Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. ANALISIS SITUASI

Menurut Hak Konvensi Anak, anak adalah manusia yang berumur di bawah

18 tahun. Selama kurun waktu tersebut, anak akan mengalami pertumbuhan dan

perkembangan dalam berbagai tahap antara lain janin, bayi baru lahir, bayi, balita,

usia sekolah, remaja awal, tengah, dan akhir. Pertumbuhan adalah bertambahnya

ukuran fisik anak termasuk tinggi atau panjang badan, berat badan, dan lingkar

kepala. Berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala berhubungan dengan status

gizi serta dapat digunakan sebagai data tambahan untuk menilai pertumbuhan anak.

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan fungsi-fungsi individu antara lain

kemampuan fungsi-fungsi individu antara lain: kemampuan gerak kasar dan halus,

pendengaran, penglihatan, komunikasi, bicara, emosi-sosial, kemandirian,

intelegensia, serta perkembangan moral.1

Pada berbagai tahap tersebut, anak memiliki masalah yang berbeda sehingga

cara deteksi dini gangguan tumbuh kembangnya juga berbeda. Tumbuh kembang

anak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti potensi genetik-heredo konstituinal

(intrinsik) dan lingkungan (ekstrinsik). Gangguan tumbuh kembang terjadi apabila

ada faktor genetik dan atau faktor lingkungan yang tidak mampu mencukupi

kebutuhan dasar tumbuh kembang anak. Menurut World Health Organization

(WHO), sekitar 5-25% anak-anak usia prasekolah di dunia mengalami disfungsi

1
2

otak minor termasuk gangguan perkembangan motorik halus. Terdapat sekitar 0,4

juta (16%) balita di Indonesia mengalami gangguan perkembangan, baik

perkembangan motorik halus dan kasar, gangguan pendengaran, kecerdasan

kurang, dan keterlambatan bicara. Selain itu, Riset Kesehatan Dasar tahun 2015

menyebutkan bahwa prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (balita)

Indonesia pada 2015 sebesar 36,45 atau lebih dari sepertiga atau sekitar 8,8 juta

balita mengalami gizi dimana tinggi badannya di bawah standar sesuai usianya dan

berada diatas ambang yang ditetapkan WHO (sebesar 20%). Selain itu, prevalensi

stunting atau balita kerdil di Indonesia merupakan yang kedua di kawasan Asia

Tenggara dengan persentase mencapai 43,8%.1, 2

Pada tahun-tahun pertama kehidupan, terutama periode sejak janin dalam

kandungan hingga berusia 2 tahun adalah periode yang penting dalam pertumbuhan

dan perkebangan anak dimana periode ini merupakan kesempatan emas sekaligus

masa anak yang retan terhadap pengaruh negatif. Nutrisi yang baik dan cukup,

status kesehatan yang baik, pengasuhan yang benar, dan stimulasi yang tepat pada

periode ini akan membantu pertumbuhan anak menjadi anak yang sehat dan mampu

mencapai kemampuan optimalnya sehingga dapat berkontribusi lebih baik dalam

masyarakat. Stimulasi yang tepat akan merangsang otak anak sehingga

perkembangan kemampuan gerak, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian

balita berlangsung optimal dan sesuai dengan umur anak. Deteksi dini

penyimpangan tumbuh kembang perlu dilakukan untuk mendeteksi secara dini

adanya penyimpangan tumbuh kembang balita termasuk keluhan orang tua

terhadap masalah tumbuh kembang anak. Adanya penyimpangan pada tumbuh


3

kembang anak akan dikoreksi dengan dilakukannya intervensi dini penyimpangan

tumbung kembang balita yang memanfaatkan plastisitas otak anak agar tumbuh

kembangnya kembali normal atau penyimpangannya tidak semakin berat. Selain

itu, apabila balita perlu dirujuk maka rujukan dapat dilakukan sedini mungkin

sesuai indikasi.3

Salah satu upaya pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan

berkualitas adalah melaui kegiatan stimulasi, deteksi, dan intervensi dini tumbuh

kembang (SDIDTK) anak. Sejak tahun 2007, Kementerian Kesehatan bekerjasama

dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menyusun instrumen stimulasi,

deteksi, dan intervensi dini tumbuh kembang untuk anak umur 0 sampai dengan 6

tahun. Hal itu telah diuraikan dalam Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi dan

Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) Anak pada tingkat pelayanan

kesehatan dasar yang telah direvisi pada tahun 2015. Kegiatan SDIDTK ini

dilakukan menyeluruh dan terkoordinasi serta diselenggarakan dalam bentuk

kemitraan antara keluarga, masyarakat (kader kesehatan, kader Pos PAUD,

organisasi profesi, LSM) serta tenaga profesional dengan kebijakan yang berpihak

pada pelaksanaan program SDIDTK. Selain itu, kegiatan deteksi dini tumbuh

kembang balita dan anak prasekolah merupakan serangkaian kegiatan yang

terintegrasi dengan PAUD/TK dan kegiatan posyandu. Indikator keberhasilan

SDIDTK adalah semua balita dan anak pra sekolah mendapatkan pelayanan

stimulasi, deteksi, dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang sesuai

dengan usianya serta semua puskesmas melaksanakan SDIDTK.3, 4


4

Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan primer memiliki tanggung jawab

terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di wilayahnya termasuk pelayanan

SDIDTK. Kepala puskesmas memiliki tanggung jawab dalam penerapan pelayanan

SDIDTK di wilayah kerjanya. Pelaksanaan program SDIDTK disebut berhasil bila

semua balita dan anak prasekolah mendapatkan pelayanan SDIDTK, ditindaklanjuti

oleh keluarga dengan menstimulasi anak dan dirujuk bila memerlukan rujukan.

Penerapan SDIDTK dapat dilakukan di dalam maupun di luar gedung puskesmas.

Penerapan SDIDTK di luar gedung dapat dilakukan di Posyandu, Kelas Ibu Balita

dan PAUD seperti TK/RA, Kelompok Bermain, tempat pengasuhan dan PAUD.3

Kegiatan SDIDTK pada tingkat posyandu, petugas kesehatan dan kader

posyandu terlatih memiliki peran seperti melakukan pengukuran tinggi badan dan

berat badan, melakukan pengamatan kemampuan perkembangan anak berdasarkan

check list di buku KIA, memberikan penyuluhan kepada ibu/keluarga mengenai

pentingnya stimulasi pada anak agar tumbuh kembang dengan optimal, menentukan

status gzi berdasarkan pengukuran tinggi badan dan berat badan yang telah

dilakukan oleh kader, pengukuran lingkar kepala anak, dan pemeriksaan

perkembangan anak dengan KPSP anak yang tidak sesuai dengan usianya.4

B. PERMASALAHAN

Banyak faktor yang mempengaruhi orang tua tidak rutin membawa anak ke

posyandu, antara lain: pengetahuan, pendidikan dan pekerjan orang tua.

Pengetahuan orang tua merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang. Perilaku yang dilakukan dengan berdasarkan pengetahuan akan


5

bertahan lebih lama dan memungkinkan menjadi perilaku yang melekat pada

seseorang dibandingkan jika tidak berdasarkan pengetahuan. Pengetahuan yang

baik diharapkan dapat mempengaruhi partisipasi ibu dalam membawa anaknya ke

posyandu.5

Program SDIDTK dipengaruhi oleh keaktifan ibu dalam membawa anak-

anaknya ke posyandu untuk dilakukan deteksi tumbuh dan kembang anak.

Berdasarkan 20 responden yang diambil berdasarkan dari data bagian KIA yaitu

ibu yang memiliki anak usia lebih dari 1 tahun dan kurang dari 5 tahun di wilayah

kerja Puskesmas Cempaka Putih, didapatkan 6 ibu rutin membawa anak ke

posyandu tiap bulan dan 14 ibu tidak rutin atau tidak pernah membawa anak ke

posyandu.

Berdasarkan hasil survei terhadap 14 ibu yang tidak rutin atau tidak pernah

membawa anak ke posyandu, maka dapat disimpulkan beberapa permasalahan yang

menyebabkan rendahnya capaian deteksi tumbuh kembang di wilayah kerja

Puskesmas Cempaka Putih antara lain:

1 Faktor Internal

a. Informasi mengenai posyandu

b. Koordinasi antara penanggung jawab Posyandu di Puskesmas dan kader

Posyandu

c. Jarak antara tempat tinggal ke posyandu

2 Faktor Eksternal

a. Pengetahuan ibu mengenai pentingnya posyandu

b. Tingkat pendidikan ibu


6

c. Pekerjaan ibu

d. Kesehatan anak

Berdasarkan hasil survei menggunakan kuesioner, tingkat pengetahuan ibu

mengenai posyandu di wilayah Puskesmas Cempaka Putih adalah 79% baik dan

21% kurang baik (Grafik 1.1).

Pengetahuan Ibu tentang Posyandu

21%

Pengetahuan Baik
Pengetahuan Kurang

79%

Grafik 1.1. Presentase tingkat pengetahuan ibu terhadap Posyandu

Namun, berdasarkan jawaban dalam kuisioner mengenai pengetahuan

didapatkan bahwa ibu masih memiliki pemahaman yang salah mengenai usia anak

yang harus ditimbang di posyandu. Dari 14 responden, terdapat 6 responden yang

menjawab bahwa anak ditimbang di posyandu sejak lahir-5 tahun sedangkan 8

responden sisanya salah menjawab. Selain itu, terdapat 4 responden yang juga salah

menjawab pertanyaan mengenai manfaat penimbangan di poyandu.

Tingkat pendidikan ibu juga dapat memengaruhi rendahnya pencapaian

deteksi tumbuh kembang anak di posyandu. Hal ini akan terkait dengan bagaimana
7

ibu-ibu yang memiliki balita dapat memahami informasi yang diberikan oleh tenaga

kesehatan atau kader mengenai deteksi tumbuh kembang anak dan posyandu.

Tingkat pendidikan dapat dibagi secara umum menjadi tingkat pendidikan rendah

(tidak sekolah, SD, dan SMP) dan tingkat pendidikan tinggi (SLTA ke atas).

Berdasarkan hasil survei menggunakan kuesioner, rendahnya deteksi tumbuh

kembang anak di posyandu yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu yaitu 56%

pendidikan kurang dan 44% pendidikan baik. Hal ini terdapat pada grafik 1.2.

Tingkat Pendidikan Ibu

Tingkat Pendidikan Ibu


44% SLTA/Sarajana
56% Tingkat Pendidikan Ibu SLTA
kebawah

Grafik 1.2 Presentase tingkat pendidikan ibu terhadap kunjungan Posyandu

Pekerjaan ibu juga mempengaruhi rendahnya kunjungan ke posyandu.

Berdasarkan hasil survei menggunakan kuesioner, ibu balita yang tidak rutin atau

tidak pernah membawa anak ke posyandu disebabkan karena 64% ibu sibuk bekerja

ketika jadwal posyandu dilaksanakan dan 36% ibu tidak bekerja. Hal ini terlihat

pada grafik 1.3.


8

Pekerjaan Ibu

36%
Ibu Berkerja
Ibu Tidak Berkerja
64%

Gambar 1.3. Presentase pengaruh orang tua bekerja terhadap rendahnya

kunjungan ke Posyandu

Pada saat ibu berkerja, anak akan diasuh oleh nenek (50%), babysitter (12%),

dan suami (38%). Hal ini dapat dilihat pada grafik 1.4.

Pengasuh Anak

38% Nenek
50% Babysiter
Ayah

12%

Gambar 1.4 Presentase pengasuh anak pada ibu yang berkerja


9

Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan penanggung jawab program

kegiatan posyandu di Puskesmas Cempaka Putih, didapatkan hasil bahwa

koordinasi antara kader posyandu dan tenaga kesehatan di Puskesmas Cempaka

Putih masih kurang. Permasalahan mengenai kurangnya informasi jadwal dan

tempat posyandu terdekat juga dapat menyebabkan ibu tidak rutin membawa anak

ke posyandu. Kurangnya informasi ini dapat disebabkan karena kurang aktifnya

kader posyandu dan tenaga kesehatan Puskesmas dalam mempromosikan kegiatan

posyandu. Berdasarkan suveri, sebagian besar ibu menjawab bahwa sudah memiliki

informasi yang cukup mengenai jadwal dan tempat posyandu (64%) dan 36% masih

tidak mengetahui informasi mengenai jadwal dan tempat posyandu terdekat. Hal ini

dapat dilihat pada grafik 1.5 berikut.

Informasi Tempat dan Waktu


Posyandu

Informasi tempat dan waktu


36%
posyandu Tahu
Informasi tempat dan waktu
64% posyandu Tidak tahu

Gambar 1.5 Presentase informasi tempat dan waktu posyandu

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kedatangan ibu untuk membawa anak

balita ke posyandu adalah jarak dari rumah ke posyandu. Sebagian besar jarak
10

rumah responden ke posyandu adalah kurang dari 500 meter. Hal ini dapat dilihat

pada grafik 1.6 berikut.

Jarak Rumah ke Posyandu

21% Jarak rumah ke posyandu ≤


500 m
Jarak rumah ke posyandu
7% >500 m

72% Jarak rumah ke posyandu


Tidak tahu

Gambar 1.6 Presentase jarak antara rumah ke posyandu

Pada tahun 2019, Puskesmas Cempaka Putih memiliki 18 posyandu balita.

Jumlah posyandu balita yang aktif berjumlah 18 buah. Prevalensi balita di wilayah

Puskesmas Cempaka Putih pada bulan Februari adalah 2.250 jiwa. Berdasarkan

program kerja SDIDTK tahun 2018, didapat pencapaian kinerja program SDIDTK

di Puskesmas Cempaka Putih pada tahun 2018 sebesar 77% atau hanya sekitar

1.727 anak dari target 2.250 anak. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa

tidak seluruh balita yang ada di wilayah Puskesmas Cempaka Putih terdeteksi

pertumbuhan dan perkembangannya. Jumlah balita yang datang ke Posyandu pada

bulan Januari 2019 berjumlah 1.627 dan Februari 2019 berjumlah 1.630 anak.

Jumlah kunjungan posyandu paling rendah pada bulan Januari dan Februari 2019

berada di kelurahan Kuripan. Berdasarkan survei dengan menggunakan kuesioner

yang dibagikan kepada ibu-ibu yang tidak rutin atau tidak pernah membawa
11

anaknya ke posyandu, dapat disimpulkan faktor utama yang mempengaruhi hal

tersebut adalah karena ibu bekerja dan sebagian besar anak diasuh oleh nenek.

Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Posyandu Melati III Puskesmas Cempaka

Putih Tahun 2018-April 2019

JUMLAH KUNJUNGAN POSYANDU


MELATI III TAHUN 2018-APRIL 2019

JUMLAH
TAHUN BULAN
KUNJUNGAN
JANUARI 18
FEBRUARI 30
MARET 29
APRIL 25
MEI 23
JUNI 24
2018
JULI 27
AGUSTUS 30
SEPTEMBER 21
OKTOBER 22
NOVEMBER 19
DESEMBER 27
JANUARI 13
2019 FEBRUARI 39
MARET 26

Berdasarkan pembobotan masalah diatas, maka dapat diketahui prioritas

masalah yang harus diatasi yakni alasan ibu yang bekerja dan anak dijaga oleh

nenek sehingga anak tidak rutin atau tidak pernah dibawa ke posyandu.

Berdasarkan permasalahan yang terdapat pada latar belakang di atas maka disusun

masalah dalam bentuk problem tree sebagai berikut (gambar 1.1).


12

Gambar 1.7 Problem Tree

Rendahnya Capaian Deteksi Tumbuh Dampak


Kembang Anak Usia Pra-sekolah

Rendahnya Kunjungan Posyandu Masalah

Faktor Internal Faktor Eksternal

1. Kurangnya informasi 1. Pengetahuan ibu Sebab


Sebab
mengenai posyandu mengenai posyandu

2. Kurangnya koordinasi 2. Tingkat pendidikan ibu


antara penanggung jawab
posyandu di Puskesmas
dan kader Posyandu
3. Kesehatan anak

3. Jarak rumah ke posyandu 4. Pekerjaan ibu

5. Kesadaran pengasuh
balita

C. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Adapun alternatif dari permasalahan-permasalahan di atas ialah sebagai

berikut:

1. Melakukan penyuluhan kepada pengasuh anak yang tidak rutin atau tidak

pernah ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih mengenai

pentingnya posyandu, siapa saja yang dapat membawa anak ke posyandu, tempat

posyandu terdekat, dan jadwal posyandu terdekat.


13

2. Melakukan posyandu di luar jam kerja atau sore hari.

3. Membuat forum dalam bentuk grup di sosial media mengenai jadwal dan

tempat posyandu terdekat.

D. PRIORITAS PEMECAHAN MASALAH

Penentuan prioritas pemecahan masalah merupakan hal yang penting

dilakukan setelah berbagai masalah teridentifikasi. Semua alternatif pemecahan

masalah yang telah disusun dapat dilaksanakan apabila organisasi tersebut memiliki

kemampuan untuk menjalankan semuanya. Namun, jika kemampuan yang dimiliki

organisasi terbatas maka dapat dipilih salah satu yang menjadi prioritas pemecahan

masalah. Pemilihan prioritas pemecahan masalah dapat dilakukan apabila alternatif

masalah telah disusun dan dipelajari secara seksama. Selain itu, sebelum dilakukan

pemilihan, sebaiknya dipadukan beberapa alternatif yang seharusnya merupakan

bagian dari satu paket kegiatan yang sulit dipisahkan. Apabila keterpaduan tersebut

sulit dilakukan maka dapat dilakukan pemilihan. Terdapat beberapa metode dalam

menentukan, salah satunya adalah memakai teknik kriteria matriks

1. Teknik kriteria matriks

Kriteria yang lazim digunakan antara lain:

 Efektivitas pemecahan masalah

Nilai efektivitas ditetapkan untuk setiap alternatif pemecahan masalah yaitu

dengan memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai dengan angka 5 (paling

efektif). Prioritas pemecahan masalah adalah yang nilai efektivitasnya paling tinggi.

Untuk menentukan efektivitas jalan keluar menggunakan kriteria berikut:


14

o Besarnya masalah yang dapat diselesaikan

o Pentingnya jalan keluar atau pemecahan masalah

o Sensitivitas pemecahan masalah (kecepatan jalan keluar mengatasi

masalah)

 Efisiensi pemecahan masalah

Menetapkan nilai efisiensi untuk setiap alternatif pemecahan masalah dengan

memberi nilai 1 (paling tidak efisien) sampai dengan nilai 5 (paling efisien). Nilai

efisien ini dapat dikaitkan dengan biaya, waktu dan tenaga yang diperlukan untuk

melaksanakan pemecahan masalah. Makin besar biaya, tenaga dan atau waktu yang

diperlukan, makin tidak efisien pemecahan masalah tersebut.

2. Perhitungan Scoring

a. Scoring untuk Efektivitas

Nilai efektivitas untuk setiap alternatif jalan keluar yaitu dengan

memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai dengan angka 5 (paling efektif).

Prioritas jalan keluar adalah yang nilai efektivitas nya paling tinggi.

 Besarnya Masalah yang dapat diselesaikan (B)

1 = tidak dapat dikelola dan diatasi

2 = sulit dikelola dan diatasi

3 = cukup dapat dikelola dan diatasi

4 = dapat dikelola dan diatasi

5 = sangat dapat dikelola dan diatasi

 Pentingnya Jalan Keluar (P)

1 = Tidak ada kepentingan


15

2 = Kepentingannya sangat rendah

3 = Kepentingannya cukup rendah

4 = Kepentingannya cukup tinggi

5 = Kepentingannya sangat tinggi

 Sensitivitas Jalan keluar (S)

1 = Tidak sensitif

2 = kurang sensitif

3 = cukup sensitif

4 = sensitif

5 = Sangat sensitive

Tabel 1.2 Nilai Efektivitas Pemecahan Masalah

N
PEMECAHAN MASALAH B P S NILAI
NO

Melakukan penyuluhan kepada pengasuh


anak yang tidak rutin atau tidak pernah ke
1posyandu di wilayah kerja Puskesmas
4 4 4 16
1. Cempaka Putih mengenai pentingnya
posyandu dan siapa saja yang dapat
membawa anak ke posyandu.
2Melakukan posyandu di luar jam kerja atau
sore hari. 2 3 2 7
2.
Membuat forum dalam bentuk grup di sosial
3
media mengenai jadwal dan tempat posyandu 3 4 3 10
3.
terdekat.
16

b. Scoring untuk Efisiensi

Nilai efisiensi untuk setiap alternatif jalan keluar dilakukan dengan

memberikan nilai 1 (paling tidak efisien) sampai dengan angka 5 (paling efisien).

 Biaya (C)

1 = Mahal

2 = Cukup Murah

3 = Murah

 Tenaga Kerja (T)

1 = Melibatkan banyak tenaga kerja

2 = Melibatkan Cukup tenaga kerja

3 = Melibatkan sedikit tenaga kerja

 Waktu (W)

1 = Lama

2 = Cukup waktu

3 = Singkat

Tabel 1.3 Nilai Efisien Pemecahan Masalah

NO PEMECAHAN MASALAH C T W NILAI

Melakukan penyuluhan kepada pengasuh


anak yang tidak rutin atau tidak pernah ke
posyandu di wilayah kerja Puskesmas
1. 3 3 3 9
Cempaka Putih mengenai pentingnya
posyandu dan siapa saja yang dapat
membawa anak ke posyandu.
Melakukan posyandu di luar jam kerja atau
2. sore hari. 1 1 1 3
17

Membuat forum dalam bentuk grup di sosial


3. media mengenai jadwal dan tempat posyandu 2 2 2 6
terdekat.

c. Prioritas Pemecahan Masalah

Tabel 1.4 Prioritas Pemecahan Masalah

PEMECAHAN
NO Efektivitas Efisien JUMLAH PRIORITAS
MASALAH

Melakukan penyuluhan
kepada pengasuh anak
yang tidak rutin atau
tidak pernah ke posyandu
di wilayah kerja
1 Puskesmas Cempaka 16 9 25 1
Putih mengenai
pentingnya posyandu dan
siapa saja yang dapat
membawa anak ke
posyandu.
Melakukan posyandu di
2 luar jam kerja atau sore 7 3 10 3
hari.
Membuat forum dalam
bentuk grup di sosial
3. media mengenai jadwal 10 6 16 2
dan tempat posyandu
terdekat.

Berdasarkan hasil pembobotan dari tabel di atas, maka prioritas pemecahan

masalah adalah dengan melakukan penyuluhan pada pengasuh anak yang tidak

rutin atau tidak pernah ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih

mengenai pentingnya posyandu dan siapa saja yang dapat membawa anak ke

posyandu.

Anda mungkin juga menyukai