Malpraktek atau malpractice berasal dari kata mal yang berarti buruk dan practice yang
berarti suatu tindakan atau praktek, dengan demikian malpraktek adalah suatu tindakan medis
buruk yang dilakukan dokter/tenaga kesehatan dalam hubungannya dengan pasien. Definisi
malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, 1956).
Malpraktek adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter/tenaga kesehatan
pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak
berbuat atau meninggalkan hal- hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan oleh
dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman,
1950).
Menurut Hoekema, 1981 malpraktek adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter
karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-rata
dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama, dan
masih banyak lagi definisi tentang malparaktik yang telah dipublikasikan.
Pengertian malpraktek medik menurut WMA (World Medical Associations) adalah Involves
the physicians failure to conform to the standard of care for treatment of the patients
condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct
cause of an injury to the patient (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar
pelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan
perawatan pasien, yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada
pasien).
Dari segi hukum, di dalam definisi di atas dapat ditarik pemahaman bahwa malpraktik dapat
terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu,
tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran / ketidak-
kompetenan yang tidak beralasan.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
5
B6
Klasifikasi
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance :
Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak
(unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai.
Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan
tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan
menyalahi prosedur.
Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya.
Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error (mistakes, slips and
lapses), namun pada kelalaian harus memenuhi keempat unsur kelalaian dalam hukum
khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak selalu mengakibatkan kerugian. Demikian
pula adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan dampak buruk .
Suatu perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap lalai apabila memenuhi empat
unsur di bawah ini, yaitu:
Duty atau kewajiban dokter dan dokter gigi untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk
tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi
yang tertentu.
Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian
akibat dari layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan.
Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang
setidaknya merupakan proximate cause
Berpijak pada hakekat malpraktek adalan praktek yang buruk atau tidak sesuai dengan
standar profesi yang telah ditetapkan, maka ada bermacam-macam malpraktek yang dapat
dipilah dengan mendasarkan pada ketentuan hukum yang dilanggar, walaupun kadang kala
sebutan malpraktek secara langsung bisa mencakup dua atau lebih jenis malpraktek. Secara
garis besar malprakltek dibagi dalam dua golongan besar yaitu malpraktek medik (medical
malpractice) yang biasanya juga meliputi malpraktek etik (ethical malpractice) dan
malpraktek yuridik (yuridical malpractice). Sedangkan malpraktek yuridik dibagi menjadi
tiga yaitu malpraktik perdata (civil malpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice)
dan malpraktek administrasi Negara (administrative malpractice).
Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus merupakan bentuk
malpraktik medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang
dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak
melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki
kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
6
B6
Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua
bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice (Lord Chief Justice, 1893).
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang
hukum yang dilanggar, yaitu :
Criminal Malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala
perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
7
B6
surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299
KUHP). Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan
tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati
mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien
saat melakukan operasi. Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice
adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain
atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
Civil Malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil
malpractice antara lain:
Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
Administrative Malpractice
Dokter dikatakan telah melakukan administrative malpractice, disaat tenaga perawatan
tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police
power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang
kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya
(Surat Izin Kerja, Surat Izin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan.
Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat
dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
Pasal 11 KODEKI: Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala
ilmu dan keterampilannya untu kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
8
B6
suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang
mempunyai keahlian dalam bidang penyakit tersebut
Pasal 13 KODEKI: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia
Pasal 14 KODEKI: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu
memberikan pertolongan darurat terhadap pasien yang membutuhkannya, padahal ia mampu
dapat terkena sasaran tuntutan malpraktek juga
Peraturan Hukum
Pasal 347 KUHP (Sengaja melakukan abortus tanpa persetujuan wanita yang bersangkutan)
Pasal 348 KUHP (Sengaja melakukan abortus dengan persetujuan)
Pasal 349 KUHP (Membantu atau melakukan tindakan abortus provocatus criminalis)
Pasal 359 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan kematian)
Pasal 360 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan luka / cacat)
Pasal 386 KUHP (Memberi atau menjual obat palsu)
Pasal 531 KUHP (Tidak memberi pertolongan pada orang yang berada dalam keadaan
bahaya)
Pemberlakukan hukum pidana dalam kasus-kasus kelalaian medis yang terjadi di dalam
penyelenggaraan praktek kedokteran haruslah sebagai ultimatum remidium artinya hukum
pidana sebagai alternatif terakhir apabila upaya-upaya non litigasi sudah tidak bisa lagi
berhasil untuk mengatasi permasalahan yang timbul. Selain iitu juga karena praktek
kedokteran merupakan profesi yang sangat mulia dan luhur yang diperlukan oleh banyak
orang dan praktek kedokteran dijamin pelaksanaannya oleh undang-undang.
Pasal-pasal didalam KUHPerdata yang terkait dengan malpraktek medik, yaitu: a. Pasal 1239
KUH Perdata (Melakukan wanprestasi atau cidera janji)
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
9
B6
Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan)
Pasal 80 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja melakukan tindakan medis
tidak sesuai dengan Standart Operational Procedure pada ibu hamil)
Pasal 44 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Mensyaratkan kepada setiap dokter dan
dokter gigi dalam memberikan pelayanan haruslah mempunyai standar pelayanan. Standar
pelayanan disini adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam
menyelenggarakan praktek kedokteran)
Pasal 75 dan 76 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Mensyaratkan setiap dokter harus
mempunyai surat registrasi yang ditandatangani oleh konsil kedokteran. Sedangkan surat izin
praktek kedokteran ditandatangani oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota
tempat praktek kedokteran atau dokter gigi dilaksanakan. Kedua persyaratan tersebut menjadi
suatu hal yang mutlak dimiliki oleh seorang dokter. Apabila dokter tidak mempunyai surat
registrasi dan surat izin praktek, maka selain dokter tersebut tidak sah, masyarakat juga tidak
berani di diagnosa oleh dokter tersebut karena takut terjadi malpraktek)
Pasal 32 (Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengakibatkan terganggunya
kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena kesehatan atau kelalaian
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
10
B6
Dalam perikatan sebagaimana diatur di dalam KUHPerdata dikenal adanya dua macam
perjanjian, yaitu:
Inspanningverbintenis: perjanjian upaya, artinya kedua belah pihak yang berjanji berdaya
upaya secara maksimal untuk mewujudkan apa yang diperjanjikan
Resultaatbintennis: perjanjian bahwa pihak yang berjanji akan memberikan result, yaitu
sesuatu hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
Investigasi
Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan melakukan
kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana, malpraktik
medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau kalalaian berat
dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991). Hal ini sesuai dengan ketentuan
pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata dari
dokter atau dokter gigi.
Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum pidana meliputi unsur :
Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :
Culpa lata : sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius, sembrono (gross fault or
neglect)
Culpa levissima : kesalahan ringan (slight fault or neglect) (Black 1979 hal. 241)
Dalam pembuktian perkara perdata, pihak yang mendalilkan sesuatu harus mengajukan bukti-
buktinya. Dalam hal ini dapat dipanggil saksi ahli untuk diminta pendapatnya. Jika kesalahan
yang dilakukan sudah demikian jelasnya ( res ipsa loquitur, the thing speaks for itself )
sehingga tidak diperlukan saksi ahli lagi, maka beban pembuktian dapat dibebankan pada
dokternya.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
11
B6
Pencegahan
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya
malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat
verbintenis).
Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent. Mencatat semua
tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
12
B6
Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Mempekerjakan dan melatih asisten dengan arahan langsung sampai asisten tersebut dapat
memenuhi standar kualifikasi yang ada
Mengambil langkah hati-hati untuk menghilangkan faktor resiko di tempat praktik.
Menghindari dalam meletakkan literatur medis di tempat yang mudah diakses oleh pasien.
Kesalahpahaman dapat mudah terjadi jika pasien membaca dan menyalahartikan literatur
yang ada.
Simpanlah rekam medis secara lengkap, jangan menghapus atau mengubah isi yang ada.
Gunakan formulir persetujuan yang sah dan sesuai Docu-books adalah alat bantu yang
penting dalam menyimpan surat persetujuan yang telah dibuat.
Cobalah untuk menghindari debat dengan pasien tentang tarif dokter yang terlampau mahal.
Buatlah diskusi dan pengertian dengan pasien mengenai tarif dokter yang wajar.
Pada tiap kali pertemuan, gunakanlah bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien. Jangan
pernah menduga jika pasien mengerti apa yang kita ucapkan.
Jalinlah empati untuk setiap masalah yang dialami pasien, dengan ini tata laksana akan
menjadi komprehensif.
Jangan pernah berbohong, memaksa, mengancam, atau melakukan penipuan kepada pasien.
Jangan mengakali pasienmu. Jangan mengarang-ngarang cerita mengenai penyakit pasien.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
13
B6
Jangan pernah melakukan pemasangan alat bantu, pengobatan atau tata laksana jika pasien
masih berada dalam pengaruh alkohol atau pengaruh pengobatan yang mengandung
narkotika.
Jangan pernah menawarkan untuk membiayai pengobatan pasien dengan dana sendiri. Jika
pengobatan yang diberikan melebihi polis asuransi yang pasien miliki, maka jangan
limpahkan kepada polis asuransi yang kita miliki.
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat
menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien
atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan
dapat melakukan :
Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan
yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya
perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko
medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap
batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada
doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur
pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung
jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum,
sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar
ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena
dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan
perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan
bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
14
B6
Aspek Hukum dan Sanksi
2013/2014
Skenario 1
15
B6
Informasi atau keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilakukan
adalah :
Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum,
sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk laboratorium,
suntikan, atau hecting luka terbuka.
Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan segera
untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak bisa membuat
persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti jantung.
Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan melebihi
prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal, pencabutan kuku,
tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan invasive.
Bentuk Inform Consent
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
16
B6
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah
laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya.
Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling
banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari.
Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya
ketika akan diambil darahnya.
Proxy Consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri,
dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent
tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik buat
orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah
suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst. Proxy consent hanya boleh dilakukan
dengan pertimbangan yang matang dan ketat.
Konteks dan Informed Consent : doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan :
Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu untuk
tanya-jawab.
Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
17
B6
Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi. Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.
Threshold elements : Elemen ini sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah
seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk
membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya
merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki
kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat
keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable). Secara
hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam
keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah
mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap
tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga
kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.
Information elements : Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure
(pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian berdasarkan pemahaman
yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi
(disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat.
Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari
3 standar :
o Standar Praktik Profesi : Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-
adekuat-an informasi ditentukan bagaimana BIASANYA dilakukan dalam komunitas tenaga
medis. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai
dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang tidak bermakna (menurut medis)
tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial pasien.
o Standar Subyektif : Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh
pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien
tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal
waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara individual
dianut oleh pasien.
o Standar pada reasonable person : Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua
standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi
kebutuhan umumnya orang awam.
Consent elements : Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan,
kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan,
misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari tekanan yang
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
18
B6
dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui
tawarannya.
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat
mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti
mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi
dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga
ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang
diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat.
Menurut American College of Physicians Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi
dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori
terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan,
kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya
berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
Melindungi pasien terhadap segala tindakan medik yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasien. Misalnya tindakan medik yang tidak perlu atau tanpa indikasi, penggunaan alat
canggih dengan biaya tinggi dsbnya.
Memberikan perlindungan hukum bagi dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat
negatif. Misalnya terhadap resiko pengobatan yang tidak dapat dihindari walaupun dokter
telah bertindak seteliti mungkin.
Dengan adanya informed consent maka hak autonomy perorangan di kembangkan, pasien dan
subjek dilindungi, mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, merangsang profesi medis
untuk mengadakan introspeksi, mengajukan keputusan-keputusan yang rasional dan
melibatkan masyarakat dalam memajukan prinsip autonomy sebagai suatu nilai sosial serta
mengadakan pengawasan dalam penelitian biomedik.
Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah
untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu fraudulent concealment. Pasien yang akan
menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh
dokter lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya
informed consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.
Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa
persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed
consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
19
B6
Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum
semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien. Format
tersebut bervariasi sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak
dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed
consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang
bersangkutan.
Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang
direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan
tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai
akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien.
Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk
pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien.
Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien,
meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka
dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan
mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan
persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika
keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika
tidak ada dilarang undang-undang.
Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa
inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.
Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami
informasi yang diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan
terkait dengan terapi yang akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana
tidak menggambarkan kemampuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam
usaha persuasif. Pasien seperti itu membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau
yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan persetujuan pengganti.
Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk bertindak
atas nama pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi pasien
inkompeten yang sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk
memperoleh informed consent diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari
keluarga atau dari pihak yang ditunjuk pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada
keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat diantara anggota keluarga terhadap perawatan
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
20
B6
pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional atau bertempat tinggal jauh, maka
dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk menentukan siapa yang dapat
memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.
Bagi yang di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya
berhalangan hadir diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (l) Ayah/ibu
adopsi, (2) Saudara-saudara kandung, (3) Induk semang.
Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, diberikan oleh mereka menurut urutan hak
sebagai berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Wali yang sah, (3) Saudara-saudara kandung.
Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), diberikan menurut urutan
hak sebagai berikut: (1) Wali, (2) Curator.
Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, diberikan oleh mereka menurut urutan hak
sebagai berikut: a. Suami/istri, b. Ayah/ibu kandung, c. Anak-anak kandung, d. Saudara-
saudara kandung.
[Wali: yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa untuk mewakilinya
dalam melakukan perbuatan hukum atau yang menurut hukum menggantikan kedudukan
orang tua. Induk semang : orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut bertanggung
jawab terhadap pribadi orang lain seperti pimpinan asrama dari anak perantauan atau kepala
rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa.]
Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan
bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien / keluarga
diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.
Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit
pasien. Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani pasien
baik diagnostic maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat
memahaminya. Ini mencangkup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan
dilaksanakan dan alternative terapi (Hanafiah, 1999).
Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
pasien yang harus diinformasikan sebelumnya, namun izin yang harus diberikan oleh pasien
dapat berbagai macam bentuknya, baik yang dinyatakan ataupun tidak. Yang paling untuk
diketahui adalah bagaimana izin tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga
akan memudahkan pembuktiannya kelak bila timbul perselisihan.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
21
B6
Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus menjelaskan
beberapa hal, yaitu:
Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan / pengobatan yang
akan diberikan / diterapkan.
Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan persetujuan.
Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu percobaan atau
menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukan Dokter juga perlu
menyampaikan (meskipun hanya sekilas), mengenai cara kerja dan pengalamannya dalam
melakukan tindakan medis tersebut (Achadiat, 2007).
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan
tindakan kedokteran :
Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut. Resiko yang tidak bisa diperkirakan
sebelumnya.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan
melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan (Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290/
Menkes/PER/III/2008). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan (Ayat 2).
Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus segera bertindak untuk
menyelamatkan jiwa.
Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya. Ini
tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
22
B6
Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang sehat
mental dan memang berhak memberikan dari segi hukum
Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan
Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :
Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan (purhate of
medical procedure)
Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical procesure)
Tentang resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan resiko-resikonya (alternative medical
procedure and risk)
Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan
diagnosis
Kewajiban memberi informasi dan penjelasan
Dokter yang melakukan tindakan medis tanggungjawab
Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain dengan diketahui dokter yang bersangkutan
Tulisan
Ayah/Ibu kandung
Saudara-saudara kandung
Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak :
Ayah/ibu adopsi
Saudara-saudara kandung
Induk semang
Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :
Ayah/ibu kandung
Saudara-saudara kandung
Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle)
Wali
Curator
Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua
Suami/istri
Ayah/ibu kandung
Anak-anak kandung
Saudara-saudara kandung
Cara menyatakan persetujuan
Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi Lisan; tindakan tidak beresiko
Jenis tindakan medis yang pelu informed consent disusun oleh komite medik ditetapkan
pimpinan RS
Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga pasien
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
23
B6
Dokter harus ikut membubuhkan tandatangan sebagai bukti telah memberikan informasi Bagi
pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanannya.
Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada rekam
medisnya.
Pasal 1320 KUHPerdata syarat syahnya persetujuan o Sepakat mereka yang mengikatkan diri
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi
dan menghormati hak pasien
Hak pasien antara lain ; hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia
kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion).
UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5,) (6) Setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien harus mendapat persetujuan
Permenkes No. 585/1989 tentang persetujuan tindakan medis
Dokter melakukan tindakan medis tanpa informed consent dari pasien atau keluarganya saksi
administratif berupa pencabutan surat ijin prakteknya.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
24
B6
Memahami & Menjelaskan tentang Alur hukum bila seorang dokter melakukan
malpraktek
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran/MKEK
Seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma
hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban etik dan disiplin profesinya. Persidangan
MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran
profesi.
Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan perdata
dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan umum.
Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat diperiksa
oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan-tanpa adanya keharusan saling berhubungan
di antara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK belum tentu
dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.
Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota)
bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai
penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian
sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap
berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim.
Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait
(pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group/para ahli di bidangnya yang
dibutuhkan
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
25
B6
Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan
pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga
Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit,
hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan
dengan kasusnya.
Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK IDI
Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin
profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya
Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat
dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk
permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli
di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya
persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham
dengan putusan MKEK.
Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau
Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya
diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter
teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.
Menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan
disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi.
Menetapkan sanksi disiplin.
MKDKI merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang dalam
menjalankan tugasnya bersifat independen
Tugas MKDKI :
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
26
B6
2013/2014
Skenario 1
27
B6
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
28
B6
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
29
B6
Berobat merupakan salah satu kebutuhan vital umat manusia. Banyak orang rela
mengorbankan apa saja untuk mempertahankan kesehatannya atau untuk mendapatkan
kesembuhan. Di sisi lain, para dokter adalah manusia biasa yang tidak terlepas dari kesalahan.
Demikian juga paramedis yang bekerja di bidang pelayanan kesehatan. Kemajuan teknologi
tidak serta merta menjamin menutup pintu kesalahan. Meski pada dasarnya memberikan
pelayanann sebagai pengabdian, mereka juga bisa jadi tergoda oleh keuntungan duniawi,
sehingga mengabaikan kemaslahatan pasien.
Karenanya, diperlukan aturan yang adil yang menjamin ketenangan bagi pasien dan pada saat
yang sama memberikan kenyamanan bagi para profesional bidang kesehatan dalam bekerja.
Tentu Islam sebagai syariat akhir zaman yang sempurna ini telah mengatur semuanya. Tulisan
sederhana ini mencoba menggali khazanah literatur para ulama Islam dalam hal persoalan
yang akhir-akhir ini mencuat kembali, yakni malpraktek.
PENGERTIAN MALPRAKTEK
Malpraktek berasal dari kata 'malpractice' dalam bahasa Inggris . Secara harfiah, 'mal' berarti
'salah', dan 'practice' berarti 'pelaksanaan' atau 'tindakan', sehingga malpraktek berarti
'pelaksanaan atau tindakan yang salah'. Jadi, malpraktek adalah tindakan yang salah dalam
pelaksanaan suatu profesi. Istilah ini bisa dipakai dalam berbagai bidang, namun lebih sering
dipakai dalam dunia kedokteran dan kesehatan. Artikel ini juga hanya akan menyoroti
malpraktek di seputar dunia kedokteran saja.
Perlu diketahui bahwa kesalahan dokter atau profesional lain di dunia kedokteran dan
kesehatan- kadang berhubungan dengan etika/akhlak. Misalnya, mengatakan bahwa pasien
harus dioperasi, padahal tidak demikian. Atau memanipulasi data foto rontgen agar bisa
mengambil keuntungan dari operasi yang dilakukan. Jika kesalahan ini terbukti dan
membahayakan pasien, dokter harus mempertanggungjawabkannya secara etika.
Hukumannya bisa berupa ta'zr, ganti rugi, diyat, hingga qishash.
Malpraktek juga kadang berhubungan dengan disiplin ilmu kedokteran. Jenis kesalahan ini
yang akan mendapat porsi lebih dalam tulisan ini.
BENTUK-BENTUK MALPRAKTEK
Yang dimaksudkan di sini adalah melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki
keahlian, baik tidak memiliki keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki
sebagian keahlian tapi bertindak di luar keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di
bidang kedokteran kemudian nekat membuka praktek, telah disinggung oleh Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam sabda beliau:
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
30
B6
"Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui memiliki
keahlian, maka ia bertanggung-jawab"
Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak orang,
sehingga para Ulama sepakat bahwa mutathabbib (pelakunya) harus bertanggung-jawab, jika
timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan menjadi pelajaran bagi orang lain.
Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah- kaidah yang telah baku
dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus dikuasai oleh
dokter saat menjalani profesi kedokteran.
Para ulama telah menjelaskan kewajiban para dokter untuk mengikuti prinsip-prinsip ini dan
tidak boleh menyalahinya. Imam Syfi'i rahimahullah misalnya- mengatakan: "Jika
menyuruh seseorang untuk membekam, mengkhitan anak, atau mengobati hewan piaraan,
kemudian semua meninggal karena praktek itu, jika orang tersebut telah melakukan apa yang
seharusnya dan biasa dilakukan untuk maslahat pasien menurut para pakar dalam profesi
tersebut, maka ia tidak bertanggung-jawab. Sebaliknya, jika ia tahu dan menyalahinya, maka
ia bertanggung-jawab." Bahkan hal ini adalah kesepakatan seluruh Ulama, sebagaimana
disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah.
Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar terjadi pelanggaran
prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini termasuk permasalahan yang
pelik.
3. Ketidaksengajaan (Khatha')
Ketidaksengajaan adalah suatu kejadian (tindakan) yang orang tidak memiliki maksud di
dalamnya. Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang
terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus
bertanggungjawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan
Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat khatha' (tidak sengaja).
PEMBUKTIAN MALPRAKTEK
Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan
malparaktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban dari
pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan
langsung diterima tanpa bukti, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
31
B6
Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat
sebagai berikut :
2. Kesaksian (Syahdah).
Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zr, dibutuhkan kesaksian dua pria yang
adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi,
dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang
tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian empat
wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan kelayakan saksi, hendaknya hakim
juga memperhatikan tidak memiliki tuhmah (kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek
dari dirinya).
3. Catatan Medis.
Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat agar bisa
menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti yang sah.
Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang dipikul
pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut:
1. Qishash
Qishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja untuk
menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota tubuhnya, dan
memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang dilakukannya. Ketika
memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash, Khalil bin Ishaq al-Maliki
mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area bedah) dengan sengaja."
Dhamn (Tanggung Jawab Materiil Berupa Ganti Rugi Atau Diyat) Bentuk tanggung-jawab ini
berlaku untuk bentuk malpraktek berikut:
Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada
kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.
Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan tidak
disengaja.
Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin dari
pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
32
B6
Ta'zr berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain. Ta'zr berlaku untuk dua bentuk
malpraktek:
Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada
kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah
Tanggung-jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang dokter melakukan kesalahan
langsung, dan bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek secara tidak
langsung. Misalnya, seorang dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan awal sengaja
merekomendasikan pasien untuk merujuk kepada dokter bedah yang tidak ahli, kemudian
terjadi malpraktek. Dalam kasus ini, dokter bedah adalah adalah pelaku langsung malpraktek,
sedangkan dokter pemeriksa ikut menyebabkan malpraktek secara tidak langsung.
Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang bertanggung- jawab.
Kadang juga ada pihak lain lain yang ikut bertanggung-jawab bersamanya. Karenanya, rumah
sakit atau klinik juga bisa ikut bertanggung-jawab jika terbukti teledor dalam tanggung-jawab
yang diemban, sehingga secara tidak langsung menyebabkan terjadinya malpraktek, misalnya
mengetahui dokter yang dipekerjakan tidak ahli.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1
33
B6
Daftar Pustaka
http://www.balitbangham.go.id/index/images/judul_pdf/sipol/pengembangan/2008/malprakte
k.pdfX
http://eprints.undip.ac.id/20768/1/2380-ki-fh-98.pdf
http://almanhaj.or.id/content/2836/slash/0/malpraktek-menurut-syariat-islam/ X
Blok Medikolegal
2013/2014