Anda di halaman 1dari 16

MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN

Terdapat dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan

malpraktek, yaitu kelalaian (Negligence) dan malpaktek (Malpractice) itu sendiri.

1. Kelalaian

Kelalaian berarti melakukan sesuatu di bawah standar yang ditetapkan oleh

aturan/hukum atau melakukan tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisiko

melakukan kesalahan (Keeton, 1998). Hanafiah dan Amir (1999) mengatakan bahwa

kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan

sikap hati-hatinya melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang

seseorang dengan sikap hati-hatinya tidak akan melakukannya. Sementara Guwandi (1994)

mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk melakukan sesuatu yang umumnya

seseorang yang wajar dan hati-hati akan melakukannya di dalam keadaan tersebut.

Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian tersebut

tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat

menerimanya (Hanafiah dan Amir, 1999). Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan

kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini ini

diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal.

Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga

kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu:

1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak

melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.

2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban


3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.

4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus

terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian

yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”.

Dari beberapa pengertian di atas dapat difahami bahwa kelalaian merupakan bentuk

ketidaksengajaan, kurang hati-hati, kurang peduli dengan kepentingan orang lain, namun

akibat yang ditimbulkan bukan merupakan tujuannya.

2. Malpraktek

Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu

berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan “praktek”

mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau

tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut

dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan

suatu profesi.

Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang

dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan

dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau

orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat

diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan

pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau

mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau
keterbukaan,dalam arti harus menceritakan secara jelas tentang pelayanan yang diberikan

kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang

diberikan.

Malpraktek adalah kegagalan seorang profesional untuk melakukan sesuatu sesuai

dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang karena memiliki keterampilan dan

pendidikan (Vestal, K.W,1995)

Hal serupa diutarakan oleh J. Guwandi dengan mengutip Black’s Law Dictionary,

“Malpraktek adalah, setiap sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam

ukuran tingkat yang tidak wajar. Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap sikap tindak

dari para dokter, pengacara dan akuntan. Kegagalan untuk memberikan pelayanan

profesional dan melakukan pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian yang wajar

di dalam masyarakatnya oleh teman sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga

mengakibatkan luka, kehilangan atau kerugian pada penerima pelayanan tersebut yang

cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk di dalamnya setiap sikap

tindak profesional yang salah, kekurangan keterampilan yang tidak wajar atau kurang

kehati-hatian atau kewajiban hukum, praktek buruk atau ilegal atau sikap immoral.”

“Any professional misconduct, unreasonable lack of skill. This term is usually

applied to such conduct by doctors, lawyers, and accountants. Failure of one rendering

professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under

all the circumstances in the community by the average prudent reputable member of the
profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those entitled to rely

upon them. It is any professional misconduct, unreasonable lack of skill or fidelity in

professional or judiciary duties, evil practice, or illegal or immoral conduct.”


Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktek bersifat lebih spesifik dan

terkait dengan status profesional seseorang. Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan

bahwa malpraktek merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian yang ditujukan kepada

seseorang yang terlatih atau berpendidikan dalam kinerjanya sesuai bidang

tugas/pekerjaannya.

Kelalaian memang bisa masuk di dalam pengertian malpraktek, tetapi tidak semua

malpraktek merupakan bentuk kelalaian. Malpraktek bersifat lebih luas daripada kelalaian,

karena dalam malpraktek bisa mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja

(criminal malpractice) atau melanggar hukum dan Undang-undang. Artinya di dalam

malpraktek bisa jadi tersirat adanya motif (guilty mind).

Untuk menentukan secara pasti sebuah tindakan itu adalah malpraktik, maka harus

terpenuhi hal-hal berikut ini :

a. Peristiwa terjadi saat pelaku sedang menjalankan tugasnya.

b. Adanya penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku


terhadap kewajiban profesionalnya.

c. Adanya cedera yang dialami korban.

d. Cedera yang terjadi merupakan akibat langsung dari tindakan salah yang dilakukan

pelaku.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa malpraktek adalah :

1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang profesional

2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang profesional dengan kata

lain melalaikan kewajibannya (negligence)

3. Melanggar suatu ketentuan peraturan atau perundang-undangan.


Malpraktek Dibidang Hukum

Untuk Malpraktik Hukum Atau Yuridical Malpractice Dibagi Dalam 3 Kategori Sesuai Bidang
Hukum Yang Dilanggar, Yakni Criminal Malpractice, Civil Malpractice Dan Administrative
Malpractice.

1.      Criminal Malpractice

Criminal practice merupakan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku. Perbuatan


seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut
memenuhi rumusan delik pidana yakni :

a.       Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan


tercela.

b.      Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan
(intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).

a)      Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya


melakukan euthanasia (pasal 344 kuhp), membuka rahasia jabatan (pasal
332 kuhp), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 kuhp), melakukan
aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 kuhp).

b)      Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya


melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.

c)      Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-


hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan
klem dalam perut pasien saat melakukan operasi.

Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat


individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada
rumah sakit/sarana kesehatan.

2.      Civil malpractice
Civil Practice merupakan pelanggaran terhadap kode etik profesi. Seorang tenaga
kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau
tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan
tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:

a.       Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.

b.      Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat


melakukannya.

c.       Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak


sempurna.

d.      Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan
dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability.dengan prinsip ini maka
rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya.

3.      Administrative Malpractice

Dokter dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga


perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk
menjalankan profesinya (surat ijin kerja, surat ijin praktek), batas kewenangan serta kewajiban
tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hokum administrasi.

Malpraktek Dalam Keperawatan

Sesuai pengertian malpraktek yang dikemukakan oleh Ellis dan Hartley (1998)
maka Malpraktek dalam keperawatan adalah suatu batasan yang digunakan untuk

menggambarkan kelalaian perawat dalam melakukan kewajibannya.

Caffee (1991) dan Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang

memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian

keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan

tindakan intervensi keperawatan (intervention errors).

1 Assessment Errors

Adalah kesalahan penilaian dalam melakukan asuhan keperawatan Termasuk

kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara memadai atau

kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan

laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera.

Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan diagnosis

keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam

tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data

dasar secara komprehensif dan mendasar.

2 Planning Errors

Adalah kesalahan dalam melakukan perencanaan asuhan keperawatan. Secara rinci

dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana

keperawatan.

2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat,

misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan yang tidak dimahami

perawat lain dengan pasti.


3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan

kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.

4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien. Untuk mencegah

kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan dalam membuat rencana

keperawatan tanpa mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam penulisan

harus memakai pertimbangan yang jelas berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap

perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana

harus realistis berdasarkan standar yang telah ditetapkan, termasuk pertimbangan yang

diberikan oleh pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan

tulisan. Lakukan tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati instruksi

yang ada. Setiap pendapat perlu divalidasi dengan teliti.

3 Intervention Errors

Adalah kesalahan dalam melakukan tindakan langsung terhadap pasien termasuk

kegagalan menginterpretasikan dan melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan

melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat

order/pesan dari dokter atau dari penyelia. Kesalahan pada tindakan keperawatan yang

sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca pesan/order, mengidentifikasi pasien

sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi pembatasan

(restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya tampaknya pada

tindakan pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik di antara

anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.

Kajian Etika Dan Hukum Terhadap Malpraktek Keperawatan


Apabila terjadi malpraktek dalam bidang keperawatan maka secara umum kejadian
malpraktek tersebut dapat ditinjau dari dasar hukum dan etika yang bersumber kepada Kode Etik
Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Undang-undang Keperawatan, dan Kitab undang-undang
Hukum Pidana (KUHP).

Upaya Pencegahan Malpraktek

Meskipun kelalaian dan malpraktek bisa terjadi karena ketidaksengajaan namun hal

tersebut sesungguhnya dapat dicegah dengan tindakan-tindakan yang terencana dan

sistematis. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh seorang perawat untuk

meminimalisasi kemungkinan terjadinya malpraktek keperawatan, yaitu :

1. Kesadaran Diri (Self-Awareness)

Yaitu mengidentifikasi dan memahami pada diri sendiri tentang kekutan dan
kelamahan dalam praktik keperawatan. Bila terindentifikasi akan kelemahan yang dimiliki maka
berusahalah untuk mencari penyelesaiannya. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu melalui
pendidikan, pengalaman langsung, atau berdiskusi dengan teman sekerja/kolega. Apabila
berhubungan seorang supervisor, sebaiknya bersikap terbuka akan kelemahannnya dan jangan
menerima tanggung jawab dimana perawat yang bersangkutan belum siap untuk itu. Jangan
menerima suatu jabatan atau pekerjaan kalau menurut kriteria yang ada tidak dapat dipenuhi.

2. Beradaptasi Terhadap Tugas Yang Diemban

Tenaga keperawatan yang diberikan tugas pada suatu unit perawatan dimana dia

merasa kurang berpengalaman dalam merawat pasien yang ada di unit tersebut, maka

sebaiknya perawat perlu mengikuti program orientasi/program adaptasi di unit tersebut.

Perawat perlu berkonsultasi dengan perawat senior yang ada di unit tersebut.

3 Mengikuti Kebijakan Dan Prosedur Yang Ditetapkan

Seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya harus sealu mempertimbangkan


kebijakan dan prosedur yang berlaku di unit tersebut. Ikuti kebijakan dan prosedur yang

berlaku secara cermat, misalnya kebijakan/prosedur yang berhubungan dengan pemberian

obat pada pasien.

4 Mengevaluasi Kebijakan Dan Prosedur Yang Berlaku

Ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan bersifat dinamis artinya berkembang

secara terus menerus. Dalam perkembangannya, kemungkinan kebijakan dan prosedur

yang ada diperlukan guna menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Oleh karena

itu itu ada kebutuhan untuk menyeuaikan kebijakan dan proseudr atau protokol tertentu.

Untuk itu merupakan tanggung jawab perawat profesional bekerja guna mempertahankan

mutu pelayanan sesuai dengan tuntutan perkembangan.

5 Pendokumentasian

Pencatatan perawat dapat dikatakan sesuatu yang unit dalam tatanan pelayanan

kesehatan, karena kegiatan ini dilakukan selama 24 jam. Aspa yang dicatat oleh perawat

merupakan faktor yang krusial guna menghindari suatu tuntutan. Dokumentasi dalam suatu

pencatatan adalah laporan tentang pengamatan yang dilakukan, keputusan yang diambil,

kegiatan yang dilakukan, dan penilaian terhadap respon pasien.

Oleh karena setiap kasus ditentukan adanya fakta yang medukung suatu tuntutan,

maka diperlukan pencatatan yang jelas dan relevan. Pencatatan diperlukan secara jelas,

benar, dan tepat sehingga dapat dipahami.

Vestal, K.W (1995) memberikan pedoman guna mencegah terjadinya malpraktik,

sebagai berikut :

1. Berikan kasih sayang kepada pasien sebagaimana anda mengasihi diri sendiri. Layani

pasien dan keluarganya dengan jujur dan penuh rasa hormat.


2. Gunakan pengetahuan keperawatan untuk menetapkan diagnosa keperawatan
yang tepat dan laksanakan intervensi keperawatan yang diperlukan. Perawat mempunyai
kewajiban untuk menyusun pengkajian dan melaksanakan pengkajian dengan benar.

3. Utamakan kepentingan pasien. Jika tim kesehatan lainnya ragu-ragu terhadap


tindakan yang akan dilakukan atau kurang merespon terhadap perubahan
kondisi pasien, diskusikan bersama dengan tim keperawatan guna memberikan
masukan yang diperlukan bagi tim kesehatan lainnya.

4. Tanyakan saran/order yang diberikan oleh dokter jika : Perintah tidak jelas, masalah
itu ditanyakan oleh pasien atau pasien menolak, tindakan yang meragukan atau tidak
tepat sehubungan dengan perubahan dari kondisi kesehatan pasien. Terima perintah
dengan jelas dan tertulis.

5. Tingkatkan kemampuan anda secara terus menerus, sehingga


pengetahuan/kemampuan yang dimiliki senantiasa up-to-date. Ikuti perkembangan yang
terbaru yang terjadi di lapangan pekerjaan dan bekerjalah berdasarkan pedoman yang
berlaku.

6. Jangan melakukan tindakan dimana tindakan itu belum anda kuasai.

7. Laksanakan asuhan keperawatan berdasarkan model proses keperawatan.


Hindari kekurang hati-hatian dalam memberikan asuhan keperawatan.

8. Catatlah rencana keperawatan dan respon pasien selama dalam asuhan keperawatan.
Nyatakanlah secara jelas dan lengkap. Catatlah sesegera mungkin fakta yang anda
observasi secara jelas.

9. Lakukan konsultasi dengan anggota tim lainnya. Biasakan bekerja


berdasarkan kebijakan organisasi/rumah sakit dan prosedur tindakan yang berlaku.

10.Pelimpahan tugas secara bijaksana, dan ketahui lingkup tugas masing-masing. Jangan

pernah menerima atau meminta orang lain menerima tanggung jawab yang tidak dapat

anda tangani.

Contoh Kasus Malpraktek Keperawatan


Tn P usia 25 tahun masuk RS dengan keluhan lemas,pusing, mual, muntah dan

BAB mencret selama 2 hari. Tn P di diagnosa medis GEA dengan dehidrasi sedang dan

mendapat terapi cairan RL 2500 ml/hari. Selama dirawat pasien sering ke kamar mandi.

Setelah 1 hari perawatan Tn P mengeluh nyeri pada daerah tusukan infus dan terlihat pada

selang infus terdapat bekuan darah dan kasa penutup tampak kotor,basah dan terdapat

darah yang kering. Perawat S datang dan menghampiri Tn P untuk memperbaiki selang

infus yang terdapat darah dengan cara memutar selang infus dan memasukan bekuan

darah. Selain itu perawat S tidak mengganti kasa infus dan hanya mengompres tempat

infusan dengan alkohol 70%. Setelah 3 hari tangan pasien yang terdapat infus menjadi

bengkak dan mengeluarkan nanah pada tusukan infus. Setelah dilakukan pemeriksaan Tn P

di diagnosa infeksi daerah insersi infus dan harus dilakuakan tindakan insisi untuk

mengeluarkan nanah.

Pembahasan Kasus

Dalam UU Keperawatan tahun 2014 Pasal 30 ayat 1 poin a “melakuakan pengkajian secara

holistik”, poin b “menetapkan diagnosa keperawatan”, poin c “merencanakan tindakan

keperawatan” yang menjelakan tentang tanggung jawab perawat terhadap klien (individu,

keluarga dan masyarakat). Perawat S tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya

terhadap klien dengan tidak membuat rencana keperawatan perawatan pasien dengan

terpasang infus. Selain itu Perawat S telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan

kerugian beruapa infeksi daerah infus terhadap klien. Selain itu Perawat S melanggar UU

Keperawatan tahun 2014 pasal 38 tentang hak dan kewajiban klien poin c “ Klien

mendapatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan


keperawatan, satandar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku’.Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal
54 ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

Pembuktian malpraktek dibidang pelayanan kesehatan

Dalam  kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua
cara yakni :

1.      Cara langsung oleh taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 d
yakni :

a.       Duty (kewajiban)

Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter haruslah


bertindak berdasarkan:

a)      Adanya indikasi medis

b)      Bertindak secara hati-hati dan teliti

c)      Bekerja sesuai standar profesi

d)     Sudah ada informed consent.

b.      Dereliction of duty (penyimpangan dari kewajiban)

Jika seorang dokter melakukan tindakan menyimpang dari apa yang seharusnya
atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard
profesinya, maka dokter dapat dipersalahkan. 

c.       Direct cause (penyebab langsung)

d.      Damage (kerugian)

Dokter untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara
penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa
atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome)
negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan dokter. Sebagai adagium dalam ilmu
pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh
si penggugat (pasien).

2.      Cara tidak langsung

Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan
mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa
loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi
kriteria:

a.       Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai

b.      Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokter

c.       Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada
contributory negligence.

Di dalam transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain:

1.      Contractual liability

Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari hubungan
kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan pengobatan, kewajiban yang harus
dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider
baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan
kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.

2.      Vicarius liability

Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas
kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (sub
ordinate), misalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan
kelalaian perawat sebagai karyawannya.

3.      Liability in tort

Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hokum (onrechtmatige
daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas haya perbuatan yang melawan hukum,
kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk
juga yang berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut
dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain ( hogeraad 31
januari 1919 ).

Aspek hukum malpraktek

Hukum itu mempunyai 3 pengertian, sebagai sarana mencapai keadilan, yang kedua
sebagai pengaturan dari penguasa yang mengatur perbuatan apa yang boleh dilakukan,
dilarang, siapa yang melakukan dan sanksi apa yang akan dijatuhkan (hukum objektif). Dan yang
ketiga hukum itu juga merupakan hak.oleh karenanya penegakan hukum bukan hanya untuk
medapatkan keadilan tapi juga hak bagi masyarakat (korban).

Sehubungan dengan hal ini, adami chazawi juga menilai tidak semua malpraktik medik
masuk dalam ranah hukum pidana. Ada 3 syarat yang harus terpenuhi, yaitu

1.      Sikap bathin dokter (dalam hal ini ada kesengajaan/dolus atau culpa).

2.      Syarat dalam perlakuan medis yang meliputi perlakuan medis yang menyimpang dari
standar tenaga medis, standar prosedur operasional, atau mengandung sifat melawan
hukum oleh berbagai sebab antara lain tanpa str atau sip, tidak sesuai kebutuhan medis
pasien.

3.      Syarat akibat, yang berupa timbulnya kerugian bagi kesehatan tubuh yaitu luka-luka (Pasal
90 KUHP) atau kehilangan nyawa pasien sehingga menjadi unsure tindak pidana.

Selama ini dalam praktek tindak pidana yang dikaitkan dengan dugaan malpraktik medik
sangat terbatas. Untuk malpraktek medik yang dilakukan dengan sikap bathin culpa hanya 2
pasal yang biasa diterapkan yaitu pasal 359 (jika mengakibatkan kematian korban) dan pasal
360 (jika korban luka berat).

Pada tindak pidana aborsi criminalis (pasal 347 dan 348 kuhp). Hampir tidak pernah
jaksa menerapkan pasal penganiyaan (pasal 351-355 kuhp) untuk malpraktik medik.

Dalam setiap tindak pidana pasti terdapat unsure sifat melawan hukum baik yang
dicantumkan dengan tegas ataupun tidak. Secara umum sifat melawan hukum malpraktik
medik terletak pada dilanggarnya kepercayaan pasien dalam kontrak teurapetik tadi.

Dari sudut hukum perdata, perlakuan medis oleh dokter didasari oleh suatu ikatan atau
hubungan inspanings verbintenis (perikatan usaha), berupa usaha untuk melakukan
pengobatan sebaik-baiknya sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional,
kebiasaan umum yang wajar dalam dunia kedokteran tapi juga memperhatikan kesusilaan dan
kepatutan.perlakuan yang tidak benar akan menjadikan suatu pelanggaran kewajinban (wan
prestasi).

Ada perbedaan akibat kerugian oleh malpraktik perdata dengan malpraktik pidana.
Kerugian dalam malpraktik perdata lebih luas dari akibat malpraktik pidana. Akibat malpraktik
perdata termasuk perbuatan melawan hukum terdiri atas kerugian materil dan idiil, bentuk
kerugian ini tidak dicantumkan secara khusus dalam uu. Berbeda dengan akibat malpraktik
pidana, akibat yang dimaksud harus sesuai dengan akibat yang menjadi unsure pasal tersebut.

Malpraktik kedokteran hanya terjadi pada tindak pidana materil (yang melarang akibat
yang timbul,dimana akibat menjadi syarat selesainya tindak pidana). Dalam hubungannya
dengan malpraktik medik pidana, kematian,luka berat, rasa sakit atau luka yang mendatangkan
penyakit atau yang menghambat tugas dan matapencaharian merupakan unsure tindak pidana.

Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran maka ia
hanya telah melakukan malpraktik etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian karena
kelalaian maka penggugat harus dapat membuktikan adanya suatu kewajibanbagi dokter
terhadap pasien, dokter telah melanggar standar pelayananan medik yang lazim dipergunakan,
penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.

Terkadang penggugat tidak perlu membuktikan adanya kelalaian tergugat. Dalam hukum
dikenal istilah res ipsa loquitur (the things speaks for itself), misalnya dalam hal terdapatnya
kain kasa yang tertinggal di rongga perut pasien sehingga menimbulkan komplikasi pasca
bedah. Dalam hal ini dokterlah yang harus membuktikan tidak adanya kelalain pada dirinya.

Anda mungkin juga menyukai