total yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan
oleh tumor atau askaris.
 Strangulated obstruction: Terjadi jepitan pembuluh darah sehingga terjadi
iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai
dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan
gangren. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh
hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus.
c. Berdasarkan kecepatan timbul (speed of onset):
 Akut: dalam hitungan jam
 Kronik: dalam hitungan minggu
 Kronik dengan serangan akut

2. ILEUS NEUROGENIK
a. Adinamik/Ileus Paralitik: Ileus timbul karena adanya lesi saraf (terjepit,
peritonitis umum) sehingga terjadi paralisis yang berakibat ileus paralitik.
b. Dinamik/Ileus Spastika: Ileus terjadi karena rangsangan saraf, keracunan,
histeri, neurasteni, sehingga timbul kenaikan rangsang terlalu kuat saraf
parasimpatik di tunika muskularis yang berkontraksi bersamaan dimana
normalnya bergantian yang berakibat spasme dan makanan tidak bisa menuju
distal.

21
3. ILEUS VASCULAR
Ileus yang berhubungan dengan penyakit jantung, karena adanya thrombus/embolus
pada pembuluh darah sehingga timbul iskemik, gangren, nekrosis, bisa juga perforasi.

Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok:


a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005;
Sabiston,1995) :
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu
gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis, ileus obstruktif dibagi dua (Stone, 2004):
1. Ileus obstruktif usus halus, termasuk duodenum
2. Ileus obstruktif usus besar

II.5. Patofisiologi.

 Berak berdarah lendir


Bagian atas usus, intususeptum, berinvaginasi ke dalam usus di bawahnya,
intususipiens sambil menarik mesentrium bersamanya ke dalam ansa usus pembungkusnya.
Pada mulanya terdapat suatu konstriksi mesentrium sehingga menghalangi aliran darah balik.
Penyumbatan intususeptium terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa yang menghasilkan
tinja berdarah, kadang-kadang mengandung lendir.

22
 Muntah cairan hijau
Muntahan berasal dari duodenum, terjadi karena empedu yang dikeluarkan oleh hati
terhambat dibagian usus yang terjadi obstruksi sehingga akan terjadi aliran balik empedu ke
lambung yang kemudian akan dimuntahkan.

Intususepsi
Obstruksi usus
Penumpukan cairan dan gas di proksimal obstruksi usus
Distensi usus
Merangsang pusat muntah
Antiperistaltik ileum ke lambung
↑ tekanan intragastrik
Muntah cairan hijau (cairan hijau berasal dari kantong
empedu)

II.6.Manifestasi Klinis.

1. Obstruksi sederhana

Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan
pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi,
maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai
kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang
jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan
menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas.
Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen.1,2,10

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat
kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam.  Distensi abdomen
dapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada

23
sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar
sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.10

2. Obstruksi disertai proses strangulasi

Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat. Hal
yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-
tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak
menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.

3. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan


biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya
iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri.
Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering
terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila
katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke
dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi
kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering
mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang
lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani,
gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound
pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya
strangulasi

Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulata


Simple Strangulata
Nyeri Abdomen Kolik Menetap
Muntah + +
Distensi Abdomen + +
Obstipasi + +
Peristaltik +/ Meningkat +/ Menurun
Leukosit N/ Naik Naik
KU memburuk Lambat Cepat

Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar


Usus Halus Usus Besar
Nyeri Abdomen +++ +
Muntah +++ +
Muntah Fekulen - ++
Distensi Abdomen + +++
Dehidrasi Cepat Lambat

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002; Sabiston, 1995)
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002; Sabiston,
1995):
1. Lokasi obstruksi

24
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik,
pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang
dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa (Winslet, 2002).
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik. Ia
sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi.
Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5
menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif
usus besar.
Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus
di dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil
dengan nyeri intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas
menurun, sehingga gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada
saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen.
Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka
ileus obstruksi strangulata harus dicurigai (Sabiston, 1995).
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan
apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum,
yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s, 2001). Setelah ia mereda, maka muntah
tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat
dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi
dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka
muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau
busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi.
Karena panjang usus yang terisi dengan isi demikian, maka muntah tidak mendekompresi
total usus di atas obstruksi (Sabiston, 1995).
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin
membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltik terkadang dapat dilihat.
Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada
keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus (Sabiston, 1995).
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan gas
tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar) (Winslet, 2002).
Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus
obstruktif. Tetapi setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus
mengeluarkan isinya sebelum terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus,
usus dalam panjang bermakna dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus
dalam bagian usus besar ini memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi,
selama beberapa hari.

Sebaliknya, jika ileus obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini.
Dalam ileus obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti
obstipasi (Sabiston, 1995).
Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan
muntah yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering
dan lidah kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai
BUN dan hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder (Winslet,
2002).

25
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana.
Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat
sebagai pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopenia (Winslet, 2002).
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunaklan sebagai petanda (Winslet, 2002) :
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen yang
terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi. Perkembangan
peritonitis menandakan infark atau perforasi (Winslet, 2002).
Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengan
tanpa strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya
tergantung gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan (Winslet, 2002):
1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung
2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total
3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang
4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat
penting, tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin. Pada ileus
obstruktif tanpa strangulasi kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri tekan lokal
pada tempat yang mengalami obstruksi; pada srangulasi selalu ada nyeri tekan lokal
yang berhubungan dengan kekakuan abdomen..
5. Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness
menandakan perlunya laparotomy segera.
6. Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap asa walaupun telah diterapi
konservatif, walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus didiagnosa.
7. Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak,
ireponibel, tidak hanya membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin
membesar.
Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik abdomen yang sama
kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya lebih rendah.
Keluhan rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang pandai
menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila katup ileocaecal
kompeten. Muntah-muntah fekulen paradoks sangat jarang. Riwayat perubahan kebiasaan
berdefekasi dan darah dalam feses yang baru terjadi sering terjadi karena karsinoma
dan divertikulitis adalah penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi progresif, dan
obstipasi dengan ketidakmapuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul
setelah satu minggu (Harrison’s, 2001)

II.7. Diagnosis & Diagnosis Banding.


DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah
dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik
dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik
dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna
kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi

26
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat
dilihat gerakan peristaltik usus (Gambar 2.4) yang bisa bekorelasi dengan
mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah
dan menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun
atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound
dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
3. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi
setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi,
maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau
menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus
paralitikus atau ileus obstruksi strangulata.

 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi
sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam
resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal.
Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
 Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi
pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi
non strangulata.

 Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi.

 Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.

 Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah
berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda - tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

 PEMERIKSAAN ENDOSKOPI
Endoskop adalah alat yang digunakan dalam pemeriksaan endoskopi. Alat ini
berbentuk pipa kecil panjang yang dapat dimasukkan ke dalam tubuh, misalnya ke
lambung, ke dalam sendi, atau ke rongga tubuh lainnya. Di dalam pipa tersebut
terdapat dua buah serat optik. Satu untuk menghasilkan cahaya agar bagian tubuh di
depan ujung endoskop terlihat jelas, sedangkan serat lainnya berfungsi sebagai
penghantar gambar yang ditangkap oleh kamera. Di samping kedua serat optik
tersebut, terdapat satu buah bagian lagi yang bisa digunakan sebagai saluran untuk
pemberian obat dan untuk memasukkan atau menghisap cairan. Selain itu, bagian
tersebut juga dapat dipasangi alat-alat medis seperti gunting kecil, sikat kecil, dll.
Endoskopi dilakukan pada keadaan:

27
1.keluhan saluran cerna yang berulang(kronis atau berat).dilakukan tindakan
gastroskopi
2.pendarahan saluran cerna atas(muntah darah dan buang air besar berwarna hitam)
dilakukan tindakan gastroskopi
3.pendarahan saluran cerna bawah.dilakukan kolonoskopi
4.adanya perubahan kebiasaan pada waktu buang air besar.dilakukan tindakan
kolonoskopi.
5.pengobatan varices(pelebaran) pembuluh darah pada tenggorokan.dilakukan
tindakan gastroskopi.
Endoskop biasanya digunakan bersama layar monitor sehingga gambaran
organ yang diperiksa tidak hanya dilihat sendiri oleh operator, tetapi juga oleh orang
lain di sekitarnya. Gambar yang diperoleh selama pemeriksaan biasanya direkam
untuk dokumentasi atau evaluasi lebih lanjut.
Endoskopi juga sangat berperan dalam menentukan penyebab pendarahan
saluran cerna yang sulit ditentukan berdasarkan pemeriksaan radiologis. Beberapa lesi
(terlihat putih atau pucat) yang tak terlihat pada pemeriksaan radiologis dapat
diketahui dengan pemeriksaan endoskopi. Berdasarkan fungsinya endoskopi terbagi
dua yakni endoskopi diagnostik dan endoskopi terapeutik. Endoskopi diagnostik
berperan dalam menentukan penyebab pendarahan dan lokasi lesi yang terjadi,
sedangkan endoskopi terapeutik berperan untuk menghentikan pendarahan yang
terjadi. “Endoskopi pada saluran cerna dibagi menjadi dua bagian besar, yakni
endoskopi saluran cerna atas (esofagoduodenoskopi ) dan saluran cerna bawah
(kolonoskopi). Disusul sekarang ada kapsul endoskop.
Endoskopi tidak hanya berfungsi sebagai alat periksa
tetapi juga untuk melakukan tindakan medis seperti
pengangkatan polip, penjahitan, dan lain-lain. Selain itu,
endoskopi juga dapat digunakan untuk mengambil sampel
jaringan jika dicurigai jaringan tersebut terkena kanker
atau gangguan lainnya. Beberapa jenis gangguan yang
dapat dilihat dengan endoskopi antara lain : abses, sirosis
biliaris, perdarahan, bronkhitis, kanker, kista, batu empedu, tumor, polip, tukak, dan
lain-lain.

