Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Usia awal kelahiran merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

sehingga sering diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas

dapat diwujudkan apabila pada masa ini balita memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk

tumbuh kembang optimal, sebaliknya apabila balita pada masa ini tidak memperoleh

makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis

yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi (Shobah, 2021).

Makan yang baik bagi balita yaitu Air Susu Ibu (ASI) akan tetapi dengan

bertambahnya usia, balita membutuhkan kalori serta zat gizi yang banyak sebagai keperluan

dalam pemenuhan pemberian nutrisi yang tepat (Widaryanti, 2019). Pemberian makanan

tambahan asupan makan selain asi yaitu MP-ASI, MP-ASI bertujuan untuk mengubah pola

makan anak dan dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. (Mildiana et

al., 2022).

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi dan diberikan

kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan, guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI MP-

ASI diberikan sesuai dengan umur dari balita yaitu MP- ASI bayi umur 6-9 bulan, MP-ASI

bayi umur 9-12 bulan dan MP-ASI bayi umur 12-24 bulan. MP ASI yang diberikan terlalu

dini dapat menyebabkan bayi menderita diare, sedangkan pemberian MP-ASI yang terlambat

akan menyebabkan bayi sulit dibujuk untuk mendapatkan makanan padat. Bayi dengan usia

dibawah 6 bulan belum mempunyai fungsi imun dan fungsi pencernaan yang sempurna, jika
bayi mendapatkan makanan selain ASI maka bayi tidak dapat membunuh kuman yang ada

dalam makanan sehingga dapat menyebabkan bayi mengalami diare (Kemenkes RI. 2016).

Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) agar berjalan dengan baik maka diperlukan

pengetahuan yang baik mengenai makanan pendamping ASI. Salah satu faktor internal yang

mempengaruhi terbentuknya perilaku manusia adalah pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Teori Green menyebutkan ada faktor penentu perubahan perilaku yaitu pendorong

(predisposing), faktor pemungkin (enabling) dan faktor penguat (reinforcing) (Green, 1980).

Pemberian MPASI yang tidak tepat sangat berkaitan dengan faktor internal dari ibu bayi tersebut dan

faktor eksternal yang dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor eksternal meliputi faktor budaya, kurang

optimalnya peran tenaga kesehatan, dan peran keluarga. Faktor internal meliputi pendidikan,

pekerjaan, pengetahuan, sikap, tindakan, psikologis dan fisik dari ibu itu sendiri. Ibu membutuhkan

pengetahuan yang memadai bukan hanya tentang ASI eksklusif, namun tentang MPASI.

Pengetahuan MPASI yang kurang memadai akan mempengaruhi sikap dan tindakan Ibu

dalam pemberian MPASI yang kurang tepat.

Penelitian Chagwena et al (2020) menemukan tingginya prevalensi praktik pemberian

makan bayi yang tidak memadai karena 81,4% dari 218 bayi telah diperkenalkan dengan

MP-ASI sebelum 6 bulan dan setengahnya memiliki frekuensi makan yang kurang dari yang

direkomendasikan yaitu 4 kali per hari. Pengetahuan ibu terhadap pemberian MP-ASI akan

mempengaruhi ketepatan waktu untuk memulai pemberian MP-ASI dan cara yang tepat

dalam pembuatan MP-ASI (Juliyandari et al., 2018). Al-Samarrai et al., (2020) dalam

penelitiannya mendapatkan pengetahuan yang baik tentang MP-ASI tidak boleh

diperkenalkan sebelum akhir bulan kelima dan waktu terbaik adalah antara enam sampai

tujuh bulan.
Tidak tepatnya waktu pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) bisa

menyebabkan beberapa alasan salah satunya adalah karena ibu bekerja (Savitri, 2016).

Upaya untuk mengurangi perilaku pemberian MP-ASI dini dapat

dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan Ibu dan Keluarga. Kegiatan

peningkatan pengetahuan tersebut melalui pemberian penyuluhan atau

pendidikan kesehatan agar Ibu dan keluarga lebih memahami bahaya,

dampak dan risiko pemberian MP-ASI pada bayi yang tidak sesuai dengan umurnya. Peran

tenaga kesehatan sebagai pemberi informasi sangat diperlukan untuk gencar

mensosialisasikan program ASI eksklusif (Arini, 2017)

Stimulasi perkembangan sangat penting untuk anak, stimulasi perkembangan pada

anak harus sesuai dengan tugas perkembangannya. Orang tua dapat memantau dan

menstimulasi perkembangan sesuai dengan usianya (Maryunani Anik, 2012). Stimulasi yang

cukup dalam kuantitas dan kualitas sejak awal juga dibutuhkan oleh bayi dan anak untuk

perkembangan mental psikososialnya Anak yang mendapat banyak stimulasi akan lebih cepat

berkembang dari pada anak yang kurang mendapat stimulasi. Semakin dini dan semakin

lama stimulasi dilakukan maka akan semakin besar manfaatnya terhadap perkembangan

anak. Stimulasi sebaiknya dilakukan setiap kali berinteraksi dengan balita (Yudanto, 2011).

Tumbuh kembang merupakan manifestasi kompleks dari perubahan bentuk, ukuran,

biokimia, dan fisiologi yang terjadi sejak konsepsi sampai dewasa (Susanto,2011).

Perkembangan anak meliputi perkembangan motorik halus, motorik kasar, bahasa dan

personal-sosial (Sembiring. 2017). Motorik kasar atau gross motor skills merupakan

keterampilan anak dengan menggunakan otot- otot besar dalam tubuh sedangkan motorik

halus atau fine motor skills merupakan keterampilan dengan menggunakan otot-otot kecil
(Yuniarti. 2015). Perkembangan bahasa merupakan indikator dari seluruh perkembangan

anak karena kemampuan berbahasa sensitif dengan keterlambatan atau gangguan

perkembangan lainnya seperti kognitif, motorik, emosi dan psikologis. Sedangkan

perkembangan personal-sosial merupakan perkembangan yang menyangkut tingkah laku dan

sosial anak, tetapi keduanya tidak selalu berjalan seiring (Soetjiningsih. 2013).

Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu faktor

psikososial (stimulasi, motivasi belajar, dan kelompok sebaya) (Cahyani. 2009). Stimulasi

merupakan bentuk rangsangan dan latihan terhadap kepandaian anak yang datangnya dari

lingkungan luar (Noordiati,2018). Stimulasi dinilai sebagai kebutuhan dasar anak yaitu asah,

dengan mengasah perkembangan anak secara terus-menerus akan meningkatkan kemampuan

anak. Stimulasi dapat diberikan oleh ayah dan ibu yang merupakan orang terdekat anak,

pengganti ibu atau pengasuh anak, keluarga dan lingkungan luar rumah (Kemenkes. 2016).

Anak yang mendapatkan stimulasi secara teratur dan terarah akan lebih cepat berkembang

dibandingkan anak yang kurang mendapatkan stimulasi (Dwiendra. 2012). Pada penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Febriana dan Prasetya (2016) mendapatkan hasil bahwa

terdapat hubungan yang positif antara stimulasi tumbuh kembang dengan perkembangan

anak usia 1-3 tahun. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sumiyati dan Diki (2016)

mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian stimulasi

dengan perkembangan anak usia 4-5 tahun. Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian

oleh Wulandari dan Sitaresmi (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara stimulasi dengan perkembangan anak usia 2-5 tahun.

Permasalahan tumbuh kembang yang terjadi pada balita disebabkan karena kurangnya

stimulasi yang diberikan kepada balita. Kondisi ini terjadi karena kurangnya pengetahuan
yang dimiliki oleh orangtua tentang stimulasi yang adekuat sesuai dengan usia balita (Kania,

2006). Hasil Penelitian di Jakarta ditemukan bahwa pengetahuan orang tua tentang stimulasi

bagi perkembangan anak masih sangat kurang, hanya sekitar 1,3% mempunyai pengetahuan

tinggi tentang stimulasi, 34,4% berpengetahuan sedang, dan 64,3 % berpengetahuan rendah

tentang stimulasi (Hariweni, 2003). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Kurniawati

dan Hanifah (2015) ditemukan pengetahuan ibu tentang stimulasi masih kurang sebanyak

13,3%. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan orang tua

sangat penting dalam memberikan stimulasi kepada balita .

Masalah tumbuh kembang merupakan masalah yang masih perlu diperhatikan tidak

hanya pada bayi lahir normal melainkan juga penyimpangan persepsi, intelektual mulai

terlihat pada usia 6-12 bulan. Peranan ibu dalam tumbuh kembang anak sangatlah penting.

Ibu harus berperan sebagai pengamat dan ikut berpartisipasi. Peran ibu juga meliputi hal-hal

seperti mengontrol anak selama masa tumbuh kembang dan membuat perencanaan bagi

anaknya. Oleh karena pengetahuan orang tua khususnya ibu sangat penting yang berperan

pada masa awal pertumbuhan dan perkembangan.

Berdasarkan penelitian yang dilakuan oleh (Rachmawati et al., 2021) hasil

penelitiannnya menunjukkan mayoritas responden memiliki keluarga yang berfungsi secara

efektif namun sebagian keluarga tidak didukung dengan pengetahuan yang baik. Hal ini

berpengaruh terhadap kehidupan sehati-harinya yang tidak sehat sehingga untuk memenuhi

standar gizi yang baik tidak terpenuhi. Penelitian yang dilakukan Al-Ghasanin & Ghazwani

(2022) didapatkan keluarga khususnya ibu memiliki bayi yang kurang makan dibawah empat

kali sehari berhubungan secara substansial dengan skor pengetahuan yang lebih buruk.
Banyak ibu yang kurang memiliki pengetahuan tentang jenis, jumlah, dan metode

yang tepat makanan pendamping. Sebuah studi pendahuluan menemukan bahwa ada

beberapa ibu yang berpikir bahwa memberi makan bayi dengan nasi dan pisang tumbuk

sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi. Bayi membutuhkan makanan yang paling

kaya nutrisi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya (Pradanie et al., 2020).

Fenomena lain menunjukkan ketidaksepakatan tentang pemberian bubur instan sebagai MP-

ASI karena mengandung penyedap rasa dan pengawet makanan. Penelitian di Padang,

menunjukkan bahwa 42% anak yang diberi bubur instan lebih baik status gizi dibandingkan

dengan mereka yang menerima makanan buatan sendiri (10%) (Lestari et al., 2014).

Pengetahuan ibu tentang perkembangan anak diasumsikan sebagai kunci dalam

memotivasi bagaimana ibu berperilaku terhadap anak-anak mereka. Interaksi ibu-anak

melibatkan beberapa domain perkembangan dan pertumbuhan. Ibu yang memiliki lebih

banyak pengetahuan tentang keunikan, pengasuhan, dan perkembangan anak terbukti

menjadi ibu yang lebih efisien (Zhang et al., 2021). Penelitian Rehman et al (2016)

didapatkan ibu dengan status sosial ekonomi rendah mendapatkan pengetahuan tentang

tumbuh kembang anak dari informasi keluarga dan pengalaman terdahulu, 38,37% dari 392

ibu mengetahui perkembangan bahasa dan kognitif, dan 57,02% tentang perkembangan

sensorik dan motorik.

Salah satu cara agar ibu bisa menstimulasi perkembangan anak dan mengetahui jenis

MP-ASI yaitu dengan pendidikan kesehatan (Widiani, Ahsan, & Supriati, 2016). Perawat

yang memiliki peran sebagai educator dan konselor yang berfokus kepada peningkatan

pengetahuan orang tua dengan membantu orang tua memiliki pengetahuan dan

mengupayakan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak (Saputri et al., 2021).


Pendidikan kesehatan merupakan bentuk tindakan mandiri keperawatan yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam membantu pasien baik individu maupun kelompok,

memberikan pendidikan kesehatan dapat mengatasi masalah kesehatan memalui kegiatan-

kegiatan pembelajaran dengan perawat sebagai tenaga pendidik (Saputri et al., 2021).

Hal ini didiukung dengan teori keperawatan Health Promotion Model (HPM) oleh

Nola J. Pender yang menekankan pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Banyak

metode pendidikan kesehatan yang dapat digunakan dalam memberikan informasi kesehatan

salah satunya adalah metode pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi, merupakan

tehnik mengajar dengan memperlihatkan bagaimana cara menjalankan suatu prosedur

dengan sasaran pendidikan kesehatan dapat mencoba prosedur yang telah diperlihatkan

oleh penyaji (notoatmojo, 2012 dalam Nurmala, 2018). Kelebihan metode demonstrasi

yaitu proses pembelajaran menjadi lebih jelas, lebih menarik, dan mudah dipahami,

sedangkan kekurangannya memerlukan persiapan dan perencanaan yang lebih matang,

memerlukan kemampuan dan ketrampilan secara khusus, serta memerlukan peralatan,

bahan dan tempat yang memadai (Sustiyono, 2015).

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 255 juta jiwa, serta dengan anekaragam budaya dan

kelas sosial. Jumlah penduduk yang tinggi membuat Indonesia rentan terhadap masalah

ekonomi yang berdampak langsung pada kemiskinan. Kemiskinan merupakan suatu keadaan

dimana seseorang dianggap tidak mampu dari segi ekonomi, serta mengalami kesulitan

dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Berdasarkan data dari badan keluarga

berencana dan pemberdayaan perempuan kota padang 582.800 jiwa dalam kategori

prasejahtera (BKKBN, 2020).


Data Kemenkes RI dalam profil kesehatan Indonesia tahun 2016, mengemukakan

bahwa sebanyak 56,4% anak yang berusia di bawah lima tahun menderita gangguan tumbuh

kembang (Syahailatua & Kartini, 2020). Indikator keberhasilan program Deteksi Dini

Tumbuh Kembang balita yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2017

adalah 90% dari total populasi, sementara hasil Stimulasi Deteksi Dini Tumbuh Kembang

balita di Propinsi Sumatra Barat tahun 2017 adalah 53,14% (Syofiah, Machmud, &

Yantri, 2020).

Data dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2020 mengenai pelayanan Stimulasi

Deteksi Dini Tumbuh kembang dari 85% pada tahun 2019 menjadi 50,36%, dari 23

Puskesmas di dapatkan data gangguan perkembangan pada anak balita sebanyak 87 orang

anak (perkembangan motorik kasar:29 orang, motorik halus: 21 orang, bicara bahasa: 35

orang, dan sosialisasi kemandirian: 8 orang), meliputi Puskesmas Ikur Kuto (21 balita

mengalami gangguan perkembangan), Puskesmas Lubuk Begalung (17 balita mengalami

gangguan perkembangan), Puskesmas Rawang Barat (17 balita mengalami gangguan

perkembangan). Puskesmas Ikur Kuto menempati peringkat yang tertinggi dalam gangguan

perkembangan anak (Dinkes Kota Padang, 2020).

Pada studi pendahuluan di Puskesmas Ikur Kuto, didapatkan data pada tahun 2020

dari 21 orang anak yang mengalami gangguan perkembangan terdiri dari motorik kasar: 7

orang, motorik halus: 5 orang ,bicara bahasa: 6 orang, sosialisasi kemandirian:3 orang. Hasil

wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan pembina wilayah tersebut menyatakan

bahwa sudah dilaksanakan dan diberikan edukasi tentang Stimulasi Tumbuh Kembang Anak

dan jenis MP-ASI hanya melalui media buku KIA anak dan penyuluhan dengan metode

ceramah namun belum optimal dikarenakan banyak dari ibu-ibu yang tidak datang, akan
tetapi belum pernah diberikan edukasi dengan metode demonstrasi. Dari 5 ibu yang

berkunjung ke Puskesmas mempunyai balita usia 6-12 bulan setelah dibagikan kuesioner

tentang pengetahuan stimulasi tumbuh kembang didapatkan ibu dengan pengetahuan kurang

sebanyak 3 orang dan ibu dengan pengetahuan cukup sebanyak 2 orang serta dari hasil

kuesioner pengetahuan ibu tentang jenis MP- ASI didapatkan ibu dengan pengatahuan

kurang sebanyak 2 orang dan ibu dengan pengetahuan cukup sebanyak 2 orang.

Perawat di masyarakat mempunyai peran edukator untuk meningkatkan kesehatan

melalui pemberian pengetahuan masyarakat khususnya ibu-ibu dalam pemberian MP-ASI

yang benar dan stimulasi tumbuh kembang bayi melalui pemberian pendidikan kesehatan

pada masyarakat. Perawat mempunyai peran dalam pemberian pendidikan kesehatan yang

dilakukan di meja 4 saat posyandu berlangsung. Pendidikan kesehatan mengenai pemberian

MP-ASI yang dilakukan oleh perawat akan meyebabkan peningkatan pengetahuan di

masyarakat. Peningkatan pengetahuan tersebut salah satunya dapat dilihat dari praktek ibu

dalam pemberian MP-ASI dan stimulasi tumbuh kembang bayi. Penulis tertarik melakukan

penelitian ini untuk menganalisis “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Kebutuhan

Dasar Anak: Jenis Makanan MP-ASI Dan Stimulasi Tumbuh Kembang Anak Usia 6-12

Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Ikur Kuto”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah penelitian adalah

apakah ada pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Kebutuhan Dasar Anak: Jenis

Makanan MP-ASI Dan Stimulasi Tumbuh Kembang Anak Usia 6-12 Bulan Terhadap

Pengetahuan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Ikur Kuto


1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan pendamping ASI

usia 6-12 bulan Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas

Ikur Kuto

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik Keluarga Pra Sejahtera tentang pemberian Makanan

pendamping ASI 6-12 bulan Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga Di Wilayah Kerja

Puskesmas Ikur Kuto

b. Mengidentifikasi keluarga dalam pemberian MP-ASI sebelum diberikan pendidikan

kesehatan Keluarga tentang pemberian Makanan pendamping ASI 6-12 bulan Bulan

Terhadap Pengetahuan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Ikur Kuto

c. Mengidentifikasi keluarga dalam pemberian MP-ASI setelah diberikan pendidikan

kesehatan Keluarga Pra Sejahtera tentang pemberian Makanan pendamping ASI 6-12

bulan Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Ikur Kuto

d. Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan Keluarga Pra Sejahtera tentang pemberian

Makanan pendamping ASI 6-12 bulan Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga Di

Wilayah Kerja Puskesmas Ikur Kuto

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Perawat

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi untuk menambah pengetahuan dan

peningkatan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan anak khususnya


pengetahuan Keluarga Pra Sejahtera tentang pemberian Makanan pendamping ASI 6-12

bulan Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Ikur Kuto.

2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Diharapakan penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta

sebagai tambahan referensi tentang pengetahuan Keluarga Pra Sejahtera tentang

pemberian Makanan pendamping ASI 6-12 bulan Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga

Di Wilayah Kerja Puskesmas Ikur Kuto.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pembanding bagi

peneliti selanjutnya tentang pengetahuan Keluarga tentang pemberian Makanan

pendamping ASI 6-12 bulan Bulan Terhadap Pengetahuan Keluarga Di Wilayah Kerja

Puskesmas Ikur Kuto.

Anda mungkin juga menyukai