Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL

HUBUNGAN POLA PEMBERIAN MP-ASI DENGAN STATUS GIZI


BADUTA USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TAMALANREA MAKASSAR

TAHUN 2019

OLEH :

MARIA DESTY NATALIA TARUK

1820054

YAYASAN PENDIDIKAN TAMALATEA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIK TAMALATEA

MAKASSAR

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum tuntas

ditanggulangi. Balita merupakan kelompok usia yang rawan karena pada usia

tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. (Dwi Kurnia Yuliyawati,

2018).

Manfaat pemberian MP-ASI adalah sebagai pelengkap ASI, membantu bayi

dalam proses belajar makan, memberikan kesempatan untuk menanamkan

kebiasaan makan yang baik, mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total

pada anak dengan jumlah yang diberikan dari ASI sehingga dapat mencegah

terjadinya masalah gizi. (Wiwik Utami, 2018)

World Health Organization (WHO) dalam Resolusi World Health Assembly

(WHA) nomor 55.25 tahun 2002 tentang Global Strategy of Infant and Young

Child Feeding melaporkan bahwa 60% kematian balita langsung maupun tidak

langsung disebabkan oleh kurang gizi dan 2/3 dari kematian tersebut terkait

dengan praktik pemberian makanan yang kurang tepat pada bayi dan anak.

Pemberian makan yang tidak tepat dan terlalu dini mengakibatkan banyak anak

mengalami gangguan pertumbuhan dan menderita kurang gizi. Secara nasional,

prevalensi berat-kurang berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 adalah 19,6%,


terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang (Yuliati Amperaningsih,

2018).

Afrika dan Asia menjadi dua benua dengan angka kejadian bayi stunting

tertinggi di dunia dengan presentase masing-masing 40% dan 36%. Indonesia

sendiri masuk dalam 10 besar Negara dengan kasus balita stunting tertinggi di

Asia bersama dengan Asia lainnya yaitu Bangladesh, Tiongkok, India, Pakistan,

dan Filipina. Situasi gizi balita di Indonesia, belum bisa terlepas dari gangguan

pertumbuhan (stunting). (Asny Fathul Jannah, 2019)

Masalah gizi secara nasional di tentukan berdasarkan indikator berta badan

dan panjang badan BB/PB , berdasarkan hasil penentuan status gizi tahun 2016

didapatkan sebanyak 17,8% Bailta yang menderita gizi kurang , dan terdapat

12,1% balita pendek. Masalah gizi kurang dan pendek lebih lebih banyak ditemui

pada kelompok balita yaitu 0 - 59 bulan akan tetapi masalah kurus lebih tinggi

pada kelompok Baduta 0 – 23 bulan. di Sulawesi Utara terdapat 7,2% masalah

gizi kurang, 21,2 Balita pendek 9,5 % , Balita kurus dan 6,2 %, balita gemuk yang

memiliki kategori akut dan kronis masih menjadi salah satu faktor masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia. (Hizkia Kandowangko, 2018)

Prevalensi Balita Gizi Buruk di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2015,

berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilakukan di

Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 5,1% dan telah mencapai

angka yang ditargetkan (5,2%). Angka ini mengalami Penurunan bila


dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2013 yaitu sebesar 6,6%. (Dinkes

Prov. Sulsel, 2015)

Berdasarkan Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM)

sepanjang tahun 2018 di Puskesmas Tamalanrea Makassar, terdapat status gizi

balita menurut BB/U (Gizi Buruk 4 orang), (Gizi Kurang 9 orang), (Gizi Baik 464

orang), (Gizi Lebih 20 orang). Menurut TB/U (Sangat Pendek 9 orang), (Pendek

6 orang), (Normal 452 orang). Dan menurut BB/TB (Normal 412 orang), (Gemuk

55 orang).

Gambaran pola pemberian makanan pada anak umur 6-24 bulan di wilayah

kerja Puskesmas Tamalanrea Makassar adalah frekuensi makanan bayi pada

umumnya diberi makan 3 kali sehari ditambah makanan selinagan, umur mulai

pemberian makanan pada bayi umur 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Tamalanrea Makassar adalah umur 6 bulan, jenis makanan pendamping ASI yang

diberikan adalah pada umumnya memberikan jenis makanan lokal.

Makanan yang diberikan pada bayi hendaknya tepat baik dari jenis, jumlah

hingga kandungan gizinya. Asupan gizi pada bayi hampir sama dengan orang

dewasa yang hendaknya mengandung karbohidrat, protein, vitamin, lemak, dan

vitamin. (Alfie Ardiana Sari, 2019)

Secara teori pengetahuan akan menentukan perilaku seseorang. Secara

rasional seorang ibu yang memiliki pengetahuan tinggi tentu akan berfikir lebih

dalam bertindak, dia akan memperhatikan akibat yang akan diterima bila dia

bertindak sembarangan. Dalam menjaga kesehatan bayinya terutama dalam


pemberian MP-ASI seorang ibu dituntut memiliki pengetahuan yang tinggi

sehingga tepat dalam memberikan MP-ASI. (Nurul Khairani, 2019)

Pekerjaan ialah sekumpulan kedudukan atau posisi yang memiliki persamaan

kewajiban dan tugas-tugas pokoknya. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan

digunakan untuk tugas atau kerja yang menghasilkan sebuah karya bernilai

imbalan dalam bentuk uang bagi seseorang. Menurut peneliti fenomena ini terjadi

karena bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu bagi ibu-ibu

yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga terutama pemberian MP-

ASI bagi anaknya. (Edward R Koba, 2019).