Prosedur medis yang


menggunakan endoskopi
mempunyai berbagai
macam nama, tergantung jenis dan organ yang diperiksa. Berikut beberapa
contohnya :
1. Thorakoskopi, pemeriksaan pleura, rongga pleura, mediastinum dan
perikardium (bagian-bagian paru-paru dan jantung).
2. Proktoskopi (sigmoidoskopi dan proktosigmoidoskopi), untuk memeriksa
rektum dan kolon sigmoid.
3. Laringoskopi, untuk memeriksa laring (salah satu bagian saluran napas).
4. Laparoskopi, untuk melihat lambung, hati, dan organ-organ lain di dalam
rongga perut.

28
5. Gastroskopi, untuk melihat dinding dalam esofagus, lambung, dan usus halus.
6. Sistoskopi, untuk melihat saluran kencing, kandung kencing dan prostat.
7. Kolposkopi, untuk memeriksa vagina dan mulut rahim.
8. Kolonoskopi, untuk memeriksa usus besar.
9. Bronkhoskopi, untuk melihat trachea dan cabang-cabang bronkhus (bagian
dari saluran napas)
10. Arthroskopi, untuk melihat sendi

 PEMERIKSAAN RADIOLOGI

a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks

Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3 cm
), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran
udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi usus
halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat
ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi

2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi

3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels

4) Posisi supine dapat ditemukan :

a) distensi usus

b) step-ladder sign

5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet

6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.

7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)

Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan
obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan
radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus
dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan demikian menghalangi
tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan selanjutnya berhubungan
dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto
abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi
usus halus karena kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.

29
CT-SCAN: berfungsiuntuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulate dan
menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis dan temuan radiologis lain
tidak jelas.

USG :Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi dengan
melihat pergerakan dari usus halus.(memperlihatkan usus yang distensi)

DIAGNOSIS BANDING.
Ileus dapat disebabkan oleh adanya proses dalam intraabdominal dan retroperitoneal,
termasuk iskemik usus, kolik ureter, fraktur pelvis dan setelah operasi abdomen. Jika terjadi
ileus paralitik, nyeri biasanya tidak terlalu berat dan lebih konstan.
Obstipasi dan distensi abdomen menunjukkan adanya obstruksi usus besar.Muntah jarang
terjadi dan nyeri tidak bersifat kolik.Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan adanya hasil foto
roentgen yang menunjukkan adanya obstruksi dilatasi kolon bagian proksimal.
Obstruksi usus halus dapat dikacaukan dengan gastroenteritis akut, apendisitis akut dan
pankreatitis akut.Obstruksi strangulasi mempunyai keluhan yang mirip dengan pankreatitis
akut, enteritis iskemik atau penyumbatan vaskular mesenterika yang berhubungan dengan
trombosis vena.Ileus obstruksi harus dibedakan dengan ileus paralitik.

II.8. Tatalaksana.
Non-Farmako
Pre medikasi operasi dan tindakan operasi
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu:
a. Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
b. Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
c. Apakah ada risiko strangulasi.

Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong
dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam
pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4
macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
a. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi
usus dan anastomosis.

30
Persiapan-persiapan sebelum operasi:
1. Pemasangan pipa nasogastrik. Tujuannya adalah untuk mencegah muntah,
mengurangi aspirasi dan jangan sampai usus terus menerus meregang akibat
tertelannya udara (mencegah distensi abdomen).
2. Resusitasi cairan dan elektrolit. Bertujuan untuk mengganti cairan dan elektrolit
yang hilang dan memperbaiki keadaan umum pasien.
3. Pemberian antibiotik, terutama jika terdapat strangulasi.

Operasi:

Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara
memuaskan. Kalau obstruksi disebabkan karena hernia skrotalis, maka daerah tersebut harus
disayat. Kalau tidak terpaksa harus dilakukan penyayatan abdomen secara luas. Perincian
operatif tergantung dari penyebab obstruksi tersebut. Perlengketan dilepaskan atau bagian
yang mengalami obstruksi dibuang. Usus yang mengalami strangulasi dipotong.
Tergantung dari etiologi masing-masing :
 Adhesi: pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus
pulih kembali.
 Hernia inkarserata: dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari
jepitan.
 Neoplasma: operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus
dipulihkan kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi
radikal.
 Askariasis: jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak
berhasil dapat dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing,
tapi apabila usus sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi bagian
usus yang bersangkutan.

 Carsinoma Colon: operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik
regionalnya. Apabila obstruksi mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan
Colostomi atau Sekostomi.
 Divertikel: reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakansecara
elektif setelah divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan
colostomy serendah mungkin, lebih disukai dalam colon desendens, atau colon
sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah
peradangan lebih lanjut pada tempat abses. Reseksi sigmoid biasanya dilakukan
dengan cara Hartman dengan colostomy sementara. Cara ini, dipilih untuk
menghindari resiko tinggi gangguan penyembuhan luka anastomosis yang dibuat
primer dilingkungan radang. Prosedur Hartman jauh lebih aman karena anastomosis
baru dikerjakan setelah rongga perut dan lapangan bedah bebas kontaminasi dan
radang.
 Volvulus: pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan
volvulus yang terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer,
yang juga berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi.Jika sekum dapat hidup
dan tidak terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di qudran bawah bisa
dicapai.Pada volvulus sigmoid jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan reposisi
sigmoidoskopi. Cara ini sering meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh keluarnya
flatus. Reposisi sigmoidodkopi yang berhasil pada volvulus dapat dicapai sekitar 80%
pasien. Jika strangulasi ditemukan saat laparatomi, maka reseksi gelung sigmoideum

31
yang gangrenous yangdisertai dengan colostomi double barrel atau coloctomi ujung
bersama penutup tunggal rectum (kantong Hartman) harus dilakukan.
 Intusussepsi: sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan
reduksi barium enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus
halus.Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi
berupa eksplorai abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan bawah.
Intusussepsi tersebut kemudian direduksi dengan kompressi retrograde dari
intusussepsi secara hati-hati. Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut tidak dapat
direduksi atau usus tersebut ganggren.Intervensi bedah untuk obstruksi usus pasca
bedah harus direncanakan bila pasien mempunyai bukti obstruksi gelung tertutup atau
lengkap atau untuk kecurigaan volvulus dengan gangren usus. Varian obstruksi usus
pasca bedah yang lebih parah ini bisa karena herniasi interna melalui cacat
mesentrium atau karena perlekatan padat, keadaan yang tak mungkin beresolusi
spontan. Pada pasien demikian, tanpa peritonitis dengan demam, nyeri tekan lepas dan
leukositosis sering tampil.

Pasca Bedah:
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang
masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam
lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung
banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan
fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti
peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi
sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca
bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan
asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi
yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti
diperlukan sampai selama 6 – 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah
toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca
bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur
kuman sangatlah penting.

Farmako
OBAT ANTIEMETIK
• Antagonis reseptor H1
• Antagonis reseptor muskarinik
• Antagonis reseptor dopamin
• Antagonis reseptor serotonin
• Cannabinoid
• Steroid
Antagonis reseptor H1
 Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
 Tidak dapat digunakan utk mual-muntah krn rangsangan pada CTZ
 Efektif utk mabuk kendaraan dan mual-muntah krn rangsangan pada lambung
 Diberikan sebelum timbul gejala mual-muntah
 Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
 KI : wanita hamil trimester I (kec. Promethazine)
Antagonis reseptor muskarinik
32
 Hyoscine
 Untuk mual-muntah krn gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung
 Tidak dapat digunakan utk mual muntah krn rangsangan pada CTZ
 Puncak antiemetik : 1-2 jam
 ES : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin
Antagonis reseptor dopamin
 Metoklopramid
- Bekerja di CTZ
- P.o., T1/2 4 jam, ekskresi via urine
- ES : krn blokade reseptor dopamin di SSP →gangguan pergerakan pada anak2
dan dewasa muda, mengantuk, fatigue/lemah
- Stimulasi release prolaktin → galaktore dan gangguan menstruasi
- Efek pada motilitas usus → diare
 Domperidone
- Antagonis reseptor D2
- Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi kanker
- ES : diare
 Phenothiazine
- Neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine, trifluoperazine → dpt sebagai
antiemetic
- Triethylperazine → hny sbg antiemetic
- Dapat digunakan utk vomitting krn rangsangan pada CTZ
- Tidak efektif utk muntah krn rangsangan di lambung
- Cara kerja → antagonis reseptor D2 di CTZ, menghambat reseptor histamin
dan muskarinik
- Pemberian p.o., rektal, atau parenteral
Antagonis serotonin
 Serotonin (5-hidroksitriptamin) a direlease oleh CNS atau lambung a transmitter
emesis
 Antagonis serotonin : ondansetron, granisetron
 Sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat sitotoksik
 Pemberian p.o, injeksi IV pelan, infus
 T1/2 5 jam
 ES : sakit kepala, gangguan GIT
Cannabinoid
 Nabilone → derivat cannabinol sintetik →menurunkan muntah krn rangsangan pada
CTZ
 Pemberian : p.o, absorpsi baik
 T1/2 120 menit, ekskresi via urine dan feses
 ES : jarang, a. l. drowsiness, dizziness, mulut kering, perubahanmood, hipotensi
postural, halusinasi, dan reaksi psikotik
Steroid
 Dosis tinggi, dpt digunakan sendiri atau kombinasi dgn obat lain
 Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
 Mekanisme kerja → blm diketahui

