Anda di halaman 1dari 94

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu unsur

penting. Kekurangan gizi, terutama pada bayi akan menghambat

proses tumbuh kembang anak dalam upaya pencapaian derajat

kesehatan yang optimal untuk meningkatkan mutu kehidupan bangsa.

Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh

jumlah ASI (Air Susu Ibu) yang diperoleh, termasuk energi dan zat gizi

lainnya yang terkandung di dalam ASI (Atika, 2014).

Pemberian ASI eksklusif yaitu memberikan ASI saja kepada

bayi tanpa tambahan makanan apapun sampai bayi berusia 6 bulan

kecuali syirop yang berisi vitamin dan mineral (WHO, 2009).

ASI eksklusif sangat ideal untuk bayi yang masih tergantung

pada air susu untuk mempertahankan kehidupannya. Pemberian ASI

akan berjalan dengan baik bila bayi diberikan ASI sesering mungkin

dan ibu mau menyusuinya serta mempunyai kepercayaan diri bahwa

ibu mampu melakukan hal tersebut (RI, 2006).

ASI memiliki keunggulan yang tak tergantikan oleh makanan

dan minuman apapun. Dimana ASI mengandung zat kekebalan yang

dapat melindungi dari berbagai penyakit. Menurut Lowo Extension

Service, 1 sendok teh ASI berisi 3.000.000 sel pembunuh kuman.

1
2

Jadi, jika bayi mendapat ASI sekalipun hanya 1 sendok teh itu sangat

berharga (Prabantini, 2010).

Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan

bahwa bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum ia berumur 6 bulan,

lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas

dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif

(Sulistiyowati, 2014).

Bayi yang diberi susu formula sangat rentan terserang

penyakit seperti infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran

pernapasan, meningkatkan risiko alergi, menurunkan perkembangan

kecerdasan kognitif, meningkatkan risiko kegemukan, risiko penyakit

menahun, dan berbagai risiko penyakit lainnya (Roesli, 2008).

Selain itu, ibu sendiri juga mengalami kerugian bila tidak

memberikan ASI. Karena menyusui sebetulnya tabungan kesehatan

ibu di masa mendatang. Menyusui mengurangi risiko osteoporosis,

diabetes mellitus dan hipertensi. Mengurangi risiko hipertensi otomatis

juga meminimalkan risiko penyakit kardiovaskuler, seperti jantung,

stroke dan kanker (Dina, 2017).

Kegagalan pemberian ASI eksklusif ini disebabkan karena

adanya beberapa faktor diantaranya adalah kemudahan yang didapat

sebagai hasil kemajuan teknologi pembuatan makanan bayi,

gencarnya iklan tentang susu formula, kesibukan ibu di luar rumah,


3

dan munculnya anggapan bahwa produksi ASI yang tidak mencukupi

(Susilaningsih, 2013).

Di dunia sendiri cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI)

secara eksklusif masih rendah. Negara lain yaitu Tunisia memberikan

kabar buruk dalam kurun waktu satu dekade terakhir, dimana

persentase pemberian ASI eksklusif mengalami penurunan sangat

drastis dari 45,6% menjadi 6,2%, dan cakupan ASI Eksklusif di India

mencapai 46%, di Philipina 34%, di Vietnam 27% dan di Myanmar

24% (detik Health, 2012)

Berdasarkan data dari United Nations Children’s Fund

(UNICEF) hanya 39% bayi di bawah usia 6 bulan yang mendapatkan

ASI secara eksklusif di seluruh dunia. Negara Cina yang merupakan

salah satu negara dengan jumlah populasi penduduk yang cukup

besar di dunia hanya memiliki angka keberhasilan ASI eksklusif

sebesar 28%, dan di Indonesia sendiri angka pemberian ASI eksklusif

sebesar 54% (UNICEF, 2012).

Berdasarkan data Kemenkes RI didapatkan data cakupan

pemberian ASI eksklusif pada tahun 2016 sebesar 80%, maka secara

nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Provinsi Sulawesi Barat

sebesar 40,2% belum mencapai target (Profil Kesehatan Indonesia,

2017). Dan di Kabupaten Polewali Mandar menempati persentase

yang masih sangat rendah sebesar 26,0% bila dibandingkan cakupan


4

pemberian ASI eksklusif pada tahun 2016 sebesar 80% (Dinkes,

2016).

Hasil survey yang dilakukan di Puskesmas Anreapi

didapatkan data cakupan pemberian ASI eksklusif pada bulan

November tahun 2017 sebesar 56,9% (87 bayi) dari 182 bayi baru

lahir. Sedangkan di desa Duampanua sendiri, dari 57 ibu yang

memiliki bayi baru lahir maka, yang memberikan ASI eksklusif sebesar

43,9% (25 bayi) (Pukesmas Anreapi, 2017).

Hasil wawancara dengan ibu bidan Harliati di Puskesmas

Anreapi, salah satu faktor ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif

karena dari dukungan sosial seperti dukungan keluarga yang

menganggap bahwa ASI saja tidak cukup untuk tumbuh kembang

bayinya sehingga diberikan tambahan susu formula, terutama berat

badan (BB) bayi ketika lahir yang dianggap kurang, dan adanya

kesibukan ibu bekerja kadang tidak sempat memberikan ASI eksklusif

sehingga dibantu dengan susu formula.

Akibat dari tidak diberikannya ASI eksklusif dan lebih

memilih susu formula, maka sistem imun bayi menurun yang

mengakibatkan penyakit seperti diare, alergi, dan lain-lain. Namun

untuk jangka panjangnya anak tersebut dalam pertumbuhannya

menjadi stunting (pendek).

Berdasarkan data wawancara kepada 9 ibu bayi 0-12 bulan,

menyatakan bahwa ibu tidak memberikan ASI secara ekslusif. Hal ini
5

disebabkan karena beberapa ibu yang bekerja di luar rumah terutama

yang berprofesi sebagai PNS ataupun pedagang. Disamping itu

kurangnya pengetahuan ibu dan keluarga ibu khususnya orang tua

yang menyarankan untuk memberikan tambahan susu formula atau

MP-ASI.

Dari latar belakang di atas, maka untuk menunjang

keberhasilan program pemberian ASI eksklusif dengan mengingat

bahwa pemberian ASI eksklusif sangat penting dalam tumbuh

kembang bayi, maka penting untuk dilakukan penelitian tentang faktor

yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di desa

Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar tahun

2018.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Faktor apa sajakah yang berhubungan dengan

pemberian ASI eksklusif di desa Duampanua Kecamatan Anreapi

Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2018?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan

pemberian ASI eksklusif di desa Duampanua Kecamatan Anreapi

Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2018.


6

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan ibu dengan

pemberian ASI Eksklusif di desa Duampanua Kecamatan

Anreapi Kabupaten Polewali Mandar.

b. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga

dengan pemberian ASI eksklusif di desa Duampanua

Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar.

c. Untuk mengetahui hubungan antara minat ibu terhadap susu

formula dengan pemberian ASI eksklusif di desa Duampanua

Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademik

Sebagai data dasar atau data penunjang bagi peneliti yang

dijadikan bahan informasi mengenai ilmu gizi, khususnya tentang

pemberian ASI eksklusif sehingga dapat digunakan untuk

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Bagi peneliti sendiri bermanfaat untuk menambah

pengetahuan dan pengalaman langsung dalam merencanakan

penelitian dan menyusun hasil penelitian. Dan untuk puskesmas

dapat memberikan data kepada puskesmas mengenai pemberian

ASI eksklusif di desa Duampanua wilayah kerjanya sehingga


7

disusun program untuk mengatasi permasalahan berkaitan dengan

pemberian ASI eksklusif.


8

E. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian digunakan untuk membedakan antara

penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif.

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian


no

Nama Judul Metode Variabel Hasil

Faktor-Faktor studi Variabel Terdapat hubungan


Yang analitik terikat antara pengetahuan
Mempengaruhi deskriptif Pemberian dengan pemberian ASI
Ika Putri Pemberian Asi dengan Asi Eksklusif, eksklusif dan terdapat
1 Eksklusif Di metode Variabel hubungan antara
Yanuarti, dkk
. Puskesmas Cross bebas dukungan keluarga
Kecamatan Sectional pengetahuan dengan pemberian ASI
Grogol (Potong , umur, eksklusif. Untuk umur,
Petamburan, Lintang) pekerjaan, pekerjaan dan tempat
Jakarta Barat tempat persalinan tidak ada
Tahun 2016. persalinan, hubungan dengan
dukungan pemberian ASI
keluarga eksklusif.

Hubungan Antara survei Variabel pemberian ASI Eksklusif


Pengetahua, deskriptif terikat oleh ibu-ibu yang
Sikap Dan dengan pemberian berada di wilayah kerja
Kepercayaan Ibu menggunak ASI eksklusif, Puskesmas Bonto Cani
Nana Dengan an Variabel Kabupaten Bone masih
Pemberian Asi rancangan bebas tergolong sangat rendah
2 Yulianah,
dkk Eksklusif Di cross peengetahua (12,5%), tingkat
. Wilayah Kerja sectional , sikap, dan pengetahuan ibu
Puskesmas Bonto study kepercayaan tentang ASI Eksklusif
Cani Kabupaten ibu. sebagian besar berada
Bone Tahun 2013 dalam kategori kurang
(64,4%), sikap ibu-bu
terhadap ASI Eksklusif
sebagian besar masih
negatif (71,2%),

Faktor-Faktor Survei Variabel Ada hubungan yang


Yang analitik terikatpembe lemah antara variabel
Berhubungan dengan rian ASI pengetahuan,
3 Siti Zulaikha Dengan pendekatan eksklusif, pendidikan pekerjaan,
Pemberian ASI case variabel penolong persalinan ibu,
. Eksklusif Di control bebas ketertarikan promosi
Kecamatan pengetahuan susu formula, dukungan
Sumowono , pendidika, suami terhadap
9

Kabupaten pekerjaan, pemberian ASI eksklusif


Semarang ketertarikan di Kecamatan
Tahun 2010 susu formula, Sumowono Kabupaten
penolong Semarang
persalinan,
dukungan
suami

Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian di atas

adalah dalam hal subjek penelitian, tempat, waktu penelitian dan metode

dan tahun penelitian. Pada penelitian ini peneliti ingin mengkaji faktor-

faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di desa

Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar tahun 2018,

dengan subjek penelitian ibu bayi usia 0-12 bulan.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

Menurut Notoadmodjo dalam kutipan Lawrence Green faktor

yang menyebabkan perilaku dibedakan dalam 3 jenis, dapat

digambarkan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2.1 Gambar kerangka teori


11

B. Pengertian ASI dan ASI Eksklusif

Keadaan gizi yang baik10


merupakan salah satu unsur penting.

Kekurangan gizi, terutama pada bayi akan menghambat proses

tumbuh kembang anak dalam upaya pencapaian derajat kesehatan

yang optimal untuk meningkatkan mutu kehidupan bangsa.

Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh

jumlah ASI (Air Susu Ibu) yang diperoleh, termasuk energi dan zat gizi

lainnya yang terkandung di dalam ASI (Atika, 2014).

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan

protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresikan oleh

kelenjar mammae ibu, dan berguna sebagai makanan bayi. ASI

merupakan susu yang diproduksi oleh manusia untuk konsumsi bayi

dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum dapat mencerna

makanan padat (Anik, 2015).

Sedangkan pemberian ASI eksklusif yaitu memberikan ASI

saja kepada bayi tanpa tambahan makanan apapun sampai bayi

berusia 6 bulan kecuali syirop yang berisi vitamin dan mineral (WHO,

2009).

ASI eksklusif sangat ideal untuk bayi yang masih bergantung

pada air susu karena mampu mempertahankan kehidupannya. Hal ini

akan berlangsung dengan baik apabila diberikan sesering mungkin,


12

serta ibu mempunyai kepercayaan diri untuk memberikannya (RI,

2006).

C. Jenis-jenis ASI

Makanan utama bagi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI) karena

memiliki keunggulan yang tak tergantikan oleh makanan dan minuman

apapun. ASI mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi dari

berbagai penyakit. Menurut Lowo Extension Service, 1 sendok teh ASI

berisi 3.000.000 sel pembunuh kuman. Jadi, jika bayi mendapat ASI

sekalipun hanya 1 sendok teh itu sangat berharga (Prabantini, 2010).

Air susu ibu (ASI) menurut stadium laktasi dibagi tiga, yaitu :

1. Kolostrum

a. Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar.

b. Kolostrum merupakan cairan pertama kali disekresi oleh

kelenjar mammae yang mengandung tissue debris dan residual

material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar

mammae, sebelum dan segera sesudah melahirkan.

c. Kolostrum ini disekresi oleh kelenjar payudara pada hari

pertama sampai hari ke empat pasca melahirkan.

d. Kolostrum merupakan cairan dengan viskosita kental, lengket

dan berwarna kekuningan.

e. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali keluar,

berwarna kekuning-kuningan. Banyak mengandung protein,

antibody (kekebalan tubuh), immunoglobulin.


13

f. Kolostrum berfungsi sebagai perlindungan terhadap infeksi

pada bayi, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Apabila ibu terinfeksi maka sel darah putih dalam tubuh ibu

membuat perlindungan terhadap ibu.

2) Sebagian sel darah putih menuju payudara dan membentuk

antibody.

3) Antibody yang terbentuk, keluar melalui ASI sehingga

melindungi bayi.

g. Kolostrum mengandung tinggi protein, mineral, garam, vitamin

A, nitrogen, sel darah putih dan antibody yang tinggi dari pada

ASI matur.

h. Kolostrum mengandung karbohidrat dan lemak yang rendah,

sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari

pertama kelahiran.

i. Selain itu, kolostrum masih mengandung rendah lemak dan

laktosa.

j. Protein utama pada kolostrum adalah imunoglobulin (Ig, IgA

dan IgM), yang digunakan sebagai zat antibody untuk

mencegah dan menetralisir bakteri, virus, jamur dan parasit.

k. Mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi

dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.

l. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari

hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran.


