Anda di halaman 1dari 9

Hubungan Status Pekerjaan Ibu dengan Keberhasilan ASI Eksklusif di

PMB Istiqomah Surabaya

R A Maria Islaha, Alfin Nihayatul Islamiyah (P27824419003)

Program Studi Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surabaya

E-mail:admin@poltekkesdepkes-sby.ac.id

Abstrak

Menurut data dan informasi kesehatan Indonesia tahun 2016 persentase bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif sampai usia 6 bulan sebanyak 29.5%. Sedangkan bayi yang diberi ASI eksklusif usia 0-6 bulan pada
tahun 2015 di kota Surabaya sebanyak 28.6%. Pusat Data dan Informasi Kementrian RI mengatakan adanya
faktor protektif dan nutrien yang sesuai dengan ASI menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian
anak menurun. Dengan banyaknya manfaat yang diperoleh dari ASI eksklusif namun masih banyak ibu yang
tidak memberikan ASI eksklusif. Salah satu alasan yang sering dikemukakan adalah karena ibu bekerja. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status pekerjaan ibu dengan keberhasilan ASI eksklusif di
PMB Istiqomah Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang bersifat cross sectional. Populasi
ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan sejumlah 54 ibu. Pengumpulan data dengan menggunakan pengisian
kuesioner. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan tidak
bekerja dan berhasil memberikan ASI eksklusif. Terdapat hubungan antara status pekerjaan ibu dengan
keberhasilan ASI eksklusif. Saran yang dapat diberikan adalah diharapkan lapangan pekerjaan meningkatkan
program yang telah ada untuk mendukung kesehatan ibu dan anak khususnya ASI eksklusif pada ibu menyusui
khususnya ibu yang bekerja.

Kata kunci : Status Pekerjaan; Keberhasilan ASI Eksklusif.

The Relationship between Mother's Work Status and the Success of Exclusive ASI at PMB
Istiqomah Surabaya

Abstract

According to Indonesian Health Data and Information 2016, the percentage of infants who get
exclusive breastfeeding until the age of 6 months is 29.5%.While the number of exclusively breastfed babies
aged 0-6 months in 2015 in Surabaya as much as 28.6 %. The Center for Data and Information of the Ministry
of the Republic of Indonesia said that appropriate protective and nutrient factors in breast milk ensure good
baby's nutritional status and child mortality and morbidity decline With the many benefits derived from
exclusive breastfeeding but there are still many mothers who do not give exclusive breastfeeding. One of the
reasons often mentioned is that the mother works. The purdose of this study was to determine the correlation of
maternal employment status with the success of exclusive breastfeeding in PMB Istiqomah Surabaya. This
research is a cross sectional analytic research. The population of mothers with infants aged 6-12 months was 54
mothers. Data collection using questionnaires. The conclusion of this study is that most mothers with infants
aged 6-12 months do not work and succeed in exclusive breastfeeding. There is a correlation between maternal
employment status and exclusive breastfeeding success. Suggestions can be given is expected job opportunities
to improve existing programs to support maternal and child health especially exclusive breastfeeding for
breastfeeding mothers, especially working mothers.

Keywords: Employment Status; Exclusive Breastfeeding Success.


Pendahuluan
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan sampai sekitar usia 6
bulan. Selama itu bayi diharapkan tidak mendapatkan tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, air
teh madu, air teh atau air putih (Heryani, 2012). Dengan banyaknya manfaat yang diperoleh dari pemberian
ASI, namun masih banyak ditemukan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Kunci sukses untuk dapat
memberikan ASI secara eksklusif yaitu ibu maupun keluarga mempunyai manajemen ASI yang baik.
Manajemen ASI yang baik bukan hanya ibu mengetahui cara memerah ASInya saja, namun ibu dan keluarga
juga saling mendukung serta bagaimana ibu menyiapkan diri dan lingkungannya sebelum bekerja. Persiapan
lain yang dapat membantu program ASI eksklusif adalah dukungan dari atasan/pimpinan ibu bekerja.
Sebaiknya ibu menginformasikan dan meminta pemahaman mereka bahwa ibu menjalankan ASI eksklusif
(Hesti, 2013). Dengan adanya koordinasi dengan atasan/pimpinan diharapkan program ASI eksklusif dengan
berjalan dengan baik. Sehubungan dengan banyaknya faktor yang mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI
eksklusif pada bayinya, maka penelitian ini hanya dibatasi pada status pekerjaan ibu. Tujuan umumnya yaitu
mengetahui hubungan ibu dengan keberhasilan ASI eksklusif di PMB Istiqomah Surabaya. Tujuan khususnya
yaitu mengidentifikasi status pekerjaan ibu, keberhasilan ASI eksklusif, dan menganalisis hubungan status
pekerjaan ibu dengan keberhasilan ASI eksklusif. Penelitian ini memiliki dua manfaat yaitu manfaat teoritis
dan manfaat praktis. Manfaat teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan
terhadap ilmu kebidanan khususnya ibu menyusui untuk mengetahui hubungan status pekerjaan ibu dengan
keberhasilan ASI eksklusif. Manfaat praktis bagi bidan yaitu sebagai bahan masukan dan sumber informasi
kepada bidan untuk memberikan penyuluhan tentang ASI eksklusif kepada ibu yang bekerja. Manfaat praktis
bagi institusi pendidikan sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar pada program penelitian dan
pengembangan serta evaluasi proses pembelajaran baik dalam isi maupun metode yang digunakan dalam
penelitian. Manfaat praktis bagi mahasiswa diharapkan bisa untuk menjadi dasar penelitian selanjutnya
terutama yang berkaitan dengan ASI eksklusif.

Tinjauan Teoritis
Menurut Lerne (dalam Widyasari dan Fridari, 2013) ibu bekerja adalah suatu keadaan seorang ibu
yang bekerja di luar rumah untuk mendapatkan penghasilan di samping membesarkan dan mengurus anak di
rumah. Menurut Kristiyanasari dalam Hesti, 2013 salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu
tidak menyusui adalah karena mereka harus bekerja. Wanita selalu bekerja, terutama pada usia subur, sehingga
selalu menjadi masalah untuk mencari cara merawat bayi. Bekerja bukan hanya berarti pekerjaan yang dibayar
dan dilakukan di kantor, tapi bisa juga berarti bekerja di ladang, bagi masyarakat pedesaan. Banyak persoalan
yang dialami oleh para wanita sampai ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah, seperti bagaimana
mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus tugas-tugas rumah tangga dengan baik. Faktor
internal adalah persoalan yang timbul dalam diri pribadi sang ibu tersebut seperti ibu yang benar-benar menjadi
ibu rumah tangga namun ada juga ibu yang bekerja. Stres dapat mempengaruhi produksi ASI. Produksi ASI
sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, misalnya kegelisahan, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai
bentuk ketegangan emosional. Faktor eksternalnya yaitu melalui dukungan suami, kehadiran anak, dan masalah
pekerjaan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan sampai sekitar usia 6 bulan. Selama
itu bayi diharapkan tidak mendapatkan tambahan cairan lain seperti air susu formula, air jeruk, air teh atau air
putih (Heryani, 2012).

Manfaat pemberian ASI bagi ibu yaitu dapat mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan, dan
bagi ibu menyusui secara eksklusif dapat menunda kehamilan, dengan memberikan ASI mempengaruhi aspek
psikologis pada ibu. Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat untuk bayi, tetapi juga untuk ibu. Ibu akan
merasa bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua manusia (Handayani dan Pujiastuti, 2016).
Aspek kesehatan ibu, isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya eksitosin oleh kelenjar
hipofisis. Dari segi kesehatan ibu, dengan menyusui akan mengurangi frekuensi terjadinya kanker payudara dan
dapat menjarangkan kehamilan. Pemberian ASI juga menjalin hubungan psikologis yang erat antara ibu dan
anak. Aspek penurunan berat badan, ibu yang menyusui eksklusif ternyata lebih mudah dan lebih cepat kembali
ke berat badan semula seperti sebelum hamil. Pada saat hamil, badan bertambah berat, selain karena ada janin,
juga karena penimbunan lemak pada tubuh, cadangan lemak ini sebetulnya memang disiapkan sebagai sumber
tenaga dalam proses produksi ASI. Aspek kontrasepsi, yaitu melalui hisapan mulut bayi pada puting susu
merangsang ujung saraf sensorik sehingga post anterior hipofisis mengeluarkan prolaktin. Menjarangkan
kehamilan, pemberian ASI memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien selama 6 bulan pertama sesudah
kelahiran bila diberikan hanya ASI saja (eksklusif) dan belum terjadi menstruasi kembali. Manfaat pemberian
ASI bagi keluarga dalam aspek ekonomi yaitu lebih murah dan lebih praktis dibandingkan dengan pemberian
Pengganti Air Susu Ibu (PASI). ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk
membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Dalam aspek psikologi memiliki manfaat yaitu
kebahagiaan keluarga bertambah, karena kelahiran lebih jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat
mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga. Aspek kemudahan yaitu menyusui sangat prkatis karena dapat
diberikan dimana saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol, dan dot yang
harus diberikan serta minta pertolongan orang lain. Manfaat pemberian ASI bagi negara yaitu menurunkan
angka kesulitan dan kematian, mengurangi devisa untuk membeli susu formula dan meningkatkan sumber daya
manusia (Handayani dan Putjiastuti, 2016)

Faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif antara lain yaitu memotivasi ibu untuk menyusui
bayinya, ibu harus dibangkitkan kemauan dan kesediaanya menyusui anaknya terutama sebelum melahirkan.
Perubahan sosial budaya yaitu bagi ibu yang bekerja, meniru teman yang memberikan susu botol pada anaknya,
merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya. Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara
barat mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu buatan sebagai jalan keluarnya.
Faktor psikologisnya yaitu takut kehilangan daya tarik sebagai wanita adanya anggapan bahwa ibu menyusui
akan merusak penampilan dan ada sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin disaat menyusui bayinya
sehingga mendesak si ibu untuk mengurangi frekuensi dan lama menyusui bayinya. Faktor fisik ibu, alasan
yang cukup sering bagi ibu yang menyusui anaknya adalah karena sakit, tetapi sebenarnya tidak ada penyakit
yang mengharuskan berhenti menyusui, jauh lebih berbaya memberi bayi makanan buatan dibanding
memberikan ASI dari ibu yang sakit. Tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi dalam pengambilan
keputusan, dimana semakin tinggi pendidikan semakin besar peluang untuk memberikan ASI (eksklusif).
Tingkat pendidikan keluarga, pengetahuan anggota keluarga yang baik dapat berdampak terhadap perilaku
anggota keluarga dalam mengasuh bayi jika ditinggalkan oleh ibu. Perkembangan zaman menuntut ibu untuk
membantu perekonomian keluarga, sehingga banyak ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif. Status
pekerjaan ibu, salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu tidak menyusui adalah karena mereka
bekerja. Wanita yang selalu bekerja, terutama di usia subur, sehingga selalu menjadi masalah untuk mencari
cara merawat bayi. Sikap positif ibu terhadap praktik menyusui tidak diikuti dengan pemberian ASI pada
bayinya. Sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Pengetahuan ibu tentang ASI merupakan salah
satu faktor yang penting dalam kesuksesan proses menyusui. Status sosial ekonomi keluarga dapat
mempengaruhi kemampuan keluarga untuk memproduksi atau membeli pangan. Dukungan keluarga atau suami
dapat membuat seorang ibu memiliki hubugan harmonis dan dapat mempengaruhi lancarnya proses laktasi.
Selama kehamilan hormon prolaktin dan plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih
dihambat oleh kadar esterogen yang tinggi. Pada hari kedua dan ketiga pasca persalinan, kadar esterogen dan
progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi
ASI. Dengan menyusukan lebih dini terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin oleh hipofisis,
sehingga sekresi ASI semakin lancar. Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi, refleks
prolaktin dan refleks aliran timbul akibat perangsangan puting susu oleh hisapan bayi (Handayani dan
Putjiastuti, 2016).

Menurut Hesti (2013), susu menjadi salah satu sumber nutrisi bagi manusia, komponen ASI sangat
rumit dan lebih dari 100.000 biologi komponen unik, yang memainkan peran utama dalam perlawanan penyakit
pada bayi. Elemen penting dalam ASI yaitu kolostrum, suatu cairan susu kental yang berwarna kekuning-
kuningan untuk memberikan pertahanan tubuh bayi paling rendah atau merupakan imunisasi pertama yang
diterima oleh bayi. Protein dalam ASI terdiri dari casein (protein yang sulit dicerna) dan whey (protein yang
mudah dicerna). ASI lebih banyak mengandung whey daripada casein sehingga protein ASI mudah dicerna.
Lemak ASI adalah penghasil kalori (energi) utama dan merupakan komponen zat gizi yang sangat bervariasi.
Lebih mudah dicerna karena sudah dalam bentuk emulsi. ASI memasok sekitar 70-78% energi sebagai lemak
yang dibutuhkan bukan saja untuk mencukupi kebutuhan energi, tetapi juga untuk memudahkan penyerapan
asam lemak esensial, vitamin yang terlarut dalam lemak, kalsium serta mineral lain, dan juga untuk
menyeimbangkan diet agar zat gizi lain tidak terpakai sebagai sumber energi. Laktosa merupakan karbohidrat
utama pada ASI. Fungsinya sebagai sumber energi, meningkatkan absorbsi kalsium dan merangsang
pertumbuhan lactobacillus bifidus. Terdapat juga vitamin A dengan konsentrasi berkisar pada 200 IU/dl.
Meskipun Asi mengandung sedikit zat besi (0,5-1,0 mg/liter), bayi yang menyusui jarang kekurangan zat besi
(anemia). Hal ini karena zat besi pada ASI yang lebih mudah diserap. Taurin di dalam ASI berupa asam amino
dan berfungsi sebagai neurotransmitter, berperan penting dalam maturasi otak bayi.. Docosahexaenoic acid
(DHA) dan asam arachidonat (ARA) merupakan bagian dari kelompok molekul yang dikenal sebagai omega
fatty acids. Taurin berfungsi sebagai neuro transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak.
Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa efek defisiensi akan berakibat gangguan pada retina mata. Saat
ini taurin banyak ditambahkan pada susu formula karena penelitian menunjukkan bahwa kadar taurin plasma
yang rendah (50% ) pada bayi dengan formula dibandingkan dengan bayi menyusui. Lactobacillus di dalam ASI
berfungsi menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri E.Coli yang sering menyebabkan diare
pada bayi. Lactoferin merupakan sebuah besi-batas yang mengikat protein ketersediaan besi untuk bakteri
dalam intestines, serta memungkinkan bakteri schat tertentu untuk berkembang. Memiliki efek langsung pada
antibiotik berpotensi berbahaya seperti bakteri staphylococcus dan E.Coli. Lisozim dalam ASI dapat
memecahkan dinding usus sekaligus mengurangi insiden caries dentis dan maloklusi (kebiasaan lidah yang
mendorong kedepan akibat menyusu dengan botol dan dot). Lisozim menghancurkan bakteri berbahaya dan
akhirnya mempengaruhi keseimbangan kehidupan bakteri yang menghuni usus yang sempurna.

Ada 3 stadium dalam pengelompokan ASI yaitu ASI stadium I adalah kolostrum,merupakan cairan
yang pertama disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai ke-3 setelah persalinan. Komposisi
kolostrum berwarna kuning keemasan, yang disebabkan oleh tingginya komposi lemak dan sel-sel hidup.
Kolostrum merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan mekonium sehingga mukosa usus
segera bersih dan siap menerima ASI. ASI stadium II adalah ASI peralihan yang diproduksi pada hari ke-4
sampa hari ke-10. Komposisi protein makin rendah, sedangkan lemak dan hidrat arang makin tinggi, dan
volume ASI semakin meningkat. Pada masa ini pengeluaran ASI mulai stabil begitu juga kondisi fisik ibu,
kcluhan nyeri sudah berkurang. Oleh karena itu, kandungan protein dan kalsium dalam makanan ibu perlu
ditingkatkan. ASI stadium III adalah ASI matur yang disekresi dari hari ke-10 sampa seterusnya. ASI matur
merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sarmpai berumur 6 bulan
(Hesti, 2013).

Metode Penelitian
Tanda-tanda posisi menyusui yang benar, yaitu dengan cara kepala dan badan bayi berada dalam satu
garis lurus, wajah bayi harus menghadap payudara dengan hidung berhadapan dengan puting, ibu harus
memeluk badan bayi dekat dengan badannya, jika bayi baru lahir ibu harus menyangga seluruh badan bayi
bukan hanya kepala dan bahu. Perlekatan mulut bayi dengan dengan puting susu ibu yaitu dengan cara
memegang payudara dengan ibu jari di atas, dan jari yang lain menopang di bawah (bentuk huruf C), bayi diberi
rangsangan agar membuka mulut dengan cara menyentuh pipi dengan puting susu ataupun menyentuh sisi
mulut dengan puting susu, tunggu sampai bayi bereaksi dengan membuka lebar mulutnya dan menjulurkan
lidahnya, dengan cepat dekatkan bayi ke payudara ibu dengan menggerakkan bahu belakang bayi, posisikan
puting susu di atas bibir atas bayi dan berhadapan dengan hidung bayi. Usahakan sebagaian areola masuk ke
mulut bayi (tampak lebih sedikit areola bagian bawah dari pada bagian atas), setelah bayi mengisap dengan baik
payudara tidak perlu disangga lagi. Tanda-tanda pelekatan bayi yang baik saat menyusui yaitu tubuh bagian
depan bayi menempel pada tubuh ibu, dagu menyentuh payudara ibu dengan mulut terbuka lebar, hidung bayi
mendekati dan kadang-kadang menyentuh payudara ibu, mulut bayi mencakup sebanyak mungkin aerola (tidak
hanya puting saja), lingkar areola atas terlihat lebih banyak daripada areola bagian bawah. Bibir bawah bayi
melengkung ke luar, bayi mengisap kuat dan dalam secara perlahan dan kadang-kadang disertai dengan berhenti
sesaat (jeda) yang menandakan bahwa dalam mulutnya penuh ASI, dan hal ini merupakan kesempatan bayi
untuk menelan ASI, bayi puas dan tenang pada akhir menyusu. Puting susu tidak terasa sakit atau lecet. Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada meletakkan bayi yaitu susuilah bayi segera setelah lahir, berilah bayi ASI saja
pada bulan pertama dan kedua, ibu yang menyusui sebaiknya makan makanan yang bergizi tinggi dan minum
kurang lebih 8-12 gelas perhari, ibu harus istirahat yang cukup, susuilah bayi dengan santai dan penuh kasih
sayang, jagalah kebersihan, gunakan pakaian yang longgar dan tidak kaku, serta gunakan BH khusus untuk
menyusui (Hesti, 2013).
Langkah-langkah menyusui dengan benar yaitu sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit, kemudian
dioleskan pada puting dan areola payudara. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfeksi dan menjaga
kelembaban puting susu, kemudian bayi diposisikan menghadap perut atau payudara ibu, ibu duduk atau
berbaring dengan santai. Bila duduk, lebih baik menggunakan kursi yang rendah (agar kaki tidak menggantung)
dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan,
kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala bayi tidak boleh menengadah dan bokong bayi disokong
dengan telapak tangan). Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang lain di depan. Perut bayi
menempel pada badan ibu dan kepala bayi menghadap payudara tidak hanya membelokkan kepala bayi. Telinga
dan lengan bayi terletak pada suatu garis lurus. Ibu menatap bayi dengan kasih sayang. Payudara dipegang
dengan dengan ibu jari di atas dan jari lain menopang di bawah. Jangan menekan puting susu atau areola saja.
Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (reflex rooting) dengan cara menyentuh sisi mulut bayi dengan
jari. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dan puting serta areola
payudara dimasukkan ke mulut bayi. Usahakan sebagaian besar areola payudara dapat masuk ke mulut bayi,
sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat
penampungan ASI yang terletak di bawah areola payudara. Posisi yang salah, yaitu bila bayi hanya mengisap
pada puting susu saja, yang akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan puting susu lecet.
Setelah bayi mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi (Hesti, 2013)

Seorang ibu yang bekerja akan menghabiskan sebagian waktunya di kantor. Bekerja juga merupakan
sumber ketegangan dan stress yang besar bagi para ibu bekerja. Mulai dari peraturan kerja yang kaku, bos yang
tidak bijaksana, beban kerja yang berat, ketidakadilan yang dirasakan di tempat kerja, rekan-rekan yang sulit
bekerja sama, waktu kerja yang sangat panjang, atau pun ketidak nyamanan psikologis yang dialami akibat dari
problem di tempat kerja. Situasi demikian akan membuat ibu menjadi lelah, sementara kehadirannya masih
sangat dinantikan oleh keluarga di rumah. Kelelahan psikis dan fisik itu lah yang akhirmya sering membuat
mereka sensitif dan emosional, baik terhadap anak-anak maupun terhadap suami (Zindy dalam Azissya, 2010).
Bila sudah bekerja, kadang ibu tidak mau direpotkan dengan kegiatan dalam memompa ASI di tempat bekerja.
Bahkan sebagian ibu lebih mementingkan diri sendiri, dengan alasan mengganggu keindahan tubuh akhirnya
ASI tidak diberikan. Di tempat bekerja, banyak kantor atau institusi kerja tidak mendukung program pemberian
ASI. Tidak ada upaya penyiapan ruangan khusus untuk tempat menyusui atau memompa ASI saat ibu bekerja.
Di tempat umum seperti plasa, pertokoan atau bandara banyak tidak tersedia tempat khusus untuk menyusui
bayi. Apalagi di daerah perkotaan harga sewa lahan yang sangat tinggi tampaknya para pengusaha tidak rela
keuntungannya diberikan untuk tempat untuk kepentingan pemberian ASI pada bayi (Judarwanto dalam
Azissya, 2010).

Di Indonesia, sesuai kebijakan pemerintah, sebagian besar perusahaan menerapkan kebijakan


pemberian cuti melahirkan hanya tiga bulan. Karena itu, kendati kampanye nasional pemberian ASI eksklusif
selama enam bulan dicanangkan, kenyataannya hal itu sulit dilakukan bagi ibu yang bekerja di luar rumah.
Kondisi fisik dan mental yang lelah setelah bekerja sepanjang hari telah menghambat kelancaran produksi ASI
(Yasmina dalam Azissya, 2010). Akhimya, jumlah ASI akan semakin sedikit dan atau kering sebelum masa
penyusuan dua tahun terpenuhi. Kondisi ibu bekerja tentu jauh berbeda dengan kondisi ibu rumah tangga. Ibu
rumah tangga dapat menyusui bayinya kapan saja, dimana saja, pun dapat dilakukan dengan cara yang paling
alamiah, alias langsung dari sumbernya. Jelas saja, karena secara fisik ibu rumah tangga selalu dekat dengan
bayinya. Kapan pun bayinya lapar, dia bisa menunda pekerjaannya dan menyusuinya terlebih dulu (Rika dalam
Azissya, 2010).

Menurut penelitian Juliastuti (2011), pemberian ASI secara eksklusif akan semakin tinggi jika ibu
tidak bekerja. Hal tersebut karena ibu yang tidak bekerja hanya menjalankan fungsinya sebagai ibu rumah
tangga dan banyak menghabiskan waktunya dirumah tanpa terikat pekerjaan diluar rumah sehingga dapat
memberikan ASI secara optimal tanpa dibatasi oleh waktu kesibukan. Sama halnya dengan penelitian Setegn
(2012) yang menyatakan bahwa ibu yang tidak bekerja lima kali lebih mungkin memberikan ASI eksklusif
dibandingkan dengan ibu yang bekerja, serta hasil penelitian Indrawati (2012) juga menunjukkan adanya
hubungan status pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi saat usia 0-6 bulan. Dari 28 ibu
bekerja hanya empat (14,3% ) yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya sedangkan pada 12 ibu yang tidak
bekerja, 9 (75 %) memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
eksklusif yaitu motivasi menyusui bayi, perubahan sosial budaya, faktor psikologis, faktor fisik ibu, tingkat
pendidikan ibu, tingkat pendidikan keluarga, status pekerjaan ibu, sikap, pengetahuan, status sosial, ekonomi,
paritas, dukungan keluarga/suami ASI eksklusif.

Hasil
Hasil penelitian mengenai hubungan status pekerjaan ibu dengan keberhasilan ASI eksklusif di PMB
Istiqomah yang terletak di Jalan Sidotopo Jaya 43A, Sidotopo, Semampir, Surabaya. Pelayanan kesehatan yang
diberikan diantaranya pertolongan persalinan yang buka 24 jam setiap hari Senin s.d Minggu, periksa hamil
(ANC), control nifas (PNC), tindik bayi, KB dan anak sakit yang buka setiap hari Seni s.d Minggu pukul 07.00-
21.00 WIB.

Data Khusus Status Pekerjaan Ibu

Bekerja N Presentase (%)

Ya 21 43,8
Tidak 27 56,2
Jumlah 48 100

Dapat dijelaskan bahwa dari 48 responden didapatkan sebagian besar yaitu 25 ibu (52,1%) memiliki
pendidikan terakhir SD/SLTP.

Data Keberhasilan ASI eksklusif

Keberhasilan ASI Eksklusif N Presentase(%)


Ya 29 60,4
Tidak 19 39,6
Jumlah 48 100

Dapat dijelaskan bahwa dari 48 responden didapatkan sebagian besar yaitu 29 ibu (60,4%) berhasil
memberikan ASI eksklusif pada bayinya.

Hubungan status pekerjaan ibu dengan keberhasilan ASI eksklusif


Status Pekerjaan Keberhasilan ASI Eksklusif Jumlah
Ya % Tidak % Total %
Ya 5 23,8 16 76,2 21 100
Tidak 24 88,9 3 11,1 27 100
Jumlah 29 19 48

Dapat dijelaskan bahwa dari 21 ibu yang bekerja, hampir seluruhnya 16 ibu (76,2%) tidak berhasil
memberikan ASI eksklusif dan sebagian kecil 5 ibu (23,8%) berhasil memberikan ASI eksklusif. Dari 27 ibu
yang tidak bekerja, hampir seluruhnya 24 ibu (88,9%) berhasil memberikan ASI eksklusif dan 3 ibu (11,1%)
tidak berhasil memberikan ASI eksklusif.

Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 48 responden, 27 responden (56,2%) tidak
bekerja dan 21 responden (43,8% ) bekerja. Ibu yang tidak bekerja memiliki waktu yang dapat digunakan
sepenuhnya untuk mengurus rumah tangga dan anaknya sehingga diharapkan kebutuhan anak bisa dipenuhi.
Alasan ibu memilih untuk tidak bekerja karena status pendidikan yang rendah sehingga membuat ibu kesulitan
mendapatkan pekerjaan. Ada beberapa ibu yang pernah bekerja namun memilih untuk berhenti karena upah
yang diberikan tidak sesuai dengan tenaga dan waktu yang terpakai. Ibu yang memilih bekerja mayoritas
beralasan untuk menambah penghasilan agar membantu kondisi ekonomi keluarganya. Sebagian besar ibu
bekerja sebagai karyawan swasta. Hal ini sesuai dengan teori dari Lerner (dalam Widyasari dan Fridari, 2013)
bahwa ibu bekerja adalah suatu keadaan dimana seorang ibu yang bekerja di luar rumah untuk mendapatkan
penghasilan di samping membesarkan dan mengurus anak di rumah. Sehingga seorang ibu yang bekerja harus
dapat membagi waktu antara pekerjaan dan mengurus anak di rumah. Hal ini tentu saja tidak mudah dilakukan
jika ibu tidak memiliki pengetahuan tentang pentingnya ASI eksklusif, cara menyimpan ASI perah dan
kemauan untuk memberikannya.

Sebagai seorang ibu baik bekerja maupun tidak memiliki peran yang sama yaitu mengurus rumah
tangga Namun, ibu yang bekerja memiliki tanggungan lebih banyak daripada ibu yang tidak bekerja. Sehingga
bila ibu tidak dapat mengelola keadaan dengan baik maka dapat memicu stres. Hal ini sejalan dengan jurnal
penelitian yang dilakukan oleh Apreviadizy dan Puspitacandri (2014) di Perumahan PDAM Kelurahan Sidokare
yang mengatakan bahwa banyak ibu bekerja yang mengalami stress dibandingkan dengan yang tidak bekerja.
Hal tersebut dikarenakan banyak sumber yang berpengaruh pada individu. Tekanan-tekanan pada diri ibu,
berasal dari dalam komunitas dan lingkungan dapat menimbulkan stres. Stres yang dialami ibu dapat
mempengaruhi produksi ASI. Saat stres, hormon stres dalam tubuh akan meningkat. Peningkatan hormon stres
ini dapat menghambat produksi oksitosin, yakni hormon yang berfungsi untuk memproduksi ASI.
Terhambatnya oksitosin inilah yang membuat produksi ASI menjadi berkurang. Produksi ASI yang sedikit akan
membuat ibu berpikir untuk memberikan makanan dan minuman tambahan lain kepada bayinya sehingga ibu
tidak memberikan ASI eksklusif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 48 responden, 29 responden (60,4%) berhasil
memberikan ASI eksklusif dan 19 responden (39,6% ) tidak berhasil memberikan ASI eksklusif. Banyak ibu
yang berhasil memberikan ASI eksklusif karena sebagian besar ibu tidak bekerja sehingga tidak ada kesulitan
dalam membagi waktu bersama bayinya didukung dengan pengetahuan dan motivasi sejak hamil dari petugas
kesehatan melalui kelas hamil maupun konseling. Motivasi sangat diperlukan oleh setiap orang sebagai
pendorong untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini sesual dengan jumal penelitian yang dilakukan oleh Ribek dan
Kumalasari (2014) di Puskesmas I Denpasar Utara yang menyatakan bahwa setiap ibu harus mempunyai
dorongan, keinginan atau kemauan dalam memberikan ASI secara eksklusif, dimana menurut peneliti
keberhasilan dalam memberikan ASI eksklusif sangat dipengaruhi oleh motivasi dari ibu sendiri. Maka dari itu,
ibu-ibu harus dibangkitkan kemauan dan kesediannya menyusu anaknya, terutama sebelum melahirkan. Apabila
nilai menyusui hendak ditingkatkan pada masyarakat, maka pengertian tentang menyusui harus ditanamkan
pada anak-anak gadis sejak usia muda, bahwa menyusui anak merupakan bagian dari tugas biologi seorang ibu.

Keberhasilan ASI eksklusif juga dipengaruhi oleh usia dan paritas atau jumlah anak yang dimiliki ibu.
Semakin tua usia ibu yang memiliki bayi, maka ibu merasa lebih berpengalaman dalam merawat anaknya. Sama
halnya dengan paritas, semakin banyak jumlah anak semakin banyak pengalaman yang didapatkan oleh ibu.
Sebagian besar ibu berusia 20-30 tahun dimana usia reproduktif merupakan usia dimana ibu mudah berinteraksi
dengan masyarakat sekitar sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Whidiantoro (2015) di RSUD Wates
yang mengatakan bahwa ibu yang berumur antara 20 -25 tahun juga mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk memberikan praktik ASI eksklusif, pada umur ini merupakan masa usia produktif bagi ibu untuk
menyusui. Meskipun sebagian besar ibu telah berhasil memberikan ASI eksklusif, namun tidak sedikit ibu yang
tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Sebagan besar alasan yang dikemukakan ibu adalah karena ibu
bekerja dan produksi ASI yang dianggap kurang mencukupi kebutuhan bayi. Pada dasarnya keberhasilan
menyusui bayi ditentukan oleh dua hal, yakni refleks prolaktin dan let down refleks. Reflek prolaktin didasarkan
pada kondisi kejiwaan ibu yang mempengaruhi rangsangan hormonal untuk memproduksi ASI. Semakin tinggi
tingkat ganggguan emosional, maka semakin sedikit rangsangan hormon prolaktin yang diberikan untuk
memproduksi ASI. Berdasarkan hasil uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan antara status pekerjaan
ibu dengan keberhasilan ASI eksklusif dimana p-value 0,00 < a 0,05 yang artinya Hi diterima dan Ho ditolak
sehingga ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan keberhasilan ASI eksklusif Berdasarkan hasil
tersebut dapat dijelaskan bahwa status pekerjaan ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan ASI eksklusif.

Hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa terdapat beberapa ibu yang tidak bekerja namun tidak
berhasil memberikan ASI eksklusif. Ibu mengatakan alasan tidak memberikan ASI eksklusif karena ibu tidak
tahu tentang ASI eksklusif. Karena ketidaktahuan tersebut maka tidak ada kemauan untuk memberikan ASI
eksklusif. Ditambah dengan usulan keluarga khususnya mertua yang mengatakan bahwa susu formula lebih
menyehatkan bayi karena bayi terlihat lebih gemuk. Hal ini ada kaitannya dengan status pendidikan ibu yang
rendah. Hal ini senada dengan penelitian Abdullah (2013) yang menyatakan bahwa semakin baik pengetahuan
ibu, maka semakin berpeluang pula ibu untuk memberikan ASI eksklusif.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data, maka dapat disimpulkan sebagian besar ibu yang
memiliki bayi usia 6-12 bulan tidak bekerja, sebagian besar ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan berhasil
memberikan ASI eksklusif pada bayinya, ada hubungan status pekerjaan ibu dengan keberhasilan ASI eksklusif.

Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan saran yaitu bagi tempat
penelitian diharapkan untuk meningkatkan program-program yang telah ada untuk mendukung kesehatan ibu
dan anak khususnya ASI eksklusif pada ibu menyusui khususnya ibu yang bekerja.Bagi responden yaitu
memberikan pengetahuan kepada reponden untuk kehamilan selanjutnya atau untuk berbagi informasi dengan
saudara maupun tetangga sekitar tentang pentingnya ASI eksklusif terutama pada ibu yang bekerja.

Daftar Referensi

Anda mungkin juga menyukai