Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KELANCARAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

Mata kuliah : Ginekologi

Dosen Pengampu : dr.ukhron novansyah SPOG

Disusun Oleh :

Yuliati ( 19340019)

FAKULTAS KEDOKTERAN - PRODI PROFESI BIDAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG

TAHUN PELAJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah "HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN
KELANCARAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF". Dan harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, untuk kedepannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah makalah agar lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami yakin masih banyak lagi
kekurangan dalam makalah ini oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dari kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 10 Juli 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku hidup sehat dapat diamalkan oleh setiap individu yang berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia. Penerapan salah satu indicator
perilaku hidup sehat dapat dimulai dalam ruang lingkup organisasi yang paling kecil adalah
rumah tangga yaitu pemberian ASI Eksklusif pada bayi yang berusia 0-6 bulan dan meneruskan
menyusui anak sampai umur 24 bulan. Pemberian ASEksklusif sangat pentingbagi tumbuh
kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan anak. Pemberian ASI Eksklusif
perlu mendapat perhatian para ibu, keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan agar proses
menyusui dapat terlaksana dengan benar.

Cakupan pemberian ASI di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 55,7% dan pada jika mengacu
pada target renstra pada tahun 2015 yang sebesar 39%, maka secara nasional cakupan
pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia kurang dari enam bulan telah mencapai target. Dari 33
provinsi yang melapor, sebanyak 29 di antaranya (88%) berhasil mencapai target renstra 2015.
Sedangkan pada tahun 2016 di Indonesia diketahui bahwa jumlah persentase bayi mendapat
ASI Eksklusif sampai 6 bulan sebesar 29,5% dan bayi yang mendapat ASI usia 0-5 bulan sebesar
54,0%.3
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri sekarang ini pemberian ASI Eksklusif belum
maksimal dikarenakan banyak faktor, diantaranya: a) kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI,
b) ibu bekerja, c) kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan yang menyebabkan
pencapaian pemberian ASI Eksklusif cenderung mengalami penurunan dari 64,5% pada tahun
2016 menjadi 62,4% pada tahun 2017. Penyebab lainnya adalah peran tenaga kesehatan yang
berkaitan langsung dengan persalinan belum sepenuhnya membantu pelaksanaan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI Eksklusif. Disisi lain kegiatan masyarakat dalam
memberikan dukungan kepada ibu menyusui belum optimal.

cakupan pemberian ASI Eksklusif masih mencapai 60,5% hal ini berkaitan dengan masalah,
antara lain : (1) banyak ibu yang bekerja, (3) ibu kurang percaya diri sehingga mengatakan
ASInya keluar sedikit/tidak keluar, (4) kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif, (5) ibu
terpengaruh produk susu formula, (5) ibu dan keluarga masih percaya tentang pemberian ASI
saja pada bayi masih kurang (dukungan keluarga kurang). Berdasarkan permasalahan mitra
yang didapat maka dengan adanya program untuk memberikan solusi, kegiatan tersebut yaitu :
Pendidikan kesehatan pada kader kesehatan dan ibu dengan memberikan edukasi tentang ASI
Eksklusif, pijat oksitosin, tehnik menyusui yang benar, dan nutrisi masa menyusui. Proses
pemberian edukasi ini melibatkan ibu dan keluarga sebagai social support.

Tingkat pengetahuan ibu sangat berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif. Hal ini
ditunjukkan bahwa akan terjadi peningkatan pemberian ASI eksklusif jika disertai dengan
peningkatan pengetahuan tentang ASI eksklusif (Sugiarti et al., 2012). Sesuai dengan penelitian
Anggraini (2020) dan Risnayanti (2018), ibu yang memiliki pengetahuan baik akan mmberi
bayinya ASI eksklusif, namun jika ibu memiliki pengetahuan kurang, tidak memberi ASI secara
eksklusif ke bayinya. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Juliani (2018) dan Mustafa
(2018), menunjukkan bahwa ibu yang berpengetahuan baik dan rendah tidak memberikan ASI
eksklusif. hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan ibu, kurangnya dukungan dari lingkungan
dan tenaga kesehatan, serta maraknya promosi susu formula untuk bayi. Sedangkan pada
penelitian Novitasari (2019) menunjukkan bahwa ibu yang berpengetahuan baik, memberikan
ASI eksklusif dan ibu yang berpengetahuan kurang, memberikan ASI eksklusif. Hal ini terjadi
karena ibu yang sudah cukup memiliki pengalaman menyusui anak sebelumnya, dorongan dari
tenaga kesehatan untuk memberikan ASI sejak bayi lahir sampai usia 6 bulan. Sikap tentang
pemberian ASI eksklusif merupakan faktor yang menentukan seseorang bersedia dan siap
untuk memberikan ASI eksklusif. Sikap sangat berpengaruh terhadap pemberian ASI kepada
bayi. Jika seorang ibu memiliki sikap yang positif maka ia akan bersedia memberikan ASI
eksklusif ke anaknya dan sebaliknya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Risnayanti
(2018) bahwa ibu yang memiliki sikap positif cenderung memberi ASI secara Eksklusif ke
bayinya. Dikarenakan sikap dipengaruhi oleh pengetahuan ibu dan dukungan dari keluarga.
Namun berbeda dengan penelitian Mustafa (2018) menunjukkan bahwa sikap ibu yang positif
ataupun yang negatif, tidak memberikan ASI eksklusif. . Hal ini dikarenakan pengaruh negatif
dari lingkungan sosial terhadap menyusui juga menunjukkan hubungan yang negatif.

1.2 Tujuan

Mengetahui tingkat pengetahuan tentang ASI eksklusif pada ibu yang memiliki bayi usia 0-6

1.4 Tujuan khusus

Diketahuinya tingkat pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan berdasarkan
karakteristik meliputi usia,sumber informasi,pendidikan dan pekerjaan.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan: “Bagaimanakah tingkat


pengetahuan tentang ASI eksklusif pada ibu yang memiliki bayi usia 0-6

1.5. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan metode
tinjauan dari beberapa sumber

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep ASI Eksklusif

2.1.1 Pengertian ASI

Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber gizi ideal dengan komposisi seimbang dan disesuaikan
dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan bayi. United Nations Children’s Fun
(UNICEF) dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI secara
eksklusif, yaitu tidak memberikan bayi makanan dan minuman lain ASI dari bayi lahir hingga
berusia enam bulan. Dengan memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia enam bulan akan
menjamin tercapainya perkembangan potensi kecerdasan anak secara optimal. Menurut data
renstra pada tahun 2015 presentase bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di indonesia sebesar
39%, maka secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi kurang dari enam bulan
sebesar 55,7%. Kendala ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, sikap ibu yang
kurang memperhatikan pemberian ASI eksklusif, kurangnya dukungan dari lingkungan dan
tenaga kesehatan, serta maraknya promosi susu formula untuk bayi. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji literatur tentang hubungan pengetahuan dan sikap dengan pemberian ASI
eksklusif.

Air susu ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam larutan protein laktosa, dan garam – garam
organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu, yang berguna sebagai makanan utama
bagi bayi. Eksklusiif adalah terpisah dari yang lain, atau disebut khusus (Haryono & Setianingsih,
2014). ASI (Air Susu Ibu) adalah istilah untuk cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara
wanita melalui proses laktasi (Rahman, 2017). ASI merupakan satu- satunya makanan alami
berasal dari tubuh yang hidup, disediakan untuk bayi sejak lahir hingga usia 2 tahun atau lebih
(Wisanggeni, 2015).

2.1.2 ASI Eksklusif

ASI Eksklusif atau lebih tepat dikatakan sebagai “pemberian ASI secara eksklusif” saja, tanpa
tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Widyasih, dkk,
2012). WHO mengatakan ASI Esklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan
tanpa cairan ataupun makanan lain. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun (Sandewi,
2018). Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan
lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat
seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Rahman, 2016)

Pemberian ASI Eksklusif belum maksimal dikarenakan banyak faktor yaitu kurangnya
pengetahuan ibu tentang ASI, ibu bekerja, kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan.
Penyebab lainnya adalah peran tenaga kesehatan yang berkaitan langsung dengan persalinan
belum sepenuhnya membantu pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD) dan pemberian ASI
Eksklusif (Dinkes, 2019b).

Dampak dari tidak memberikan ASI yaitu menyumbang angka kematian bayi karena buruknya
status gizi yang berpengaruh pada kesehatan bayi dan kelangsungan hidup bayi. Apabila bayi
tidak diberi ASI eksklusif maka hal ini akan meningkatkan pemberian susu formula pada bayi.
Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Siregar tahun 2004 yang menunjukkan
bahwa pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain karena ASI tidak
segera keluar setelah melahirkan/produksi ASI kurang, kesulitan bayi dalam menghisap,
keadaan puting susu ibu yang tidak menunjang, ibu bekerja dan pengaruh promosi pengganti
ASI (Lestari, 2018). Kenyataan di lapangan menunjukkanproduksi dan pengeluaran ASI sedikit
pada hari-hari pertama setelah melahirkan menjadi kendala bagi ibu dalam memberikan ASI.
Hal ini didukung data Riskesdas 2018 yang mengungkap bahwa alasan utama anak 0-23 bulan
belum atau tidak pernah disusui karena ASI tidak keluar (65,7%). Sehingga bayi usia 0-5 bulan
(33,3%) telah diberikan makanan prelakteal dengan jenis makanan terbanyak (84,5%) yaitu susu
formula.

Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan produksi ASI seperti dengan melakukan
perawatan payudara dan pijat oksitosin maupun dengan keduanya. Berdasarkan hasil
penelitian Wulandari et. al 2018 mengatakan bahwa terdapat perbedaan rerata berulang yang
signifikan antara produksi ASI setelah melakukan pijat oksitosin pertama, kedua, dan ketiga.

Frekuensi pijat oksitosin berbanding searah dengan peningkatan produksi ASI. Semakin sering
dilakukan pijat oksitosin maka produksi ASI cenderung lebih banyak. Pijat oksitosin perlu
dilakukan dengan bantuan sehingga ibu menyusui tidak bisa melakukan secara mandiri
(Wulandari, 2018).

Perawatan payudara secara rutin dapat mencegah timbulnya masalah-masalah pada ibu
postpartum yang menyusui (Asih;Risneni, 2016). Manfaat perawatan payudara yaitu
merangsang payudara mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan
oksitosin. Perawatan payudara dilakukan dengan cara masase payudara untuk pemeliharaan
dan menstimulasi reflek oksitosin.

Petugas kesehatan mempunyai peran penting dalam melaksanakan asuhan pada ibu
postpartum serta mengajarkan kepada keluarga untuk dapat membantu ibu melakukan pijat
oksitosin dan perawatan payudara. Perawatan payudara dilakukan untuk menunjang
keberhasilan pijat oksitosin yang dapat mempengaruhi produksi ASI.

2.1.3 Manfaat ASI Esklusif

Memberikan ASI secara eksklusif berarti keuntungan untuk semua, yaitu bayi akan lebih sehat,
cerdas, dan berkepribadian baik, ibu akan lebih sehat dan menarik, perusahaan, lingkungan,
dan masyarakat pun akan lebih mendapat keuntungan (Rahman, 2016). Manfaat pemberian ASI
Eksklusif antara lain:

1. Mempunyai komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi yang dilahirkan.

2. Jumlah kalori yang terdapat dalam ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi sampai enam bulan.

3. ASI mengandung zat pelindung atau antibodi yang melindungi terhadap penyakit. Bayi yang
diberi susu selain ASI mempunyai resiko 17 kali lebih tinggi untuk mengalami diare.

4. Dengan memberikan ASI minimal sampai enam bulan maka dapat menyebabkan
perkembangan psikomotorik bayi lebih cepat.

5. ASI dapat menunjang perkembangan penglihatan.


6. Dengan memberikan ASI maka akan memperkuat ikatan batin ibu dan bayi.

7. Mengurangi kejadian karies dentis dikarenakan kadar laktosa yang sesuai dengan kebutuhan
bayi.

8. Bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi penyakit kuning. Jumlah bilirubin dalam darah
bayi banyak berkurang jika diberikan ASI yang kolostrum sesering mungkin yang dapat
mengatasi kekuningan dan tidakmemberikan makanan pengganti ASI.

9. Bayi yang lahir prematur lebih cepat menaikkan berat badan dan menumbuhkan otak pada
bayi jika diberi ASI (Sandewi, 2018).

2.1.4 Komposisi ASI

Komposisi ASI dibagi menjadi 3 macam (Susanto, 2018) yaitu:

1. Kolostrum

Kolostrum merupakan cairan yang agak kental berwarna kekuning- kuningan, lebih kuning
dibandingkan dengan ASI mature, bentuknya agak kasar karena mengandung butiran lemak dan
sel-sel epitel. Kolostrum adalah ASI yang dikeluarkan pada hari pertama sampai hari ke tiga
setelah bayi lahir. Manfaat kolostrum antara lain Sebagai pembersih selaput usus BBL sehingga
saluran pencernaan siap untuk menerima makanan, Mengandung kadar protein yang tinggi
terutama gama globulin sehingga dapat memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi,
Mengandung zat antibodi sehingga mampu melindungi tubuh bayi dari berbagai penyakit
infeksi untuk jangka waktu sampai dengan 6 bulan (Soetjiningsih, 2013).

2. Asi masa transisi

Adalah ASI yang keluar setelah kolostrum yang dimulai dari keempat sampai hari kesepuluh dari
masa laktasi.

3. Asi mature

Merupakan ASI yang dikeluarkan pada sekitar hari kesepuluh sampai seterusnya, komposisi
relatif konstan (Susanto, 2018).

Kandungan Gizi Asi (Air Susu Ibu) Pada Berbagai Suhu Dan Lama Penyimpanan.

ASI merupakan satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik karena
ASI mengandung zat gizi, hormon, faktor kekebalan tubuh, anti alergi, dan anti inflamasi. ASI
mengandung hampir 200 unsur zat makanan. ASI perah dapat disimpan mulai dari beberapa
jam hingga beberapa bulan, tergantung dari suhu penempatannya. Suhu dan lama waktu
penyimpanan akan mempengaruhi kandungan zat gizi yang ada pada ASI. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis perbedaan kandungan gizi ASI pada berbagai suhu dan lama
penyimpanan. Variabel dalam penelitian ini adalah zat gizi makro yang terkandung dalam ASI,
meliputi karbohidrat, lemak dan protein. Metode analisis protein menggunakan metode
Kjedahk, metode analisis lemak menggunakan pendekatan metode Babcock dan metode
analisis karbohidrat menggunakan metode indeks bias refraktometer. Kandungan protein pada
sampel ASI berkisar antara 0,7940 – 0,8439 %, kandungan lemak pada sampel ASI berkisar
antara 1,5 – 2,7 %, Kkandungan karbohidrat pada sampel ASI berkisar antara 9 – 9,23 %. Terjadi
kenaikan kandungan protein ASI pada berbagai perlakuan suhu dan lama penyimpanan. Terjadi
kenaikan kandungan lemak ASI pada berbagai perlakuan suhu dan lama penyimpanan. Terjadi
penurunan kandungan karbohidrat ASI pada berbagai perlakuan suhu dan lama penyimpaan.

2.1.5 Kandungan Nutrisi Dalam ASI

Adapun kandungan nutrisi yang terdapat di dalam ASI (Ayu, 2017) antara

lain sebagai berikut :

1. Lemak

Menurut Soetjiningsih (2013), Lemak ASI merupakan sumber kalori dan sumber lemak. Kadar
lemak yang tinggi dibutuhkan untuk pertumbuhan otak pada masa bayi. Profil lemak dalam ASI
berbeda dengan susu formula. Lemak omega 3 dan 6 banyak ditemukan didalam ASI. Selain itu
juga mengandung banyak asam lemak rantai panjang yaitu ARA (Asam Arakidonat) dan DHA
(Asam Dokosaheksanoik) yang berperan penting pada perkembangan saraf dan retina mata.

2. Karbohidrat

Karbohidrat yang utama terkandung dalam ASI adalah laktosa yang berfungsi untuk sumber
energi dalam otak. Kadar laktosa pada ASI lebih banyak 2x lipat dibandingkan dengan susu
formula atau susu sapi. Kadar karbohidrat pada kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi meningkat
terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Di dalam usus, laktosa akan di
fermentasi menjadi asam laktat. Laktosa memperkecil diare dan juga meningkatkan
penyerapan kalsium (Sulpi, 2014).

3. Protein

Protein merupakan pembentukan sel-sel tubuh bayi. ASI lebih banyak terdiri dari protein whey
yang lebih mudah untuk diserap usus halus, sedangkan casein lebih banyak ditemukan pada
susu sapi yang susah untuk dicerna oleh usus halus. Kadar casein di dalam susu sapi mencapai
80% dibanding ASI yang mengandung protein casein 20 %. Kualitas protein juga dapat terlihat
dari profil asam amino (unit yang membentuk protein). Asam amino yang lebih lengkap seperti
asam amino taurin, merupakan asam amino yang berperan pada pertumbuhan mata dan sel
otak. ASI kaya nukleotida (berbagai jenis senyawa organik yang tersusun atas 3 jenis yaitu
karbohidrat, nitrogen dan fosfat) yang berfungsi untuk meningkatkan kematangan dan
pertumbuhan usus, merangsang bakteri baik dan meningkatkan penyerapan zat besi untuk
daya tahan tubuh (Ayu, 2017).

4. Karnitin

Karnitin mempunyai peran dalam membantu proses pembentukan energi yang diperlukan
untuk mempertahankan metabolisme tubuh. Konsentrasi karnitin pada bayi yang mendapatkan
ASI lebih tinggi dibandingkan yang mendapat susu formula. ASI mengandung kadar karnitin
lebih tinggi pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan didalam kolostrum kadar karnitin lebih
tinggi lagi (Sulpi, 2014).

5. Zat Antibodi

Asi mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi selama 5-6 bulan
pertama.

6. Vitamin

Vitamin dalam ASI lengkap di antaranya vitamin A yang terdapat di dalam kolostrum, vitamin E
untuk ketahanan dinding sel darah merah, vitamin D untuk mencegah penyakit tulang dan
penyerapan kalsium, vitamin K untuk pembekuan darah, serta vitamin yang larur dalam air
seperti vitamin B, B1, B2, B6, B12 dan vitamin C.

7. Mineral

Mineral utama dalam ASI adalah kalsium yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan otot
dan rangka, Transmisi jaringan saraf, dan pembekuan darah. Penyerapan kalsium ini
dipengaruhi oleh kadar fosfor, magnesium, lemak dan vitamin D. Bayi yang mendapat ASI
mempunyai resiko lebih kecil untuk mengalami kekurangan zat besi. Hal ini disebabkan karena
zat besi yang berasal dari ASI lebih mudah diserap, yaitu 20-50%. Mineral zink yang dibutuhkan
oleh tubuh karena berperan membantu proses metabolisme. Mineral yang juga tinggi terdapat
di dalam ASI adalah selenium, yang dibutuhkan untuk pertumbuhan cepat anak (Sulpi, 2014).

8. Enzim

Ensim yang terkandung dalam ASI adalam enzim lipase dan amilase yang berfungsi untuk
membantu pencernaan bayi.

9. Air
Air yang terkandung dalam ASI berfungsi untuk mencegah anak mengalami dehidrasi (Ayu,
2017).

2.1.6 Cara Pemberian ASI

1. Cuci tangan dengan benar menggunakan sabun dan air bersih

2. Keluarkan sedikit asi dan oleskan pada puting dan sekitar ereola

3. Letakkan bayi menghadap ke perut ibu/payudara

4. Jika payudara terlalu besar, pegang payudara dengan ibu jari di atas dan lainnya menopang
bagian bawah 5. Rangsang bayi untuk membuka mulut dengan menyentuhkan jari ke sisi mulut

6. Dekatkan kepala bayi ke payudara ibu dan masukkan puting ke mulut bayi

7. Susui berikutnya mulai dari payudara yang belum kosong

8. Keluarkan sedikit asi dan oleskan ke puting kemudian biarkan kering dengan sendirinya

9. Sendawakan bayi (Ayu, 2017)

2.1.7 Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian ASI Esklusif

Beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian asi esklusif (Arifiati, 2017) antara lain :

1. Pekerjaan Ibu

ibu yang bekerja akan cenderung sering meninggalkan bayinya, sedangkan ibu yang tidak
bekerja akan lebih banyak tinggal dirumah dan cenderung lebih mempunyai kesempatan untuk
menyusui bayinya (Saleha, 2009)

2. Budaya sekitar

Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara baratmendesak para ibu untuk
segera menyapih anaknya dan memilih susu formula sebagai jalan keluarnya (Wisanggeni,
2015)

3. ASI tidak cukup

4. Pengetahuan

Rendahnya pengetahuan para ibu mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar,
kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan dan pendidikan
Ibu.
5. Dukungan keluarga

Untuk bisa mem-berikan ASI secara eksklusif, seorangibu harus mendapatkan dukungan dari
berbagai pihak. Pihak keluarga dalam hal ini suami, memegang peranan penting dalam
mendukung istri untuk menyusui eksklusif dan ayah merupakan bagian yang vital dalam
keberhasilan atau kegagalan menyusui.

6. Dukungan tenaga kesehatan (Arifiati, 2017)

2.1.8 Tujuh Langkah Keberhasilan ASI Eksklusif

Langkah-langkah terpenting dalam persiapan keberhasilan dalam pemberian ASI Eksklusif


menurut (Sandewi, 2018) adalah sebagai berikut:

1. Mempersiapkan payudara bila diperlukan

2. Mempelajari ASI dan tata laksana menyusui

3. Menciptakan dukungan keluarga, teman dan sebagainya

4. Memilih tempat melahirkan yang :sayang ibu

5. Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara Eksklusif

6. Mencari ahli persoalan menyususi seperti klinik laktasi

7. Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui.

3.2.1 Hubungan Pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif

Hasil pembahasan dari Anggraini, et al (2020) dan Mustafa, et al (2018)menunjukkan bahwa ibu
memiliki tingkat pengetahuan kurang, cenderung tidak memberikan ASI eksklusif dan ibu
dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan baik, memberikam ASI eksklusif. Hal ini
terjadi karena adanya faktor yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI yaitu pendidikan
yang rendah, kurangnya dukungan keluarga terutama suami, kurangnya pengaplikasian dalam
perilaku menyusui bayi hal tersebut dikarenakan kurang informasi tentang kesempatan untuk
memberikan ASI eksklusif dari tenaga kesehatan Pratiwi (2015). Menurut Notoatmodjo (2010),
pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor ekskternal. Faktor internal
yaitu pendidikan, minat, pengalaman dan usia, seangkan faktor eksternal yaitu ekonomi,
informasi dan kebudayaan /lingkungan. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa
tingginya tingkat pengetahuan responden bukan hanya dipengaruhi oeh tingkat pendidikan
responden yang mayoritas SMP (59,5%), tetapi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
ekskternal lainnya antara usia dan pengalaman.

Hasil penelitian pada Juliani, et al (2018) menunjukkan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan
cukup, tidak memberikan ASI eksklusif lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang memiliki
pengetahuan baik dan memberikan ASI eksklusif. hal ini dipengaruhi adanya oleh faktor
lingkungan yang mendukung, faktor budaya yang meng Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan (Mamonto, 2015) yang menunjukkan bahwa 26,2% responden yang berpengetahuan
kurang tidak memberikan ASI eksklusif dan 73% responden yang berpengetahuan baik tidak
memberikan ASI eksklusif. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ibu berpengetahuan baik atau
kurang sangat mempengaruhi ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Ada beberapa faktor yang
mendorong ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif yaitu adanya faktor kebudayaan dan
keluarga yang sangat mempengaruhi ibu untuk menyusui secara eksklusif atau tidak.

Pada penelitian yang dilakukan Novitasar, et al (2019) dan Risnayanti, et al(2018), menunjukkan
bahwa ibu yang memiliki pengetahuan baik, cenderung memberikan ASI eksklusif sedangkan
ibu yang memiliki pengetahuan kurang, cenderung tidak memberikan ASI eksklusif. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian Happy (2018) bahwa hasil uji statistik untuk melihat hubungan
pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif diperoleh nilai fisher’s =0,000 atau ˂0,05,
menunjukkan bahwa ada hubungan dengan pemberian ASI eksklusif. hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif maka akan semakin baik
perilaku ibu tentang ASI eksklusif, sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan ibu tentang
ASI eksklusif maka akan kuran baik perilaku pemberian ASI eksklusifnya. Hal tersebut
dikarenakan ibu yang memberikan ASI eksklusif lebih sering mendapatkan informasi tentang
ASI eksklusif melalui edia cetak, media elektronik maupun informasi dari keluarga. Sedangkan
ibu yang tidak memberikan ASI ekskslusif kebanyakan tidak terlalu memperhatikan informasi
tentang ASI eksklusif apabila mendapatkan informasi lebih sering diabaikan (Rahmawati &
Saputri, 2018).

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap
ASI Eksklusif di RSKIA kota Bandung 2012, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Tingkat pengetahuan terhadap ASI Eksklusif baik.

2. Tingkat sikap terhadap ASI Eksklusif baik.

3. Tingkat perilaku terhadap ASI Eksklusif baik.

5.2 Saran

Walaupun tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu bersalin terhadap ASI Eksklusif di RSKIA
kota Bandung termasuk kelompok baik, namun masih terdapat responden yang memiliki
tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku yang cukup bahkan kurang. Maka, untuk lebih
meningkatkan dan mempertahankan pemberian ASI Eksklusif , penulis memberikan saran:

1. Memperbanyak penyuluhan mengenai program ASI Eksklusif, manfaat ASI, dan cara
menyusui yang benar baik kepada ibu bersalin maupun ibu yang sedang hamil.

2. Memberikan dukungan kepada ibu bersalin untuk melakukan ASI Eksklusif selama 6 bulan,
dari semua pihak:

a. Pusat pelayanan kesehatan (dokter atau bidan): tidak mempromosikan susu formula,
memberi informasi yang tepat tentang ASI dan seputar kegiatan menyusui, serta memberikan
semangat dan dorongan agar para ibu memberikan ASI Eksklusif kepada bayi mereka.

b. Keluarga dan suami: melengkapi pengetahuan seputar pemberian ASI dan kegiatan
menyusui, memberikan pujian, semangat, dan dorongan agar ibu bisa percaya diri untuk
menyusui.

c. Masyarakat/ sesama ibu menyusui: saling berbagi pengalaman, bertukar informasi, memberi
semangat dan dukungan seputar kegiatan menyusui dan pemberian ASI, agar ASI Eksklusif
berhasil diberikan kepada bayi selama 6 bulan pertama, dan ASI diteruskan hingga anak berusia
2 tahun atau lebih.

d. Perusahaan/ tempat bekerja: menerapkan kebijakan kantor yang ramah terhadap pegawai
perempuan yang menyusui, menyediakan ruang menyusui, memberikan waktu untuk
memerah/ menyusui langsung bila menyusui harus dilakukan selama waktu kerja.

e. Pemerintah: mensosialisasikan keunggulan ASI kepadamasyarakat, menindak tegas segala


bentuk pelanggaran pihak ketiga yang bertentangan dengan kebijakan pemberian ASI Eksklusif
serta pemberian ASI bagi bayi Indonesia, mempertegas peraturan tentang pemasaran
pengganti ASI untuk bayi di bawah 1 tahun, sehingga mengurangi pemikiran ibu untuk
memberikan susu formula dibandingkan ASI-nya sendiri.

3. Jangan mempercayai mitos-mitos negatif yang merupakan salah satu kendala bagi ibu untuk
menyusui bayinya.

4. Memberikan pojok ASI di tempat umum agar ibu yang menyusui dapat tetap memberikan ASI
ketika sedang bepergian.

5. Saran untuk peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini adalah memperbanyak
responden yang dijadikan sampel, melakukan penelitian di beberapa Rumah Sakit sebagai
perbandingan, dan memperdalam kualitas pertanyaan pada kuesioner, sehingga hasilnya akan
lebih akurat.

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Amanina, DF. 2016. Hubungan Asi Esklusif, Karakteristik Orang Tua, Dan Byi Terhadap Tumbuh
Kembang Byi 6 Bulan Di Puskesmas mojolaben Sukoharjo Jateng. Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlagga Surabaya. http://Repository.unair.ac.id. Diakses 03 Februari 2019 Jam
11:40 WIB.

Arifiati. 2017. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian asi Esklusif Pada Bayi di kel
Warnasari kota Cilegon. Jurnal Keperawatan.

Febriana. 2015. Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Perkembangan Bayi Usia 9-12 bulan
Di Puskesmas Gamping 1 Sleman.Naskah Publikasi D-IV Kebidanan STIKES isyiyah Yogyakarta
http://unisayogya.ac.id.

Dinkes. (2019a). Cakupan ASI Eksklusif Kota Kediri. Kediri

Lestari, L. (2018). JURNAL KEBIDANAN Vol. 8 No. 2 October 2018 pISSN.2089-7669 e-ISSN. 2621-
2870 Peningkatan Pengeluaran Asi Dengan Kombinasi Pijat Oksitosin Dan Teknik Marmet Pada
Ibu Post Partum (Literatur). Kebidanan, 8(2). Retrieved from
http://ejournal.poltekkessmg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/article/view/3741/923
Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri. 2018. Kabupaten Kediri Berupaya Tingkatkan Capaian Asi
Eksklusif Melalui Peningkatan Peran KP ASI, 28 Agustus 2018. Diakses tanggal 28 Agustus 2019
http://www.dinkes.kedirikab.go.id/?hal=dbet&id=171

Arifiati. 2017. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian asi Esklusif Pada Bayi di kel
Warnasari kota Cilegon. Jurnal Keperawatan.Ayu, I. 2017. ASI Petunjuk Untuk Tenaga
Kesehatan. Jakarta : EG

Ayu, I. 2017. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : EGC

Rahman, N. 2017. Pengetahuan, Sikap, Dan Praktek Pemberian asi Esklusif Di Puskesmas
Jumpadang Baru kota Makasar.Skripsi Kesehatan Masyarakat Uiversitas Hasannudin Makassar.
http://core.ac.uk.

Anggraeni, N., Rahayuning, D., Ronny Aruben, Kesehatan, G., Fakultas, M., & Masyarakat, K.
(2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peran Motivator Asi Dalam Pemberian Asi Eksklusi
(Studi Kualitatif pada Motivator ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kendal II Kabupaten Kendal
Tahun 2017) (Vol. 6). Retrieved from http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Anggraini, Y., Sari, R. P., & Utami, U. (2020). Determinan Keberhasilan Pemberian ASI Ekklusif
Pada Ibu Balita Di Posyandu Anggrek Trowangsang Coomadu. IV(167), 57–63.

Arum, P., & Widiyawati, A. (2017). Kandungan Gizi Asi (Air Susu Ibu) Pada Berbagai Suhu Dan
Lama Penyimpanan. Jurnal Ilmiah Inovasi, 16(3), 200–203.
https://doi.org/10.25047/jii.v16i3.311

Asiah, N. (2016). Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Asi Eskklusif. Arkesmas, 1(1).

Dewi Rafiah. (2017). PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU


MASYARAKAT PADA BANK SYARIAH DI WILAYAH KELURAHAN SEI SIKAMBING D. Penelitian Dan
Karya Ilmiah, 3(1), 22.

Nining Wiyati, (2020) PELAKSANAAN INISASI MENYUSU DINI DAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI
PUSKESMAS TEGALREJO Yogyakarta TAHUN 2020. skripsi thesis, UNSPECIFIED.

Watimena dkk, 2015, Dukungan suami dengan keberhasilan istri untuk menyusui. Jurnal
Ners Lentera, Vol 3, No1, September 2015

Anda mungkin juga menyukai