14

m. Walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi

bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan pada bayi.

n. Meskipun kolostrum yang keluar sedikit menurut ukuran kita,

tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara mendekati

kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Volume

kolostrum antara 150-300 ml/24 jam.

o. Kolostrum juga merupakan pencahar ideal untuk

membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru

lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bagi

bayi, makanan yang akan datang.

p. Artinya, membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi

yang pertama berwarna hitam kehijauan.

q. Perbandingan kolostrum dengan ASI matur:

1) Kolostrum lebih kuning dibandingkan ASI matur.

2) Kolostrum lebih banyak mengandung protein dibandingkan

ASI matur, tetapi berlainan dengan ASI matur karena protein

yang utama adalah casein pada kolostrum adalah globulin,

sehingga dapat memberikan daya perlindungan bagi bayi

sampai 6 bulan pertama.

3) Kolostrum lebih rendah kadar karbohidrat dan lemaknya

dibandingkan dengan ASI matur.

4) Total energii lebih rendah dibandingkan ASI matur yaitu 58

kalori/100 ml kolostrum.
15

5) Kolostrum bila dipanaskan menggumpal, sementara ASI

matur tidak.

6) Kolostrum lemaknya lebih banyak mengandung kolesterol

dan lecithin dibandingkan ASI matur.

7) pH lebih alkalis dibandingkan dengan ASI matur.

2. ASI Transisi/Peralihan

a. ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai

sebelum ASI matang, yaitu sejak hari ke-4 sampai hari ke-10.

b. Merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI matur.

Terjadi pada hari ke 4-10, berisi karbohidrat, dan lemak, serta

volume ASI meningkat.

c. Kadar protein semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan

karbohidrat semakin tinggi.

d. Selama dua minggu, volume air susu bertambah banyak dan

berubah warna serta komposisinya.

e. Kadar immunoglobulin dan protein menurun, sedangkan lemak

dan laktosa meningkat.

3. ASI Mature

a. ASI matur disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya.

b. Tampak berwarna putih kekuning-kuningan, karena

mengandung casineat, riboflaum dan karotin.

c. Kandungan ASI matur relatif konstan, tidak menggumpal bila

dipanaskan.
16

d. Merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi, bahkan

ada yang mengatakan pada ibu yang sehat ASI merupakan

makanan satu-satunya yang diberikan selama 6 bulan pertama

bagi bayi.

e. Air susu yang mengalir pertama kali atau saat lima menit

pertama disebut foremilk.

1) Foremik lebih encer.

2) Foremilk mempunyai kandungan rendah lemak dan tinggi

laktosa, gula, protein, mineral dan air.

f. Selanjutnya, air susu berubah menjadi hindomilk.

1) Hindomilk kaya akan lemak dan nutrisi.

2) Hindomilk membuat bayi akan lebih cepat kenyang.

g. Dengan demikian, bayi akan membutuhkan keduanya, baik

foremilk maupun hindmilk.

h. Komposisi foremilk (ASI permulaan) berbeda dengan hindomilk

(ASI paling akhir).

i. ASI matur tidak menggumpal bila dipanaskan.

j. Volume 300-850 ml/24 jam.

k. Terdapat antimikrobakterial faktor, yaitu :

1) Antibody terhadap bakteri dan virus.

2) Sel (fagosile, granulosil, makrofag, limfosil tipe-T).

3) Enzim (lisozim, lactoperoxidese).

4) Protein (laktoferin, B12 Ginding Protein).


17

5) Faktor resisten terhadap staphylococcuc.

6) Complement (C3 dan C4) (Anik, 2015).

D. Komposisi ASI

Nutrisi ASI mengandung beberapa unsur, diantaranya :

1. Air

Merupakan kebutuhan yang sangat vital dan tanpa air

akan terjadi dehidrasi. Kandungan air di dalam ASI sangat besar

yaitu 88% dan kegunaannya untuk melarutkan zat-zat yang

terdapat dalam ASI dan juga bisa meredakan rangsangan haus.

2. Protein

Protein memiliki fungsi untuk mengatur dan pembangun

tubuh bayi, dan komponen dasar dari protein adalah asam amino,

berfungsi sebagai pembentuk struktur otak. Protein dalam susu

adalah whey dan casein, berikut penjelasannya :

1) ASI memiliki perbandingan antara whey dan casein yang sesuai

untuk bayi.

2) Rasio whey dan casein merupakan salah satu keunggulan ASI

dibandingkan dengan susu sapi.

3) ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35.

4) Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap.

5) Sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan whey :

casein adalah 20:80, sehingga tidak mudah diserap.


18

6) Whey lebih mudah dicerna dibandingkan dengan casein (yang

merupakan protein utama susu sapi).

Beberapa jenis asam amino tertentu yaitu sistin, taurin,

triptofan, dan fenilalanin merupakan senyawa yang berperan dalam

proses ingatan. Sistin dan taurin merupakan dua macam asam

amino yang tidak terdapat dalam susu sapi, berikut penjelasannya :

1) Sistin : diperlukan untuk pertumbuhan somatik.

2) Taurin : neotransmitter yang baik untuk perkembangan otak

anak.

a) Taurin adalah sejenis asam amino kedua terbanyak dalam

ASI yang berfungsi sebagai transmitter dan berperan penting

untuk proses maturasi otak.

b) Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi

taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata.

Komposis dalam ASI : Protein-0,8-1,0 gr/100 ml, dan ciri

khas protein dalam ASI secara rinci dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1) Protein dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan PASI.

2) Namun demikian protein ASI sangat cocok karena unsur

protein di dalamnya hampir seluruhnya terserap oleh sistem

pencernaan bayi yaitu protein unsur whey.

3) Perbandingan protein unsur whey dan casein dalam ASI adalah

80:40, sedangkan dalam PASI 20:80. Artinya protein pada


19

PASI yang dapat diserap oleh sistem pencernaan bayi dan

harus membuang dua kali lebih banyak protein yang sukar

diabsorpsi.

4) Hal ini yang memungkinkan bayi akan sering menderita diare

dan defekasi dengan faces berbentuk biji cabe yang

menunjukkan adanya makanan yang sukar diserap bila bayi

diberikan PASI.

3. Laktosa (Karbohidrat)

Merupakan jenis karbohidrat utama dalam ASI yang

berperan penting sebagai sumber energi. Laktosa (gula susu)

satu-satunya karbohidrat yang terdapat dalam ASI murni. Dan juga

sebagai sumber penghasil energi, karbohidrat utama,

meningkatkan penyerapan kalsium dalam tubuh dan merangsang

tumbuhnya laktobasilus bifidus. Laktobasilus bifidus berfungsi

menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam tubuh bayi yang

dapat menyebabkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan.

Selain itu, laktosa juga akan diolah menjadi glukosa dan galaktosa

yang berperan dalam perkembangan sistem saraf. Zat gizi ini

membantu penerapan kalsium dan magnesium di masa

pertumbuhan bayi. Dan komposisi dalam ASI : Laktosa – 7 gr/100

ml.

4. Lemak

Lemak merupakan zat gizi terbesar kedua di ASI, dan


20

menjadi sumber energi utama bayi serta berperan dalam

pengaturan suhu tubuh bayi. Berfungsi sebagai penghasil

kalori/energi utama, menurunkan risiko penyakit jantung diusia

muda. Lemak di ASI mengandung komponen asam lemak esensial

yaitu : asam linoleat dan asam alda linolenat yang akan diolah oleh

tubuh bayi menjadi AA dan DHA.

1) Arachidonic Acid (AA) dan Decosahexanoic Acid (DHA) adalah

asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty

acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang

optimal.

2) Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk

menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak.

3) Disamping itu, DHA dan AA dalam tubuh dapat

dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu

masing-masing dari omega-3 (asam linolenat).

4) AA dan DHA sangat penting untuk perkembangan otak bayi.

5) AA dan DHA merupakan zat yang didapat dari perubahan

omega-3 dan omega-6 yang berfungsi untuk perkembangan

otak janin dan bayi.

Lemak : 50% tinggi pada ASI matur, asam lemak esensial,

komposisi dalam ASI : lemak- 3,7,-4,8 gr/100 ml. Ciri khas lemak

dalam ASI secara rinci dapat dijelaskan sebagai beriukut :


21

1) Kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah kemudian

meningkat jumlahnya.

2) Lemak dalam ASI berubah kadarnya setiap kali diisap oleh bayi

dan hal ini terjadi secara otomatis. Komposisi lemak pada 5

menit pertama isapan akan berbeda dengan 10 menit kemudian.

3) Kadar lemak pada hari pertama berbeda dengan hari kedua dan

akan terus berubah menurut perkembangan bayi dan kebutuhan

energi yang diperlukan.

4) Jenis lemak yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai

panjang yang dibutuhkan oleh sel jaringan otak dan sangat

mudah dicerna karena mengandung enzim lipase.

5) Lemak dalam bentuk omega-3, omega-6, dan DHA yang sangat

diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel otak.

6) Susu formula tidak mengandung enzim, karena enzim akan

mudah rusak bila dipanaskan. Dengan tidak adanya enzim, bayi

akan sulit menyerap lemak PASI sehingga menyebabkan bayi

lebih mudah terserang diare.

7) Jumlah asam linoleat dalam ASI sangat tinggi dan

perbandingannya dengan PASI yaitu 6:1.

8) Asam linoleat adalah jenis asam lemak yang tidak dapat dibuat

oleh tubuh yang berfungsi untuk memacu perkembangan sel

saraf otak bayi.

5. Garam dan Mineral


22

ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun

keadaannya relatif rendah, tetapi bisa mencukupi kebutuhan bayi

sampai berumur 6 bulan. Zat besi dan kalsium dalam ASI

merupakan mineral yang sangat stabil dan mudah diserap dan

jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. Zat besi yang membantu

pembentukan darah untuk menghindarkan bayi dari penyakit

kurang darah atau anemia dan Ferum (Fe) rendah tapi masih

mudah diserap.

Dalam PASI kandungan mineral jumlahnya tinggi, tetapi

sebagian besar tidak dapat diserap hal ini akan memperberat kerja

usus bayi serta mengganggu keseimbangan dalam usus dan

meningkatkan pertumbuhan bakteri yang merugikan sehingga

mengakibatkan kontraksi usus bayi tidak normal. Bayi akan

kembung, gelisah karena obstipasi atau gangguan metabolisme.

6. Vitamin

ASI mengandung berbagai vitamin yang diperlukan bayi

yang mengandung vitamin yang lengkap yang dapat mencukupi

kebutuhan bayi sampai 6 bulan kecuali vitamin K, karena bayi baru

lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K. Vitamin-vitamin

tersebut adalah vitamin : ADEK antara lain :

1) Vitamin A : vitamin yang sangat berguna bagi perkembangan

penglihatan bayi.

2) Vitamin D
23

3) Vitamin E : terutama terdapat dalam kolostrum.

4) Vitamin K : berfungsi sebagai katalisator pada proses

pembekuan darah terdapat dalam ASI dengan jumlah yang

cukup dan mudah diserap. Karena bayi baru lahir ususnya

belum mampu membentuk vitamin K maka setelah lahir,

biasanya bayi diberikan tambahan vitamin K (Anik, 2015).

E. Manfaat ASI Eksklusif

Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan

bahwa bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum ia berumur 6 bulan,

lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas

dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif Ibu yang

memilih untuk memberikan ASI eksklusif merupakan langkah yang

tepat. Banyak hal yang positif yang dapat dirasakan oleh bayi dan ibu

(Sulistiyowati, 2014).

Bayi yang diberi susu formula sangat rentan terserang

penyakit seperti infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran

pernafasan, meningkatkan risiko alergi, meningkatkan risiko serangan

asma, menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif, meningkatkan

risiko kegemukan, risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, risiko

diabetes mellitus, dan risiko penyakit menahun (Roesli, 2008).

Selain itu, Ibu sendiri juga mengalami kerugian bila tidak

memberikan ASI. Karena menyusui sebetulnya tabungan kesehatan

ibu di masa mendatang. Menyusui mengurangi risiko osteoporosis,


24

diabetes mellitus dan hipertensi. Mengurangi risiko hipertensi otomatis

juga meminimalkan risiko penyakit kardiovaskuler, seperti jantung,

stroke dan kanker (Dina, 2017).

Berikut ini manfaat ASI eksklusif, diantaranya :

1. Manfaat bagi bayi

Adapun manfaat ASI eksklusif bagi bayi yaitu :

a) ASI sebagai nutrisi dimana ASI sebagai makanan tunggal untuk

memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia 6

bulan.

b) Meningkatkan daya tahan tubuh bayi karena mengandung

berbagai zat anti kekebalan sehingga akan lebih jarang sakit.

Juga mengurangi terjadinya mencret, sakit telinga dan infeksi

saluran pernapasan serta terjadinya serangan alergi.

c) Meningkatkan kecerdasan karena mengandung asam lemak

yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi ASI

eksklusif potensial lebih pandai.

d) Meningkatkan jalinan kasih sayang sehingga dapat menunjang

perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional,

kematangan spiritual dan hubungan sosial yang baik.

2. Manfaat untuk ibu

Adapun manfaat ASI eksklusif bagi ibu yaitu :

a) Mengurangi pendarahan pasca persalinan, apabila bayi

disusukan segera setelah dilahirkan, maka kemungkinan


25

terjadinya pendarahan setelah melahirkan berkurang karena

pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang

berguna juga untuk konstriksi/penutupan pembuluh darah

sehingga pendarahan akan lebih cepat berhenti.

b) Mengurangi terjadinya anemia akibat kekurangan zat besi

karena menyusui mengurangi pendarahan.

c) Menjarangkan kehamilan, dimana menyusui merupakan cara

kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil. Selama ibu

memberi ASI eksklusif dan belum haid, 98% tidak akan hamil

pada 6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan

hamil sampai bayi berusia 12 bulan.

d) Mengecilkan rahim karena kadar oksitosin ibu menyusui yang

meningkat membantu rahim ke ukuran sebelum hamil.

e) Lebih cepat langsing kembali karena menyusui membutuhkan

energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang

tertimbun selama hamil.

f) Mengurangi kemungkinan penderita kanker, seperti kanker

payudara berkurang 25%, sedangkan risiko kanker indung telur

berkurang 20-25%.

g) Lebih ekonomis dan murah karena dapat menghemat

pengeluaran untuk susu formula, perlengkapan menyusui dan

persiapan pembuatan susu formula.


26

h) Tidak merepotkan dan menghemat waktu karena dapat

diberikan segera tanpa harus menyiapkan atau memasak air.

i) Portabel dan praktis karena mudah dibawa kemana-mana

sehingga saat bepergian tidak perlu membawa berbagai alat

untuk menyusui.

j) Memberi ibu kepuasan, kebanggaan dan kebahagiaan yang

mendalam karena telah berhasil memberikan ASI eksklusif

(Roesli, 2005).

F. Manajemen Laktasi

1. Pengertian

Manajemen laktasi adalah segala upaya yang dilakukan

untuk menunjang keberhasilan menyusui. Ruang lingkup

manajemen laktasi dimulai dari masa kehamilan, setelah

persalinan, dan masa penyusui selanjutnya. Ruang lingkup

manajemen laktasi periode post natal pada ibu bekerja meliputi

ASI eksklusif, tekhnik menyusui, memeras ASI, memberi ASI

peras, dan menyimpan ASI peras (Siregar, 2004).

2. Fisiologi Laktasi

Menyusui merupakan cara terbaik dalam menyediakan

makanan ideal untuk perkembangan dan pertumbuhan bayi sehat.

Dengan menyusui lebih dini terjadi perangsangan puting susu,

terbentuklah prolaktin dan hipofisis. Sehingga sekresi ASI semakin

lancar (Amosu, Degun, Atulomah, & Olanrewju, 2011). Pada ibu


27

ada 2 macam refleks yang menentukan keberhasilan dalam

menyusui. Refleks tersebut adalah reflek prolaktin dan reflek aliran

(let down reflek).

3. Cara menyusui yang benar

Cara memerah susu yang benar sebagai berikut:

a. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan

pada puting dan sekitar payudara.

b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara ibu, bayi

dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan. Kepala

bayi terletak pada lengkung siku ibu.

c. Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan satu di

depan.

d. Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap

payudara, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis

lurus.

e. Bayi diberikan rangsangan agar membuka mulut dengan cara

menyentuh pipi atau sisi mulut bayi.

f. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi

didekatkan ke payudara ibu serta areola payudara dimasukkan

kemulut bayi.

g. Posisi salah apabila bayi hanya menghisap pada puting saja,

akan mengakibatkan masukan ASI tidak kuat dan puting lecet

(Kristiyanasari, 2009).
28

4. Cara memerah ASI

Manfaat dan pemberian ASI menurut selain bayi tetap

memperoleh ASI saat ibunya bekerja juga dapat menghilangkan

bendungan ASI, menghilangkan rembesan ASI, juga menjaga

kelangsungan persediaan ASI saat ibu sakit atau bayi sakit.

Menurut Bobak (Bobak, Lowdermilk, 2004) cara

memerah ASI dengan tangan adalah sebagai berikut:

a. Cuci tangan sampai bersih, pegang cangkir bersih untuk

menampung ASI.

b. Condongkan badan ke depan dan sanggah payudara dengan

tangan.

c. Mulai dari letakkan jari di atas areola dan jari-jari lain di

bawahnya.

d. Peras ASI dengan menekan payudara sambil ibu jari dan jari

lain mengurut ke arah depan.

e. Ulangi gerakan tekan, pijat dan lepas beberapa kali dengan

gerakan berirama sampai ASI mulai mengalir keluar.

f. Jangan menarik atau memijat puting susu, karena tidak akan

mengeluarkan ASI dan akan menyebabkan sakit (Roesli, 2005).

5. Menyimpan ASI

ASI yang dikeluarkan dapat disimpan untuk beberapa saat.


29

Perbedaan lamanya disimpan dikaitkan dengan tempat

penyimpanan yaitu sebagai berikut :

a. Di udara bebas/terbuka yaitu 6-4 jam.

b. Di lemari es /240 C yaitu 24 jam.

c. Di lemari pendingin/beku (-180 C) yaitu 6 bulan (Perinasia, 2009).

6. Cara mencairkan ASI dan menghangatkan ASI

a. ASI beku atau yang dimasukkan di dalam lemari pendingin rapat

dihangatkan dipanci yang berisi air suam-suam kuku.

b. Jangan pernah menggunakan microwafe untuk mencairkan atau

menghangatkan ASI.

c. ASI yang dicairkan harus digunakan dalam 24 jam pencairan.

d. ASI yang dicairkan tidak boleh dibekukan atau disimpan lagi.

(karin cadwell, 2011)


30

G. Faktor-Faktor Perilaku

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Predisposing

-Pekerjaan

-Pengetahuan

- Pendidikan
-Sosial Budaya

-Kondisi Kesehatan Ibu


Ketika Menyusui
-Kondisi Kesehatan Bayi
Saat Lahir

Pemberian ASI
Enabling
Eksklusif

-Penolong Persalinan Ibu

Reinforcing

-Minat Ibu terhadap Susu


Formula
-Dukungan Keluarga

Sumber : Lawrence W.Green (1980:117) dan dimodifikasi oleh peneliti


31

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut

pandang biologis semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan,

binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka

mempunyai aktifitas masing-masing (Notoatmodjo, 2007).

Sedangkan perilaku kesehatan adalah sesuatu respon

(organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan

sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan

minuman, serta lingkungan.

Dari batasan ini, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terjadi

dari 3 aspek:

1) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit,

serta pemulihan kesehatan bilamana telah senbuh dari sakit.

2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan

sehat.

3) Perilaku gizi (makanan) dan minuman (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003),

perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:

1. Predisposing factor (faktor predisposisi) yaitu, faktor yang

mempermudah atau mepredisposisi terjadinya perilaku seseorang

antara lain :
32

a. Pengetahuan

b. Sikap

c. Pekerjaan

d. Pendidikan

e. Budaya

f. Status sosial ekonomi

Contoh Seorang ibu mau membawa anaknya ke

posyandu untuk dilakukan penimbangan agar mengetahui

pertumbuhannya. Tanpa adanya pengetahuan, ibu tersebut tidak

akan membawa anaknya ke posyandu.

2. Enabling factor (faktor pemungkin) yaitu, faktor yang

memungkinkan atau yang mengfasilitasi perilaku atau tindakan,

antara lain;

a. Prasarana dan sarana

b. Ketersediaan SDM

Contoh konkrtitnya ketersediaan puskesmas, ketersediaan

tong sampah, adannya tempat olahraga, dan sebagainya.

3. Reinforcing factor (faktor Penguat) yaitu, faktor yang mendorong

atau memperkuat terjadinya perilaku, antara lain :

a. Sikap petugas kesehatan

b. Sikap tokoh masyarakat

c. Dukungan suami

d. Dukungan keluarga, tokoh adat, dan sebagainya.


33

1. Predisposing

a. Pekerjaan Ibu

Pekerjaan adalah sesuatu yang dikerjakan untuk

mendapatkan nafkah atau pencaharian masyarakat yang

sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari akan

memiliki waktu yang lebih untuk memperoleh informasi

(Depkes, 2002). Jenis pekerjaan dibagi menjadi :

1) Pedagang

2) Buruh/tani

3) PNS

4) TNI/Polri

5) Pensiunan

6) Wiraswasta dan IRT.

Menurut ISCO (International Standard Clasification

of Oecupation) pekerjaan dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Pekerjaan yang berstatus tinggi, yaitu tenaga ahli teknik

dan ahli jenis, pemimpin ketatalaksanaan dalam suatu

instansi baik pemerintah maupun swasta, tenaga

administrasi tata usaha.

2. Pekerjaan yang berstatus sedang, yaitu pekerjaan di bidang

penjualan dan jasa.


34

3. Pekerjaan yang berstatus rendah, yaitu petani dan operator

alat angkut/bengkel (Notoatmodjo, 2012).

Pekerjaan sehari-hari kadang sangat menyibukkan ibu

dan anak menjadi rewel. Waktu kerja yang dimaksud adalah 7

jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam

seminggu, 8 jam sehari atau 40 jam seminggu untuk 5 hari

kerja dalam seminggu. (Budiono, 2003)

Bekerja bukan alasan untuk berhenti memberikan ASI

secara eksklusif, ASI eksklusif harus dijalani selama 6 bulan

tanpa intervensi makanan dan minuman lain meskipun cuti

hamil hanya 3 bulan ibu bekerja dapat tetap memberikan ASI

secara eksklusif dengan pengetahuan yang benar tentang

menyusui, perlengkapan memerah ASI dengan dukungan

lingkungan kerja (Roesli, 2005).

Ibu bekerja harus mendapat dukungan untuk menyusui

eksklusif dalam 6 bulan pertama dan melanjutkan menyusui

setelah pemberian makanan pendamping ASI (Depkes, 2002).

Berbagai kendala yang dihadapi dalam peningkatan

pemberian ASI eksklusif, salah satunya adalah ibu kembali

bekerja setelah cuti bersalin yang menyebabkan penggunaan

susu botol atau susu formula secara dini sehingga menggeser

atau menggantikan ASI. Hal ini diperberat lagi dengan adanya


35

kecenderungan meningkatnya peran ganda wanita dari tahun

ke tahun. (Depkes, 2002)

b. Pengetahuan Ibu

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui

berkenaan dengan suatu hal (Depdiknas, 2005). Pengetahuan

juga dapat diartikan sebagai hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek

tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 1997).

Pengetahuan tentang ASI mempunyai peranan dalam

perilaku pemberian ASI secara eksklusif. Rendahnya praktek

pemberian ASI eksklusif di Indonesia disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan tentang ASI (Widodo, 2003).

Dengan adanya pengetahuan mengenai ASI eksklusif,

ibu mempunyai sikap positif dalam memberikan ASI secara

eksklusif pada bayinya. Dalam penelitian menyatakan bahwa,

adanya bubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu

dengan pemberian ASI, dimana ibu yang berpengetahuan baik

berpeluang untuk mendapatkan ASI 3,38 kali dibanding ibu

yang berpengetahuan kurang (Mardiana, 2000).

Kolostrum terdapat pada ASI dengan jumlah tidak

banyak tetapi banyak mengandung zat-zat yang bergizi dan


36

sangat baik untuk dikonsumsi bayi. Tetapi karena faktor

ketidaktahuan atau kepercayaan yang salah, banyak ibu yang

baru melahirkan tidak memberikan kolostrum pada bayinya.

Mereka berpendapat dan percaya bahwa kolostrum akan

berpengaruh buruk terhadap kesehatan anak (Winarno, 1992).

Seorang ibu yang hanya tamat SD belum tentu tidak

mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi

dibandingkan dengan orang yang lebih tinggi pendidikannya.

Sekalipun berpendidikan rendah kalau seorang ibu rajin

mendengarkan TV, radio serta dalam penyuluhan ikut serta

tidak mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik. Hanya saja

perlu dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan turut

menentukan mudah tidaknya menyerap dan memahami

pengetahuan gizi yang ibu peroleh.(Suharyono, 1992)

Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif masih

bervariasi. Sebagian besar menyatakan mereka tahu tentang

ASI eksklusif, namun ada beberapa ibu yang memang belum

paham betul apa yang dimaksud dengan ASI eksklusif. Ada

yang menyatakan bahwa ASI eksklusif diberikan selama 6

bulan tanpa diberikan makanan tambahan lain. Namun, ada

juga ibu yang menyatakan bahwa ASI eksklusif adalah ASI

diberikan kepada bayi dan tidak masalah kalau diberikan

makanan padat lainnya.


37

Dari hasil penelitian terbukti bahwa masih banyak ibu

yang belum memahami betul tentang ASI eksklusif dan

manfaatnya. Ada juga ibu yang paham tentang ASI eksklusif

namun dalam praktiknya mereka tidak memberikan kepada

bayinya.

Banyak alasan klasik yang membuat mereka tidak

memberikan ASI eksklusif, antara lain bayi sudah tidak mau

lagi, ASI ibu kurang sehingga bayi nangis terus karena lapar,

dan ada juga yang menyatakan sejak lahir bayi sudah

diperkenalkan dengan susu formula sehingga bayi cenderung

memilih susu formula dibanding ASI.

Untuk itu, pemberian informasi yang detail dan jelas

kepada setiap ibu hamil maupun yang sedang menyusui sangat

penting dilakukan, baik oleh petugas kesehatan maupun

keluarga. Pesan yang disampaikan kepada ibu dan keluarga

sebaiknya pesan yang mudah dipahami dan dicerna oleh orang

awam.

Selain itu, untuk petugas yang tidak punya komitmen

untuk mendukung program pemberian ASI eksklusif kepada

bayi 0–6 bulan, antara lain memperkenalkan susu formula

kepada bayi sejak lahir, perlu diberikan sanksi dan tindakan

yang tegas.
38

c. Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan

kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah,

terutama dalam pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan ini

diperoleh baik secara formal maupun informal. Sedangkan ibu-

ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi,

umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal baru guna

pemeliharaan kesehatannyan (Depkes, 2004).

Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong

untuk ingin tahu, mencari pengalaman sehingga informasi yang

diterima akan menjadi pengetahuan.

d. Sosial Budaya

Pemberian ASI tidak lepas dari tatanan budaya. Ada

pandangan sebagian masyarakat bahwa menyusui dapat

merusak payudara sehingga mengganggu kecantikan ibu

tersebut dan sebagian lain beranggapan bahwa menyusui

merupakan perilaku kuno. Bila ingin disebut modern, ibu

menggunakan susu formula (Murwanti, 2005).

Perubahan sosial budaya yang sering terjadi di

masyarakat akan membawa pengaruh terhadap perubahan tata

nilai masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan yang sudah ada di

masyarakat dapat bergeser ke arah positif maupun negatif.


39

Kebiasaan-kebiasaan positif mungkin dapat memperbaiki tradisi

dalam pemberian ASI diantaranya:

1. Kebiasaan minum jamu merupakan keyakinan ingin sehat.

2. Kepercayaan minum “wejah” sejenis minuman atau jamu dari

daun-daunan tertentu seperti di Jawa dari daun dadap,

dengan keyakinan bahwa ASI akan lebih banyak keluar.

3. Kepercayaan bahwa ibu kembali dari bepergian harus

segera mencuci payudara dan ASI tidak boleh dibuang

sembarangan karena dalam ASI terkandung “unsur

manusia”.

4. Kebiasaan untuk memisahkan bayi dan ibunya,

mendekatkan hubungan batin antara ibu dan bayi (Depkes,

2002).

e. Kondisi Kesehatan Ibu Ketika Menyusui

Pada keadaan tertentu, bayi tidak mendapat ASI sama

sekali, misalnya dokter melarang ibu untuk menyusui karena

sedang menderita penyakit yang dapat membahayakan ibu

atau bayinya, seperti ibu menderita sakit jantung berat, infeksi

virus berat, dirawat di RS/meninggal (Pudjiadi, 2001).

Kelainan payudara ibu seperti puting susu nyeri,

bengkak, saluran susu tersumbat, radang payudara dan

kelainan anatomis pada puting susu juga dapat mempengaruhi

pemberian ASI secara eksklusif.


40

f. Kondisi Kesehatan Bayi Saat Lahir

Kondisi kesehatan bayi terkadang tidak memungkinkan

seorang ibu menyusui, misalnya bayi sakit, lahir prematur dan

berbagai penyakit macam cacat bibir. Bibir sumbing adalah

suatu kondisi dimana bayi dilahirkan dengan satu atau lebih

“robekan” di bibir atas. Langit-langit yang sumbing biasanya

bibirnya juga sumbing. Sulit untuk menyusui bayi dengan bibir

atau langit-langit yang sumbing karena tidak mampu melakukan

pelekatan yang benar (Ramaiah, 2006)

2. Enabling

a. Penolong persalinan Ibu

Kebijakan yang perlu diperhatikan untuk pelestarian

ASI salah satunya adalah mempengaruhi petugas proffesional

yaitu para ahli kandungan, dokter umum dan para petugas

kesehatan lainnya untuk mengupayakan pentingnya menyusui

dan cara-cara menyusui.

Para petugas kesehatan harus dididik untuk

memberikan nasehat kepada para ibu sebelum dan sesudah

melahirkan termasuk dukun bayi/dukun bersalin, sebab dukun

bayi memegang peranan penting dalam kebidanan.

Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menyusui

mempunyai 2 kebutuhan penting, yakni informasi terperinci

tentang berbagai aspek dari pada menyusui dan dukungan


41

emosional, terutama pada hari-hari pertama laktasi, yang

dapat diberikan oleh orang yang dipercayainya. Ibu akan lebih

berminat untuk menyusui bayinya, jika kedua hal tersebut di

atas dapat diberikan pada setiap pertemuan antara si ibu

dengan petugas kesehatan (Soeharyono, 1979).

3. Reinforcing

a. Dukungan Keluarga

Dukungan dari keluarga merupakan segala bentuk

perilaku dan sikap Positif yang diberikan keluarga kepada ibu

yang sedang memberikan ASI. Adanya dukungan dari keluarga

dapat membantu menghadapi masalah agar semua kebutuhan

ibu dalam memberikan ASI dapat terpenuhi dan ibu dapat

terhindar dari depresi yang dapat mengurangi pengeluaran ASI

(Kusumaningrum, 2016) .

Kebanyakan ibu hamil dan ibu menyusui yang telah

mendapat penyuluhan tentang ASI tidak mempraktekkan

pengetahuan yang didapatnya karena mereka bukan

mengambil keputusan yang utama dalam keluarga untuk

memberikan ASI eksklusif. Strategi untuk memotivasi praktek

pemberian ASI eksklusif adalah dengan meningkatkan

keterlibatan suami dan anggota keluarga lainnya (Widodo,

2003).
42

Dari semua dukungan bagi bayi ibu menyusui

dukungan suami adalah dukungan yang berarti bagi ibu. Suami

dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI

eksklusif. Suami cukup memberikan dukungan secara

emosional dan bantuan-bantuan praktis seperti mengganti

popok dan lain-lain (Roesli, 2008).

Dukungan keluarga untuk melakukan ASI eksklusif

umumnya adalah suami dan orang tua. Suami dan orang tua

adalah orang terdekat yang dapat mempengaruhi seorang ibu

untuk tetap menyusui secara eksklusif atau malah memberikan

makanan/minuman tambahan kepada bayi.

Bentuk dukungan suami berupa nasihat untuk

memberikan hanya ASI eksklusif saja kepada bayinya,

membantu ibu bila lelah, dan membantu melakukan pekerjaan

rumah. Sedangkan dukungan orang tua lebih terlihat untuk

mempengaruhi ibu memberikan makanan atau minuman

tambahan sebelum bayi mereka berusia 6 bulan. (Wikandari,

2009)

Ibu terkadang tidak mendapatkan dukungan keluarga

untuk menyusui karena keluarga kebanyakan menyarankan

untuk memberi makanan tambahan. Meskipun petugas

kesehatan telah menjelaskan pentingnya pemberian ASI

eksklusif, namun keluarga (orang tua dan mertua) tetap tidak


43

menerapkannya, dengan alasan bayi yang diberi ASI saja tidak

membuat bayi kenyang yang akan menyebabkan bayi jadi

rewel karena kelaparan (Hartini, 2016).

Bentuk dukungan keluarga yang kurang baik dalam

pemberian ASI eksklusif ialah suami bersedia untuk

membuatkan susu untuk bayinya dan bersedia juga untuk

memberikan susu. Kemudian ada pula nenek yang bersedia

membuatkan susu bagi sang bayi. Kurangnya dukungan dari

orang terdekat partisipan terutama suami akan menyebabkan

kegagalan pemberian ASI eksklusif bukan dengan susu formula

walaupun dengan harga semahal apapun (Huliana, 2003).

Dukungan keluarga dapat diberikan dalam beberapa

bentuk, yaitu dukungan informasional, dukungan penghargaan,

dukungan instrumental, dan dukungan emosional. Ibu

menyusui membutuhkan dukungan dan pertolongan, baik

ketika memulai maupun melanjutkan menyusui (Friedman,

2010).

Sebagai langkah awal mereka membutuhkan dukungan

bantuan pemberian ASI hingga 2 tahun, perawatan dan

kesehatan maupun dukungan (Proverawati, 2010).

Keluarga terutama suami merupakan bagian penting

dalam keberhasilan atau kegagalan menyusui, karena suami

menentukan kelancaran pengetahuan ASI (let down reflex)


44

yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi dan perasaan ibu

(Roesli, 2005).

b. Minat Ibu terhadap Susu Formula

Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi

apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi

yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau

kebutuhan-kebutuhannya sendiri (Pudjiadi, 1993).

Dimana minat itu sendri yakni rasa lebih suka dan

rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada

yang menyuruh. Sehingga minat itu merupakan suatu

dorongan yang timbul karena adanya perasaan senang

terhadap sesuatu. Minat pada dasarnya adalah penerimaan

akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu

diluar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut,

semakin besar minatnya (Pudjiadi, 1993).

Susu formula adalah susu yang dibuat dari susu sapi

atau susu buatan yang diubah komposisinya menyerupai Air

Susu Ibu (ASI), namun tidak bisa sama persis dengan ASI

karena komposisi susu formula yang berasal dari susu sapi,

yang hanya cocok untuk anak sapi (Pudjiadi, 1993).

Promosi susu formula adalah berbagai kegiatan yang

dilakukan oleh produsen untuk mengkomunikasikan manfaat


45

dari produk susu formula sebagai pengganti ASI dengan tujuan

membujuk dan mengingatkan para konsumen sasaran agar

membeli produk susu formula tersebut (Kotler, 2005).

Promosi susu formula merupakan suatu aktivitas

pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi produk susu

formula untuk mempengaruhi dan mengingatkan pasar sasaran

dalam hal ini adalah keluarga agar bersedia menerima,

membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan.

Promosi susu formula diinformasikan melalui lima

strategi baruan promosi (promotion mix), yang terdiri dari lima

komponen utama, yaitu periklanan (advertising), promosi

penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat (public

relationspublicity), penjualan perorangan (personal selling) dan

pemasaran langsung (direct marketing).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu

memberikan makanan tambahan seperti susu formula pada

bayi usia 0-6 bulan antara lain: faktor kesehatan ibu,

pengetahuan, pekerjaan, petugas kesehatan, budaya, gaya

hidup, dan faktor ekonomi (Suhardjo, 1992).

Ibu sering merasa kurang percaya apakah air susunya

cukup atau tidak, karena sulit baginya untuk melihat atau

mengukur berapa banyak yang telah dikonsumsi. Keragu-

raguan tersebut akhirnya mendorong ibu memberikan makanan


46

tambahan kepada bayinya dengan makanan bayi atau

Pendamping Air Susu Ibu (PASI). Kecenderungan itu

meningkat karena para ibu kurang mampu menolak godaan

yang disampaikan dalam pesan iklan mengenai makanan bayi

yang meyakinkan (Winarno, 1992).

Promosi atau iklan produk susu formula berpengaruh

terhadap perilaku ibu, yaitu ibu lebih berminat terhadap promosi

susu formula sehingga mendorong ibu untuk memberikan susu

formula kepada bayinya. Gencarnya promosi susu formula, baik

melalui petugas kesehatan, maupun melalui media massa,

bahkan dewasa ini secara langsung kepada ibu-ibu.

Secara besar-besaran distribusi, iklan dan promosi

susu buatan berlangsung terus dan bahkan meningkat tidak

hanya di televisi, radio, dan surat kabar melainkan juga di

tempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan

masyarakat di Indonesia. Usaha yang efektif untuk

mengembangkan pemberian ASI harus mengontrol praktek-

praktek promosi susu itu agar tidak menyesatkan masyarakat.

(Soeharyono, 1979)

Minat terhadap iklan susu formula pun ada juga

sebagian besar tidak tertarik, dikarenakan sebagian besar ibu

mempunyai pendidikan menengah. Pendidikan dapat


47

mempengaruhi perubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok dalam usaha mendewasakan seseorang.

Iklan dapat mempengaruhi pola dan perilaku antar

pribadi dan kelompok. Pengaruh itu bisa positif atau negatif.

Iklan susu formula yang bagus dapat dengan mudah beredar

dikalangan jaringan komunikasi para ibu yang sedang

menyusui. Ibu tertarik dengan iklan susu formula karena belum

mengetahui tentang manfaat ASI eksklusif (Sumartono, 2002).

Terungkap data bahwa bayi yang diberi susu formula

memiliki kemungkinan meninggal dunia pada bulan pertama

kelahirannya. Peluang itu 25 kali lebih tinggi dari pada bayi

yang disusui oleh ibunya secara eksklusif. Banyaknya kasus

kurang gizi pada anak-anak berusia di bawah 2 tahun yang

sempat melanda beberapa wilayah Indonesia dapat

diminimalisasi melalui pemberian ASI eksklusif, oleh karena itu

sewajarnya ASI eksklusif dijadikan prioritas program di negara

berkembang ini.

Permasalahan yang utama adalah faktor sosial budaya,

kurangnya kesadaran akan pentingnya ASI, dan semakin

gencarnya iklan susu formula dengan adanya penyebaran

brosur-brosur tentang iklan susu formula. Dibandingkan dengan

susu formula termahal atau yang diklaim terbaik sekalipun,

kualitas ASI takkan pernah tertandingi (Nurhayati, 2007).


48

Gencarnya promosi susu formula mempengaruhi ibu

untuk memberikan susu formula serta adanya anggapan

bahwa bayi yang diberikan susu formula lebih pintar dan

pertumbuhannya lebih cepat (Baskoro, 2008).

Dapat disimpulkan bahwa kecenderungan ibu

memberikan susu formula adalah karena dipengaruhi oleh

persepsi yang positif tentang susu formula, pengetahuan yang

kurang tentang kerugian susu formula, gencarnya susu formula

dimasyarakat dapat mempengaruhi ibu dalam pemberian susu

formula. Hal ini yang menyebabkan masih ditemukannya ibu

yang mempunyai persepsi negative tetap memberikan susu

formula.
49

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep dan Hipotesis

1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini

adalah berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui

faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di desa

Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar.

Variabel yang akan diteliti diperkirakan akan mempengaruhi

perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI

eksklusif kepada bayi dapat dilihat dalam kerangka konsep :

3.1. Gambar Kerangka Konsep

Pekerjaan

Dukungan Keluarga
Pemberian ASI
Eksklusif
Minat Ibu terhadap Susu
Formula
50

Keterangan : Variabel dependen :

Variabel independen :

2. Hipotesis 49

Ha. Ada hubungan antara pekerjaan, dukungan keluarga, dan

minat ibu terhadap susu formula dengan pemberian ASI

eksklusif di desa Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten

Polewali Mandar tahun 2018.

Ho. Tidak ada hubungan antara pekerjaan, dukungan keluarga,

dan minat ibu terhadap susu formula dengan pemberian ASI

eksklusif di desa Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten

Polewali Mandar tahun 2018.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Duampanua Kecamatan

Anreapi Kabupaten Polewali Mandar tahun 2018.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan

wawancara langsung melalui penyebaran kuesioner yang telah

dirancang oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan penelitian untuk

mengetahui pekerjaan, dukungan keluarga dan minat ibu terhadap

susu formula. Kuesioner berisi pertanyaan tentang faktor yang

berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif. Dimana responden


51

diminta memberikan jawaban pada salah satu jawaban yang sesuai

dengan keadaan responden.

D. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini secara kuantitatif dengan rancangan

penelitian cross sectional. Jenis penelitian kuantitatif adalah penelitian

dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif

yang diangkakan (Sugiyono, 2016). Sedangkan rancangan penelitian

cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara

pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu

saat (Notoatmodjo, 2012).

E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah seluruh objek atau subjek dengan

karakteristik tertentu yang akan diteliti, bukan hanya objek atau

subjek yang dipelajari saja, tetapi seluruh katrakteristik atau sifat

yang dimiliki subjek atau objek tersebut (Hidayat, 2007).

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu menyusui dan

memiliki bayi usia 0-12 bulan di desa Duampanua sebanyak 33

responden.

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau


52

sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi

(Hidayat, 2007).

Pengambilan sampel ini menggunakan teknik total

sampling. Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan

pengambilan sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan

obyek penelitian. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel

dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2016).

Alasan mengambil teknik ini karena jumlah populasi yang kurang

dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semua

(Sugiyono, 2016). Maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah

sebanyak 33 responden.

 Kriteria inklusi:

1. Respondennya adalah Ibu bayi yang pernah melahirkan bayi

hidup dan memberikan ASI eksklusif (0-12 bulan).

2. Bersedia menjadi responden dan menyetujui informed consent.

 Kriteria eksklusi:

1. Responden tidak meninggalkan lokasi penelitian selama

penelitian sedang berlangsung.

2. Responden dalam keadaan sakit.


53

F. Varibel Penelitian, Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran

1. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pekerjaan ibu,

minat ibu terhadap susu formula, dan dukungan keluarga. Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif.

2. Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran


Tabel 3.2. Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran
Jenis/
Defenisi Skala
NamaVariab Cara Ukur Alat Ukut Hail Ukur
Opersaional Ukur
el
0 = Tidak
Tindakan pemberian ASI
ASI
Pemberian pada bayi hingga berusia
Eksklusif
ASI 6 bulan tanpa tambahan Wawancara Kuesioner Nominal
Eksklusif makanan atau minuman
1 = ASI
lain (Prasetyono, 2009)
Eksklusif
Mata pencaharian atau 0=
sesuatu yang dilakukan TidakBekerj
Pekerjaan
ibu untuk mendapatkan Wawancara Kuesioner a Nominal
Ibu
nafkah/memenuhi
kebutuhan 1 = Bekerja
Kecendrungan dalam diri
0 = Tidak
responden terhadap
Berminat
pemberitahuan susu sapi
Jika Total
yang dibuat komposisinya
Minat ibu Skor
mendekati ASI melalui
terhadap Jawaban ≤
media social dan tempat
susu formula Wawancara Kuesioner 50 % Nominal
perbelanjaan serta tenaga
setelah
kesehatan, berupa
melahirkan 1 = Berminat
pemahaman ibu terhadap
Jika Skor
susu formula
Jawaban >
((Soeharyono, 1979) dan
50 %
Dekpkes RI, 2001)
54

0 = Kurang
Mendukung
Persepsi responden
Jika Total
terhadap ada tidaknya
SkorJ
pengaruh positif yang
awaban < 50
diberikan oleh suami,
Dukungan %
orang tua, dan mertua Wawancara Kuesioner Nominal
keluarga
berupa anjuran dan
1=
bantuan dalam
Mendukung
memberikan ASI
Jika Skor
Eksklusif
Jawaban ≥
50 %
G. Sumber Data Penelitian

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dan dikumpulkan

dengan menggunakan daftar pertanyaan yang mencakup status

pekerjaan ibu, dukungan keluarga, dan minat ibu terhadap susu

formula dengan pemberian ASI eksklusif yang menggunakan

kuesioner yang telah disediakan..

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari

dokumentasi Profil Kesehatan Indonesia, Profil Kesehatan Sulawesi

Barat, Profil Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar, Laporan data

Puskesmas Anreapi, dan Laporan data Pustu Duampanua.

H. Alat Penelitian/Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menggunakan kuesioner, dimana

kuesioner dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan yang

digunakan untuk mendapatkan data tentang faktor yang berhubungan

dengan pemberian ASI eksklusif yaitu pekerjaan ibu, dukungan

keluarga, dan minat ibu terhadap susu formula. Kuesioner ini terdiri
55

dari pertanyaan positif dan negatif. Dalam kuesioner ini disediakan

dua jawaban yaitu B (Benar) skor 1 dan S (Salah) Skor 0 untuk setiap

pertanyaan positif. Sedangkan B (Benar) skor 0 dan salah (Salah)

skor 1 untuk pertanyaan negatif. Kuesioner ini merupakan hasil

penelitian sebelumnya oleh Ana Mahillatul Jannah pada tahun 2016

dan Siti Zulaikhah pada tahun 2010.

I. Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan membagikan

kuesioner dan wawancara pada ibu yang menyusui dan memiliki bayi

usia 0-12 bulan di desa Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten

Polewali Mandar.

Langkah-langkah dalam pengumpulan data yang digunakan

yaitu :

1. Menentukan subjek penelitian yaitu ibu menyusui yang memiliki

balita di desa Duampanua yang sesuai dengan kriteria.

2. Memberikan penjelasan tentang penelitian dan melakukan

persetujuan dengan memberikan inform consent yaitu surat

pernyataan bersedia menjadi responden.

3. Melakukan wawancara dengan responden untuk pengisian

kuesioner.

4. Memberikan bimbingan dan memberikan penjelasan bila ada

kalimat pertanyaan yang dianggap tidak jelas oleh responden.

J. Pengelolaan dan Analisis Data


56

1. Pengelolaan Data

a. Editing adalah kegiatan memeriksa kelengkapan kuesioner,

kejelasan jawaban, dan konsistensi antar jawaban.

b. Koding, adalah kegiatan mengklasifikasikan jawaban menurut

kategori masing-masing.

c. Skoring, setelah dilakukan pengkodean kemudian dilakukan

pemberian nilai sesuai dengan skor yang telah ditentukan.

d. Entri, data yang telah dimasukkan dalam komputer dengan

program SPSS.

e. Tabulasi, kegiatan memasukkan data ke dalam kelompok data

sesuai variabel yang akan diteliti.

f. Penyajian data, dalam bentuk distribusi frekuensi dan deskriptif.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan

terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Dalam analisis

univariat hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari

tiap variabel (Notoatmodjo, 2002). Variabel tersebut adalah

pemberian ASI eksklusif, pekerjaan, dukungan keluarga dan

minat ibu terhadap promosi susu formula.

a. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat adalah analisis yang dilakukan

terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau


57

berkolerasi (Notoatmodjo, 2002). Variabel ini menggunakan uji

kai kuadrat (Chi Square) dengan menggunakan tingkat

kemaknaan alpha 5%. Artinya, bila p-value < alpha 0,05, maka

disimpulkan hipotesis ditolak atau ada hubungan yang

bermakna secara statistik antara variabel independen dan

dependen.

K. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Duampanua Kecamatan

Anreapi Kabupaten Polewali Mandar pada bulan September-Februari

tahun 2017-2018.
58

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Duampanua terdiri dari 5 Dusun yaitu Dusun

Basseang, Dusun Tibakan, Dusun Batupapan, Dusun Beluak dan

Dusun Salupana. Luas wilayah Desa Duampanua yaitu 1425 Ha

dengan batas wilayah yaitu sebelah Utara : Kec. Sumarorong - Desa

Pappandangan, sebelah Timur : Kel. Anreapi - Kel. Darma, sebelah

Selatan : Kel. Madatte – Desa Bunga-Bunga, dan sebelah Barat :

Desa Pasiang

Jumlah penduduk Desa Duampanua 3223 jiwa yang terdiri

dari laki-laki 1598 jiwa dan perempuan 1625 jiwa. Dan sebanyak 3216

penduduk Desa Duampanua beragama Islam dan 7 beragama Kristen

Protestan.

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa dari 33 responden

yang ada didesa Duampanua, maka yang memberikan ASI eksklusif

sebanyak 18 responden (54,5%) dan yang tidak memberikan ASI

eksklusif sebanyak 15 responden (45,5%). Kemudian yang bekerja

sebanyak 12 responden (36,6%) dan yang tidak bekerja sebanyak 21

responden (63,6%). Serta yang mendapatkan dukungan dari keluarga

sebanyak 21 responden (63,6%). Dan yang kurang berminat terhadap

susu formula sebanyak 17 responden (51,5%) dan yang berminat

sebanyak 16 responden (48,5%).

58
59

Adanya hubungan antara pekerjaan responden dengan

pemberian ASI eksklusif karena adanya kesibukan ibu dalam berkerja

di luar rumah dengan menambahkan makana/minuman kepada

bayinya. Dan terdapat hubungan dukungan keluarga reponden

dengan pemberian ASI eksklusif dikarenakan dukungan yang

diberikan oleh keluarga dalam bentuk perilaku seperti memberikan

saran kepada responden untuk mampu meningkatkan pemberian ASI

sesuai kebutuhan bayiny dan tidak memberikan makanan/minuman

tambahan kepada bayinya sampai berusia 6 bulan.

Serta terdapatnya hubungan minat ibu terhadap susu

formula dengan pemberian ASI eksklusif dikarenakan yang tidak

berkerja memiliki waktu untuk menonton televise lebih sering sehingga

kemungkinan terpengaruh untuk memberikan susu formula. Dan ada

juga responden yang berminat terhadap susu formula karena masalah

kesehatan pada bayinya yang lahir prematur.


60

B. HASIL PENELITIAN

a. Analisis Univariat

1. Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian Asi eksklusif adalah memberikan ASI saja

kepada bayi tanpa tambahan makanan apapun sampai bayi

berusia 6 bulan kecuali syirop yang berisi vitamin dan mineral

(WHO, 2009b). Hasil penelitian didapatkan gambaran sebagai

berikut :

Tabel 4.1
Distribusi Responden Menurut Pemberian ASI Eksklusif di Desa
Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar
Tahun 2018

Jumlah Persentase
Pemberian ASI Eksklusif
(n) (%)
Tidak ASI Eksklusif 15 45,5%
ASI Eksklusif 18 54,5%
Total 33 100,0%

Sumber : Data Primer 2018


Distribusi pemberian ASI eksklusif terlihat bahwa dari

33 responden sebagian besar yaitu yang tidak memberikan ASI

Eksklusif sebanyak 15 responden (45,5%) dan yang memberikan

ASI Eksklusif sebanyak 36 responden (54,5%).


61

2. Status Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang dikerjakan untuk

mendapatkan nafkah atau pencaharian yang sibuk dengan

kegiatan (Depkes, 2002).

Tabel 4.2
Distribusi Responden Menurut Pekerjaan di Desa Duampanua
Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2018

Jumlah Persentase
Pekerjaan
(n) (%)
Tidak Bekerja 21 63,6%
Bekerja 12 36,4%
Total 33 100,0%
Sumber : Data Primer 2018
Distribusi responden menurut pekerjaan dapat dilihat

bahwa dari 33 responden sebagian besar yaitu yang tidak

bekerja sebanyak 21 responden (63,6%), dan yang memiliki

pekerjaan sebanyak 12 responden (36,4%).

3. Dukungan Keluarga

Dukungan dari keluarga merupakan segala bentuk

perilaku dan sikap Positif yang diberikan keluarga kepada ibu

yang sedang memberikan ASI. Adanya dukungan dari keluarga

dapat membantu menghadapi masalah agar semua kebutuhan

ibu dalam memberikan ASI dapat terpenuhi dan ibu dapat

terhindar dari depresi yang dapat mengurangi pengeluaran ASI

(Kusumaningrum, 2016).
62

Tabel 4.3
Distribusi Responden Menurut Dukungan Keluarga di Desa
Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar
Tahun 2018

Jumlah Persentase
Dukungan Keluarga
(n) (%)

Kurang Mendukung 12 36,4%

Mendukung 21 63,6%
Total 33 100,0%

Sumber : Data Primer 2018

Distribusi responden menurut dukungan keluarga dapat

dilihat bahwa dari 33 responden yang kurang mendapatkan

dukungan keluarga sebanyak 12 responden (36,4%) dan yang

mendapatkan dukungan keluarga sebanyak 21 responden

(63,6%)

4. Minat Ibu terhadap Susu Formula

Minat ibu terhadap susu formula adalah kecenderungan

dalam diri responden untuk tertarik terhadap pemberitahuan

susu sapi yang dibuat komposisinya mendekati ASI melalui

media sosial dan tempat perbelanjaan serta tenaga kesehatan,


63

berupa pemahaman ibu terhadap susu formula (Soeharyono,

1979) dan (Depkes, 2002).

