Anda di halaman 1dari 9

Malpraktik dan Kejadian Tidak Diharapkan dalam Medis

Natasha Princess Luddu


102017173
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
natasha.2017fk173@civitas.ukrida.ac.id

ABSTRAK
Malpraktek medis merupakan salah satu masalah hukum yang dapat terjadi apabila
terjadi kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang mengakibatkan cedera pada
pasien. Definisi kesalahan atau kelalaian tersebut didasarkan pada penyimpangan dokter atau
profesional medis dari standar pelayanan operasional (SOP) yang berlaku. Namun, hasil
negatif tidak dapat dijadikan sebagai dasar menyalahkan dokter melakukan malpraktek. Hal
ini dikarenakan ada kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan yang disebabkan oleh
berbagai faktor.
Kata kunci: malpraktik, unforeseeable risk, medis.

ABSTRACT
Medical malpractice is a legal problem that can occur if there is an error or
negligence in health services that results in injury to the patient. The definition of error or
omission is based on the doctor or medical professional's deviation from the applicable
operational service standards (SOP). However, the negative results cannot be used as a
basis for blaming the doctor for malpractice. This is because there is the possibility of
unexpected events caused by various factors.
Keywords: malpractice, unforeseeable risk, medical.

PENDAHULUAN
Keselamatan pasien merupakan suatu hal yang utama bagi dokter dalam menjalankan
tugasnya (aegroti salus lex suprema), karena hal ini sudah merupakan suatu kewajiban dokter
dalam mengobati orang sakit, sesuai dengan sumpah Hippocrates yang merupakan pedoman
dasar dalam kedokteran.1 Maka dari itu, segala kegiatan dalam dunia medis berkaitan erat
dengan hukum, sehingga dapat tercapai pelayanan kesehatan dan peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Undang-undang (UU) No. 36 Tahun 2009 merupakan
salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan suatu pelayanan kesehatan yang lebih baik
1
bagi masyarakat. Seiring dengan tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi akan pelayanan
kesehatan, para pihak yang melakukan pelayanan kesehatan dalam hal ini tenaga medis dan
rumah sakit dituntut untuk turut serta meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Akan tetapi tidaklah mudah dalam mewujudkan suatu pelayanan kesehatan tanpa
disertai dengan standar pelayanan operasional (Standard Operating Procedure / SOP) dengan
memperhatikan setiap hak dan kewajiban pasien.2
Hubungan kepercayaan antara dokter dan pasien, yaitu penyembuh dan yang
disembuhkan, dikenal dengan istilah ‘transaksi terapeutik’. Hubungan ini terjadi untuk
menemukan terapi yang sesuai sebagai upaya untuk menyembuhkan penyakit pasien oleh
dokter yang bersangkutan. Namun, transaksi terapeutik antara dokter dan pasien melahirkan
kemungkinan adanya tindak pidana, pertanggungjawaban pidana dan sanksi pidana.
Malpraktek medis merupakan salah satu masalah hukum yang dapat terjadi ketika rumah
sakit, dokter, atau profesional perawatan kesehatan lainnya melakukan kesalahan atau
kelalaian dalam diagnosis, perawatan, maupun manajemen kesehatan yang mengakibatkan
cedera pada pasien. Definisi kesalahan atau kelalaian tersebut didasarkan pada penyimpangan
dokter atau profesional medis dari standar pelayanan operasional (SOP) yang berlaku.3

BIOETIKA
Bioetika terdiri dari dua kata, yaitu bio dan etika. Dimana bio berkaitan dengan ilmu-ilmu
bidang hayati, sedangkan etika adalah ilmu tentang isu-isu etik dalam ilmu biologi. Dalam
bioetika terdapat empat prinsip yang harus dipenuhi oleh seorang dokter, yaitu :
 Beneficience; adalah prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan
untuk kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk
kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar
daripada sisi buruknya (mudarat).
 Non-maleficience; adalah prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk
keadaan pasien, tidak merugikan pasien. Manfaat bagi pasien lebih besar dari
kerugian dokter
 Justice; adalah prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.
 Autonomy; adalah prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent. Isi dari informed consent adalah tindakan medis

2
terhadap pasien harus mendapat persetujuan dari pasien tersebut, setelah ia diberi
informasi dan memahaminya.

