Anda di halaman 1dari 19

Tinjauan Kepustakaan

Membuka Rahasia Kedokteran di Masa Pandemi

Oleh :
Triska Dianti W, S.Ked
NIM 1830912320037
Levina Halim, S.Ked
NIM 1830912320087
Muhammad Ervin, S.Ked
NIM 1830912310100

Pembimbing :

Dr.dr Iwan Aflanie, Sp.F, M.Kes,SH

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDDIKOLEGAL


FK ULM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juli, 2020

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul...............................................................................................i

Daftar Isi........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Pola Dasar Hubungan Dokter dan Pasien..........................................3

b. Aturan yang Mengikat Hubungan Dokter dan Pasien.......................5

c. Ruang Lingkup Rahasia Kedokteran.................................................9

d. Aturan-Aturan Tentang Rahasia Kedokteran ....................................10

e. Membuka Rahasia Kedokteran..........................................................11

BAB III PENUTUP.......................................................................................15

Daftar Pustaka................................................................................................16

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

Sejak permulaan sejarah peradaban umat manusia, sudah dikenal hubungan

kepercayaan (fiduciary relationship) antara dua insan yaitu sang pengobat dan

penderita yang melahirkan konsep profesi. Pasien yang sangat memerlukan

pertolongan fisik , mental, sosial, dan spiritual mempercayakan penuh dirinya,

khususnya kelangsungan hidupnya, penderitaan, ketergantungan, dan

kerahasiaannya kepada sang pengobat. Kepercayaan penuh yang teramat besar ini

sebagai inti jaminan proses hubungan pengobat-pasien tersebut memunculkan

tanggung jawab pengobat sebagai profesi.1

Dokter adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang kedokteran,

sedangkan pasien adalah orang yang sakit yang membutuhkan bantuan dokter

untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya.2 Pasien dengan ketidaktahuannya

akan menyerahkan penyakit yang sedang dialaminya kepada dokter dan pasien

diharapkan patuh menjalankan semua nasihat dari dokter atau tidak melaksanakan

larangannya serta memberikan persetujuan atas tindakan medis yang dilakukan

oleh dokter.1

Salah satu komponen yang termuat didalam aspek hubungan dokter-pasien

adalah dokter dan pasien terikat dalam sebuah hubungan kepercayaan, yaitu salah

satu maknanya adalah dokter memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan pasien

1
dalam segala hal, sehingga pasien dapat menaruh kepercayaan penuh terhadap dokter

yang menanganinya. Selain itu hal ini juga diatur dalam Kode Etik Kedokteran

Indonesia (KODEKI), menurut pasal 16 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

poin nomor 1 yang berbunyi ”Seorang dokter wajib merahasiakan apa yang ia

ketahui tentang pasien yang ia peroleh dari diri pasien tersebut dari suatu hubungan

dokter-pasien sesuai ketentuan perundang-undangan”.1

Namun, dalam prakteknya sering kali dokter dihadapkan dalam keadaan-

keadaan yang membuatnya harus membuka rahasia medis, seperti pada keadaan

pandemic COVID-19 saat ini. Untuk itu, dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas

lebih lanjut mengenai aturan-aturan yang mendasari seorang dokter dapat atau

tidaknya membuka rahasia medis dan batasan-batasan seperti apa yang harus dipatuhi

oleh dokter apabila akan membuka rahasia medis.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pola Dasar Hubungan Dokter dan Pasien

Mulyohadi Ali et al menyebutkan bahwa, pasien (klien pelayanan medik)

adalah orang yang memerlukan pertolongan dokter karena penyakitnya dan dokter

adalah orang yang dimintai pertolongan karena kemampuan profesinya yang

dianggap mampu mengobati penyakit. Hubungan terjadi ketika dokter bersedia

menerima klien itu sebagai pasiennya. Hubungan antara orang yang memerlukan

pertolongan dan orang yang diharapkan memberikan pertolongan pada umumnya

bersifat tidak seimbang. Dokter pada posisi yang lebih kuat dan pasien berada pada

posisi yang lebih lemah. Dalam hubungan yang demikian, dokter diharapkan akan

bersikap bijaksana dan tidak memanfaatkan kelemahan pasien sebagai keuntungan

bagi dirinya sendiri. Ketika dalam hubungan itu disertai denggan permintaan dokter

untuk mendapatkan imbalan jasa dari pasien, dan pasien bersedia memenuhinya,

maka terjadilah hubungan yang disebut sebagai hubungan kontraktual. Karena sifat

hubungan tersebut, pasien akan bersifat jujur dalam mengungkapkan berbagai macam

hal yang ingin diketahui oleh dokter, demikian pula dokter akan bersikap jujur dalam

upaya yang akan dilakukannya untuk menolong pasien. Selain itu, dokter juga harus

dapat dipercaya bahwa ia akan menyimpan semua rahasia pasien serta tidak akan

mengungkapkan rahasia itu kepada siapapun juga, tanpa persetujuan pasien kecuali

3
atas perintah Undang-Undang.1,2

Hubungan antara dokter dan pasien dalam ilmu kedokteran umumnya

berlangsung sebagai hubungan biomedis aktif-pasif. Dalam hubungan tersebut

rupanya hanya terlihat superioritas dokter terhadap pasien dalam bidang ilmu

biomedis; hanya ada kegiatan pihak dokter sedangkan pasien tetap pasif. Hubungan

ini berat sebelah dan tidak sempurna, karena merupakan suatu pelaksanaan

wewenang oleh yang satu terhadap lainnya. Berdasarkan keadaan sosial budaya dan

penyakit pasien dapat dibedakan dalam tiga pola hubungan, yaitu:1,2

1. Aktivitas pasif (Activity-passivity).

Di sini dokter seolah-olah dapat sepenuhnya melaksanakan ilmunya tanpa campur

tangan pasien. Biasanya hubungan ini berlaku pada pasien yang keselamatan jiwanya

terancam, atau sedang tidak sadar, atau menderita gangguan mental berat.

2. Membimbing kerjasama (Guidance-Cooperation).

Hubungan membimbing kerjasama, seperti halnya orangtua dengan remaja. Pola

ini ditemukan bila keadaan pasien tidak terlalu berat misalnya penyakit infeksi baru

atau penyakit akut lainnya. Meskipun sakit, pasien tetap sadar dan memiliki perasaan

serta kemauan sendiri. la berusaha mencari pertolongan pengobatan dan bersedia

bekerjasama. Walaupun dokter rnengetahui lebih banyak, ia tidak semata-mata karena

menjalankan kekuasaan, namun mengharapkan kerjasama pasien yang diwujudkan

dengan menuruti nasihat atau anjuran dokter.

3. Saling berpartisipasi (Mutual participation).

Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat
4
dan hak yang sarna. Pola ini terjadi pada mereka yang ingin memelihara

kesehatannya seperti medical check up atau pada pasien penyakit kronis. Pasien

secara sadar dan aktif berperan dalam pengobatan terhadap dirinya. Hal ini tidak

dapat diterapkan pada pasien dengan latar belakang pendidikan dan sosial yang

rendah, juga pada anak atau pasien dengan gangguan mental tertentu.

B. Aturan yang Mengikat Hubungan Dokter dan Pasien

Hukum kesehatan adalah kaidah atau peraturan hukum yang mengatur hak

dan kewajiban tenaga kesehatan, individu dan masyarakat dalam pelaksanaan upaya

kesehatan, aspek organisasi kesehatan dan aspek sarana kesehatan. Selain itu,

hukum kesehatan dapat juga dapat didefinisikan sebagai segala ketentuan atau

peraturan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan dan pelayanan

kesehatan. Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan disebutkan bahwa : “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik

secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Hukum kesehatan berperan

untuk mengusahakan adanya keseimbangan tatanan di dalam upaya pelaksanaan

kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat serta memberikan

jaminan kepastian hukum sesuai dengan hukum kesehatan yang berlaku.1,3

Di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran, pada Pasal 50 disebutkan adanya hak-hak dokter, yakni:1,2

a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang sesuai standar profesi dan


5
standar operasional prosedural. Selanjutnya dalam tulisan ini disingkat SP &

SOP.

b. Memberikan layanan medis menurut standar profesi (SP) dan standar

operasional prosedur (SOP).

c. Memperoleh informasi yang jujur dan lengkap dari pasien atau keluarga

pasien.

d. Menerima imbalan jasa.

Pada Pasal 52 Undang-Undang yang sama diatur pula mengenai kewajiban

dokter, yang meliputi:1,2

a. Memberi pelayanan medis sesuai SP dan SOP, serta kebutuhan medis

pasien.

b. Merujuk pasien bila tak mampu.

c. Menjamin kerahasiaan pasien. Dokter merahasiakan segala sesuatu yang

diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal

dunia.

d. Pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila yakin ada

orang lain yang bertugas dan mampu.

e. Menambah / mengikuti perkembangan iptek kedokteran.

Kewajiban yang behubungan dengan pasien termasuk kewajiban profesi

seorang dokter untuk selalu memperlihatkan dan menghormati semua hak pasien.

Beberapa hak pasien yang harus dihormati, antara lain :1,2

a. Hak atas informasi


6
b. Hak memberikan persetujuan

c. Hak memilih dokter

d. Hak memilih sarana kesehatan (RS)

e. Hak atas rahasia kedokteran

f. Hak menolak pengobatan/perawatan

g. Hak menolak suatu tindakan medik tertentu

h. Hak untuk menghentikan pengobatan

i. Hak atas pendapat kedua (second opinion)

j. Hak melihat rekam medis.

Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang dokter adalah

Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik adalah

pedoman perilaku. Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan No. 434 /Men.Kes/SK/X/1983. Kode Etik

Kedokteran Indonesia disusun dengan mempertimbangkan International Code of

Medical Ethics dengan landasan idiil Pancasila dan landasan strukturil Undang-

undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran Indonesia ini mengatur hubungan antar

manusia yang mencakup kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter dengan

pasiennya, kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap

diri sendiri.1,3

Tanggung jawab profesi dokter berkaitan erat dengan profesionalisme

seorang dokter. Hal ini terkait dengan :

7
 Pendidikan, Pengalaman dan Kualifikasi Lain

Dalam menjalankan tugas profesinya seorang dokter harus mempunyai derajat

pendidikan yang sesuai dengan bidang keahlian yang ditekuninya.

 Derajat Resiko Perawatan

Derajat risiko perawatan diusahakan untuk sekecil-kecilnya, sehingga efek

samping dari pengobatan diusahakan minimal mungkin. Di samping itu mengenai

derajat risiko perawatan harus diberitahukan terhadap penderita maupun

keluarganya, sehingga pasien dapat memilih alternatif dari perawatan yang

diberitahukan oleh dokter.

 Peralatan Perawatan

Perlunya dipergunakan pemeriksaan dengan menggunakan peralatan

perawatan, apabila dari hasil pemeriksaan luar kurang didapatkan hasil yang

akurat sehingga diperlukan pemeriksaan menggunakan bantuan alat.

Dari prinsip atau hubungan pasien-dokter (tenaga kesehatan lainnya) harus

memenuhi kewajibannya untuk memberikan layanan kesehatan sesuai standar

pelayanan, standar profesi dan standar operasional prosedur kepada pasien, baik

diminta maupun tidak diminta, karena prinsipnya dari transaksi terapeutik itu,

pihak health provider dan pihak health receiver yang sama-sama merupakan

subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban yang setara sesuai dengan

asas hukum equality before the law dan dinyatakan dalam Pasal 1320 KUHP

perdata mengenai syarat sahnya suatu perjanjian.4

8
Munculnya hak dan kewajiban sebagai akibat hubungan hukum antara

dokter dan pasien tersebut yang kemudian berpotensi terjadinya sengketa antara

dokter dengan pasien atau sengketa medik. Dalam upaya menghindari atau

mengurangi angka sengketa medik yang terjadi, maka perlu dipahami mengenai

hubungan hukum antara dokter dengan pasien. Dari hubungan hukum inilah yang

akan melahirkan perbuatan hukum dan menimbulkan adanya akibat hukum.

Dalam suatu akibat hukum, hal yang tidak dapat dipisahkan adalah mengenai

siapa yang bertanggung jawab, sejauh apa tanggung jawab dapat diberikan. Perlu

dilakukan suatu kajian mengenai bagaimana dokter memberikan tanggung jawab

atas kerugian yang dialami pasien dalam suatu pelayanan medik.4

C. Ruang Lingkup Rahasia Kedokteran

Didalam melakukan praktik kedokteran, dokter terikat dengan prinsip dasar

moral atau kaidah dasar bioetika. Di antara kaidah dasar bioetika tersebut adalah

sebagaimana yang dikemukakan oleh Beauchamp & Childress dan Veatch yaitu

Prima Facie yang teridiri atas menghargai otonomi pasien (respect for autonomy),

berbuat baik (beneficence), tidak merugikan (nonmaleficence) dan keadilan (justice).4

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) nomor 36 tahun 2012 tentang

rahasia kedokteran, yang dimaksud dengan rahasia kedokteran adalah data dan

informasi tentang kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada waktu

menjalankan pekerjaan/profesi. Rahasia kedokteran mencakup data dan informasi

mengenai: identitas pasien; kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan


9
fisik, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan/atau tindakan

kedokteran; dan hal lain yang berkenaan dengan pasien.5

Sedangkan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan

untuk melakukan upaya kesehatan.5

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang

rekam medis menjelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan

dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.6 Dokumen rekam medis

merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi

rekam medis merupakan milik pasien.7

D. Aturan-Aturan Tentang Rahasia Kedokteran

Di Indonesia, prinsip kerahasiaan medis/rahasia kedokteran diatur oleh aspek

etika melalui kode etik kedokteran Indonesia (KODEKI) dan Sumpah Dokter "Saya

akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya" serta

peraturan perundang-undangan.4

Informasi pasien sifatnya rahasia sehingga semua pihak yang terlibat dalam

pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib

menyimpan rahasia kedokteran.5

10
Pihak yang dimaksud meliputi: a. dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan

lain yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien; b. pimpinan

fasilitas pelayanan kesehatan; c. tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan

kesehatan; d. tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi

kesehatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan; e. badan hukum/korporasi dan/atau

fasilitas pelayanan kesehatan; dan f. mahasiswa/siswa yang bertugas dalam

pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan/atau manajemen informasi di fasilitas

pelayanan kesehatan. Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran berlaku selamanya,

walaupun pasien telah meninggal dunia.5

Hal ini juga disebutkan pada pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

269/Menkes/Per/III/2008, bahwa informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat

penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga

kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola

dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. 6 Rekam medis harus disimpan dan dijaga

kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan

kesehatan.7

E. Membuka Rahasia Kedokteran

Wabah COVID19 menyebabkan kekhawatiran semua pihak, sehingga antisipasi

terhadap bocornya rahasia medis yang ditulis dan dibagikan melalui media sosial

menjadi luput dari perhatian, terutama diawal-awal terjadinya pandemi COVID19.

Jika dillihat dari sisi legal, maka rahasia medis dapat dibuka pada beberapa keadaan.

11
Menurut PMK No 36 tahun 2012 tentang rahasia kedokteran terdapat beberapa

kondisi yang memperbolehkan dokter atau tenaga kesehatan untuk membuka rahasia

kedokteran yaitu untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur

penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.5,7

Beberapa ketentuan pembukaan rahasia kedokteran adalah sebagai berikut:5

1. Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan kesehatan pasien harus

dilakukan dengan persetujuan pasien.

2. Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur penegak

hukum dalam rangka penegakan hukum dapat dilakukan pada proses

penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan yaitu dapat melalui

pemberian data dan informasi berupa visum et repertum, keterangan ahli,

keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis. Permohonan untuk pembukaan

rahasia kedokteran harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang berwenang.

3. Pembukaan rahasia kedokteran atas dasar permintaan pasien sendiri dapat

dilakukan dengan pemberian data dan informasi kepada pasien baik secara lisan

maupun tertulis.

4. Pembukaan rahasia kedokteran berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan sebagaimana dilakukan tanpa persetujuan pasien dalam rangka

kepentingan penegakan etik atau disiplin, serta kepentingan umum. Pembukaan

rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan penegakan etik atau disiplin

diberikan atas permintaan tertulis dari Majelis Kehormatan Etik Profesi atau
12
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Pembukaan rahasia

kedokteran dalam rangka kepentingan umum dilakukan tanpa membuka identitas

pasien. Kepentingan umum tersebut meliputi : a. audit medis; b. ancaman

Kejadian Luar Biasa/wabah penyakit menular; c. penelitian kesehatan untuk

kepentingan negara; d. pendidikan atau penggunaan informasi yang akan

berguna di masa yang akan datang; dan e. ancaman keselamatan orang lain

secara individual atau masyarakat.

Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan ancaman Kejadian

Luar Biasa/wabah penyakit menular dan ancaman keselamatan orang lain secara

individual atau masyarakat, identitas pasien dapat dibuka kepada institusi atau pihak

yang berwenang untuk melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.5

Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan

dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal:6

a. Untuk kepentingan kesehatan pasien

b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan

hukum atas perintah pengadilan.

c. Permintaan dan /atau persetujuan pasien sendiri

d. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak

menyebutkan identitas pasien.

Penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter, dokter

gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan
13
perundang-undangan. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi

rekam medis secara tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin berdasarkan

peraturan perundang-undangan.6 Namun, berdasarkan PMK No 36 tahun 2012

Pembukaan atau pengungkapkan rahasia kedokteran dilakukan oleh penanggung

jawab pelayanan pasien. Penanggung jawab pelayanan pasien atau pimpinan fasilitas

pelayanan kesehatan dapat menolak membuka rahasia kedokteran apabila permintaan

tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.5

Secara etika, pelayanan kedokteran ditujukan untuk kesejahteraan bersama

atau bonum commune. Jika informasi yang didapatkan pada praktik kedokteran dapat

mengganggu keadaan bonum commune tadi, maka rahasia medis boleh dibuka.

Pembukaan rahasia medis ini dapat dilakukan oleh Dokter Penanggungjawab

Pelayanan (DPJP), Pimpinan Fasyankes bila DPJP tidak ada, ketua tim bila

perawatan dilakukan oleh tim dan anggota tim bila ketua tim tidak ada kepada pihak

yang berwenang menangani masalah kesehatan, dalam hal wabah COVID19 tentunya

pihak tersebut adalah Dinas Kesehatan dan pihak terkait lainnya.

14
BAB III
PENUTUP

Salah satu komponen yang termuat didalam aspek hubungan dokter-pasien

adalah kepercayaan, yaitu salah satu maknanya adalah dokter memiliki kewajiban

untuk menjaga kerahasiaan pasien dalam segala hal. Munculnya hak dan kewajiban

sebagai akibat hubungan hukum antara dokter dan pasien tersebut yang kemudian

berpotensi terjadinya sengketa antara dokter dengan pasien.

Informasi pasien sifatnya rahasia sehingga semua pihak yang terlibat dalam

pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan data dan informasi tentang pasien

wajib menyimpan rahasia kedokteran. Beberapa kondisi yang memperbolehkan

dokter atau tenaga kesehatan untuk membuka rahasia kedokteran yaitu untuk

kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum

dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Yunanto A, Machli R. Etikomedikolegal malpraktik medik dalam perspektif


hukum Indonesia. Akademia. Malang;2014
2. Mustajab. Analisis yuridis hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam
pelayanan kesehatan. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion. 2013:4(1);1-11.
3. Roihanah R. Hubungan hukum dokter dan pasien: Perspektif undang-undang
no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Justicia Islamica:Jurnal
Kajian Hukum dan Sosial. 2019:16(1);151-174.

4. Yussy AM. Hubungan hukum dokter dan pasien serta tanggung jawab dokter
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Jurnal Cita Hukum.
2018:6(1);163-182.

5. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 36 tahun 2012 tentang Rahasia


Kedokteran.

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


269/MENKES/PER/III/2008.

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik


Kedokteran.

16

Anda mungkin juga menyukai