33
 Sinergisme dg ondansetron
MOTILITAS GIT
1. MENINGKATKAN PERGERAKAN :
• PENCAHAR
• TANPA EFEK PENCAHAR
PENCAHAR
• BULK LAXATIVE → meningkatkan volume residu padat yg tidak diabsorpsi
• OSMOTIC LAXATIVE → meningkatkan jumlah air
• FAECAL SOFTENER →mengubah konsistensi faeces
• STIMULANT PURGATIVE →meningkatkan motilitas dan sekresi
Bulk Laxative
 Metilselulose, sterculia, agar, bran, ispaghula husk
 Polimer polisakarida a tidak dapat dipecah
 Mekanisme kerja a menahan air di lumen usus merangsang peristaltis a beberapa hari
 ES : ringan
Osmotic Laxative
 Pencahar salin dan laktulosa → cairan yg absorpsinya jelek → meningkatkan volume
cairan di lumen bowel→ mempercepat transfer makanan ke usus halus →massa yg
sangat besar masuk kolon → distensi →ekspulsi faeces
 Pencahar salin → garam MgSO4 dan Mg(OH)2
 Laktulosa → disakarida semisintetik fruktosa dan galaktosa → bakteri di kolon →
fermentasi → asam laktat dan asam asetat → osmotik laksatif
 Efek baru timbul 1 – 2 hari
Faecal Softener
 Docusate sodium
 Menghasilkan feses yg lebih lumak
 Efek stimulan laksatif lemah
Stimulant Purgative
 Bisacodyl, sodium picosulfat, preparat senna
 Meningkatkan peristaltis dengan cara stimulasi mukosa usus
 ES : kram abdomen, jangka panjang → atonia colon
 Bisacodyl → p.o. atau suppositoria → efek laksan 15-30 menit
 Sodium picosulfat → p.o.
 Preparat senna → dosis tunggal → efek laksan dalam 8 jam
OBAT YG MENINGKATKAN MOTILITAS GIT
DOMPERIDONE
 Antagonis reseptor D2 a antiemetic
 Memblok adrenoreseptor a-1 dan menurunkan efek relaksannya a menurunkan
tekanan sfingter esofagus bawah a meningkatkan motilitas GIT
 Tidak menstimulasi sekresi asam lambung
 Digunakan untuk gangguan pengosongan lambung dan refluks esofagitis kronis
 ES : hiperprolaktinemia
METOKLOPRAMID
 Efek sentral → antiemetic

34
 Efek lokal → percepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi sekresi asam
lambung
 Efeknya kecil pada motilitas usus bag. Bawah
 Digunakan untuk refluks gastroesofagus dan gangguan pengosongan lambung
 Tidak dapat digunakan untuk ileus paralitik
CISAPRIDE
 Menstimulasi release ACh pada pleksus myenterik di GIT bag. Atas
 Digunakan utk refluks esofagitis dan gangguan pengosongan lambung
 Tidak mempunyai efek antiemetic
ES : diare, kram abdomen, takikardi (jarang)

II.9. Pencegahan.
Upaya pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan sedini mungkin baik pencegahan
primordial, primer, sekunder dan tersier untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.
Demikian juga pada penyakit ileus obstruktif, tindakan pencegahan harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya ileus obstruktif dan menghindari akibat fatal yang disebabkan ileus
obstruktif.
Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum
memiliki faktor risiko terhadap ileus obstruktif. Biasa dilakukan dengan promosi kesehatan
atau memberikan pendidikan kesehatan yang berkaitan ileus obstruktif atau dengan
melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam
menjaga kesehatannya oleh kemampuan masyarakat.
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya mempertahankan orang yang agar tetap
sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer berarti mencegah
terjadinya ileus obstruktif. Upaya pencegahan ini dimaksudkan untuk mengadakan
pencegahan pada masyarakat. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain :
a. Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan lingkungannya
b. Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan daya tahan tubuh
c. Diet Serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens
timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi
serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.
d. Untuk membantu mencegah kanker kolorektal, makan diet seimbang rendah lemak
dengan banyak sayur dan buah, tidak merokok, dan segera untuk skrining kanker
kolorektal setahun sekali setelah usia 50 tahun.
e. Untuk mencegah hernia, hindari angkat berat, yang meningkatkan tekanan di dalam
perut dan mungkin memaksa satu bagian dari usus untuk menonjol melalui daerah
rentan dinding perut Anda.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan terhadap ileus obstruktif adalah dengan cara
mendeteksi secara dini, dan mengadakan penatalaksanaan medik untuk mengatasi akibat fatal
ileus obstruktif
Pencegahan Tersier

35
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan, mencegah kecacatan
dan menghindari komplikasi yang dapat memperparah keadaan. Tindakan perawatan post
operasi serta melakukan mobilitas/ambulasi sedini mungkin.

II.10. Komplikasi.
Jika pengobatan tertunda, dehidrasi dan mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit
dapat mempersulit pengobatan, atau dehidrasi dapat berkembang menjadi syok hipovolemik,
yang sering fatal. Pengobatan tertunda secara signifikan dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Usus dapat menjadi berlubang, kadang-kadang melalui titik lemah yang sudah ada
(divertikulum), yang dapat mengakibatkan peritonitis . abses perut , luka pecah
(dehiscence), sepsis , dan infeksi pasca operasi dapat terjadi. Pada 5% sampai 42% dari
kasus,
usus kecil dapat menjadi terjepit dan suplai darah berkurang serius (Khan). Hal ini dapat
menyebabkan gangren dan nekrosis berikutnya jaringan usus, komplikasi yang sangat serius
dengan tingkat kematian yang tinggi.
Komplikasi mungkin termasuk atau dapat menyebabkan:
Elektrolit (kimia darah dan mineral) ketidakseimbangan dehidrasi , Lubang (perforasi) pada
usus infeksi, Penyakit kuning (menguningnya kulit dan mata), Jika obstruksi blok suplai
darah ke usus, dapat menyebabkan infeksi dan kematian jaringan (gangren).