B. Rumusan Masalah

Masalah gizi merupakan faktor utama yang menyebabkan kematian pada

bayi dan balita. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi masalah gizi

diantaranya : asupan makan MP-ASI, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, usia

pertama pemberian MP-ASI, ekonomi, jumlah anggota keluarga.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka timbul batasan

masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apakah asupan makan MP-ASI berhubungan dengan status gizi baduta

usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Makassar ?

2. Apakah pengetahuan ibu berhubungan dengan status gizi baduta usia 6-24

bulan di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Makassar ?

3. Apakah pekerjaan ibu berhubungan dengan status gizi baduta usia 6-24

bulan di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Makassar ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan pola pemberian MP-ASI dengan status

gizi baduta usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea

Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara asupan makan MP-ASI dengan

status gizi baduta usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Tamalanrea Makassar.
b. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu dengan status

gizi baduta usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea

Makassar.

c. Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi

baduta usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea

Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis atau Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu dan dapat

memberikan sumbangsih kepada para peneliti selanjutnya yang

berhubungan dengan pola pemberian MP-ASI pada baduta usia 6-24

bulan.

2. Manfaat Praktis atau Aplikatif

Merupakan suatu pengalaman berharga bagi peneliti dalam

memperluas wawasan keilmuan, khususnya tentang Hubungan pola

pemberian MP-ASI dengan status gizi baduta usia 6-24 bulan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Variabel Penelitian

1. Tinjauan Teori Status Gizi

a. Pengertian Status Gizi

Status gizi diartikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh

keseimbangan antara kebutuhan dan masukan zat gizi. Status gizi sangat

ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam

kombinasi waktu yang tepat di tingkat sel tubuh agar berkembang dan

berfungsi secara normal. Status gizi ditentukan oleh sepenuhnya zat gizi

yang diperlukan tubuh dan faktor yang menentukan besarnya kebutuhan,

penyerapan, dan penggunaan zat-zat tersebut (Triaswulan, 2012)

Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan yang ditandai dengan

pertumbuhan dan perubahan fisik yang cepat disertai dengan perubahan

dalam kebutuhan zat gizi (Notoatmodjo, 2007). Tahapan pertumbuhan

pada masa bayi dibagi menjadi masa neonatus dengan usia 0-28 hari dan

masa paska neonatus dengan usia 29 hari-12 bulan. Masa neonatus

merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami

adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta mulai

berfungsinya organ-organ tubuh, dan pada paska neonatus bayi akan

mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Perry & Potter, 2005).


Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan dan

kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang

terutama untuk anak balita, aktifitas, pemeliharan kesehatan,

penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit dan proses biologis

lainnya di dalam tubuh. Kebutuhan bahan makanan pada setiap individu

berbeda karena adanya variasi genetik yang akan mengakibatkan

perbedaan dalam proses metabolisme. Sasaran yang dituju yaitu

pertumbuhan yang optimal tanpa disertai oleh keadaan defisiensi gizi.

Status gizi yang baik akan turut berperan dalam pencegahan terjadinya

berbagai penyakit, khususnya penyakit infeksi dan dalam tercapainya

tumbuh kembang anak yang optimal (Depkes RI, 2008).

Menurut Notoatmodjo (2003), kelompok umur yang rentan terhadap

penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita.

Oleh sebab itu, indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi

masyarakat adalah melalui status gizi balita.

Menurut Depkes (2010), pemeliharan status gizi anak sebaiknya :

1) Dimulai sejak dalam kandungan. Ibu hamil dengan gizi yang baik,

diharapkan akan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula.

2) Setelah lahir segera beri ASI eksklusif sampai usia 6 bulan.

3) Pemberian makanan pendampingan ASI (weaning food ) bergizi,

mulai usia 6 bulan secara bertahap sampai anak dapat menerima menu

lengkap keluarga.
4) Memperpanjang masa menyususi (prolog lactation) selama ibu dan

bayi menghendaki.

Status gizi dapat diperoleh dengan pemeriksaan antopometri. Indikator

yang digunakan berdasarkan Depkes (2010) adalah (BB/U), (TB/U),

(BB/TB), (IMT/U) klasifikasi status gizi berat badan per umur (BB/U)

adalah sebagai berikut :

a) Gizi lebih, jika lebih dari 2,0 SD

b) Gizi baik, jika -2,0 SD sampai +2,0 SD

c) Gizi buruk, jika kurang dari -3,0 SD

b. Penelitian Status Gizi

Menurut (Supariasa, 2001), pada dasarnya penilaian status gizi dapat

dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.

1) Penilaian Status Gizi Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat

penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara

umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut

pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai

macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2001).


2) Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu:

survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

a) Survei konsumsi makanan merupakan metode penentuan status

gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi

yang dikonsumsi.

b) Statistik vital merupakan pengukuran dengan menganalisis data

beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian bedasarkan

umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu.

c) Faktor ekologi digunakan untuk mengungkapkan bahwa malnutrisi

merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor

fisik, biologis, dan lingkungan budaya (Hidayat, 2008).

3) Status Gizi Bedasarkan Antropometri

Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah

antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat,

pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode antropometri,

sebagai cara untuk menilai status gizi. Antropometri berhubungan

dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi

tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis

ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan

atas dan tebal lemak di bawah kulit. Keunggulan antropometri antara

lain alat yang digunakan mudah didapatkan dan digunakan,


pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan

objektif, biaya relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan, dan secara

ilmiah diakui keberadaannya (Supariasa, 2001).

a) Parameter Antropometri

Supariasa (2002) menyatakan bahwa antropometri sebagai

indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa

parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia,

antara lain:

1) Umur

Faktor umur sangat penting dalam penetuan status gizi.

Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi

status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan

berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak

disertai dengan penentuan umur yang tepat.

2) Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting

dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonates).

Pada masa bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk

melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi. Berat badan

merupakan pilihan utama karena parameter yang paling baik,

mudah dipakai, mudah dimengerti, memberikan gambaran

status gizi sekarang. Alat yang dapat memenuhi persyaratan


dan kemudian dipilih dan dianjurkan untuk digunakan dalam

penimbangan anak balita adalah dacin (Nursalam, 2005).

3) Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan

yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak

diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan

ukuran kedua terpenting, karena dengan 12 menghubungkan

berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat

dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan untuk anak balita

yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukuran

tinggi mikrotoa (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1

(Supariasa, 2002).

b) Indeks Antropometri

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status

gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks

Antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering

digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi

Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi

Badan (BB/TB) dalam penelitian ini digunakan (BB/U)

(Sudariyati, 2005).
1) Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan

gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap

perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena

terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau

menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan

merupakan parameter antopometri yang sangat labil. (Hidayat,

2008).

Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan

keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi

terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti

pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal,

terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu

dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan

normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka 13

indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu

cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat

badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan

status gizi seseorang saat ini (Supariasa, 2001).

Kelebihan indeks BB/U antara lain lebih mudah dan lebih

cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur

status gizi akut atau kronis, sangat sensitif terhadap perubahan-


perubahan kecil, dan dapat mendeteksi kegemukan. Kelemahan

indeks BB/U adalah dapat mengakibatkan interpretasi status

gizi yang keliru bila terdapat edema maupun acites,

memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak

dibawah usia 5 tahun, sering terjadi kesalahan pengukuran,

seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat

penimbangan (Hidayat, 2008).

2) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan

keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi

badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan

tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif

terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.

Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan

nampak dalam waktu yang relatif lama. Bedasarkan

karakteristik tersebut di atas, maka indeks ini menggambarkan

konsumsi protein masa lalu (Supariasa, 2002).

Kelebihan indeks TB/U:

a) Baik untuk menilai status gizi masa lampau

b) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah

dibawa.
Kekurangan indeks TB/U:

a) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun.

b) Pengukuran relatif lebih sulit dilakukan karena anak harus

berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk

melakukannya (Supariasa, 2002).

3) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi

badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan

akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dan kecepatan

tertentu. Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang

independent terhadap umur. Keuntungan Indeks BB/TB adalah

tidak memerlukan data umur, dapat membedakan proporsi

badan (gemuk, normal, dan kurus). Kelemahan Indeks BB/TB

adalah tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak

tersebut pendek, cukup tinggi badan, atau kelebihan tinggi

badan menurut umurnya.

Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan

pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita.

Dengan metode ini membutuhkan dua macam alat ukur,

pengukuran relatif lebih lama. Membutuhkan dua orang untuk

melakukannya.
4) Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)

Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi.

Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat,

menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur

yang tepat (Supariasa, 2002). Pengukuran status gizi balita

dapat dilakukan dengan indeks antropometri dan menggunakan

Indeks Massa Tubuh (IMT).

Rumus IMT:

IMT = BB (kg) x TB2 (m)

Keterangan :

IMT : Indeks Massa Tubuh

BB : Berat Badan (kg)

TB : Tinggi Badan (m)

c. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi

Keadaan gizi adalah hasil interaksi dan semua aspek lingkungan

termasuk lingkungan fisik, biologik dan faktor kebudayaan. Secara umum

faktor-faktor yang menentukan keadaan gizi masyarakat adalah

pendidikan orang tua, keadaan ekonomi, tersedianya cukup makanan serta

aspek-aspek kesehatan. Tiap-tiap faktor tersebut dapat berpengaruh pada

pada keadaan gizi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak

langsung, Imunisasi, infeksi konsumsi makanan, pemberian susu botol dan

faktor keluarga yang meliputi pendapatan keluarga, jarak kelahiran,


urbanisasi serta lingkungan dan kepadatan penduduk, jarak melahirkan,

usia orang tua dan fasilitas kesehatan (Nursalam, 2005).

Sedangkan menurut Perry & Potter (2005) faktor yang mempengaruhi

status gizi antara lain konsumsi makanan yang tidak mencukupi

kebutuhan sehingga tubuh 16 kekurangan zat gizi. Keadaan kesehatan,

pengetahuan pendidikan orang tua tentang kesehatan. Pemberian ASI,

kondisi sosial ekonomi, pada konsumsi keluarga, faktor sosial keadaan

penduduk, paritas, umur, jenis kelamin, dan pelayanan kesehatan.

2. Tinjauan Teori MP-ASI

a. Pengertian MP-ASI

Menurut Depkes (2006) Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan

kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan zat gizi

selain ASI. Pemerintah Indonesia mengeluarkan keputusan baru soal

pemberian ASI eksklusif (Permenkes nomor 45/MENKES/SK/VI/2004)

sejak bayi lahir sampai dengan bayi berumur 6 bulan dan dianjurkan

dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun dengan makanan tambahan yang

sesuai. Pemerintah mengatur pula makanan pendamping ASI (MP-ASI)

dalam peraturan nomor 23/1997. MP-ASI merupakan makanan

pendamping ASI bukan sebagai makanan pengganti ASI.

Semakin meningkat umur bayi atau anak, kebutuhan akan zat gizi

semakin bertambah karena proses tumbuh kembang, sedangkan ASI yang


dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi. MP-ASI merupakan

makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan

pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun

jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi atau anak.

Pemberian MP-ASI yang cukup dalam kualitas dan kuantitas penting

untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang

bertambah pesat pada periode ini (Depkes RI, 2000).

Tanda - tanda bayi siap menerima makanan pendamping ASI adalah

bayi yang lebih rewel dari biasanya, jangka waktu menyusui menjadi lebih

sering, terlihat antusias ketika melihat orang di sekitar sedang makan. Ciri

lainnya, bayi mulai memasukkan tangannya ke mulut, mulai bisa

didudukkan dan mampu menegakkan kepala serta kemampuan refleks

bayi dalam menelan mulai baik. Perkembangan fungsi pencernaan bayi

perlu diperhatikan dengan baik. Jika kemampuan refleks menelan bayi

belum berkembang dan bayi belum bisa menegakkan kepala sebaiknya

pemberian makanan pendamping ASI ditunda terlebih dahulu hingga bayi

siap. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap

baik waktu, bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan

pencernaan bayi atau anak (Sutomo, 2010).

Berdasarkan Gibney tahun 2009 makanan pendamping ASI (MP-ASI)

dini adalah makanan/minuman yang diberikan kepada bayi sebelum

berusia 6 bulan. WHO mendefinisikan ASI eksklusif bila bayi hanya


mendapat ASI tanpa tambahan makanan dan atau minuman lain, kecuali

vitamin, mineral dan obat-obatan (Gibney, 2009). Bayi yang mendapat

ASI dan mendapat MP-ASI berupa cairan termasuk vitamin, mineral dan

obat-obatan didefinisikan sebagai predominant breast-feeding. Bayi yang

mendapat ASI dan mendapat MP-ASI berupa makanan padat, semi padat

dan atau cairan termasuk vitamin, mineral dan obat-obatan didefinisikan

sebagai partial breast-feeding (WHO, 2003 dalam Irawati, 2004).

b. Anjuran WHO tentang MP-ASI

Sebelum tahun 2001, WHO merekomendasikan bahwa bayi harus ASI

eksklusif selama 4 - 6 bulan dengan pengenalan makanan pendamping

(cairan atau makanan lain selain air susu ibu) setelahnya. Pada tahun 2001,

setelah review dan ahli konsultasi sistematis, saran ini berubah, dan ASI

eksklusif adalah sekarang direkomendasikan untuk 6 bulan pertama

kehidupan. WHO membandingkan keuntungan dari pemberian ASI

eksklusif selama 6 bulan dengan ASI eksklusif selama 4 bulan, dan hasil

review menyimpulkan bahwa bayi ASI eksklusif selama 6 bulan akan

menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit menular, terutama karena

infeksi pencernaan (penyakit diare) (WHO, 2001).

Pemberian makan setelah bayi berusia 6 bulan memberikan

perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal ini disebabkan imunitas

bayi > 6 bulan sudah lebih sempurna dibandingkan umur bayi < 6 bulan.

Pemberian MP-ASI dini sama saja dengan membuka gerbang masuknya


berbagai jenis kuman penyakit. Hasil riset menunjukkan bahwa bayi yang

mendapatkan MP-ASI sebelum berumur 6 bulan lebih banyak terserang

diare, sembelit, batuk pilek, dan panas dibandingkan bayi yang

mendapatkan ASI eksklusif (Williams, L dan Wilkins, 2006).

Saat bayi berusia 6 bulan atau lebih, sistem pencernaannya sudah

relatif sempurna dan siap menerima MP-ASI. Beberapa enzim pemecah

protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, amilase baru akan

diproduksi sempurna. Saat bayi berusia kurang dari 6 bulan, sel-sel di

sekitar usus belum siap menerima kandungan dalam makanan, sehingga

makanan yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi.

Menunda pemberian MP-ASI hingga 6 bulan melindungi bayi dari

obesitas dikemudian hari. Bahkan pada kasus ekstrim pemberian MP-ASI

dini dapat menyebabkan penyumbatan saluran cerna dan harus dilakukan

pembedahan (Gibney, 2009).

c. Jenis-jenis MP-ASI

Jenis makanan pendamping ASI (MP-ASI) baik tekstur, frekuensi, dan

porsi makan harus disesuaikan dengan tahap perkembangan dan

pertumbuhan bayi dan anak usia 6-24 bulan. Kebutuhan energi dari

makanan adalah sekitar 200 kkal per hari untuk bayi usia 6-8 bulan, 300

kkal per hari untuk bayi usia 9- 11 bulan, dan 550 kkal per hari untuk anak

usia 12-23 bulan (Depkes RI, 2000).


MP-ASI pertama sebaiknya adalah golongan beras dan serealia, karena

berdaya alergi rendah. Secara berangsur-angsur, diperkenalkan sayuran

yang dikukus dan dihaluskan, buah yang dihaluskan, kecuali pisang dan

alpukat matang dan yang harus diingat adalah jangan berikan buah atau

sayuran mentah. Setelah bayi dapat menerima beras atau sereal, sayur dan

buah dengan baik, berikan sumber protein (tahu, tempe, daging ayam, hati

ayam dan daging sapi) yang dikukus dan dihaluskan. Setelah bubur dibuat

lebih kental (kurangi campuran air), kemudian menjadi lebih kasar

(disaring kemudian dicincang halus), lalu menjadi kasar (cincang kasar),

dan akhirnya bayi siap menerima makanan pada yang dikonsumsi

keluarga. Menyapih anak harus bertahap, dilakukan tidak secara tiba-tiba.

Kurangi frekuensi pemberian ASI sedikit demi sedikit (Depkes RI, 2000).

d. Manfaat Pemberian MP-ASI Sesuai Dengan Tahapan Umur

Setelah usia 6 bulan, ASI hanya memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan gizi

bayi. Sehingga bayi mulai membutuhkan makanan pendamping ASI (MP-

ASI). Pemberian makanan padat pertama kali harus memperhatikan

kesiapan bayi, antara lain keterampilan motorik, keterampilan mengecap,

dan mengunyah serta penerimaan terhadap rasa dan bau. Untuk itu,

pemberian makanan pada pertama perlu dilakukan secara bertahap.

Misalnya untuk melatih indera pengecapnya, berikan bubur susu satu rasa

dahulu, baru kemudian dicoba multirasa (Depkes, 2000).


3. Tinjauan Teori Asupan MP-ASI

a. Pengertian Asupan MP-ASI

Makanan pendamping yang baik adalah kaya energi, protein, dan

mikronutrien (terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C, dan

folat), bersih dan aman, tidak terlalu pedas dan asin, mudah dimakan dan

dicerna oleh bayi, harga terjangkau dan mudah disiapkan.

b. Manfaat MP-ASI

1) Memenuhi kebutuhan gizi Karbohidrat berfungsi sebagai bahan

penyedia energi (4 kal/g) dan sumber energi utama bagi otak dan

susunan saraf, membantu metabolisme lemak serta pengatur peristaltik

usus halus. Sedangkan protein berfungsi sebagai zat pembangun dan

pemelihara sel-sel tubuh, membantu kontaksi otot, membentuk

kekebalan tubuh dan enzim pencernaan, serta mendukung proses

transpor dalam tubuh. Dan zat gizi lemak diperlukan tubuh sebagai

penghasil tenaga, pelarut beberapa vitamin, pembentuk struktur tubuh,

mengatur tekanan darah, dan masih banyak fungsi lainnya. Selain itu

juga ada zat gizi lain seperti omega 3 yang merupakan kompenen

sistem saraf yang mengatur penglihatan, emosi, daya ingat dan

kekebalan. Omega 6 pengantar rangsang antar sel. vitamin serta

mineral yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi sesuai

jenisnya masing-masing.
2) Penyesuaian saluran cerna terhadap makanan tambahan Enzim tripsin

bayi sudah bekerja optimal sejak lahir, enzim amilase bayi secara

bertahap akan mencapai titik optimal pada usia 12 bulan, enzim lipase

kadarnya akan sama dengan enzim lipase pada orang dewasa pada usia

24 bulan.

3) Mengajarkan bayi menguyah dan menelan Pertumbuhan gigi bayi

terjadi pada usia yang bervariasi, sesuai dengan irama pertumbuhan

gigi tiap-tiap bayi. Umumnya terjadi pada usia 7 bulan, dimana gigi

yang pertama kali tumbuh adalah gigi seri atas. Pada usia 1 tahun bayi

mempunyai 6 buah susu dan pada usia 2 tahun bayi mempunyai 16

gigi susu.

4) Mengembangkan kemampuan dalam hal menerima berbagai macam

rasa Hal ini dikarenakan organ perasa bayi mulai berkembang pada

usia 3 bulan. Kemampuan sensorik mata, pendengaran, dan penciuman

juga mulai berkembang pada masa itu.

c. Tanda-Tanda Anak Siap Menerima MP-ASI

Mulai usia 6 bulan pertumbuhan, keaktifan, dan aktivitas bayi makin

bertambah. Sehingga ia akan memerlukan nutrisi lebih selain ASI guna

memenuhi energi untuk aktivitasnya kini.

Maka bayi akan memberi tanda-tanda pada orangtuanya bahwa ia siap

menerima makanan pendamping ASI, tanda-tanda itu antara lain :

1. Memasukkan tangan ke dalam mulut lalu berusaha menguyahnya.


2. Berat badan naik dua kali dari berat saat lahir

3. Membuka mulut saat disuapin

4. Refleks menjulurkan lidah hilang

5. Lebih tertarik pada makanan dibandingkan puting susu

6. Rewel walaupun sudah diberi ASI 4-5 kali sehari

7. Dapat duduk dengan penyangga dan menegakkan kepala

8. Memiliki rasa ingin tahu dan melihat dengan seksama saat orang lain

sedang makan.

d. Pemberian MP-ASI

1) ASI tetap diberikan, kemudian MP-ASI.

2) MP-ASI yang baik :

a) Padat energi, protein, dan zat gizi mikro (zat besi, zinc, kalsium,

vitamin A, vitamin C, dan folat).

b) Tidak berbumbu tajam, tidak menggunakan gula, garam, penyedap

rasa, pewarna dan pengawet.

c) Mudah ditelan dan disukai anak.

3) Berikan aneka makanan yang terdiri dari :

a) Makanan pokok : nasi, ubi, sagu.

b) Lauk hewani : telur, ikan, hati ayam, daging.

c) Lauk nabati : tempe, tahu, kacang-kacangan.

d) Sayur dan buah-buahan.


e) Beri makanan selingan 2 kali sehari, misal bubur kacang hijau,

puding, biskuit.

4) Utamakan memberi MP-ASI dari bahan lokal, jika MP-ASI produksi

pabrik perhatikan cara pakai dan tanggal kadaluarsanya.

5) Ajari anak makan sendiri dengan sendok.

6) Ajari anak minum sendiri dengan gelas.

7) Perhatikan kebersihan makanan.

4. Tinjauan Teori Pengetahuan Ibu

a. Pengertian Pengetahuan Ibu

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang didapatkan melalui proses

penginderaan pada suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif ini

merupakan sesuatu yang dapat memberikan dampak atau sangat penting

dalam mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Suatu perilaku yang

diterima atau diadopsi dengan didasari oleh pengetahuan kesadaran dan

sikap positif maka akan berlangsung lama atau langgeng, begitu juga

sebaliknya (Notoadmodjo, 2010).

Pengetahuan sendiri di dalam domain kognitif memiliki beberapa

tingkatan , diantaranya yaitu ( Notoadmodjo, 2010) :

1) Tahu ( know)

Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah karena tahu

diartikan sebagai mengingat hal yang telah dipelajari sebelumnya.


Terdapat beberapa kata kerja yang digunakan untuk mengukur apakah

seseroang tahu akan hal yang dipelajarinya yaitu, menguraikan,

menyebutkan, menyatakan, dan lain-lain.

Contoh dari hal ini yaitu, dapat menyebutkan ciri-ciri hewan kelinci.

2) Memahami (comprehension)

Pada tingkatan ini, seseorang tidak lagi hanya sekedar tahu atau

sekedar bisa menyebutkan dari apa yang telah dipelajarinya,

melainkan juga harus berkemampuan untuk menginterpretasikan atau

menjelaskan objek yang telah dipelajari secara benar. Selain paham,

orang tersebut harus dapat menjelaskan, menyimpulkan, membuat

contoh dan lain sebagainya.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi merupakan kemampuan untuk mengipleentasikan hal yang

telah dipelajari ke dalam keadaan sebenarnya atau real. Misalnya

menggunakan rumus atau hukum fisika dalam suatu percobaan fisika.

4) Analisis (Analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk dapat menjabarkan suatu

materi ke dalam komponen-komponen nya namun masih masih terkait

satu sama lain dan masih di dalam organisasi yang sama. Penggunaan

kata kerja seperti membedakan, mengelompokkan, memisahkan dan

lain sebaginya dapat digunakan untuk melihat kemampuan seseorang

dalam menganalisis.
5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk membuat sesuatu yang

baru dari materi yang pernah ada sebelumnya. Misalnya dapat

merencanakan, menyusun menyesuaikan suatu teori terhadap yang

sebelumnya pernah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi lebih diartikan sebagai bagaimana seseorang dapat

memberikan penilaian atas suatu materi atau objek berdasarkan

ketentuan atau standar yang telah ada. Sebagai contoh misalnya

seseorang dapat menentukan suatu hal dikatakan baik atau buruk,

dikatakan cukup atau kurang dan lain sebagainya.

Melalui wawancara atau angket, kita dapat melakukan pengukuran

pengetahuan seseorang terhadap materi atau hal yang kita ingin ketahui

kedalaman pengetahuannya (Notoadmodjo, 2003). Jika suatu hasil

pengukuran pengetahuan berupa bentuk data kualitatif, maka dapat

digolongkan sebagai tingkat pengetahuan baik, kurang dan cukup.

5. Tinjauan Teori Pekerjaan Ibu

a. Pengertian Pekerjaan Ibu

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivtas utama yang dilakukan oleh

manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas

atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan


sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim dengan profesi

(www.wikipedia.org diakses tanggal 25 maret 2017).

Kerja adalah aktivitas, gawai, kegiatan, operasi. Sedangkan yang

dimaksud dengan pekerjaan adalah operasi, order, proyek, kewajiban,

tugas, aktivitas, kegiatan, kesibukan, urusan, karier, profesi , pencaharian

seseorang. (Tesaurus Bahasa Indonesia, dalam Praniti 2012). Merawat

anak, mulai dari memandikan, menyuapi sampai mengasuh hampir

semuanya dilakukan oleh ibu.

Merawat anak dan menyediakan 26 keperluan makan dan minum anak

merupakan tugas sehari-hari yang sudah melekat pada diri seorang ibu.

Akan tetapi, tugas itu tidak hanya itu saja bila ibu bekerja diluar rumah.

Ibu juga harus mengingatkan tugas anak-anaknya mengenai pekerjaan

yang harus dilakukan atau belum dilakukan seperti mengingatkan anak

supaya mandi, makan dan mengingatkan waktu bila anaknya bermain

(Supanto, 1990 dalam Praniti 2012). Anak memerlukan berbagai variasi

permainan untuk kebutuhan fisik, mental dan perkembangan emosinya.

Status pekerjaan ibu menjadi alasan ibu memberikan makanan

pendamping ASI terlalu dini karena kurang mempunya waktu untuk

anaknya, dan juga status sosial ekonomi keluarga mempengaruhi ibu

memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini dilihat dari daya beli

terhadap makanan pendamping ASI yaitu jika semakin baik perekonomian

keluarga maka daya beli akan makanan tambahan juga mudah, sebaliknya
semakin buruk perekonomian keluarga, maka daya beli akan makanan

tambahan lebih sukar (Soraya, 2005 dalam yonathan 2010)

b. Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja

1) Pengertian Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja

Ketika seseorang menjadi ibu, maka sudah menjadi tugasnya untuk

dapat merawat serta mengurus keluarganya. Meskipun demikian, hal

tersebut bukanlah perkara mudah apalagi jika ibu tersebut juga

memiliki pekerjaan atau karir di luar rumah.

Menurut Santrock (2007) dalam Imaniah (2013), ibu bekerja

adalah seorang ibu yang melakukan aktifitas bukan di rumah dalam

rangka mendapatkan tambahan nafkah serta agar dapat

mengaplikasikan ilmu yang dimiliki dan dapat membangun hubungan

sosial di lingkungan bekerjanya. Adapun durasi atau lama waktu

bekerja yang telah diatur pemerintah bagi pekerja atau buruh dalam

Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 yaitu tujuh jam

dalam satu hari dan empat puluh jam dalam seminggu (jika waktu

efektif bekerja enam hari dalam seminggu) atau delapan jam dalam

satu hari dan empat puluh jam dalam seminggu (jika waktu efektif

bekerja lima hari dalam seminggu.)

Ibu tidak bekerja adalah ibu yang tidak memiliki keterikatan

dengan pekerjan diluar rumah dan hanya menjalankan tugasnya untuk

mengatur rumah tangga serta memiliki keleluasaan waktu dan


kesempatan untuk merawat dan memberikan ASI secara optimal

kepada anaknya (Juliastuti, 2001).

2) Alasan Ibu Bekerja

Menurut Hoffman ( 1984) dalam Mufida (2008), terdapat beberapa

hal yang menyebabkan seorang ibu memutuskan untuk bekerja,

diantaranya yaitu :

a) Kebutuhan Ekonomi

Hal ini lebih didasarkan pada pendapatan suami yang masih

kurang, sehingga sang istri (ibu) memutuskan untuk bekeja agar

mendapatkan tambahan penghasilan. Selain itu juga bisa agar ibu

mendapatkan penghasilan tambahan sehingga ia bisa membeli

keinginan pribadi tehadap barang berharga atau mahal misalnya.

b) Mengatasi Rasa Bosan Atau Jenuh

Terkadang ada perasaan dimana pekerjaan rumah tangga yang

lama kelamaan menjadi membosankan dan tidak membutuhkan

keterampilan khusus, sehingga ibu memutuskan untuk bekerja

untuk mengatasi hal tersebut.

c) Kepribadian

Maksud dari hal ini yaitu adanya keinginan unuk bisa

mengaplikasikan ilmu atau potensi yang dimiliki untuk lingkungan

sekitar, ingin berprestasi, ingin status sosial di masyarakat semakin

tinggi , dan lain-lain.


B. Tinjauan Hasil Penelitian Berdasarkan Penelitian Sebelumnya

Penelitian Masalah
Subjek Instrumen Metode Temuan
/Tahun Utama

Istiarty P. Pemberian MP- 93 bayi Kuesioner Cross Pemberian MP-ASI yang tepat : 11,8% tidak tepat : 88,2%,
Palealu, ASI dan status berusia Sectional Frekuensi pemberian MP-ASI yang tepat : 92,5% tidak tepat :
2016 gizi bayi usia 6- 6-12 7,5%. Jumlah Pemberian MP-ASI yang tepat : 71,0%, tidak
12 bulan bulan tepat : 29,0%. Tekstur Pemberian MP-ASI yang tepat : 87,1%,
tidak tepat : 12,9% . Variasi Pemberian MP-ASI yang tepat :
1,1% bayi, tidak tepat : 98,9%. Terdapat 2,2% bayi berstatus
gizi buruk, 10,8% bayi berstatus gizi kurang, dan 87,1% bayi
berstatus gizi baik berdasarkan BB/U. Status gizi berdasarkan
PB/U sebanyak 2,2% bayi berstatus sangat pendek, sebanyak
9,7% bayi berstatus pendek dan sebanyak 88,2% bayi berstatus
gizi normal. Status gizi berdasarkan BB/PB sebanyak 8,6%
bayi berstatus sangat kurus, sebanyak 7,5% bayi berstatus
kurus dan 83,9% bayi berstatus gizi normal.
Yuliati Pola pemberian 5 Wawancara Kualitatif Bentuk MP-ASI yang diberikan untuk usia 6-8 bulan dan 12-24
Amperanin MP-ASI pada informan mendalam bulan telah sesuai namun untuk usia 9-11 bulan belum sesuai.
gsih, 2018 balita usia 6-24 utama, 2 Jumlah yang diberikan masih kurang dari kebutuhan dengan
bulan informan frekuensi pemberian 23 kali sehari ditambah 2 kali selingan.
triagulasi Jenis MP-ASI adalah MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan.
Cara penyajian dalam bentuk encer dan berkuah yang disuapi
oleh ibu. Bahan makanan mentah disimpan secara terpisah
dengan makanan matang. Makanan pantangan dan anjuran
berasal dari ibu sendiri.
Nur Faktor yang 39 ibu Kuesioner Cross p value 0,006 jadi p>0,05 menunjukkan ada hubungan antara
Sholichah, berhubungan yang Sectional pengetahuan dengan pemberian MP-ASI dini. Hasil p value
2018 dengan memiliki 0,010 jadi p>0,05 menunjukkan ada hubungan antara pekerjaan
pemberian MP- bayi usia dengan pemberian MP-ASI dini. Hasil p value 0,925 jadi
ASI dini ≤6 bulan p>0,05 berarti ada hubungan antara ekonomi dengan pemberian
MP-ASI dini.
Giovanny Faktor yang 137 anak Kuesioner Cross Terdapat hubungan antara pengetahuan (p-value=0,030)
V. Wereh, berhubungan usia 6-24 Sectional dengan usia pertama kali pemberian MP-ASI dan tidak terdapat
2017 dengan usia bulan hubungan antara pendidikan (p-value=0,502), pekerjaan (p-
pertama kali value=0,284), usia (pvalue=0,590), dukungan keluarga (p-
pemberian MP- value=0,703) dan status ekonomi (p-value=0,749) dengan usia
ASI pada anak pertama kali pemberian MP-ASI.
usia 6-24 bulan
Hizkia Hubungan 110 anak Kuesioner Cross Status Gizi berdasarkan (BB/U) gizi buruk 5 anak, gizi kurang
Kandowang antara usia 12- Sectional 16 anak, gizi baik 87 anak dan gizi lebih 2 anak. Status gizi
ko, 2018 pemberian MP- 24 bulan berdasarkan (PB/U) sangat pendek 23 anak, pendek 22 anak,
ASI dengan normal 63 anak dan tinggi 2 anak. Status gizi berdasarkan
status gizi anak (BB/TB) sangat kurus 1 anak, kurus 7 anak, normal 95 anak
usia 12-24 dan gemuk 7 anak. