PENDAHULUAN
Masa bayi antara usia 6-24 bulan merupakan masa emas untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak. Masa ini kesempatan yang baik bagi orang
tua untuk mengupayakan tumbuh kembang anak secara optimal. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan orang tua untuk mencapai hal tersebut adalah melalui pola
asuh makan yang baik dan benar yang diberikan kepada anak (Mutiara, 2018).
Usia 6 sampai 24 bulan merupakan periode kritis pertumbuhan balita, karena pada
umur tersebut anak sudah memerlukan MP-ASI yang memadai baik dari segi
lebih dari 50% kebutuhan energi, cukup protein, rendah zat gizi mikro dan
Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO bersama UNICEF
derajat kesehatan bayi, yaitu pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera
dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu
(ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan,
ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi
berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai
anak berusia 24 bulan atau lebih. Disamping itu juga MP ASI disediakan
berdasarkan bahan lokal bila memungkinkan, MP ASI harus mudah dicerna, harus
1
2
disesuaikan dengan umur dan kebutuhan bayi dan harus mengandung kalori dan
Benua Afrika dan benua Asia juga menunjukkan pemberian ASI eksklusif
masih rendah. Salah satu negara di Afrika, Nigeria, prevalensi pemberian ASI
eksklusif secara nasional adalah 17% dengan variasi regional. Prevalensi inisiasi
menyusui dini adalah 33,2%. Studi lain di Nigeria melaporkan prevalensi mulai
dari 28%-45%. Inisiasi makanan pelengkap yang tepat waktu tetap menjadi
tantangan karena 16% bayi Nigeria diperkenalkan pada makanan padat dan
setengah padat pada 2-3 bulan sementara 40% diperkenalkan pada 4-5 bulan. Di
India, persentase inisiasi menyusu dini adalah 24,5%. Menyusui secara eksklusif
menurun dengan cepat dari bulan pertama menjadi enam bulan dengan hanya
20%. Pengenalan pemberian MP-ASI antara 6 hingga 9 bulan adalah 55,8% dan
hanya 21% anak-anak berusia 6-23 bulan yang diberi makan sesuai dengan
oleh ibu-ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya, antara
lain adalah ibu merasa produksi ASI kurang, kesulitan bayi dalam menghisap, ibu
ASI. Menciptakan kebiasaan pemberian ASI yang baik sejak menit pertama bayi
baru lahir sangat penting untuk kesehatan bayi dan keberhasilan pemberian ASI
itu sendiri. Menyusui yang paling mudah dan sukses dilakukan adalah bila si ibu
sendiri sudah siap fisik dan mentalnya untuk melahirkan dan menyusui, serta bila
3
ibu mendapat informasi, dukungan dan merasa yakin akan kemampuannya untuk
merawat bayinya sendiri. Selain itu keberhasilan ibu menyusui juga harus
didukung oleh suami, keluarga, petugas kesehatan dan masyarakat (Mina, 2017)
bulan karena sebelum umur 6 bulan pencernaan bayi belum kuat untuk mencerna
makanan selain Air Susu Ibu. Kalau dipaksakan memberikan makanan tambahan
yang tidak tepat dapat berakibat buruk pada anak, dalam hal ini pengetahuan ibu
pendamping ASI (MP-ASI) mulai dari cara pemberian, penyajian, frekwensi, dan
pendamping ASI (MP-ASI) sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu, Ibu yang
memiliki pengetahuan yang kurang mengenai MP-ASI akan merasa kurang yakin
bahwa dengan pemberian MP-ASI tidak akan mencukupi kebutuhan bayi atau
tidak lepas dari pengaruh pengetahuan dan sikap dari orang tua dalam hal ini ibu
MP-ASI yang benar tetapi justru memberikan MP-ASI sebelum bayi berusia 6
bulan. Perlu diketahui salah satu faktor yang menyebabkan bayi mengalami gizi
kurang salah satunya adalah faktor pemberian Makanan pendamping ASI yang
Salah satu usaha untuk menanggulangi kekurangan gizi pada bayi dan
dari petugas kesehatan. Dalam teori perilaku Notoatmodjo yang menyatakan, dari
pengetahuan dan sikap yang baik akan terwujud tindakan yang baik pula
(Notoatmodjo, 2014).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
MP ASI di antaranya meliputi kapan saat anak diberi MP ASI dan kemampuan
dalam menyediakan MP ASI yang bergizi. Sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimul atau objek (Desiyanti,
2016).
ASI yang kurang tepat melahirkan status gizi kurang. Kekurangan gizi dapat
status kesehatan dan gizi balita melalui perbaikan pengetahuan dan perilaku dalam
pemberian MP-ASI merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari upaya
sikap ibu dengan perilaku pemberian MP-ASI pada balita usia 6-24 bulan di
MP-ASI. Hasil penelitian ini menunjukkan 35% ibu memiliki pengetahuan baik,
62,5% ibu memiliki sikap kurang dan 57,5% ibu memiliki perilaku kurang. Dapat
disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap ibu
terhadap perilaku ibu dalam pemberian MP ASI pada anak 6-24 bulan di
diketahui bahwa dari 5 orang ibu yang memiliki bayi usia 6-24 bulan, kelima
responden yang diwawancarai sudah memberikan MP-ASI pada bayi sejak usia
dibawah enam bulan dan lima orang ibu tersebut juga menyatakan kurang
porsi, jenis, frekuensi dan bentuk yang tepat untuk memberikan makanan
disamakan dengan makanan orang dewasa hanya jumlahnya yang berbeda. Semua
6
seperti susu formula dan makanan lunak kurang dari 6 bulan agar anaknya
kenyang dan tertidur pulas, jika anak diberi makan pisang sewaktu berumur 2
bulan agar anak tidak rewel dan lebih tenang, berat badan anak akan bertambah
dan lebih cepat besar. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan ibu tentang
manfaat dan cara pemberian MP-ASI yang benar dan kebiasaan pemberian MP-
ASI yang tidak tepat sehingga berpengaruh terhadap sikap ibu dalam pemberian
MP-ASI.
memberikan MP-ASI yang tidak tepat baik dari segi umur bayi, jenis makanan
dan frekuensi pemberiannya. Hal ini dapat dilihat dari adanya kasus pada bayi
yang mengalami gangguan sistem pencernaan seperti diare dan sebagainya. Jenis
makan pendamping yang diberikan cukup beragam oleh ibu kepada bayinya, ada
yang memberikan bubur susu, pisang yang dikerok, dan ada ibu yang memberikan
bubur saring. Hal lain yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI) pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Nomorambe ialah sikap ibu
merupakan suatu faktor kebiasaan masyarakat setempat, bahwa bayi dibawah usia
enam bulan sudah bisa diberikan makanan pendampin ASI (MP-ASI) atau menu
ASI (MP-ASI) pada bayi dan baduta (6-24 bulan) di Desa Bekukul Kecamatan
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi dan baduta (6-24
2021 ?
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi dan baduta (6-24
2021
Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi dan baduta (6-24 bulan) di Desa
ASI (MP-ASI) pada bayi dan baduta (6-24 bulan) di Desa Bekukul
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi dan baduta (6-
1. Bagi Peneliti
lebih lanjut yang berkaitan dengan pengetahuan dan sikap ibu terhadap
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi dan baduta (6-
24 bulan)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
umur bayi dan anak, kebutuhan akan zat gizi semakin bertambah karena untuk
Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk
MP-ASI yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan
fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini
Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang
telah berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi
MP-ASI meliputi cairan lain (misal air putih, air teh, air gula atau madu, air buah,
air tajin), susu pengganti ASI atau PASI (susu segar susu kental manis dan susu
formula, susu bubuk) dan makanan lumat, makanan lembek atau makanan padat
10
11
(Proverawati, 2019).
merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga selain untuk memenuhi
gizi, mencegah resiko masaalah gizi, defisiensi zat gizi mikro (zat besi, zink,
diajar mengunyah dan menelan makanan padat, makanan tidak diberi pada saat
mudah sebelum gigi keluar, gusi bayi bengkak dan sakit maka akan sulit
pada usia 6 bulan tersebut bayi sudah mengeluarkan air liur lebih banyak dan
produksi enzim amilase lebih banyak pula sehingga bayi siap menerima makanan
selain ASI. Memasuki usia 6 bulan, bayi telah siap menerima makanan bukan cair
karena gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setangah padat.
Di samping itu, lambung juga telah lebih baik mencerna zat tepung. Menjelang
usia 9 bulan, bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasukkan benda ke
dalam mulut. Jelaslah bahwa pada saat tersebut bayi siap mengonsumsi makanan
Menurut Proverawati (2019) jika kemudian bayi disapih pada usia 6 bulan,
tidak berarti karena bayi telah siap menerima makanan selain ASI, melainkan juga
karena kebutuhan gizi bayi tidak lagi cukup dipasok hanya oleh ASI. Pada saat
berusia 6-9 bulan alat pencernaan bayi sudah lebih berfungsi, dan bayi
lumat dua kali sehari. Setelah bayi berusia 9-12 bulan bayi sudah mulai
berbagai jenis makanan dengan cara penyajian sayur dan lauk pauk berganti-ganti
13
setiap harinya. Pada usia ini bayi dapat diberi makanan selingan berupa bubur
kacang ijo ataupun buah-buahan satu sampai dua kali dalam sehari
protein (kwashioskor) terjadi pada bayi atau anak yang berumur satu sampai tiga
dan otot dagingnya menyusut dan lembek, tetapi masih mempunyai sedikit lemak.
Selain itu, terjadi pembengkakan (edema) pada kaki bagian bawah. Wajah bayi
nampak bulat seperti bulan. Sedikit demi sedikit warna rambut hitamnya (normal)
berubah agak coklat kemerahan (pirang) atau abu-abu, dan rambutnya mudah
rontok atau tanggal. Bayi yang berambut keriting bila menderita kurang protein
(kwashioskor) ini rambutnya dapat menjadi lurus. Warna kulitnya menjadi pucat,
dan biasanya bayi tersebut disertai dengan menderita anemia. Bayi tampak
murung, kurang bergairah dan apatis. Bayi tidak mempunyai nafsu makan.
baik bagi bayi maupun ibunya. Proses ini diupayakan tidak terjadi secara
mendadak. Insidensi penyakit infeksi, terutama diare, lebih tinggi pada saat
periode ini. Hal ini terjadi dikarenakan makanan berubah dari ASI yang bersih
dan mengandung zat-zan anti infeksi (antara lain IgA, laktoferin, WBC) menjadi
makanan yang disiapkan, dan dimakan dengan cara yang salah, serta tidak
agar bayi tidak merasa bosan. Namun, harus tetap memperhatikan komposisi
14
gizinya dan konsep empat sehat lima cukup. Saat memberikan makanan
untuk bayi. Jika ibu telah mengetahui pemberian jadwal makanan yang tepat,
Hal ini bertujuan untuk menghindari nafsu makanannya yang besar. Jika ibu tetap
ingin memberikan snack satu jam sebelum makan, berilah snack yang sehat
Saat bayi berusia 6-8 bulan bayi diberi bubur susu atau makanan yang
dilumatkan. Selain itu, bayi juga dapat mengkonsumsi makanan camilan seperti
biskuit yang dilumatkan. Menjelang usia 9 bulan, bayi sudah dapat memakan
makanan lunak seperti nasi tim. Saat bayi berusia 9-12 bulan, makan setengah
padat dan makanan padat berupa makanan keluarga sudah boleh diperkenalkan.
makanan saja, dalam jumlah kecil. Seandainya bayi tidak dapat menoleransi
makanan ini, atau bahkan menimbulkan reaksi alergi, gejala yang timbul mudah
botol susu, atau membuat lubang dot lebih besar, yang mengesankan seolah bayi
2018).
15
Bayi memerlukan waktu beberapa hari untuk menyukai cita rasa makanan
baru, jika bayi mau memakan makanan pendamping, pemberian pertama cukup
dua kali sehari, satu atau dua sendok teh penuh. Kira-kira dua minggu kemudian
bayi akan terbiasa dengan makanan barunya (Arisman, 2018). Hal ini bukan
karena bayi tidak suka memakan makanan pendamping, tetapi karena belum
2020).
telah menggemari makanan baru tersebut, ia akan mengonsumsi 3-6 sendok besar
penuh setiap kali makan. Pada usia 6-9 bulan, bayi setidak-tidaknya
membutuhkan empat porsi, namun tetap membutuhkan ASI. Jika dengan takaran
pisang atau biskuit. Bayi memerlukan sesuatu untuk dimakan setiap 2 jam, begitu
secara bertahap, baik porsi, jenis, maupun tekstur makanannya juga harus
Tabel 2.1.
Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping
mengandung: (1) Makanan pokok (pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh
kentang, tepung maizena. (2) Kacang, sayuran berdaun hijau atau kuning, (3)
Buah, (4) Daging hewan, (5) Minyak atau lemak. Makanan tambahan yang
1. Makanan terbuat dari bahan makanan yang segar dan harus memiliki nilai
diberikan pada bayi tetapi energi, protein dan zat-zat gizi yang diperlukan.
6. Makanan dapat diterima bayi dengan baik atau tidak menimbulkan reaksi
alergi.
tinggi, sedikitnya mengandung 360 Kkal per 100 gram. Bagi bayi yang berusia 6
sampai 12 bulan kebutuhan energinya sekitar 870 Kkal dan protein sekitar 20 gr
perhari. Hindari makanan yang mengandung serat kasar serta bahan lain yang sulit
sereal yang dimasak terlebih dahulu, seperti berbagai tepung beras untuk bayi,
kurang merata dan bentuknya lebih kasar dari makanan lumat halus,
contoh bubur susu, bubur sumsum, pisang dikerok, pepaya saring, tomat
2. Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air dan
tampak berair, contoh: bubur nasi saring, bubur ayam, nasi tim saring,
3. Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan
lain juga dapat diberikan pada bayi, seperti; bubur kacang ijo, sari buah jeruk,
pepaya, atau pisang, yang diberi sebelum bayi menyusu pada siang hari. Jenis dan
bayi sesuai dengan usianya, berikut tabel yang menunjukkan keterampilan bayi
c. Dengan menyusui akan terbina hubungan kasih saying antara ibu dan anak
19
b. Bentuk makanan lumat karena alat cerna bayi sudah lebih berfungsi,
5) Untuk menambah nilai gizi, nasi tim dapat ditambah sumber zat lemak
bubur sumsum.
kebiasaan makan.
buah.
Menurut Suhardjo (2020) ada beberapa akibat kurang baik dari pengenalan
makanan pendamping ASI terlalu dini kepada bayi antara lain yaitu gangguan
dan pencemaran makanan tertentu juga dapat dirugikan. Berikut ini akan
untuk mengandung kadar natrium klorida (NaCl) tinggi, yang akan menambah
beban ginjal. Beban tersebut masih ditambah oleh makanan tambahan yang
mengandung daging. Bayi-bayi yang mendapat makanan padat pada umur yang
dini, mempunyai osmolalitas plasma yang lebih tinggi dari pada bayi-bayi yang
100% mendapat air susu ibu dank arena itu mudah mendapat hyperosmolaritas
Alergi pada susu sapi dapat terjadi sebanyak 7,5% dan telah diingatkan
bahwa alergi terhadap makanan lainnya seperti jeruk, tomat, ikan, telur, dan
serealia bahkan mungkin lebih sering terjadi. Air susu ibu kadang-kadang dapat
tambahan yang dini menambah terjadinya alergi terhadap makanan. Dan bayi
yang di berikan makanan pendamping ASI terlalu dini, akan lebih mudah
terserang diare.
yang jika diberikan pada waktu dini dapat merugikan. Gula ini adalah penyebab
kerusakan pada gigi, dan telah dikemukakan bahwa penggunaan gula ini pada
umur yang dini dapat membuat anak terbiasa akan makanan yang rasanya manis.
Banyak dari serealia yang mengandung glutein dapat menambah risiko penyakit
perut pada umur yang muda, mungkin juga timbul kesulitan-kesulitan diagnostik,
karena sifat tidak mau menerima protein dari susu sapi dapat menyajikan suatu
kurangnya pada bayi yang sudah diberikan susu formula (Suhardjo, 2020).
2.2. Pengetahuan
perasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari indera
Pengetahuan itu adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada diri manusia.
manusia, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari kehendak atau kemauan.
Sedangkan kehendak adalah salah satu unsur kekuatan kejiwaan. Adapun unsur
lainnya adalah akal pikiran (ratio) dan perasaan (emotion). Ketiganya berada
23
dalam satu kesatuan, dan secara terbuka bekerja saling pengaruh mempengaruhi
menurut situasi dan keadaan. Artinya, dalam keadaan tertentu yang berbeda-beda,
pikiran atau perasaan atau keinginan biasa lebih dominan. Konsekuensinya, ada
sesuai dengan prinsip akal, perasaan dan keinginan. Dengan kata lain,
pengetahuan yang benar haruslah dapat diterima dengan akal, sekaligus dapat
diterima oleh perasaan dan layak dapat dikerjakan dalam praktik perilaku
(Suhartono, 2018).
1. Tahu (Know)
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini
2. Memahami (Comprehension).
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
24
3. Aplikasi (Aplication)
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
6. Evaluasi (Evaluation)
1. Faktor internal:
dimana seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki
pengetahuan yang lebih luas. Namun, bukan berarti setiap orang yang memiliki
tidak hanya didapat pada pendidikan fomal, akan tetapi pengetahuan juga dapat
terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan
2. Faktor eksternal:
a. Informasi/media massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun yang non
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan
c. Lingkungan
lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik
individu.
27
yakni pertama cara tradisional atau nonilmiah, dan kedua cara modern atau cara
kemungkinan dalam memecahakan masalah, dan apabila tidak berhasil maka akan
dicoba kemungkinan yang lain. Itulah sebabnya cara ini disebut dengan metode
trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba salah (coba-coba).
b. Secara Kebetulan
yang secara kebetulan ditemukan oleh seorang penderita malaria yang sedang
mengembara.
mutlak, sehingga apapun yang diucapkannya adalah kebenaran mutlak dan harus
cara yang masih dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam
konteks pendidikan.
Ajaran dan dogma adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan
melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-
kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang sistematis.
Kebenaran diperoeh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati atau
jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Dalam hal ini manusia
i. Induksi
j. Deduksi
yang bersifat umum ke pernyataan yang bersifat khusus. Disini terlihat proses
khusus.
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Metode ilmiah adalah upaya memecahkan
masalah melalui cara bepikir rasional dan berpikir empiris dan merupakan
kuesioner dengan daftar pertanyaan yang relevan dengan aspek yang akan di ukur
besar atau lebih kecil dari, misalnya 0= jelek, 1= cukup, 2= baik, 3= sangat baik
2.3. Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
stimulus sosial.
merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu.
sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman
yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah
sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.
Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan
1. Menerima (Receiving)
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat
dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
2. Merespon (Responding)
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang
mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau
mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah
2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula
terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau
berubah senantiasa.
4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan
5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang
1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Seseorang tahu bahwa tingkah laku
tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu
pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat
dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya
semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh
manusia tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana
yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu
dipilih.
seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi
dari sikap orang tersebut. Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia melalui mata dan telinga
(Notoadmodjo, 2014).
pengetahuan tentang Makanan tambahan yang diberikan pada bayi berusia 4-6
bulan sampai bayi berusia 24 bulan (Yenrina, 2018). Peranan MP-ASI sama sekali
(Krisnatuti, 2015).
Sikap adalah reaksi respon seorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap adalah
tanggapan atau persepsi seorang terhadap apa yang diketahuinya. Jadi sikap tidak
dapat langsung dilihat secara nyata, tetapi hanya dapat ditafsirkan sebagai perilaku
yang tertutup bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka
(Notoadmojo, 2014).
35
infeksi bakteri yang didapat dari makanan maupun minuman selain ASI kepada
ASI (MP-ASI) sangat penting untuk terbentuknya sikap ibu, sedangkan sikap
dalam diri seseorang, sikap dapat diketahui melalui pengetahuan, keyakinan, dan
ini adalah :
Faktor Predisposisi
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pekerjaan Faktor Pendukung
4. Pendapatan 1. Dukungan petugas
5. Pengetahuan Faktor Pendorong kesehatan
6. Sikap Pengaruh Iklan 2. Dukungan keluarga
Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi dan baduta (6-24 bulan) di Desa
(MP-ASI) pada bayi dan baduta (6-24 bulan) di Desa Bekukul Kecamatan
analisis data antara variabel bebas atau varaiabel independen yakni pengetahuan
dan sikap ibu tentang makanan pendamping ASI (MP-ASI), dengan variabel
pada bayi dan baduta (6-24 bulan) di Desa Bekukul Kecamatan Namorambe
konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan.
Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki
oleh satuan penelitian tentang konsep penelitian. Variabel ini menjadi 2 yaitu
variabel independen dan variabel dependen. Dari hasil tinjauan teoritis dan
dan sikap ibu terhadap pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi
dan baduta (6-24 bulan) di Desa Bekukul Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli
37
38
cara menentukan variabel dan mengukur suatu variabel (Arikunto, 2013). Defenisi
Tabel 3.1.
Defenisi Operasional Variabel
Hasil Ukur/
No Variabel Defenisi Operasional Skala
Kategori
1 Pengetahuan Segala sesuatu yang 1. Baik, skor > Ordinal
diketahui ibu yang memiliki 14
bayi dan baduta (6-24 2. Cukup, skor
bulan) yang telah diberi 10-13
3. Kurang, skor ≤
makanan pendamping
9
(MPASI) meliputi waktu,
cara, jenis, frekuensi dan
syarat pemberian MP-ASI
2 Sikap Respon atau pernyataan 1. Positif, skor Ordinal
yang menyatakan 26-40
persetujuan atau penolakan 2. Negatif, skor
10-25
ibu terhadap pemberian
makanan pendamping ASI
(MP-ASI).
39
Tabel 3.1.
Lanjutan
Hasil Ukur/
No Variabel Defenisi Operasional Skala
Kategori
3 Pemberian Makanan atau minuman 1. Diberikan, Ordinal
Makanan yang mengandung gizi skor 26-40
Pendamping diberikan kepada bayi/anak 2. Tidak
ASI (MP- diberikan, skor
untuk memenuhi kebutuhan
10-25
ASI) pada gizinya yang diberikan
bayi dan mulai umur 6 bulan sampai
baduta (6-24 24 bulan
bulan)
3.4.1. Populasi
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki
3.4.2. Sampel
merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
Berdasarkan rumus diatas, maka jumlah sampel yang akan diteliti adalah :
n= N
1 + N (d2 )
40
n= 240
1 + 240 (0,12)
dilakukan dengan mengambil responden sesuai dengan jumlah sampel yang sudah
ditentukan yang ada atau tersedia di lokasi penelitian sesuai dengan konteks
dilakukan, apabila bersedia maka orang tersebut dapat dijadikan sebagai sampel
yang memiliki bayi/baduta berusia 6-24 bulan yang tinggal di Desa Bekukul
diwawancarai langsung oleh peneliti untuk mengisi kuisioner yang telah disusun
penelitian (Arikunto, 2013). Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data
studi literatur yang terkait dengan rumusan permasalahan yang sedang diteliti
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data selanjutnya akan
beberapa langkah:
42
atas pertanyaan yang diajukan. Apabila terdapat jawaban yang belum lengkap atau
terdapat keluhan maka data harus dilengkapi dengan cara wawancara atau
pertanyaan yang diajukan pada responden dalam bentuk “kode” (angka atau
huruf) yang dimasukkan dalam program atau software statistik komputer. Dalam
penelitian ini program statisitik komputer yang dipakai ialah program SPSS
Cleaning atau pembersihan data yang artinya semua data dari setiap
sumber data yang telah selesai dimasukkan, perlu diperiksa kembali untuk melihat
Scoring atau pemberian skors ialah pemberian nilai yang dilakukan oleh
peneliti terhadap isian kuisinoner yang diisi oleh responden, pemberian skors
43
terhadap isian kuisioner dilakukan untuk menyesuiakan dengan statistik uji yang
1. Univariat
2. Bivariat
menggunakan uji Chi-Squre pada tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05) yaitu untuk
a. p value > α (0,05) maka Ho diterima atau Ha ditolak, yang berarti tidak
b. p value < α (0,05) maka Ho ditolak atau Ha diterima, yang berarti ada
5.1. Kesimpulan
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi dan baduta (6-24
ASI (MP-ASI) pada bayi dan baduta (6-24 bulan) di Desa Bekukul
uji chi square dengan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05
(MP-ASI) pada bayi dan baduta (6-24 bulan) di Desa Bekukul Kecamatan
Namorambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2021 dengan hasil uji chi
5.2. Saran
Adapun saran dalam penelitian ini, berdasarkan dari hasil penelitian, yaitu:
Diharapkan kepada ibu yang memiliki bayi dan baduta untuk lebih sering
62
63
yang terkait tentang pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian Makanan
akan melakukan penelitian dalam ruang lingkup yang sama tentang pemberian
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi dan baduta (6-24 bulan)
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. (2018). Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta:
EGC
IDAI. (2015). Praktik Pemberian Makan Berbasis Bukti Pada Bayi Dan Batita di
Indonesia untuk Mencegah Malnutrisi. Jakarta: IDAI
Mutiara, Sri, dan Ruslianti. (2018). Buku Pintar Bayi. Jakarta: Pustaka Bunda
Nadesul, Hendrawan. (2017). Makanan Sehat Untuk Bayi. Jakarta : Puspa Swara.
64
65
Sulistidjani. (2019). Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Jakarta : Puspa Swara
Agung Bintang Triana Dewi. (2016). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu
Terhadap Perilaku Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Balita Usia
6-24 Bulan di Posyandu Cendana 1 dan 2 Kelurahan Cawang. Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Indonesia Jakarta. Tersedia dari
http://repository.uki.ac.id. Diakses pada tanggal 12 April 2021
Elya Aslina Hasibuan, (2019). Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian MP-
ASI Dini Pada Bayi 0-6 Bulan di Desa Lingga Tiga Kecamatan Bilah Hulu
Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2019. Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia.
Tersedia dari http://repository.helvetia.ac.id › 6 › ELYA ASLIN. Diakses
pada tanggal 14 April 2021
66
Muhammad Nuh Bin Mohd Rashid, (2017). Hubungan Antara Pengetahuan dan
Sikap Ibu Dengan Perilaku Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada
Balita Usia 6-24 Bulan di Puskesmas Padang Bulan Medan. Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Tersedia dari http://repositori.usu.ac.id › bitstream › handle. Diakses pada
tanggal 12 April 2021
Santi Lestiarini, Yuly Sulistyorini (2020). Perilaku Ibu pada Pemberian Makanan
Pendamping ASI (MPASI) di Kelurahan Pegirian Surabaya. Jurnal
Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health
Education Vol. 8 No. 1 (2020) 1-11 doi: 10.20473/jpk.V8.I1.2020.1-11.
Tersedia dari https://e-journal.unair.ac.id › article › download. Diakses
pada tanggal 20 Juni 2021
Mina Yumei Santi, (2017). Upaya Peningkatan Cakupan Asi Eksklusif Dan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Tersedia dari jos.unsoed.ac.id › kesmasindo
› article › download. Diakses pada tanggal 12 April 2021