Tabel 4.4
Distribusi Responden Menurut Minat Ibu terhadap Susu Formula
di Desa Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali
Mandar Tahun 2018

Minat Ibu terhadap Jumlah Persentase


Susu Formula (n) (%)
Tidak Berminat 17 51,5%
Berminat 16 48,5%
Total 33 100,0%
Sumber : Data Primer 2018
Distribusi responden menurut minat ibu terhadap susu

formula dapat dilihat bahwa dari 33 responden yang tidak

berminat sebanyak 17 responden (51,5%), dan yang berminat

berminat sebanyak 16 responden (48,5%).

b. Analisis Bivariat

1. Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian ASI Eksklusif


Tabel 4.5
Distribusi Hubungan antara Pekerjaan dengan Pemberian ASI
Eksklusif di Desa Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten
Polewali Mandar Tahun 2018

Pemberian ASI Eksklusif p


Pekerjaan Total
Ya Tidak value
64

n % n % n %
Bekerja 1 3 11 33,3 12 36,4
0,000
Tidak
17 51,5 4 12,1 21 63,6
Bekerja
Total 18 54,5 15 45,5 33 100
Sumber : Data Primer 2018

Hasil analisis pekerjaan responden dengan pemberian

ASI eksklusif diperoleh bahwa dari 18 responden yang

memberikan ASI eksklusif, yang bekerja sebanyak 1 responden

(3,0%), dan yang tidak bekerja sebanyak 17 responden (51,5%).

Sedangkan diantara 15 responden yang tidak memberikan ASI

eksklusif, yang bekerja sebanyak 11 responden (33,3%), dan

yang tidak bekerja sebanyak 4 responden (12,1%). Didapatkan

informasi, bahwa responden yang tidak bekerja cenderung

memberikan ASI eksklusif, dibandingkan responden yang

bekerja cenderung tidak memberikan ASI eksklusif.

Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,000 lebih kecil

dari alpha 0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang

signifikan antara variabel pekerjaan ibu dengan pemberian ASI

eksklusif.

2. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian ASI


Eksklusif
Tabel 4.6
Distribusi Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan
Pemberian ASI Eksklusif di Desa Duampanua Kecamatan
Anreapi Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2018
65

Pemberian ASI Eksklusif p


Dukungan Total valu
Ya Tidak
Keluarga e
n % n % n %
Mendukun
16 48,5 5 15,2 21 36,4
g
Kurang
0,001
Mendukun 2 6,1 10 30,3 12 63,6
g
Total 18 54,5 15 45,5 33 100
Sumber : Data Primer 2018

Hasil analisis dukungan keluarga responden dengan

pemberian ASI eksklusif diperoleh bahwa dari 18 responden

yang memberikan ASI eksklusif, yang mendapatkan dukungan

dari keluarga sebanyak 16 responden (48,5%), dan kurang

mendapatkan dukungan dari keluarga sebanyak 2 responden

(6,1%). Sedangkan diantara 15 responden yang tidak

memberikan ASI eksklusif, maka yang mendapatkan dukungan

dari keluarga sebanyak 5 responden (15,2%) dan yang kurang

mendapatkan dukungan dari keluarga sebanyak 10 responden

(30,3%). Didapatkan informasi, bahwa responden yang

mendapatkan dukungan dari keluarga cenderung memberikan

ASI eksklusif, dibandingkan responden yang kurang

mendapatkan dukungan dari keluarga cenderung tidak

memberikan ASI eksklusif.

Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,001 lebih kecil

dari alpha 0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang


66

signifikan antara variabel dukungan keluarga ibu dengan

pemberian ASI eksklusif.

3. Hubungan Minat Ibu terhadap Susu Formula dengan


Pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4.7
Distribusi Hubungan antara Minat Ibu terhadap Susu Formula
dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Duampanua
Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2018

Minat Ibu Pemberian ASI Eksklusif p


terhadap Total valu
Ya Tidak
Susu e
Formula n % n % n %
48,5
Berminat 3 9,1 13 39,4 16
Tidak 0,000
15 45,5 2 6,1 17 51,5
Berminat
Total 18 54,5 15 45,5 33 100

Sumber : Data Primer 2018

Hasil analisis minat ibu terhadap susu formula dengan

pemberian ASI eksklusif diperoleh bahwa dari 18 responden

yang memberikan ASI eksklusif, yang berminat dengan susu

formula sebanyak 3 responden (9,1%) dan yang tidak berminat

terhadap susu formula sebanyak 15 responden (45,5%).

Sedangkan diantara 15 responden yang tidak memberikan ASI


67

eksklusif, yang berminat terhadap susu formula sebanyak 13

responden (39,4%), dan yang tidak berminat terhadap susu

formula sebanyak 2 responden (6,1%). Didapatkan informasi,

bahwa responden yang tidak berminat terhadap susu formula

cenderung memberikan ASI eksklusif, dibandingkan responden

yang berminat terhadap susu formula cenderung tidak

memberikan ASI eksklusif.

Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,000 lebih kecil

dari alpha 0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang

signifikan antara variabel minat ibu terhadap susu formula

dengan pemberian ASI eksklusif.

C. PEMBAHASAN

1. Analisis Univariat
a. Pemberian ASI eksklusif

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari

33 responden, didapatkan bahwa sebanyak 15 responden

(45,5%) tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi di Desa

Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar

tahun 2018.

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah pemberian ASI saja

sejak bayi dilahirkan sampai usia 6 bulan. Selama itu bayi tidak

diharapkan mendapatkan tambahan cairan lain seperti susu

formula, air jeruk, air teh, madu, air putih. Pada pemberian Air
68

Susu Ibu (ASI) Eksklusif, bayi juga tidak diberikan makanan

tambahan seperti pisang, biskuit, bubur nasi tim, dan sebagainya

(Roesli, 2008).

Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan

oleh Yamaeka F (2017), tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bayi yang mempunyai

bayi umur 6-11 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Rawang

Padang tahun 2017 yang menunjukkan bahwa sebesar 54,1%

responden tidak memberikan ASI eksklusif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian

responden tidak memberikan ASI eksklusif disebabkan oleh

beberapa faktor seperti status pekerjaan, dukungan keluarga,

dan minat responden terhadap susu formula. Hal ini

disayangkan karena ketidaktahuan responden ataupun keluarga

dengan pemberian ASI ekslusif yang memiliki efek kesehatan

yang besar bagi bayi. Namun, rata-rata prevalensi ASI tetap saja

rendah. Bayi akan tumbuh lebih sehat dan lebih cerdas jika diberi

ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupannya.

Tetapi, hanya sedikit responden yang benar-benar

dapat menyusui secara eksklusif, sebagian responden tidak

dapat melakukannya karena merasa ASI-nya kurang dan bayi

selalu rewel setelah disusukan namun akan diam setelah diberi

minuman/makanan tambahan.
69

b. Status Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari

33 responden, didapatkan bahwa sebanyak 12 responden

(45,5%) berstatus bekerja. Responden yang bekerja dengan

rincian yaitu sebanyak 2 responden (6,1%) sebagai petani, 3

responden (9,1%) sebagai PNS, 5 responden (15,2%) sebagai

pedagang, dan 2 responden (6,1%) sebagai honorer dengan

pemberian ASI eksklusf di Desa Duampanua Kecamatan

Anreapi Kabupaten Polewali Mandar tahun 2018.

Bekerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh

buruh atau pekerja, apabila setiap orang yang bekerja akan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pekerjaan

merupakan suatu yang dibutuhkan manusia dalam memenuhi

kebutuhan hidup, karena setiap saat kebutuhan yang bermacam-

macam akan berkembang dan berubah. Sehingga untuk

memenuhi kebutuhan tersebut pelaku akan terus bekerja dan

bekerja.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Arvina D, dkk (Arvina, 2011), tentang hubungan

status pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif di Kelurahan

Palebon Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Penelitian

Arvina D, dkk menunjukkan bahwa yang bekerja sebesar 51,1%

responden.
70

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, sebagian

responden yang berstatus bekerja, sangat mempengaruhi

pemberian ASI eksklusif karena sebagian besar responden yang

bekerja tidak memiliki kesempatan dalam menyusui bayinya.

Kesibukan responden dalam melakukan pekerjaanya merupakan

alasan yang sering diungkapkan oleh responden yang tidak

berhasil menyusui secara eksklusif dan meningkatkan pemberian

susu formula dan MP-ASI dini pada bayinya.

Kemudian didapatkan pula responden yang tidak

bekerja tetapi ia tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya

yaitu sebanyak 4 responden (12,1%). Hal ini terjadi dikarenakan

ibu memiliki masalah kesehatan seperti puting susu yang lecet

dan adanya bayi yang dilahirkan prematur.

c. Dukungan Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari

33 responden, didapatkan bahwa sebanyak 21 responden

(63,6%) yang mendapatkan dukungan dari keluarga dalam

pemberian ASI eksklusif di Desa Duampanua Kecamatan

Anreapi Kabupaten Polewali Mandar tahun 2018.

Dukungan keluarga adalah dukungan untuk memotivasi

ibu memberikan ASI saja kepada bayinya sampai usia 6 bulan

termasuk memberikan dukungan psikologis kepada ibu dan


71

mempersiapkan nutrisi yang seimbang untuk ibu (Sudiharto,

2007).

Pemberian ASI eksklusif pada bayi bukan hanya

tanggungjawab ibu saja. Kepala keluarga, dalam hal ini suami

juga memiliki tanggungjawab besar untuk memberikan

dukungan. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh ibu yang

akan memberikan ASI eksklusif. Misalnya suami mengambil alih

pekerjaan rumah tangga, orang tua/mertua memberikan buku

atau informasi mengenai manfaat ASI eksklusif (Roesli, 2008).

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Hartini, dkk (2016), tentang hubungan

pengetahuan ibu dan dukungan keluarga dengan pemberian ASI

eksklusif di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Long Iram

Kecamatan Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Penelitian Hartini,

dkk menunjukkan bahwa sebesar 70,9% responden kurang

mendapatkan dukungan dari keluarga.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, beberapa

responden kurang mendapatkan dukungan dari keluarga baik itu

suami ataupun orang tua. Hal ini terlihat dari hasil analisis

kuesioner, yaitu sebesar 12,1% responden mengatakan suami

pernah memberikan buku kesehatan tentang cara menyusui

bayi. Sebesar 39,4% responden mengatakan suami tidak

menganjurkan agar bayi diberikan susu formula. Sebesar 15,2%


72

suami dan orang tua responden tidak menyarankan memberikan

makanan tambahan sebelum bayi berusia >6 bulan. Sebesar

63,6% suami ikut bangun menemani sewaktu ibu menyusui bayi

pada malam hari. Dan sebesar 93,9% responden mengatakan

suami membantu pekerjaan rumah tangga pada saat ibu

menyusui.

Dari penelitian ini ibu merasa mendapatkan dukungan

secara emosional untuk menyusui bayinya. Tingginya dukungan

keluarga baik itu suami, orang tua, ataupun mertua kepada

responden disebabkan karena adanya kesadaran ketika

mandapatkan info tentang manfaat dari pemberian ASI eksklusif.

Namun ada juga responden mendapatkan dukungan

dari keluarga namun tidak memberikan ASI eksklusif. Hal ini

disebabkan karena pendidikan ibu yang tergolong rendah

sehingga ibu kurang mampu memahami info yang disampaikan

tentang manfaat dari ASI eksklusif. Dan sebaliknya ada

responden yang kurang mandapatkan dukungan dari keluarga

tetapi tetap memberikan ASI ekslusif, hal ini terjadi karena faktor

pendidikan dan pengetahuan ibu yang baik.

d. Minat Ibu terhadap Susu Formula

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari

33 responden, didapatkan bahwa ada sebanyak 16 responden

(48,5%) yang berminat terhadap susu formula di Desa


73

Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar

tahun 2018.

Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi

apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi

yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau

kebutuhan-kebutuhannya sendiri (Pudjiadi, 1993).

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Zulaikhah S, (2010), tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di Kecamatan

Sumowono Kabupaten Semarang. Penelitian Zulaikhah S

menunjukkan bahwa 54,4% responden yang berminat terhadap

susu formula.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, beberapa

responden berminat terhadap susu formula. Hal ini terlihat dari

hasil analisis kuesioner, dimana 60,6% responden mendapatkan

informasi tentang susu formula dari media sosial dan 39,4% dari

tenaga kesehatan. Sebesar 48,5% responden mengatakan

berminat mencari informasi tentang susu formula. Sebesar

81,3% responden mengatakan berminat terhadap susu formula

karena promosi dimedia massa yang ditawarkan cukup menarik,

dan 18,8% karena masalah kesehatan ibu dan bayi.

Seseorang yang sudah terpapar dengan promosi susu

formula sebagian besar tidak akan memberikan ASI eksklusif lagi


74

kepada bayinya. Promosi susu formula yang gencar terutama

melaui media sosial/periklanan mengakibatkan ibu tertarik dan

mencobanya kepada bayi.

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Status Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI


Eksklusif
Hasil analisis pekerjaan responden dengan pemberian

ASI eksklusif diperoleh bahwa dari 18 responden yang

memberikan ASI eksklusif, yang bekerja ada sebanyak 1

responden (3,0%), dan yang tidak bekerja ada sebanyak 17

responden (51,5%). Sedangkan diantara 15 responden yang

tidak memberikan ASI eksklusif, yang bekerja ada sebanyak 11

responden (33,3%), dan yang tidak bekerja ada sebanyak 4

responden (12,1%). Didapatkan informasi, bahwa responden

yang tidak bekerja cenderung memberikan ASI eksklusif,

dibandingkan responden yang bekerja cenderung tidak

memberikan ASI eksklusif.

Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,000 lebih kecil

dari alpha 0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang

signifikan antara variabel pekerjaan ibu dengan pemberian ASI


75

eksklusif di Desa Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten

Polewali Mandar tahun 2018.

Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh

Bahriyah F, dkk (Bahriyah, 2017) dalam hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa, adanya hubungan antara pekerjaan ibu

dengan pemberian ASI eksklusif yaitu dengan nilai p value =

0,018. Hal ini juga didukung oleh penelitian Putri SR (Selfia

Riskiandini, 2014) yang menyatakan bahwa, adanya hubungan

antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi

dengan nilai p value = 0,023.

Pada penelitian ini, terdapatnya hubungan status

pekerjaan responden dengan pemberian ASI eksklusif

dikarenakan responden yang bekerja memiliki waktu yang sedikit

dalam memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Responden

merasa ASI saja kurang cukup sehingga diberikan tambahan

susu formula. Dan hal itu membuat ibu meninggalkan bayinya

untuk bekerja dengan menitipkannya kepada orang tua atau

saudara.

Kemudian penyebab lainnya adalah meskipun

responden yang berpengetahuan baik rata-rata yang

berpendidikan tinggi, namun tetap saja tidak memberikan ASI

eksklusif. Hal ini disebabkan karena responden yang

berpengetahuan baik hanya sekedar tahu, namun tidak dapat


76

mengaplikasikannya karena kesibukan yang mengakibatkan

waktu bersama anak sangat sulit.

Kemudian adanya beberapa ibu yang tidak bekerja

namun tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya,

dikarenakan kondisi ibu yang kurang sehat dan bayi yang lahir

prematur.

Dari hasil penelitian ini, maka didukung oleh beberapa

teori yaitu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif

yaitu faktor dari pemahaman dan pengetahuan dari para ibu

yang salah, tidak sedikit dari apa ibu yang bekerja akan tetapi

tetap memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya selama 6

bulan (Utami, 2010).

Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian

ASI eksklusif, dimana ibu yang bekerja sebagai IRT lebih

cenderung memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu

yang bekerja di luar rumah. Adapun kecenderungan ini dapat

terjadi dikarenakan proporsi pendidikan ibu yang berbeda,

dimana ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung bekerja

dibandingkan ibu yang memiliki pendidikan rendah, hal ini

menunjukan bahwa kesempatan bekerja lebih banyak bagi orang

dengan berpendidikan tinggi (Widdelrita & Mohanis, 2013).


77

Keadaan ibu yang bekerja menuntutnya untuk

menyokong keuangan keluarga. Biasanya, para ibu yang

mengalami masalah demikian, cenderung merasa sangat lelah

(terutama secara psikis), karena seharian memaksakan diri

untuk bertahan di tempat kerja. Stres dapat mempengaruhi

ketersediaan ASI. Kondisi fisik dan mental yang lelah setelah

bekerja sepanjang hari telah menghambat kelancaran produksi

ASI (Utami, 2010).

Upaya pemberian ASI eksklusif seringkali mengalami

hambatan, karena bagi ibu yang bekerja di kantor ataupun

menjalankan usaha pribadi sebagai tambahan penghasilan yang

menyita banyak waktu di luar rumah. Maka hal inilah yang

menjadikan bayi diberi makanan/minuman tambahan sebelum

berusia 6 bulan, sebab dianggap lebih menguntungkan dan

membantu mereka sehingga tidak memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya, dan tidak mengabiskan banyak waktu di rumah

bersama anak (Prasetyono, 2009).

Disamping itu, walaupun ada ibu yang tidak bekerja dan

tidak memberikan ASI ekslusif pada bayinya, maka hal ini

dakrenakan adanya faktor kelainan pada payudara ibu seperti

nyeri pada puting susu, bengkak, saluran susu tersumbat,

radang payudara dan kelainan anatomis pada puting susu juga

dapat mempengaruhi pemberian ASI ekslusif.


78

Disamping itu kondisi kesehatan bayi terkadang tidak

memungkinkan seorang ibu untuk menyusui, misalnya bayi sakit,

lahir prematur dan berbagai penyakit cacat bibir (Ramaiah,

2006).

Diharapkan ibu yang memiliki bayi walaupun bekerja

diluar rumah tetap memberikan ASI eksklusif pada bayinya

dengan cara memompa ASI sebelum berangkat bekerja dan

disimpan pada tempat yang steril. Begitupun dengan ibu yang

tidak bekerja diharapkan selalu menjaga kesehatannya dan

sering berkonsultasi dengan tenaga kesehatan agar dapat

mengetahui masalah-masalah kesehatannya sebelum

memberikan ASI ekslusif kepada bayinya.

b. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian ASI


Eksklusif
Hasil analisis dukungan keluarga responden dengan

pemberian ASI eksklusif diperoleh bahwa dari 18 responden

yang memberikan ASI eksklusif, yang mendapatkan dukungan

dari keluarga ada sebanyak 16 responden (48,5%), dan yang

kurang mendapatkan dukungan dari keluarga ada sebanyak 2

responden (6,1%). Sedangkan diantara 15 responden yang tidak

memberikan ASI eksklusif, maka yang mendapatkan dukungan

dari keluarga ada sebanyak 5 responden (15,2%) dan yang

kurang mendapatkan dukungan dari keluarga ada sebanyak 10

responden (30,3%). Didapatkan informasi, bahwa responden


79

yang mendapatkan dukungan dari keluarga cenderung

memberikan ASI eksklusif, dibandingkan responden yang kurang

mendapatkan dukungan dari keluarga cenderung tidak

memberikan ASI eksklusif.

Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,001 lebih kecil

dari alpha 0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang

signifikan antara variabel dukungan keluarga ibu dengan

pemberian ASI eksklusif di Desa Duampanua Kecamatan

Anreapi Kabupaten Polewali Mandar tahun 2018.

Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh

Anggorowati, dkk (Fita, 2013) dalam hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa, adanya hubungan antara dukungan

keluarga dengan pemberian ASI eksklusif yaitu dengan nilai p

value = 0,003. Hal ini juga didukung oleh penelitian Oktalina O,

dkk (Oktalina, 2015)yang menyatakan bahwa ada hubungan

antara dukungan Keluarga dengan pemberian ASI eksklusif pada

balita dengan nilai p value = 0,011.

Pada penelitian ini, terdapatnya hubungan dukungan

keluarga responden dengan pemberian ASI eksklusif

dikarenakan dukungan yang diberikan oleh keluarga dalam

bentuk perilaku seperti memberikan saran kepada responden

untuk mampu meningkatkan pemberian ASI sesuai kebutuhan

bayinya dan tidak memberikan makanan/minuman tambahan


80

kepada bayinya sampai berusia 6 bulan. Khsususnya suami

yang bersikap hangat kepada responden baik itu membantu

pekerjaan responden dan ikut bangun pada malam hari selama

menyusui.

Tingkat pendidikan responden yang tinggi maupun

yang dasar tidak memiliki perbedaan dalam pemberian ASI

ekslusif. Ibu dengan tingkat pendidikan yang rendah namun

mendapatkan dukungan keluarga yang positif akan diajarkan

maupun dimotivasi dalam memberikan ASI secara ekslusif.

Dari penelitian ini, maka didukung oleh beberapa teori

yaitu ibu yang mendapat dukungan informasional berupa

informasi tentang ASI Eksklusif dari keluarganya akan terdorong

untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan yang tidak

pernah mendapatkan informasi atau dukungan dari keluarganya

sehingga peran keluarga sangat penting untuk keberhasilan

pemberian ASI eksklusif (Rahmawati, 2010).

Hal ini menunjukkan bahwa ketika keluarga mengetahui

ASI tidak hanya bermanfaat untuk bayi tetapi juga bermanfaat

untuk ibu, maka keluarga akan menyarankan ibu untuk menyusui

secara eksklusif (Rahmawati, 2010).

Fungsi dasar keluarga antara lain adalah fungsi efektif,

yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan


81

psikososial, saling mengasuh, dan memberikan cinta kasih, serta

saling menerima dan mendukung (Sudiharto, 2007).

Kemudian ada pula dukungan instrumental yang

didapat dari keluarga terutama orang tua dan mertua ibu

diantaranya adalah dengan memasakkan makanan yang dapat

memperlancar ASI, seperti memasakkan sayur-sayuran dan

kacang-kacangan yang mereka percaya dapat memperlancar

ASI, suami ikut membantu pekerjaan istri di rumah dan

mengantarnya ke Posyandu (Rahmawati, 2010)

Namun, ada juga ibu hamil dan ibu menyusui yang

telah mendapatkan penyuluhan tentang manfaat dari ASI tidak

mempraktekkan pengetahuan yang didapatrkannya karena

mereka tidak mengambil keputusan yang utama dalam keluarga

untuk memberikan ASI eksklusif (Widodo, 2003).

Ibu juga terkadang tidak mendapatkan dukungan dari

keluarga untuk menyusui karena keluarga juga kebanyakan

menyarankan untuk memberi makanan tambahan, nam

meskipun petugas kesehatan telah menjelaskan pentingnya

pemberian ASI ekslusif namun keluarga tetap tidak

menerapkannya (Hartini, 2016).

Pengetahuan ibu atau keluarga ibu tentang ASI

eksklusif masih sangat bervariasi dan bahkan menyatakan


82

bahwa ASI eksklusif adalah ASI diberikan kepada bayi dan tidak

masalah kalau diberikan makanan padat lainnya.

Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan

kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah,

terutama dalam pemberian ASI eksklusif (Depkes, 2004).

Maka secara teoritis, seorang ibu yang pernah

mendapat nasehat atau penyuluhan tentang ASI dari

keluarganya dapat mempengaruhi sikapnya pada saat ibu

tersebut harus menyusui sendiri bayinya (Rahmawati, 2010)

Agar pemberian ASI eksklusif dapat tercapai, sebaiknya

keluarga dapat meningkatkan dukungan dukungan yang bersifat

positif terhadap ibu dan meningkatkan pemahaman yang dapat

membantu mengurangi keluhan ibu menyusui bayinya dengan

dan berkonsultasi tentang manfaat dari pemberian ASI eksklusif.

serta menambah wawasan dengan menggali informasi tidak

hanya sejak melahirkan atau setelah didapatklan keluhan tetapi

dimulai sejak ibu mengikuti pemeriksaan kehamilan. Dengan

adanya dukungan yang baik, maka dapat meningkatkan

semangat ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

c. Hubungan antara Minat Ibu terhadap Susu Formula dengan


Pemberian ASI Eksklusif
Hasil analisis minat ibu dengan promosi susu formula

terhadap pemberian ASI eksklusif diperoleh bahwa dari 33

responden yang memberikan ASI eksklusif, yang berminat


83

dengan susu formula ada sebanyak 3 responden (9,1%) dan

yang tidak berminat dengan promosi susu formula ada sebanyak

15 responden (45,5%). Sedangkan diantara 15 responden yang

tidak memberikan ASI eksklusif, yang berminat dengan promosi

susu formula ada sebanyak 13 responden (39,4%), dan yang

tidak berminat dengan promosi susu formula sebanyak 2

responden (6,1%). Didapatkan informasi, bahwa responden yang

tidak berminat terhadap promosi susu formula cenderung

memberikan ASI eksklusif, dibandingkan responden yang

berminat terhadap promosi susu formula cenderung tidak

memberikan ASI eksklusif.

Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,000 lebih kecil

dari alpha 0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang

signifikan antara variabel minat ibu terhadap promosi susu

formula dengan pemberian ASI eksklusif di Desa Duampanua

Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar tahun 2018.

Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh

Nuraini T, dkk(Nuraini, 2013) dalam hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa, adanya hubungan antara minat ibu

dengan promosi susu formula terhadap pemberian ASI eksklusif

yaitu dengan nilai p value = 0,000. Dan berbeda dari hasil

penelitian Fikri UA (Ulil Albab, 2013), yang menyatakan bahwa

tidak adanya hubungan antara minat ibu dengan promosi susu


84

formula terhadap pemberian ASI eksklusif dengan nilai nilai p

value = 0,257.

Pada penelitian ini, terdapatnya hubungan minat ibu

terhadap promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif

dikarenakan responden tertarik dengan promosi di media massa

yang ditawarkan cukup menarik.

Adapun pada penelitian ini, terdapatnya hubungan

minat ibu terhadap susu formula dengan pemberian ASI eksklusif

dikarenakan yang tidak bekerja memiliki waktu untuk menonton

televisi lebih sering sehingga kemungkinan terpengaruh untuk

memberikan susu formula. Dan ada juga responden yang

berminat terhadap susu formula karena masalah kesehatan pada

bayinya yang lahir prematur.

Dari penelitian ini, maka didukung oleh beberapa teori

yaitu gencarnya promosi susu formula mempengaruhi ibu untuk

memberikan susu formula serta adanya anggapan bahwa bayi

yang diberikan susu formula lebih pintar dan pertumbuhannya

lebih cepat (Baskoro, 2008).

Disamping itu juga, iklan dapat mempengaruhi pola dan

perilaku antar pribadi dan kelompok. Pengaruh itu bisa positif

atau negatif. Iklan susu formula yang bagus dapat dengan

mudah beredar dikalangan jaringan komunikasi para ibu yang

sedang menyusui. Ibu tertarik dengan iklan susu formula karena


85

belum mengetahui tentang manfaat ASI eksklusif (Sumartono,

2002).

Terungkap data bahwa bayi yang diberi susu formula

memiliki kemungkinan meninggal dunia pada bulan pertama

kelahirannya. Peluang itu 25 kali lebih tinggi dibandingkan bayi

yang diberi ASI ekslusif. Banyak kasus gizi pada anak-anak

berusia dibawah 2 tahun yang sempat melanda beberapa

wilayah di Indonesia karena masalah pemberian susu formula ini

(Nurhayati, 2007)

Kemudian pada keadaan tertentu ada juga ibu yang

tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya karena faktor

masalah kesehatan ibu. Misalnya dokter melarang ibu untuk

menyusui karena sedang menderita suatu penyakit sebab dapat

membahayakan ibu atau bayinya (Pudjiadi, 2001). Kelainan

payudara pada ibu dapat juga mempengaruhi pemberian ASI

eksklusif.

Sedangkan pada bayi, kondisi kesehatannya tidak

memungkinkan seorang ibu untuk menyusuinya, misalkan bayi

lahir prematur, bayi sakit, dan berbagai penyakit macam cacat

bibir (Ramaiah, 2006). Hal ini sangat disayangkan mengingat

keuntungan jangka panjang dari ASI eksklusif yang berdampak

besar terhadap kualitas hidup dan tentunya ekonomi keluarga.

Keuntungannya seperti mengurangi risiko obesitas dan diabetes,


86

meningkatkan intelejensi anak, mengurangi perdarahan

postpartum, mengembalikan berat badan ibu lebih cepat,

mencegah kanker ovarium dan payudara, serta mengurangi

risiko osteoporosis (Kanazawa, 2015)

Agar pemberian ASI eksklusif dapat tercapai, maka ibu

perlu mengetahui bahwa pemberian susu formula mempunyai

risiko diare yang lebih tinggi dibandingkan ASI yang memiliki

manfaat yang sangat cocok untuk pencernaan bayi. Oleh karena

itu sewajarnya ASI ekslusif dijadikan prioritas utama khususnya

untuk di negara kita sendiri negara berkembang dapat

diminimalisasi melalui pemberian ASI eksklusif. Terkecuali ibu

atau bayi yang bermasalah pada kesehatannya.

D. Keterbatasan Penelitian

1. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah masalah waktu, sebab

ketika melakukan penelitian dalam sehari hanya mendapatkan 8

responden. Hal ini terjadi karena waktu istirahat responden pada

siang hari.

2. Ketika melakukan wawancara di lokasi penelitian ada beberapa

sebagian ibu yang kurang tanggap dalam berkomunikasi. Hal ini

terjadi karena tingkat pendidikan responden yang rata-rata hanya

sampai di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan ada juga yang tidak

bersekolah.
87

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor yang

berhubungan terhadap pemberian ASI eksklusif di Desa Duampanua

Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2018 dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Ada hubungan yang signifikan antara variabel pekerjaan ibu

dengan pemberian ASI eksklusif (p value = 0,000) di Desa

Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar.

2. Ada hubungan yang signifikan antara variabel dukungan keluarga

ibu dengan pemberian ASI eksklusif (p value = 0,001) di Desa

Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar.

3. Ada hubungan yang bermakna antara variabel minat ibu terhadap

promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif (p value =


88

0,000) di Desa Duampanua Kecamatan Anreapi Kabupaten

Polewali Mandar.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian di atas, maka saran


86
yang dapat diajukan yaitu :

1. Bagi ibu menyusui, disarankan untuk berupaya lebih banyak

menggali informasi mengenai ASI eksklusif. Pemberian ASI

eksklusif memberikan banyak manfaat bagi bayi maupun ibu

menyusui.

2. Bagi petugas kesehatan, disarankkan untuk senantiasa

memberikian informasi bagi masyarakat, khususnya ibu menyusui

maupun ibu hamil mengenai pentingnya ASI eksklusif. Pemberian

informasi dapat diberikan melalui penyuluhan kepada ibu-ibu

selama hamil, nifas dan saat menyusui. Selain itu, penyuluhan

dapat dilakukan juga melalui media, seperti berupa leaflet

(penyebaran surat), brosur, dan buku petunjuk mengenai

pemberian ASI eksklusif.

3. Bagi Mahasiswa FKM, disarankan untuk yang akan melaksanakan

penelitian dengan tema yang sama diharapkan dapat


89

mengembangkan penelitian dengan metode lain selain cross

sectional. Kemudian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang

bersifat kualitatif sehingga permasalahn yang terkait rendahnya

cakupan pemberian ASI eksklusif dapat dikupas lebih dalam lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Amosu, A. M., Degun, A. M., Atulomah, N. O. S., & Olanrewju, M. F.


(2011). A Study of the Nutritional Status of Under-5 Children of Low-
Income Earners in a South-Western Nigerian Community. Research
Journal of Biological Sciences, 3(6), 578–585.
Anik, M. (2015). Inisiasi Menyusu Dini, ASI Eksklusif dan Manajemen
Laktasi. (Ari M@ftuhin, Ed.). Jakarta: CV. Trans Info Media.
Arvina, D. (2011). HUBUNGAN STATUS PEKERJAAN DENGAN
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN PALEBON
KECAMATAN PEDURUNGAN KOTA SEMARANG.
Http://Jurnal.Unimus.Ac.Id, 1–5.
Atika, N. (2014). Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif dan Susu Formula
Terhadap Status Gizi Bayi Umur 7-12 Bulan di Desa
ReksosariKec.Suruh Kab. Semarang 1, 1–11.
Bahriyah, F. (2017). Hubungan pekerjaan ibu terhadap pemberian asi
eksklusif pada bayi. Journal Endurance, 2(June), 113–118.
https://doi.org/http://doi.org/10.22216/jen.v2i2.1699
Baskoro, A. (2008). ASI Panduan Praktis ibu menyusui. Yogyakarta:
BANYU MEDIA.
Bobak, Lowdermilk, J. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4
(4th ed.). Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Budiono, A. S. dkk. (2003). Bunga Rampai Hiperkes dan KK, Higiene
Perusahaan, Ergonomi, Kesehatan kerja, Keselamatan Kerja Edisi
Kedua (Revisi). (A. S. dkk Budiono, Ed.) (0th ed.). Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Depdiknas. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia (3rd ed.). Jakarta:
90

Balai Pustaka.
Depkes. (2002). Strategi Nasional Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu
Sampai Tahun 2005. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes. (2004). Kemenkes RI No. 450/MENKES/IV/2004 tentang
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara Eklusif. Jakarta.
detik Health. (2012). Hanya 33,6% Bayi di Indonesia yang Dapat ASI
Eksklusif. Retrieved February 23, 2014, from
https://health.detik.com/ibu-dan-anak/d-2025874/hanya-336-bayi-di-
indonesia-yang-dapat-asi-eksklusif
Dina, M. (2017). Ini Risiko yang Dialami Bayi Akibat Kurang ASI.
Retrieved March 20, 2017, from file:///E:/tila/jurnal/New folder/DINA
MANAFE 2017/Ini Risiko yang Dialami Bayi Akibat Kurang ASI -
BeritaSatu.com.html
Dinkes, prov. sulbar. (2016). Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun
2015. Mamuju: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi barat.
Fita, N. (2013). Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Pemberian
ASI Eksklusif pada Bayi di Desa Bebengan Kecamatan Boja
Kabupaten Kendal. Jurnal Keperawatan Maternitas, 1(1), 1–8.
Friedman. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan
Praktik. Jakarta: ECG.
Hartini. (2016). Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.4 No.2, Desember 2016. Jurnal
Ilmu Kesehatan, 4(2), 15. Retrieved from
http://ojs.stikesmuda.ac.id/index.php/ilmu-kesehatan/article/view/63
Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data (1st ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Huliana, M. (2003). Perawatan Ibu Pasca Melahirkan (Cetakan 1).
Jakarta: Puspa Swara.
Kanazawa, S. (2015). Breastfeeding is positively associated with child
intelligence even net of parental IQ. Developmental Psychology,
51(12), 1683–1689. https://doi.org/10.1037/dev0000060
karin cadwell, cindy turner. (2011). buku saku manajemen laktasi.
Jakarta: EGC.
Kristiyanasari, W. (2009). ASI Menyusui dan Sadari. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Kusumaningrum, T. (2016). Gambaran faktor-faktor ibu yang tidak
memberikan asi eksklusif di desacepokosawit kabupaten boyolali.
91

Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah


Surakarta. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA.
Mardiana. (2000). Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan
Pemberian Informasi tentang ASI dengan Perilaku Ibu dalam Proses
Menyusui. Univeristas Indonesia.
Murwanti, I. D. (2005). BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRAKTEK PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI UMUR 0-4
BULAN DI DESA PAREMONO KECAMATAN MUNGKID
KABUPATEN MAGELANG. Universitas Diponegoro Semarang.
Notoatmodjo, S. (1997). Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip
Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2007). Promos Kesehatan & Ilmu Prilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan (revisi). Jakarta:
Rineka Cipta.
Nuraini, T. (2013). Sampel Susu Formula dan Praktik Pemberian Air Susu
Ibu Eksklusif Milk Formula Sample Promotion and Exclusive
Breastfeeding Practice. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7(2),
551–556.
Nurhayati, A. (2007). PENGARUH KONSELING GIZI PADA IBU
KELUARGA MISKIN TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR.
Oktalina, O. (2015). HUBUNGAN PREDISPOSING, ENABLING DAN
REINFORCING FACTORS DENGAN PERILAKU MENYUSUI
EKSKLUSIF PADA IBU MENYUSUI KELOMPOK PENDUKUNG AIR
SUSU IBU (KP-ASI) (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Megaluh
Kabupaten Jombang). Universitas Airlangga, Jombang. Retrieved
from http://repository.unair.ac.id/id/eprint/22841
Perinasia. (2009). Bahan Bacaan Manajemen Laktasi (2nd ed.). Jakarta:
Perinasi.
Prabantini, D. (2010). A to Z Makanan Pedamping ASI. (R. Fiva, Ed.).
Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Prasetyono, D. S. (2009). Buku Pintar Asi Eksklusif. Yogyakarta: Diva
92

Press.
Proverawati, A. (2010). Kapita Selekta ASI & Menyusui. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Pudjiadi, S. (1993). Ilmu Gizi Klinis Pada Anak (2nd ed.). FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA.
Pudjiadi, S. (2001). Ilmu Gizi Klinis Pada Anak (4th ed.). Jakarta:
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA.
Pukesmas Anreapi. (2017). Data Puskesmas Anreapi. Polman.
Rahmawati. (2010). HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK IBU,
PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN DUKUNGAN KELUARGA
DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BONTO CANI KABUPATEN BONE, 1–16.
Ramaiah, S. (2006). Manfaat Asi dan Menyusui. Jakarta: Bhuana Ilmu
Populer.
RI, D. (2006). Pedoman Umum Pemberian Makanan Pedamping Air Susu
Ibu (MP-ASI) Lokal Tahu 2006. Jakarta: Mahasiswa Gizi.
Roesli, U. (2005). Mengenal ASI Eksklusif (2nd ed.). Jakarta: Trubus
Agriwidyata.
Roesli, U. (2008). Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta:
Pustak Bunda.
Selfia Riskiandini, P. (2014). HUBUNGAN PEKERJAAN IBU DENGAN
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BALITA DI POSYANDU
BOUGENVILLE GAYAMAN MOJOANYAR MOJOKERTO.
Siregar, M. H. D. A. (2004). Digitized by USU digital library 1. Universitas
Sumatera Utara BAB.
Soeharyono. (1979). Air susu ibu. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.
Sudiharto. (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan
Keperawatan Transkultural. Jakarta: KEDOKTERAN EGC.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R/D (23rd
ed.). Bandung: Alfabeta.
Suhardjo. (1992). Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak. Yogyakarta:
Kanisius.
Suharyono. (1992). Air susu ibu : tinjauan dari beberapa aspek. (S. Rulina
& F. Agus, Eds.) (2nd ed.). Jakarta: FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS INDONESIA.
93

Sulistiyowati, tutuk. (2014). Perilaku Ibu Bekerja Dalam Memberikan ASI


Eksklusif Di Kelurahan Japanan Wilayah Kerja Puskemas Kemlagi
Mojokerto. Promkes, 2(1), 89–100.
Sumartono. (2002). Terperangkap dalam iklan : meneropong imbas pesan
iklan televisi. Bandung: Alfabeta.
Susilaningsih, T. I. (2013). GAMBARAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
BAYI 0-6 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS SAMIGALUH II TAHUN
2013 Exclusive Breast Feeding Description in Area of Primary Health
Centre Samigaluh II. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 4(2), 81–89.
Ulil Albab, F. (2013). Hubungan Promosi Susu Formula dengan
Pengambilan Keputusan Keluarga dalam Pemberian ASI Eksklusif di
Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa, Kabupaten Jember. UNIVERSITAS
JEMBER.
UNICEF. (2012). Mari jadikan ASI eksklusif prioritas nasional,. Retrieved
April 23, 2016, from
http://www.unicef.org/indonesia/id/media_19265.html. Diakses 10
Juni 2014
Utami, L. H. (2010). Budaya Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini
pada Ibu yang Mempunyai Anak 7-24 Bulan di Desa Argodadi
Sedayu Bantul Yogyakarta. SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
‘AISYIYAH YOGYAKARTA. Retrieved from
http://digilib.unisayogya.ac.id/id/eprint/1119
WHO. (2009a). Global Jealth Risks: Mortality and Burden of Disease
Attributable to Selected Major Rsks. Retrieved April 23, 2016, from
http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/GlobalHealtRisk
s_report_full.pdf
WHO. (2009b). Infant and Young Child Feeding. Geneve: WHO.
Widdelrita, & Mohanis. (2013). Peran Petugas Kesehatan Dan Status
Pekerjaan Ibu Dengan Pemberian Asi Ekslusif. Jurnar Kesehatan
Masyarakat, 8(1), 40–45.
Widodo. (2003). Pertumbuhan BayiYang Mendapat ASI Eksklusif dan ASI
Tidak Eksklusif. Laporan penelitian. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi dan Makanan Universitas Indonesia.
Wikandari, F. E. (2009). DINI DENGAN GANGGUAN SISTEM
PENCERNAAN PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI PUSKESMAS
KARANGANOM. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA.
Retrieved from http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/6396
Winarno, F. G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi (6th ed.). Jakarta:
94

Gramedia Pustaka Utama.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai