Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi dan ditentukan dari tingkat kesehatan

masyarakat, yang salah satunya bisa dilihat dari status gizi manusianya .Salah satu

upaya untuk mencapai terpenuhinya status gizi dimulai dengan mewujudkan

periode emas yaitu pada masa bayi dan anak-anak, dimana pada masa tersebut

merupakan masa yang membutuhkan asupan gizi yang sesuai sehingga diharapkan

tumbuh dan berkembang secara optimal (Mariani dkk, 2016).

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan atau minuman

yang diberikan kepada bayi atau anak saat mulai memasuki usia 6 (enam) bulan

guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI (Mahayu, 2014). Saat bayi berusia 6

(enam) bulan, kebutuhan gizi tidak dapat terpenuhi hanya dari ASI saja sehingga

membutuhkan makanan pelengkap untuk menunjang tumbuh kembang bayi.

Selain itu, usia 6 (enam) bulan bayi dianggap telah matang secara fisiologis untuk

beradaptasi dengan berbagai jenis tekstur makanan. Hal tersebut menjadi dasar

bahwa MP-ASI idealnya diberikan pada usia 6 (enam) bulan (Adriani, 2012).

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini merupakan pemberian makanan

tambahan dan minuman kepada bayi kecuali vitamin, mineral dan obat obatan

kepada bayi sebelum bayi berusia 6 (enam) bulan. Pemberian Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) pada saat bayi berumur kurang dari 6 (enam) bulan

dapat menyebabkan dampak terhadap kesehatan bayi seperti diare dan masalah

1
2

pencernaan lain yang dapat bersifat akut (Gibney, 2009). Pemberian Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) yang terlalu dini dapat mengganggu pemberian ASI

Eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi, hal ini terjadi karena

bayi usia kurang dari 6 (enam) bulan memiliki sistem imun yang belum sempurna,

sehingga apabila diberikan makanan pendamping ASI terlalu dini bayi akan

rentan terkena penyakit. Selain itu, tidak ditemukan bukti yang mendukung bahwa

pemberian makanan padat atau tambahan pada usia 4-5 bulan lebih membawa

dampak positif. Sebaliknya, hal ini akan memberikan dampak negatif terhadap

kesehatan bayi dan tidak ada dampak positif untuk pertumbuhan dan

perkembangan bayi (Roesli, 2009).

Badan kesehatan World Health Organization (WHO) dan United Nations

International Children’s Emergency Fund (UNICEF) merekomendasikan empat

hal penting yang harus dilakukan yaitu, pertama memberikan air susu ibu kepada

bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air

susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi

berusia 6 (enam) bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu

(MP-ASI) sejak bayi berusia 6 (enam) bulan sampai 24 bulan dan keempat

meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Namun

banyak bayi an anak-anak tidak menerima makan optimal, dimana hanya sekitar

36% dari bayi usia 0-6 bulan diseluruh dunia yang diberikan ASI eksklusif selama

periode tahun 2007 sampai tahun 2014 (WHO, 2016).

Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia pada

tahun 2017 sebesar 61,33%. Jika dibandingkan pada tahun 2016, cakupan
3

pemberian ASI eksklusif mengalami peningkatan sebesar 7,33% dari angka

54,0%. Sementara itu dalam sumber yang sama juga dinyatakan bahwa di Aceh,

cakupan pemberian ASI ekslusif pada tahun 2017 sebesar 54,29%, mengalami

penurunan jika dibandingkan pada tahun 2016 yang sebesar 59,0% (Kemenkes

RI, 2018). Menurut data dari Dinas Kesehatan Aceh, tercatat cakupan pemberian

ASI Ekslusif di Aceh Timur pada tahun 2017 sebesar 50% (Profil Kesehatan

Aceh, 2017). Dari data-data tersebut dapat disimpulkan bayi yang medapatkan

pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Indonesia pada tahun

2017 sebanyak 38,67%. Berdasarkan hasil RISKESDAS tahun 2013 diketahui

bahwa 44,7% bayi usia 0-5 bulan telah diberi MP-ASI berupa susu formula

82,6%, madu 11,7%, air gula 3,7%, air putih 11,9%, bubur 2,2%, pisang 3,7%,

nasi 1,5%, dan sisanya 3,7% diberi air gula, air tajin, air kelapa, kopi, dan teh

manis (Riskesdas, 2013).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ibu dalam pemberian MP-

ASI dini pada bayi, seperti faktor dari ibu sendiri atau faktor dari luar. Faktor dari

ibu yaitu pengetahuan ibu, sosial budaya, pendidikan, sikap ibu dan ibu yang

bekerja diluar rumah sedangkan faktor dari luar seperti promosi susu formula,

promosi kesehatan, fasilitas kesehatan dan sebagainya (Asmarudin Pakhri et al,

2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2013) bahwa faktor

pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, sumber informasi, petugas

kesehatan dan faktor budaya memiliki hubungan dengan pemberian Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) dini pada bayi.


4

Hasil survey awal di Gampong Tanjong Ara menunjukkan ada 34 orang ibu

yang memiliki bayi usia 0-24 bulan. Berdasar hasil wawancara dengan 6 (enam)

orang ibu di Gampong Tanjong Ara, 4 orang ibu mengatakan bahwa jika bayinya

menangis ibu percaya bahwa bayinya kelaparan dan harus diberikan Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) seperti pisang dan nasi. Para ibu tersebut

beranggapan bahwa bayinya tidak kenyang jika hanya mengkonsumsi ASI saja,

dan 2 (dua) orang ibu mengatakan alasan memberikan Makanan Pendamping ASI

(MP-ASI) dini kepada bayinya yang masih berumur kurang dari 6 (enam) bulan

karena bekerja sehingga tidak bisa menyusui anaknya selama 24 jam.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, serta menyadari pentingnya

pemberian ASI ekslusif dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

untuk bayi pada umur yang tepat, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian Makanan Pendamping

ASI (MP-ASI) dini di Desa Tanjong Ara Kecamatan Madat Kabupaten Aceh

Timur.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan dapat

dirumuskan permasalahan penelitian : Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi

ibu dalam pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Desa Tanjong

Ara Kecamatan Madat Kabupaten Aceh Timur?


5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Desa Tanjong Ara Kecamatan

Madat Kabupaten Aceh Timur.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui hubungan antara faktor pengetahuan ibu dengan pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Gampong Tanjong Ara.

2) Mengetahui hubungan antara faktor tingkat pendidikan ibu dengan

pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Gampong

Tanjong Ara.

3) Mengetahui hubungan antara faktor sosial-budaya dengan pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Gampong Tanjong Ara.

4) Mengetahui hubungan antara faktor pekerjaan ibu dengan pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Gampong Tanjong Ara.

5) Mengetahui hubungan antara faktor dukungan keluarga dengan

pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Gampong

Tanjong Ara.

1.4 Manfaat Penelian

1.4.2 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman mengenai permasalahan

yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian


6

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini yang terjadi di lingkungan sekitar dan

sebagai bentuk penerapan ilmu yang telah didapatkan dibangku perkulihan.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat menambah informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan

bagi akademik dalam pengembangan pembelajaran, sebagai sumber referensi dan

bahan bacaan di perpustakaan.

1.4.3 Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal untuk dilakukannya

penelitian lanjutan dalam bentuk yang lebih rinci, mendalam dan komprehensif.

1.4.4 Bagi ibu dan masyarakat

Dari hasil penelitian ini diharabkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan ibu dan orang-orang terdekatnya tentang pemberian Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat dan bisa menerapkannya dengan baik serta

mendapat dukungan dari keluarga dan masyarakat sekitar.


BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Konsep Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

2.1.1 Definisi MP-ASI

Sejak usia 6 (enam) bulan ASI saja sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan

energi dan zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi sehingga diperlukan Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) yang dapat melengkapi kekurangan zat gizi makro

dan mikro tersebut (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2015). Menurut Eka, at all.

(2013), Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan yang

diberikan pada bayi disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) diberikan mulai umur 6-24 bulan dan merupakan

makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga.

Zat gizi pada ASI hanya memenuhi kebutuhan gizi bayi sampai usia 6

(enam) bulan, untuk itu ketika bayi berusia 6 (enam) bulan perlu diberi makanan

pendamping ASI dan ASI tetap diberikan sampai usia 24 bulan atau lebih.

Meskipun sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan zat gizi secara lengkap,

pemberian ASI tetap dianjurkan karena dibandingkan dengan susu formula bayi,

ASI mengandung zat fungsional seperi imunoglobin, hormon oligosakarida, dan

lain-lain yang tidak terdapat pada susu formula bayi. Makanan Pendamping ASI

pertama yang umum diberikan pada bayi di Indonesia adalah pisang dan tepung

beras yang dicampur ASI (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2015)

7
8

2.1.2 Tujuan Pemberian MP-ASI

Pada umur 0-6 bulan pertama dilahirkan ASI merupakan makanan yang

terbaik bagi bayi, namun setelah usia tersebut bayi mulai membutuhkan makanan

tambahan selain ASI yang disebut makanan pendamping ASI (MP-ASI). Menurut

Ariani (2017) Pemberian makanan pendamping ASI mempunyai tujuan :

1) Melengkapi nutrien yang kurang pada ASI

2) Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam makanan

dengan berbagai tekstur dan rasa

3) Mengembangkan Kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan

4) Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung energi tinggi.

2.1.3 Alasan MP-ASI Diberikan Umur 6 Bulan

Menurut Chomaria (2014) MP-ASI harus diberikan pada saat bayi umur 6

(enam) bulan karena:

1) Bayi mengalami growth spurt (percepatan pertumbuhan) pada usia 3-4

bulan, bayi mengalami peningkatan nafsu makan, tetapi bukan berarti pada

saat umur tersebut bayi siap untuk menerima makanan padat

2) 0-6 bulan, kebutuhan bayi bisa dipenuhi hanya dengan mengkonsumsi ASI

3) Umumnya bayi telah siap dengan makanan padat pada usia 6 (enam) bulan

karena pada usia ini, ASI hanya memenuhi 60-70% kebutuhan gizi ibu

4) Tidak dianjurkan untuk memperkenalkan makanan semi padat atau padat

pada bayi berumur 4-6 bulan karena sistem pencernaan mereka belum siap

menerima makanan ini


9

5) Pemberian makanan sebelum usia 6 (enam) bulan, meningkatkan risiko

alergi, obesitas, mengurangi minat terhadap ASI

6) Masih aktifnya reflex extrusion yaitu bayi akan mengeluarkan makanan

yang ibu sodorkan kemulutnya , ini meningkatkan risiko tersedak jika

diberikan makanan padat terlalu dini

Saat bayi berusia kurang dari 6 (enam) bulan, sel-sel disekitar usus belum

siap menerima kandungan dalam makanan yang diberikan, sehingga makanan

yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan bisa terjadi alergi. Menunda

pemberian MP-ASI hingga 6 (enam) bulan melindungi bayi dari obesitas

dikemudian hari. Bahkan pada kasus ekstrim pemberian MP-ASI dini dapat

menyebabkan penyumbatan saluran cerna dan harus dilakukan pembedahan. Saat

bayi berusia 6 (enam) bulan atau lebih, sistem pencernaannya sudah relatif

sempurna serta beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin,

lipase, amilase baru akan diproduksi sempurna dan bayi siap menerima MP-ASI

yang sesuai dengan usianya (Gibney, 2009).

2.1.4 Syarat MP-ASI

Menurut Eka at al (2013) MP-ASI yang baik yaitu:

1) Padat energi, protein dan zat gizi mikro (zat besi, zinc, kalsium, vit A, vit C

dan folat)

2) Tidak berbumbu tajam, tidak mengguankan gula, garam, penyedap rasa,

pewarna dan pengawet

3) Mudah ditelan dan disukai anak

4) Tersedia lokal dan harga terjangkau


10

Tabel 2.1 Angka kecupukan gizi per hari untuk anak usia 0-36 bulan

(Jumiati, 2014)

Komponen Golongan Umur


0-6 bulan 7-11 bulan 12-36 bulan
Berat Badan (Kg) 6 9 13
Tinggi Badan 61 71 91
(Cm) 550 725 1125
Energi (kkal) 12 18 26
Protein (g) 58 82 155
Karbohidrat (g) 31 36 44
Lemak (g) 0 10 16
Serat (g) 800 1200
Air (ml) 375 400 400
Vitamin A (RE) 5 6 15
Vitamin D (mg) 4 5 6
Vitamin E (mg) 5 10 15
Vitamin K (g) 40 40 40
Vitamin C (mg) 0,3 0,4 0,6
Tiamin (mg) 0,3 0,4 0,7
Riboflavin (mg) 3 4 6
Niasin (mg) 0,4 0,5 0,9
Vitamin B12 (mg) 0,25 10 7
Zat besi (mg)

Sumber: WNPG, 2012

2.1.5 Jenis-Jenis MP-ASI


11

Hasdianah dkk (2014) mengemukakan bahwa jenis-jenis MP-ASI

diantaranya: buah-buahan yang dihaluskan dalam bentuk sari buah, makanan

lunak dan lembek serta makanan bayi yang dikemas dalam kaleng atau karton

(sachet).

2.1.6 Pola pemberian MP-ASI

Tabel 2.2 Jenis dan Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping ASI

UMUR JENIS PEMBERIAN FREKUENSI/HARI JUMLAH


6-8 1. ASI 1. Teruskan 2-3 sendok makan
Bulan 2. Makanan lumat pemberian ASI secara bertahab
(bubur dan sesering hingga mencapai
makanan mungkin ½ gelas atau 125
keluarga yang 2. Makanan lumat ml setiap kali
dilumatkan) 2-3 kali sehari makan
3. Makanan
selingan 1-2 kali
sehari (buah,
biskuit)
9-11 1. ASI 1. Teruskan ½ gelas/ mangkuk
bulan 2. Makanan pemberian ASI atau 125 ml
lembik atau 2. Makanan
dicincang yang lembik 3-4 kali
mudah ditelan sehari
anak 3. Makanan
3. Makanan selingan 1-2 kali
selingan yang sehari
dapat dipegang
anak diberikan
diantara waktu
lengkap makan
12-24 1. Makanan 1. Makanan 1. ¾ gelas
bulan keluarga keluarga 3-4 nasi/penak
2. Makanan yang kali sehari ar (250
dicincang atau 2. Makanan ml)
dihaluskan jika selingan 1-2 kali 2. 1 potong
diperlukan sehari kecil
3. ASI 3. Teruskan ikan/gadin
pemberian ASI g/ayam/tel
ur
3. 1 potong
kecil
12

tempe/tah
u atau sdm
kacang-
kacangana
n
4. ¼ gelas
sayur
5. 1 potong
buah
6. ½ gelas
bubur/ 1
potong
kue

Sumber: Soedjatmiko, 2018

2.1.6 Tanda-Tanda Bayi Siap Menerima MP-ASI

Bayi yang siap menerima makanan padat selain ASI akan menunjukkan

tanda-tanda bahwa bayi akan lebih rewel dari biasanya, jangka waktu menyusui

menjadi lebih sering, terlihat antusias ketika melihat orang di sekitar sedang

makan, bayi mulai memasukkan tangan ke mulut, mulai bisa didudukkan dan

mampu menegakkan kepalanya, kemampuan reflek bayi dalam menelan mulai

baik dan mulai tumbuh gigi (Sutomo & Anggraini, 2010).

Perkembangan fungsi percernaan bayi perlu diperhatikan dengan baik dan

jika kemampuan reflek menelan bayi belum berkembang dan bayi belum bisa

menegakkan kepala sebaiknya pemberian MP-ASI ditunda terlebih dahulu hingga

bayi siap. Jika dipaksa, bayi tidak dapat menelan makanan dengan baik, bahkan

makanan itu dapat menyumbat saluran pernapasan, seperti hidung dan

tenggorokan. Akibatnya bayi tersedak, napasnya tertahan atau bersin. Kejadian ini
13

dikhawatirkan dapat menimbulkan trauma bagi bayi sehingga akan menolak

pemberian makanan diwaktu berikutnya (Sutomo & Anggraini, 2010).

2.1.7 Hal-Hal Yang Berhubungan Dengan Pemberian MP-ASI Dini

Menurut Gibney, MJ et al (2009) dalam buku “Gizi Kesehatan Masyarakat”

(Hartono Andry & Widyastuti Palupi, penerjemah) mengatakan banyak

kepercayaan dan sikap yang tidak mendasar terhadap makna pemberian ASI yang

membuat para ibu tidak melakukan pemberian ASI secara eksklusif kepada bayi

mereka dalam periode 6 bulan pertama. Alasan umum mengapa para ibu

memberikan MP-ASI secara dini meliputi :

1) Rasa takut bahwa ASI yang mereka hasilkan tidak cukup dan atau

kualitasnya buruk. Hal ini dikaitkan dengan pemberian ASI pertama

(kolostrum) yang terlihat encer dan menyerupai air. Ibu harus memahami

bahwa pada komposisi ASI akan terjadi ketika bayinya mulai menghisap

putung mereka.

2) Keterlambatan memulai pemberian ASI dan praktek membuang kolostrum.

Banyak masyarakat di Negara berkembang percaya bahwa kolostrum yang

berwarna kekuningan merupakan zat beracun yang haru dibuang.

3) Tekhnik pemberian ASI yang salah. Jika bayi tidak digendong dan dipeluk

dengan posisi yang tepat, kemungkinan ibu akan mengalami nyeri, lecet

pada putting susu, pembengkakan payudara dan mastitis (infeksi) karena

bayi tidak mampu meminum ASI secara efektif. Hal ini akan berakibat ibu

menghentikan pemberian ASI.


14

4) Kebiasaan yang keliru bahwa bayi memerlukan cairan tambahan. Pemberian

cairan seperti air the dan air putih dapat meningkatkan resiko diare pada

bayi. Bayi akan mendapat ASI yang lebih rendah dan frekuensi menyusu

lebih singkat karena adanya tambahan cairan lain.

5) Dukungan yang kurang dari pelayanan kesehatan. Dirancangnya rumah

sakit sayang bayi akan meningkatkan inisiasi dini ASI terhadap bayi.

Sebaliknya tidak adanya fasilitas rumah sakit dengan rawat gabung dan

disediakannya dapur susu formula akan meningkatkan praktek pemberian

MP-ASI predominan kepada bayi yang lahir di rumah sakit.

6) Pemasaran formula pengganti ASI. Hal ini telah menimbukan anggapan

bahwa formula PASI (pengganti air susu ibu) lebih unggul daripada ASI

sehingga ibu akan lebih tertarik dengan iklan PASI dan memberikan MP-

ASI secara dini.

2.1.8 Dampak Pemberian MP-ASI Terlalu Dini

Pemberian MP-ASI secara dini yang sering dapat memberikan dampak

secara langsung pada bayi, diantaranya adalah gangguan pencernaan seperti diare,

sulit BAB, muntah, serta bayi akan mengalami gangguan menyusu. Gangguan

tersebut disebabkan karena pemberian MP-ASI terlalu banyak sehingga

menyebabkan bayi kenyang dan keinginan untuk menyusu atau minum ASI

berkurang. Asupan ASI yang kurang dapat menyebabkan gangguan kesehatan

pada bayi karena didalam ASI banyak terkandung zat gizi yang sangat dibutuhkan

bayi (Nuringtyas,T.A,2018).
15

2.1.9 Dampak Pemberian MP-ASI Terlalu Lambat

WHO merekomendasikan bahwa bayi mulai menerima makanan pelengkap

di usia 6 bulan selain ASI, awalnya 2-3 kali sehari antara 6-8 bulan, meningkat

menjadi 3-4 kali sehari antara 9-11 bulan dan 12-24 bulan dengan cemilan bergizi

tambahan yang di tawarkan 1-2 kali perhari, seperti yang diinginkan. Gambar

berikut menunjukkan kesenjangan antara kebutuhan energi bayi dan energi yang

disediakan oleh ASI dari enam bulan dan seterusnya. Jika kesenjangan energi ini

tidak terpenuhi, anak akan berhenti tumbuh atau tumbuh terhambat, yang

menyebabkan kekurangan gizi (WHO, 2016).

Energy from breastmilk Energy gap


800
700
Energy (Ccal/Day))

600
500
400
300
200
100
0
0-2 m 3-5 m 6-8 m 9-11 m 12-23 m
Age (Month)

Gambar 2.1 Kesenjangan antara kebutuhan energi bayi dan energi yang
disediakan ASI dari 6 bulan dan seterusnya (WHO, 2016)

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Dalam pemberian MP-ASI Dini

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sampai menghasilkan


16

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra

pengindraan (telinga) dan indra pengindraan (mata). Pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda

(Notoatmodjo, 2010). Dalam hal ini pengetahuan orang tua (ibu) tentang

pemberian MP-ASI yang diperoleh melalui pengindraan terhadap objek tertentu.

Hasil penelitian Nana, A (2015) yang menyatakan ada hubungan antara

pengetahuan dengan pemberian MP-ASI dini. Penelitian ini menyebutkan bahwa

kelompok ibu yang berpengetahuan kurang tentang pemberian MP-ASI

memberikan MP-ASI kepada bayinya pada usia kurang dari 6 (enam) bulan

sedangkan ibu yang berpengetahuan baik MP-ASI diberikan setelah bayi berusia 6

(enam) bulan. Semakin kurang pengetahuan ibu tentang MP-ASI semakin cepat

memberikan MP-ASI pada bayinya dibandingkan dengan ibu yang mempunyai

pengetahuan baik.

Namun dalam penelitian Nuringtyas, T (2018) ditemukan juga responden

dengan pengetahuan baik memberikan MP-ASI dini kepada bayinya. Dalam hal

ini pengetahuan yang didapat responden hanya sebatas tahu tentang MP-ASI dini,

tetapi tidak dipraktikkan dalam tindakan nyata. Hal ini terjadi pada responden

dengan usia muda yang belum mempunyai banyak pengalaman dalam merawat

bayi. Meskipun mereka tahu tentang MP-ASI dini, namun dalam tindakan masih

dipengaruhi orang tua yang dianggap lebih berpengalaman. Hasil penelitian ini

sesuai dengan hasil penelitian Mawarni (2013), yang melaporkan bahwa

pengetahuan berhubungan dengan tindakan ibu dalam pemberian MP-ASI.


17

Menurut teori Notoatmodjo (2012), pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan

sebagai dorongan psikologis dalam menumbuhkan kepercayaan diri maupun

dorongan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga pengetahuan merupakan

stimulus terhadap tindakan seseorang. Perilaku tidak akan langsung berubah

dengan seketika oleh pengetahuan baru, namun adanya peningkatan pengetahuan

dapat menjadikan terakumulasinya kepercayaan, nilai-nilai yang dianut, sikap,

minat dan akhirnya menuju pada perilaku (Sunarti et al, 2017).

Pengetahuan akan mempengaruhi perilaku seseorang. Semakin tinggi

tingkat pengetahuan seseorang maka akan semakin baik perilakunya terutama

dalam perilaku kesehatan. Secara rasional seorang ibu yang memiliki pengetahuan

tinggi tentu akan berpikir lebih dalam mengambil tindakan. Hal tersebut sesuai

dengan penelitian Pajriyani dan Kuswandi (2013) yang menyatakan bahwa

pengetahuan ibu mempengaruhi ibu dalam pemberian MPASI pada bayinya.

2.2.2 Pendidikan

Pendidikan merupakan proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan

dan perilaku manusia melalui pengajaran. Tingkat pendidikan juga merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih menerima

ide-ide dan teknologi baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin

mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang

dimilikinya. Pendidikan ibu di samping modal utama dalam perekonomian rumah

tangga juga berperan dalam penyusunan pola makan untuk keluarga, termasuk

dalam pemberian makanan awal untuk buah hatinya (Notoatmodjo, 2012).


18

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pemberian MP-ASI pada

bayi dan seseorang dengan tingkat pendidikan yang rendah akan semakin mudah

terpengaruh dan sulit untuk mencerna informasi yang diberikan (Rina, H. 2016).

Hal yang sama juga dinyatakan oleh Asmarudin Pakhri et al (2015) Pendidikan

membantu seseorang untuk menerima informasi tentang pertumbuhan dan

perkembangan bayi, misalnya memberikan Makanan Pendamping ASI (MP- ASI)

di usia bayi memasuki 6 bulan. Proses pencarian dan penerimaan informasi akan

lebih cepat jika ibu berpendidikan tinggi (Asmarudin Pakhri et al, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Nana. A (2015) menyatakan Ada hubungan

antara pemberian MP-ASI dini dengan pendidikan. Hasil penetitian ini sesuai

dengan pernyataan Mia, S et al (2017), Pendidikan yang dijalani seseorang

memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir dengan kata lain

seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang

lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru di

bandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah.

2.2.3 Sosial-Budaya

Sosial budaya atau tradisi juga memiliki hubungan dalam pemberian MP-

ASI secara dini. Sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa dalam

pemberian MP-ASI pada anak dikarenakan anak rewel, ibu yang bekerja dan

masih memegang kuat tradisi leluhur. Jenis MP-ASI yang diberikan pada

umumnya adalah makanan instan seperti bubur beras merah dari hasil pabrik,

pisang, nasi yang dilumat, susu formula, madu. Alasan para ibu memberikan MP-

ASI, anak rewel atau menangis yang dianggapnya itu karena lapar serta pengaruh
19

orang tua yang zaman dahulu untuk memberikan makanan pendamping pada usia

dini agar tercukupi semua kebutuhan anak tersebut (Utami, 2014). Menurut

Kristianto (2013), dalam penelitiannya mengatakan bahwa kebiasaan atau

kebudayaan setempat mempengaruhi praktik pemberian makanan dan minuman

pralakteal, meskipun ibu memiliki banyak waktu untuk memberikan ASI, namun

aspek budaya ini sangat kental sehingga ibu mulai mengenalkan makanan

pendamping ASI sebelum bayi berusia 6 (enam) bulan.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nuringtyas, T (2018) yang

menyatakan ada hubangan yang signifikan antara faktor budaya dengan ketepatan

waktu pemberian MP-ASI di Puskesmas Sedayu II Bantul. Hasil penelitian

Suwarsih (2016) juga menunjukkan terdapat hubungan yang sangat kuat antara

kepatuhan budaya dengan waktu pemberian makanan pendamping ASI di Desa

Peniron.

2.2.4 Pekerjaan

Mubarak (2009) menegaskan bahwa Pekerjaan adalah aktivitas yang

dilakukan seseorang setiap hari dalam menjalani kehidupannya. Ibu yang belum

bekerja sering memberikan makanan tambahan dini dengan alasan melatih atau

mencoba agar pada waktu ibu mulai bekerja bayi sudah terbiasa. Status pekerjaan

yang semakin baik dan sosial ekonomi keluarga yang meningkat menyebabkan

ibu mudah untuk memberikan susu formula dan MPASI pada anak. (Dary et al,

2018).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nana, A (2015) yang menunjukkan

bahwa ada hubungan ibu yang bekerja dengan pemberian MP-ASI dini artinya ibu
20

yang bekerja lebih banyak memberikan MP-ASI dini dibandingkan dengan ibu

yang tidak bekerja. Ibu yang bekerja lebih sering meninggalkan bayinya lebih dari

6 (enam) jam dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja sehingga ibu yang

bekerja akan lebih cepat memberikan MP-ASI dini kepada bayinya.

2.2.5 Dukungan Keluarga

Keluarga memberikan peran atau dukungan yang baik akan mendorong ibu

untuk tidak memberikan makanan pendamping ASI kepada bayi mereka saat usia

0-6 bulan, untuk itu informasi tentang MP-ASI bukan hanya diberikan kepada

ibu-ibu saja tetapi suami dan keluarga, sehingga mereka juga memperoleh

pengetahuan tentang MP-ASI dan membantu untuk mencegah atau mendukung

ibu untuk tidak memberikan MP-ASI secara dini (Nuringtyas, 2018).

Banyak ibu yang memberikan MP-ASI sebelum bayi berusia 6 bulan

dikarenakan adanya pengaruh yang lebih kuat, yaitu anjuran keluarga terdekat,

misalnya suami/orang tua. Dukungan suami ataupun keluarga sangat besar

pengaruhnya, Bahkan ada keluarga yang menakut-nakuti tentang mitos bahwa

bayinya akan merasa kelaparan jika hanya diberikan ASI saja, hal tersebut akan

menggangu psikologis ibu dan membuat ibu merasa cemas akan kondisi bayinya

dan membuat ibu untuk berfikir memberikan tambahan susu formula ataupun

makanan pendamping ASI sebelum 6 (enam) bulan pada bayi. (Nuringtyas, 2018).

Hasil penelitian Tiasna (2015), menunjukkan ada hubungan yang signifikan

antara dukungan keluarga dengan perilaku responden dalam memberikan MP-

ASI dini kepada bayinya, dimana hasil penelitian tersebut yaitu jika seseorang

tidak mempunyai dukungan dari keluarganya untuk memberikan ASI eksklusif


21

maka akan meningkatkan pemberian MP-ASI dini kepada bayi. Peran keluarga

dalam mendukung ketepatan waktu pemberian MP-ASI pada bayi sangat

dibutuhkan, terlebih masyarakat Indonesia masih menganut kepercayaan dalam

pola pengurusan anak yang berperan adalah keluarga.

Penelitian ini sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Oktalina (2015)

bahwa dukungan dari keluarga memiliki dampak yang cukup besar terhadap

keputusan seseorang ibu untuk terus menyusui. Meskipun menyusui bayi adalah

hal yang paling alami di dunia, tetapi komitmen dan usaha keras harus tetap

dimiliki oleh ibu karena menyusui tidak selalu mudah terutama jika seorang ibu

mengalami masalah, merasa sangat lelah, dan merasa kurang waktu karena

bekerja atau memiliki kesibukan diluar rumah. Peran penting keluarga atau

dukungan keluarga sangat berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam pemberian

MP-ASI dini kepada bayinya, karena keluarga mampu mendukung dalam bentuk

emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi.


22

2.3 Kerangka Teoritis

Faktor-Faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian


MP-ASI dini (Asmarudin Pakhri et al, 2015)

Pengetahuan pendidikan Sosial-budaya Pekerjaan Dukungan


keluarga
Pengetahuan Faktor Kebiasan/ Status
rendah penentu kepercayaan pekerjaan Tidak
tentang MP- dalam yang mempunyai
ASI kemampuan semakin dukungan
Bayi nangis/
menyerap baik dan dari
rewel
informasi sosial keluarganya
Tidak
ekonomi untuk
mengetahui
Tidak keluarga memberikan
bahaya Mudah
kenyang yang ASI
membrikan terpengaruh
dengan ASI meningkat eksklusif
MP-ASI dini dan sulit
untuk
mencerna Sering meninggalkan
informasi bayinya dan mudah
yang memberikan susu
diberikan formula dan MP-ASI

Memberikan MP-ASI dini

Gambar 2.2 Terangka Teoritis

sumber: Modifikasi teori Asmarudin Pakhri et al, 2015, Notoatmodjo (2012),


Rina, H (2016), Dary et al (2018), Utami (2014), Nuringtyas (2018).
BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi ibu dalam pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI)

dini maka variabel yang ingin diteliti adalah variable terikat (dependen) yaitu

pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini. Sedangkan variable bebas

(independen) yang ingin diketahui yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi ibu.

Variable Independen Variable Dependen

Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Ibu
(Asmarudin Pakhri et al,
2015).

1. Pengetahuan Pemberian MP-ASI Dini


2. Pendidikan
3. Sosial-budaya
4. Pekerjaan
5. Dukungan keluarga

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan kerangka konsep

diatas maka penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

3.2.1 Hipotesis Mayor

H0 : Tidak ada pengaruh antara faktor-faktor yang mempengaruhi ibu

terhadap pemberian MP-ASI dini

23
24

Ha : Ada pengaruh antara faktor-faktor yang mempengaruhi ibu terhadap

pemberian MP ASI dini

3.2.2 Hipotesis Minor

1) H0 : Tidak ada hubungan antara faktor pengetahuan ibu dengan

pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di

Gampong Tanjong Ara

Ha : Ada hubungan antara faktor pengetahuan ibu dengan pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Gampong Tanjong

Ara

2) H0 : Tidak ada hubungan antara faktor tingkat pendidikan ibu dengan

pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di

Gampong Tanjong Ara

Ha : Ada hubungan antara faktor tingkat pendidikan ibu dengan

pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di

Gampong Tanjong Ara

3) H0 : Tidak ada hubungan antara faktor sosial-budaya dengan pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Gampong Tanjong

Ara

Ha : Ada hubungan antara faktor sosial-budaya dengan pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Gampong Tanjong

Ara
25

4) H0 : Tidak ada hubungan antara faktor pekerjaan ibu dengan pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Gampong Tanjong

Ara

Ha : Ada hubungan antara faktor pekerjaan ibu dengan pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Gampong Tanjong

Ara

5) H0 : Tidak ada hubungan antara faktor dukungan keluarga dengan

pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di

Gampong Tanjong Ara

Ha : Ada hubungan antara faktor dukungan keluarga dengan pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini di Gampong Tanjong

Ara

3.3 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian

No Variable Definisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Ukur
1 Pemberian Memberikan Kuesioner Ordinal Memberikan
MP-ASI dini makanan MP-ASI dini
pendamping ASI
saat bayi berumur Tidak
kurang dari 6 tahun memberikan
MP-ASI dini

2 Pengetahuan Pengetahuan ibu Kuesioner Ordinal Baik, jika


tentang pemberian nilainya
MP-ASI yang ≥ 76-100%
benar
Cukup, jika
nilainya
60-75%
26

kurang, jika
nialinya
< 60%
3 Pendidikan Pendidikan formal Kuesioner Ordinal Tidak
terakhir yang sekolah
diikuti ibu dan
mendapat ijazah Rendah (SD-
SMP)

Sedang
(SMA)

Perguruan
tinggi
4 Sosial- Kebiasaan dan kuesioner Ordinal Terpengaruh,
Budaya kepercayaan jika
keluarga dan X ≥ X
lingkungan yang
mempengaruhi ibu Tidak
dalam pemberian terpengaruh,
MP-ASI dini jika
X < X

5 Pekerjaan Kegiatan yang Kuesioner Nominal Tidak bekerja


dilakukan ibu
dengan maksud Bekerja
memperoleh atau
mendapatkan
penghasilan untuk
memenuhi
kebutuhan
hidupnya

6 Dukungan Keterlibatan Kuesioner Ordinal Ada, jika


keluarga keluarga dalam X ≥ X
pemberian
makanan Tidak ada,
pendamping ASI jika
pada waktu yang
tepat berupa X < X
pemberian
dukungan emosi,
informasi,
penilaian, materi
27

dan saran.
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan “cross

sectional” yaitu suatu penelitian (survei) untuk mempelajari dinamika korelasi

antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau

pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo,

2010).

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian merupakan subjek (misalnya manusia; klien)

yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2016). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh ibu di Gampong Tanjong Ara Kecamatan Madat

Kabupaten Aceh Timur yang memliki bayi usia 0-24 bulan sebanyak 34 orang.

4.2.2 Sample

Sample terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2016). Sedangkan menurut

sugiyono (2013) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang

memiliki anak usia 0-24 bulan di Gampong Tanjong Ara Kecamatan Madat

Kabupaten Aceh Timur. Sampel penelitian ini ditentukan sebanyak 34 orang ibu

atau seluruh ibu yang memiliki anak usia 0-24 bulan dengan alasan karena

28
29

populasinya di bawah 100 sesuai dengan pendapat Arikunto (2013) yaitu apabila

populasi kurang dari 100, maka sampel di ambil dari keseluruhan populasi yang

ada sehingga disebut penelitian populasi.

4.2.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Tehnik sampling menggunakan cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai

dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2016).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

Nonprobability yaitu sampel jenuh atau sering disebut total sampling. Menurut

Sugiyono (2013) sampel jenuh yaitu teknik penentuan sampel dengan cara

mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel. Jadi sampel

dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia 0-24 bulan di

Gampong Tanjong Ara Kecamatan Madat Kabupaten Aceh Utara yang berjumlah

34 orang ibu.

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

4.3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Gampong Tanjong Ara Kecamatan Madat

Kabupaten Aceh Timur.

4.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian dimulai dengan melakukan penelusuran kepustakaan, konsultasi

judul, penyusunan proposal pada bulan April, seminar proposal. Pengumpulan dan

analisis data yaitu mulai bulan Juni sampai dengan Agustus 2019.
30

4.4 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapat izin dari institusi STIKes

Muhammadiyah Lhokseumawe untuk melakukan penelitian, Setelah mendapat

izin barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian

yang meliputi :

1. Informed consent (lembar persetujuan).

Informed consent merupakan lembar persetujuan yang diberikan peneliti

kepada responden. Pada penelitian ini, Informed consent diberikan secara verbal

dimana peneliti memberikan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian

yang akan dilakukan dan diminta persetujuan untuk menjadi responden dalam

penelitian. Responden mempunyai hak untuk menyetujui atau bersedia menjadi

responden dan mempunyai hak untuk menolak menjadi responden. Setelah

responden menyetujui untuk menjadi responden kemudian peneliti memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi responden, lembar persetujuan atau Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Merupakan etika dalam penelitian keperawatan dimana responden tidak

menuliskan nama responden pada lembar observasi dan hanya memberikan kode

atau nomor responden.

3. Confidentiality (Kerahasian Informasi)

Kerahasian mengacu kepada tanggung jawab peneliti untuk melindungi

Semua data yang dikumpulkan. Seluruh informasi yang diberikan oleh responden

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk kepentingan


31

penelitian, dan jika sudah tidak dibutuhkan lagi maka seluruh data akan

dimusnahkan dengan cara dibakar.

4.5 Intrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Instrumen

penelitian ini terdiri dari data demografi responden yang digunakan sebagai

kuesioner pembuka. Selanjutnya kuesioner untuk variabel independent yaitu

faktor pengetahuan, faktor pendidikan, faktor sosial-budaya, faktor pekerjaan dan

faktor dukungan keluarga. Untuk variabel dependent digunakan kuesioner tentang

tindakan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini.

Kuesioner dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Kuesioner data demografi merupakan kuesioner yang dilampirkan untuk

mengetahui informasi secara umum pada responden. Ada 5 pertanyaan yang

terdiri dari kode responden, umur ibu, umur bayi, pendidikan terakhir ibu, dan

pekerjaan ibu.

2) Kuesioner tentang pemberian MP-ASI yang terdiri dari 1 (satu pertanyaan).

3) kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti sesuai dengan konsep

faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI dini yang

terdiri dari 30 item pertanyaan. 10 pertanyaan untuk pengetahuan ibu, 10

pertanyaan untuk soal-budaya, dan 10 pertanyaan untuk dukungan keluarga.

Item pertanyaan tersebut menggunakan Skala Guttman, dimana setiap

peratanyaan tersedia dua alternatif jawaban yaitu “benar” (B) / Ya dan “salah”

(S) / Tidak dimana jawaban “benar” (B) / Ya diberi nilai 2 dan jawaban “salah”
32

(S) / Tidak diberi nilai 1, sedangkan untuk pertanyaan negatif jawaban “benar”

(B) / Ya diberi nilai 1 dan jawaban “salah” (S) / Tidak diberi nilai 2.

4.5.1 Uji Instrumen

Peneliti melakukan uji instrument berupa kuesioner untuk mengetahui

tingkat validitas dan reabilitas sebelum melakukan penelitian.

a) Uji validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengukur apakah kuesioner yang kita susun

tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur. Kuesioner yang diukur

perlu di uji kolerasi antar skors (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skor

total kuisoner tersebut. Semua pertanyaan itu mempunyai kolerasi yang bermakna

(contruct validity). Apabila kuisioner tersebut telah memiliki validasi konstruk,

berarti semua item (pertanyaan) yang ada dalam kuisioner itu mengukur konsep

yang kita ukur (Notoatmodjo, 2010). Uji validitas dalam penelitian ini akan

dilakukan di Gampong Paya Naden Kecamatan Madat Kabupaten Aceh Timur.

Teknik yang dipakai adalah teknik Kolerasi Product Moment, dengan

rumus:

rxy=N ¿¿

Keterangan :

N : jumlah responden.

x : skor yang diperoleh subjek dalam setiap item.

y : skor total yang diperoleh subjek dalam setiap item.

rxy : koefisien korelasi suatu butir/item


33

Agar mengetahui bahwa nilai tiap-tiap pertanyaan tersebut signifikan, nilai

pertanyaan tersebut harus mencapai signifikan 5% yaitu diatas 0,632 yang dapat

dilihat pada tabel nilai product moment.

b) Uji reabilitas

Uji rehabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana kuesioner yang

dipakai dapat dipercaya dan diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana

hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau

lebih, dengan alat ukur yang sama.

Menghitung reabilitas instrument dilakukan dengan mengkorelasikan dua

instrument yang equivalen pada pengujian pertama, setelah itu dikorelasikan pada

pengujian kedua, dan selanjutnya dikorelasikan silang.

Rumus Crombachs Alpha :

2
r=
k
[ ]
k−1
1−
[ ]
∑σ

σ
2
t
t

keterangan :

r : banyaknya instrument

k : banyaknya pertanyaan atau butir soal

2
∑𝞼 : jumlah varian butir
t

2
𝞼 : varian total
t
34

4.6 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan pada subyek dan

proses pengumpulan karakteristik dari subyek yang diperlukan dalam penelitian.

Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada rancangan penelitian

dan teknik instrumen yang diinginkan (Nursalam, 2016).

4.6.1 Tehnik Pengumpulan Data

4.6.1.1 Sumber data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diambil dari responden atau sampel penelitian.

Adapun metode yang digunakan untuk mengambil data adalah dengan cara

wawancara dan juga menggunakan kuesioner yang disusun secara terstruktur,

dimana para responden diminta untuk menjawab pertanyaan yang telah disediakan

oleh peneliti. Kuesioner disusun meliputi pertanyaan untuk pemberian MP-ASI

dini, faktor pengetahuan, faktor pendidikan, faktor sosial-budaya, faktor pekerjaan

dan faktor dukungan keluarga.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber rekam medik

Gampong Tanjong Ara, Profil Dinas Kesehatan Aceh dan studi kepustakaan.

4.6.1.2 Tahab penumpulan data

Tahab pengumpulan data peneltian ini adalah sebagai berikut :

a) Tahab persiapan
35

Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan mengajukan surat permohonan

pengantar permintaan data awal dari STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe

untuk melakukan pengambilan data awal. Surat pengantar ditujukan kepada

Keuchik Gampong Tanjong Ara. Peneliti meminta izin kepada Keuchik Gampong

Tanjong Ara untuk pengambilan data awal di Gampong Tanjong Ara dan

menjelaskan tujuan penelitian yang akan dilakukan di Gampong Tanjong Ara.

Setelah mendapat izin dari Keuchik peneliti melakukan survei awal.

b) Tahab pelaksanaan

Langkah-langkah tahab pelaksanaan adalah sebagai berikut :

1. Peneliti memberikan Informed consent kepeda responden dan

menjelaskan secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan

dilakukan dan meminta untuk menjadi responden.

2. Setelah responden menyetujui dan menandatangani Informed consent,

peneliti memulai pengumpulan data dengan cara wawancara dengan

panduan lembar kuesioner.

3. Setelah pengisian lembar kuesioner selesai, maka peneliti melakukan

pengecekan ulang apakah lembar kuesioner telah terisi dengan lengkap.

Kemudian setelah kuesioner tersebut terisi, peneliti kumpulkan sesuai

dengan nomor urut untuk diolah datanya.

4.7 Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo, (2010) pengolahan data merupakan proses yang

sangat penting dalam penelitian. Oleh karena itu harus dilakukan dengan baik dan

benar. Pengolahan data dilakukan dengan tahab-tahab sebagai berikut :


36

4.7.1 Editing Data (Pemeriksaan Data)

Data yang telah dikumpulkan, diperiksa kembali terhadap instrument

pengumpulan data (kuesioner) yang meliputi kelengkapan jawaban isian yang

diberikan responden untuk memastikan semua pertanyaan telah dijawab atau di

isi, dapat terbaca dan melihat kekeliruan yang mengganggu pengolahan data

selanjutnya.

4.7.2 Coding (Pemberian Kode)

Coding adalah usaha mengklasifikasikan jawaban atau hasil-hasil yang ada

menurut macamnya. Peneliti memberikan kode nomor urut responden dari nomor

01 sampai dengan 34 pada jawaban kuesioner. Untuk kuesioner pendidikan, tidak

tamat sekolah atau tidak tamat SD diberi kode “1”, SD diberi kode “2”, SMP

diberi kode “3”, SMA diberi kode “4”, Perguruan tinggi diberi kode “5”. Untuk

kuesioner pekerjaan, Tidak bekerja diberi kode “1”, bekerja diberi kode “2”.

Untuk kuesioner pemberian MP-ASI, Sebelum usia 6 (enam) bulan diberi kode

“1”, setelah usia 6 (enam) bulan diberi kode “2”. Pernyataan pengetahuan ibu bila

menjawab benar diberi kode “2”, dan bila menjawab salah diberi kode “1”,

Pernyataan sosial-budaya bila menjawab ya diberi kode “2”, dan bila menjawab

tidak diberi kode “1”, Pernyataan dukungan keluarga bila menjawab ya diberi

kode “2”, dan bila menjawab tidak diberi kode “1”.

4.7.3 Entry Data (Pemrosesan Data)


37

Data yang telah disusun secara berurutan mulai dari responden pertama

sampai dengan responden terahkir, untuk pertanyaan positif, responden yang

menjawab “Benar” diberikan nilai “2” dan responden yang menjawab “Salah”

diberikan nilai “1”, sedangkan untuk pertanyaan negatif, responden yang

menjawab “Benar” diberikan nilai “1” dan responden yang menjawab “Salah” di

berikan nilai “2”. Kemudian dimasukan kedalam table sesuai variabel yang diteliti

kemudian dihitung frekuensinya.

4.7.4 Tabulating (Penyusunan Data)

Tabulating data merupakan kegiatan pengorganisasian data sedemikian rupa

agar dengan mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan, sesuai

dengan variabel independen dan dependen yang diteliti. Pada tahab ini data

disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, kemudian ditentukan rata-rata dan

dicarikan persentasenya dari aspek-aspek penelitian.

4.8 Analisa Data

4.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Analisa univariat dilakukan

terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Data analisa yang disajikan dalam

bentuk tabel. Dari hasil penelitian pada umumnya hasil analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi kemudian akan ditemukan presentasenya

dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2010).

x́=
∑x
n
38

Keterangan :
x́ = Nilai rata-rata
∑ x = Jumlah keseluruhan nilai responden
n = Jumlah Sampel

Persentase hitung diperoleh dengan menggunakan rumus Machfoedz (2010) :

fi
p= ×100 %
n

Keterangan :

p : Proporsi

f i : Frekuensi teramati

n : Jumlah responden yang menjadi sampel

4.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

dependent dan independent. Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Analisa ini dilakukan

untuk melihat dua variabel yang diduga ada hubungan yaitu antara variabel

independent (faktor-faktor yang mempengaruhi ibu) dengan variabel dependenpen

(pemberian MP-ASI dini).

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel pada

penelitian ini, dipakai analisa uji Chi square (X2) untuk test of dependence, karena

uji statistik ini digunakan untuk menganalisa frekuensi dari dua variabel untuk

menentukan apakah kedua variabel berhubungan satu sama lain atau sebaliknya

tidak ada hubungan dengan rumus sebagai berikut (Saepuding, 2012) :


39

( O−E )2
x 2= ∑
E

Keterangan :

O: Frekuensi

E : Frekuensi Harapan

x2: Chi-Square Test

Kesimpulan dari hasil uji Chi-Square dibuat dengan membandingkan antara

nilai Chi-Square yang diperoleh dari hasil tabel (X2), serta dengan melihat nilai p-

value. Nilai p merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang salah

menolak Ho dari data penelitian. Niali p dapat diartikan pula sebagai nilai

besarnya peluang hasil penelitian. Dengan nilai p ini kita dapat menggunakan

untuk keputusan uji statistik dengan cara membandingkan nilai p dengan alpha

(α). Pengambilan keputusan ada hubungan atau tidak ada tingkat kepercayaan

95% (α=0,05) selanjutnya ditarik kesimpulan:

a) Jika nilai p ≤ α(α= 0,05) maka hipotesis penelitian (Ha) diterima dan (Ho)

ditolak berarti hasil perhitungan statistik menunjukan ada hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen.

b) Jika nilai p ¿ α(α= 0,05) maka hipotesis penelitian (Ha) ditolak dan (Ho)

diterima berarti hasil perhitungan statistik menunjukan tidak ada hubungan

antara variabel independen dan variabel dependen.


40

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M. Peran Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta:Kencana.2012

Ariani. (2017). Makanan Pendamping ASI. Jakarta

Asmarudin Pakhri, Fahrizal R. Pangestu, Salmiah. 2015. Pendidikan Orang Tua,

Pengetahuan Ibu, Pemberian Makanan Pendamping Asi Dan Status Gizi

Pada Anak Usia 6·24 Bulan Di Kelurahan Taroada Kabupaten Maros.

Media Gizi Pangan. Volume XIX Edisi 1.

Awar, Saifuddin. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budi Sutomo,S.Pd & dr.Dwi Yanti Anggraini. Makanan Sehat Pendamping Asi.

Demedia Pustaka.2010

Chomaria, N. 2014. Panduan Super Lengkap Kehamilan Kelahiran dan Tumbuh

Kembang Anak. Surakarta: Ahad Books.

Dary et al. (2018) Pemberian Makanan Pendamping Asi Pada Bayi Di Karangpete

Rt. 01 Rw. 06 Salatiga. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada :Jurnal

Ilmu Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan dan Farmasi Volume 18

Nomor 2 Agustus 2018


41

Dinas Kesehatan Aceh Tahun 2018. Profil Kesehatan Aceh 2017.

www.dinkes.acehprov.go.id

Eka at al. (2013). Hubungan Pola Pemberian MP-ASI Dengan Status Gizi Anak

Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makkassar.

Gibney,M.J.Gizi Kesehatan Masyarakat.Jakarta:EGC.2009

Ginting, Dkk. (2013). Pengaruh Karakteristik Faktor Internal Dan Eksternal Ibu

Terhadap Pemberian MP-ASI Pada Bayi Usia <6 Bulan, (online). Vol 5,

No.3

Hasdianah. Sandu. Yuli (2014). Gizi, Pemantapan Gizi, Diet, dan Obesitas.

Yogyakarta: Nuha Medika

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi Praktik Pemberian Makan Berbasis

Bukti pada Bayi dan Balita di Indonesia untuk Mencegah Malnutrisi.

Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik. Ikatan Dokter

Indonesia. 2015

Jumiati, Jumiati. (2014) Pemberian MP-ASI Setelah Anak Usia 6 Bulan.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Pusat Data Dan Informasi

Situasi dan Analisis ASI Ekslusif. Jakarta Selatan : Kementrian

Kesehatan RI

Kristianto, Y. (2013). Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Ibu dalam Pemberian

Makanan Pendamping ASI Pada Bayi Umur 6 – 36 Bulan. Jurnal

STIKES. Volume 6, No. 1, Juli 2013.


42

Machfoedz, Mahmud. (2010). Komunikasi Pemasaran Modern. Cetakan Pertama,

Cakra Ilmu: Yogyakarta

Mahayu,P. Imunisasi & Nutrisi Panduan Pemberian Imunisasi dan Nutrisi Pada

Bayi, Balita dan Manfaatnya. Jogjakarta:Buku Biru.2014

Mawarni, S. (2013). Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang MP-ASI dengan

Perilaku Pemberian MP-ASI dan Status Gizi pada Baduta Usia 6- 24

Bulan di Kelurahan Kestalan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

Mia Setiawati, Nunung Mulyani, Helmi Diana. Hubungan Tingkat Pengetahuan

Ibu Tentang Perkembangan Anak Usia 9-12 bulan dengan kemampuan

Pemberian Stimulasi Pada Anak Usia 9-12 Bulan Di Puskesmas

Cibeureum Kota Tasikmalaya 2016. Jurnal Kesehatan Bakti Husada

Volume 17 Nomor 2 Agustus 2017.

Mubarak Wahid Iqbal. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Teori dan Aplikasi.

Jakarta: Salemba Medika

Nana Aldriana. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Mp-Asi

Dini Di Desa 2 Dayo Wilayah Kerja Puskesmas Tandun Ii Kabupaten

Rokan Hulu Tahun 2013. Jurnal Maternity and Neonatal Volume 2 No 1

Nina Nirmaya Mariani, Hendi Hendarman, Giti Sri Nita,. Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Pemberian Mp-Asi Dini Di Wilayah Kerja Uptd

Puskesmas Sindanglaut Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon.

Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 3, November 2016, hlm 420-426


43

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo.S (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo.S (2010). Promosi Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nuringtyas,T.A. (2018). Analisi faktot-faktor yang mempengaruhi ketepatan

waktu pemberian MP-ASI bayi usia 0-12 bulan di wilayah kerja

puskesmas sedayu bantul yogyakarta

Nursalam, R. (2016). Metodelogi penelitian Ilmu keperawatan: pendekatan

praktis, edisi 4, salemba Medika: Jakarta

Oktalina, O. (2015). Hubungan Dukungan Suami Dan Dukungan Keluarga

Dengan Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Anggota Kelompok

Pendukung Asi (Kp-Asi). Surabaya: Universitas Airlangga.

Pajriyani, R., Kuswandi, K. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang

Makanan Bergizi Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI. E-

Jurnal Obstretika. Volume 1, No. 1, Januari-Juni 2013.

Rina, H. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Menyusui Dalam

Memberikan Makanan Pendamping Asi Terlalu Dini Pada Usia Kurang

Dari 6 Bulan Di Kelurahan Giritirto Kabupaten Wonogiri Tahun 2016.

Riset Kesehatan Dasar.(2013). Kementrian Kesehatan RI: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan.

Roesli, U. (2010). Mengenal ASI Eksklusif. Bandung : Trubus.


44

Soedjatmiko. (2018). Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI.

Sugiyono (2013). Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D.

(Bandung); ALFABETA)

Sunarti. (2017). Faktor Risiko Pemberian Mp Asi Dini Pada Bayi 0-6 Bulan Di

Wilayah Puskesmas Lendah Ii Kulon Progo Tahun 2017. Yogyakarta:

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Suwarsih. (2016). Hubungan Antara Kepatuhan Budaya dengan Waktu Pemberian

MP-ASI di Desa Peniron Kecamatan Pejagoan Kabupaten Kebumen.

Jurnal Jurusan Keperawatan, Volume 1, Nomor 2 Tahun 2016, Halaman

1-8. Semarang: Universitas Diponegoro.

Thapa et al. (2013). Helbal Medicine Incorporated Nanoparticles: Advancements

in Herbal Treatments. Asian of biomedical and pharm Sci.Vol 3(14) : 17-

14

Tiasna, A. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga Dalam Pemberian MP-ASI

dengan Pemberian MP-ASI Dini pada Usia 0-6 bulan di wilayah Kerja

Puskesmas Sewon 1 Bantul Tahun 2015.

Utami, Hesti. 2014. Budaya pemberian makananan pendamping ASI dini pada ibu

yang mempunyai anak 7-24 bulan di Desa Argodadi Sedayu Bantul

Yogyakarta. Jurnal Kesehatan STIKES Aisyiyah: Yogyakarta.

WHO. (2016). Global Strategy for Infant and Young Child


45

Zulmeliza Rasyid, Nofri Hasrianto, Nadya Violani,. Faktor – Faktor Yang

Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Tambahan (Pmt) Pada Bayi

Usia (0-6) Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda Kelurahan

Tangkerang Tengah Kota Pekanbaru. Keskom. 2017;3(4):133-137

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM


PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DINI
DI GAMPONG TANJONG ARA KECAMATAN MADAT KABUPATEN
ACEH TIMUR TAHUN 2019

No. Responden :

Tanggal Pengisian :

Petunjuk pengisian jawaban

1. Pilihlah jawaban yang menurut Anda sesuai dengan cara mencentang ( √ )


salah satu jawaban yang telah disediakan.
2. Silahkan bertanya pada peneliti apabila ada pertanyaan yang kurang jelas.

I. Data Demografi

1. Nomor responden :

2. Umur bayi :

3. Umur ibu :

4. Pendidikan terakhir :

☐ Tidak tamat sekolah atau tidak tamat SD

☐ SD

☐ SMP
46

☐ SMA

☐ Perguruan tinggi

5. Pekerjaan :

☐ Tidak bekerja (ibu rumah tangga)

☐ Bekerja (buruh, pegawai swasta, pegawai negeri, petani, pedagang, dll)

II. Pemberian MP-ASI

1) Pada usia berapa ibu memberikan makanan pendamping ASI atau

memberi makanan/minuman kecuali ASI pertama kali ?

☐ Sebelum usia 6 (enam) bulan

☐ Setelah usia 6 (enam) bulan

III. Pengetahuan Ibu

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih 1 (satu) jawaban yang menurut

ibu paling tepat, dengan ketentuan:

B : Benar S : Salah

No Pertanyaan B S
1 MP-ASI merupakan kepanjangan dari makanan pendamping

air susu ibu.


2 MP-ASI merupakan makanan/minuman yang diberikan

kepada bayi mulai umur 6 bulan.

3 Makanan pendamping ASI bertujuan menggantikan ASI.


4 Apabila bayi diberikan makanan padat terlalu dini dapat

menimbulkan susah buang air besar.


5 MP-ASI boleh diberikan kepada bayi sebelum usia 6 bulan.
6 Memberikan makanan atau minuman selain ASI kepada bayi

sejak lahir membuat bayi ibu lebih sehat dari bayi yang hanya
47

diberikan ASI saja.


7 Sejak lahir sistem pencernaan bayi sudah berfungsi dengan

baik untuk mencerna makanan atau minuman selain ASI.


8 Jika makanan padat diperkenalkan setelah bayi bermur 6

(enam) bulan bayi tidak akan memperoleh nutrisi yang

dibutuhkan terutama energi dan protein.


9 Bayi setelah umur 6 (enam) bulan cukup diberikan makanan

pendamping tanpa wajib diberikan ASI lagi.


10 Jika pada usia sebelum 6 (enam) bulan bayi tidak diberikan

makanan tambahan, bayi berisiko kekurangan gizi.

IV. Sosial-Budaya Ibu Tentang MP-ASI

Pilihalah salah satu jawaban dengan memberi tanda centang ( √ ) pada jawaban yang
benar.

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Jika sebelum usia 6 (enam) bulan bayi ibu tidak diberikan

makanan tambahan, ibu khawatir bayi ibu akan kelaparan.


2 Bayi usia kurang dari 6 (enam) bulan sudah dapat diberikan

nasi, pisang, biskuit, dll dan sudah menjadi kebiasaan di

lingkungan sekitar ibu.


3 Tetangga menyalahkan tindakan ibu ketika memberikan

makanan/minuman selain ASI saat usia bayi ibu kurang

dari 6 (enam) bulan.

4 Jika bayi rewel dan sering menangis ibu percaya bahwa

bayi ibu kelaparan dan membutuhkan makanan tambahan

selain ASI.
5 Apakah orang tua/mertua ibu biasa memberikan makanan
48

tambahan lain selain ASI pada bayi usia kurang dari 6

(enam) bulan ?
6 Ibu memberikan makanan tambahan lain selian ASI pada

bayi yang masih berusia kurang dari 6 (enam) bulan karena

sudah menjadi kebiasaan yang turun temurun dalam

keluarga ibu.
7 Ibu memberikan susu formula pada bayi yang masih

berusia kurang dari 6 (enam) bulan karena mengikuti

perkembangan jaman.
8 Ibu memberikan makanan pendamping ASI saat bayi

berusia kurang dari 6 (enam) bulan karena lingkungan ibu

percaya bahwa ASI saja gizinya tidak cukup untuk bayi.


9 Ibu memberikan makanan tambahan saat bayi berusia

kurang dari 6 (enam) bulan agar bayi dapat tidur nyenyak


10 Bila bayi usia 0-6 bulan diberi pisang, nasi atau biskuit

akan membuat bayi cepat gemuk dan montok, apakah ibu

sependapat dengan itu ?

V. Dukungan Keluarga

Pilihalah salah satu jawaban dengan memberi tanda centang ( √ ) pada jawaban yang

benar.

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah keluarga ibu pernah menginformasikan kepada ibu

bahwa MP-ASI baru boleh diberikan ketika bayi sudah

berumur 6 (enam) bulan?


2 Apakah keluarga ikut mendampingi ibu konsultasi ke
49

petugas kesehatan untuk memperoleh informasi tentang

MP-ASI?
3 Apakah saat bayi ibu rewel keluarga ibu menyuruh ibu

untuk memberikan makanan tambahan seperti nasi, pisang,

biskuit, dll kepada bayi ibu yang belum berumur 6 (enam)

bulan ?
4 Apakah keluarga memberikan dukungan yang baik kepada ibu

agar ibu memberikan ASI eksklusif?


5 Apakah keluarga ibu pernah memberikan bahan bacaan

(poster, booklet, flyer) kepada ibu mengenai pentingnya

pemberian MP-ASI pada waktu yang tepat?


6 Apakah keluarga ibu memarahi atau menasehati ibu apabila

ibu tidak memberikan MP-ASI saat bayi rewel dan menangis?


7 Apakah keluarga ibu menyalahkan ketika ibu memberikan

MP-ASI kepada bayi ibu yang belum berusia 6 (enam) bulan?


8 Apakah suami/keluarga ibu membelikan susu formula untuk

bayi ibu yang belum berusia 6 (enam) bulan ?


9 Apakah suami/keluarga memuji ibu selama ibu merawat

bayi ?
10 Apakah suami/keluarga ibu membantu mencarikan buku atau

bahan bacaan lain tentang ASI eksklusif ?

Anda mungkin juga menyukai