Anda di halaman 1dari 15

MALPRAKTIK

MALPRAKTIK
A. Pengertian Malpraktik
Farid Anfasa Molloek:
Malpraktik adalah tindakan tenaga medis
yang melanggar prosedur, yang hjarus dinilai secara
kasuistik karena rumah sakit yang satu dengan yang
lain berbeda SOPnya.

M. Yusuf Hanafiah:
Malpraktik adalah kelalaian seorang dokter
untuk menggunakan tingkat ketrampilan dan ilmu
pengetahuan yang lazim dipergunakan untuk obati
pasien menurut ukuran dan lingkungan yang sama.
B. Jenis-jenis Malpraktik
1. Criminal Malpraktik
Suatu perbuatan dapat dikategorikan criminal malpraktik jika
memenuhi rumusan delik pidana. Yaitu memenuhi unsur (baik positif
maupun negatif) harus merupakan perbuatan tercela (actusreus) serta
dilakukan dengan sikap batin yang salah (mean rea) berupa kesengajaan
(intensional), kecerobohan (recklessness) atau kealpaan (negligence).
Contoh Criminal Malpraktik yang bersifat intensional:
a. melakukan euthanasia
b. melakukan aborsi tanpa alasan medis
c. membuka rahasia pasien tanpa alasan yang memenuhi unsur
hukum
d. menerbitkan surat-surat keterangan pada pasien yang tidak
benar.
Contoh Criminal Malpraktik yang bersifat recklessness :
a. melakukan tindakan yang tidakmemenuhi aspek legal
b. melakukan tindakan tanpa informed consent.
Contoh Criminal Malpraktik yang bersifat negligence :
a. kelalaian meninggalkan kassa dalam perut pasien pasca operasi
b. kelalaian sehingga pasien mengalami luka atau bahkan
meninggal dunia.
2. Civil Malpraktik
Dikategorikan civil malpraktik jika petugas tidak melakukan
kewajibannya (cacat janji), yaitu tidak memberikan prestasinya
sebagaimana yang telah disepakati.
Beberapa tindakan yang dapat dikagorikan civil malpraktik antara
lain:
a. tindakan melakukan (negative act) apa yang menurut
kesepakatannya wajib dilakukan.
b. melakukan (positive act) apa yang menurut kesepakatannya
wajib dilakukan tetapi terlambat.
c. melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi tidak sempurna.
d. melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak
seharusnya dilakukan.
Pada civil malpractice, tanggung gugat (liability) dapat bersifat
individual atau korporasi, selain itu dapat pula dialihkan kepada
pihal lain berdasarkan principle of vicarious liability. Dalam hal ini
kesalahan sub-ordinat dapat dialih tanggung jawabkan pada
ordinatnya.
3. Administrative Malpraktik
Disebut Administrative Malpraktice jika petugas melanggar
hukum administrasi negara. Pemerintah memiliki kewenangan
police power untuk mengeluarkan berbagai aturan di bidang
kesehatan : seperti misalnya peraturan di bidang kesehatan. Apabila
aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan tersebut dapat
dipersalahkan.
Contoh tindakan administrative malpraktik
a. Menjalankan praktik tanpa ijin
b. Melakukan tindakan diluar lisensi atau ijin yang dimiliki.
c. Melakukan praktik dengan menggunakan ijin yang daluwarsa.
d. Tidak membuat rekam medik/ catatan tindakan.
Jika terjadi pelanggaran administrative malpraktik maka
sanksinya adalah administrasi. Akan tetapi dengan dikeluarkannya
Undang-undang Nomer 29/ 2004 tentang Praktik Kedokteran, maka
pelanggaran tersebut diatas dapat dipidanakan. (pasal 75 jo pasal
79). Tapi sekarang kedah tidak lagi dipidanakan karena pasa
tersebut sudah dijadikan review.
C. Pembuktian Malpraktik
Mengingat kesalahan dalam hal ini adalah kesalahan
profesi, maka tidaklah mudah bagi siapapun (termasuk
penegak hukum) yang tidak memahami profesi ini untuk
membuktikannya di pengadilan. Akan tetapi tidak berarti
kesalahan ini tidak mungkin dapat dibuktikan.
Secara garis besar ada dua cara yang dapat dilakukan
untuk membuktikan adanya malpraktik, yaitu cara
langsung dan tidak langsung.
1. Cara Langsung
Dengan membuktikan ke empat unsurnya ( 4 D )
Duty : Kewajiban
Dereliction of duty : mentelantarkan kewajiban
Damage : rusaknya kesehatan
Direct causation : adanya hubungan langsung antara, tindakan mentelantarkan
kewajiban dengan rusaknya kesehatan.
Kewajiban timbul jika petugas menerima suatu tanggung jawab untuk
melakukan tindakan medik melalui hubungan kontraktual, ( a contract basic ),
baik yang dibuat atas beban maupun cuma-cuma ( gratuitous service).
Mentelantarkan kewajiban terbukti jika petugas melakukan tindakan yang
kualitasnya di bawah standar: yaitu suatu tindakan yang mutunya tidak
menggambarkan telah diterapkannya ilmu, ketrampilan, perhatian dan
pertimbangan yang layak sebagaimana yang biasa dilakukan oleh kebanyakan
petugas dengan keahlian yang sama ketika menghadapi situasi dan kondisi yang
sama pula. Sehingga untuk membuktikan ini diperlukan kesaksian ahli.
Rusaknya kesehatan terbukti jika pasien meninggal dunia, menderita luka
berat atau luka sedang. Jika pasien meninggal dunia perlu dilakukan otopsi dan
bila masih hidup perlu dilakukan pemeriksaan oleh petugas lain yang akan
bertindak sebagai ahli.
Sedangkan hubungan langsung terbukti jika ada hubungan kausalitas antara
rusaknya kesehatan dengan tindakan petugas yang kualitasnya di bawah standar.
2. Cara tidak Langsung
Cara ini merupakan yang paling mudah yaitu dengan mencari fakta-fakta
berdasarkan doktrin res Ipsa Loquitor dapat membuktikan adanya
kesalahan di pihak petugas. Namun tidak semua kelalaian petugas
meninggalkan fakta semacam itu.
Doktrin Res Ipsa Loquitor ini sebetulnya merupakan varian dari "doctrine
of common knowledge ", hanya saja di sini masih diperlukan sedikit
bantuan kesaksian dari ahli untuk menguji apakah fakta, yang ditemukan
memang dapat menunjukken adanya kelalaian petugas.
Doktrin res Ipsa Loquitor hanya dapat diterapkan jika fakta yang
ditemukan memenuhi criteria seperti tersebut di bawah ini :
a. fakta tidak mungkin terjadi jika petugas tidak lalai
b. fakta yang terjadi memang berada di bawah tanggung
jawab petugas.
c. Pasien tidak ikut menyumbang timbulnya fakta tersebut /
contributory negligence .
D. Tanggung Gugat
Belum ada, jaminan bahwa, pelayanan kesehatan yang diberikan
petugas dapat memberikan kepuasan. Pada saat tertentu pelayanan tersebut
justru menimbulkan kerugian bagi pasien (cacat, coati). Kerugian tersebut
merupakan resiko para pihak (salah satunya petugas sebagai pemberi
pelayanan). Jika hal demikian terjadi, maka Undang-undang memberi
peluang kepada pihak pasien untuk menuntut (perdata maupun pidana).
Hal di atas dijamin dalam Undang-undang nomor 29/2004 tentang
Praktik Kedokteran, yang mana pasien yang dirugikan dapat mengadu
secara tertulis kepada ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia pasal 66 ayat 1). Sedangkan pengaduan sekurang-kurangnya
harus memuat identitas pengadu, nama dan alamat tempat praktik dan waktu
tindakan dilakukan, serta alasan pengaduan (pasal 67 ayat 2). Pengaduan
sebagaimana dimaksud di atas tidak menghilangkan hak setiap orang untuk
melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang
dan atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Jika persengketaan di atas terjadi pada dokter praktik mandiri, maka
pertanggungjawaban lebih jelas dan spesifik. Tetapi yang menjadi pertanyaan
adalah jika hal tersebut terjadi pada unit pelayanan (misal: Rumah sakit),
siapakah yang harus bertanggung gugat atas kerugian tersebut mengingat
banyaknya para pihak yang memberi andil dalam pelayanan di rumah sakit?
Macam-macam tanggung gugat
dalam Hukum Perdata:
a. Contractual Liability
tanggung gugat yang timbul akibat tidak
dilaksanakannya sesuatu kewajiban suatu
hubungan kontraktual.
Dalam bidang pelayanan kesehatan kewajiban
yang harus dilaksanakan adalah kontrak adalah
upaya bukan kontrak hasil. Sehingga health care
provider hanya bertanggung gugat atas upaya
medik yang memenuhi standart.
b. Liability in Tort
Tanggung gugat ini tidak berdasarkan atas
adanya contractual obligation, tetapi atas perbuatan
melawan hukum (Onrechtmatige Daad).
Tidak hanya terbatas pada perbuatan yang
melawan hukum, kewajiban hukum diri sendiri atau
kewajiban hukum orang tetapi juga yang berlawanan
dengan kesusilaan yang baik atau berlawanan dengan
ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup
terhadap orang lain atau benda orang lain.
c. Strict Liability
Tanggung gugat tanpa kesalahan (liability without
fault) karena seorang harus bertanggung jawab meskipun
tidak melakukan kesalahan. Biasanya berlaku untuk product
sold atau article of commerce.
Di negara-negara barat produk darah sering dianggap
sebagai produk sold sehingga produsennya harus bertanggung
gugat untuk seriap tranfusi yang menularkan virus hepatitis
atau HIV.
E. Mekanisme Tuntutan Malpraktik
Untuk memahami lebih jauh masalah malpraktik, kita
harus mengetahui bagaimana suatu kasus yang diduga
malpraktik pidana ataupun perdata.
untuk memudahkan dapat dilihat dari bagan berikut:
Tuntutan Kasus Malpraktik

Penilaian dengan tolok ukur


Standar Profesi Medik

Ada / tidaknya culpa (kesalahan-kealpaan)

Culpa lata Culpa levis


Kesalahan berat Kesalahan ringan

Jika tidak ada kesalahan apa-apa

Memenuhi Standar Profesi

Sanksi terdapat pada:


Sanksi terdapat pada:
1. Hukum pidana Bebas
1. Hukum perdata
2. Etik
2. Etik
3. Hukum perdata
Pasien yang merasa dirugikan menggugat ganti rugi
kepada dokter/rumah sakit yang tidak melaksanakan
kewajiban kontraknya dengan melaksanakan kesalahan
profesional, berdasarkan pasal 1371, 1366 KUH Perdata.

Pasal 1366 KUH Perdata


“Setiap orang bertanggungjawab bukan hanya kerugian
yang disebabkan atau kurang hati-hati”.

Pasal 1371 KUH Perdata


“Penyebab luka atau cacat suatu badan dengan sengaja
atau kurang hati-hati memberikan hak kepada korban
selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, juga
menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka
atau cacat tersebut”.

Anda mungkin juga menyukai