Anda di halaman 1dari 32

‫َّح ْي ِم‬

ِ ‫ــــــــــــــــــم هللاِ الر َّْح َم ِن الر‬


ِ ‫بِ ْس‬
BLOK
MEDIKOLEGAL
MATA DI OBATI MENJADI BUTA
KELOMPOK A - 12
•Ketua : Husna Maulidia Sugiratna (1102014123)
•Sekretaris: Hilda Utami (1102014121)
•Anggota: Arya Nugraha Karya (1102014040)
Dessy Indriani (1102014069)
Adibah Nauratul Azkiya (1102015006)
Anggi Larasati(1102015023)
Asa Gema Kurniawan (1102015036)
Kadita Pritiwi (1102015109)
Magma Sanggiri (1102015124)
Mata Diobati Menjadi Buta
Tidak terima matanya menjadi buta, Haslinda bersama tim kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan mendatangi
ke Polda Metro Jaya untuk melaporkan dugaan malpraktek dokter, Waldensius Girsang di Rumah Sakit Jakarta Eyes Center.

Haslinda menuturkan, pada 6 Maret lalu, Kemerahan pada mata, kabur penglihatan, kepekaan terhadap cahaya (ketakutan
dipotret), gelap, mata sakit sudah disampaikan ke dokter Fikri Umar Purba yang kemudian didiagnosis sebagaipenyakit uveitis
tuberkulosa. Namun beberapa hari kemudian setelah ditangani oleh dokter Purba, mata Haslinda tidak kembali berfungsi normal
atau menjadi buta.

Sementara itu, Dokter Purba yang ditemui di Rumah Sakit Jakarta Eyes Center membantahtelah melakukan malpraktek
terhadap Haslinda.

Dalam pengaduannya keruang pengaduan Polda Metro Jaya, Haslinda warga Kayu Mas, Pulogadung, Jakarta Timur ini tidak
menyebutkan tuntuan materil dan inmateril kepada dokter Purba dan Rumah Sakit Jakarta Eyes Center sebagaipihak yang
diduga melakukan malprakter.

Pengacara pasienjuga menuliskan dasar gugatannya berdasarkan:


1. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
4. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
5. UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
6. UU No. 44 tahun 2009 tentangRumah Sakit
7. Kode Etik Kedokteran
UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
KATA SULIT

1. Malpraktek : Kelalaian dari seorang dokter untuk menerapkan tingkat pengetahuan,


kompetensi dan keterampilan pada pasien

2. Hukun Pidana : peraturan yang menentukan perbuatan yang di larang dan yang termasuk
dalam tindakan pidana serta menentukan hukum yang dijatuhkan.

3. Hukum Perdata : Ketentuan yang mengatur hak-hak yang kepentingan individu dalam
masyarakat
PERTANYAAN
1. Apa saja yang mungkin menjadi kerugian materi dan inmateri pada pasien tersebut ?
2. Apa saja contoh mal praktek dalam dunia kesehatan ?
3. Bagaimana cara menyelesaikan kasus ini ?
4. Apa indikasi mal praktek dalam islam ?
5. Apakah terdapat perlindungan hokum dari rumah sakit ?
6. Apakah fungsi dari lembaga hokum kesehatan ?
7. Apa saja tindakan pencegahan mal praktek ?
8. Apa saja jenis mal praktek ?
9. Apa hokum mal praktek dalam islam ?
10.Siapa yang bertanggung jawab jika dokter melakukan mal praktek ?
JAWABAN
1. Inmateri seperti buta dan yang materi seperti sudah mengeluarkan uang yang terlalu banyak
2. Kesalahan pada saat anastesi, Aborsi yang tidak sesuai indikasi, pemberian obat yang salah,
salah diagnosis, tindakan diluar kompetensi
3. Kodeki, Kekeluargaan/mediasi, Jalur hukum
4. Merugikan pasien dan diri sendiri, tidak sesuai kompetensi
5. ada tergantung dari SOP rumah sakit tersebut
6. untuk melindungi orang – orang yang terkena mal praktek yang di naungi oleh departemen
hokum dan ham dan sebagai jembatan antara korban dan terduga yang melakukan mal
praktek
7. Imformed consent, rekam medis, komunikasi yang baik, tindakan yang sesuai SOP
8. Malpraktek Etik, MalPraktek Disiplin, Malpraktek Hukum
9. Haram jika disengaja
10.Dokter bersangkutan & rumah sakit dan klinik tempat dokter tersebut praktek
HIPOTESIS
Malpraktek merupakan kelalaian dokter untuk menerapkan tingkat
pengetahuan, kompetensi dan keterampilan pada pasien yang menyalahi
undang – undang, kode etik dan haram menurut agama Islam.
SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Malpraktek
LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Malpraktek
LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Malpraktek
LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan Alur Malpraktek

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Informed Consent

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Terhadap Malpraktek


LI.1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN
MALPRAKTEK
LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Malpraktek
Malpraktik atau malpractice berasal dari kata ”mal” yang berarti buruk dan ”practice”
yang berarti suatu tindakan atau praktik, dengan demikian malpraktek adalah suatu tindakan
medis buruk yang dilakukan dokter/tenaga kesehatan dalam hubungannya dengan pasien.
Malparaktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter/tenaga kesehatan
pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak
berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan oleh
dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman, 1950).

Menurut Hoekema, 1981 malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter


karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-rata dan
masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama, dan
masih banyak lagi definisi tentang malparaktik yang telah dipublikasikan. Kelalaian medik.
LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Malpraktek
Bentuk-bentuk Malpraktek

1. Malpraktik Medik (medical malpractice)


John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of professional negligence in whice
miserable injury occurs to a plaintiff patient as the direct result of an act or omission by defendant
practitioner. (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian professional yang menyebabkan terjadinya
luka berat pada pasien / penggugat sebagai akibat langsung dari perbuatan ataupun pembiaran oleh
dokter/terguguat).

2. Malpraktik Etik (ethical malpractice)


Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran, sebagaimana
yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat standar etika, prinsip,
aturan, norma yang berlaku untuk dokter.

3. Malpraktik Yuridis (juridical malpractice)


Malpraktik yuridik adalah pelanggaran ataupun kelalaian dalam pelaksanaan profesi kedokteran
yang melanggar ketentuan hukum positif yang berlaku.
Malpraktik Yuridik meliputi:
a. malpraktik perdata (civil malpractice0
Malpraktik perdata terjadi jika dokter tidak melakukan kewajiban (ingkar janji)
yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati.

b. Malpraktik Pidana (criminal malpractice)


Malpraktik pidana terjadi, jika perbuatan yang dilakukan maupun tidak
dilakukan memenuhi rumusan undang-undang hukum pidana. Perbuatan tersebut
dapat berupa perbuatan positif (melakukan sesuatu) maupun negative (tidak
melakukan sesuatu) yang merupakan perbuatan tercela (actus reus), dilakukan
dengan sikap batin yang slah (mens rea) berupa kesengajaan atau kelalauian.

c. Malpraktik Administrasi Negara (administrative malpractice)


Malpraktik administrasi terjadi jika dokter menjalankan profesinya tidak
mengindahkan ketentuan-ketentuan hukum administrasi Negara.
Kriteria
 
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu :
• Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hokum atau
tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpaindikasi
yang memadai.
• Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakandengan
tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medisdengan menyalahi
prosedur
• Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan
kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan 
 
Bentuk-bentuk error (mistakes, slips and lapses), namun pada kelalaian harus memenuhi keempat
unsur kelalaian dalam hukum khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak selalu
mengakibatkan kerugian. 
Demikian pula adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan dampak
buruk .Suatu perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap lalai apabila memenuhi
empat unsur di bawah ini, yaitu:
 
1. Duty atau kewajiban dokter dan dokter gigi untuk melakukan sesuatu tindakan atauuntuk
tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasidan kondisi
yang tertentu.

2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut.

3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai
kerugian akibat dari layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberilayanan.

4. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugianyang
setidaknya merupakan “proximate cause”.
 
LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan Alur Hukum Malpraktek
MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN (MKEK)
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) adalah badan otonom IDI yang bertanggung jawab
mengkoordinasi kegiatan internal organisasi dalam pengembangan kebijakan, pembinaan pelaksanaan dan
pengawasan penerapan etika kedokteran.

Tugas dan wewenang


1. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua keputusan yang ditetapkan
muktamar.
2. Melakukan tugas bimbingan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etik kedokteran, termasuk
perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur kedokteran.
3. Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di Indonesia.
4. Memberikan usul dan saran diminta atau tidak diminta kepada pengurus besar, pengurus wilayah dan
pengurus cabang, serta kepada Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia.
5. Membina hubungan baik dengan majelis atau instansi yang berhubungan dengan etik profesi, baik
pemerintah maupun organisasi profesi lain.
6. Bertanggung jawab kepada muktamar, musyawarah wilayah dan musyawarah cabang.

Status MKEK:
7. Sebagai badan otonom IDI
8. Segala keputusannya di bidang etika tidak dipengaruhi pengurus IDI
9. Keputusan MKEK mengikat pengurus IDI
Fungsi
Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK IDI
Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin profesi,
yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya
Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat
dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk
permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di
pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya
persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham
dengan putusan MKEK.
Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau
Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya
diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter
teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.
MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA (MKDKI)
MKDKI adalah lembaga yang berwenang untuk :
1. Menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan
disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi.

2. Menetapkan sanksi disiplin.

Sesuai dengan UU PRADOK NO.29 Tahun 2004 Pasal 55 ayat (1) yang berisi
‘Menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktil kedokteran.

Tugas MKDKI :
3. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan
dokter gigi yang diajukan.
4. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter
gigi.
Dalam melaksanakan tugas MKDKI mempunyai wewenang:
1. Menerima pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
2. Menetapkan jenis pengaduan pelanggaran disiplin atau pelanggaran etika atau bukan keduanya.
3. Memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi.
4. Memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi.
5. Menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi.
6. Melaksanakan keputusan MKDKI.
7. Menyusun tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi.
8. Menyusun buku pedoman MKDKI dan MKDKI-P.
9. Membina, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas MKDKI-P.
10. Membuat dan memberikan pertimbangan usulan pembentukan MKDKI-P kepada Konsil
Kedokteran Indonesia.
11. Mengadakan sosialisasi, penyuluhan, dan diseminasi tentang MKDKI dan dan MKDKI-P
mencatat dan mendokumentasikan pengaduan, proses pemeriksaan, dan keputusan MKDKI.
LI.2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN
INFORMED CONSENT
Definisi
Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang dilakukan terhadap pasien
tersebut.

Bentuk Informed Consent


 Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)
Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum,
sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis.

 Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)


Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan segera
untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak bisa membuat
persetujuan segera.

 Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)


Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan melebihi
Tujuan Informed Consent
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk
dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga
berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat
terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan
sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila
informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.

Manfaat Informed Consent


• Melindungi pasien terhadap segala tindakan medik yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasien. Misalnya tindakan medik yang tidak perlu atau tanpa indikasi, penggunaan alat
canggih dengan biaya tinggi dsbnya.
• Memberikan perlindungan hukum bagi dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan
bersifat negatif. Misalnya terhadap resiko pengobatan yang tidak dapat dihindari walaupun
dokter telah bertindak seteliti mungkin.
Informasi yang harus diberikan dokter kepada pasien:
1. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran.
2. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan.
3. Alternatif tindakan lain dan risikonya.
4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
6. Perkiraan pembiayaan.

Kapan Persetujuan Tindakan Medis dilakukan:


7. Dalam setiap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien.
8. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi.
9. Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran yang tidak terdapat
indikasi sebelumnya untuk menyelamatkan jiwa pasien

Yang berhak memberikan persetujuan


Pasien yang kompeten atau keluarga terdekat suami atau isteri, ayah atau ibu kandung, anak-
anak kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya
Tata cara pemberian persetujuan:
a. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan secara
tertulis atau lisan dan diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya
tindakan kedokteran yang dilakukan
b. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh persetujuan tertulis yang
tertuang dalam formulir khusus yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan
c. Dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien dan / atau mencegah kecacatan tidak
diperlukan tindakan keokteran
d. Tindakan penghentian / penundaan bantuan hidup pada seorang pasien harus mendapat persetujuan
keluarga terdekat pasien setelah mendapat penjelasan dari tim dokter yang bersangkutan
e. Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan
secara tertulis sebelum dimulainya tindakan
Penolakan Tindakan Kedokteran
f. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan / atau keluarga terdekatnya setelah
menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan. Penolakan tindakan kedokteran
tersebut dilakukan secara tertulis
g. Akibat penolakan tindakan kedokteran menjadi tanggung jawab pasien
h. Penolakan tindakan-tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter dan pasien
Skema Pelaksanaan Informed Consent

Pasien Dokter

Informasi

Mempertimbangkan /
Memutuskan

SETUJU MENOLAK

Penandatangan Form Penandatanganan Form


Persetujuan Penolakan
LI.3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN
PANDANGAN ISLAM TERHADAP
MALPRAKTEK
Definisi
Malpraktek adalah tindakan yang salah dalam pelaksanaan suatu profesi. Istilah ini bisa
dipakai dalam berbagai bidang, namun lebih sering dipakai dalam dunia kedokteran dan
kesehatan. Perlu diketahui bahwa kesalahan dokter atau profesional lain di dunia medis –
kadang berhubungan dengan etika/akhlak. Malpraktek juga kadang berhubungan dengan
disiplin ilmu kedokteran.
Bentuk-bentuk malpraktek:
a. Tidak punya keahlian (jahil)
Melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keahlian, baik tidak memiliki keahlian
sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki sebagian keahlian tapi bertindak diluar
keahliannya. Telah disinggung oleh Nabi SAW dalam sabda beliau:

ِ ‫ب َقبْ َل َذلِ َك َف ُه َو َض‬


‫ام ٌن‬ ٌ ّ ‫ب َول َْم ي ُ ْعل َْم ِمن ْ ُه ِط‬
َ َّ‫َم ْن تَ َطب‬
“Barang siapa yang mengobati orang sakit dan sebelumnya tidak diketahui memiliki keahlian, maka
ia bertanggung jawab” (HR. Abu Dawud no.4575, an-Nasai’ no.4845 dan Ibnu Majah no. 3466.
Hadits hasan. Lihat Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 635)
 
Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak orang,
sehingga para Ulama sepakat bahwa Mutathabbib (pelaku pengobatan yang bukan ahlinya) harus
bertanggung jawab jika timbul masalah dan harus dihukum agar jjera dan menjadi pelajaran bagi
orang lain
b. Menyalahi prinsip-prinsip ilmiah (mukhalafatul ushul al-‘ilmiyyah)
Yang dimaksud dengan prinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang telah baku dan biasa dipakai
oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi
kedokteran.

c. Ketidaksengajaan (khatha’)
Adalah suatu tindakan / kejadian tanpa ada maksud pelaku dalam melakukannya. Misalnya, tangan dokter bedah
terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya
berdosa, tapi ia harus bertanggung jawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan
Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat khatha’ (kejahatan tidak sengaja).

d. Sengaja menimbulkan bahaya (i’tidd’)


Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk malpraktek yang paling buruk.
Biasanya pembuktiannya dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun juga faktor kesengajaan ini dapat
diketahui melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek yang sangat jelas.
Pembuktian Malpraktek

Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan
malpraktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban dari
pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan
langsung diterima tanpa bukti, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka
meninggalkan profesi mereka, sehingga akhirnya membahayakan kehidupan umat manusia.
Sebaliknya, jika tidak ada pertanggungjawaban atas tindakan malpraktek yang terbukti, pasien
terzhalimi, dan para dokter bisa jadi berbuat seenak mereka. Dalam dugaan malpraktek,
seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat sebagai berikut:

• Pengakuan pelaku malpraktek (iqrar).


Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri, dan ia
lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri, biasanya pengakuan
ini menunjukkan kejujuran.
• Kesaksian ( syahadah ).
Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zir, dibutuhkan kesaksian dua pria yang adil.
Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi, dibolehkan kesaksian
satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain
oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian empat wanita tanpa pria. Di samping
memperhatikan jumlah dan kelayakan saksi, hendaknya hakim juga memperhatikan bahwa saksi
tidak memiliki tuhmah (kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek dari diri pelaku).

• Catatan medis.
Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat agar bisa
menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti yang sah.
Tanggung Jawab Malpraktek

Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang dipikul
pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut:
a. Qishash
Qishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja untuk
menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota tubuhnya, dan
memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang dilakukannya. Ketika
memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash, Khalil bin Ishaq al-Maliki
mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area bedah) dengan sengaja.
b. Dhaman (tanggung jawab materiil berupa ganti rugi atau diyat)
Bentuk tanggung-jawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut:
 Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada
kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
 Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.
 Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip- prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan tidak disengaja.
 Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip- prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin dari pasien, wali
pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.
c. Ta'zir berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain.
Ta'zir berlaku untuk dua bentuk malpraktek:
 Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada
kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
 Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.
Pihak yang bertanggung jawab
Tanggung-jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang dokter melakukan kesalahan
langsung, dan bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek secara tidak langsung.
Misalnya, seorang dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan awal sengaja merekomendasikan
pasien untuk merujuk kepada dokter bedah yang tidak ahli, kemudian terjadi malpraktek. Dalam
kasus ini, dokter bedah adalah adalah pelaku langsung malpraktek, sedangkan dokter pemeriksa ikut
menyebabkan malpraktek secara tidak langsung.
Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang bertanggung-jawab.
Kadang juga ada pihak lain lain yang ikut bertanggung-jawab bersamanya. Karenanya, rumah sakit
atau klinik juga bisa ikut bertanggung-jawab jika terbukti teledor dalam tanggung-jawab yang
diemban, sehingga secara tidak langsung menyebabkan terjadinya malpraktek, misalnya mengetahui
dokter yang dipekerjakan tidak ahli.
‫هّٰلِل‬
‫الح ْم ُد ِ َر ِّب ال َعالَ ِم ْي َن‬
َ
SELESAI DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai