Anda di halaman 1dari 64

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu unsur

penting. Kekurangan gizi, terutama pada bayi akan menghambat

proses tumbuh kembang anak dalam upaya pencapaian derajat

kesehatan yang optimal untuk meningkatkan mutu kehidupan bangsa.

Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh

jumlah ASI (Air Susu Ibu) yang diperoleh, termasuk energi dan zat gizi

lainnya yang terkandung di dalam ASI (Naori Atika, 2014).

Pemberian ASI eksklusif yaitu memberikan ASI saja kepada

bayi tanpa tambahan makanan apapun sampai bayi berusia 6 bulan

kecuali syirop yang berisi vitamin dan mineral (WHO, 2009).

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif sangat ideal untuk bayi yang

masih tergantung pada air susu untuk mempertahankan

kehidupannya. Pemberian ASI akan berjalan dengan baik bila bayi

diberikan ASI sesering mungkin dan ibu mau menyusuinya serta

mempunyai kepercayaan diri bahwa ibu mampu melakukan hal

tersebut (Depkes RI, 2006).

ASI memiliki keunggulan yang tak tergantikan oleh

makanan dan minuman apapun. Dimana ASI mengandung zat

kekebalan yang dapat melindungi dari berbagai penyakit. Menurut

1
2

Lowo Extension Service, 1 sendok teh ASI berisi 3.000.000 sel

pembunuh kuman. Jadi, jika bayi mendapat ASI, sekalipun hanya 1

sendok teh itu sangat berharga (Dwi Prabantini, 2010).

Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan

bahwa bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum ia berumur 6 bulan,

lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas

dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif (Tutuk

Sulistiyowati, 2014). Bayi yang diberi susu formula sangat rentan

terserang penyakit seperti infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran

pernapasan, meningkatkan risiko alergi, menurunkan perkembangan

kecerdasan kognitif, meningkatkan risiko kegemukan, risiko penyakit

menahun, dan berbagai risiko penyakit lainnya (Roesli, 2008).

Selain itu, Ibu sendiri juga mengalami kerugian bila tidak

memberikan ASI. Karena menyusui sebetulnya tabungan kesehatan

ibu di masa mendatang. Menyusui mengurangi risiko osteoporosis,

diabetes mellitus dan hipertensi. Mengurangi risiko hipertensi otomatis

juga meminimalkan risiko penyakit kardiovaskuler, seperti jantung,

stroke dan kanker (Dina, 2017).

Kegagalan pemberian ASI eksklusif ini disebabkan karena

adanya beberapa faktor diantaranya adalah pasca melahirkan secara

caesarean section sehingga setelah melahirkan bayi langsung

dipisahkan dari ibu.


3

Faktor kegagalan berikutnya adalah kemudahan yang

didapat sebagai hasil kemajuan teknologi pembuatan makanan bayi,

gencarnya iklan tentang susu formula, kesibukan ibu di luar rumah,

munculnya anggapan bahwa produksi ASI yang tidak mencukupi juga

menyebabkan kegagalan pemberian ASI eksklusif serta pengetahuan

itu sendiri berkorelasi positif dengan tingkat pendidikan (Tutik Inayah,

2013).

Di dunia sendiri cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI)

secara eksklusif masih rendah. Berdasarkan data dari United Nations

Children’s Fund (UNICEF) hanya 39% bayi dibawah usia 6 bulan yang

mendapatkan ASI secara eksklusif di seluruh dunia, angka tersebut

juga tidak mengalami kenaikan pada tahun 2015, yaitu hanya 40%

keberhasilan pemberian ASI eksklusif di seluruh dunia. Cina yang

merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi penduduk yang

cukup besar di dunia hanya memiliki angka keberhasilan ASI eksklusif

sebesar 28% (UNICEF, 2012).

Data lain menyebutkan Kamboja berhasil meningkatkan

angka pemberian ASI eksklusif untuk anak di bawah usia 6 bulan

secara drastis dari 11,7% pada tahun 2000 menjadi 74% di tahun

2010. Negara lain yaitu Tunisia memberikan kabar buruk dalam kurun

waktu satu dekade terakhir, dimana persentase pemberian ASI

eksklusif mengalami penurunan sangat drastis dari 45,6% menjadi

6,2%. Sedangkan negara-negara yang menduduki posisi 3 angka


4

pemberian ASI eksklusif terendah dunia menurut data dari UNICEF

antara lain Somalia, Chad, dan Afrika Selatan. Dan cakupan ASI

Eksklusif di India mencapai 46%, di Philipina 34%, di Vietnam 27%

dan di Myanmar 24% (Detikhealth, 2012).

Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun

2016 yang mendapat cakupan pemberian ASI eksklusif untuk bayi

usia 0-6 bulan pada posisi tertinggi terdapat di Provinsi DI Yogyakarta

sebesar 55,4%, sedangkan yang terendah terdapat di Provinsi Maluku

sebesar 16,7%, dan di Provinsi Sulawesi Barat sendiri sebesar 40,2%.

Mengacu pada target renstra (Rencana Strategis) tentang cakupan

pemberian ASI Eksklusif pada tahun 2015 sebesar 39% maka,

Provinsi Sulawesi Barat sudah mencapai target tersebut namun,

secara Nasional belum tercapai yaitu sebesar 80% (Kemenkes RI,

2017).

Sementara cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi

umur 0-6 bulan menurut Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat tahun

2015 yaitu Polewali Mandar menempati persentase tertinggi sebesar

55,46%, Mamasa sebesar 51,5%, Majene dan Mamuju Utara sebesar

46,54%, Sulawesi Barat sebesar 44,78%, Mamuju Tengah sebesar

31,12% dan yang terendah di Kabupaten Mamuju sebesar 30,49%.

Dilihat dari Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016 tentang target

cakupan pemberian ASI Ekslusif secara Nasional yaitu sebesar 80%,


5

namun di Provinsi Sulawesi Barat berdasarkan Kabupaten belum

sepenuhnya mencapai terget (Profil Kesehatan Sulawesi Barat, 2016).

Untuk di wilayah kerja Puskesmas Anreapi, dari 214 ibu yang

memiliki bayi baru lahir untuk yang memberikan ASI eksklusif sebesar

44,4% (95) Ibu (Data Puskesmas Anreapi, 2016). Namun, pada tahun

2017 terjadi penurunan sebesar 34,11% (73) Ibu (Data Puskesmas

Anreapi, 2017). Sedangkan yang memberikan susu formula sebesar

55,60% (119) ibu (Data Puskesmas Anreapi, 2016) dan di tahun 2017

sebesar 65,9% (141) ibu (Data Puskesmas Anreapi, 2017). Dari data

Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2016 untuk Kabupaten

Polewali Mandar capaian pemberian ASI Ekslusif sudah lebih baik

yaitu sebesar 55,6% namun, di wilayah Kerja Puskesmas Anreapi

sendiri masih rendah khususnya 2 (dua) tahun terakhir ini dan yang

menjadi masalah utama terjadinya penurunan pada tahun 2017

sebesar 34,11%.

Menurut informasi dari bidan Harliati di Puskesmas Anreapi,

salah satu faktor ibu tidak melakukan IMD pada bayinya karena belum

pulih dari kamar operasi setelah melakukan operasi caesarean section

dan tidak memberikan ASI secara eksklusif karena ibu merasa ASI

saja tidak cukup untuk tumbuh kembang bayinya sehingga diberikan

tambahan susu formula, terutama berat badan (BB) bayi ketika lahir

yang dianggap kurang. Akibat dari tidak diberikannya ASI eksklusif

dan lebih memilih susu formula tersebut, maka sistem imun bayi
6

menurun sehingga menyebabkan penyakit seperti diare, pilek, dan

bahkan dapat menimbulkan obesitas, namun untuk akibat jangka

panjangnya anak tersebut dalam pertumbuhannya menjadi

pendek/stunting karena tidak ASI eksklusif.

Hasil observasi awal di lapangan dengan melakukan

wawancara langsung terkait penggunaan susu formula telah di

dapatkan bahwa, dari 4 (empat) ibu yang memiliki bayi/balita salah

satu diantaranya mengatakan bahwa sejak bayinya lahir sudah

diberikan susu formula karena adanya kelainan pada payudara seperti

puting susu yang ukurannya kecil sehingga tidak dapat mengeluarkan

ASI, jadi anak tersebut sampai berumur 3 tahun tetap mengonsumsi

susu formula, akibatbatnya anak terkadang mual setelah meminum

susu tersebut namun ukuran berat badannya (BB) tetap normal.

Sedangkan 3 (tiga) ibu lainnya memberikan susu formula

pada anaknya ketika sudah berumur 1 tahun dan akibat yang biasa

ditimbulkan balita tersebut rentang terserang infeksi saluran

pernapasan, badan panas dan batuk serta diare.

Untuk menunjang keberhasilan program pemberian ASI

eksklusif dengan mengingat bahwa pemberian ASI eksklusif sangat

penting dalam tumbuh kembang bayi, maka perlu sekali dilakukan

penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan terhadap

pemberian ASI eksklusif di desa Duampanua wilayah kerja

Puskesmas Anreapi tahun 2018. Penelitian ini diharapkan mampu


7

memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang berhunbungan

terhadap pemberian ASI eksklusif di Desa Duampanua wilayah kerja

Puskesmas Anreapi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan

terhadap pemberian ASI eksklusif di Desa Duampanua wilayah kerja

Puskesmas Anreapi Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2018?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan terhadap

pemberian ASI eksklusif di Desa Duampanua wilayah kerja

Puskesmas Anreapi Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu

dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa Duampanua wilayah

kerja Puskesmas Anreapi.

b. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga

dengan pemberian ASI eksklusif di Desa Duampanua wilayah

kerja Puskesmas Anreapi.


8

c. Untuk mengetahui hubungan antara minat ibu terhadap

promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif di Desa

Duampanua wilayah kerja Puskesmas Anreapi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademik

Sebagai data dasar atau data penunjang bagi penelitian

yang dijadikan bahan informasi mengenai ilmu gizi, khususnya

tentang pemberian ASI eksklusif sehingga dapat digunakan untuk

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Bagi peneliti sendiri bermanfaat untuk menambah

pengetahuan dan pengalaman langsung dalam merencanakan

penelitian dan menyusun hasil penelitian. Dan untuk puskesmas

dapat memberikan data kepada puskesmas mengenai pemberian

ASI eksklusif di Desa Duampanua wilayah kerjanya sehingga

disusun program untuk mengatasi permasalahan berkaitan dengan

pemberian ASI eksklusif.


9

E. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian digunakan untuk membedakan antara

penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif.

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian

No Nama Judul Metode Variabel Hasil


1 Ika Putri Faktor-Faktor studi Variabel terdapat hubungan
Yanuarti, Yang analitik terikat antara pengetahuan
dkk Mempengaru deskriptif Pemberian dengan pemberian
hi Pemberian dengan Asi ASI eksklusif dan
Asi Eksklusif metode Eksklusif, terdapat hubungan
Di Cross Variabel antara dukungan
Puskesmas Sectional bebas keluarga dengan
Kecamatan (Potong pengetahu pemberian ASI
Grogol Lintang) an, umur, eksklusif. Untuk
Petamburan, pekerjaan, umur, pekerjaan
Jakarta Barat tempat dan tempat
Tahun 2016. persalinan, persalinan tidak ada
dukungan hubungan dengan
keluarga pemberian ASI
eksklusif.

2 Nana Hubungan survei Variabel pemberian ASI


Yulianah, Antara deskriptif terikat Eksklusif oleh ibu-
dkk Pengetahua, dengan pemberian ibu yang berada di
Sikap Dan menggun ASI wilayah kerja
Kepercayaan akan eksklusif, Puskesmas Bonto
Ibu Dengan rancanga Variabel Cani Kabupaten
Pemberian n cross bebas Bone masih
Asi Eksklusif sectional peengetah tergolong sangat
Di Wilayah study ua, sikap, rendah (12,5%),
Kerja dan tingkat pengetahuan
Puskesmas kepercaya ibu tentang ASI
Bonto Cani an ibu. Eksklusif sebagian
Kabupaten besar berada dalam
Bone Tahun kategori kurang
2013 (64,4%), sikap ibu-
10

Lanjutan Tabel... bu terhadap ASI


Eksklusif sebagian
besar masih negatif
(71,2%),
3 Siti Faktor-Faktor Survei Variabel Ada hubungan yang
Zulaikha Yang analitik terikat lemah antara
Berhubungan dengan pemberian variabel
Dengan pendekat ASI pengetahuan,
Pemberian an case eksklusif, pendidikan
ASI Eksklusif control variabel pekerjaan, penolong
Di bebas persalinan ibu,
Kecamatan pengetahu ketertarikan promosi
Sumowono an, susu formula,
Kabupaten pendidika, dukungan suami
Semarang pekerjaan, terhadap pemberian
Tahun 2010 ketertarika ASI eksklusif di
n susu Kecamatan
formula, Sumowono
penolong Kabupaten
persalinan, Semarang
dukungan
suami

Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian di atas

adalah dalam hal subjek penelitian, tempat, waktu penelitian dan metode

dan tahun penelitian. Pada penelitian ini peneliti ingin mengkaji faktor-

faktor yang berhubungan terhadap pemberian ASI eksklusif di Desa

Duampanua wilayah kerja Puskesmas Anreapi Kabupaten Polewali

Mandar tahun 2018, dengan subjek penelitian ibu yang mempunyai bayi.
11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

Berikut ini di bawah gambar kerangka teorinya :

Tabel 2.2 Kerangka Teori

Predisposing

-Pekerjaan

-Pengetahuan

- Pendidikan
-Sosial Budaya

-Kondisi Kesehatan Ibu


Ketika Menyusui
-Kondisi Kesehatan Bayi
Saat Lahir

Pemberian ASI
Enabling
Eksklusif

-Penolong Persalinan Ibu

Reinforcing

-Ketertarikan Promosi Susu


Formula
-Dukungan Keluarga

Sumber : Lawrence W.Green (1980:117) dan dimodifikasi oleh peneliti


11
12

B. Pengertian ASI dan ASI Eksklusif

Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu unsur penting.

Kekurangan gizi, terutama pada bayi akan menghambat proses

tumbuh kembang anak dalam upaya pencapaian derajat kesehatan

yang optimal untuk meningkatkan mutu kehidupan bangsa.

Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh

jumlah ASI (Air Susu Ibu) yang diperoleh, termasuk energi dan zat gizi

lainnya yang terkandung di dalam ASI (Naori Atika, 2014).

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan

protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresikan oleh

kelenjar mammae ibu, dan berguna sebagai makanan bayi. ASI

merupakan susu yang diproduksi oleh manusia untuk konsumsi bayi

dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum dapat mencerna

makanan padat (Anik Maryunani, 2015).

Dari pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ASI

adalah suatu komponen zat-zat yang terdiri dari lemak, laktosa,

garam-garam organic dan berbagai enzim yang disekresi oleh kelenjar

payudara ibu sebagai makanan yang baik untuk bayi.

Sedangkan pemberian ASI eksklusif yaitu memberikan ASI

saja kepada bayi tanpa tambahan makanan apapun sampai bayi

berusia 6 bulan kecuali syirop yang berisi vitamin dan mineral (WHO,

2009).
13

ASI eksklusif sangat ideal untuk bayi yang masih bergantung

pada air susu karna mampu mempertahankan kehidupannya. Hal ini

akan berlangsung dengan baik apabila diberikan sesering mungkin,

serta ibu mempunyai kepercayaan diri untuk memberikannya

(Depkes RI, 2006).

C. Jenis-jenis ASI

Makanan utama bagi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI) karena

memiliki keunggulan yang tak tergantikan oleh makanan dan minuman

apapun. Di mana ASI mengandung zat kekebalan yang dapat

melindungi dari berbagai penyakit. Menurut Lowo Extension Service, 1

sendok teh ASI berisi 3.000.000 sel pembunuh kuman. Jadi, jika bayi

mendapat ASI, sekalipun hanya 1 sendok teh itu sangat berharga

(Dwi Prabantini, 2010).

Air susu ibu (ASI) menurut stadium laktasi dibagi tiga, yaitu :

1. Kolostrum

a. Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar.

b. Kolostrum merupakan cairan pertama kali disekresi oleh

kelenjar mammae yang mengandung tissue debris dan residual

material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar

mammae, sebelum dan segera sesudah melahirkan.

c. Kolostrum ini disekresi oleh kelenjar payudara pada hari

pertama sampai hari ke empat pasca melahirkan.


14

d. Kolostrum merupakan cairan dengan viskosita kental, lengket

dan berwarna kekuningan.

e. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali keluar,

berwarna kekuning-kuningan. Banyak mengandung protein,

antibody (kekebalan tubuh), immunoglobulin.

f. Kolostrum berfungsi sebagai perlindungan terhadap infeksi

pada bayi, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Apabila ibu terinfeksi maka sel darah putih dalam tubuh ibu

membuat perlindungan terhadap ibu.

2) Sebagian sel darah putih menuju payudara dan membentuk

antibody.

3) Antibody yang terbentuk, keluar melalui ASI sehingga

melindungi bayi.

g. Kolostrum mengandung tinggi protein, mineral, garam, vitamin

A, nitrogen, sel darah putih dan antibodi yang tinggi dari pada

ASI matur.

h. Kolostrum mengandung karbohidrat dan lemak yang rendah,

sehingga sesuai denga kebutuhan gizi bayi pada hari-hari

pertama kelahiran.

i. Selain itu, kolostrum masih mengandung rendah lemak dan

laktosa.
15

j. Protein utama pada kolostrum adalah imunoglobulin (Ig, IgA

dan IgM), yang digunakan sebagai zat antibody untuk

mencegah dan menetralisir bakteri, virus, jamur dan parasit.

k. Mengandung zat kekebalan terutama Iga untuk melindungi bayi

dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.

l. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari

hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran.

m. Walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi

bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan pada bayi.

n. Meskipun kolostrum yang keluar sedikit menurut ukuran kita,

tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara mendekati

kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Volume

kolostrum antara 150-300ml/24 jam.

o. Kolostrum juga merupakan pencahar ideal untuk

membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru

lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bagi

bayi, makanan yang akan datang.

p. Artinya, membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi

yang pertama berwarna hitam kehijauan.

q. Perbandingan kolostrum dengan ASI matur:

1) Kolostrum lebih kuning dibandingkan ASI matur.

2) Kolostrum lebih banyak mengandung protein dibandingkan

ASI matur, tetapi berlainan dengan ASI matur dimana protein


16

yang utama adalah casein pada kolostrum adalah globulin,

sehingga dapat memberikan daya perlindungan bagi bayi

sampai 6 bulan pertama.

3) Kolostrum lebih rendah kadar karbohidrat dan lemaknya

dibandingkan dengan ASI matur.

4) Total energii lebih rendah dibandingkan ASI matur yaitu 58

kalori/ 100 ml kolostrum.

5) Kolostrum bila dipanaskan menggumpal, sementara ASI

matur tidak.

6) Kolostrum lemaknya lebih banyak mengandung kolesterol

dan lecithin dibandingkan ASI matur.

7) pH lebih alkalis dibandingkan dengan ASI matur.

2. ASI Transisi/Peralihan

a. ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum

sampai sebelum ASI matang, yaitu sejal hari ke-4 sampai hari

ke-10.

b. Merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI matur.

Terjadi pada hari ke 4-10, berisi karbohidrat dan lemak

dimana volume ASI meningkat.

c. Kadar protein semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan

karbohidrat semakin tinggi.

d. Selama dua minggu, volume air susu bertambah banyak dan

berubah warna serta komposisinya.


17

e. Kadar immunoglobulin dan protein menurun, sedangkan

lemak dan laktosa menigkat.

3. ASI Mature

a. ASI matur disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya.

b. Tampak berwarna putih kekuning-kuningan, karena

mengandung casineat, riboflaum dan karotin.

c. Kandungan ASI matur relatif konstan, tidak menggumpal bila

dipanaskan.

d. Merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi, bahkan

ada yang mengatakan pada ibu yang sehat ASI merupakan

makanan satu-satunya yang diberikan selama 6 bulan

pertama bagi bayi.

e. Air sus yang mengalir pertama kali atau saat lima menit

pertama disebut foremilk.

1) Foremik lebih encer.

2) Foremilk mempunyai kandungan rendah lemak dan tinggi

laktosa, gula, protein, mineral dan air.

f. Selanjutnya, air susu berubah menjadi hindomilk.

1) Hindomilk kaya akan lemak dan nutrisi.

2) Hindomilk membuat bayi akan lebi cepat kenyang.

g. Dengan demikian, bayi akan membutuhkan keduanya, baik

foremilk maupun hindmilk.


18

h. Komposisi foremilk (ASI permulaan) berbeda dengan hindmilk

(ASI paling akhir).

i. ASI matur tidak menggumpal bila dipanaskan.

j. Volume 300-850 ml/24 jam.

k. Terdapat antimikrobakterial faktor, yaitu :

1) Antibody terhadap bakteri dan virus.

2) Sel (fagosile, granulosil, makrofag, limfosil tipe-T).

3) Enzim (lisozim, lactoperoxidese).

4) Protein (laktoferin, B12 Ginding Protein).

5) Faktor resisten terhadap staphylococcuc.

6) Complement (C3 dan C4) (Anik Maryunani, 2015).

D. Komposisi ASI

Nutrisi ASI mengandung beberapa unsur, diantaranya :

1. Air

Merupakan kebutuhan yang sangat vital dan tanpa air

akan terjadi dehidrasi. Kandungan air di dalam ASI sangat besar

yaitu 88% dimana kegunaannya untuk melarutkan zat-zat yang

terdapat dalam ASI dan juga bisa meredakan rangsangan haus.

2. Protein

protein memiliki fungsi untuk mengatur dan pembangun

tubuh bayi, dimana komponen dasar dari protein adalah asam

amino, berfungsi sebagai pembentuk struktur otak. Protein dalam

susu adalah whey dan casein/kasein, berikut penjelasannya :


19

1) ASI memiliki perbandingan antara whey dan casein yang

sesuai untuk bayi

2) Rasio whey dan casein merupakan salah satu keunggulan ASI

dibandingkan dengan susu sapi.

3) ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35.

4) Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap.

5) Sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan whey :

casein adalah 20:80, sehingga tidak mudah diserap.

6) Whey lebih mudah dicerna dibandingkan dengan casein (yang

merupakan protein utama susu sapi).

Beberapa jenis asam amino tertentu, yaitu sistin, taurin,

triptofan, dan fenilalanin merupakan senyawa yang berperan dalam

proses ingatan. Sistin dan taurin merupakan dua macam asam

amino yang tidak terdapat dalam susu sapi, berikut penjelasannya :

1) Sistin : diperlukan untuk pertumbuhan somatik.

2) Taurin : neotransmitter yang baik untuk perkembangan otak

anak.

a) Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak

dalam ASI yang berfungsi sebagai transmitter dan berperan

penting untuk proses maturasi otak.

b) Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi

taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata.


20

Komposis dalam ASI : Protein-0,8-1,0 gr/100 ml, dan ciri-

ciri khas “Protein dalam ASI” secara rinci dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1) Protein dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan PASI.

2) Namun demikian protein ASI sangat cocok karena unsur

protein di dalamnya hampir seluruhnya terserap oleh sistem

pencernaan bayi yaitu protein unsur whey.

3) Perbandingan protein unsur whey dan casein dalam ASI adalah

80:40, sedangkan dalam PASI 20:80. Artinya protein pada

PASI yang dapat diserap oleh sistem pencernaan bayi dan

harus membuang dua kali lebih banyak protein yang sukar

diabsorpsi.

4) Hal ini yang memungkinkan bayi akan sering menderita diare

dan defekasi dengan faces berbentuk biji cabe yang

menunjukkan adanya makanan yang sukar diserap bila bayi

diberikan PASI.

3. Laktosa (Karbohidrat)

Merupakan jenis karbohidrat utama dalam ASI yang

berperan penting sebagai sumber energi. Laktosa (gula susu)

satu-satunya karbohidrat yang terdapat dalam ASI murni. Dan juga

sebagai sumber penghasil energi, karbohidrat utama,

meningkatkan penyerapan kalsium dalam tubuh dan merangsang

tumbuhnya laktobasilus bifidus. laktobasilus bifidus berfungsi


21

menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam tubuh bayi yang

dapat menyebabkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan.

Selain itu, laktosa juga akan diolah menjadi glukosa dan galaktosa

yang berperan dalam perkembangan sistem saraf. Zat gizi ini

membantu penerapan kalsium dan magnesium dimasa

pertumbuhan bayi. Dimana komposisi dalam ASI: Laktosa – 7

gr/100 ml.

4. Lemak

Lemak merupakan zat gizi terbesar kedua di ASI, dan

menjadi sumber energi utama bayi serta berperan dalam

pengaturan suhu tubuh bayi. Berfungsi sebagai penghasil

kalori/energi utama, menurunkan risiko penyakit jantung di usia

muda. Lemak di ASI mengandung komponen asam lemak esensial

yaitu : asam linoleat dan asam alda linolenat yang akan diolah oleh

tubuh bayi menjadi AA dan DHA.

1) Arachidonic Acid (AA) dan Decosahexanoic Acid (DHA) adalah

asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty

acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang

optimal.

2) Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk

menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak.


22

3) Disamping itu, DHA dan AA dalam tubuh dapat

dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor)

yaitu masing-masing dari omega-3 (asam linolenat).

4) AA dan DHA sangat penting untuk perkembangan otak bayi.

5) AA dan DHA merupakan zat yang didapat dari perubahan

omega-3 dan omega-6 yang berfungsi untuk perkembangan

otak janin dan bayi.

Lemak : 50% tinggi pada ASI prematur, asam lemak

esensial, komposisi dalam ASI : lemak- 3,7,-4,8 gr/100 ml. Ciri

khas “lemak dalam ASI” secara rinci dapat dijelaskan sebagai

beriukut :

1) Kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah kemudian

meningkat jumlahnya.

2) Lemak dalam ASI berubah kadarnya setiap kali diisap oleh bayi

dan hal ini terjadi secara otomatis. Komposisi lemak pada lima

menit pertama isapan akan berbeda dengan 10 menit

kemudian.

3) Kadar lemak pada hari pertama berbeda dengan hari kedua dan

akan terus berubah menurut perkembangan bayi dan kebutuhan

energi yang diperlukan.

4) Jenis lemak yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai

panjang yang dibutukan oleh sel jaringan otak dan sangat

mudah dicerna karena mengandung enzim lipase.


23

5) Lemak dalam bentuk omega-3, omega-6, dan DHA yang sangat

diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel otak.

6) Susu formula tidak mengandung enzim, karena enzim akan

mudah rusak bila dipanaskan. Dengan tidak adanya enzim, bayi

akan sulit menyerap lemak PASI sehingga menyebabkan bayi

lebih mudah terserang diare.

7) Jumlah asam linoleat dalam ASI sangat tinggi dan

perbandingannya dengan PASI yaitu : 6:1.

8) Asam linoleat adalah jenis asam lemak yang tidak dapa dibuat

oleh tubuh yang berfungsi untuk memacu perkembangan sel

saraf otak bayi.

5. Garam dan Mineral

ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun

keadaannya relatif rendah, tetapi bisa mencukupi kebutuhan bayi

sampai berumur 6 bulan. Zat besi dan kalsium dalam ASI

merupakan mineral yang sangat stabil dan mudah diserap dan

jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. Dimana zat besi yang

membantu pembentukan darah untuk menghindarkan bayi dari

penyakit kurang darah atau anemia dan Ferum (Fe) rendah tapi

masih mudah diserap.

Dalam PASI kandungan mineral jumlahnya tinggi, tetapi

sebagian besar tidak dapat diserap hal ini akan memperberat kerja

usus bayi serta mengganggu keseimbangan dalam usus dan


24

meningkatkan pertumbuhan bakteri yang merugikan sehingga

mengakibatkan kontraksi usus bayi tidak normal. Bayi akan

kembung, gelisah karena obstipasi atau gangguan metabolisme.

6. Vitamin

ASI mengandung berbagai vitamin yang diperlukan bayi

dimana mengandung vitamin yang lengkap yang dapat mencukupi

kebutuhan bayi sampai 6 bulan kecuali vitamin K, karena bayi baru

lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K. Vitamin-vitamin

tersebut adalah vitamin : ADEK antara lain :

1) Vitamin A : vitamin yang sangat berguna bagi perkembangan

penglihatan bayi.

2) Vitamin D

3) Vitamin E : terutama terdapat dalam kolostrum.

4) Vitamin K : berfungsi sebagai katalisator pada proses

pembekuan darah terdapat dalam ASI dengan jumlah yang

cukup dan mudah diserap. Karena bayi baru lahir ususnya

belum mampu membentuk vitamin K maka setelah lahir,

biasanya bayi diberikan tambahan vitamin K (Anik Maryunani,

2015).

E. Manfaat ASI Eksklusif

Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan

bahwa bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum ia berumur 6 bulan,

lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas


25

dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif (Tutuk

Sulistiyowati, 2014). Ibu yang memilih untuk memberikan ASI eksklusif

merupakan langkah yang tepat. Banyak hal yang positif yang dapat

dirasakan oleh bayi dan ibu.

Bayi yang diberi susu formula sangat rentan terserang

penyakit seperti infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran

pernafasan, meningkatkan risiko alergi, meningkatkan risiko serangan

asma, menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif, meningkatkan

risiko kegemukan, risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, risiko

diabetes mellitus, resiko penyakit menahun (Roesli, 2008).

Selain itu, Ibu sendiri juga mengalami kerugian bila tidak

memberikan ASI. Karena menyusui sebetulnya tabungan kesehatan

ibu di masa mendatang. Menyusui mengurangi risiko osteoporosis,

diabetes mellitus dan hipertensi. Mengurangi risiko hipertensi otomatis

juga meminimalkan risiko penyakit kardiovaskuler, seperti jantung,

stroke dan kanker (Dina, 2017).


26

Berikut ini manfaat ASI eksklusif, diantaranya :

1. Manfaat bagi bayi

Adapun manfaat ASI eksklusif bagi bayi yaitu (Roesli, 2005) :

a) ASI sebagai nutrisi dimana ASI sebagai makanan tunggal untuk

memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia 6

bulan.

b) Meningkatkan daya tahan tubuh bayi karena mengandung

berbagai zat anti kekebalan sehingga akan lebih jarang sakit.

Juga mengurangi terjadinya mencret, sakit telinga dan infeksi

saluran pernapasan serta terjadinya serangan alergi.

c) Meningkatkan kecerdasan karena mengandung asam lemak

yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi ASI

eksklusif potensial lebih pandai.

d) Meningkatkan jalinan kasih sayang sehingga dapat menunjang

perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional,

kematangan spiritual dan hubungan sosial yang baik.

2. Manfaat untuk ibu

Adapun manfaat ASI eksklusif bagi ibu yaitu:

a) Mengurangi pendarahan pasca persalinan, apabila bayi

disusukan segera setelah dilahirkan, maka kemungkinan

terjadinya pendarahan setelah melahirkan berkurang karena

pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang


27

berguna juga untuk konstriksi/penutupan pembuluh darah

sehingga pendarahan akan lebih cepat berhenti.

b) Mengurangi terjadinya anemia akibat kekurangan zat besi

karena menyusui mengurangi pendarahan.

c) Menjarangkan kehamilan, dimana menyusui merupakan cara

kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil. Selama ibu

memberi ASI eksklusif dan belum haid, 98% tidak akan hamil

pada 6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan

hamil sampai bayi berusia 12 bulan.

d) Mengecilkan rahim karena kadar oksitosin ibu menyusui yang

meningkat membantu rahim ke ukuran sebelum hamil.

e) Lebih cepat langsing kembali karena menyusui membutuhkan

energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang

tertimbun selama hamil.

f) Mengurangi kemungkinan penderita kanker, seperti kanker

payudara berkurang 25%, sedangkan risiko kanker indung telur

berkurang 20-25%.

g) Lebih ekonomis dan murah karena dapat menghemat

pengeluaran untuk susu formula, perlengkapan menyusui dan

persiapan pembuatan susu formula.

h) Tidak merepotkan dan menghemat waktu karena dapat

diberikan segera tanpa harus menyiapkan atau memasak air.


28

i) Portabel dan praktis karena mudah dibawa kemana-mana

sehingga saat bepergian tidak perlu membawa berbagai alat

untuk menyusui.

j) Memberi ibu kepuasan, kebanggaan dan kebahagiaan yang

mendalam karena telah berhasil memberikan ASI eksklusif

(Roesli, 2005).

F. Manajemen Laktasi

1. Pengertian

Manajemen laktasi adalah segala upaya yang dilakukan

untuk menunjang keberhasilan menyusui. Ruang lingkup

manajemen laktasi dimulai dari masa kehamilan, setelah

persalinan, dan masa penyusui selanjutnya. Ruang lingkup

manajemen laktasi periode post natal pada ibu bekerja meliputi

ASI eksklusif, tekhnik menyusui, memeras ASI, memberi ASI

peras, dan menyimpan ASI peras (Siregar, 2009).

2. Fisiologi Laktasi

Menyusui merupakan cara terbaik dalam menyediakan

makanan ideal untuk perkembangan dan pertumbuhan bayi sehat.

Dengan menyusui lebih dini terjadi perangsangan puting susu,

terbentuklah prolaktin dan hipofisis. Sehingga sekresi ASI semakin

lancar (Amosu dkk, 2011). Pada ibu ada 2 macam refleks yang

menentukan keberhasilan dalam menyusui. Refleks tersebut


29

adalah reflek prolaktin dan reflek aliran (let down reflek)

(Perinasia, 2009).

3. Cara menyusui yang benar

Cara memerah susu yang benar sebagai berikut :

a. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian

dioleskan pada puting dan sekitar payudara.

b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara ibu, bayi

dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan. Kepala

bayi terletak pada lengkung siku ibu.

c. Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan satu di

depan.

d. Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap

payudara, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis

lurus.

e. Bayi diberikan rangsangan agar membuka mulut dengan cara

menyentuh pipi atau sisi mulut bayi.

f. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi

didekatkan kepayudara ibu serta areola payudara dimasukkan

kemulut bayi.

g. Posisi salah apabila bayi hanya menghisap pada puting saja,

akan mengakibatkan masukan ASI tidak kuat dan puting lecet

(Kristiyanasari, 2009).
30

4. Cara memerah ASI

Manfaat dan pemberian ASI menurut selain bayi tetap

memperoleh ASI saat ibunya bekerja juga dapat menghilangkan

bendungan ASI, menghilangkan rembesan ASI, juga menjaga

kelangsungan persediaan ASI saat ibu sakit atau bayi sakit.

Menurut Bobak (2005) cara memerah ASI dengan

tangan adalah sebagai berikut :

a. Cuci tangan sampai bersih, pegang cangkir bersih untuk

menampung ASI.

b. Condongkan badan ke depan dan sanggah payudara dengan

tangan.

c. Mulai dari letakkan jari di atas areola dan jari-jari lain di

bawahnya.

d. Peras ASI dengan menekan payudara sambil ibu jari dan jari

lain mengurut ke arah depan.

e. Ulangi gerakan tekan, pijat dan lepas beberapa kali dengan

gerakan berirama sampai ASI mulai mengalir keluar.

f. Jangan menarik atau memijat puting susu, karena tidak akan

mengeluarkan ASI dan akan menyebabkan sakit (Roesli, 2005).

5. Menyimpan ASI

ASI yang dikeluarkan dapat disimpan untuk beberapa saat.

Perbedaan lamanya disimpan dikaitkan dengan tempat

penyimpanan yaitu sebagai berikut :


31

a. Di udara bebas/terbuka yaitu 6-4 jam.

b. Di lemari es/240 C yaitu 24 jam.

c. Di lemari pendingin/beku (-180 C) yaitu 6 bulan (Perinasi, 2009).

6. Cara mencairkan ASI dan menghangatkan ASI

a. ASI beku atau yang dimasukkan di dalam lemari pendingin

rapat dihangatkan dipanci yang berisi air suam-suam kuku.

b. Jangan pernah menggunakan microwafe untuk mencairkan

atau menghangatkan ASI.

c. ASI yang dicairkan harus digunakan dalam 24 jam pencairan.

d. ASI yang dicairkan tidak boleh dibekukan atau disimpan lagi

(Codwell and Cindy, 2011).

G. Faktor-Faktor Perilaku

Menurut Green dan Kreuter dalam Lawrance W. Green

(1980), faktor yang menyebabkan perilaku dibedakan dalam 3 jenis

yaitu :

1. Predisposing factor (faktor predisposisi) yaitu, faktor yang

permudah atau mepredisposisi terjadinya prilaku seseorang antara

lain

a. Pengetahuan

b. Sikap

c. Keyakianan

d. Kepercayaan

e. nilai-nilai
32

f. tradisi dsbg.

Contoh Seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu untuk

dilakukan penimbangan agar mengetahui pertumbuhannya. Tanpa

adanya pengetahuan, ibu tersebut tidak akan membawa ananknya

keposyandu.

2. Enabling factor (faktor pemungkin) yaitu, faktor yang

memungkinkan atau yang mengfasilitasi perilaku atau tindakan,

antara lain;

a. Prasarana dan saran

b. Ketersediaan SDM

Contoh konkrtitnya ketersediaan puskesmas, ketersediaan tong

sampah, adannya tempat olahraga dan sebagainya.

3. Reinforcing factor (faktor Penguat) yaitu, faktor yang mendorong

atau memperkuat terjadinya perilaku, antara lain :

a. Sikap petugas kesehatan

b. Sikap tokoh masyarakat

c. Dukungan suami

d. Dukungan keluarga

e. Tokoh adat dsbg.


33

1. Predisposing

a. Pekerjaan Ibu

Pekerjaan sehari-hari kadang-kadang sangat

menyibukkan ibu dan anak menjadi rewel. Waktu kerja yang

dimaksud adalah 7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6

hari kerja dalam seminggu, 8 jam sehari atau 40 jam

seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu (AM Sugeng

Budiono, dkk, 2003). Bekerja bukan alasan untuk berhenti

memberikan ASI secara eksklusif, ASI eksklusif harus dijalani

selama 6 bulan tanpa intervensi makanan dan minuman lain

meskipun cuti hamil hanya 3 ibu bekerja dapat tetap

memberikan ASI secara eksklusif dengan pengetahuan yang

benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI dengan

dukungan lingkungan kerja (Utami Roesli, 2000). Ibu bekerja

harus mendapat dukungan untuk menyusui eksklusif dalam 6

bulan pertama dan melanjutkan menyusui setelah pemberian

makanan pendamping ASI (Depkes RI, 2002).

Berbagai kendala yang dihadapi dalam peningkatan

pemberian ASI eksklusif salah satunya adalah ibu kembali

bekerja setelah cuti bersalin yang menyebabkan penggunaan

susu botol atau susu formula secara dini sehingga menggeser

atau menggantikan ASI. Hal ini diperberat lagi dengan adanya


34

kecenderungan meningkatnya peran ganda wanita dari tahun

ke tahun (Depkes, 2002).

b. Pengetahuan Ibu

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui

berkenaan dengan suatu hal (Depdiknas, 2001). Pengetahuan

juga dapat diartikan sebagai hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek

tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 1997).

Pengetahuan tentang ASI mempunyai peranan

dalam perilaku pemberian ASI secara eksklusif. Rendahnya

praktek pemberian ASI eksklusif di Indonesia disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan tentang ASI (Widodo, 2003).

Dengan adanya pengetahuan mengenai ASI

eksklusif, ibu mempunyai sikap positif dalam memberikan ASI

secara eksklusif pada bayinya. Dalam penelitian menyatakan

bahwa, adanya bubungan yang bermakna antara pengetahuan

ibu dengan pemberian ASI, dimana ibu yang berpengetahuan

baik berpeluang untuk mendapatkan ASI 3,38 kali dibanding ibu

yang berpengetahuan kurang (Mardiana, 2000).

Kolostrum terdapat pada ASI dengan jumlah tidak

banyak tetapi banyak mengandung zat-zat yang bergizi dan

sangat baik untuk dikonsumsi bayi. Tetapi karena faktor


35

ketidaktahuan atau kepercayaan yang salah, banyak ibu yang

baru melahirkan tidak memberikan kolostrum pada bayinya.

Mereka berpendapat dan percaya bahwa kolostrum akan

berpengaruh buruk terhadap kesehatan anak (FG Winarno,

1992).

Seorang ibu yang hanya tamat SD belum tentu tidak

mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi

dibandingkan dengan orang yang lebih tinggi pendidikannya.

Sekalipun berpendidikan rendah kalau seorang ibu rajin

mendengarkan TV, radio serta dalam penyuluhan ikut serta

tidak mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik. Hanya saja

perlu dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan turut

menentukan mudah tidaknya menyerap dan memahami

pengetahuan gizi yang ibu peroleh (Suharyono, Rulina Suradi,

1992).

Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif masih

bervariasi. Sebagian besar menyatakan mereka tahu tentang

ASI eksklusif, namun ada beberapa ibu yang memang belum

paham betul apa yang dimaksud dengan ASI eksklusif. Ada

yang menyatakan bahwa ASI eksklusif diberikan selama enam

bulan tanpa diberikan makanan tambahan lain. Namun, ada

juga ibu yang menyatakan bahwa ASI eksklusif adalah ASI


36

diberikan kepada bayi dan tidak masalah kalau diberikan

makanan padat lainnya .

Dari hasil penelitian terbukti bahwa masih banyak ibu

yang belum memahami betul tentang ASI eksklusif dan

manfaatnya. Ada juga ibu yang paham tentang ASI eksklusif

namun dalam praktiknya mereka tidak memberikan kepada

bayinya.

Banyak alasan klasik yang membuat mereka tidak

memberikan ASI eksklusif, antara lain bayi sudah tidak mau

lagi, ASI ibu kurang sehingga bayi nangis terus karena lapar,

dan ada juga yang menyatakan sejak lahir bayi sudah

diperkenalkan dengan susu formula sehingga bayi cenderung

memilih susu formula dibanding ASI.

Untuk itu, pemberian informasi yang detail dan jelas

kepada setiap ibu hamil maupun yang sedang menyusui sangat

penting dilakukan, baik oleh petugas kesehatan maupun

keluarga. Pesan yang disampaikan kepada ibu dan keluarga

sebaiknya pesan yang mudah dipahami dan dicerna oleh orang

awam.

Selain itu, untuk petugas yang tidak punya komitmen

untuk mendukung program pemberian ASI eksklusif kepada

bayi 0–6 bulan, antara lain memperkenalkan susu formula


37

kepada bayi sejak lahir, perlu diberikan sanksi dan tindakan

yang tegas (Ingan UT dkk 2012).

c. Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan

kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah,

terutama dalam pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan ini

diperoleh baik secara formal maupun informal. Sedangkan ibu-

ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi,

umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal baru guna

pemeliharaan kesehatannyan (Depkes, 2004). Pendidikan juga

akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu, mencari

pengalaman sehingga informasi yang diterima akan menjadi

pengetahuan (Azrul, 2005).

d. Sosial Budaya

Pemberian ASI tidak lepas dari tatanan budaya. Ada

pandangan sebagian masyarakat bahwa menyusui dapat

merusak payudara seingga mengganggu kecantikan ibu

tersebut dan sebagian lain beranggapan bahwa menyusui

merupakan perilaku kuno. Bila ingin disebut modern, ibu

menggunakan susu formula (Murwanti ID, 2005).

Perubahan sosial budaya yang sering terjadi di

masyarakat akan membawa pengaruh terhadap perubahan tata

nilai masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan yang sudah ada di


38

masyarakat dapat bergeser ke arah positif maupun negatif.

Kebiasaan-kebiasaan positif mungkin dapat memperbaiki tradisi

dalam pemberian ASI diantaranya:

1. Kebiasaan minum jamu merupakan keyakinan ingin sehat.

2. Kepercayaan minum “wejah” sejenis minuman atau jamu

dari daun-daunan tertentu seperti di Jawa dari daun dadap,

dengan keyakinan bahwa ASI akan lebih banyak keluar.

3. Kepercayaan bahwa ibu kembali dari bepergian harus

segera mencuci payudara dan ASI tidak boleh dibuang

sembarangan karena dalam ASI terkandung “unsur

manusia”.

4. Kebiasaan untuk memisahkan bayi dan ibunya, mendekatkan

hubungan batin antara ibu dan bayi ( Depkes RI, 2005).

e. Kondisi Kesehatan Ibu Ketika Menyusui

Pada keadaan tertentu, bayi tidak mendapat ASI

sama sekali, misalnya dokter melarang ibu untuk menyusui

karena sedang menderita penyakit yang dapat membahayakan

ibu atau bayinya, seperti ibu menderita sakit jantung berat,

infeksi virus berat, dirawat di RS/meninggal (Pudjadi, 2001).

Menurut Soetjiningsih (1997), kelainan payudara ibu seperti

puting susu nyeri, bengkak, saluran susu tersumbat, radang

payudara dan kelainan anatomis pada puting susu juga dapat

mempengaruhi pemberian ASI secara eksklusif.


39

f. Kondisi Kesehatan Bayi Saat Lahir

Kondisi kesehatan bayi terkadang tidak

memungkinkan seorang ibu menyusui, misalnya bayi sakit, lahir

prematur dan berbagai penyakit macam cacat bibir. Bibir

sumbing adalah suatu kondisi dimana bayi dilahirkan dengan

satu atau lebih “robekan” di bibir atas. Langit-langit yang

sumbing biasanya bibirnya juga sumbing. Sulit untuk menyusui

bayi dengan bibir atau langit-langit yang sumbing karena tidak

mampu melakukan pelekatan yang benar (Savitri Ramaiah,

2006).

2. Enabling

a. Penolong persalinan Ibu

Kebijakan yang perlu diperhatikan untuk pelestarian

ASI salah satunya adalah mempengaruhi petugas proffesional

yaitu para ahli kandungan, dokter umum dan para petugas

kesehatan lainnya untuk mengupayakan pentingnya menyusui

dan cara-cara menyusui. Para petugas kesehatan harus

dididik untuk memberikan nasehat kepada para ibu sebelum

dan sesudah melahirkan termasuk dukun bayi/dukun bersalin,

sebab dukun bayi memegang peranan penting dalam

kebidanan.

Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menyusui

mempunyai 2 kebutuhan penting, yakni informasi terperinci


40

tentang berbagai aspek daripada menyusui dan dukungan

emosional, terutama pada hari-hari pertama laktasi, yang

dapat diberikan oleh orang yang dipercayainya. ibu akan lebih

berminat untuk menyusui bayinya, jika kedua hal tersebut di

atas dapat diberikan pada setiap pertemuan antara si ibu

dengan petugas kesehatan (Soeharyono, 1979).

3. Reinforcing

a. Dukungan Keluarga

Dukungan dari keluarga merupakan segala bentuk

perilaku dan sikap Positif yang diberikan keluarga kepada ibu

yang sedang memberikan ASI. Adanya dukungan dari

keluarga dapat membantu menghadapi masalah agar semua

kebutuhan ibu dalam memberikan ASI dapat terpenuhi dan ibu

dapat terhindar dari depresi yang dapat mengurangi

pengeluaran ASI (Kusumaningrum, 2016) .

Kebanyakan ibu hamil dan ibu menyusui yang telah

mendapat penyuluhan tentang ASI tidak mempraktekkan

pengetahuan yang didapatnya karena mereka bukan

mengambil keputusan yang utama dalam keluarga untuk

memberikan ASI eksklusif. Strategi untuk memotivasi praktek

pemberian ASI eksklusif adalah dengan meningkatkan

keterlibatan suami dan anggota keluarga lainnya (Widodo,

2003).
41

Dari semua dukungan bagi bayi ibu menyusui

dukungan suami adalah dukungan yang berarti bagi ibu.

Suami dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian

ASI eksklusif. Suami cukup memberikan dukungan secara

emosional dan bantuan-bantuan praktis seperti mengganti

popok dan lain-lain (Roesli, 2009).

Dukungan keluarga untuk melakukan ASI eksklusif

umumnya adalah suami dan orang tua. Suami dan orang tua

adalah orang terdekat yang dapat mempengaruhi seorang ibu

untuk tetap menyusui secara eksklusif atau malah

memberikan makanan/minuman tambahan kepada bayi.

Bentuk dukungan suami berupa nasihat untuk

memberikan hanya ASI eksklusif saja kepada bayinya,

membantu ibu bila lelah, dan membantu melakukan pekerjaan

rumah. Sedangkan dukungan orang tua lebih terlihat untuk

mempengaruhi ibu memberikan makanan atau minuman

tambahan sebelum bayi mereka berusia 6 bulan (Fika dkk,

2009).

Ibu terkadang tidak mendapatkan dukungan

keluarga untuk menyusui karena keluarga kebanyakan

menyarankan untuk memberi makanan tambahan. Meskipun

petugas kesehatan telah menjelaskan pentingnya pemberian

ASI eksklusif, namun keluarga (orang tua dan mertua) tetap


42

tidak menerapkannya, dengan alasan bayi yang diberi ASI

saja tidak membuat bayi kenyang yang akan menyebabkan

bayi jadi rewel karena kelaparan (Hartini dkk, 2016).

Bentuk dukungan keluarga yang kurang baik dalam

pemberian ASI eksklusif ialah suami bersedia untuk

membuatkan susu untuk bayinya dan bersedia juga untuk

memberikan susu. Kemudian ada pula nenek yang bersedia

membuatkan susu bagi sang bayi. Kurangnya dukungan dari

orang terdekat partisipan terutama suami akan menyebabkan

kegagalan pemberian ASI eksklusif bukan dengan susu

formula walaupun dengan harga semahal apapun (Huliana,

2010).

Dukungan keluarga dapat diberikan dalam beberapa

bentuk, yaitu dukungan informasional, dukungan

penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan

emosional. Ibu menyusui membutuhkan dukungan dan

pertolongan, baik ketika memulai maupun melanjutkan

menyusui (Friedman 2010). Sebagai langkah awal mereka

membutuhkan dukungan bantuan pemberian ASI hingga 2

tahun, perawatan dan kesehatan maupun dukungan dari

keluarga dan lingkungannya (Proverawati, 2010).

Keluarga terutama suami merupakan bagian penting

dalam keberhasilan atau kegagalan menyusui, karena suami


43

menentukan kelancaran pengetahuan ASI (let down reflex)

yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi dan perasaan

ibu (Roesli, 2007).

b. Minat Ibu terhadap Promosi Susu Formula

Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi

apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara

situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau

kebutuhan-kebutuhannya sendiri.

Dimana minat itu sendri yakni rasa lebih suka dan

rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada

yang menyuruh. Sehingga minat itu merupakan suatu

dorongan yang timbul karena adanya perasaan senang

terhadap sesuatu. Minat pada dasarnya adalah penerimaan

akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu

diluar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut,

semakin besar minatnya. 

Susu formula adalah susu yang dibuat dari susu sapi

atau susu buatan yang diubah komposisinya menyerupai Air

Susu Ibu (ASI), namun tidak bisa sama persis dengan ASI

karena komposisi susu formula yang berasal dari susu sapi,

yang hanya cocok untuk anak sapi (Pudjiadi, 2002).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu

memberikan makanan tambahan seperti susu formula pada


44

bayi usia 0-6 bulan antara lain: faktor kesehatan ibu,

pengetahuan, pekerjaan, petugas kesehatan, budaya, gaya

hidup, dan faktor ekonomi (Suhardjo, 1999).

Ibu sering merasa kurang percaya apakah air

susunya cukup atau tidak, karena sulit baginya untuk melihat

atau mengukur berapa banyak yang telah dikonsumsi.

Keragu-raguan tersebut akhirnya mendorong ibu memberikan

makanan tambahan kepada bayinya dengan makanan bayi

atau Pendamping Air Susu Ibu (PASI). Kecenderungan itu

meningkat karena para ibu kurang mampu menolak godaan

yang disampaikan dalam pesan iklan mengenai makanan bayi

yang meyakinkan (F.G Winarno, 1990).

Promosi atau iklan produk susu formula berpengaruh

terhadap sikap ibu, yaitu ibu lebih berminat terhadap promosi

susu formula sehingga mendorong ibu untuk memberikan

susu formula kepada bayinya. Gencarnya promosi susu

formula, baik melalui petugas kesehatan, maupun melalui

media massa, bahkan dewasa ini secara langsung kepada

ibu-ibu.

Secara besar-besaran distribusi, iklan dan promosi

susu buatan berlangsung terus dan bahkan meningkat tidak

hanya di televisi, radio, dan surat kabar melainkan juga di

tempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan


45

masyarakat di Indonesia. Usaha yang efektif untuk

mengembangkan pemberian ASI harus mengontrol praktek-

praktek promosi susu itu agar tidak menyesatkan masyarakat

(Soeharyono, 1979).

Minat terhadap iklan susu formula pun ada juga

sebagian besar tidak tertarik, dikarenakan sebagian besar ibu

mempunyai pendidikan menengah. Pendidikan dapat

mempengaruhi perubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok dalam usaha mendewasakan seseorang.

Iklan dapat mempengaruhi pola dan perilaku antar

pribadi dan kelompok. Pengaruh itu bisa positif atau negatif.

Iklan susu formula yang bagus dapat dengan mudah beredar

dikalangan jaringan komunikasi para ibu yang sedang

menyusui. Ibu tertarik dengan iklan susu formula karena

belum mengetahui tentang manfaat ASI eksklusif (Sumartono,

2002).

Terungkap data bahwa bayi yang diberi susu formula

memiliki kemungkinan meninggal dunia pada bulan pertama

kelahirannya. Peluang itu 25 kali lebih tinggi dari pada bayi

yang disusui oleh ibunya secara eksklusif. Banyaknya kasus

kurang gizi pada anak-anak berusia di bawah 2 tahun yang

sempat melanda beberapa wilayah Indonesia dapat

diminimalisasi melalui pemberian ASI eksklusif, oleh karena


46

itu sewajarnya ASI eksklusif dijadikan prioritas program di

negara berkembang ini.

Permasalahan yang utama adalah faktor sosial

budaya, kurangnya kesadaran akan pentingnya ASI, dan

semakin gencarnya iklan susu formula dengan adanya

penyebaran brosur-brosur tentang iklan susu formula.

Dibandingkan dengan susu formula termahal atau yang

diklaim terbaik sekalipun, kualitas ASI takkan pernah

tertanding (Nurhayati, 2008).

Gencarnya promosi susu formula mempengaruhi ibu

untuk memberikan susu formula serta adanya anggapan

bahwa bayi yang diberikan susu formula lebih pintar dan

pertumbuhannya lebih cepat (Baskoro, 2008).

Dapat disimpulkan bahwa kecenderungan ibu

memberikan susu formula adalah karena dipengaruhi oleh

persepsi yang positif tentang susu formula, pengetahuan yang

kurang tentang kerugian susu formula, gencarnya susu

formula dimasyarakat dapat mempengaruhi ibu dalam

pemberian susu formula. Hal ini yang menyebabkan masih

ditemukannya ibu yang mempunyai persepsi yang negative

tetap memberikan susu formula.


47

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep dan Hipotesis

1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini

adalah berdasarkan tujuan penelitian yaitu diketahuinya faktor-

faktor yang berhubungan terhadap pemberian ASI eksklusif di Desa

Duampanua wilayah kerja Puskesmas Anreapi Kabupaten

Polewali Mandar. Variabel yang akan diteliti diperkirakan akan

mempengaruhi perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif.

Faktor-faktor yang berhubungan terhadap pemberian

ASI eksklusif kepada bayi dapat dilihat dalam kerangka konsep :

3.1. Tabel Kerangka Konsep

Pengetahuan

Dukungan Keluarga Pemberian ASI Eksklusif

Minat Ibu terhadap


Promosi Susu Formula

Keterangan : Variabel dependen :

Variabel independen :

47
48

2. Hipotesis

a. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pemberian ASI

eksklusif di Desa Duampanua wilayah kerja puskesmas

Anreapi tahun 2018.

b. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian

ASI eksklusif di Desa Duampanua wilayah kerja puskesmas

Anreapi tahun 2018.

c. Ada hubungan antara minat ibu terhadap promosi susu

formula dengan pemberian ASI eksklusif di Desa

Duampanua wilayah kerja puskesmas Anreapi tahun 2018.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Duampanua wilayah kerja

Puskesmas Anreapi Kabupaten Polewali Mandar tahun 2018.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan

wawancara langsung melalui penyebaran kuesioner yang telah

dirancang oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan penelitian untuk

mengetahui tingkat pengetahuan, dukungan keluarga dan minat ibu

terhadap promosi susu formula. Kuesioner berisi pertanyaan tentang

faktor-faktor yang berhubungan terhadap pemberian ASI eksklusif.


49

Dimana responden diminta memberikan jawaban pada salah satu

jawaban yang sesuai dengan keadaan responden.

D. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini secara kuantitatif dengan rancangan

penelitian cross sectional. Jenis penelitian kuantitatif adalah penelitian

dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif

yang diangkakan (Sugiyono, 2003). Sedangkan rancangan penelitian

cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara

pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu

saat (Notoatmodjo, 2012).

E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah seluruh objek atau subjek dengan

karakteristik tertentu yang akan diteliti, bukan hanya objek atau

subjek yang dipelajari saja, tetapi seluruh katrakteristik atau sifat

yang dimiliki subjek atau objek tersebut (Hidayat, 2007).

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu menyusui dan

dan memiliki balitadi Desa Duampanua sebanyak 230 balita.

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau


50

sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi

(Hidayat, 2007).

Pengambilan sampel ini menggunakan random

sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan sesuai kriteria

tertentu (Notoatmodjo, 2010).

Cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

simple random sampling (sampel acak sederhana) adalah setiap

anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama

untuk diseleksi sebagai sampel, yang dimana cara mengambil

sampel yaitu secara acak pada 5 dusun yang ada di Desa

Duampanua wilayah kerja Puskesmas Anreapi yaitu Beluak,

Batupapan, Tibakan, Basseang, dan Salupana serta serta sebagai

respondennya adalah ibu yang mempunyai balita.

 Kriteria inklusi :

1. Ibu yang memiliki balita.

2. Bersedia menjadi responden.

 Kriteria eksklusi :

1. Ibu tidak meninggalkan lokasi penelitian selama penelitian

sedang berlangsung.

2. Meninggal dunia atau dalam keadaan sakit.


51

Untuk menentukan besarnya jumlah sampel minimal dari

jumlah populasi yaitu dengan rumus (Slovin) yang dikutip oleh

Notoatmodjo :

N
n=
1+ N ¿ ¿

Keterangan :

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan 0,1 (10%)

Diketahui :

n = Jumlah Sampel

N = 230 balita

d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan 0,1 (10%)

230
n=
1+230 ¿ ¿
230
n=
1+230 ¿ ¿

230
n=
1+2,3

230
n=
3,3

n=69,7=70 sampel

F. Variabel Penelitian, Defenisi Operasional dan skala pengukuran


52

1. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat

pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, minat ibu terhadap promosi

susu formula, dan dukungan keluarga. Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif.


53

Jenis/nama Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur


2. Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran
variabel Defenisi Operasional

TabelTindakan
3.2. Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran
pemberian  0 = Tidak ASI
1. Pemberian ASI pada bayi hingga  Wawancar eksklusif  Ordinal
ASI eksklusif berusia 6 bulan tanpa a  Kuesioner 1 = ASI eksklusif
tambahan makanan
atau minuman lain
(Prasetyono, 2009).

Informasi atau 0 = Kurang


maklumat yang (persentase
diketahui atau jawaban
disadari oleh ibu  Wawancar benar ≤
dalam hal ini terkait a   Kuesioner 70%)   Ordinal
dengan ASI eksklusif
2. Pengetahuan yang meliputi : 1 = Baik
ibu tentang pengertian ASI (persentase
ASI eksklusif eksklusif sampai usia jawaban benar
berapa ASI eksklusif ≥ 70%)
diberikan, manfaat
ASI eksklusif bagi
bayi dan ibu.

Kecenderungan
dalam diri responden 0 = Tidak
untuk tertarik berminat jika
3. Minat ibu terhadap total skor
terhadap pemberitahuan susu jawababan ≤ 2
promosi sapi yang dibuat
susu formula komposisinya   1 = berminat jika
setelah mendekati ASI melalui Wawancara  Kuesioner total skor  Nominal
melahirkan media sosial dan jawaban ≥ 3
tempat perbelanjaan
serta tenaga
kesehatan, berupa
pemahaman ibu
terhadap susu formula
(Soeharyono, 1979
dan Depkes RI, 2001)

Persepsi responden
terhadap ada tidaknya 0 = kurang
4. Dukungan pengaruh positif yang mendukung, jika
Keluarga diberikan oleh suami,  Wawancar jawaban < 75%
orang tua dan mertua a  Kuesioner total skor  Ordinal
berupa anjuran dan
bantuan dalam 1 = mendukung,
memberikan ASI jika jawaban ≥
eksklusif. 75% total

G. Sumber Data Penelitian


54

1. Data Primer

Diperoleh melalui wawancara langsung kepada

responden dengan menggunakan panduan kuesioner.

2. Data Sekunder

Merupakan data yang didapatkan dari kunjungan ibu

menyusui di Puskesmas Anreapi.

H. Alat Penelitian/Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menggunakan kuesioner, dimana

kuesioner dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan yang

digunakan untuk mendapatkan data tentang faktor yang berhubungan

dengan pemberian ASI efektif yaitu tingkat pengetahuan ibu tentang

ASI eksklusif, dukungan keluarga, dan minat ibu terhadap promosi

susu formula. Kuesioner ini terdiri dari pertanyaan positif dan negatif.

Dalam kuesioner ini disediakan dua jawaban yaitu B (Benar) skor 1

dan S (Salah) skor 0 untuk setiap pertanyaan untuk pertanyaan positif.

Sedangkan B (Benar) skor 0 dan salah (Salah) skor 1 untuk

pertanyaan negatif. Kuesioner ini merupakan hasil penelitian

sebelumnya oleh Ana Mahillatul Jannah pada tahun 2016 dan Siti

Zulaikhah pada tahun 2010.

I. Pengumpulan Data
55

Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh

melalui wawancara langsung dengan seluruh responden yang

ditetapkan. Pengumpulan data ini dilakukan oleh peneliti dibantu oleh

bidan Puskesmas Anreapi. Peneliti melakukan pengumpulan data

dengan membagikan kuesioner dan wawancara pada ibu yang

menyusui dan memiliki balita di Desa Duampanua wilayah kerja

Puskesmas Anreapi.

Langkah-langkah dalam pengumpulan data yang digunakan

yaitu :

1. Menentukan subjek penelitian yaitu ibu menyusui yang memiliki

balita di Desa Duampanua wilayah kerja Puskesmas Anreapi yang

sesuai dengan kriteria.

2. Memberikan penjelasan tentang penelitian dan melakukan

persetujuan dengan memberikan inform consent yaitu surat

pernyataan bersedia menjadi responden.

3. Melakukan wawancara dengan responden untuk pengisian

kuesioner.

4. Memberikan bimbingan dan memberikan penjelasan bila ada

kalimat pertanyaan yang dianggap tidak jelas oleh responden.

J. Pengelolaan dan Analisis Data


56

1. Pengelolaan Data

a. Editing adalah kegiatan memeriksa kelengkapan kuesioner,

kejelasan jawaban, dan konsistensi antar jawaban.

b. Koding, adalah kegiatan mengklasifikasikan jawaban menurut

kategori masing-masing.

c. Skoring, setelah dilakukan pengkodean kemudian dilakukan

pemberian nilai sesuai dengan skor yang telah ditentukan.

d. Entri, data yang telah dimasukkan dalam komputer dengan

program SPSS.

e. Tabulasi, kegiatan memasukkan data ke dalam kelompok data

sesuai variabel yang akan diteliti.

f. Penyajian data, dalam bentuk distribusi frekuensi dan deskriptif.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan

terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Dalam analisis

univariat hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari

tiap variabel (Notoatmodjo, 2002). Variabel tersebut adalah

pemberian ASI eksklusif, karakteristik responden

(pengetahuan, dukungan keluarga dan minat ibu terhadap

promosi susu formula).

a. Analisis Bivariat
57

Analisis Bivariat adalah analisis yang dilakukan

terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau

berkolerasi (Notoatmodjo, 2002). Variabel ini menggunakan uji

kai kuadrat (chi Square) dengan menggunakan tingkat

kemaknaan alpha 10%. Artinya, bila p-value < alpha 10%,

maka disimpulkan hipotesis ditolak atau ada hubungan yang

bermakna secara statistik antara variabel independen dan

dependen.

K. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Duampanua wilayah kerja

Puskesmas Anreapi Kabupaten Polewali Mandar pada bulan

September-Februari tahun 2017-2018.

DAFTAR PUSTAKA
58

A.M. Sugeng Budiono dkk. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan
Kerja. Semarang : Badan Penerbit UNDIP.

Amosu, A.M. et al. 2011. A study of the nutritional Status of Under-5-


Children of Low-Income Earners in a South-Western Nigerian
Community. (Online), (http://maxwellsci.com/print/crjbs/v3 -578-
585.pdf, Diakses 17 Mei 2013).

Anik, M. 2015. Inisiasi Menyusui Dini, ASI Eksklusif, dan Manajemen


Laktasi. Jakarta : CV. Trans Info Media.

Azrul, A. 2005. Manajemen Laktasi. Jakarta

Bobak, L. J. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta :


EGC.

Baskoro, A. 2008. ASI Panduan Praktis Ibu Menyusui. Jogjakarta : Banyu


Media.
Cadwel, K. Cindy Turner. 2011. Manajemen Laktasi. Alih Bahasa : Estu
Tiar. Jakarta: EGC.

Depkes RI. (2006). Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping


Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun 2006. (Online), Oktober 2013
dari (http://gizi.depkes.go.id/asi/Pedoman%20MPASI%20Lokal.pdf,
Diakses 6 Oktober 2013).

Detik Health. 2012. Hanya 33,6 % Bayi di Indonesia yang Mendapat ASI
Eksklusif, (Online),
(http://health.detik.com/read/2012/09/19/132344/2025874/764/hany
a-336-bayi-diindonesiayang-dapatasi-eksklusif, Diakses 23 Februari
2014).

Depkes RI. 2002. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu


Sampai Tahun 2005, Depkes RI, Jakarta.
59

(Depdiknas) Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar


Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Depkes RI. 2004. Kemenkes RI No. 450/MENKES/IV/2004 Tentang
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara Eksklusif pada Bayi
Indonesia. Jakarta.

Dina, Manafe. 2017. Ini Risiko yang Dialami Bayi Akibat Kurang ASI,
(Online), (file:///D:/DRAFT%20PROPOSAL/REFERENSI
%20PROPOSALKU/BAB%201/Ini%20Risiko%20yang%20Dialami
%20Bayi%20Akibat%20Kurang%20ASI.html, Diakses Senin, 20
Maret 2017).

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat. 2016. Profil Kesehatan


Sulawesi Barat 2015. Mamuju.

Dwi, Prabantini. 2010. Makanan Pendamping ASI. Yogyakarta : Andi


Offset.

Fika. 2009. Hubungan Pemberian Makanan Tambahan Usia Dini dengan


Gangguan Sistem Pencernaan Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas
Karanganom Klaten . Skripsi Fakultas Keperawatan Universitas
Muhamadiyah Surakarta. (Online),
(http://etd.eprints.ums.ac.id/6396/, Diakses 5 Maret 2012).

Friedman, et.all. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori dan
Praktik. Jakarta : EGC.

Hartini, dkk. 2016. Hubungan Pengetahuan Ibu dan Dukungan Keluarga


Dengan Pemberian Asi Eksklusif di Posyandu Wilayah Kerja
Puskesmas Long Iram Kecamatan Long Iram Kabupaten Kutai
Barat. (Online), Vol. 4 No. 2
(http://ojs.stikesmuda.ac.id/index.php/ilmu-kesehatan/article/view/
63, Diakses Desember 2016).
60

Huliana, Mellyana. 2010. Perawatan Ibu Pasca Melahirkan. Jakarta:


Puspa Swara.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Profil Kesehatan


Indonesia tahun 2015. Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Data dan Informasi


Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016. Jakarta.

Kristyanasari, W. 2009. ASI, Menyusui dan Sadari. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Kusumaningrum, 2016. Gambaran Faktor- Faktor Ibu yang Tidak


Memberikan ASI Eksklusif dI Desa Cepokosawit Kabupaten
Boyolali. Naskah Publikasi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Mardiana. 2000. Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan


Pemberian Informasi tentang ASI dengan Perilaku Ibu dalam
Proses Menyusui. Laporan Penelitian UI. Jakarta : Tidak
dipublikasikan.

Murwanti, Ipuk D. 2005. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Praktik


Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Umur 0-4 Bulan di Desa
Paremono Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. Karya Tulis
Ilmiah. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
Semarang.
Muchtadi, Deddy. 2009, Gizi Untuk Bay i: Air Susu Ibu, Susu Formula, dan
Makanan Tambahan, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Naori, A, dkk. 2014. Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif dan Susu


Formula Terhadap Status Gizi Bayi Umur 7-12 Bulan di Desa
Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang, (Online),
(http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3786.pdf).
61

Notoatmodjo, Soekidjo. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta :


Rineka Cipta.
Nurhayati, Ai. 2008. Pengaruh Konseling Gizi pada Ibu Keluarga Miskin
terhadap Pemberian ASI Eksklusif. Bogor : Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.

Perinasia. 2009. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi, Cetakan ke 2,


Program Manajemen Laktasi. Jakarta : Perinasi.

Pudjiadi, Solihin. 2001. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi Keempat. Jakarta
: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pudjiadi, S, 2002. Ilmu Gizi Klinis pada Anak, Jakarta : FKUI.


Proverawati, A. 2010. Kapita Seleksi ASI & Menyusui. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Roesli, Utami, 2005. Mengenai ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya.

Roesli, Utami. 2007. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya.

Roesli, Utami, 2008. Inisiasi menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta :
Pustaka Bunda.

Roesli, Utami. 2009. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta :
Pustaka Bunda.

Rulina, Suradi Suharyono dkk. 1992. ASI Tinjauan dari Beberapa Aspek.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ramaiah, Savitri. 2006. Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta : PT. Bhuana
Ilmu Popular.

Soeharyono. 1979. Air Susu Ibu, Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.

Suharyono, Ruliana Suradi, dkk. 1992. ASI Tinjauan dari Beberapa Aspek.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
62

Siregar, Arifin MHD. Pemberian ASI Ekskusif dan Faktor-faktor yang


Mempengaruhinya. Jurnal : Universitas Sumatra Utara. (Online),
(www.libraryusu.com/htm, Diakses April 2009).

Suhardjo, 1999. Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak. Yogyakarta :


Penerbit Kanisius.
Sumartono. 2002. Terperangkap dalam Iklan (cetakan pertama). Bandung
: CV. Alfabeta.
Tutuk, S, dkk. 2014. Perilaku Ibu Bekerja dalam Memberikan Asi Eksklusif
di Kelurahan Japanan Wilayah Kerja Puskesmas Kemlagi-
Mojokerto, (Online), Vol. 2 No. 1 hlm. 89-100
(http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
jupromkesd6de2ea109full.pdf, Diakses juli 2014).
Tutik, IS. 2013. Gambaran Pemberian Asi Eksklusif Bayi 0-6 Bulan di
Wilayah Puskesmas SamigaluhIi Tahun 2013, (Online), Vol. 4 No 2
hlm. 81-89
(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/kespro/article/view/
3906/3750, Diakses Agustus 2013).
UNICEF. 2012. Mari Jadikan ASI Eksklusif Prioritas Nasional, (Online),
(http://www.unicef.org/indonesia/id/media_19265.html. Diakses 10
Juni 2014).

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.

Winarno, F.G. 1990. Tempe, Misteri Gizi dari Jawa, Info Pangan.
Teknologi Pangan dan Gizi. IPB Bogor : Fatameta.

WHO. 2009. Global jealth risks: Mortality and Burden of Disease


Attributable to Selected Major Risks. (Online),
(http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/GlobalHealt
Risks_report_full.pdf).

WHO. 2009. Infant and Young Child Feeding. Geneve : WHO.


63

Widodo, Yekti, Udji, B., Zulaela. 2003. Pertumbuhan Bayi yang Mendapat
ASI Eksklusif dan ASI Tidak Eksklusif. Laporan Penelitian.
Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan
Universitas Indonesia.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.

.
64

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai