Di Susun Oleh :
SITI RUQOIYAH
NIM. 412020728029
1
Dewi Ayu Rini Kartika and Mahmud Aditya Rifqi, “Hubungan Penggunaan Posyandu Dengan Status
Gizi Pada Balita Usia 1-5 Tahun Di Indonesia: Literatur Review,” Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES
Kendal 11, no. 4 (2021): 689–98.
2
Eni Hamani, Madinah Munawaroh, and Agus Santi br Ginting, “Hubungan Pengetahuan, Status Gizi
Serta Peran Orang Tua Dengan Stunting Pada Balita Usia 0-24 Bulan Di Puskesmas Ciruas,” SENTRI: Jurnal
Riset Ilmiah 2, no. 5 (2023): 1721–32, https://doi.org/10.55681/sentri.v2i5.873.
3
Asmaul Husna et al., “Hubungan Dukungan Keluarga Dan Pemberian Asi Dengan Status Gizi The
Relationship of Family Support and Breast Milk with Nutritional Status in Infants Aged 0-6 Months in the Work
Area of Jeuram Puskesmas Nagan Raya District,” Journal of Healtcare Technology and Medicine 8, no. 2
(2022): 741–48.
4
Maftuchah Maftuchah, Anita Indra Afriani, and Agustin Maulida, “Faktor Yang Mempengaruhi
Penggunaan Susu Formula Sebagai Pengganti Asi Eksklusif,” Jurnal SMART Kebidanan 4, no. 2 (2018): 67,
https://doi.org/10.34310/sjkb.v4i2.135.
menyusukan anak-anak mereka selama dua tahun genap, iaitu bagi orang yang ingin
menyempurnakan penyusuan itu (Surah Al-Baqarah: 233)”.5
Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 proporsi pola pemberian ASI pada bayi
umur 0-5 bulan di Indonesia sebanyak 37,3% ASI eksklusif, 9,3% ASI parsial, dan
3,3% ASI predominan.6 Hasil pengamatan di Indonesia di peroleh hasil 63%
pemberian ASI hanya pada bulan pertama, 45% pada bulan kedua, 30% bulan ketiga,
19% bulan keempat, 12% bulan kelima dan turun dratis pada bulan ke enam yaitu
hanya 6%, bahkan lebih dari 200.000 bayi atau 5% dari populasi bayi di Indonesia
saat itu tidak di berikan ASI sama sekali. Pemberian susu formula salah satu faktor
yang menyebabkan kegagalan dalam pemberian ASI eksklusif.7
Target capaian cakupan ASI eksklusif di Indonesia tahun 2018 adalah 47%,
pemerintah kabupaten Ngawi Jawa Timur sebagai tempat penelitian pada tahun 2018
mentargetkan cakupan ASI eksklusif adalah 80%. Hasil riset kesehatan dasar tahun
2018, rata-rata capaian cakupan ASI eksklusif secara nasional adalah 37,3%, 8
sedangkan capaian ASI eksklusif pemerintah kabupaten Ngawi tahun 2018
adalah 64,8%,sehingga secara nasional maupun di kabupaten Ngawi capaian
cakupan ASI eksklusif belum mencapai target yang di tetapkan. Capaian ASI
eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Sine tahun 2018 sebesar 74,2% dari target 80%.
Puskesmas Sine termasuk unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten Ngawi
sebagai pilot proyek keberhasilan program ASI eksklusif. 9
Rendahnya pelaksanaan ASI eksklusif berbanding terbalik dengan
peningkatan pemberian susu formula. susu formula menjadi makanan pokok bayi
dan bukan lagi sebagai pengganti air susu ibu (ASI). Pemberian susu formula
5
Fili Fartaeni, Fenti Dewi Pertiwi, and Ichayuen Avianty, “Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan
Dukungan Suami Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Di Desa Pabuaran Kecamatan Gunung Sindur,” Hearty 6,
no. 1 (2018), https://doi.org/10.32832/hearty.v6i1.1255.
6
Osa Marfina Lova, Debby Endayani Safitri, and Indah Yuliana, “Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Pemberian Susu Formula Pada Bayi 0-6 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan,”
Argipa 4, no. 2 (2019): 85–93, https://doi.org/10.22236/argipa.v4i2.1012.
7
SRIW PULUNGAN, “Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Susu Formula Pada Bayi 0-6
Bulan Di Puskesmas Siabu Kabupaten Mandailing Natal,” 2021,
https://repository.unar.ac.id/jspui/handle/123456789/3028.
8
Kemenkes RI, “Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018,” Kementrian Kesehatan RI 53, no. 9
(2018): 1689–99.
9
Sunarto, Ayesha Hendriana Ngestiningrum, and Wiwin Fajar Suryani, “Support Tipe Keluarga
Terhadap Kegagalan Cakupan ASI Eksklusif,” Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 13, no. 2 (2022):
467–75, http://forikes-ejournal.com/index.php/SF.
pada bayi yang kurang pas frekuensi, takaran serta sanitasi penyajiannya hendak
menyebabkan permasalahan pada gizi, yaitu gizi lebih ataupun gizi kurang.10
Pemberian awal susu formula dengan kandungan energi dan protein yang
cukup tinggi pada awal kehidupan dapat meningkatkan resiko terjadinya peningkatan
berat badan dan kegemukan.Dimana diketahui dalam 100 ml susu formula yang
diberikan pada anak mempunyai kandungan energi 10-18% lebih tinggi dibandingkan
dengan ASI, dan kandungan protein 55-80% lebih tinggi dibandingkan dengan ASI.11
Memberikan susu formula pada bayi usia 0-6 bulan sangat berbahaya, karena
dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan seperti infeksi saluran
pencernaan (muntah, diare), infeksi saluran pernafasan, resiko alergi, serangan asma,
kegemukan (obesitas), meningkatkan resiko efek samping zat pencemar lingkungan,
meningkatkan kurang gizi, resiko kematian dan menurunkan perkembangan
kecerdasan kognitif. Selain itu juga susu formula dapat menurunkan berat badan bayi,
mudah sakit karena tidak mendapat zat immunoglobulin yang terkandung dalam
kolustrum.12
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara ASI eksklusif dan susu formula terhadap status gizi
balita di puskesmas kauman ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yaitu untuk mengetahui hubungan antara ASI eksklusif dan susu
formula terhadap status gizi pada balita di puskesmas kauman
2. Tujuan Khusus
Menganalisis hubungan ASI eksklusif dan susu formula terhadap status gizi pada
balita di puskemas kauman
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi rujukan terkait hubungan ASI eksklusif
dan susu formula terhadap status gizi pada balita di puskemas kauman
10
Arfan Nur, “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Pemberian Susu Formula Pada Bayi Usia 0-6 Bulan
Di Upt Puskesmas Kajuara Tahun 2021,” Jurnal Suara Kesehatan 8, no. 1 (2022): 34–42,
https://doi.org/10.56836/journaliskb.v8i1.53.
11
Rinawati Rohsiswatmo and Radhian Amandito, “Optimalisasi Pertumbuhan Bayi Prematur Dan
Pasca Prematur Di Indonesia; Mengacu Pada Pedoman Nutrisi Bayi Prematur Di RSCM,” Sari Pediatri 21, no.
4 (2020): 262, https://doi.org/10.14238/sp21.4.2019.262-71.
12
indah budiastutik rahmah, “Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula Pada Bayi,” Jurnal
Mahasiswa Dan Penelitian Kesehatan 7, no. 1 (2020): 1–8.
2. Manfaat Praktis
Manfaat bagi akademik yaitu dapat menambah pengetahuan untuk tetap
memberikan asi eksklusif di bandingkan susu formula sehingga dapat menjaga
status gizi pada balita.
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1. Keaslian Penelitian
Perbedaan
dengan
16
Hamida An-Nisa, Elsye Souvriyanti, and Firman Arifandi, “Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif Dan
ASI Non Eksklusif Terhadap Perkembangan Bayi 0-12 Bulan Di Rumah Sakit YARSI Jakarta Dan Tinjaunnya
Menurut Pandangan Islam,” Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 3, no. 1 (2023): 73–83,
https://doi.org/10.59141/cerdika.v3i1.513.
17
Debora Tika Saragih and Isti Istianah, “Gambaran Riwayat Pemberian Asi Eksklusif Dan Status Gizi”
4 (2022): 55–59.
A. Landasan Teori
1. Status gizi
a. Pengertian Status Gizi
Menurut Sinaga et al., (2022) gizi merupakan zat makanan pokok yang
diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan badan. Gizi diperlukan oleh setiap
manusia yang hidup, baik bayi, anak-anak, remaja, hingga lansia pun
membutuhkan gizi untuk kelangsungan hidupnya. Gizi juga memegang peran
penting dalam tumbuh kembang anak, karena bagi anak gizi dibutuhkan untuk
pertumbuhan. Status gizi adalah faktor yang terdapat dalam level individu,
faktor yang dipengaruhi langsung oleh jumlah dan jenis asupan makanan serta
kondisi infeksi. Diartikan juga sebagai keadaan fisik seseorang atau
sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi ukuran
gizi tertentu.18
Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat gizi, dimana zat gizi sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai
sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, serta
pengatur proses tubuh.19
b. Factor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu faktor langsung, faktor tidak langsung,
faktor sosial ekonomi dan pola asuh keluarga. Faktor langsung terdiri dari keadaan
infeksi yang berhubungan erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan
kejadian malnutrisi.20 Terdapat beberapa faktor langsung dan tidak langsung
yang dapat mempengaruhi status gizi balita. Faktor langsung, seperti penyakit
infeksi serta asupan makan. Faktor tidak langsung adalah tingkat pengetahuan
ibu, pendidikan, pendapatan orang tua, jenis pekerjaan, budaya, serta jumlah
anggota dalam keluarga. Salah satu faktor yang erat kaitannya dengan status
gizi balita adalah asupan makan. Ketidaktepatan pola asuh ibu dalam
memberikan asupan makan kepada balita akan berdampak pada kesehatan dan
status gizi balita. Seharusnya bayi dengan usia 0-6 bulan hanya diberikan ASI
18
Friska Efniyanti et al., “Riwayat Pemberian ASI Eksklusif , Status Gizi , Dan Status Anemia Balita
Di Kabupaten Cirebon,” Jurnal Departemen Gizi Masyarakat 1, no. 3 (2022): 181–88.
19
hamani, munawaroh, and ginting, “hubungan pengetahuan, status gizi serta peran orang tua dengan
stunting pada balita usia 0-24 bulan di puskesmas ciruas.”
20
sintiya nur fitria and galuh nita prameswari, “status gizi dan kejadian penyakit menular pada anak
jalanan umur 5-10 tahun di kota semarang,” indonesian journal of public health and nutrition 1, no. 1 (2021):
472–78, http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ijphn.
ekslusif dan dilanjutkan dengan pemberian MP-ASI sampai dengan usia 24
bulan.21
Faktor sosial ekonomi yang dibedakan berdasarkan data sosial (keadaan
penduduk di suatu masyarakat, keadaan keluarga, pendidikan, perumahan,
penyimpanan makanan, air dan kakus) serta ekonomi (pekerjaan, pendapatan
keluarga, kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, perahu, mesin
jahit, kendaraan dan sebagainya serta harga makanan yang tergantung pada
pasar dan variasi musim.22
21
fita nur laila, angga hardiansyah, and fitriah susilowati, “pengetahuan gizi ibu, pendapatan orang tua,
pemberian susu formula, dan kaitannya dengan status gizi balita di posyandu desa welahan kabupaten jepara,”
journal of nutrition and culinary 3, no. 1 (2023): 24–36.
22
Purnomo Yogi, “hubungan tingkat pengetahuan gizi, aktifitas fisik dan body image dengan panjang
lila pada remaja putri di ma nu mranggen demak,” Occupational Medicine 53, no. 4 (2018): 130.
Pola asuh merupakan salah satu indikator sosial dalam masyarakat karena
melalui pola asuh sikap tingkah laku manusia dapat meningkat dan berubah
citra sosialnya. Semakintinggi pola asuh ibu akan semakin mudah dia
memberikan pendidikan dan informasi gizi yang mana dengan pola asuh ibu
terhadap balita diharapkan akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat.23
c. Angka Kecukupan Gizi Balita
Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu nilai yang menunjukkan
kebutuhan rata-rata zat gizi tertentu yang harus dipenuhi setiap hari bagi
hampir semua orang dengan karakteristik tertentu yang meliputi umur, jenis
kelamin, tingkat aktivitas fisik, dan kondisi fisiologis, untuk hidup sehat
(sesuai Pasal 1 Permenkes No.28 Tahun 2019). Angka Kecukupan Gizi
digunakan pada tingkat konsumsi yang meliputi kecukupan energi, protein,
lemak, karbohidrat, serat, air, vitamin, dan mineral.24
Berikut ini adalah tabel angka kecukupan gizi yang telah ditetapkan oleh
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 28 tahun 2019
tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan untuk masyarakat Indonesia
sebagai acuan penetapan kecukupan zat gizi makro dan zat gizi mikro.25
Tabel 2. Angka Kecukupan Zat Gizi Makro dan Mikro yang untuk Bayi/Anak
23
Rosihan Anwar, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Di Desa Penggalaman
Kecamatan Martapura Barat,” Jurnal Skala Kesehatan 13, no. 1 (2022): 1–15,
https://doi.org/10.31964/jsk.v13i1.337.
24
Hartini Prasetyaning Pawestri et al., “Pengaruh Angka Kecukupan Gizi (AKG) Terhadap Personal
Branding UMKM Makanan Ringan Mr. Gelenk,” Jurnal Aplikasi Dan Inovasi Ipteks “Soliditas” (J-Solid) 5, no.
1 (2022): 136, https://doi.org/10.31328/js.v5i1.3582.
25
L E Y D E Adquisiciones et al., “peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 28 tahun
2019,” Duke Law Journal 1, no. 1 (2019).
Untuk menilai status gizi digunakan dua metode, yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Penilaian status gizisecara langsung dapat dibagi menjadi 4
penilaian, yaitu penilaian antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik
sedangkan untuk penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi
menjadi 3 yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.26
e. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
1) Antropometri
Standar antropometri digunakan untuk memantau dan menilai status gizi
bayi dan anak dengan mengukur tinggi dan berat badan anak dengan
membedekan antara anak laki-laki dan perempuan dengan mengukur
berat badan terhadap usia (BB/U), tinggi badan terhadap usia
(TB/U), lingkar kepala terhadap usia (LK/U) dan lingkar lengan atas
terhadap usia (LLA/U), WHO telah membuat software untuk menentukan
standar pertumbuhan anak yang dapat didownload dalam situs resmi
WHO. 27
a) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Paramater untuk mengetahui gambaran masa tubuh yaitu berat badan.
Berat badan sensitif pada perubahan keadaan tubuh, seperti nafsu
makan yang menurun dikarenakan penyakit infeksi. Tubuh dikatakan
sehat atau baik apabila terjadi keseimbangan antara asupan makanan
serta kebutuhan gizi yang diperlukan tubuh terjamin sesuai dengan usia
penambahan berat badan. Ambang batas kategori gizi pada anak usia
0-60 bulan tercantum pada tabel berikut (Permenkes RI Nomor 02
tahun 2020).28
26
Izzati Rahmi H.G, “Telaah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Di Kota Padang
Berdasarkan Berat Badan Per Tinggi Badan Menggunakan Metode Cart,” EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA 18, no. 02 (2017): 86–99, https://doi.org/10.24036/eksakta/vol18-iss02/59.
27
Liya Lugita Sari et al., “Antropometri Pengukuran Status Gizi Balita Di Ra. Makfiratul Ilmi
Bengkulu Selatan,” Jurnal Abdi Kesehatan Dan Kedokteran 2, no. 1 (2023): 1–6,
https://doi.org/10.55018/jakk.v2i1.6.
28
Adquisiciones et al., “PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
28 TAHUN 2019.”
2. -3SD s/d <-2SD Berat badan kurang
3. -2SD s/d + 2SD Berat badan normal
4. >+1SD Risiko berat badan lebih
2. ASI Eksklusif
a. Definisi ASI EKsklusif
Air Susu Ibu (ASI) merupakan air susu ibu yang diberikan selama 6 bulan,
tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air
putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu,
biscuit, bubur nasi dan nasi tim. Semakin sedikit bayi yang mendapat ASI
eksklusif, maka kualitas kesehatan bayi akan semakin buruk, karena
pemberian susu formula kepada bayi akan meningkatkan risiko terjadinya
alergi terutama pada usus halus bayi.30
b. Factor yang mempengaruhi asi eksklusif terhadap status gizi
Menurut Fikrina (2017)terdapat beberapa elemen yang memengaruhi
kondisi nutrisi pada anak balita, termasuk kualitas gizi yang diterima oleh ibu
29
Ibid.
30
Reni Saswita and Prastika. Wike Dian, “Perbedaan Peningkatan Berat Badan Pada Bayi Usia 6-12
Bulan Yang Diberi Asi Eksklusif Dan Non Asi Eksklusif Di Bpm Ch Mala Husin …,” Masker Medika 7, no. 1
(2019): 11–18, http://ejournal.stikesmp.ac.id/index.php/maskermedika/article/view/297.
saat hamil dan pemberian ASI secara Eksklusif, variabel sosial ekonomi,
dampak penyakit infeksi dan layanan medis, asupan nutrisi anak saat
masa pertumbuhan, serta sejumlah faktor lainnya. 31 Salah satu upaya
petugas kesehatan dan orang tua bayi dalam meningkatkan status gizi
anak yaitu dengan melaksanakan praktek inisiasi menyusu dini, ASI secara
eksklusif yang sesuai agar status gizi anak menjadi baik.32
c. Pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif
Pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan tanpa diberikan makanan atau
minuman lain dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan kepada suatu objek melalui panca inderanya. Pengetahuan
seseorang berkaitan dengan tingkat pendidikan untuk dapat memperoleh suatu
informasi.33 Pendidikan adalah upaya pembelajaran seseorang agar seseorang
mau untuk melakukan tindakan atau praktik untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan.34 ibu yang memiliki pengetahuan tentang ASI
Eksklusif belum tentu akan memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan yang
disebabkan kurangnya informasi, kurang jelasnya informasi yang diberikan,
dan kurangnya kemampuan ibu untuk memahami informasi tersebut. Pada
penelitian (Mubarokah, 2019) bahwa meskipun ibu dengan tingkat pendidikan
SMA atau sederajat bukan berarti ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang
ASI Eksklusif sehingga perilaku ibu dapat berubah untuk dapat memberikan
ASI Eksklusif kepada bayinya.35
3. Susu Formula
a. Definisi Susu Formula
31
Janitha M Panese et al., “Hubungan Antara Pemberian Asi Eksklusif Dengan Status Gizi Pada Anak
Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Kota Manado,” Kesmas 9, no. 4 (2020): 146–51.
32
Tsamarah Iffah Zahrotin Nisa, “Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Pemberian ASI Eksklusif
Dan Kejadian Stunting: Meta-Analisis,” International Breastfeeding Journal 12, no. 1 (2023): 418–26.
33
Santi Lestiarini and Yuly Sulistyorini, “Perilaku Ibu Pada Pemberian Makanan Pendamping ASI
(MPASI) Di Kelurahan Pegirian,” Jurnal PROMKES 8, no. 1 (2020): 1,
https://doi.org/10.20473/jpk.v8.i1.2020.1-11.
34
Efniyanti et al., “Riwayat Pemberian ASI Eksklusif , Status Gizi , Dan Status Anemia Balita Di
Kabupaten Cirebon.”jurnal departemen gizi Masyarakat, no.1 (2022): 181-188
35
L E Y D E Adquisiciones et al., Pengaruh Faktor Psikologi Dan Sosio Budaya Gizi Terhadap
Pemberian Asi Eksklusif Pada Bayi Dipuskesmas Bangkalan, Kabupaten Bangkalan Madura., Duke Law
Journal, vol. 1, 2019.
Susu Formula adalah susu sapi yang susunan gizi nya diubah sedemikian rupa
sehingga bisa diberikan pada bayi tanpa memberi efek samping. 36 Susu
Formula merupakan bubuk dengan formula tertentu yang diberikan pada bayi.
Susu Formula berfungsi sebagai pengganti Air Susu Ibu (ASI). Susu Formula
memiliki peran penting dalam pengganti makanan bayi karena seringkali
bertindak sebagai satu-satunya sumber gizi bagi bayi. Oleh karena itu,
komposisi susu formula yang diperdagangkan dikontrol dengan hati-hati dan
BPOM Indonesia mensyaratkan produk tersebut harus memenuhi standar ketat
yang telah ditetapkan.37
b. Kandungan Susu Formula
Kandungan susu formula menurut (Rachmatullah & Setyadi, 2018) yaitu:
1) Lemak dan Protein
Kadar lemak yang disarankan dalam susu formula adalah antara 2,7 – 4,1
gram tiap 100 ml. Komposisi asam lemaknya harus sedemikian rupa
sehingga bayi umur 1 bulan dapat menyerap sedikitnya 85% lemak yang
terdapat dalam susu formula. Kadar protein dalam susu formula harus
berkisar antara 1,2 – 1,9 gram tiap 100 ml. Pemberian protein yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan tingginya kadar ureum, amoniak, serta asam
amino tertentu dalam darah.
2) Karbohidrat
Karbohidrat yang ada di susu formula bayi berbentuk gula yaitu galaktosa,
sukrosa, laktosa, dan glukosa. Karbohidrat berguna untuk memberikan
energi pada otot, jaringan otak dan organ bayi lainnya. Kandungan
karbohidrat yang disarankan untuk susu formula, yaitu antara 5,4 – 8,2
gram tiap 100 ml. Dianjurkan supaya sebagian karbohidrat hanya atau
hampir seluruhnya memakai laktosa, selebihnya glukosa atau maltosa.
3) Mineral, Vitamin dan Kandungan zat tambahan
Kandungan sebagian besar mineral dalam susu sapi lebih tinggi 3 – 4 kali
dibandingkan dengan yang terdapat dalam ASI. Biasanya, berbagai
vitamin ditambahkan pada pembuatan formula hingga dapat mencukupi
36
Oleh Ken, Nita Ayuning, and Wulan Margiana, “Perbedaan Perkembangan Bayi Usia 1-6 Bulan Yang
Diberi Asi Eksklusif Dan Yang Diberi Susu Formula Di Desa Kutabima Kecamatan Cimanggu Kabupaten
Cilacap,” JCI Jurnal Cakrawala Ilmiah 1, no. 8 (2022): 1967–72, http://bajangjournal.com/index.php/JCI.
37
Ketut Yulah Amaning, “Hubungan Asupan Makan Dengan Kadar Gula Darah Dan Perubahan Berat
Badan Pasien Anak Gizi Buruk,” 2021, 1–23.
kebutuhan sehari-harinya. Salah satu zat tambahan yang ada didalam susu
formula adalah DHA. Penambahan ini diperbolehkan karena zat tersebut
merupakan zat-zat mikro dan penambahannya pun harus mengikuti standar
yang berlaku.38
c. Kondisi yang Dibenarkan Bayi Diberikan Susu Formula
Menurut (Damaris, 2019), keadaan yang tidak memungkinkan ibu
untuk menyusui bayinya yang behubungan dengan kesehatan ibu yaitu ibu
yang menderita sakit tertentu (penyakit kanker, jantung dan hb rendah), ibu
yang menderita HIV/AIDS dan hepatitis B, air susu ibu tidak keluar sama
sekali sehingga satu-satunya makanan yang dapat menggantikan ASI adalah
susu sapi, ibu meninggal sewaktu melahirka n atau bayi masih memerlukan
ASI, ASI keluar tetapi jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
bayi sehingga perlu tambahan seperti susu formula, ibu yang kecanduan
narkotika dan zat adiktif lainnya atau (NAPZA) serta adanya anggapan
bayinya menolak atau diare karena minum ASI, meskipun kasus ini jarang
terjadi.39
38
Robby Rachmatullah and Heribertus Ary Setyadi, “Implementasi Metode Ahp Dan Wp Dalam
Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Susu Formula Balita,” Jurnal Speed 10, no. 3 (2018): 55–60,
https://doi.org/10.36309/goi.v21i2.36.
39
Yolanda Damaris, “Hubungan Pemberian Susu Formula Dengan Berat Badan Bayi 1-6 Bulan Di
Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2018,” Poltekkes Kemenkes RI Medan, 2018, 1–76.
40
Sudarmi, Musdalifah, and Suherman Rate, “Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Di
Wilayah Kerja Puskesmas Gaya Baru,” Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis 17, no. 3 (2022): 124–30.
memperhatikan setiap perkembangan anak, sehingga asupan gizi yang
diberikan kepada balitanya pun akan baik, untuk itu peran orang tua dan
dukungan keluarga dilakukan dengan cara yang baik, maka kejadian
stunting pada anak akan dapat dicegah atau diatasi begitupun sebaliknya.41
3) Sosial Ekonomi
ibu balita mengatakan bahwa dari kondisi ekonomi kurang sehingga
tidak dapat memenuhi asupa gizi balitanya dengan baik, 3 di antaranya
mengatakan bahwa orangtua sibuk dengan pekerjaan sehingga kurang
perhatian terhadap balita dalam pemenuhan gizinya, dan 2 lainnya
mengatakan bahwa pola makan anak tidak teratur.42
4) Pekerjaan Ibu
Ibu yang bekerja mengalami kesulitan dalam memberikan ASI
eksklusif karena harus membagi waktu dengan pekerjaannya, selain itu
pengaruh dari anggota keluarga juga mempengaruhi praktik pemberian
ASI eksklusif. Sebenarnya apabila ibu bekerja masih bisa memberikan ASI
eksklusif pada bayinya dengan cara memompa atau dengan memerah
ASI.43
5) Promosi Susu Formula
susu formula juga disebabkan oleh pengaruh promosi susu formula
yang semakin luas, sehingga orang tua lebih memilih memberikan bayi
mereka Pengganti Air Susu Ibu (PASI). 44 romosi susu formula semakin
marak pada stasiun-stasiun televisi yang mengakibatkan masyarakat
dengan mudah mendapatkan promosi mengenai susu formula, bahkan
produsen susu formula mensponsori tenaga kesehatan dan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam mempromosikan susu formula. Maraknya
iklan susu formula menyebabkan banyak ibu beranggapan bahwa susu
formula bukan sekedar makanan, tetapi juga sebagai obat bagi anak.
41
Hamani, Munawaroh, and Ginting, “Hubungan Pengetahuan, Status Gizi Serta Peran Orang Tua
Dengan Stunting Pada Balita Usia 0-24 Bulan Di Puskesmas Ciruas.”
42
Kiki Natassia, “Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Status Gizi Kurang Balita Di Kecamatan
Purwodadi Kabupaten Grobogan,” Pratama Medika: Jurnal Kesehatan 01, no. 01 (2022): 34–50,
https://journal.citradharma.org/index.php/pratamamedika/article/download/688/290.
43
Anggania G A Timporok, Pemsi M Wowor, and Sefti Rompas, “Hubungan Status Pekerjaan Ibu
Dengan Pemberian Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kawangkoan,” Jurnal Keperawatan 6, no. 1
(2018): 1–6.
44
Nur Aulia Azis, Fairus Prihatin Idris, and Harpiana Rahman, “Hubungan Promosi Susu Formula
Dengan Kegagalan Pemberian Asi Eksklusif Di UPTD Puskesmas Bojo Baru,” Window of Public Health
Journal 4, no. 1 (2023): 153–61, https://doi.org/10.33096/woph.v4i1.603.
Hal ini diyakini oleh para ibu yang mempunyai pengetahuan kurang
tentang ASI yang beranggapan bahwa susu formula lebih baik dari pada
ASI karena bersifat ekonomis dan kandungan zat gizi penting yang
tertera pada iklan susu formula.45
e. Hubungan Pemberian Susu Formula terhadap Status Gizi Balita
Salah satu faktor yang erat kaitannya dengan status gizi balita adalah
asupan makan. Ketidaktepatan pola asuh ibu dalam memberikan asupan
makan kepada balita akan berdampak pada kesehatan dan status gizi balita.
Seharusnya bayi dengan usia 0-6 bulan hanya diberikan ASI ekslusif dan
dilanjutkan dengan pemberian MP-ASI sampai dengan usia 24 bulan.46
balita yang mengonsumsi rata-rata susu formula >100 g/hari beresiko
sebanyak 7.0 kali lebih besar dapat mengalami kegemukan dan hal tersebut
akan berdampak pada kesehatan balita. Penelitian yang dilakukan oleh
Yopiana, et al (2020) juga menyebutkan bahwa pemberian susu formula pada
balita dapat meningkatkan kejadian obesitas 1,10 kali lebih besar
dibandingkan balita yang tidak konsumsi susu formula.47
B. Kerangka Teori
45
Putri Yuliantie, Hairiana Kusvitasari, and Frani Mariana, “Identifikasi Keterpaparan Promosi Susu
Formula Terhadap Pemberian Asi Eksklusif,” Health Care: Jurnal Kesehatan 12, no. 1 (2023): 206–14,
https://doi.org/10.36763/healthcare.v12i1.360.
46
Laila, Hardiansyah, and Susilowati, “Pengetahuan Gizi Ibu, Pendapatan Orang Tua, Pemberian Susu
Formula, Dan Kaitannya Dengan Status Gizi Balita Di Posyandu Desa Welahan Kabupaten Jepara.”journal of
nutrition and culinary. No.1 :(2023): 24-36
47
Elma Yopiana, Yulia Lanti Retno Dewi, and Bhisma Murti, “Relationship between Formula Milk and
the Incidence Obesity in Children Under Five: Meta-Analysis,” Indonesian Journal of Medicine 5, no. 4 (2020):
299–307, https://doi.org/10.26911/theijmed.2020.05.04.05.
d
Pemilihan
Karakteristik Responden bahan Pemberian Asi
(ibu dan bayi) : makanan eksklusif
1.umur ibu Status Gizi Balita :
2.sosial ekonomi 1.BB/U
3.pekerjaan ibu 2.PB/U atau TB/U
Perilaku Ibu :
1.peran orang tua Pemberian
Kebiasaan susu formula
2.promosi susu formula Makan
C. Kerangka Konseptual
ASI Eksklusif
48
Titus, 2017, “Penilaian Status Gizi, Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan”. (Jakarta :
Kemenkes) Hal: 223
Indikator untuk mengetahui status gizi balita yaitu dengan mengetahui panjang
dan tinggi badan balita. Alat yang digunakan dalam mengukur tinggi atau panjang
badan balita yaitu menggunakan microtoise dan infantometer dengan merk GEA.
K. Ethical Clearance
Penelitian ini sedang mengajukan kode etik penelitian di Universitas Sebelas Maret
L. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan 3 tahap yaitu :
1. Tahap Persiapan
a. Perizinan
Tahap perizinan di mulai dari meminta persetujuan dari pihak dinkes
kemudian dilanjutkan meminta perizinan pada pihak puskesmas
b. Perhitungan sampel
Perhitungan sampel menggunakan rumus slovin, sehingga mendapatkan
jumlah balita yaitu 53 balita.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Persiapan
Tahap persiapan merupakan pembubuhan tanda tangan sebagai kesepakatan
menjadi responden.
b. Skrining
Proses skrining dimulai dari pengisian identitas responden dengan beberapa
pertanyaan mengenai kriteria Inklusi dan Ekslusi.
c. Pengambilan data
Pengambilan data meliputi pengukuran Tinggi Badan (TB) menggunakan
Microtoise atau Infantometer dan pengukuran Berat Badan (BB)
menggunakan dacin dan baby scale.
1. Tinggi Badan (TB)
Pengukuran tinggi badan menggunakan infant ruler yang di letakkan di
atas lantai atau meja yang datar sehingga dapat meminimalisir kekurangan
hingga kelebihan dalam pengukuran. Prosedur pengukuran menghimbau
balita untuk melepas topi, alas kaki dan menempelkan 5 titik (kepala,
pundak, panggul, betis dan tumit) untuk menempel pada infant ruler dan
dalam keadaan tegap menghadap depan dan enumerator memastikan 5
point pengukuran telah sesuai dan mengukurnya sebanyak 3 kali
pengukuran. Waktu pengukuran tinggi badan dilakukan pada pagi hari
untuk mengurangi bias pada pengumpulan data.
2. Berat Badan (BB)
Pengukuran berat badan menggunakan timbangan dacin atau timbangan
digital yang telah di validasi dan diletakkan pada lantai yang datar atau
timbangan masuk kedalam 1 buah ubin, sehingga meminimalisir bias dari
kemiringan. Balita hendaknya melepas atribut (alas kaki) yang di pakai
maupun dalam saku baju balita. Balita di letakkan di dalam timbangan
dacin atau timbangan digital lalu menunggu beberapa detik hingga angka
yang ditunjukkan pada layar timbangan menunjukkan angka yang pasti
dan tidak berubah kembali. Pengukuran ini dilakukan sebanyak 3 kali
untuk mengurangi bias dan meningkatkan validitas data pengukuran.
Waktu pengukuran berat badan dilakukan pada pagi hari untuk mengurangi
bias pada pengumpulan data.
3. Tahap Penyelesaian
a. Pengumpulan data
Data yang sudah terkumpul, kemudian dilakukan pengkodean identitas
responden dan dimasukkan dalam 1 file sehingga memudahkan untuk
mengolah data.
b. Pengodean data
Dilakukan apabila data telah terkumpul kemudian dikoreksi
ketepatannya dan kelengkapannya kemudian diberi kode.
c. Memasukkan data
Pemasukan data kedalam program Statistical product and service
solution (SPSS).
d. Pemeriksaan data
Pemeriksaan semua data yang telah di masukkan kedalam leptop guna
menghindari terjadinya kesalahan pemasukkan data
e. Penyimpanan data
Penyimpanan data yang sudah dianalisis.
M. Analisis Data
Data yang telah didapat kemudian dianalisis menggunakan software pengolahan data.
Analisis dapat dilakukan dengan 2 tahap yaitu tahap analisis univariate dan analisis
bivariate.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat yang di uji yaitu : BB dan TB
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariate menggunakan Uji Chi-square karena data memenuhi syarat Uji
Chi-Square. Adapun data yang diuji ialah BB/U dan TB/U.
Perhitungan sampel
Perizinan penelitian
Skrining
Pengambilan Data
Pengolahan Data