meningkat hingga tiga kali lipat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (Rutigliano,
G: 2006). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di BPS Ny. RIKA Amd. Keb
Desa Kalidilem Kecamatan Randuagung Kabupaten Lumajang, didapatkan data bahwa
dari 39 ibu yang menyusui yang memberikan ASI Ekksklusif (10%) 4 orang dan yang
(90%) 35 orang diberi MP-ASI sebelum usia 6 bulan, dengan berbagai alasan antara lain
pengeluaran ASI yang tidak lancar, susu formula lebih bagus, dan ada juga yang beranggapan
bayinya tidak kenyang jika diberi ASI saja.
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan paling ideal bagi bayi, namun tidak semua ibu
dapat memberikan Air Susu Ibu (ASI). Dampak dari mengganti Air Susu Ibu (ASI) pada bayi
usia kurang dari 6 bulan dengan susu formula dapat menimbulkan insiden penyakit, hal ini
karena fungsi organ tubuh masih belum mampu untuk menerima makanan yang memiliki kadar
protein dengan tingkat osmolaritas tinggi (Sunarno, 2007: 71).Kenyataan di lapangan justru jauh
dari yang diharapkan, banyak sekali masyarakat yang memberikan MP-ASI pada bayi sebelum
usia 6 bulan (Depkes RI, 2002). Kurangnya pengertian tentang keunggulan Air Susu Ibu (ASI)
dan manfaat menyusui menyebabkan ibu mudah terpengaruh oleh pemberian susu botol/susu
formula karena tidak adanya dukungan keluarga untuk menyusui bayinya serta adanya perubahan
sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat khususnya ibu menyusui karena adanya kemajuan
teknologi dan meningkatnya daya beli masyarakat merupakan faktor penghambat tercapainya
pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara Esklusif (Rulina, 2004: 19).
Produksi ASI sangat dipengaruhi kondisi psikis ibu. Bila hati ibu tenang dan bahagia, maka
produksi ASInya akan berlimpah. ASI diproduksi sesuai dengan permintaan, bila bayi butuh 100
cc maka ASI yang akan diproduksi juga 100 cc jadi tidak perlu takut ASI tidak mencukupi
kebutuhan bayi. Kemungkinan hanya 1 dari 1000 wanita yang tidak dapat menyusui. Oleh
karena itu setiap ibu harus yakin dapat menyusui bayinya. WHO dan UNICEF
merekomendasikan langkah untuk memulai dan mencapai ASI Eksklusif yaitu dengan cara
menyusui dalam satu jam setelah kelahiran, tidak ditambah makanan atau minuman lain, bahkan
air putih sekalipun, menyusui kapanpun bayi meminta sesering yang bayi mau siang dan malam,
tidak menggunakan botol susu maupun empeng, mengeluarkan ASI dengan memompa atau
memerah dengan tangan, disaat tidak bersama anak dan mengendalikan emosi dan pikiran agar
tenang (Handajani, 2008: 47).
Mengingat rendahnya cakupan dan pentingnya pemberian ASI Eksklusif maka perlu
dilakukan penelitian tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan pemberian
ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di BPS Ny. RIKA Amd. Keb Desa Kalidilem Kecamatan
Randuagung Kabupaten Lumajang.
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di BPS Ny. RIKA Amd. Keb Desa Kalidilem Kecamatan
Randuagung Kabupaten Lumajang dengan batas wilayah sebelah Utara Desa
Randuagung , Selatan Desa Sukosari, Barat Desa Banyuputih, Timur Desa Jatiroto. BPS
melayani pemeriksaan kehamilan, KB, Imunisasi, Pengobatan, Persalinan dan Nifas.
Jadwal pelayanan pemeriksaan dilakukan setiap sore hari atau diluar jam kerja pada
jam 15.30 WIB sampai 21.00 WIB. Fasilitas pelayanan kesehatan BPS RIKA Amd. Keb
yaitu ruang pemeriksaan terdiri dari satu tempat tidur, meja dan kursi konsultasi,
tempat tidur bersalin 2 buah, tempat tidur nifas 2 buah.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Data Umum
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi meliputi: sosial budaya,
tenaga kesehatan, perilaku, pengetahuan, psikologis, fisik ibu.
4.2.1.1 Sosial Budaya
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan Sosial Budaya pemberian ASI Eksklusif di BPS Rika
Amd. Keb Desa Kalidilem, Randuagung Lumajang Tahun 2010
No Sosial Budaya pemberian ASI Eksklusif
frekuensi
persentase
(f)
(%)
1
Mendukung
5
12,8
2
Tidak mendukung
34
87,2
Jumlah
39
100,0
Sumber : data primer, 2010
Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh hasil sebagian besar sosial budaya (87,2%) tidak
mendukung pemberian ASI Eksklusif, dan sebagian kecil sosial budaya (12,8%)
mendukung pemberian ASI Eksklusif.
4.2.1.2 Tenaga Kesehatan
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi berdasarkan tenaga kesehatan tentang pemberian ASI Eksklusif
pada bayi usia 0-6 bulan di BPS Rika Amd. Keb Desa Kalidilem, Randuagung Lumajang
Tahun 2010
No
Tenaga Kesehatan
frekuensi
persentase
(f)
6
2
31
39
(%)
1
2
3
15,4
5,1
79,5
100,0
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh hasil sebagian besar tenaga kesehatan (79,5%) kurang
dalam memberikan motivasi ibu menyusui dalam memberikan ASI Eksklusif pada bayi
usia 0-6 bulan, dan sebagian kecil tenaga kesehatan (5,1%) cukup dalam memberikan
motivasi ibu menyusui dalam memberikan ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan.
4.2.1.3
Perilaku
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi berdasarkan perilaku pemberian ASI Eksklusif di BPS Rika Amd.
Keb Desa Kalidilem, Randuagung Lumajang Tahun 2010
No
perilaku pemberian ASI Eksklusif
persentase
(f)
(%)
1
1
8
frekuensi
Baik
2,6
20,5
30
Cukup
Kurang
76,9
39
Jumlah
100,0
Berdasarkan Tabel 4.3 diperoleh hasil perilaku ibu yang menyusui bayi usia 0-6 bulan
sebagian besar (76,9%) perilaku ibu kurang, dan sebagian kecil perilaku ibu yang
menyusui bayi usia 0-6 bulan (20,5%) perilaku ibu cukup.
4.2.1.4 Pengetahuan tentang ASI Eksklusif
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan tentang ASI Eksklusif
di BPS Rika Amd. Keb Desa Kalidilem, Randuagung Lumajang Tahun
2010
No
Pengetahuan tentang ASI Eksklusif
frekuensi
persentase
(f)
(%)
1
Baik
5
12,8
2
Cukup
9
23,1
3
Kurang
25
64,1
Jumlah
39
100,0
Sumber : data primer, 2010
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa pengetahuan tentang ASI Eksklusif Sebagian
besar responden (64,1%) pengetahuan kurang, dan sebagian kecil responden (12,8%)
pengetahuan baik.
4.2.1.5 Psikologis
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi berdasarkan psikologis pemberian ASI Eksklusif di BPS Rika Amd.
Keb Desa Kalidilem, Randuagung Lumajang Tahun 2010
No
Psikologis pemberian ASI Eksklusif
persentase
(f)
(%)
1
6
2
3
frekuensi
Baik
15,4
Cukup
33,3
20
51,3
39
100,0
13
Kurang
Jumlah
Berdasarkan Tabel 4.5 diperoleh hasil psikologis ibu tentang pemberian ASI Eksklusif
sebagian besar (51,3%) psikologis ibu kurang, dan sebagian kecil psikologis ibu tentang
pemberian ASI Eksklusif (15,4,8%) psikologis ibu baik.
4.2.1.6 Fisik
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi berdasarkan fisik pemberian ASI Eksklusif di BPS Rika Amd. Keb
Desa Kalidilem, Randuagung Lumajang Tahun 2010
No
Fisik pemberian ASI Eksklusif
frekuensi
persentase
(f)
5
18
(%)
1
Baik
12,8
Cukup
46,2
3
39
16
100,0
41,0
Jumlah
Kurang
Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh hasil fisik ibu yang menyusui bayi usia 0-6 bulan
sebagian besar (46,2%) fisik ibu cukup, dan sebagian kecil fisik ibu yang menyusui bayi
usia 0-6 bulan (12,8%) fisik ibu baik.
