PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Usia awal kelahiran merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,
sehingga sering diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas
dapat diwujudkan apabila pada masa ini balita memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk
tumbuh kembang optimal, sebaliknya apabila balita pada masa ini tidak memperoleh
makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis
Makan yang baik bagi balita yaitu Air Susu Ibu (ASI) akan tetapi dengan
bertambahnya usia, balita membutuhkan kalori serta zat gizi yang banyak sebagai keperluan
dalam pemenuhan pemberian nutrisi yang tepat (Widaryanti, 2019). Pemberian makanan
tambahan asupan makan selain asi yaitu MP-ASI, MP-ASI bertujuan untuk mengubah pola
makan anak dan dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. (Mildiana et
al., 2022).
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi dan diberikan
kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan, guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI MP-
ASI diberikan sesuai dengan umur dari balita yaitu MP- ASI bayi umur 6-9 bulan, MP-ASI
bayi umur 9-12 bulan dan MP-ASI bayi umur 12-24 bulan. MP ASI yang diberikan terlalu
dini dapat menyebabkan bayi menderita diare, sedangkan pemberian MP-ASI yang terlambat
akan menyebabkan bayi sulit dibujuk untuk mendapatkan makanan padat. Bayi dengan usia
dibawah 6 bulan belum mempunyai fungsi imun dan fungsi pencernaan yang sempurna, jika
bayi mendapatkan makanan selain ASI maka bayi tidak dapat membunuh kuman yang ada
dalam makanan sehingga dapat menyebabkan bayi mengalami diare (Kemenkes RI. 2016).
Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) agar berjalan dengan baik maka diperlukan
pengetahuan yang baik mengenai makanan pendamping ASI. Salah satu faktor internal yang
Teori Green menyebutkan ada faktor penentu perubahan perilaku yaitu pendorong
(predisposing), faktor pemungkin (enabling) dan faktor penguat (reinforcing) (Green, 1980).
Pemberian MPASI yang tidak tepat sangat berkaitan dengan faktor internal dari ibu bayi tersebut dan
faktor eksternal yang dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor eksternal meliputi faktor budaya, kurang
optimalnya peran tenaga kesehatan, dan peran keluarga. Faktor internal meliputi pendidikan,
pekerjaan, pengetahuan, sikap, tindakan, psikologis dan fisik dari ibu itu sendiri. Ibu membutuhkan
pengetahuan yang memadai bukan hanya tentang ASI eksklusif, namun tentang MPASI.
Pengetahuan MPASI yang kurang memadai akan mempengaruhi sikap dan tindakan Ibu
makan bayi yang tidak memadai karena 81,4% dari 218 bayi telah diperkenalkan dengan
MP-ASI sebelum 6 bulan dan setengahnya memiliki frekuensi makan yang kurang dari yang
direkomendasikan yaitu 4 kali per hari. Pengetahuan ibu terhadap pemberian MP-ASI akan
mempengaruhi ketepatan waktu untuk memulai pemberian MP-ASI dan cara yang tepat
dalam pembuatan MP-ASI (Juliyandari et al., 2018). Al-Samarrai et al., (2020) dalam
diperkenalkan sebelum akhir bulan kelima dan waktu terbaik adalah antara enam sampai
tujuh bulan.
Tidak tepatnya waktu pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) bisa
menyebabkan beberapa alasan salah satunya adalah karena ibu bekerja (Savitri, 2016).
dampak dan risiko pemberian MP-ASI pada bayi yang tidak sesuai dengan umurnya. Peran
anak harus sesuai dengan tugas perkembangannya. Orang tua dapat memantau dan
menstimulasi perkembangan sesuai dengan usianya (Maryunani Anik, 2012). Stimulasi yang
cukup dalam kuantitas dan kualitas sejak awal juga dibutuhkan oleh bayi dan anak untuk
perkembangan mental psikososialnya Anak yang mendapat banyak stimulasi akan lebih cepat
berkembang dari pada anak yang kurang mendapat stimulasi. Semakin dini dan semakin
lama stimulasi dilakukan maka akan semakin besar manfaatnya terhadap perkembangan
anak. Stimulasi sebaiknya dilakukan setiap kali berinteraksi dengan balita (Yudanto, 2011).
biokimia, dan fisiologi yang terjadi sejak konsepsi sampai dewasa (Susanto,2011).
Perkembangan anak meliputi perkembangan motorik halus, motorik kasar, bahasa dan
personal-sosial (Sembiring. 2017). Motorik kasar atau gross motor skills merupakan
keterampilan anak dengan menggunakan otot- otot besar dalam tubuh sedangkan motorik
halus atau fine motor skills merupakan keterampilan dengan menggunakan otot-otot kecil
(Yuniarti. 2015). Perkembangan bahasa merupakan indikator dari seluruh perkembangan
sosial anak, tetapi keduanya tidak selalu berjalan seiring (Soetjiningsih. 2013).
Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu faktor
psikososial (stimulasi, motivasi belajar, dan kelompok sebaya) (Cahyani. 2009). Stimulasi
merupakan bentuk rangsangan dan latihan terhadap kepandaian anak yang datangnya dari
lingkungan luar (Noordiati,2018). Stimulasi dinilai sebagai kebutuhan dasar anak yaitu asah,
anak. Stimulasi dapat diberikan oleh ayah dan ibu yang merupakan orang terdekat anak,
pengganti ibu atau pengasuh anak, keluarga dan lingkungan luar rumah (Kemenkes. 2016).
Anak yang mendapatkan stimulasi secara teratur dan terarah akan lebih cepat berkembang
dibandingkan anak yang kurang mendapatkan stimulasi (Dwiendra. 2012). Pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Febriana dan Prasetya (2016) mendapatkan hasil bahwa
terdapat hubungan yang positif antara stimulasi tumbuh kembang dengan perkembangan
anak usia 1-3 tahun. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sumiyati dan Diki (2016)
mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian stimulasi
dengan perkembangan anak usia 4-5 tahun. Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian
oleh Wulandari dan Sitaresmi (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
Permasalahan tumbuh kembang yang terjadi pada balita disebabkan karena kurangnya
stimulasi yang diberikan kepada balita. Kondisi ini terjadi karena kurangnya pengetahuan
yang dimiliki oleh orangtua tentang stimulasi yang adekuat sesuai dengan usia balita (Kania,
2006). Hasil Penelitian di Jakarta ditemukan bahwa pengetahuan orang tua tentang stimulasi
bagi perkembangan anak masih sangat kurang, hanya sekitar 1,3% mempunyai pengetahuan
tinggi tentang stimulasi, 34,4% berpengetahuan sedang, dan 64,3 % berpengetahuan rendah
tentang stimulasi (Hariweni, 2003). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Kurniawati
dan Hanifah (2015) ditemukan pengetahuan ibu tentang stimulasi masih kurang sebanyak
13,3%. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan orang tua
Masalah tumbuh kembang merupakan masalah yang masih perlu diperhatikan tidak
hanya pada bayi lahir normal melainkan juga penyimpangan persepsi, intelektual mulai
terlihat pada usia 6-12 bulan. Peranan ibu dalam tumbuh kembang anak sangatlah penting.
Ibu harus berperan sebagai pengamat dan ikut berpartisipasi. Peran ibu juga meliputi hal-hal
seperti mengontrol anak selama masa tumbuh kembang dan membuat perencanaan bagi
anaknya. Oleh karena pengetahuan orang tua khususnya ibu sangat penting yang berperan
efektif namun sebagian keluarga tidak didukung dengan pengetahuan yang baik. Hal ini
berpengaruh terhadap kehidupan sehati-harinya yang tidak sehat sehingga untuk memenuhi
standar gizi yang baik tidak terpenuhi. Penelitian yang dilakukan Al-Ghasanin & Ghazwani
(2022) didapatkan keluarga khususnya ibu memiliki bayi yang kurang makan dibawah empat
kali sehari berhubungan secara substansial dengan skor pengetahuan yang lebih buruk.
Banyak ibu yang kurang memiliki pengetahuan tentang jenis, jumlah, dan metode
yang tepat makanan pendamping. Sebuah studi pendahuluan menemukan bahwa ada
beberapa ibu yang berpikir bahwa memberi makan bayi dengan nasi dan pisang tumbuk
sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi. Bayi membutuhkan makanan yang paling
kaya nutrisi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya (Pradanie et al., 2020).
Fenomena lain menunjukkan ketidaksepakatan tentang pemberian bubur instan sebagai MP-
ASI karena mengandung penyedap rasa dan pengawet makanan. Penelitian di Padang,
menunjukkan bahwa 42% anak yang diberi bubur instan lebih baik status gizi dibandingkan
dengan mereka yang menerima makanan buatan sendiri (10%) (Lestari et al., 2014).
melibatkan beberapa domain perkembangan dan pertumbuhan. Ibu yang memiliki lebih
menjadi ibu yang lebih efisien (Zhang et al., 2021). Penelitian Rehman et al (2016)
didapatkan ibu dengan status sosial ekonomi rendah mendapatkan pengetahuan tentang
tumbuh kembang anak dari informasi keluarga dan pengalaman terdahulu, 38,37% dari 392
ibu mengetahui perkembangan bahasa dan kognitif, dan 57,02% tentang perkembangan
Salah satu cara agar ibu bisa menstimulasi perkembangan anak dan mengetahui jenis
MP-ASI yaitu dengan pendidikan kesehatan (Widiani, Ahsan, & Supriati, 2016). Perawat
yang memiliki peran sebagai educator dan konselor yang berfokus kepada peningkatan
pengetahuan orang tua dengan membantu orang tua memiliki pengetahuan dan
dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam membantu pasien baik individu maupun kelompok,
kegiatan pembelajaran dengan perawat sebagai tenaga pendidik (Saputri et al., 2021).
Hal ini didiukung dengan teori keperawatan Health Promotion Model (HPM) oleh
Nola J. Pender yang menekankan pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Banyak
metode pendidikan kesehatan yang dapat digunakan dalam memberikan informasi kesehatan
salah satunya adalah metode pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi, merupakan
dengan sasaran pendidikan kesehatan dapat mencoba prosedur yang telah diperlihatkan
oleh penyaji (notoatmojo, 2012 dalam Nurmala, 2018). Kelebihan metode demonstrasi
yaitu proses pembelajaran menjadi lebih jelas, lebih menarik, dan mudah dipahami,
Dengan jumlah penduduk lebih dari 255 juta jiwa, serta dengan anekaragam budaya dan
kelas sosial. Jumlah penduduk yang tinggi membuat Indonesia rentan terhadap masalah
ekonomi yang berdampak langsung pada kemiskinan. Kemiskinan merupakan suatu keadaan
dimana seseorang dianggap tidak mampu dari segi ekonomi, serta mengalami kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Berdasarkan data dari badan keluarga
berencana dan pemberdayaan perempuan kota padang 582.800 jiwa dalam kategori
bahwa sebanyak 56,4% anak yang berusia di bawah lima tahun menderita gangguan tumbuh
kembang (Syahailatua & Kartini, 2020). Indikator keberhasilan program Deteksi Dini
Tumbuh Kembang balita yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2017
adalah 90% dari total populasi, sementara hasil Stimulasi Deteksi Dini Tumbuh Kembang
balita di Propinsi Sumatra Barat tahun 2017 adalah 53,14% (Syofiah, Machmud, &
Yantri, 2020).
Data dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2020 mengenai pelayanan Stimulasi
Deteksi Dini Tumbuh kembang dari 85% pada tahun 2019 menjadi 50,36%, dari 23
Puskesmas di dapatkan data gangguan perkembangan pada anak balita sebanyak 87 orang
anak (perkembangan motorik kasar:29 orang, motorik halus: 21 orang, bicara bahasa: 35
orang, dan sosialisasi kemandirian: 8 orang), meliputi Puskesmas Ikur Kuto (21 balita
perkembangan). Puskesmas Ikur Kuto menempati peringkat yang tertinggi dalam gangguan
Pada studi pendahuluan di Puskesmas Ikur Kuto, didapatkan data pada tahun 2020
dari 21 orang anak yang mengalami gangguan perkembangan terdiri dari motorik kasar: 7
orang, motorik halus: 5 orang ,bicara bahasa: 6 orang, sosialisasi kemandirian:3 orang. Hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan pembina wilayah tersebut menyatakan
bahwa sudah dilaksanakan dan diberikan edukasi tentang Stimulasi Tumbuh Kembang Anak
dan jenis MP-ASI hanya melalui media buku KIA anak dan penyuluhan dengan metode
ceramah namun belum optimal dikarenakan banyak dari ibu-ibu yang tidak datang, akan
tetapi belum pernah diberikan edukasi dengan metode demonstrasi. Dari 5 ibu yang
berkunjung ke Puskesmas mempunyai balita usia 6-12 bulan setelah dibagikan kuesioner
tentang pengetahuan stimulasi tumbuh kembang didapatkan ibu dengan pengetahuan kurang
sebanyak 3 orang dan ibu dengan pengetahuan cukup sebanyak 2 orang serta dari hasil
kuesioner pengetahuan ibu tentang jenis MP- ASI didapatkan ibu dengan pengatahuan
kurang sebanyak 2 orang dan ibu dengan pengetahuan cukup sebanyak 2 orang.
yang benar dan stimulasi tumbuh kembang bayi melalui pemberian pendidikan kesehatan
pada masyarakat. Perawat mempunyai peran dalam pemberian pendidikan kesehatan yang
masyarakat. Peningkatan pengetahuan tersebut salah satunya dapat dilihat dari praktek ibu
dalam pemberian MP-ASI dan stimulasi tumbuh kembang bayi. Penulis tertarik melakukan
Dasar Anak: Jenis Makanan MP-ASI Dan Stimulasi Tumbuh Kembang Anak Usia 6-12
Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah penelitian adalah
apakah ada pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Kebutuhan Dasar Anak: Jenis
Makanan MP-ASI Dan Stimulasi Tumbuh Kembang Anak Usia 6-12 Bulan Terhadap
usia 6-12 bulan Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ikur Kuto
pendamping ASI 6-12 bulan Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga Di Wilayah Kerja
kesehatan Keluarga tentang pemberian Makanan pendamping ASI 6-12 bulan Bulan
kesehatan Keluarga Pra Sejahtera tentang pemberian Makanan pendamping ASI 6-12
bulan Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Ikur Kuto
1. Bagi Perawat
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi untuk menambah pengetahuan dan
bulan Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Ikur Kuto.
Diharapakan penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta
pemberian Makanan pendamping ASI 6-12 bulan Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pembanding bagi
pendamping ASI 6-12 bulan Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga Di Wilayah Kerja