Risiko kematian jaringan terkait dengan penyebab penyumbatan dan berapa lama
telah hadir. Hernia, volvulus, dan intususepsi membawa risiko gangren yang lebih tinggi.
Pada bayi yang baru lahir, ileus paralitik yang menghancurkan dinding usus (necrotizing
enterocolitis) adalah mengancam nyawa dan dapat menyebabkan infeksi darah dan paru-paru

o Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan
atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
o Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.
o Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
o Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
Pada bayi yang baru lahir, ileus paralitik yang menghancurkan dinding usus (necrotizing
enterocolitis) mengancam nyawa dan dapat menyebabkan infeksi darah dan paru-paru.

II.11. Prognosis.
Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka
kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia.
Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 8 %
jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25 %
jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. Pada obstruksi usus besar, biasanya angka
kematian berkisar antara 15–30 %. Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian
yang masih dapat dihindarkan.

III. Memahami & Menjelaskan Pemeriksaan Colok Dubur.


Umumnya dilakukan dengan sikap litotomi, dapat ditunjang dengan alat anoskop atau
sigmoidoskop. P osisi yang nyaman untuk pasien adalah posisi Sims, yaitu pasien tidur

36
terlentang pada sisi kiri dengan kedua lutut ditekuk. Buli-buli harus dikosongkan dahulu agar
tidak terdapat penilaian yang keliru.

Pemeriksaan rectum harus dilakukan secara teliti:


1. Penderita diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan diyakinkan
bahwa pemeriksaan dilakukan dengan hati-hati.
2. Melakukan inspeksi regio analis untuk melihat apakah ada dermatitis, ekzema, luka
garukan, tukak, pembengkakan, muara fistel atau kelainan yang lain.
3. penderita diminta mengeden, anus dilebarkan sedikit dengan bantuan jari telunjuk
tangan yang sedang menggunakan sarung tangan dan bahan pelumas.
Dengan tindakan ini hemoroid yang keluar dapat terlihat.Demikian pula ploraps
rectum muara fistel dan fisura anus.
4. Tangan dengan pelumas yang cukup banyak dioleskan pada anus dan daerah
sekitarnya, termasuk rambut yang mungkin disekitar anus.
5. Jari telunjuk dalam keadaan ekstensi ditekan pelan-pelan dengan sisi voler pada
daerah peritoneum pada anus dengan maksud agar sphingter anus berelaksasi
sehingga cukup untuk dapat memasukan jari kedalam anus dan rectum.
Pada laki-laki dapt digunakan titik acuan beberapa kelenjar prostat didaerah ventral,
sedangkan pada perumpuan titik acuan adalah serviks uteri yang juga terdapat di
ventral yang kira-kira tempat yang sama.

Pertama harus dinilai tonus otot sfingter kemudian palpasi dilanjutkan dengan meraba
struktur dalam rectum yang lebih dalam.Hemorroid interna tidak dapat diraba karena tekanan
vena tidak cukup tinggi.Polip teraba sebagai benda licin yang lunak dan mungkin bertangkai
carcinoma dalam rectum teraba keras, berbenjol-benjol tidak teratur, biasanya dengan kawah
central terjadi akibat ulserasi. Harus dituliskan jika dari tumor ke anus dan disebutkan letak
tumor seperti ventral, lateral,dorsal. Demikian juga perluasan arah memanjang dan arah
melingkar.Demikaian juga perlu dicatat apakah jari yang meraba dapat mencapai batas atas
tumor atau tidak.Dan apakah lumen yang tersisa dapat dilalui jari atau tidak.Fiksasi tumor ke
jari sekitarnya juga perlu dituliskan colok dubur sangat berguna pada pemeriksaan alat
kelamin dalam seorang gadis.
Pemeriksaan colok dubur:
 Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
 Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
 Feses yang mengeras : skibala
 Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
 Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
 Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

IV. Memahami & Menjelaskan Radiologi Abdomen Pada Ileus.


a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus ( diameter> 3
cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya
gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya
obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto
abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
8) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
9) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
10) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels

37
11) Posisi supine dapat ditemukan :
c) distensi usus
d) step-ladder sign
12) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
13) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.
14) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa
dengan obstruksi usus halus.Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan
ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara.Dengan
demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus.Keadaan
selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup.Meskipun terdapat
kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting
pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun
memakan biaya yang sedikit.

Gambar 2.6 Dilatasi usus (Nobie, 2009)

Gambar 2.7 Multipel air fluid level dan “string of pearls” sign (Nobie, 2009)

38
Gambar 2.8 Herring bone appearance (Nobie,2009)
b. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total.Cara ini berguna jika pada foto polos
abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan
adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik.Pada
pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor
rekuren dan kerusakan akibat radiasi.penggunaannya harus dihindari bila dicurigai
terjadi perforasi. (Nobie, 2009)

Gambar 2.11 Intususepsi (coiled-spring appearance).(Khan,2009)

c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis
dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab
obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari
neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai
dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian
yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)

39
Gambar 2.12 CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium
(Khan, 2009)

Gambar 2.13 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus
yang tidak diikuti dengan distensi kolon (Vriesman dan Robin, 2005)
d. CT enterography (CT enteroclysis)
Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan
klinis.Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau
pada pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi
besar).Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan
dapat dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon.Pemeriksaan ini
menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar.
e. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya
obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.
Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal
transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. (Nobie,
2009)

Gambar 2.14 Kehamilan dengan ileus obstruktif (Edelman, 2010)

40
f. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi dengan melihat
pergerakan dari usus halus.Pada pasien dengan ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas
memperlihatkan usus yang distensi.USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus
yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat memperlihatkan
peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik.
Pemeriksaan USG lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan
spesifitasnya dilaporkan mencapai 100%.(Nobie, 2009)

V. Memahami & Menjelaskan Tatalaksana Bedah Ileus.


Pre medikasi operasi dan tindakan operasi
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu:
d. Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
e. Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
f. Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong
dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam
pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4
macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
e. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
f. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
g. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
h. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi
usus dan anastomosis.

Persiapan-persiapan sebelum operasi:


4. Pemasangan pipa nasogastrik. Tujuannya adalah untuk mencegah muntah,
mengurangi aspirasi dan jangan sampai usus terus menerus meregang akibat
tertelannya udara (mencegah distensi abdomen).
5. Resusitasi cairan dan elektrolit. Bertujuan untuk mengganti cairan dan elektrolit
yang hilang dan memperbaiki keadaan umum pasien.
6. Pemberian antibiotik, terutama jika terdapat strangulasi.

Operasi :
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara
memuaskan. Kalau obstruksi disebabkan karena hernia skrotalis, maka daerah tersebut harus

41
disayat. Kalau tidak terpaksa harus dilakukan penyayatan abdomen secara luas. Perincian
operatif tergantung dari penyebab obstruksi tersebut. Perlengketan dilepaskan atau bagian
yang mengalami obstruksi dibuang. Usus yang mengalami strangulasi dipotong.
Tergantung dari etiologi masing-masing :
 Adhesi: pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus
pulih kembali.
 Hernia inkarserata: dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari
jepitan.
 Neoplasma: operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus
dipulihkan kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi
radikal.
 Askariasis: jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak
berhasil dapat dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing,
tapi apabila usus sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi bagian
usus yang bersangkutan.
 Carsinoma Colon: operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik
regionalnya. Apabila obstruksi mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan
Colostomi atau Sekostomi.
 Divertikel: reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakansecara
elektif setelah divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan
colostomy serendah mungkin, lebih disukai dalam colon desendens, atau colon
sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah
peradangan lebih lanjut pada tempat abses. Reseksi sigmoid biasanya dilakukan
dengan cara Hartman dengan colostomy sementara. Cara ini, dipilih untuk
menghindari resiko tinggi gangguan penyembuhan luka anastomosis yang dibuat
primer dilingkungan radang. Prosedur Hartman jauh lebih aman karena anastomosis
baru dikerjakan setelah rongga perut dan lapangan bedah bebas kontaminasi dan
radang.
 Volvulus: pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan
volvulus yang terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer,
yang juga berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi.Jika sekum dapat hidup
dan tidak terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di qudran bawah bisa
dicapai.Pada volvulus sigmoid jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan reposisi
sigmoidoskopi. Cara ini sering meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh keluarnya
flatus. Reposisi sigmoidodkopi yang berhasil pada volvulus dapat dicapai sekitar 80%
pasien. Jika strangulasi ditemukan saat laparatomi, maka reseksi gelung sigmoideum
yang gangrenous yangdisertai dengan colostomi double barrel atau coloctomi ujung
bersama penutup tunggal rectum (kantong Hartman) harus dilakukan.
 Intusussepsi: sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan
reduksi barium enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus
halus.Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi
berupa eksplorai abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan bawah.
Intusussepsi tersebut kemudian direduksi dengan kompressi retrograde dari
intusussepsi secara hati-hati. Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut tidak dapat
direduksi atau usus tersebut ganggren.Intervensi bedah untuk obstruksi usus pasca
bedah harus direncanakan bila pasien mempunyai bukti obstruksi gelung tertutup atau
lengkap atau untuk kecurigaan volvulus dengan gangren usus. Varian obstruksi usus
pasca bedah yang lebih parah ini bisa karena herniasi interna melalui cacat
mesentrium atau karena perlekatan padat, keadaan yang tak mungkin beresolusi

42
spontan. Pada pasien demikian, tanpa peritonitis dengan demam, nyeri tekan lepas dan
leukositosis sering tampil.

Pasca Bedah:
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang
masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam
lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung
banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan
fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti
peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi
sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca
bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan
asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi
yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti
diperlukan sampai selama 6 – 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah
toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca
bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur
kuman sangatlah penting.

