Anda di halaman 1dari 62

USULAN PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN KIE DENGAN MEDIA PAPAN


LEMBAR BALIK TENTANG GIZI SEIMBANG TERHADAP
SIKAP DAN MOTIVASI DALAM PEMBERIAN MPASI PADA
BALITA DI POSYANDU POS 2 DUSUN KLEBEN
DESA TIUDAN KECAMATAN GONDANG

Oleh :

WIDIYA SRIWINARNI
NIM. 2221A0032

PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS FARMASI, KESEHATAN, ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
DAN RADIOLOGI
INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA
KEDIRI 2023

i
USULAN PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN KIE DENGAN MEDIA PAPAN


LEMBAR BALIK TENTANG GIZI SEIMBANG TERHADAP
SIKAP DAN MOTIVASI DALAM PEMBERIAN MPASI PADA
BALITA DI POSYANDU POS 2 DUSUN KLEBEN
DESA TIUDAN KECAMATAN GONDANG

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam


Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat IIK STRADA Indonesia

OLEH :

WIDIYA SRIWINARNI
NIM. 2221A0032

PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS FARMASI, KESEHATAN, ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
DAN RADIOLOGI
INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA
KEDIRI 2023

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefenisikan makanan pelengkap

(MP-ASI) sebagai proses mulai ketika Asi saja tidak cukup untuk memenuhi

persyaratan gizi bayi, dan karena itu makanan dan cairan lainnya diperlukan.

Oleh karena itu MP-ASI berfokus pada menjembatani transisi bertahap dari

pemberian Asi eksklusif ke makanan padat yang dimakan bersama seluruh

keluarga. Pedoman WHO Infant and Young Children Feeding (IYCF),

sebuah kerangka kerja yang diratifikasi secara internasional yang diadopsi di

sebagian besar negara berpenghasilan tinggi, menyatakan bahwa bayi harus

disusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan untuk mencapai

pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan. Setelah itu, bayi harus menerima

makanan pelengkap yang aman dan bergizi saat menyusui berlanjut hingga 24

bulan (Yanti, 2020).

Menurut World Health Organitation (WHO, 2017)) pada tahun 2017

mencatat Sekitar 40% bayi yang berusia 0-6 bulan diseluruh dunia disusui

secara eksklusif pada tahun 2016, sedangkan 60% bayi lainnya ternyata telah

mendapatkan MP-ASI saat usianya kurang dari 6 bulan. Hal ini

menggambarkan bahwa pemberian ASI eksklusif masih rendah sedangkan

praktek pemberian MP-ASI dini diberbagai negara masih tinggi. Data Profil

Kesehatan Indonesia, cakupan bayi mendapat ASI Eksklusif tahun 2018

sebesar 68,74%. 3 Kementrian Kesehatan menargetkan peningkatan target

pemberian ASI eksklusif hingga 80%. Namun, pemberian ASI eksklusif di

1
Indonesia pada tahun 2019 masih rendah hanya 75,4%. 4 Data Laporan

Kinerja Kementrian Kesehatan tahun 2020 pada Renstra Kementrian

Kesehatan Periode Tahun 2020-2024, di Indonesia dari 3.196.303 sasaran

bayi kurang dari 6 bulan terdapat 2.1 13.564 bayi usia kurang dari 6 bulan

mendapatkan ASI eksklusif atau sekitar 66,1%5.

Kejadian infeksi saluran pencernaan dan pernafasan akibat pemberian

Makanan Pendamping ASI yang tidak tepat merupakan salah satu penyebab

tingginya angka kematian bayi di Indonesia. Dampak negatif dari pemberian

MP-ASI dini tersebut sesuai dengan riset yang dilakukan oleh Pusat

Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan diketahui, bayi ASI parsial

lebih banyak yang terserang diare, batuk-pilek, dan panas daripada bayi

dengan ASI predominan (Heryanto, 2017). Peran penting pemberian MP-ASI

dengan program menyusui pada anak usia 6 bulan ke atas ditujukan

menurunkan angka kurang gizi dan kesakitan anak. Kekurangan gizi pada

anak-anak berakibat pada kemampuan anak bertahan saat sakit,

perkembangan kognitif, produktivitas kerja serta konsekuensi Kesehatan saat

dewasa yang dapat

mempengaruhi beban keuangana dan pertumbuhan ekonomi (FK-KMK

UGM, 2020).

Pemberian MP-ASI merupakan salah satu bentuk perilaku sehat dalam

upaya meningkatkan derajat kesehatan pada anak. Perilaku ini dipengaruhi

oleh faktor predisposisi (predisposing) seperti pengetahuan, sikap,

pendidikan, nilai dan kepercayaan, factor pemungkin (enabling) seperti

ekonomi dan ketersediaan bahan-bahan MP-ASI, dan factor penguat

2
(reinforcing), seperti informasi, dan peran petugas kesehatan (Notoatmodjo,

2017). Sikap dan motivasi merupakan penentu penting dalam tingkah laku.

Sikap yang ada pada seseorang akan memberikan gambaran corak tingkah

laku

seseorang. Berdasar pada sikap seseorang, orang akan dapat menduga

bagaimana respon atau tindakan yang akan diambil oleh orang tersebut

terhadap suatu masalah atau keadaan yang dihadapinya (Azwar, 2017). Sikap

ibu terhadap pemberian MP-ASI menjadi sangat penting karena sikap ibu

yang tidak mendukung terhadap pemberian MP-ASI pada anak dengan baik

menjadi alasan ibu tidak memberikan MP-ASI dengan tepat yang

mengakibatkan anak mengalami gangguan gizi (Andhira, 2020).

Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Sukoharjo menunjukkan bahwa

berdasarkan uji statistik Chi-Square didapatkan nilai p 0,000 yang berarti ada

pengaruh antara sikap ibu terhadap ketepatan pemberian Makanan

Pendamping ASI. Ibu yang memiliki sikap baik memberikan makanan

pendamping ASI tepat lebih besar yaitu sebesar 88,7%, dibandingkan dengan

ibu yang memiliki sikap baik yang memberikan makanan pendamping ASI

tidak tepat sebesar 11,3%. Hal ini dapat terjadi karena sikap ibu dapat

mempengaruhi ibu dalam memberikan Makanan Pendamping ASI kepada

balitanya. Sikap ibu yang baik dapat meningkatkan pemberian Makanan

Pendamping ASI dan akan mengimplementasikan sikap tersebut dalam

kehidupan sehari-hari, sedangkan sikap ibu yang kurang cenderung tidak

tepat dalam memberikan Makanan Pendamping ASI kepada balitanya

(PAmarta, 2018).

3
Faktor lain yang mempengaruhi ketepatan pemberian MP-ASI yaitu

motivasi ibu.Berdasarkan hasil penelitian Aripin Ahmad, dkk yang pernah

dilakukan di Aceh pada Tahun 2020 motivasi ibu yang menunjukkan

hubungan signifikan dengan praktik pemberian MP-ASI, ibu dengan motivasi

kurang akan lebih berisiko untuk mempunyai praktik pemberian MP-ASI

yang tidak tepat (OR=1,83; p=0,031). Berbeda dengan beberapa hasil studi di

negara lain dengan kondisi yang sebaliknya, yaitu pengetahuan ibu/pengasuh

tentang praktik pemberian makanan pada anak sudah lebih baik, tetapi praktik

pemberian MP-ASI masih rendah (Ahmat, et al, 2019).

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang pengaruh pemberian KIE dengan media papan lembar balik

tentang gizi seimbang terhadap sikap dan motivasi dalam pemberian MPASI

pada balita di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa Tiudan Kecamatan

Gondang

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan

masalahnya, yaitu : Apakah ada pengaruh pemberian KIE dengan media

papan lembar balik tentang gizi seimbang terhadap sikap dan motivasi dalam

pemberian MPASI pada balita di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa Tiudan

Kecamatan Gondang?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

4
Untuk mengetahui pengaruh pemberian KIE dengan media papan

lembar balik tentang gizi seimbang terhadap sikap dan motivasi dalam

pemberian MPASI pada balita di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa

Tiudan Kecamatan Gondang.

2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi sikap dan motivasi dalam pemberian MPASI pada

balita sebelum pemberian KIE dengan media papan lembar balik

tentang gizi seimbang di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa Tiudan

Kecamatan Gondang

2. Mengidentifikasi sikap dan motivasi dalam pemberian MPASI pada

balita sesudah pemberian KIE dengan media papan lembar balik

tentang gizi seimbang di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa Tiudan

Kecamatan Gondang

3. Menganalis pengaruh pemberian KIE dengan media papan lembar balik

tentang gizi seimbang terhadap sikap dan motivasi dalam pemberian

MPASI pada balita di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa Tiudan

Kecamatan Gondang

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan

dijadikan bahan perbandingan penelitian selanjutnya, khususnya mengenai

pengaruh pemberian KIE dengan media papan lembar balik tentang gizi

5
seimbang terhadap sikap dan motivasi dalam pemberian MPASI pada

balita.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaatnya oleh

semua pihak, khusunya :

a. Bagi Responden

Memperluas wawasan di bidang kesehatan khususnya kesehatan

masyarakat terkait dengan pengaruh pemberian KIE dengan media

papan lembar balik tentang gizi seimbang terhadap sikap dan motivasi

dalam pemberian MPASI pada balita.

b. Bagi Lahan Penelitian

Dapat menjadi masukan kepada pihak posyanu dan instansi

kesehatan terkait serta menambah wawasan dan referensi bagi

masyarakat, khususnya di bidang kesehatan masyarakat terkait dengan

pengaruh pemberian KIE dengan media papan lembar balik tentang gizi

seimbang terhadap sikap dan motivasi dalam pemberian MPASI pada

balita.

c. Bagi peneliti lain

Dapat memberikan informasi dan pengetahuan serta dapat

digunakan sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya terkait

dengan pengaruh pemberian KIE dengan media papan lembar balik

6
tentang gizi seimbang terhadap sikap dan motivasi dalam pemberian

MPASI pada balita.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh pemberian KIE dengan media papan

lembar balik tentang gizi seimbang terhadap sikap dan motivasi dalam

pemberian MPASI pada balita pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya,

yaitu :

1. Farida Utaminingsih, Retnaning Muji Lestari. 2020. Pengaruh

Penyuluhan Gizi Seimbang Balita Dengan Media Leaflet Terhadap

Pengetahuan Ibu. Hasil penelitian didapatkan karakteristik ibu dengan

rata-rata di usia reproduktif 20-35 tahun, rata-rata tingkat pendidikan yang

ada yaitu tamat SMA, dan ibu yang tidak bekerja lebih banyak dari pada

ibu yang bekerja. Hasil penelitian terkait perbedaan pengetahuan yang

signifikan pada ibu balita nilai (Pvalue=0,005) sebelum dan setelah

diberikan penyuluhan kesehatan dengan media leaflet menggunakan uji

Wilcoxon. Simpulan, penyuluhan gizi seimbang balita dengan media

leaflet berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan ibu.

2. Furi Kamalia Fitriani. 2015. Pengaruh Penyuluhan Media Lembar Balik

Gizi terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Balita Gizi Kurang di

Puskesmas Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2015. Hasil penelitain

didapatkan karakteristik ibu dengan median umur 35 tahun, rata-rata

tingkat pendidikan yang ada yakni tamat SMP, dan ibu yang tidak bekerja

lebih banyak dari pada ibu yang bekerja. Hasil penelitian terkait

perbedaan pengetahuan diketahui terdapat perbedaan pengetahuan yang

7
signifikan pada ibu balita gizi kurang (Pvalue = 0,001) sebelum dan

setelah diberikan penyuluhan kesehatan dengan media lembar balik

dengan menggunakan uji Wilcoxon.

8
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Konsep Makanan Pendamping ASI

a. Definisi MP-ASI

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini adalah makanan atau

minuman yang diberikan kepada bayi berusia 6 bulan (Nurwiah,

2017). World Health Organzation (WHO) mendefinisikan Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif bila bayi hanya mendapat ASI tanpa tambahan

makanan dan atau minuman lain, kecuali vitamin dan obat-obatan

(Nurwiah, 2017). Makanan pengganti ASI (MP-ASI) merupakan

proses transisi dari asupan yang berbasis susu menuju ke makanan

yang semi padat. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan

secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan

kemampuan pencernaan bayi/ anak. ASI hanya memenuhi kebutuhan

gizi bayi sebanyak 60% pada bayi usia 6-12 bulan. Sisanya harus

dipenuhi dengan makanan lain yang cukup jumlahnya dan baik bagi

gizinya. Oleh karena itu pada usia 6 bulan keatas bayi membutuhkan

gizi tambahan yang berasal dari MP-ASI (Mufida at al, 2015).

Pemberian MP-ASI harus sesuai dengan bertambahnya usia

bayi/anak, perkembangan atau kemampuan bayi/anak menerima

makanan, makanan bayi/anak umur 0-24 bulan yaitu: 1). Pada bayi

usia 0-24 bulan terdiri dari usia 04 bulan terdiri dari ASI, 2). Pada usia

9
4-6 bulan terdiri dari ASI, bubur susu, pisang dan pepaya yang

dilumatkan, 3). Pada usia 6-9 bulan terdiri dari ASI, nasi tim, 4). Pada

usia 9-12 bulan terdiri dari nasi tim, makanan keluarga, dan makanan

selingan, 5). Pada usia 12-24 bulan terdiri dari ASI, makanan keluarga

(Sibagariang, 2010).

b. Jenis- Jenis MP-ASI

Jenis MP-ASI diantaranya (Hasdianah, dkk, 2014).

1) Buah-buahan yang dihaluskan / dalam bentuk sari buah. Misalnya

pisang

2) Ambon, pepaya, jeruk, tomat.

3) Makanan lunak dan lembek. Misal bubur susu, nasi tim.

4) Makanan bayi yang dikemas dalam kaleng / karton sachet.

c. Pemberian Makanan Bayi Umur 0-6 Bulan yang Baik dan Benar

Sesuai dengan bertambahnya umur bayi, perkembangan dan

kemampuan bayi menerima makanan, maka makanan bayi atau anak

umur 0-6 bula dibagi manjadi 4 tahap (Widyaningsih, 2015).

1) Hanya ASI saja (ASI Eksklusif)

Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang produksi ASI

terutama pada 30 menit pertama setelah lahir. Pada periode ini

ASI saja sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, ASI adalah

makanan terbaik untuk bayi. Menyusui sangat baik untuk bayi dan

ibu, dengan menyusui akan terbina hubungan kasih sayang antara

ibu dan anak.

10
2) Berikan kolostrum

Kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama, kental

dan berwarna kekuning-kuningan. Kolostrum mengandung zat-zat

gizi dan zat kekebalan yang tinggi.

3) Berikan ASI dari kedua payudara

Berikan ASI dari satu payudara sampai kosong, kemudian pindah

ke payudara lainnya, ASI diberikan 8-10 kali setiap hari. Prinsip

Dasar MPASI Untuk Bayi Usia 6-24 Bulan.

d. Faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI Dini

1) Pekerjaan ibu

Pekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh

manusia. Arti sempitnya, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu

tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang, jadi

pembicaraan sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim profesi.

Kerja adalah aktivitas, gawai, kegiatan, operasi. yang dimaksud

dengan pekerjaan adalah operasi, order, proyek, kewajiban, tugas,

aktivitas, kegiatan, kesibukan, urusan, karier, profisi, pecarian

seseorang, (Nurwiah,2017).

Ibu yang bekerja menjadi salah satu alasan ibu untuk

memberikan MP-ASI dini. Pekerjaan semakin baik dan sosial

ekonomi keluarga yang meningkat yang menyebabkan dan

memudahkan ibu untuk membarikan susu formula dan MP-ASI

pada anak dibandingkan dengan pemberian ASI aksklusif

(Kumalasari, dkk,2015).

11
Status pekerjaan ibu menjadi alasan ibu memberikan

makanan pendamping ASI terlalu dini kerena kurang mempunyai

waktu untuk ananya, dan juga status soasial ekonomi keluarga

mempengaruhi ibu memberikan makana pendamping ASI terlalu

dini dilihat dari daya beli terhadap makanan pendamping ASI yaitu

jika semakin baik perekonomian keluaga maka daya beli akan

makanan tambahan juga mudah, sebaliknya semakin buruk

ekonomi keluarga maka akan daya beli semakin kurang (Nurwiah,

2017).

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Alhidayati (2015)

menyatakan bahwa ibu yang tidak bekerja beresiko 2 kali untuk

memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini

dibandingkan ibu yang bekerja, dikarenakan ibu yang tidak bekerja

memiliki waktu lebih banyak dirumah ketimbang di luar rumah.

2) Pendidikan Ibu

Pendidikan Ibu juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima

ide-ide atau masukan dari orang lain dan teknologi yang baru

(Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan erat kaitannya dengan usia dan

tingkat pendidikannya seseorang. Tingkat pendidikan yang rendah

akan mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman responden

tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia < 6 bulan lebih baik (Sri

dkk, 2015).

12
Semakin tinggi tingkat Pendidikan seseorang maka makin

mudah menerima informasi sehingga makin banyak pengetahuan

yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan

menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai

yang baru diperkenalkan (Nursalam, 2012).

Pendidikan berbagai progamnya mempunyai peranan penting

dalam proses memperoleh dan meningkatkan kualitas kemampuan

professional individu. Melalui Pendidikan, seseorang

dipersiapkanuntuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal dan

mengembangkan metode berfikir secara sistematik agar dapat

memecahkan masalah yang akan dihadapi dengan kehidupan

dikemudian hari.

Tingkat Pendidikan merupakan dasar perkembangan daya

nalar seseorang dengan jalan memindahkan seseorang untuk

menerima motivasi. Pendidikan terdiri atas dua bagian, yaitu

Pendidikan formal berupa Pendidikan yang diperoleh di bangku

sekolah dasar sampai perguruan tinggi baik yang diselenggarakan

oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta. Pendidikan non formal

yaitu Pendidikan yang diperoleh tidak formal seperti Pendidikan

dilingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat (Norwiah,

2017).

3) Pengetahuan Ibu

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil

seseorang terhadap suatu objek melalui indera yang memilikinya

13
(mata, hidung, teliga, dan sebagainya). Dengan, sendrinya, pada

waktu penginderaan sampai mengahasilkan pengetahuaan tersebut

sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan pesepsi terhadap

objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui

indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau

tingkat yang berbeda-beda (Haryanto, 2017).

Pengetahuan para ibu dapat berhubungan dengan sumber

informasi yang ibu dapatkan dari mitos dan media masa. Ibu

menyatakan bahwa penyebab pemberian MP-ASI dini pada bayi

dikarenakan adanya kebiasaan ibu dalam memberikan MP-ASI

turun temurun dari orang tuanya seperti pemberian bubur nasi dan

bubur pisang pada saa upacara bayi (aqiqah) yang telah mencapai

usia tiga bulanan. Pengukuran pada pengetahuan ibu ini bertujuan

untuk mengetahui ibu tahu tentang MP-ASI, ibu paham tentang

MP-ASI, menganalisis MP-ASI yang diberikan ibu pada bayi,

mengevaluasi bagaimana hasil dari pemberian MP-ASI (Ginting,

2013).

4) Budaya/Suku

Pada budaya/suku ataupun adat tertentu terdapat beberapa hal

yang berkaitan dengan pemberian MP-ASI terlalu dini, sehingga

terdapat kegagalan dalam pemberian ASI Eksklusif, Sosial

Budaya, (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap

terbentuknya perilaku seseorang (Ratih, 2013).

14
Masyarakat Madura beranggapan bahwa menangis, rewel

dan tidak mau tidur merupakan tanda bayi lapar. Pemberian MP-

ASI dini kepada bayi bukanlah suatu hal yang ditakuti atau

menjadi masalah, selagi mereka tidak memberikannya dalam

jumlah yang berlebihan. Hal ini dikarenakan tradisi yang ada sejak

mereka kecil (Noviawati, 2015).

Di masyarakat Madura terdapat tradisi, setetelah melahirkan,

bayi dimandikan lalu diberi kelapa muda yang diyakini dapat

membuat perut bayi dingin, serta dipercaya dapat membuat anak

gemuk. Kelapa diberikan sampai bayi kenyang dan tertidur. Selain

itu bayi diberi madu yang di oleskan di bibir bayi yang dipercaya

akan membuat bayi menjadi sehat, terhindar dari berbagai penyakit

dan kelak akan tumbuh menjad anak yang manis. Setelah itu bayi

diberi pisang dan nasi yang diulek pada usia yang bervariasi yang

dipercaya bayi akan menjadi sehat. Pemberian MP-ASI ini dengan

porsi yang bertahap dari buah kelapa yang muda seujung endok.

Pemberian pisang dan nasi yang diberikan dalam tambahan sedikit

demisedikit (Noviawti,2015.

5) Dukungan petugas

Dukungan petugas kesehatan dan gencarnya pemberian susu

formula juga menyebabkan terjadinya penurunan jumlah ibu

memberikan ASI Eksklusif. Petugas kesehatan saat ini mulai

banyak yang melakukan pemberian susu formula, biskuit dan

produk bayi lainnya tanpa berdasarkan indikasi medis hanya

15
berdasarkan pada keuntungan finansial (Kumalasari, Sabrian,

Hasanah 2015). Dengan semakin banyaknya dukungan dari

petugas kesehatan akan menurunkan angka kejadian ibu yang tidak

mau memberikan ASI kepada anaknya. Dukungan dari petugas

kesehatan sangat berpengaruh kepada ibu yang menyusui.

e. Tujuan MP-ASI

Tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah untuk

melengkapi zat gizi yang sudah berkurang, mengembangkan

kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dangan

berbagai rasa dan bentuk, mengembangkan kemampuan bayi untuk

mengunyah dan menelan, mencoba adaptasi terhadap makanan yang

mengandung kadar energi tinggi. Dalam pemberian makanan

pendamping, ASI dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa

makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan

penyakit, serta makanan tersebut sehat diantaranya (Turrohmah,

2019).

1) Berada dalam derajat kematengan, makanan itu harus metang

sesuai prosedurnya.

2) Bebas dari pencemaran pada saat menyimpan makanan tersebut

dan menyajikan hingga menyuapi dapa bayi atau anak.

3) Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai

akibat dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hiwan pengerat,

serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan,

pemasakan, dan pengerinagan.

16
4) Bebas dari mekro organisme dan parasit yang menimbulkan

penyakit yang dihantarkan oleh mekanan.

5) Harus cukup mengandung kalori dan vitamin, kerena makanan

pendamping itu harus memenuhi kalori dan vitamin.

6) Memberikan makanan yang dan mudah dicerna.

f. Pola Pemberian MP-ASI

Berikan hanya ASI saja sampai berumur enam bulan (ASI

Eksklusif). Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang produksi

ASI terutama 30 menit pertama setelah lahir. Pada periode ini ASI

saja sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. Berikan ASI dari

kedua payudarah. Berikan ASI dari payudarah satu sampai kosong,

kemudian pindah kepayudarah lainnya. Kolostrum jangan dibuang

tetapi harus segera diberikan pada bayi. Walaupun jumlahnya sedikit,

namun sudah memenuhi kebutuhan gizi bayi pada hari pertama.

Waktu dan lama menyusui tidak perlu dibatasi dengan frekuensinya

tidak perlu di jadwalkan diberikan pagi, siang, dan malam hari

(Depkes, 2014).

Sebaiknya jangan memberikan makanan dan minuman (air

kelapa, air teh, air tajin, madu, pisang dan lain-lain). Pada bayi

sebelum usia 6 bulan karena sangat membahayakan kesehatan bayi

dan dapat menggangu menyusui (Turrohmah, 2019).

g. Syarat pemberian MP-ASI

17
Pemberian makanan pendamping ASI, ada beberapa syarat yang

harus diperhatikan, diantaranya adalah sebagai berikut

(Turrohmah,2019).

1) Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi

2) Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin

dan mineral yang cukup

3) Dapat diterima oleh pencernaan bayi dengan baik.

4) Harga relative murah

5) Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan – bahan yang tersedia

secara local

6) Bersifat padat gizi

7) Kandungan serat atau bahan lain yang suka dicerna dalam jumlah

yang sedikit.

MP-ASI yang diberikan pada bayi harus memenuhi beberapa

syarat sebagai berikut (Dwiastuty, 2014)

a) Mengandung cukup zat gizi

b) Mudah di cerna

c) Porsi kecil

d) Tidak menimbulkan alergi

e) Perhatikan kemampuan bayi dalam menerima makanan tersebut

f) Hindari pemakaian bumbu yang merangsang

g) Hindari makanan penyedap rasa atau MSG

h. Indikator Bayi Siap Menerima MP-ASI Dini

18
Indikator bahwa bayi siap menerima MP-ASI antara lain

(Kemenkes, RI 2017)

1) Kemampuan bayi untuk mempertahankan kepalanya untuk tegak

tanpa disangga.

2) Menghilangnya reflek, menjulurkan lidah.

3) Bayi mampu menunjukkan keinginannya dengan cara membuka

mulut, lalu memajukan anggota tubuhnya untuk menunjukkan rasa

lapar, dan menarik tubuh ke belakang atau membuang muka untuk

menunjukkan ketertarikan pada makanan.

4) Bayi bersemangat untuk mengambil makanan dan mencoba untuk

meraihnya.

5) Kelihatan menyukai rasa-rasa baru.

i. Alasan pemberian MP-ASI dini

Menurut Rahmawati (2014) banyak kepercayaan dan sikap

yang tidak mendasar terhadap makna pembarian ASI secara eksklusif

ke pada mereka dalam periode 6 bulan pertam. Alasan umum

memngapa mereka memberika MP-ASI secara dini meliputi:

1) Rasa takut bahwa ASI mereka tidak cukup dan kualitasnya buruk.

Hal ini dikaitkan dengan pemberian ASI pertama (kolostrum) yang

encer dan menyerupai air. Ibu perlu mengetahui bahwa perubahan

pada ASI akan terjadi ketika bayinya mulai menghisap putting

mereka.

2) Keterlambatan memulai peberian ASI dan praktek membuang

kolostrum . banyak banyak masyakat di negara berkembang

19
percaya bahwa kolostrum yang warna kunikuningan merupakan

zat beracun yang harus dibuang.

3) Tehnik pemberian ASI yang salah. Jika bayi tidak digendong dan

dipeluk dengan posisi yang tepat, kemungkinanibu akan

mengalami nyeri, lecet pada putting susu, pembengkakan payu

darah dan mastitis kerena bayi tidak mampu minum ASI sacara

efektif. Hal ini akan meberakibatkan ibu menghentikan pemberian

ASI.

4) Kebiasaan yang keliru bahwa bayi memerlukan cairan tambahan.

Pemberian cairan seperti ait dan air putih dapat meningkatkan

resiko diare pada bayi. Bayi akan mendapat ASI yang lebih rendah

dan ferkuensi menyusui yang lebih singkat karena adanya cairan

tambahana.

5) Dukungan yang kurang dari penlanyanan petugas kesehatan.

Dirancangnya rumah sakit sayang bayi akan meningkatkan inisiasi

dini ASI terhadap bayi. Sebaiknya tidak adanya fasilitas rumah

sakit dengan rawat gabung dan disediakannya dapur susu formula

akan meningkatkan praktek pemberian MP-ASI predominan pada

bayi yang lahir diruh sakit.

2. Konsep Sikap

a. Definisi sikap

Sikap merupakan konsep yang penting dalam komponen sosio-

psikologis karena merupakan penilaian terhadap suatu objek,

kecendrungan seseorang untuk bertindak dan berpersepsi (Notoatmodjo,

20
2012). Sikap merupakan kesiapan untuk bertindak atau dikatakan sebagai

predisposisi perilaku. Sikap juga respon tertutup seseorang terhadap

stimulus atau objek tertentu yang melibatkan pendapat dan emosi

(Notoatmodjo, 2012).

Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),

pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap

suatu aspek, di lingkungan sekitar (Saifuddin Azwar, 2013).

b. Struktur sikap

Komponen sikap terdiri dari:

1) Komponen kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai

apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap.

Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang

telah kita ketahui. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka ia akan

menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang

diharapkan dari obyek tertentu.

2) Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subyektif

seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum, komponen ini

disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

3) Komponen Konatif

21
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur

sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan

berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek

sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa

kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku

(Saifuddin Azwar, 2013).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

1) Faktor internal

a) Faktor fisiologis

Faktor fisiologis seseorang akan ikut menentukan

bagaimana sikap seseorang. Berkaitan dengan ini ialah faktor

umur dan kesehatan. Pada umumnya, orang muda sikapnya

lebih radikal daripada orang yang dewasa, sedangkan pada

orang dewasa sikapnya lebih moderat. Dengan demikian

masalah umur akan berpengaruh pada sikap

seseorang(Notoatmodjo, 2012).

b) Faktor psikologis

Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan

pernyataan yang dialami oleh keadaan psikologis, misalnya

22
emosi seseorang berfungsi sebagai penyalur pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego(Wawan & Dewi, 2016).

2) Faktor eksternal

a) Pengetahuan/Pengalaman

Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut

membentuk dan mempengaruhi penghayatan seseorang

terhadap stimulus sosial. Bagaimana sikap seseorang terhadap

obyek sikap akan dipengaruhi oleh pengalaman langsung orang

yang bersangkutan dengan obyek sikap tersebut.

b) Situasi

Situasi merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi sikap seseorang. Misalnya situasi lingkungan

dimana seseorang itu berada, apabila seseorang berada pada

lingkungan yang baik maka dapat menimbulkan sikap yang

positif terhadap seseorang dan juga sebaliknya

c) Norma-norma

Norma-norma sesuai dengan kebudayaan dimana

seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan sikap seseorang.

d) Informasi dan Sumber informasi

Dalam rangka pembentukan sikap seseorang dapat

dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan perantara alat-

alat komunikasi, misalnya media massa baik yang elektronik

maupun yang non-elektronik. Disamping secara tidak langsung

23
dapat juga dilakukan secara langsung, dalam arti adanya

hubungan langsung antara komunikator, yaitu yang ingin

mengubah atau membentuk sikap komunikan. Pesan yang

diberikan oleh komunikator kepada komunikan diharapkan

dapat diterima dengan baik. Sumber pesan akan memberikan

suatu tanggapan tertentu terhadap materi yang dikemukakan

oleh komunikator. Materi dapat datang dari berbagai macam

sumber, misalnya buku-buku, dari keadaan masyarakat, dari

Camat, Bupati, dan sebagainya. Makin dapat dipercaya sumber

materi tersebut, maka materi itu akan dapat lebih diterima

daripada sumber yang kurang dapat dipercaya(Wawan & Dewi,

2016).

Perubahan sikap oleh sumber pesan yang dapat berasal

dari seseorang, kelompok atau institusi. Semakin percaya

dengan orang yang mengirimkan pesan, maka akan semakin

menyukai untuk dipengaruhi oleh pemberi pesan(Wawan &

Dewi, 2016).

e) Hambatan

Keterbatasan sarana komunikasi merupakan salah satu

yang dapat menghambat pembentukan sikap seseorang.

Dimana sarana komunikasi baik dalam bentuk media massa

seperti televisi, radio, majalah dan lain-lain mempunyai

pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan.

Adanya informasi bahwa mengenal sesuatu hal memberikan

24
landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap suatu

obyek.

f) Pendorong

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara

komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap seseorang.

Dorongan dari seseorang yang penting, seseorang yang

diharapkan persetujuannya untuk setiap gerak, tingkah, dan

pendapat kita, seseorang yang berarti khusus bagi kita akan

mempengaruhi pembentukan sikap terhadap suatu

obyek(Wawan & Dewi, 2016).

25
d. Terbentuknya sikap

Terbentuknya sikap dapat diikuti pada bagan sikap berikut ini :

Faktor
Internal:
1.Fisiologis
2.Psikologis

Faktor Sikap Obyek sikap


Sikap
Eksternal
a)Pengalaman
b) Situasi Reaksi
c)Norma-
norma
d) Informasi
dan Sumber
Informasi
e)Hambatan
f) Pendorong

Bagan 2.1 Terbentuknya Sikap (Saifuddin Azwar, 2013)

Sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor

internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal.

Faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh individu,

norma-norma yang ada dalam masyarakat, hambatan-hambatan atau

pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat. Semua ini akan

berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang. Makin tinggi

tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi

sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya

pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap

seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan(Nursalam,

2015).

26
e. Sifat sikap

Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif.

1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, mengharapkan obyek tertentu

2) Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi,

menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Wawan

& Dewi, 2016).

f. Ciri-ciri sikap

Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat

mendorong atau menimbulkan perilaku yang tertentu.

1) Sikap bukan dibawa orang sejak dilahirkan, melainkan dibentuk

atau di pelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam

hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat

motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat,

dan lain-lain penggerak kegiatan manusia yang menjadi

pembawaan baginya, dan yang terdapat padanya sejak dilahirkan.

2) Sikap itu dapat berubah-berubah, karena itu sikap dapat dipelajari

orang atau sebaliknya

3) Sikap itu tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi

tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk,

dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek

tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

4) Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap itu dapat

27
berkenaan dengan obyek saja, tetapi juga berkenaan dengan

sederetan obyek-obyek yang serupa.

5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat

inilah yang membedakan-bedakan sikap dari kecakapan-kecakapan

atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang(Wawan &

Dewi, 2016).

g. Tahapan sikap

Seperti dalam halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan, yaitu:

1. Menerima (Receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap

orang terhadap gizi dilihat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap

ceramah-ceramah.

2. Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau

salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi

sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang mengajak ibu yang

28
lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya). Untuk pergi

menimbangkan anaknya ke Posyandu, atau mendiskusikan tentang

gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai

sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun

mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri

(Notoatmodjo, 2012).

h. Penilaian sikap

1) Positif

Pernyataan sikap yang berisi atau menyatakan hal-hal yang

positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat

mendukung atau memihak pada obyek sikap.

2) Negatif

Pernyataan sikap yang berisi atau menyatakan hal-hal yang

negatif mengenai obyek sikap, yaitu tidak mendukung atau kontra

terhadap obyek sikap (Saifuddin Azwar, 2013).

i. Cara pengukuran sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak

langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/

pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung

dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian

29
ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner(Notoatmodjo,

2012).

Faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran sikap yaitu:

1) Keadaan obyek yang diukur

2) Situasi pengukuran

3) Alat ukur yang digunakan

4) Penyelenggaraan pengukuran

5) Pembacaan atau penilaian hasil pengukuran (Wawan & Dewi,

2016)

j. Skala sikap

Skala sikap menggunakan skala likert dikenal sebagai

summatedrating method. Skala ini dapat digunakan untuk mengukur

sikap, pendapat, persepsi, sesorang tentang gejala atau masalah yang

ada di masyarakat atau dialaminya. Beberapa bentuk jawaban

pertanyaan atau pernyataan yang masuk dalam kategori skala likert

adalah sebagai berikut(Hidayat, 2014):

1. Pernyataan positif :

a. Sangat setuju (strongly approve) :4

b. Setuju (approve) :3

c. Tidak setuju (disapprove) :2

d. Sangat tidak setuju (strongly disapprove): 1

2. Pernyataan negatif

a. Sangat setuju (strongly approve) :1

b. Setuju (approve) :2

30
c. Tidak setuju (disapprove) :3

d. Sangat tidak setuju (strongly disapprove): 4

Analisa dilakukan dengan cara mengubah hasil perolehan skor

pernyataan menjadi skor T dengan rumus sebagai berikut :

T = 50 + 10 {X -s X }
x : Skor responden

x : mean skor kelompok

s : standar deviasi Skor kelompok

Skor T merupakan skala yang biasa digunakan dalam skala

model Likert untuk menentukan sikap seseorang.

Kriteria:

Sikap Positif skor T ≥ mean T (50)

Sikap Negatif skor T < mean T (50) (Saifuddin Azwar, 2013)

3. Konsep Motivasi

a. Pengertian

Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang

bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang

menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dorongan dalam

dirinya (Hamzah, 2012). Motivasi berasal dari kata ”motif” yang

diartikan sebagai upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan

sesuatu. Motif merupakan daya penggerak dari dalam untuk

melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan (Sudarwan, 2012).

31
b. Factor yang mempengaruhi motivasi

1) Faktor intrinsik seseorang

a) Faktor fisik

Motivasi yang ada di dalam individu yang mendorong untuk

bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik seperti

kebutuhan jasmani, raga, materi, benda atau berkaitan dengan

alam. Factor fisik merupakan factor yang berhubungan dengan

kondisi lingkungan dan kondisi seseorang meliputi : kondisi

fisik lingkungan, keadaan atau kondisi kesehatan, umur dan

sebagainya.

b) Faktor herediter (lingkungan dan kematangan atau usia)

c) Motivasi yang didukung oleh lingkungan berdasarkan

kematangan atau usia seseorang.

d) Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang berfikir logis dan bekerja

sehingga motivasi seseorang kuat dalam melakukan suatu hal.

2) Faktor Eksternal seseorang

a) Fasilitas (sarana dan prasarana)

Motivasi yang timbul karena adanya kenyamanan dan segala

yang memudahkan dengan tersedianya sarana-sarana yang

dibutuhkan untuk hal yang diinginkan.

32
b) Situasi dan kondisi

Motivasi yang timbul berdasarkan keadaan yang terjadi

sehingga mendorong dan memaksa seseorang untuk melakukan

sesuatu.

c) Program dan aktivitas

Motivasi yang timbul atas dorongan dalam diri seseorang atau

pihak lain yang didasari dengan adanya kegiatan (program)

rutin dengan tujuan tertentu.

d) Audio visual (media)

Motivasi yang timbul dengan adanya informasi yang didapat

dari perantara sehingga mendorong ataumenggugah hati untuk

melakukan sesuatu (Rusmi, 2009).

c. Unsur-unsur Motivasi

Menurut Sudarwan tahun (2012) unsur-unsur motivasi dibagi

menjadi:

1) Tujuan

Manusia adalah makhluk bertujuan, meski tidak ada manusia yang

mempunyai tujuan yang benar-benar sama di dalam mengarungi

hidup ini. Semua manusia organisasional memiliki motivasi yang

tinggi dan ada rasa kesadaran di dalam diri mereka bahwa tujuan

organisasi adalah bagian dari tugas keorganisasian dan tujuan

hidupnya. Manusia berorganisasi karena inggin mengabdikan diri

pada organisasi itu, di samping sebagai wadah mencari sumber

33
penghidupan, membangun kekerabatan, mencari teman, dan

wahana aktualisasi diri.

2) Kekutan diri dalam diri sendiri

Manusia adalah insan yang memiliki energi, apakah itu energy

fisik, otak, mental, dan spiritual dalam arti luas. Kekuatan ini

berakumulasi dan menjelma dalam bentuk dorongan batin

seseorang untuk melakukan suatu tugas secara tepat waktu, optimal

secara pelayanan, efisien secara pembiayaan akurat dilihat dari

tujuan yang ingin dicapai, serta mampu memuaskan klien atau

pengguna.

3) Keuntungan

Manusia bekerja ingin mendapatkan keuntungan adalah

manusiawi. Manusia organisasional adalah makhluk normal taraf

pengabdian tinggi sekalipun, dalam proses kerja tidak terlepas dari

adanya hasrat meraih sesuatu. Rasa dekat dengan kebutuhan,

keinginan mencari keuntungan adalah bagian yang tidak

terpisahkan dari keseluruhan aktivitas manusia.

d. Tipe-Tipe Motivasi

Motivasi merupakan fenomena hidup yang banyak corak dan

ragamnya. Secara umum motivasi dapat diklasifikasikan kedalam

empat jenis yang satu sama lain memberi warna terhadap aktivitas

manusia. Motivasi yang dimaksudkan disini tidak terlepas dari konteks

manusia organisasional.

34
1) Motivasi positif

Motivasi positif didasari keinginan manusia untuk mencapai

keuntungan-keuntungan tertentu. Motivasi positif merupakan

proses pemberian motivasi atau usaha membangkitkan motif,

dimana hal itu diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi orang

lain agar dia bekerja secara baik dan antusias dengan cara

memberikan keuntungan tertentu kepadanya.

2) Motivasi negative

Motivasi negative sering dikatakan sebagai motivasi yang

bersumber dari rasa takut, misalnya: jika dia tidak bekerja akan

muncul rasa takut dikeluarkan, takut tidak diberi gaji, dan takut

dijauhi rekan kerja. Motivasi yang berlebihan akan membuwat

seseorang menjadi tidak kreatif, serba takut, dan serba terbatas

geraknya.

3) Motivasi dari dalam

Motivas dari dalam adalah motivasi yang muncul dari dalam diri

individu, karena memang itu mempunyai kesadaran untuk berbuat.

Berbuat adalah suatu kewajiban, laksana makan sebagai kebutuhan.

Paksaan, ancaman, atau imbalan yang bersifat eksternal lainnya

memang penting akan tetapi tidaklah lebih penting ketimbang

asper-aspek nirmaterial.

4) Motivasi dari luar

35
Motivasi yang muncul sebagai akibat adanya pengaruh yang ada di

luar pekerjaan dan di luar diri pekerjaan itu sendiri. Manusia

bekerja, karena semata-mata didorong oleh adanya Sesuatu yang

ingin dicapai dan dapat pula bersumber dari factor-faktor diluar

subyek.

e. Indicator motivasi

1) Motif

Faktor-faktor yang menyebabkan individu bertingkah laku atau

bersikap tertentu.

Setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam dirinya

(inner needs) yang menyebabkan mereka didorong, ditekan atau

dimotivasi untuk memenuhinya. Kebutuhan tertentu yang mereka

rasakan akan menentukan tindakan yang mereka lakukan.

2) Prestasi

Motif yang dapat dipelajari, sehingga motif itu dapat diperbaiki

dan dikembangkan melalui proses belajar.

3) Intensif

Perangsang yang menjadikan sebab berlangsungnya kegiatan,

memelihara kegiatan agar mengarah langsung kepada satu tujuan

yang lebih baik dari yang lain.

4) Harapan

Adanya kekuatan dari kecenderungan untuk bekerja secara benar

tergantung pada kekuatan dari pengharapan bahwa kerja akan

36
diikuti dengan pemberian jaminan, fasilitas dan lingkungan atau

outcome yang menarik.

5) Harapan
Motif Prestasi Insentif

Gambar 2.1 Keterkaitan motivasi, insentif, dan harapan.

Sumber: (Sudarwan, 2012)

f. Cara meningkatkan Motivasi

1) Motivasi dengan kekerasan (motivating by force) yaitu cara

memotivasi dengan ancaman hukuman atau kekersan dasar yang

dimotivasi dapat melakukan apa yang harus dilakukan.

2) Memotivasi dengan bujukan (motivating by enticement) yaitu cara

memotivasi dengan bujukan atau memberi hadiah agar melakukan

sesuatu harapan yang memberikan motivasi.

3) Memotivasi dengan identifikasi (motivating by identification) yaitu

cara memotivasi dengan menambahkan kesadaran (Sunaryo, 2006)

g. Komponen utama motivasi

1) Energizing, yaitu sesuatu yang mendorong atau menentukan

tingkah laku.

2) Directing, yaitu suatu yang membimbing atau menentukan tingkah

laku.

3) Maintaining, yaitu sesuatu yang memelihara dan menindak lanjuti

tingkah laku (Depkes RI, 2001).

37
4. Konsep Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

a. Pengertian KIE

Komunikasi adalah pertukaran pikiran atau keterangan dalam

rangka menciptakan rasa saling mengerti dan saling percaya demi

terwujudnya hubungan yang baik antara seseorang dengan orang lain.

Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk

memengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan

menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik

menggunakan komunikasi antar pribadi maupun komunikasi massa.

Informasi adalah suatu hal pemberitahuan/pesan yang diberikan

kepada seseorang atau media kepada orang lain sesuai dengan

kebutuhannya (Handayani et al., 2018).

Informasi adalah keterangan, gagasan maupun

kenyataankenyataan yang perlu diketahui oleh masyarakat. Edukasi

secara umum adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan

secara sistematis, terencana dan terarah dengan partisipasi aktif dari

individu ke kelompok maupun masyarakat umum untuk memecahkan

masalah masyarakat sosial, ekonomi dan budaya.(Handayani et al.,

2018).

Pendidikan kesehatan merupakan salah satu kompetensi yang

dituntut dari tenaga kesehatan, karena merupakan salah satu peranan

yang harus dilaksanakan dalam setiap memberikan pelayanan

kesehatan, baik itu terhadap individu, keluarga, kelompok atau

masyarakat. KIE adalah suatu proses penyampaian pesan, informasi

38
yang diberikan kepada masyarakat tentang program KB baik

menggunakan media seperti: radio, televisi, pers, film, mobil unit

penerangan, penerbitan, kegiatan promosi dan pameran dengan tujuan

utama adalah untuk memecahkan masalah dalam lingkungan

masyarakat dalam meningkatkan program KB atau sebagai penunjang

tercapainya program KB (Dewi, 2013).

Agar berjalan dengan efektif sebaiknya topik KIE berdasarkan

kebutuhan dan kondisinya. Mengingat ruang lingkup penyampaian

KIE adalah perilaku dengan berbagai variabelnya, maka KIE ini juga

mempergunakan prinsip dan metoda dari berbagai disiplin ilmu seperti

komunikasi, antropologi medis, psikologi sosial dan pemasaran sosial.

KIE dibagi dalam 3 tahap pokok, yaitu: (Matondang et al., 2016)

1) Tahap perencanaan

Pada tahap ini, kegiatan pokoknya yang dilakukan adalah

mengumpulkan data, mengembangkan strategi, mengujicoba dan

memproduksi bahan-bahan komunikasi, membuat rencana

pelaksanaan, menyiapkan pelaksanaan tahap intervensi

(pelaksanaan).

2) Tahap intervensi

Tahap intervensi ini dibagi kedalam siklus-siklus pesan yang

terpisah. Setiap siklus pesan mencakup informasi yang serupa

dengan pendekatan yang sedikit berbeda disesuaikan dengan

perubahan kebutuhan sasaran. Perubahan-perubahan ini dilakukan

secara periodik, dapat mengurangi kejenuhan sasaran dan

39
memungkinkan keterlibatan sasaran secara berkesinambungan.

Cara ini memungkinkan perencana program untuk memasukkan

hasil-hasil tahap sebelumnya kedalam perencanaan tahap-tahap

berikutnya. Cara ini memungkinkan perencana membuat beberapa

kali perubahan-perubahan penting dalam strategi yang ditempuh.

Perubahan-perubahan ini harus dilakukan sebagai jawaban

terhadap informasi-informasi tentang penerimaan sasaran terhadap

program dan efektifitas kegiatan yang dilaksanakan.

3) Tahap monitoring dan evaluasi (pemantauan dan penilaian)

Tahap monitoring memberikan informasi kepada perencana

mengenai pelaksanaan program, secara teratur dan pada waktu

yang tepat, hingga perbaikan yang diperlukan dapat segera

dilaksanakan. Aspek-aspek yang dipantau meliputi input, proses,

dan output dari suatu kegiatan KIE. Aspek-aspek tersebut meliputi:

sasaran, media, jalur, isi pesan, hasil-hasil kegiatan, permasalahan

yang dihadapi, kegiatan pemantauan oleh instansi di atasnya,

tindak lanjut kegiatan dan kemandirian. Tahap evaluasi dilakukan

terhadap keluaran (output) program, dampak primer, perubahan

perilaku dan perubahan status dari sasaran.

b. Tujuan KIE

Tujuan dari KIE adalah sebagai berikut:(Handayani et al.,

2018)

1) Meletakkan dasar bagi mekanisme sosio kultural yang dapat

menjamin berlangsungnya proses penerimaan untuk memberikan

40
informasi yang sejelas-jelasnya tentang materi tertentu kepada

peserta, dan kemudian mengajak mereka untuk

mengimplementasikannya.

2) Membantu klien dalam mengambil keputusan secara tepat dan

cepat.

3) Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik sehingga tercapai

kemampuan baru.

4) Membina kelestarian peserta.

5) Mendorong terjadinya proses perubahan perilaku kearah yang

positif, peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat

(klien) secara wajar sehingga masyarakat melaksanakannya secara

mantap sebagai perilaku yang sehat dan bertanggung jawab.

c. Jenis KIE

Jenis KIE adalah: (Handayani et al., 2018)

1) KIE Individu: Suatu proses KIE timbul secara langsung antara

petugas KIE dengan individu sasaran KIE.

2) KIE Kelompok: Suatu proses KIE timbul secara langsung antara

petugas KIE dengan kelompok (2-15 orang)

3) KIE Massa: Suatu proses KIE yang dapat dilakukan secara

langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat dalam jumlah

besar.

d. Prinsip KIE

Prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan KIE

adalah: (Handayani et al., 2018)

41
1) Memperlakukan klien dengan sopan, baik dan ramah.

2) Memahami, menghargai dan menerima keadaan klien (status

pendidikan, social ekonomi dan emosi) sebagaimana adanya.

3) Memberikan penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan mudah

dipahami.

4) Menggunakan alat peraga yang menarik dan mengambil contoh

dari kehidupan sehari-hari.

5) Menyesuaikan isi penyuluhan dengan keadaan dan resiko yang

dimiliki klien.

6) Menumbuhkan lingkungan yang mendukung terhadap

keberlangsungan kesehatan.

7) Meningkatkan kualitas pelayanan KIE melalui analisa sasaran yang

semakin tajam, kesepakatan pengelola program, perkembangan isi

pesan yang berkaitan dengan reproduksi sehat.

e. Langkah Langkah KIE

1) Menentukan tujuan komunikasi (Knowledge, Attitude, Practice)

2) Mengidentifikasi khalayak sasaran (segmentasi)

3) Mengembangkan pesan

4) Memilih media/strategi

5) Merencanakan dukungan sumberdaya dan penguatan interpersonal

6) Menyusun rencana kegiatan (jenis kegiatan, tugas, penanggung

jawab, jangka waktu dan sumberdaya yang diperlukan)

7) Indikator keberhasilan

42
Beberapa tahap dalam proses penerimaan atau penolakan seseorang

terhadap keluarga berencana dalam kegiatan penerangan dan

motivasi keluarga berencana adalah sbb:

a) Tahu Secara Sepintas (awarenest)

Individu mengetahui tentang kesehatan, tetapi ia belum

mempunyai informasi yang mendalam tentang sifat dan

kegunaan gagasan tersebut. Ia mengetahui tentang kesehatan

dari berbagai sumber seperti surat kabar, radio, televisi dan

lain-lain.

b) Tertarik (interest)

Individu mulai menaruh perhatian tentang kesehatan, dalam

taraf ini individu ingin mengetahui lebih banyak tentang

kesehatan dengan sungguh-sungguh keterangan-keterangan

atau penjelasan-penjelasan yang diperolehnya dari berbagai

sumber.

c) Penilaian (evaluation)

Setelah individu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang

kesehatan, ia akan menilai tentang kesehatan bagi dirinya dan

keluarganya.

d) Percobaan (trial)

Dalam tahap ini individu mencoba menjalankan tentang

kesehatan yang diinginkannya. Hasil dari percobaan ini ada dua

kemungkinan: Menerima dan melaksanakan tentang kesehatan

atau menolaknya.

43
e) Adopsi (adoption)

Individu menerima atau melaksanakan adopsi jika individu

terus merasa puas. Kemudian Menolak jika individu merasa

sudah menerima dan melaksanakan tentang kesehatan

kemudian merasa tidak puas.

Apabila dalam tahap percobaan (trial) individu merasa tidak

puas atau tidak senang, ia akan menolak. Dalam hal ini petugas

kesehatan hendaknya dapat memberikan bimbingan dan

pembinaan terus-menerus, serta tidak merasa kecewa karena

individu seperti ini masih mempunyai dua kemungkinan yaitu:

terus menolak jika individu merasa tidak puas dan tidak senang

maka ia akan menolak dan kemungkinan menolak jika ternyata

ia merasa puas dan senang, sesudah mendapat bantuan petugas,

maka ia akan menerima (Handayani et al., 2018).

5. Konsep Media Papan Lembar Balik

Media papan lembar balik (flip chart) yaitu media pembelajaran

yang berbentuk lembaran-lembaran kertas berisi pesan atau bahan

pelajaran yang digantungkan pada sebuah gantungan sehingga mudah

untuk dibalik. Lembar kertas ini berisikan bahan pelajaran berupa gambar

maupun tulisan dengan desain dan variasi warna sesuai dengan kreativitas

agar terlihat menarik (Munadi, 2012).

Penyajian dengan menggunakan papan lembar balik (flip chart)

sangat menguntungkan untuk informasi visual seperti kerangka pikiran,

diagram, bagan/chart, ringkasan materi, gambar, cerita, ataupun grafik

44
karena dengan mudah lembaran-lembaran kertas yang sudah disusun

sebelum penyajian dibuka dan dibalik dan jika perlu dapat ditunjukkan

kembali kemudian hari (Arsyad, 2013). Papan lembar balik (flip chart)

merupakan salah satu media cetak yang sangat sederhana dan efektif.

Sederhana dilihat dari proses pembuatannya dan penggunaannya yang

relatif mudah, dengan memanfaatkan bahan kertas yang mudah dijumpai

disekitar kita. Efektif karena papan lembar balik (flip chart) dapat

dijadikan sebagai media (pengantar) pesan pembelajaran yang secara

terencana ataupun secara langsung disajikan pada papan lembar balik (flip

chart). Penggunaan papan lembar balik (flip chart) merupakan salah satu

cara guru dalam menghemat waktu untuk menulis di papan tulis.

45
B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian menurut Notoatmojo (2014) pada dasarnya

adalah kerangka hubungan antara konsep–konsep yang ingin diamati atau

diukur melalui penelitian penelitian yang akan dilakukan.

Input Proses Output

Ibu Balita Sikap Kriteria Sikap


a. Kognitif 1) Positif (T >
b. Afektif mean T (50))
c. Konatif 2) Negatif (T <
mean T (50))
KIE
Kriteria Motivasi
Motivasi 1) Baik
a. Motif 2) Cukup
b. Prestasi 3) Kurang
c. Intensif
d. Harapan

Keterangan : Diteliti Tidak diteliti

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Pengaruh Pemberian KIE Dengan Media Papan

Lembar Balik Tentang Gizi Seimbang Terhadap Sikap Dan

Motivasi dalam Pemberian MPASI Pada Balita Di Posyandu Pos

2 Dusun Kleben Desa Tiudan Kecamatan Gondang

46
C. Hipotesis

Hipotesis penelitian pada hakikatnya adalah suatu jawaban atas

pertanyaan peneliti yang telah dirumuskan dalam perencanaan peneliti.

Hipotesis merupakan jawaban sementara peneliti, patokan, dugaan, atau dalil

sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut

(Notoatmodjo, 2012). Hipotesis dari penelitian ini adalah:

H1 : Ada pengaruh pemberian KIE dengan media papan lembar balik

tentang gizi seimbang terhadap sikap dan motivasi dalam pemberian

MPASI pada balita di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa Tiudan

Kecamatan Gondang

47
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu yang sangat penting dalam penelitian,

yang memungkinkan pemaksimalan control beberapa faktor yang bisa

mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2018). Desain penelitian yang

di gunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian pre-experimental.

Menurut (Hidayat, 2017), penelitian pre-experimental adalah penelitian yang

terdapat variabel luar yang berpengaruh terhadap terbentuknya variabel

dependen.

Desain penelitian dengan menggunakan metode quasy – experimental

design dengan pendekatan one group pretest posttest design, yang bertujuan

untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat dari

adanya perlakuan tertentu atau eksperimen tersebut Rancangan ini tidak ada

kelompok pendamping (control), tetapi sudah dilakukan observasi pertama

(pretest) yang memungkinkan menguji perubahan – perubahan yang terjadi

setelah adanya eksperimen (Notoatmodjo, 2018).

Desain dapat di gambarkan sebagai berikut :

O1 X O2

Gambar 3. 1 Design penelitian one group pretest-posttest

O₁ = sikap dan motivasi sebelum KIE

X = KIE dengan media papan lembar balik

O₂ = sikap dan motivasi sesudah KIE

48
B. Kerangka Kerja

Kerangka kerja adalah kerangka yang menyatakan urutan langkah

dalam melaksanakan penelitian (Sugiyono, 2020).

Populasi:
Semua ibu balita di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa Tiudan Kecamatan
Gondang sejumlah 75 orang

Teknik sampling : Accidental sampling

Sampel :
Sebagian ibu balita di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa Tiudan Kecamatan
Gondang yang memenuhi kriteria inkkulsi dan eksklusi

Pengumpulan data

Sikap dan motivasi dalam KIE dengan media papan Sikap dan motivasi dalam
pemberian MPASI lembar balik tentang gizi pemberian MPASI
sebelum KIE seimbang sesudah KIE

Pengolahan Data: Editing, Coding, Tabulating

Analisis Data:
Uji Wilcoxon Signed Rank

Hasil dan kesimpulan

Gambar 4.1 : Kerangka Operasional pengaruh pemberian KIE dengan media


papan lembar balik tentang gizi seimbang terhadap sikap dan
motivasi dalam pemberian MPASI pada balita di Posyandu Pos 2
Dusun Kleben Desa Tiudan Kecamatan Gondang

49
C. Populasi, Sampel, Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut

masalah yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu

balita di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa Tiudan Kecamatan Gondang

sejumlah 75 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau

sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel

penelitian ini adalah sebagian ibu balita di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben

Desa Tiudan Kecamatan Gondang yang memenuhi kriteria inkkulsi dan

eksklusi.

a. Kriteria Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga ibu balita yang

memiliki balita usia > 7 bulan yang mengantarkan anaknya ke

Posyandu 2 Dusun Kleben yang bersedia diteliti.

b. Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah ibu balita di Posyandu

Pos 2 Dusun Kleben Desa Tiudan Kecamatan Gondang yang

didapatkan selama penelitian berlangsung. Penelitian dilaksanakan

pada kegiatan Posyandu.

3. Tehnik Sampling

50
Teknik sampling yaitu pengambilan sampel penelitian yang

sedapat mungkin mewakili populasi (Notoatmodjo, 2018). Teknik

sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Accidental

sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu

siapa saja pasien yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat

digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui

itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2020).

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatau yang yang berbentuk apa

saja baik sifat ataupun nilai, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,

2020). Dalam penelitian ini ada 2 variabel yaitu :

1) Variabel Independent/ Bebas / yang mempengaruhi)

Variabel Independent merupakan variabel yang mempengaruhi atau

menjadi sebab perubahan atau timbunlnya variable Dependent (terikat).

Variabel Independent dalam penelitian ini adalah KIE dengan media papan

lembar balik.

2) Variabel Dependent / terikat / yang dipengaruhi)

Variabel Dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

disebabkan oleh variable Independent (bebas). Variabel Dependent dalam

penelitian ini adalah sikap dan motivasi dalam pemberian MPASI dimana

variable ini menggunakan skala data ordinal.

51
E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti

untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter

yang dijadikan ukuran dalam penelitian, sedangkan cara pengukuran

merupakan cara dimana variable dapat diukur dan ditentukan

karakteristiknya.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

Definisi Parameter / Alat Skala


Variabel Kategori
Operasional Indikator Ukur Data
Independen: Edukasi Edukasi SAP - -
Edukasi kesehatan yang kesehatan
kesehatan dilakukan tentang
dengan cara pemulihan ibu
memberikan Post SC
penyuluhan
secara individu
kepada
responden
tentang
pemulihan ibu
Post SC
berbasis video
presentasi
Dependen: Kesiapan ibu 1. Kognitif Lembar Ordinal Kategori:
Sikap untuk bertindah 2. Afektif kuesione 1) Positif
dalam 3. Konatif r skor T ≥
memberikan mean T
MP ASI pada 2) Negatif
balita skor T <
mean T

Motivasi Dorongan dasar 1. Motif Lembar Ordinal Kategori:


yang 2. Prestasi kuesione 1) Baik
menggerakkan 3. Intensif r 2) Cukup
ibu untuk 4. Harapan 3) Kurang

52
bertindah dalam
memberikan
MP ASI pada
balita

53
F. Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Bahan dan Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan Instrumen penelitian berupa

SAP tentang gizi seimbang, diberikan pada responden disertai dengan

media papan lembar balik, sedangkan untuk variable sikap dan motivasi

dalam pemberian MPASI pada balita menggunakan instrumen kuesioner.

2. Waktu dan lokasi penelitian

Waktu penelitian : waktu penelitian dilaksanakan pada bulan

Desember 2023.

Lokasi Penelitian : penelitian dilaksanakan di Posyandu Pos 2

Dusun Kleben Desa Tiudan Kecamatan Gondang

3. Prosedur pengambilan data

a. Studi Pendahuluan

1) Mengurus surat ijin studi pendahuluan dari institusi pendidikan

untuk diserahkan ke lahan yang digunakan studi pendahuluan

2) Menyerahkan surat ijin penelitian dari institusi ke tempat penelitian

yang digunakan studi pendahuluan

3) Pengambilan data awal

b. Penelitian

1) Mengurus surat ijin dari Program Studi Ilmu Kebidanan, Ilmu

Kesehatan Strada Indonesia Kediri dengan menyerahkan usulan

penelitian

54
2) Menyerahkan surat ijin penelitian ke litbang Program Studi Ilmu

Kebidanan, Institut Ilmu Kesehatan Strada Indonesia Kediri

dengan menyerahkan Proposal Penelitian

3) Dari Litbang program studi Program Studi Ilmu Kebidanan

menyerahkan ijin ke lahan penelitian.

4) Pengambilan data penelitian

a) Menentukan responden yaitu salah ibu balita usia > 7 bulan

yang datang ke Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa Tiudan

Kecamatan Gondang

b) Meminta responden untuk menandatangani inform consent

c) Mempersiapkan tempat dan peralatan KIE

d) Memberikan kuesioner pretest untuk diisi responden

e) Melakukan penelitian dengan cara memberikan KIE dengan

media papan lembar balik tentang gizi seimbang

f) Melakukan tanya jawab tentang materi edukasi

g) Memberikan kuesioner posttest untuk diisi responden

h) Setelah selesai pengisian kuesioner hasil dikumpulkan dan

dilakukan pengolahan data dan analisa data.

4. Pengolahan Data

a. Editing

Mempersiapkan data yang diperoleh sebelum dilakukan pengolahan

data lebih lanjut. Dimana peneliti harus mengecek kembali kelengkapan

data.

55
b. Coding

Coding adalah memebrikan kode pada data, dilakukan dengan tujuan

merubah data kualitatif menjadi data kuantitatif (kualifikasi data) atau

membedakan aneka karakter untuk identitas responden diganti kode

dengan memberikan nomor urut pada lembar kuesioner untuk menjaga

kerahasiaan responden.

a. Data umum

1) Responden

Kode 1 : Responden 1

Kode 2 : Responden 2

Kode Rn : Responden Rn

2) Umur

Kode 1 : <20 tahun

Kode 2 : 20- 35 tahun

Kode 3 : 36-50 tahun

Kode 4 : >50 tahun

3) Pendidikan

Kode 1 : SD

Kode 2 : SLTP

Kode 3 : SLTA

Kode 4 : Perguruan Tinggi

4) Pekerjaan

Kode 1 : IRT

56
Kode 2 : Swasta/Wiraswsta

Kode 3 : PNS

b. Data Khusus

1) Sikap dalam pemberian MP ASI

Kode 1 : Negatif

Kode 2 : Positif

2) Motivasi dalam pemberian MP ASI

Kode 1 : Kurang

Kode 2 : Cukup

Kode 3 : Baik

3) Tabulating

Tabulating adalah data dikumpulkan dan dikelompokkan

dalam bentuk tabel. Termasuk dalam kegiatan ini adalah memberikan

skor terhadap item-item yang perlu diberi skor dan member kode

terhadap item-item yang diberi skor.

Tabulating pada penelitian ini adalah mentabulasi data dari

kuesioner berdasar tabel yang bertujuan untuk mengkategorikan

masing-masing responden dan mengidentifikasi masing-masing

parameter.

57
G. Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan di analisis dengan 2 metode yaitu mengunakan

analisa Univariate dan Bivariate.

1. Analisa Univariate

Untuk menghitung data adalah dengan menggunakan tabel distribusi

frekuensi dalam bentuk presentase.

Rumus yang digunakan :

f
P= × 100
N

Keterangan :

P : Presentase

F : Jumlah pendidikan

N : Jumlah total responden

Hasil penilaian ini akan ditabulasi dan disajikan dalam kualitatif

berdasarkan data tersebut untuk mengetahui berapa (%) jumlah responden

penelitian dengan peran keluarga dalam proses pemulihan ibu pasca

operasi SC.

Hasil pengolahan data dalam bentuk persentase kemudian di

interpretasikan dengan skala sebagai berikut:

100% : Seluruhnya

76 – 99% : Hampir seluruhnya

58
51 – 75% : Sebagian besar

50% : Setengahnya

26 – 49% : Hampir setengahnya

1 – 25% : Sebagian kecil

0% : Tidak satupun

2. Analisis Bivariat

Untuk mencari pemberian KIE dengan media papan lembar balik

tentang gizi seimbang terhadap sikap dan motivasi dalam pemberian

MPASI pada balita di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa Tiudan

Kecamatan Gondang menggunakan uji Wilcoxon signed rank dengan

tingkat signifikan data penelitian 5%, maka hasilnya yaitu apabila

probabilitas ≥ α (0,05). Dengan kesimpulan jika p value > 0.005 maka H1

ditolak artinya tidak ada pengaruh pemberian KIE dengan media papan

lembar balik tentang gizi seimbang terhadap sikap dan motivasi dalam

pemberian MPASI pada balita di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa

Tiudan Kecamatan Gondang, jika p value ≤ 0.05 maka H1 diterima artinya

ada pemberian KIE dengan media papan lembar balik tentang gizi

seimbang terhadap sikap dan motivasi dalam pemberian MPASI pada

balita di Posyandu Pos 2 Dusun Kleben Desa Tiudan Kecamatan

Gondang.

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan peneliti perlu mendapatkan rekomendasi dari

institusinya atas pihak lain dengan mengajukan permohonan ijin kepada

59
institusi atau lembaga tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah

melakukan penelitian dengan menekankan etika yang meliputi:

1. Informed consent ( Lembar persetujuan menjadi responden )

Subyek harus mendapatkan informs secara lengkap, peneliti

tentang tujuan penelitin yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk

bebas berpatisipsi atau menolak menjadi responden pada informed consent

2. Anonimity (TanpaNama)

Persetujuan untuk menjaga kerahasiaan responden. Peneliti tidak

akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data

namun hanya kode dengan member nomor urut pada setiap bendel

kuesioner.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Dalam penelitian ini, peneliti akan menjamin kerahasiaan hasil

penelitian, baik informasi maupun masalah lainnya. Hanya kelompok data

tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil riset.

60

Anda mungkin juga menyukai