4.3
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.1 diketahui sosial budaya pemberian
ASI Eksklusif sebanyak (87,2%) tidak mendukung. Kebudayaan yang diartikan sebagai
manisfestasi kehidupan setiap individu dan kelompok orang yang meliputi segala
perbuatan manusia (Nurdjono, 2001: 128). Budaya dan tradisi yang berlaku seringkali
menyukarkan ibu untuk memberikan makanan yang cukup untuk bayinya, karena
dipengaruhi oleh kepercayaan atau aturan-aturan dan norma-norma sosial yang ada
dalam lingkungan, Faktor sosial budaya juga meliputi ibu bekerja, wanita karir, dan
kesibukan sosial lainnya, meniru teman, tetangga, orang terkemuka yang memberikan
susu botol, mereka merasa ketinggalan jaman jika menyusui bayinya.
Adapun pandangan sebagian masyarakat bahwa menyusui dapat merusak
payudara
sehingga
mengganggu
kecantikan
ibu
tersebut
dan
sebagian
lain
beranggapan menyusui merupakan perilaku yang kuno, bila ingin disebut ibu modern,
ibu harus menggunakan susu formula.
Pengetahuan tentang ASI Eksklusif akan membentuk suatu pandangan dan akan
merubah sosial budaya tentang ASI Eksklusif . Dengan perubahan sosial budaya
tentang ASI Eksklusif akan merubah minat, hal ini karena budaya adalah tatanan
pengetahuan, pengalaman, kepercayaan tentang ASI Eksklusif. Jika sosial budaya
tentang ASI Eksklusif tidak ada yang mendukung maka akan terbentuk perilaku ibu
berhenti menyusui bayinya secara eksklusif sampai usia 6 bulan, hal ini karena kurang
dipahaminya tentang ASI secara tepat dan benar oleh ibu, keluarga, dan
lingkungannya.
Merubah dari suatu sosial budaya tentang ASI Eksklusif dimasyarakat khususnya
ibu menyusui untuk tetap menyusui bayi secara eksklusif dengan memberikan
pendidikan non formal seperti penyuluhan tenaga kesehatan pada ibu hamil dan ibu
melahirkan
tentang
manfaat
ASI
Eksklusif,
secara
bertahap
akan
kepercayaan ibu hamil dan ibu menyusui tentang manfaat ASI Eksklusif.
merubah
ASI
Eksklusif
dipengaruhi
oleh
pengetahuan
dan
sosial
budaya.
Pengetahuan berfungsi sebagai pembentuk perilaku ibu menyusui bayinya, hal ini
karena pemberian ASI Eksklusif merupakan perilaku ibu untuk menyusui bayinya
sampai usia 6 bulan, dengan pengetahuan yang cukup juga akan mempengaruhi pola
berpikir ibu, mampu berpikir secara holistik. Kemampuan berfikir secara holistik ini
sangat berkompeten dalam menentukan ibu untuk menyusui bayinya sampai usia 6
bulan.
Faktor perilaku yang menyebabkan rendahnya pemberian ASI Eksklusif yaitu
karena meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI. Penerapan yang
salah justru datang dari petugas kesehatan sendiri yang menganjurkan penggantian
ASI dengan susu kaleng sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan tentang
manfaat pemberian ASI (Soetjiningsih, 2003: 35).
Karena perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan dan sosial budaya maka sangat
diperlukan informasi dan penyuluhan tentang pentingnya ASI Eksklusif dari petugas
kesehatan agar pengetahuan ibu menyusui bertambah, seiring dengan bertambahnya
pengetahuan maka perilaku ibu akan berubah dari yang tidak memberikan ASI
Eksklusif maka dengan adanya penambahan pengetahuan akan memberikan ASI
Eksklusif kepada bayinya.
4.3.4 Pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil pada Tabel 4.4 pengetahuan
responden tentang ASI Eksklusif sebagian besar responden (64,1%) pengetahuan
kurang. Pengetahuan didapat dari pendidikan dan pengalaman yang diperoleh,
semakin tinggi pendidikan dan semakin banyak pengalaman akan menghasilkan
kemampuan yang lebih baik dan cepat menerima informasi. Dalam hal ini meliputi
pengetahuan pelaksana pemberian ASI Eksklusif yang dimaksud pengertian ASI
Eksklusif, cara memerah ASI yang benar. Informasi didapat dari media massa, tenaga
kesehatan, dan kader PKK setempat, paritas atau jumlah anak merupakan
pengetahuan ibu dalam menyusui bayi (Siregar, 2006: 65). Kurangnya pengetahuan ibu
tentang ASI Eksklusif dapat menimbulkan salah persepsi pada saat menerima informasi
(Soetjiningsih, 2003: 53).
Ibu tidak menyusui bayinya disebabkan kurangnya pengetahuan dan kurangnya
penerangan. Di samping itu, adanya publikasi yang sangat berlebihan tentang susu
botol (formula) yang dipromosikan di kota-kota besar dan bahkan dengan majunya
arus komunikasi maka sampai ke pedesaan.
Pengetahuan tentang ASI Eksklusif merupakan aspek penting bagi ibu untuk tetap
menyusui bayinya secara eksklusif. Kemampuan menyusui bayinya secara eksklusif
modal dasar seorang ibu untuk tetap menyusui, karena dari pengetahuan tentang ASI
Eksklusif yang cukup terbentuk kesadaran dalam dirinya untuk menyusui bayinya
sampai usia 6 bulan. Kesadaran ini selanjutnya timbul suatu dorongan dari dalam
dirinya untuk berperilaku memberikan ASI secara eksklusif. Pemberian ASI Eksklusif
pada bayi sampai usia 6 bulan tanpa didasari dengan pengetahuan yang cukup, maka
perilaku ibu dalam memberikan ASI hanya sementara tidak dapat terus sampai bayi
berusia 6 bulan. Pengertian tentang keunggulan ASI dan manfaat menyusui secara
eksklusif yang baik membentuk suatu perilaku ibu tidak terpengaruh dan beralih
kepada pemberian susu botol atau susu formula.
Pemberian ASI Eksklusif diperlukan suatu pengetahuan yang akan mendasari
segala tindakan ibu dalam menyusui bayinya secara eksklusif, karena dari
pengetahuan terbentuk suatu motif ibu untuk menyusui. Motif ini merupakan
dorongan kuat yang tidak dapat dihalangi dari faktor manapun, karena motif
membentuk kepercayaan pada ibu menyusui dengan memberikan ASI secara eksklusif
memberikan manfaat baik bagi bayinya maupun untuk kesehatan ibu sendiri.
Pengetahuan tentang ASI yang baik mendukung ibu dalam pemberian ASI, hal ini
karena pemberian ASI jika didasari oleh pengetahuan, maka ibu menyusui dalam
pemberian ASI bersifat langgeng, artinya dalam pemberian ASI ibu terus menyusui
bayinya sampai 6 bulan, dan tidak beralih ke makanan lain selain ASI.
4.3.5 Psikologis
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.5 diketahui Psikologis ibu dalam
pemberian ASI Eksklusif sebanyak (51,3%) psikologis ibu kurang. psikologis ibu sangat
menentukan keberhasilan menyusui, ibu yang tidak mempunyai keyakinan mampu
memproduksi ASI umumnya produksi ASI nya berkurang.
Pemberian ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan ibu. Ibu yang selalu
dengan keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan, dan berbagai bentuk
ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya (Siregar, 2004:
10). Pada dasarnya, keberhasilan menyusui bayi ditentukan oleh dua hal, yaitu refleks
prolaktin dan let down reflex. Refleks prolaktin didasarkan pada kondisi kejiwaan ibu
yang mempengaruhi rangsangan hormonal untuk memproduksi ASI. Semakin tinggi
tingkat gangguan emosional, semakin sedikit rangsangan hormon proklatin yang
diberikan untuk memproduksi ASI. Jika ibu mengalami gangguan emosi, maka kondisi
itu bisa mengganggu proses let down reflex yang berakibat ASI tidak keluar, sehingga
bayi tidak mendapatkan ASI dalam jumlah yang cukup, dan ia pun akan terus-menerus
menangis. Tangisan bayi membuat ibu semakin gelisah dan mengganggu proses let
down reflex. Semakin tertekan perasaan ibu lantaran tangisan bayi, semakin sedikit
ASI yang dikeluarkan.
Untuk menghasilkan ASI yang banyak, seorang ibu membutuhkan ketenangan.
Perasaan tenang dapat membuat ibu lebih rileks dalam menyusui bayi. Dengan
demikian, ASI yang dihasilkan bisa lebih maksimal. Oleh karena itu, ibu harus
berupaya menenangkan diri, meskipun menghadapi masalah (Sunar, Dwi, 2009: 107).
Seorang ibu akan merasa takut kehilangan daya tarik sebagai wanita dan merasa
tekanan batin jika memberi ASI pada bayinya (Soetjiningsih, 2003). Tekanan batin atau
gangguan emosional, kecemasan, stres fisik dan psikologis akan mempengaruhi
produksi ASI, sehingga menyebabkan ASI tidak keluar dan digantikan oleh susu
formula (Suradi, 2004: 91).
Diharapkan ibu diberikan informasi dan penyuluhan agar ibu mengerti jika ibu
pikirannya dalam keadaan gelisah, takut, dan tertekan akan menyebabkan produksi
ASI nya tidak lancar, maka diharapkan ibu pada saat menyusui dalam keadaan pikiran
tenang, hati bahagia dan nyaman agar produksi ASI nya lancer.
4.3.6 Fisik
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.6 diketahui sebanyak (46,2%) fisik ibu
cukup dalam pemberian ASI Eksklusif. Faktor fisik ibu seperti ibu sakit, lelah, ibu
menggunakan pil kontrasepsi atau alat kontrasepsi lain yang mengandung hormon, ibu
menyusui hamil lagi, dan peminum alkohol. Payudara dapat mengurangi produksi ASI
(Pratiwi, 2008: 138).
Pada dasarnya, ada beberapa hal yang menjadikan ibu sulit menyusui bayinya
seperti Puting susu rata atau masuk ke dalam, ada sekitar 2% ibu memiliki puting susu
yang masuk kedalam ketika aerolanya ditekan, sedangkan 5-8% ibu mempunyai puting
susu rata yang tidak mencuat keluar saat dingin atau distimulasi. Bukanlah hal yang
menyenangkan bila sakit, padahal ia harus menyusui bayinya. Jika ibu menderita
penyakit yang cukup serius, ibu mungkin enggan menyusui atau meyakini bahwa
menyusui tidaklah aman bagi bayi, sehingga untuk menghindari hal itu ibu diajarkan
oleh petugas kesehatan untuk melakukan perawatan payudara agar produksi ASI
lancar.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia
0-6 bulan di BPS Ny. RIKA Amd. Keb Desa Kalidilem Randuagung Lumajang diperoleh hasil :
1. Sebagian besar sosial budaya (87,2%) tidak mendukung pemberian ASI Eksklusif.
2. Tenaga kesehatan (79,5%) kurang memberikan motivasi ibu menyusui dalam memberikan ASI
Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan.
3. Perilaku ibu yang menyusui bayi usia 0-6 bulan sebagian besar (76,9%) perilaku ibu kurang.
4. Sebagian besar responden (64,1%) pengetahuan kurang tentang pemberian ASI Eksklusif.
5. Psikologis ibu tentang pemberian ASI Eksklusif sebagian besar (51,3%) psikologis ibu kurang.
6. Fisik ibu yang menyusui bayi usia 0-6 bulan sebagian besar (46,2%) fisik ibu cukup.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Responden
Sebagai bahan dalam meningkatkan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan
dengan memberikan informasi kepada ibu sehingga bayi tidak sampai mengalami masalah
pertumbuhan dan perkembangan.
5.2.2 Bagi Peneliti
Sebagai wawasan tersendiri dan bertambahnya pengetahuan, kemampuan serta
keterampilan khususnya dalam meningkatkan pemberian ASI.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
penelitian selanjutmya, khususnya tentang ASI Eksklusif.