VI. Memahami & Menjelaskan Pandangan Islam Terhadap Tindakan


Operasi.
Terkadang seorang muslim diuji oleh Allah dengan suatu penyakit, dia ingin sembuh dari
penyakit tersebut, dia mengetahui bahwa berobat dianjurkan, akan tetapi penyakit di mana dia
diuji oleh Allah dengannya, jalan menuju kepada kesembuhannya menurut dokter adalah
operasi. Tidak sedikit penyakit dimana  kesembuhannya tergantung setelah operasi medis,
tanpa operasi penyakit penderita akan memburuk dan membahayakan, jika tim medis
melakukannya dan penderita sembuh dengan izin Allah berarti mereka telah
menyelamatkannya.Tanpa ragu ini termasuk perbuatan yang dipuji. Adapun dari sunnah
maka ada beberapa hadist yang bisa dijadikan pijakan dalam menetapkan dibolehkannya
operasi medis, di antaranya:
1. Hadits hijamah (berbekam)
Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw berbekam di kepalanya. (HR. Al-Bukhari). Dari
Jabir bahwa dia menjenguk orang sakit. Dia berkata “ aku tidak meninggalkan
tempat ini sebelum kamu berbekam karena aku mendengar rasulullah saw bersabda”
Padanya terdapat kesembuhan”.(HR. Al-Bukhari). Hadits tersebut menetapkannya
disyariatkannya hijamah dan sudah dimaklumi bahwa hijamah dilakukan dengan
membedah atau menyayat tempat tertentu pada tubuh untuk menyedot darah kotor dan
membuangnya.Jadi disyariatkannya hijamah merupakan dasar dibolehkannya membedah 
tubuh untuk membuang penyakit atau penyebab penyakit.
2. Hadits Jabir bin Abdullah Jabir bin Abdullah berkata, “ Rasulullah SAW mengirim
seorang tabib kepada Ubay bin Katab maka tabib tersebut memotong pembuluh darahnya
dan menempelnya dengan besi panas”. (HR. Muslim). Dalam hadis ini nabi SAW
menyetujui apa yang dilakukan oleh tabib tersebut terhadap Ubay bin Kaab, dan apa yang
dilakukan oleh tabib tersebut adalah salah satu bentuk operasi medis yaitu pemotongan
terhadap anggota tertentu. Kemudian dari sisi pertimbangan kebutuhan penderita kepada
operasi tidak lepas dari dua kemungkinan yaiut menyelamatkan
hidup dan menjaga kesehatan, pertimbangan yang dalam kondisi tertentu bisa mencapai
tingkat dharurat maka tidak ada alasan yang rajih menolak operasi medis.

43
Syariat Islam tidak melarang operasi medis secara mutlak dan tidak membolehkan
secara mutlak, syariat meletakkan larangan pada tempatnya dan pembolehan pada
tempatnya, masing-masing diberihak dan kadarnya. Jika operasi medis memenuhi syarat-
syarat yang diletakkan syariat maka dibolehkan karena dalam kondisi ini target yang
diharapkan yaitu kesembuhan dengan izin allah bisa diwujudkan, sebaliknya jika tim
medis berpandangan bahwa operasi tidak bermanfaat, tidak diwujudkan sasarannya atau
justru menambah penderitaan penderita maka dalam kondisi ini syariat melarangnya.
Inilah syarat-syarat dibolehkannya operasi medis yang diletakkan oleh
fuqaha Islam dalam buku-buku mereka, syarat-syarat ini diambil dari dasar-dasar kaidah
syariat.
1) Hendaknya operasi medis disyariatkan.
2) Hendaknya penderita membutuhkannya.
3) Hendaknya penderita mengizinkan.
4) Hendaknya tim medis menguasai.
5) Hendaknya peluang keberhasilan lebih besar.
6) Hendaknya tidak ada cara lain yang lebih minim mudharatnya.
7) Hendaknya operasi medis berakibat baik.
8) Hendaknya operasi tidak berakibat lebih buruk dari pada penyakit penderita.

Perlakuan operasi menurut syariat hukumnya mubah yang bertujuan untuk kemaslatan
hidup disamping memberikan dorongan hidup dan lepas dari najis,dampak negatif pada tubuh
dan ancaman kematian serta merubah sunnatullah.

Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32).

Colok dubur dalam islam


Semua harus dilandasi dengan takwa dan rasa takut kepada Allah, Allah Ta’ala menyebutkan
dalam firman-Nya surat al-An’am ayat 119:

44
“(padahal) sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu. Kecuali apa yang terpaksa.”

Daftar Pustaka

Junquiera L.C., Carneiro J, (2007), Histologi Dasar, Text dan Atlas, edisi 10, Penerbit
buku kedokteran EGC

Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi vol.2 . Ed. 7. Jakarta : EGC. 648-649

Price, SA ., Wilson, LM . 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Vol 1. Ed. 6. Jakarta : EGC.

45
Sjamsuhidajat r, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC,2003.

Ganiswara, SG, Setiabudy, R, Suyatna, FD, dkk, (2006), Farmakologi Dan Terapi,
Edisi 5, Gaya Baru, Jakarta.

Ganong.W.F, (2001), Review of Medical Physiology. 20th Ed The McGraw-Hill


Companies.

http://www.suara-islam.com/index.php

Sofwan, Achmad. 2014. Tractus Digestivus. Fakultas Kedokteran YARSI

Sherwood. L, (2004), Human Physiology: From Cells to System. 5th ed.


Singapore.West. International Thomson Publishing

Siti Boedina Kresno,(2005), Imunologi, Diagnosis dan Prosedur Laboratorim ed


FKUI

46

Anda mungkin juga menyukai