Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan alamiah bagi bayi manusia sebagaimana air

susu mamalia lain adalah alamiah bagi keturunannya. Pemberian ASI secara dini akan

memberikan nutrisi terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Disisi lain

pemberian ASI juga akan membangun daya tahan bayi, sehingga pemberian ASI akan

memproteksi kesehatan bayi terhadap berbagai penyakit infeksi dan berbagai penyakit

kronis dikemudian hari (IDAI-Indonesia Menyusui, 2010).

Dalam seri Lancet tahun 2003, dinyatakan bahwa 13% dari angka kematian balita

dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan ditambah lagi dengan

pengurangan 6% bila setelah 6 bulan kita memberikan ASI dan makanan pendamping

ASI yang tepat. Selain itu dengan memberikan ASI akan timbul rasa hubungan batin

yang lebih erat antara ibu dan bayi (IDAI-Indonesia Menyusui,2010)

Dari 194 negara yang dianalisis dalam laporan tersebut, Indonesia merupakan

salah satu dari 135 negara yang telah menyediakan beberapa bentuk upaya hukum terkait

dengan Kode Pemasaran Internasional Pengganti ASI dan berbagai resolusi yang telah

diadopsi oleh Majelis Kesehatan Dunia (KODE). Namun, perundang-undangan di

Indonesia yang ada saat ini hanya melindungi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan

pertama kehidupan seorang anak (UNICEF, 2016)

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) menunjukkan,

pemberian ASI di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Presentase bayi yang

menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%. Hal ini disebabkan kesadaran

1
masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relative rendah.

Terutama ibu bekerja, sering mengabaikan pemberian ASI dengan alasan kesibukan

kerja. Padahal tidak ada yang bisa menandingi kualitas ASI, bahkan susu formula

sekalipun (Anik,2012).

Di wilayah Puskesmas Balongbendo pada tahun 2018 jumlah bayi yang diperiksa

dan diberi ASI eksklusif pada usia 0 – 6 bulan adalah 95 yaitu 48% dari jumlah bayi yang

ada 508. Hal ini mengalami peningkatan dibanding tahun – tahun sebelumnya. Untuk

tahun 2017 bayi yang mendapatkan ASI eksklusif adalah sebesar 77 yaitu sebesar 47,2%

atau dari jumlah bayi yang ada 163. Pada tahun 2016 bayi yang mendapatkan ASI

eksklusif adalah 570 atau sebesar 55% atau dari jumlah bayi 1.037. Sedangkan untuk

tahun 2015 bayi yang mendapat ASI eksklusif adalah 451 yaitu sebesar 54,80% atau dari

823 bayi yang ada.

Pada tahun 2018 Desa Jabaran merupakan desa yang memiliki persentase

terendah dalam ASI Eksklusif yaitu 33% dari 6 bayi yang diperiksa, hanya 2 bayi saja

yang diberikan ASI Eksklusif. Jumlah bayi di Desa Jabaran total keseluruhannya pada

tahun 2018 adalah 23 yang terdiri dari 12 laki-laki dan 11 perempuan lalu ditetapkanlah

persentase 26% dan di dapatkan lah sampel 6 bayi di usia 0-6 bulan.

Sedangkan di Desa Singkalan jumlah bayi yang berusia 0-6 bulan adalah 26,

diperiksa sebanyak 7 dan yang mendapat ASI Eksklusif adalah 3 orang dengan persentase

43%. Di Desa Kedung Sukodani jumlah bayi yang mendapat ASI Eksklusif pada Usia 0-

6 bulan adalah 20 bayi dengan jumlah persentase yang mendapat ASI Eksklusif sebanyak

50%, Di Desa Bakung Temenggungan jumlah bayi yang berusia 0-6 bulan adalah

sebanyak 30 bayi, dengan persentase 40% yang mendapat ASI Eksklusif. Desa

2
Sumokembangsri mempunyai bayi 0-6 bulan pada tahun 2018 adalah sebanyak 29,

dengan yang diperiksa adalah sebanyak 14 dan persentase yang mendapat ASI Eksklusif

adalah sebanyak 50%. Di Desa Seduri jumlah bayi sebanyak 22 bayi dengan yang

diperiksa adalah 8 dan yang mendapat ASI Eksklusif adalah sebanyak 50%. Pada Desa

Wonokupang jumlah bayi 0-6 bulan sebanyak 23 bayi dengan jumlah yang diperiksa

adalah 6 bayi dengan presentasi bayi yang menyusui sebanyak 50%. Pada Desa

Waruberon jumlah bayi yang berusia 0-6 bulan sebanyak 10 orang dengan yang

diperiksa 5 orang dan yang mendapat ASI Eksluif adalah sebanyak 60%. Di Desa

Bakalan Wringin jumlah bayi yang menyusui Eksklusif adalah sebanyak 50%.

Sedangkan persentasi bayi yang menyusui pada Desa Gagang Kepuh sari adalah

sebanyak 57%.

Dari target cakupan masih kurang, berbagai faktor kemungkinan menyebabkan

rendahnya penggunaan ASI eksklusif antara lain karena semakin banyaknya ibu yang

bekerja dalam rangka membantu perekonomian keluarga, tidak tersedianya waktu, sarana

dan prasarana menyusui ditempat kerja, serta penggunaan susu formula yang menjadi

tren pada masyarakat.

UNICEF menyebutkan bahwa adanya faktor sosial budaya, ketidaktahuan ibu

tentang pentingnya ASI, dan cara menyusui dengan benar, rendahnya pelayanan

kesehatan, petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung program peningkatan

ASI eksklusif (PP-ASI), alasan ibu bekerja serta pemasaran yang dilancarkan secara

agresif oleh para produsen susu formula merupakan faktor penghambat bagi terbentuknya

kesadaran orangtua di dalam memberikan ASI eksklusif (Evariny,2006)

3
Perlunya meningkatkan perilaku pemberian ASI merupakan prioritas kesehatan

yang dinyatakan dalam tujuan Healthy People 2010. Meningkatkan durasi dan

eksklusivitas pemberian ASI telah dikaitkan dengan hasil kesehatan yang baik pada ibu

dan bayi. (Karin Cadwell dan Cindy Turner-Maffei, 2011)

WHO, UNICEF, dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui SK

Menkes No. 450/Men.Kes/SK/IV/2004 tanggal 7 April 2004 telah menetapkan

rekomendasi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Dalam rekomendasi tersebut,

dijelaskan bahwa untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang

optimal, bayi harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. Selanjutnya, demi

tercukupinya nutrisi bayi, maka ibu mulai memberikan makanan pendamping ASI dan

ASI hingga berusia 2 tahun atau lebih (Dwi,2009).

Sesuai data puskesmas Kecamatan Balongbendo, jumlah bayi di desa Jabaran

yang diberi ASI eksklusif sebanyak 33% dari jummlah keseluruhan bayi yang sedang

menyusui. Sedangkan target angka dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, pencapaian

pemberian ASI eksklusif sebesar 50%.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti

lebih jauh tentang “Beberapa Faktor Ibu Yang Memiliki Bayi Usia ≥ 7-12 bulan

Terhadap Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Di Desa Jabaran Kecamatan Balongbendo

Kabupaten Sidoarjo Tahun 2017”

B. Rumusan Masalah Penelitian

Beberapa faktor apa yang mempengaruhi ibu memberikan ASI eksklusif pada

bayi usia ≥ 7-12 bulan di Desa Jabaran Kecamatan Balongbendo , Kabupaten Sidoarjo?

4
C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Penelitian ini dibatasi pada ibu-ibu (sebagai populasi) yang sedang menyusui di

wilayah desa Jabaran, Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo.

2. Pemberian ASI pada balita usia ≥ 7-12 bulan yang ada di wilayah desa Jabaran,

Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ibu memberikan ASI Eksklusif

di Desa Jabaran, Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi dan menganalisis hubungan tingkat pendidikan ibu menyusui

terhadap pemberian ASI eksklusif di Desa Jabaran, Kecamatan Balongbendo,

Kabupaten Sidoarjo

b. Mengidentifikasi dan menganalisis hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui

tentang ASI elsklusif terhadap pemberian ASI eksklusif di Desa Jabaran,

Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo

c. Mengidentifikasi dan menganalisis hubungan pekerjaan ibu menyusui terhadap

pemberian ASI eksklusif di Desa Jabaran, Kecamatan Balongbendo, Kabupaten

Sidoarjo

d. Mengidentifikasi dan menganalisis hubungan tingkat penghasilan keluarga ibu

menyusui di Desa Jabaran, Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo

5
E. Manfaat penelitian

1. Manfaat bagi masyarakat

a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang ASI eksklusif

b. Dapat digunakan sebagai informasi dalam memberikan motivasi kepada

masyarakat untuk memunculkan kesadaran akan pentingnya ASI eksklusif

2. Manfaat bagi institusi

a. Sebagai bahan pertimbangan bagi dinas kesehatan kabupaten Sidoarjo,

khususnya Puskesmas Balongbendo dalam upaya peningkatan program

pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan

b. Menjadi bahan masukan bagi Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya

Kusuma Surabaya dan sebagai tambahan informasi dan referensi untuk

memperkaya pustaka institusi

c. Sebagai tambahan referensi dinas kesehatan Kabupaten Sidoarjo, khususnya

Puskesmas Balongbendo untuk memperkaya pustaka institusi

3. Manfaat bagi pengembangan ilmu

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal dalam penelitian lebih

lanjut khususnya dalam masalah pemberian ASI eksklusif

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja sejak bayi dilahirkan

sampai sekitar 6 bulan. Selama itu bayi tidak diharapkan mendapatkan

tambahan cairan lain, seperti susu formula, air jeruk, air teh, madu, air putih.

Pada pemberian ASI eksklusif, bayi juga tidak diberikan makanan tambahan

seperti pisang, biscuit, bubur nasi, tim dan sebagainya. ASI eksklusif

diharapkan dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan, tanpa

makanan pendamping (Anik Maryunani, 2010)

Bayi dianjurkan untuk disusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama

kehidupan dan pemberian ASI dilanjutkan dengan didampingi makanan

pendamping ASI, idealnya selama 2 tahun pertama kehidupan. Perlindungan

terhadap infeksi paling besar terjadi selama beberapa bulan pertama

kehidupan pada bayi yang mendapat ASI secara eksklusif. Lebih lama bayi

mendapatkan ASI akan memberikan efek proteksi yang lebih kuat. Pada 6

bulan pertama, air, jus, dan makanan lain secara umum tidak dibutuhkan oleh

bayi. Makanan padat dapat diperkenalkan saat bayi berusia 6 bulan, untuk

melengkapi nutrisi ASI (IDAI-Indonesia Menyusui, 2010).

7
B. Manfaat ASI

Berbagai kajian dalam 2 dekade terakhir makin memperlihatkan bahwa

ASI adalah nutrisi terbaik dan terlengkap. Nilai nutrisi ASI lebih besar

dibandingkan susu formula, karena mengandung lemak, karbohidrat, protein,

dan air dalam jumlah yang tepat untuk pencernaan, perkembangan otak, dan

pertumbuhan bayi. Kandungan nutrisinya yang unik menyebabkan ASI

memiliki keunggulan yang tidak dapat ditiru oleh susu formula apapun. Susu

sapi mengandung jenis protein yang berbeda yang mungkin baik untuk anak

sapi, tetapi bayi manusia sulit mencernanya. Bayi yang mendapat susu

formula mungkin saja lebih gemuk dibandingkan bayi yang mendapat ASI,

tetapi belum tentu lebih sehat. Demikian pula, jenis asam lemak yang terdapat

didalam ASI mempunyai pengaruh terhadap perkembangan otak yang

menyebabkan kemampuan melihat dan fungsi kognitif bayi berkembang lebih

awal. Dua puluh empat jam setelah ibu melahirkan adalah saat yang penting

untuk keberhasilan menyusui selanjutnya. Pada jam-jam pertama setelah

melahirkan dikeluarkan hormone oksitosin yang bertanggung jawab terhadap

produksi ASI. Ibu yang menjalani bedah Caesar mungkin belum

mengeluarkan ASInya dalam 24 jam pertama setelah melahirkan, kadang kala

perlu waktu 48 jam. Walaupun demikian, bayi tetap dianjurkan untuk

dilekatkan pada payudara ibu untuk membantu merangsang produksi ASI.

Secara keseluruhan proses menyusui melibatkan empat faktor yaitu (1) Bayi,

(2) Payudara, (3) Air Susu Ibu, (4) Otak ibu. Kita seringkali meremehkan

8
peran otak ibu dalam proses menyusui. Proses menyusui jalinan ikatan batin

antara ibu dan bayi (IDAI-Indonesia Menyusui, 2010)

Kolostrum berwarna kekuningan yang keluar dari payudara pada beberapa

jam pertama kehidupan sering dianggap sebagai cairan yang tidak cocok

untuk bayi, padahal sesungguhnya kolostrum kaya akan sekretori

immunoglobulin A (IgA) yang berfungsi melapisi saluran cerna agar kuman

tidak dapat masuk kedalam aliran darah dan akan melindungi bayi sampai

sistem imunnya (sistem kekebalan tubuh) berfungsi dengan baik (IDAI-

Indonesia Menyusui, 2010).

Menyusui eksklusif selama 6 bulan terbukti memberikan resiko yang lebih

kecil terhadap berbagai penyakit infeksi (diare, infeksi saluran nafas, infeksi

telinga, pneumonia, infeksi saluran kemih) dan penyakit lainnya (obesitas,

diabetes, alergi, penyakit inflamasi saluran cerna, kanker) di kemudian hari.

Bayi yang mendapat ASI lebih sedikit memerlukan rawat inap dibanding bayi

yang mendapat susu formula. Zat kekebalan yang berasal dari ibu dan terdapat

dalam ASI akan ditransfer ke bayi untuk membantu mengatur respons imun

tubuh melawan infeksi (IDAI-Indonesia Menyusui,2010).

Keuntungan lain menyusui adalah ASI lebih mudah dicerna dibandingkan

susu formula. Saluran cerna dikatakan sehat apabila organ tersebut dapat

menjalankan fungsinya secara optimal. Proses pematangan saluran cerna

distimulasi oleh ASI. Di dalam ASI banyak terkandung oligosakarida yang

tidak ditemukan pada susu sapi ( atau sangat sedikit sekali). Oligosakarida

dapat menstimulasi pertumbuhan dan aktifitas bakteri Bifidobacteria (bacteri

9
baik) di dalam saluran cerna. Saluran cerna bayi yang mendapat ASI

mengandung banyak bifidobacteria dan lactobacillus; bakteri menguntungkan

yang dapat mencegah pertumbuhan organisme yang merugikan dan banyak

dilaporkan mempunyai efek terhadap peningkatan sistem imun (kekebalan)

tubuh (IDAI-Indonesia Menyusui, 2010).

Berdasarkan kajian ilmiah, menyusui dapat berpengaruh terhadap

intelektual anak, karena menyusui memberikan pelekatan erat dan rasa

nyaman yang berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Anak yang

disusui mempunyai intelegensia dan emosi lebih matang yang sangat

berpengaruh terhadap kehidupan sosialnya dimasyarakat (IDAI-Indonesia

Menyusui, 2010).

Menyusui memberi keuntungan untuk ibu, karena tidak perlu mensterilkan

botol, tidak perlu membeli susu formula, menakar dan mencampurnya. Oleh

karena menyusui bayi membutuhkan ekstra kalori, maka ibu yang ingin berat

badannya kembali seperti semula dapat terbantu. Menyusui juga merangsang

uterus untuk berkontraksi kembali ke ukurannya semula sebelum hamil

sehingga membantu mengurangi pendarahan setelah melahirkan. Menyusui

eksklusif selama 6 bulan juga meningkatkan kadar antibody dalam sirkulasi

darah ibu sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya infeksi setelah

melahirkan. Perdarahan post partum berkurang dihubungkan dengan

peningkatan konsentrasi oksitosin. Resiko kanker payudara, kanker ovarium,

osteoporosis pasca menapouse dilaporkan juga lebih kecil pada ibu menyusui

(IDAI-Indonesia Menyusui, 2010).

10
C. Manfaat ASI untuk Bayi

a. ASI Sebagai Nutrisi

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi

yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan bayi. ASI adalah makanan

bayi yang kualitas maupun kuantitas yang sempurna. Oleh karena itu

pemberian ASI akan cukup memenuhi kebutuhan bayi hingga usia 6 bulan

(Zuhanna, 2013).

b. ASI meningkatkan Daya Tahan Tubuh Bayi

Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat immunoglobulin

( zat kekebalan tubuh) dari ibunya. Namun zat kekebalan ini akan

menurun dengan cepat segera setelah bayi lahir. Dengan pemberian ASI,

zat kekebalan yang menurun ini dapat di dapatkan bayi.

Dalam penelitian terbukti dengan menyusui eksklusif selama 6

bulan memberikan resiko yang lebih kecil terhadap penyakit infeksi,

seperti diare, infeksi saluran napas, infeksi telinga, pneumonia, infeksi

saluran kemih, dan penyakit lainnya ( obesitas, diabetes, alergi, penyakit

infeksi saluran cerna, kanker) dikemudian hari. Keperluan akan rawat inap

pun lebih sedikit pada bayi yang mendapat ASI disbanding bayi yang

mendapat susu formula (Hegar, 2008).

c. ASI dapat mengurangi karies gigi

Kejadian karies gigi lebih banyak ditemukan pada bayi yang

menggunakan susu formula. Hal ini disebabkan adanya kebiasaan

menyusui dengan botol sebelum tidur akan menyebabkan kontak dengan

11
sisa susu formula menjadi lebih lama sehingga akan menyebabkan

kerusakan pada gigi (Hegar, 2008).

d. Kesehatan Saluran Cerna

Dalam tubuh bayi, ASI lebih mudah dicerna dibanding susu

formula. ASI juga ikut berperan dalam proses pematangan saluran cerna

dan kaya akan oligosakarida. Oligosakarida ini berperan dalam

pertumbuhan bakteri Bifidobacteria dan Lactobacillus yang merupakan

bakteri baik yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh (Suradi,2010)

Selain itu ASI juga dapat membuat suasana asam dalam saluran

cerna, sehingga dapat meningkatkan pembentukkan IgA dan mucus pada

permukaan saluran cerna yang berfungsi untuk meningkatkan pertahanan

saluran cerna dari infeksi (Hegar, 2008).

D. Manfaat Menyusui Bagi Kesehatan Ibu

Beberapa Manfaat kesehatan bagi ibu dari Pemberian ASI antara lain:

a. Mengurangi Pendarahan setelah melahirkan

Dengan menyusui bayi, kemungkinan terjadinya pendarahan

setelah melahirkan (post partum) dapat berkurang. Hal ini terjadi karena

adanya peningkatan kadar oksitosin yang juga berguna sebagai

vasokonstriksi pembuluh darah sehingga mempercepat berhentinya

pendarahan. Hal ini akan menurunkan angka kematian ibu karena

pendarahan post partum (Siregar, 2004).

b. Mengurangi terjadinya Anemia

12
Seperti yang telah dijelaskan diatas, menyusui dapat mencegah

pendarahan karena reaksi vasokonstriksi dari oksitosin, hal ini juga dapat

mencegah terjadinya anemia pada ibu yang disebabkan oleh pendarahan

pasca melahirkan (Siregar, 2004).

c. Menjarangkan Kehamilan

Dengan menyusui secara eksklusif, dapat menjadi cara untuk

kontrasepsi dengan murah, alami, aman, dan efektif. Cara ini dikenal

dengan istilah Metode Amenore Laktasi (MAL). MAL harus memenuhi

tiga criteria yaitu; tidak haid, ibu menyusui secara eksklusif, umur bayi

kurang dari 6 bulan (Siregar, 2004).

d. Menyusui akan menyebabkan uterus berkontraksi sehingga pengembalian

uterus kepada kondisi fisiologis sebelum kehamilan dapat lebih cepat.

e. Mengurangi resiko terkena penyakit kanker, seperti kanker payudara dan

kanker ovum

f. Pemberian ASI lebih praktis, ekonomis dan higienis

g. Jalinan ikatan batin antara ibu dan bayi dibentuk dari proses menyusui.

E. Ante Natal Care

Asuhan kehamilan atau yang biasa disebut Ante Natal Care (ANC) adalah

upaya preventif program pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran

maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin setiap

bulan (Saifuddin, 2008). Pengawasan wanita hamil secara rutin mampu

membantu menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Saifuddin, 2007).

13
Tujuan dilakukannya asuhan antenatal, secara khusus dijelaskan oleh Saifuddin

(2008) dalam buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo adalah sebagai

berikut:

a. Membangun rasa saling percaya antara klien dan petugas kesehatan

b. Mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang

dikandungnya

c. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya

d. Mengidentifikasi dan menata laksana kehamilan berisiko dan risiko tinggi

e. Memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan dalam menjaga kualitas

kehamilan dan merawat bayi

f. Menghindari gangguan kesehatan selama kehamilan yang akan membahayakan

keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandung.

Manfaat pemeriksaan kehamilan secara dini adalah untuk memperoleh gambaran

dasar mengenai perubahan fisiologik yang terjadi selama kehamilan dan berbagai

kelainan yang menyertai kehamilan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan

dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya (Manuaba, 2009).

Pemeriksaan Kehamilan Teratur Pada umumnya 80-90% kehamilan akan berlangsung

normal dan hanya 10-12% kehamilan yang disertai dengan penyulit atau berkembang

menjadi kehamilan patologis (Saifuddin, 2008). Kehamilan patologis tidak terjadi

secara mendadak dan efeknya terhadap organ tubuh terjadi secara berangsur-angsur.

Deteksi dini gejala dan tanda bahaya selama kehamilan merupakan upaya terbaik untuk

mencegah terjadinya gangguan yang serius terhadap kehamilan ataupun keselamatan

14
ibu hamil. Saifuddin (2007) menjelaskan asuhan antenatal yang ideal jika dilakukan

secara teratur, yaitu:

a. Segera setelah mengetahui/ menduga adanya kehamilan selang waktu kurang lebih

satu bulan dari keterlambatan haid, diharapkan ibu telah memeriksakan

kehamilannnya. Melalui kunjungan awal ini, kelainan yang mungkin ada atau timbul

dapat segera terdeteksi, selanjutnya penanganan yang tepat dapat segera diberikan.

Selain itu, pada pemeriksaann awal ini dapat ditentukan tanggal perkiran partus.

Jika HPHT (hari pertama haid terakhir) diketahui dan siklus menstruasi ± 28 hari

dapat menggunakan rumus Neagle. Namun jika HPHT tidak diingat, dapat

menggunakan acuan tanda kehamilan yang muncul. Misalnya adalah dengan

mengidentifikasi gerak bayi pertama dan nausea atau perasaan mual muntah.

Primigravida akan merasakan gerakan janinnya pertama kali pada usia 18 minggu.

Perasaan mual muntah (nausea) akan hilang pada usia 12-14 minggu.

b. Pemeriksaan kehamilan saat usia kehamilan belum mencapai 28 minggu, asuhan

antenatal dapat dilakukan 4 minggu sekali.

c. Antara usia kehamilan 28-36 minggu, diharapkan ibu hamil melakukan ANC setiap

2 minggu sekali.

d. . > 36 minggu menjelang persalinan, frekuensi ANC dilakukan lebih sering, yaitu 1

minggu sekali. Apabila kehamilan termasuk risiko tinggi, perhatian dan jadwal

kunjungan harus lebih ketat. Namun apabila kehamilan normal, minimal dilakukan 4

kali kunjungan, yaitu 1 kali pada trimester I (usia kehamilan kurang dari 12

minggu)/ K1, 1 kali pada trimester II (usia kehamilan 13-27 minggu)/ K2, dan 2 kali

pada trimester III (usia kehamilan 28-40 minggu)/ K3 dan K4 (Adriansz, 2008).

15
Pusdiknakes (2003) menjabarkan tentang keempat kunjungan tersebut sebagai

berikut:

a. Kunjungan Pertama (K1) Kunjungan pertama (K1) adalah kunjungan yang

dilakukan pada usia kehamilan > 14 minggu. Pada kunjungan pertama ini,

tujuannya adalah:

1) Membina hubungan saling percaya antara Nakes (dokter,bidan) dan ibu,

sehingga suatu mata rantai penyelamatan jiwa telah terbina jika diperlukan.

2) Mendeteksi masalah yang dapat diobati sebelum menjadi bersifat

mengancam jiwa.

3) Mencegah masalah, seperti tetanus neonatorum, anemia defisiensi besi,

penggunaan praktik tradisional yang merugikan.

4) Memulai persiapan dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi

5) Mendorong perilaku sehat (nutrisi, senam hamil, kebersihan, istirahat dan

sebagainya)

b. Kunjungan Kedua (K2)

Kunjungan kedua (K2) adalah kunjungan yang dilakukan pada usia

kehamilan antara minggu ke 14-28. Tujuan kunjungan ini sama seperti

kunjungan pertama, ditambah kewaspadaan khusus mengenai Pregnancy

Induce Hypertension (PIH), melalui menanyakan pada ibu tentang gejala

PIH, pantauan tekanan darah, kaji adanya edema dan periksa urine untuk

protein.

c. Kunjungan Ketiga (K3)

16
Kunjungan ketiga (K3) adalah sekitar minggu ke 28-36 dan sesudah

minggu ke 36. Tujuan dilakukannya K3 sama seperti kunjungan kedua,

ditambah palpasi abdomen untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda.

d. Kunjungan Keempat (K4)

Kunjungan keempat adalah minimal dilakukan 4 kali kinjungan pada usia

kehamilan antara minggu ke 28-36 dan sesudah minggu ke 36. Tujuan

dilakukannya K4 sama seperti kunjungan ketiga ditambah deteksi kelainan

letak atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di Rumah Sakit (RS)

Menurut Ari, (2009) bahwa dalam penerapan praktek sering dipakai standart

minimal pelayanan antenatal care yang disebut 7T yaitu: (Timbang) berat

badan dan tinggi badan, ukur (Tekanan) darah, ukur (Tinggi) fundus uteri,

Pemberian imunisasi TT lengkap, pemberian Tablet zat besi minumum 90

tablet selama hamil, Tes terhadap penyakit seksual menular, Temu wicara

dan konseling dalam rangka rujukan.

F. BALITA

Balita atau biasa disebut dengan bawah lima tahun adalah anak usia di bawah

lima tahun (Muaris, 2006). Balita dibagi menjadi dua yaitu batita dan balita, batita

adalah anak dengan umur satu sampai tiga tahun dan balita adalah anak dengan umur

tiga sampai lima tahun (Price &Gwin, 2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 24

Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak Pasal 1 di mana balita adalah anak

dengan usia 12 bulan sampai 59 bulan atau usia 1 sampai 5 tahun.

Pertumbuhan balita dimulai dengan usia satu tahun tiga bulan yang umumnya

memiliki lingkar kepala 48 cm, berat badan 11 kg dan tinggi badan 78,7 cm. usia dua

tahun pertumbuhan balita mulai terlihat dengan lingkar dada lebih besar dari pada

17
lingkar kepala, lingkar kepala mengalami perubahan namun tidak terlalu mencolok

yaitu 49,5 cm sampai 50 cm, berat badan meningkat mulai dari 1,8 sampai 2,7 kg,

tinggi badan bertambah 10 sampai 12,5 cm. memasuki usia tiga tahun berat badan

anak mulai bertambah empat kali lipat dari saat anak dilahirkan dan gigi pertama

atau 20 gigi telah tumbuh (Price &Gwin, 2008).

Anak usia tiga tahun memiliki berat badan 1,8 sampai 2,7 kg dengan rata- rata

14,5 kg dan rata-rata tinggi badan 95 cm. Pertumbuhan anak usia empat tahun sama

dengan usia 3 tahun, di mana rata-rata berat badan 16,5 kg dan rata-rata tingginya

103 cm. Anak usia 5 tahun mulai mengalami peningkatan dengan rata-rata berat

badan 18,5 kg dan tinggi rata-rata 110 cm (Hockenberry, et al., 2016).

Kesehatan anak sangat penting untuk masa pertumbuhan, sehingga orang tua

harus memperhatikan makanan, lingkungan dan kesehatan anak dari lahir hingga

anak dapat mengontrol dirinya sendiri. Balita sangat rentan terhadap berbagai

penyakit mulai dari lahir hingga usia 4 tahun, penyakit yang sering terjadi pada anak

yaitu Hyperbilirubinemia, Tetanus Neonatorum, Asma, Anemia, Kejang demam,

Konjungtivitis, MEP (Malnutrisi Energi Protein), Diare, Hirschsprung, Anus

Imperforate, Hepatitis, Leukemia, Tuberkulosis, Bronkopnemonia, Bronkitis,

Meningitis, HIV/AIDS, Sindrom Nefrotik, Morbili, DHF, Typhus Abdominalis dan

Penyakit Alergi (Hidayat, 2008).

G. Peran Suami Terhadap ASI

Pemberian makanan terbaik bagi bayi dan anak menurut para ilmuwan dunia dan

telah menjadi rekomendasi WHO adalah memberikan hanya Air Susu Ibu (ASI) saja

kepada bayi sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan; meneruskan pemberian ASI

sampai anak berumur 24 bulan. Hal ini didukung dengan keberadaan Undang-undang

No 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 128 mengamanatkan setiap bayi berhak

18
mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan (Pusat

Komunikasi Publik, 2011).

Menurut Dirjen Gizi dan KIA, keberhasilan ibu menyusui untuk terus menyusui

bayinya sangat ditentukan oleh dukungan dari suami, keluarga, petugas kesehatan,

masyarakat serta lingkungan kerja (Budiharja, 2011).

Pemberian ASI eksklusif pada bayi bukan hanya tanggung jawab ibu saja.

Dukungan suami, keluarga dan masyarakat serta pihak terkait lainnya sangat

dibutuhkan untuk meningkatkan kembali pemberian ASI eksklusif pada bayi. Kepala

keluarga, dalam hal ini suami juga memiliki tanggung jawab besar untuk

memberikan dukungan. Tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif bisa berhasil

sukses dengan adanya dorongan suami kepala ibu menyusui memberikan ASI pada

bayi. Seorang suami yang mengerti dan memahami bagaimana manfaat ASI pasti

akan selalu membantu ibu mengurus bayi, termasuk menggantikan popok,

memandikan bayi dan memberikan pijatan pada bayi. Sementara ibu, berusaha focus

meningkatkan kualitas ASI-nya dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan

melakukan pola hidup sehat (Pemprov DKI Jakarta, 2010).

19
H. Pengaruh status ekonomi orangtua dengan pemberian ASI

Pada kelompok yang mempunyai ekonomi yang rendah mempunyai

peluang lebih besar untuk memberikan ASI Eksklusif karena susu formula

yang mahal menyebabkan hampir sebagian besar pendapatan keluarga hanya

untuk membeli susu sehingga tidak mencukupi kebutuhan yang lain dibanding

ibu dengan ekonomi yang tinggi. Bertambahnya pendapatan keluarga atau

status sosial ekonomi yang tinggi serta lapangan pekerjaan bagi perempuan,

membuat orangtua berpikir untuk mengganti ASI mereka dengan susu

formula.

Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh

Novita (2008) berjudul “Hubungan karakteristik ibu, faktor pelayanan

kesehatan, immediate breastfeeding dan pemberian kolostrum dengan

pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Depok

Tahun 2008” yang menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah

satu aspek yang berpengaruh pada tingkat pendapatan sebagai salah satu

faktor ekonomi. Biasanya hal ini dapat mempengaruhi tingkah laku manusia.

Semakin tinggi pendidikan ibu, maka ibu cenderung mempunyai banyak

kesibukan di luar rumah. Sehingga cenderung meninggal-kan bayinya/ tidak

memberikan ASI eksklusif.

Sedangkan 15,8% responden dengan status ekonomi tinggi tidak

memberikan ASI secara eksklusif dikarenakan sebagian besar ibu bekerja

sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk memberikan ASI serta

20
gencarnya iklan susu formula di media massa, anak yang diasuh oleh

pengasuh/nenek kakeknya.

Hal ini sesuai dengan teori Notoatmojo (2007), pekerjaan juga

berpengaruh terhadap status ekonomi orangtua. Dimana pekerjaan merupakan

suatu kegiatan yang dilakukan untuk menafkahi diri sendiri dan keluarganya.

Pekerjaan ibu dapat mempengaruhi status gizi anak. Ibu yang bekerja

lingkungannya lebih luas dan informasi yang didapat juga lebih banyak

sehingga dapat merubah perilaku yang positif. Ibu yang bekerja menyebabkan

turunnya intensitas menyusui anaknya.

Menurut Indrawati (2012), bekerja menuntut ibu untuk meninggalkan

bayinya pada usia dini dalam jangka waktu yang cukup lama setiap harinya,

lama waktu pisah dengan bayi memiliki pengaruh negatif terhadap

kelangsungan pemberian ASI. Kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam

angkatan kerja serta cuti yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja

menyebabkan turunnya kesediaan menyusui dan lamanya menyusui.

Pada status ekonomi tinggi, sebanyak 6,3% reponden memberikan ASI

eksklusif pada anaknya dikarenakan sebagian besar ibu lulusan SMA ke atas

dan memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI. Tingkat pendidikan yang

diperoleh responden mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki

termasuk pengetahuan anggota tentang ASI eksklusif. Menurut Wawan dan

Dewi (2011), pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin

mudah menerima informasi. Dalam hal ini dikaitkan dengan mayoritas

21
anggota kelompok pendukung yang berpendidikan SMA maka responden

cenderung mempunyai tingkat pengetahuan tentang ASI eksklusif yang baik.

Hasil penelitian menunjukan yang dapat mempengaruhi pemberian ASI secara

eksklusif pada bayi usia 06 bulan, salah satunya status ekonomi atau

penghasilan keluarga. Menurut Kartono (2006), status ekonomi adalah

kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per

bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan

harga barang pokok. Pendapat tersebut apabila dikaitkan dengan status

ekonomi orangtua adalah bahwa status ekonomi orangtua yang rendah

mendorong ibu untuk bekerja diluar rumah guna membantu memenuhi

kebutuhan keluarga, sehingga ibu cenderung tidak mempunyai waktu yang

cukup untuk memberikan ASI secara eksklusif kepada anaknya.

I. Dukungan Suami dalam Pemberian ASI Eksklusif

Seminar memperingati Pekan ASI Sedunia tahun 2008 mengemukakan

banyak faktor yang menjadi masalah pemberian ASI yang rendah di

Indonesia, salah satu faktor pendukung adalah suami yang merupakan orang

terdekat yang memainkan peran kunci selama kehamilan, persalinan dan

setelah bayi lahir termasuk pemberian ASI. Dukungan yang diberikan suami

akan mempengaruhi kondisi psikologis ibu yang akan berdampak terhadap

keberhasilan menyusui. Suami merupakan faktor pendukung pada kegiatan

yang bersifat emosional dan psikologis yang diberikan pada ibu menyusui.

Sekitar 80% sampai 90% produksi ASI ditentukan oleh keadaan emosi ibu

yang berkaitan dengan reflex oksitosin ibu berupa pikiran, perasaan dan

22
sensasi. Apabila hal tersebut meningkat akan memperlancar produksi ASI. Di

Australia, praktek pemberian ASI eksklusif terbukti 1,5 kali lebih berhasil

apabila didukung oleh suami. Angka keberhasilan menyusui bayi sampai 6

bulan meningkat pada kelompok studi yang mengikutsertakan ayah dan ibu

dalam menyusui dibanding kelompok studi yang hanya diikuti oleh ibu.

J. Cara Tepat Pemberian ASI Eksklusif

Ibu menyusui dimulai sedini mungkin setelah melahirkan. Saat bayi

terjaga naluri menghisapnya sangat kuat. Saat menyusui, mulut bayi harus

terbuka lebar. Putting diletakkan sejauh mungkin dalam mulut bayi, pastikan

bibir dan gusi bayi berada disekitar areola tidak hanya di posisi menyusui

yang nyaman (IDAI-Indonesia Menyusui, 2010).

Bayi baru lahir perlu sering disusui. Meskipun tidak perlu dengan jadwal

yang ketat, bayi perlu disusui bila memperlihatkan tanda lapar atau paling

tidak setiap 2 jam. Bayi baru lahir harus disusui 8 sampai 12 kali setiap 24 jam

sampai puas, biasanya 10 hingga 15 menit. Setiap menyusui sebaiknya

menghabiskan satu payudara dan untuk menyusui berikutnya pada payudara

lainnya. Pada beberapa minggu awal setelah lahir, bayi harus dibangunkan

untuk menyusui bila telah 4 jam tidak menyusui. Hal tersebut akan

merangsang ibu untuk memproduksi ASI yang lebih banyak. Selanjutnya,

bayi akan lebih terjadwal rutin. Oleh karena ASI lebih mudah dicerna

dibandingkan susu formula, maka bayi yang menyusu terlihat minum lebih

sering dibandingkan bayi ynag mendapat susu formula (IDAI-Indonesia

Menyusui, 2010).

23
Bayi menyusu tidak membutuhkan air putih, karena akan mempengaruhi

keinginan bayi untuk menyusui dan dapat menyebabkan berkurangnya

persediaan ASI. ASI 87-90% terdiri atas air. Makin sering bayi menyusu,

makin banyak ASI yang diproduksi oleh ibu. Bayi baru lahir harus belajar

menyusu. Kita harus memberikan waktu kepada bayi untuk mengenal pola

menghisap yang baik. Putting buatan menyebabkann cara menghisap yang

berbeda dibanding menghisap putting yang sebenarnya, oleh karena itu tidak

dianjurkan. Begitu pula, menghisap dari botol dapat membingungkan sebagian

bayi pada beberapa minggu pertama (IDAI-Indonesia Menyusui, 2010).

Pada awal setelah melahirkan, putting ibu dapat dikeringkan dengan udara

setiap kali selesai menyusui untuk mencegah lecet. Bila putting ibu lecet, ibu

dapat melapisinya dengan ASI atau pelempab alamiah lainnya untuk

membantu penyembuhan (IDAI-Indonesia Menyusui, 2010).

K. Resiko Pemberian Cairan atau Makanan Tambahan Sebelum Bayi

Berusia 6 Bulan

Memberi cairan atau makanan sebelum bayi berusia 6 bulan, beresiko

membahayakan kesehatan. Beberapa resiko tersebut antara lain:

1. Tambahan cairan meningkatkan resiko kekurangan gizi:

a. Mengganti ASI dengan cairan yang sedikit atau tidak bergizi,

berdampak buruk pada kondisi bayi, daya tahan hidupnya,

pertumbuhan dan perkembangannya.

b. Konsumsi air putih atau cairan lain meskipun dalam jumlah

sedikit, akan membuat bayi merasa kenyang sehingga tidak mau

24
menyusu, padahal ASI kaya dengan gizi yang sempurna untuk

bayi.

c. Penelitian menunjukkan bahwa memberi air putih sebagai

tambahan cairan sebelum bayi berusia 6 bulan dapat mengurangi

asupan ASI hingga 11%.

d. Pemberian air atau air manis dalam minggu pertama usia bayi

berhubungan dengan turunnya berat badan bayi yang lebih banyak

dan tinggal dirumah skait lama.

2. Pemberian cairan tambahan meningkatkan resiko terkena penyakit :

a. Pemberian cairan dan makanan dapat menjadi sarana masuknya

bakteri pathogen.

b. Bayi usia dini sangat rentan terhadap bakteri penyebab diare,

terutama dilingkungan yang kurang higienis dan sanitasi buruk.

c. Di Negara-negara kurang berkembang, 2 diantara 5 orang tidak

memiliki sarana air yang bersih.

d. Penelitian di Filipina menegaskan tentang manfaat pemberian ASI

eksklusif dan dampak negative pemberian cairan tambahan tanpa

nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi yang

diberi air putih, teh, minuman herbal lainnya beresiko terkena diare

2-3 kali lebih banyak disbanding bayi yang diberi ASI eksklusif

(Lingkagesproject, 2001).

3. Alasan tidak memberikan makanan tambahan sebelum 6 bulan:

25
a. Saat bayi berusia 6 bulan keatas, sistem pencernaanya sudah

relative sempurna dan siap menerima MPASI. Beberapa enzim

pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, enzim

amylase, dan sebagainya baru akan diproduksi sempurna pada saat

bayi berusia 6 bulan.

b. Mengurangi resiko terkena alergi akibat pada makanan. Saat bayi

berusia kurang dari 6 bulan, sel-sel disekitar usus belum siap untuk

kandungan dari makanan. Sehingga makanan yang masuk dapat

menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi.

c. Menunda pemberian MPASI hingga 6 bulan melindungi bayi dari

obesitas dikemudian hari. Proses pemecahan sari-sari makanan

yang belum sempurna. Pada beberapa kasus yang ekstrim ada juga

yang perlu tindakan bedah akibat pemberian MPASI terlalu dini

dan banyak sekali alasan lainnya mengapa MPASI baru boleh

diperkenalkan pada bayi setelah berusia 6 bulan.

d. Tidak ada untungnya memberikan makanan pengganti ASI

sebelum 6 bulan selain kelebihan berat badan yang tidak perlu,

justru bisa jadi MPASI tersebut memicu terjadinya alergi pada

bayi, gangguan pencernaan, atau obesitas (http://asuh.wikia.com).

L. Kontra Indikasi ASI Eksklusif

Sebagian besar penyakit yang sering terjadi, seperti flu, infeksi kulit, atau

diare tidak ditularkan melalui ASI. Di lain pihak, pada saat ibu menderita

suatu infeksi, ASI yang dikandungnya akan mengandung antibodi terhadap

26
penyakit tersebut dan akan melindungi bayi dari penyakit yang sama.

Walaupun demikian, beberapa virus tetap dapat melawan ASI, seperti virus

HIV yang dapat menyebabkan AIDS. Wanita dengan HIV positif sebaiknya

tidak menyusui bila terdapat susu pengganti yang memenuhi syarat AFASS

(acceptable, feasible, affordable, sustainable, dan safe). Menyusui bukan

merupakan kontraindikasi bagi ibu dengan infeksi HIV, walaupun diduga

bahwa putting lecet atau berdarah dapat meningkatkan resiko penularan

(IDAI-Indonesia Menyusui, 2010).

Seorang ibu yang terkena kanker payudara tetap dapat menyusui bayinya

dengan menggunakan payudara yang sehat sebelum dimulai kemoterapi.

Kanker payudara tidak ditransmisi melalui menyusui. Meskipun belum ada

bukti ilmiah terpercaya, ada pendapat yang menyatakan bahwa hormone yang

dihasilkan selama hamil dan menyusui dapat memicu rekurensi kanker

(IDAI-Indonesia Menyusui, 2010).

M. Obat yang Harus Diperhatikan Saat Menyusui

Seringkali ibu menghentikan penyusuan bila meminum obat-obatan

karena takut obat tersebut dapat mengganggu bayi, padahal kebanyakan obat

hanya sebagian yang dapat melalui ASI dan jarang berakibat pada bayi. Jadi

misalnya tidak dapat kita mengobati bayi dengan menyuruh ibu memakan

obat tersebut. Memang ada beberapa obat yang sebaiknya bila ibu

memerlukan obat tersebut dicarikan alternatifnya yang tidak berakibat pada

bayi, karena tidak semua obat dapat melalui ASI (Maryunani, 2012).

27
Tabel 2.1 Pemberian obat pada ibu menyusui

Tidak boleh menyusui Obat anti kanker (sitostatika).


Lanjutkan menyusui Obat anti kejang.
Dengan pengawasan Kloramfenikol, tetrasiklin, metronidazole,
sulfonamide, kotrimoksazole.
Menurunkan produksi ASI Kontrasepsi mengandung estrogen,
diuretik.
Aman Obat bebas (Paracetamol).

N. Obat-obatan yang Harus Dihindari Saat Menyusui

1. Uraian :

a. Tidak jarang, dalam pelayanan pada ibu di area kebidanan, petugas kesehatan

berhadapan dengan beberapa ibu yang mengalami ketergantungan obat.

Untuk beberapa ibu yang mengalami ketergantungan obat ini perlu tetap

didorong untuk menyusui dengan dukungan dan tindakan pencegahan yang

sesuai.

b. Saat ini kontak langsung kulit dengan kulit telah diketahui sebagai hal

penting, walau bagaimana atau apapun jenis susu yang diberikan sehingga

pelaksanaannya perlu dorongan secara aktif pada beberapa ibu yang

sepenuhnya mengerti, sadar dan mampu memberikan respon terhadap

kebutuhan bayinya.

2. Minimalisasi bahaya :

Pendekatan minimalisasi bahaya dalam menyusui direkomendasikan dalam

hal ini. Mendorong pemberian ASI lebih dipilih daripada menghindari

menyusui, sehingga:

28
a. Ibu diberitahu mengenai efek yang mungkin terjadi pada bayi akibat obat-

obatan yang sedang atau mungkin akan dikonsumsi ibu.

b. Ibu diminta dalam meminimalkan efek obat-obatan tersebut pada bayi.

3. Obat-obatan yang harus dihindari :

a. Opium : Metadone, Buprenorphine, Heroin.

b. Obat stimulant : Amphetamin, Ekstasi, Kokain.

c. Benzodiazepin.

4. Masalah dengan penggunaan obat berbahaya :

a. Penyalahgunaan

b. Farmakologi :

1) Efek terhadap ibu, misalnya timbul perasaan senang (euporia) atau bergetar,

timbul sensasi fisik yang menyenangkan.

2) Efek terhadap janin : misalnya, kematian mendadak intrauterine, kelahiran

premature, ketuban pecah dini, resiko berat lahir rendah dan gangguan

pertumbuhan lebih kecil.

3) Efek terhadap ASI

4) Efek terhadap bayi : misalnya, asfiksia/depresi pernafasan,

c. Infeksi.

d. Implikasi sosial.

5. Peran nasehat laktasi : Sebaiknya dicari nasehat dari perawat keluarga dan

anak, konsultan laktasi atau bidan yang berpengalaman dengan obat-obatan

dan alkohol, dimana terdapat ketidakpastian cara memberikan saran pada ibu

29
yang ketergantungan obat dengan mempertimbangkan menyusui. (Perinasia,

2009)

O. Beberapa Faktor yang Berpengaruh Terhadap Rendahnya Pemberian

ASI Eksklusif

UNICEF mengatakan bahwa begitu banyak factor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalan dalam pelaksanaan

peningkatan ASI ekslusif. Faktor-faktor tersebut seperti :

1. Tingkat pendidikan ibu

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang

terhadap perkembangan-orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu.

Jadi dapat diartikan bahwa yang menuntun manusia untuk berbuat dan

mengisi kehidupannya untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan

adalah pendidikan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi,

misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan dapat meningkatkan kualitas

hidupnya. Pendidikan juga akan mempengaruhi cara pandang terhadap

diri dan lingkungannya. Karena itu akan berbeda sikap orang yang

berpendidikan rendah dalam menyikapi proses dan berinteraksi dengan

permasalahan yang ada disekitarnya. Dalam hal ini hal yang dimaksud

adalah pemberian ASI eksklusif (Yanwirasti et al, 1999).

2. Tingkat penghasilan keluarga

Faktor ini memperngaruhi ibu terhadap pemberian ASI eksklusif

karena bila penghasilan keluarganya rendah maka tidak mampu untuk

30
membeli susu botol, dan pada akhirnya cenderung untuk memberikan

ASI pada bayinya. Bisa juga oleh karena penghasilan keluarganya yang

kurang itu, maka ibu diharuskan untuk bekerja sehingga tidak ada waktu

untuk meneteki bayinya. Sebaiknya pada ibu-ibu yang memiliki

penghasilan tinggi akan cenderung membeli susu botol dibandingkan

pemberian ASI eksklusif (Yanwirasti et al, 1999).

3. Jenis pekerjaan ibu

Jenis pekerjaan ibu berpengaruh terhadap pemberian ASI, karena

ibu yang bekerja tidak dapat meberikan ASI eksklusif secara penuh

kepada bayinya karena kesibukannya. Sebaliknya ibu yang tidak bekerja

atau di rumah saja pasti lebih banyak memeliki banyak waktu kepada

bayinya, sehingga dapat memberikan ASI eksklusif (Yanwirasti et al,

1999).

4. Pemberian PASI

PASI adalah makanan bayi yang secara tunggal dapat memenuhi

kebutuhan gizi serta pertumbuhan dan perkembangan bayi sampai

berumur antara empat dan enam bulan (Siregar, 2004).

5. Jumlah anak

Jumlah anak mempengaruhi pengalaman dan tingkat ketelatenan

ibu kepada anak, di lain pihak jumlah anak dapat mempengaruhi

kesibukan ibu sehingga perhatian dan waktu yang dapat diluangkan

menjadi sedikit (Yanwirasati et al, 1999).

31
6. Pemahaman ibu tentang ASI eksklusif

Pehamanan ibu tentang pengertian dan manfaat ASI berpengaruh

terhadap pemberian ASI eksklusif bayinya, jika ibu mengetahui manfaat

berapa pentingnya ASI bagi pertumbuhan dan perkembangan bayinya

pasti lebih mempunyai kemauan untuk menyusui bayinya, sehingga ibu

memberikan yang terbaik untuk bayinya. Dengan adanya penyuluhan

ASI eksklusif yang telah banyak diberikan oleh tenaga kesehatan,

ternyata sangat berpengaruh terhadap ibu yang memberikan ASI

eksklusif pada bayinya. Karena hanya yang mengetahui pengertian dan

manfaat ASI eksklusif yang mau melaksanakannya (Yanwirasati et al,

1999).

7. Frekuensi penyuluhan

Penyuluhan tentang ASI eksklusif dan pelayanan kesehatan oleh

tenaga kesehatan berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif.

Semakin banyak penyuluhan yang diberikan akan menambah

pengetahuan dan pentingnya pemberian ASI eksklusif (Yanwirasati et al,

1999).

8. Alasan ibu tidak memberi ASI eksklusif

Adanya budaya memberikan makanan tambahan kepada bayi

setelah usia 40 hari dengan nasi atau pisang, ternyata masih sulit

dihilangkan. Karena ibu yang mempunyai bayi biasanya lebih mengikuti

anjuran dari orang tua atau mertua, sehingga sampai saat ini budaya

tersebut sulit dihilangkan (Siregar,2004).

32
Adanya sebuah kasih sayang ibu yang terlalu berlebihan juga dapat

membawa dampak yang tidak baik kepada bayinya. Terdapat beberapa

ibu yang tidak mengetahui kalau bayi berada di bawah 6 bulan belum

waktunya diberikan makanan selain ASI masih saja diberikan makanan

selain ASI dengan alasan bayi tidak akan kenyang jika hanya diberi ASI

atau bayi tidak terlihat besar kalau asupan yang diberikan terhadap

bayinya tidak ditambah dengan makanan tambahan (Berhman et al,

2000).

Dan adanya kekhawatiran ibu akan berkurangnya daya tarik

mereka karena penambahan berat badan dan bentuk payudara yang

menjadi kendor sebab memberikan ASI terhadap bayinya. Hal ini dapat

mempengaruhi pemberian ASI eksklusif (Berhman et al, 2000).

33
BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka konsep

Faktor Internal

Pengetahuan Ibu

Tingkat Pendidikan Ibu

Usia Ibu

Pekerjaan Ibu Pemberian ASI

Faktor Eksternal

Dukungan Keluarga

Pendapatan Keluarga

Sarana ASI

Akses Informasi Tentang ASI

Keterangan:
Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Hubungan antar variabel yang diteliti

Hubungan antar variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.1:Kerangka konsep ( Modifikasi dari Depkes RI,2007;IDAI,2008;UNICEF,1998 ).

34
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik, dengan pendekatan

study Case Control. Kemudian dianalisis menggunakan uji Odds Ratio. Dalam penelitian

ini akan menguji seberapa besar pengaruh faktor pengetahuan, tingkat pendidikan, Usia,

dan pekerjaan terhadap pemberian ASI di Desa Jabaran Kecamatan Balongbendo,

Kabupaten Sidoarjo.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Jabaran, Kecamatan Balongbendo,

Kabupaten Sidoarjo pada bulan Oktober 2018.

C. Populasi

Populasi penelitian adalah Ibu di desa Jabaran Kecamatan Balongbendo Kabupaten

Sidoarjo yang memiliki bayi usia > 6 – 12 sebanyak 24 orang.

1. Sampel kasus

Sebagai sampel kasus diambil Ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif

di Desa Jabaran Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo pada bulan oktober

2018 adalah sebanyak 17 orang. Kasus diambil pada bulan oktober 2018 dengan

mempertimbangkan faktor internal Ibu yang diamati yaitu Pengetahuan Ibu,

35
Tingkat Pendidikan Ibu, Usia Ibu dan Pekerjaan Ibu terhadap pemberian ASI

Eksklusif.

2. Sampel Kontrol

Penentuan besar sampel untuk penelitian Case Control bertujuan untuk

mencari sampel minimal untuk masing-masing kelompok kasus dan kelompok

control. Peneliti membuat perbandingan antara jumlah sampel kelompok kasus

dan control tidak harus 1:1, tetapi juga bisa 1:2 atau 1:3 dengan tujuan untuk

memperoleh hasil yang lebih baik (Suyatno, 2010). Oleh karena sampel kasus

sudah tertentu besarnya 17 Ibu yang tidak member ASI Eksklusif maka besar

control minimal 2 x 17 orang yang memberikan ASI Eksklusif dengan pengertian

besar sampel > 30 sudah cukup mewakili populasi.

3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, di mana

kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel digunakan. Adapun

kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili

dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmodjo,

2002) yaitu :

Kriteria inklusi untuk sampel kasus dalam penelitian ini adalah :

a. Semua kasus Ibu tidak ASI Eksklusif baru pada bulan Oktober 2018.

b. Tempat tinggal di desa Jabaran kecamatan balongbendo kabupaten

sidoarjo.

36
c. Bersedia menjadi informan.

Kriteria inklusi untuk sampel kontrol dalam penelitian ini adalah :

a. Ibu dengan ASI Eksklusif pada bulan Oktober 2018

b. Tempat tinggal di desa Jabaran kecamatan balongbendo kabupaten

sidoarjo.

c. Bersedia menjadi informan.

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat

mewakili sampel, karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian

(Notoatmodjo, 2002) yaitu :

Kriteria Eksklusi sampel kasus dalam penelitian ini adalah :

a. Semua kasus Ibu yang memberikan ASI Eksklusif pada bulan Oktober

2018 yang tidak bersedia menjadi informan.

b. Ibu yang memberikan ASI Eksklusif namun tidak hadir atau tidak dapat

dihubungi saat penelitian

Kriteria eksklusi untuk sampel kontrol dalam penelitian ini adalah :

a. Semua Ibu yang memberikan ASI Eksklusif pada bulan Oktober 2018

b. Tidak bersedia menjadi informan

c. Bukan Ibu yang menyusui Eksklusif pada bulan Oktober 2018 yang tidak

hadir atau tidak dapat dihubungi saat penelitian.

D. Sampel

1. Besar Sampel

37
Diambil menggunakan pendekatan analisis kesetaraan yang terdiri dari 2

sampel, yaitu sampel kasus dan kontrol, dimana 17 orang adalah Ibu yang tidak

memberikan ASI Eksklusif dan 17 Ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif desa

Jabaran , kecamatan balongbendo kabupaten sidoarjo tahun 2018.

2. Prosedur dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel diambil dengan teknik matching berdasarkan data kependudukan Kartu

Keluarga (KK) di Desa Jabaran , Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo.

Teknik ini dikerjakan dengan cara mengambil sampel yang disesuaikan dengan

keadaan lingkungan sampel di Desa Jabaran, Kecamatan Balongbendo Kabupaten

Sidoarjo.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan Ibu

yang tidak memberikan ASI Eksklusif.

2. Variabel terikat

Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian Ibu tidak memberikan

ASI Eksklusif bulan Oktober 2018 di desa Jabaran, kecamatan balongbendo kabupaten

sidoarjo.

38
E. Definisi Operasional Variabel

Tabel 4.1 Definisi operasional

No Variabel Definisi Alat Hasil Ukur Skala


. Ukur Data
1. Tingkat Tingkat Lembar Tinggi (tidak Skala
pendidikan pendidikan yang Kuisioner tamat Nominal
ibu telah diselesaikan SLTA/sederajat,
ibu menyusui, tamat
mulai dari tidak SLTA/sederajat
tamat - tamat
SD/sederajat, perguruan
tamat tinggi, tidak
SD/sederajat, tamat perguruan
tidak tamat tinggi)
SLTP/sederajat, Rendah (tidak
tamat sekolah, tidak
SLTP/sederajat, tamat
tidak tamat SD/sederajat,
SLTA/sederajat, tamat
tamat SD/sederajat,
SLTA/sederajat tidak tamat
dan perguruan SLTP/sederajat,
tinggi tamat
SLTP/sederajat)
2 Tingkat Kemampuan ibu Lembar Baik (menjawab Skala
pengetahuan menjawab Kuisioner dengan benar ≥ Nominal
ibu tentang dengan benar 11 pertanyaan
ASI pertanyaan tentang ASI
pengetahuan eklusif )
tentang ASI Kurang
eksklusif (menjawab
dengan benar <
11 pertanyaan
tentang ASI
eklusif)
3 Jenis Jenis pekerjaan Lembar - Bekerjaan Skala

39
Pekerjaan ibu menyusui Kuisioner (Wiraswasta, Nominal
ibu yang saat ini PNS,
menyusui TNI/POLRI,
Swasta)
- Tidak bekerja
(Ibu Rumah
Tanggga)
4 Umur ibu Kategori usia ibu Lembar - Remaja Akhir Skala
menyusui yang Kuisioner ≥ 17 tahun Nominal
telah memasuki - Dewasa akhir
usia deewasa atau > 36 tahun
belum memasuki
usia dewasa,
kedewasaan
berdasarkan
kriteria
diperbolehkannya
perkawinan
sesuai dengan
UU perkawinan
tahun 1974
5 ASI Kelompok bayi Lembar - ASI Eksklusif Skala
Eksklusif yang hanya Kuisioner ( bayi yang Nominal
menerima ASI menerima ASI
dari ibu atau susu usia 0-6
ibu, atau ASI bulan)
peras, tidak - Tidak ASI
menerima cairan Eksklusif
atau makanan (Bayi yang
lain kecuali sirup tidak
vitamin, menerima ASI
suplementasi usia 0-6
mineral atau obat bulan)

F. Prosedur Penelitian/Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti

langsung dari sumbernya. Data primer dalam penelitian ini adalah informasi yang

dikumpulkan berdasarkan jawaban responden terhadap kuisioner.

2. Data Sekunder
40
Data sekunder, yaitu data yang pengumpulan dan pengolahannya bukan dari

usaha sendiri, tetapi dilakukan oleh pihak lain. Dalam hal ini data yang diperoleh dari

kohort Dinas Kesehatan Kota Sidoarjo.

Data yang dikumpulkan merupakan data primer, merupakan data yang

diperoleh dari hasil kuesioner yang diisi oleh responden. Data yang telah terkumpul

dari hasil kuisoner selanjutnya diolah. Selain itu kami juga mendapatkan data

sekunder yang diperoleh dari data puskesmas Balongbendo. Adapun langkah-langkah

dalam pengolahan data adalah sebagai berikut :

a. Menyunting data (data editing)

Memeriksa data sebelum proses pemasukan data agar dapat

meminimalisasikan data yang salah dan meragukan.

b. Mengkode data (data coding)

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila

pengolahan dan analisis data menggunakan rumus uji odds ratio. Biasanya dalam

pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book)

untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu

variable. Pada sampel yang mempunyai pengetahuan cukup diberikan kode “1”

dan pengetahuan kurang diberikan kode “2”. Pada sampel yang tidak memberikan

ASI Eksklusif diberikan kode “1” dan yang memberikan ASI Eksklusif diberikan

kode “2”.

c. Memasukkan data (data entry)

Memasukkan data ke dalam rumus yang akan digunakan dan diproses

41
lebih lanjut.

d. Membersihkan data (data cleaning)

Mengecek ulang dan mengkoreksi kesalahan yang mungkin muncul saat

pembuatan variabel atau entri data.

e. Tabulating

Tabulating adalah kegiatan memasukkan data ke dalam tabel-tabel dan

mengatur angka-angka sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai

kategori (Hidayat A.A, 2007)

Menurut Arikunto (2002), hasil tabulasi data diinterpretasikan dengan

menggunakan skala sebagai berikut :

1. 100 % : Seluruhnya

2. 76 – 99 % : Hampir Seluruhnya

3. 51 – 75 % : Sebagian Besar

4. 50 % : Setengahnya

5. 26 – 49 % : Hampir Setengahnya

6. 1 – 25 % : Sebagian Kecil.

7. 0 % : Tidak Satupun

G. Metode Analisis Data

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian analitik observasional dengan metode

case control study. Kemudian dianalisis menggunakan uji odds ratio.

Analisa data untuk menguji hipotesis statistik sebagai berikut :

H0 : Tidak ada pengaruh antara tingkat pengetahuan tentang ASI pada Ibu yang tidak

memberikan ASI.

42
H1: Ada pengaruh antara tingkat pengetahuan tentang ASI pada Ibu yang tidak

memberikan ASI

Ho ditolak apabila OR >1.

43

Anda mungkin juga menyukai