MALPRAKTIK
a. Definisi malpraktik
Malpraktik / Malpractice berasal dari kata “mal “ yang berarti buruk, sedang kata
practice berarti suatu tindakan / praktik, secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu
tindakan medik “buruk” yang dilakukan oleh dokter dalam hubungannya dengan
pasien. Malpraktik sebagaimana definisi yang ada bukanlah suatu rumusan hukum
yang diatur dalam undang-undang, melainkan suatu kumpulan dari berbagai perilaku
menyimpang yang dapat terjadi karena suatu tindakan yang disengaja (intentional),
tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang mahiran / ketidak
kompetenan yang tidak beralasan (profesional misconduct).1 Malpraktik juga bisa
diartikan sebagai setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter karena melakukan
pekerjaan kedokteran di bawah standar, yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk
akal dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi dan tempat yang sama.5
b. Jenis malpraktik
1. Malpraktik etik
Malpraktik etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan.6
2. Malpraktik Yuridis
Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu
malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice)
dan malpraktek administratif (administrative malpractice)
 Malpraktik perdata6
Malpraktik perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan
tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik
oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.
Dalam malpraktek perdata yang dijadikan ukuran dalam malpraktik yang
disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpa
levissima). Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata)
maka seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktik pidana.

3
Bentuk pelanggaran dalam wanprestasi sebagai berikut :
1. Tidak memberikan prestasi sama sekali sebagaimana yang
diperjanjikan;
2. Memberikan prestasi tidak sebagaimana mestinya, tidak sesuai kualitas
atau kuantitas dengan yang diperjanjikan
3. Memberikan prestasi tetapi sudah terlambat tidak tepat waktu
sebagaimana yang diperjanjikan
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan
 Malpraktik pidana
Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami
cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati atau kurang cermat dalam
melakukan upaya perawatan.6 Malpraktik pidana dibagi menjadi tiga yaitu;
intentional (secara sadar), negligence (kealpaan), dan lack of skill.
Professional misconduct merupakan salah satu criminal malpraktek yang
tergolong dalam intentional. Professional misconduct merupakan
pelanggaran standar secara sengaja (deliberate violation). Bentuk
professional misconduct antara lain:7,8
1. Pembohongan (fraud)
2. Keterangan palsu
3. Penahanan pasien
4. Buka rahasia kedokteran tanpa hak
5. Aborsi illegal
6. Euthanasia
7. Penyerangan seksual

Lack of skill atau kompetensi kurang atau diluar kompentesi/kewenangan


sering menjadi penyebab error atau kelalaian. Kompetensi kurang ini
sering dikaitan dengan institusi dokter tersebut. Kesalah ini berlaku karena
dokter tidak mempunyai kompetensi atau ilmu yang cukup untuk
melakukan sesuatu tindakan medis namun, pada kondisi tertentu, dokter
dibenarnya melakukan tindakan medis yang diluar kepakarannya seperti
pada kondisi lokal tertentu yang tidak cukup kaki tangan tenaga
kesehatan.9

4
Negligence/kelalaian merupakan jenis malpraktek yang tersering
dilakukan. Hal ini terkadang dilakukan bukan karena kesengajaan. Prinsip
dari berlakunya kelalaian adalah tidak melakukan yang seharusnya
dilakukan, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan oleh orang-orang
yang sekualifikasi pada situasi dan kondisi yang identik. 7 Kelalaian dapat
terjadi dalam 3 bentuk yaitu;10

1. Malfeasance: melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak


tepat/layak (melakukan tindakan medis tanpa indikasi).
2. Misfeasance: melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat
3. Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan
kewajiban baginya.
 Malpraktik administratif
Malpraktik administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan
pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku.6
c. Kriteria malpraktik
1. Langsung
Menurut Taylor, suatu perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap lalai
apabila memenuhi 4D, yaitu;8
 Duty atau kewajiban dokter atau dokter gigi untuk melakukan sesuatu
tindakan atau tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien
tertentu pada situasi dan kondisi tertentu
 Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut
 Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan
oleh pemberi layanan
 Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata

Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan
kewajiban dengan kerugian yang setidakanya merupakan “procimate cause” ada
hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang
diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya dan hal

5
ini haruslah dibuktikan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar
menyalahkan dokter melakukan malpraktek.

2. Tidak langsung
Malpraktik dapat dibuktikan dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita pasien
sebagai hasil layanan perawatan. Hal ini mengacu pada doktrin res ispa loquitur
(the thing speak itself), yang memiliki kriteria:10
 Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai
 Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokter
 Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain
tidak ada contributory negligence.

ADVERSE EVENT
a. Definisi adverse event
Dikenal juga sebagai kejadian tidak diharapkan (KTD), merupakan suatu kejadian
yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(“commission”) atau karena tidak bertindak (“omission”), bukan karena “underlying
disease” atau kondisi pasien.11
b. Penyebab KTD
Faktor terjadinya KTD dapat dikelompokkan menjadi:
1. Perjalanan penyakit yang tidak dapat diberhentikan, misal karena keganasan atau
stadium lanjut, maupun komplikasi penyakit dikemudian hari.
2. Risiko yang tidak dapat diketahui (unforeseeable risk)
3. Risiko yang sudah dapat diketahui dan dapat diterima pasien (foreseeable nut
accepted)
4. Akibat kegagalan dokter melaksanakan pelayanan yang layak (reasonable care).
UNFORESEEABLE RISK
World Medical Association menyatakan bahwa suatu peristiwa buruk yang tidak
dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang
sesuai standar tetapi mengakibatkan cidera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian
malpraktik atau kelalaian medik. Dengan demikian suatu akibat buruk yang unforeseeable
dipandang dari ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran saat itu dalam situasi dan fasilitas
yang tersedia tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada dokter
Setiap tindakan medis mengundang risiko buruk, sehingga harus dilakukan tindakan
pencegahan ataupun tindakan mereduksi risiko. Namun demikian sebagian besar diantaranya

6
tetap dapat dilakukan oleh karena risiko tersebut dapat diterima (acceptable) sesuai dengan
“state-of-the-art” ilmu dan teknologi kedokteran. Risiko yang dapat diterima adalah apabila
risiko yang derajat probabilitas dan keparahannya cukup kecil, dapat diantisipasi,
diperhitungkan atau dapat dikendalikan, misalnya efek samping obat, pendarahan dan infeksi
pada pembedahan dan lain-lain. Selain itu, risiko yang derajat probabilitas dan keparahannya
besar juga dapat diterima untuk dilakukan pada kondisi tertentu, yaitu apabila tindakan medis
yang berisiko tersebut harus dilakukan karena merupakan satu-satunya cara yang harus
ditempuh, teruatama dalam keadaan gawat darurat.12
Upaya pencegahan malpraktik dalam pelayanan kesehatan:13
1. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena
perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan
berhasil (resultaat verbintenis).
2. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
3. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
4. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
5. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
6. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitarnya.

PEMBAHASAN
Dalam kasus tersebut dijelaskan bahwa wanita hamil berusia 35 tahun dalam kondisi
akan melahirkan positif COVID-19. Kemudian dokter IGD tersebut merujuk ke RSUD yang
merupakan pusat rujukan COVID 19 setelah memastikan tidak ada tanda gawat janin, namun
bayi meninggal saat dilahirkan. Untuk mengetahui apakah dokter tersebut benar-benar
memeriksa kondisi ibu dan janin, kita bisa memastikannya melalui rekam medis pasien. Kita
juga bisa mengevaluasi dokter tersebut apakah sudah bekerja sesuai dengan SOP yang
berlaku. Apabila dalam rekam medis tertera pemeriksaan yang menyatakan tidak ada gawat
janin dan diketahui dokter telah menjalankan SOP yang berlaku, maka kasus ini masuk dalam
kategori unforeseeable risk. Menurut World Medical Association, suatu akibat yang timbul
akibat unforeseeable risk tidak dipertanggungjawabkan kepada dokter. Sebaliknya, jika
dalam rekam medis tidak ditemukan adanya pemeriksaan terkait atau dokter tersebut
menyalahi SOP, maka kasus ini termasuk dalam malpraktik karena sesuai dengan kriteria 4D.

7
KESIMPULAN
Malpraktik merupakan tindakan yang menyalahi standar-standar yang telah
ditentukan kode etik kedokteran, standar profesi, standar pelayanan medik atau operasional
prosedur yang berlaku. Hal ini berujung pada kerugian pasien atau bahkan hingga kehilangan
nyawa. Namun, hasil negatif tidak dapat dijadikan sebagai dasar menyalahkan dokter
melakukan malpraktek. Perlu dilakukan penyelidikan untuk mengetahui proses pelaksanaan
tindakan medis maupun pengambilan keputusan oleh dokter yang bersangkutan. Hal ini
dikarenakan ada kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan yang disebabkan oleh
berbagai faktor. Dalam kasus ini, diperlukan adanya penyelidikan lebih lanjut untuk
memastikan apakah termasuk malpraktik atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA
1. Novianto WT. Penafsiran hukum dalam menentukan unsur-unsur kelalaian
malpraktek medik (medical malpractice). Yustisia 2015:4(2): 488-503.
2. Hadi IG. Perbuatan melawan hukum dalam pertanggungjawaban dokter terhadap
tindakan malpraktik medis. Yuridis 2018:5(1):98-113.

3. Afzal M. Perlindungan pasien atas tindakan malpraktek dokter. JIME 2017:3(1):435-


44.

4. Medical malpractice. Diakses dari: https://www.hannover-re.com/180629/medical-


malpractice-2020.pdf, 18 September 2020.

5. Setiawan H, Octara D, Sugiharta N. Pelanggaran kode etik kedokteran pada kasus


pengangkatan indung telur pasien secara sepihak. Jurisprudentie 2018:5(2):99-120.

6. Fitriono RA, Setyanto B, Ginting R. Penegakan hukum malpraktik melalui


pendekatan mediasi penal. Yustisia 2016:5(1):87-93.
7. Sitio EK, Wirasila AA, Purwani SP. Hukum pidana dan undang-undang praktek
kedokteran dalam penanganan malpraktek. Diakses dari:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/29910/18402, 19 September
2020.
8. Prodjodikoro W.Tindak-tindak pidana tertentu di Indonesia. Bandung: Refika
Aditama:2008; h.21-9.

8
9. Gunawandi J. Persetujuan tindakan medis (informed consent). Pasien, Dokter, dan
Hukum. Jakarta:FK UI; 2007: h.2, 24-6.
10. Hanafiah JM. Etika kedokteran dan hukum Kesehatan. Edisi 4. Jakarta:EGC; 2008:
h.25-30.
11. KKPRS. Pedoman pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP). Diakses dari:
http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/website_ikprs/content/pedoman_pelaporan.pdf,
20 September 2020.
12. Haryani S. Sengketa medik: alternatif penyelesaian antara dokter dengan pasien.
Jakarta: Diadit Media; 2005: h.10
13. Sibarani S. Aspek perlindungan hukum pasien korban malpraktik dilihat dari sudut
pandang hukum di Indonesia. Diakses dari:
https://ojs.uajy.ac.id/index.php/justitiaetpax/article/view/1417, 20 September 2020.

Anda mungkin juga menyukai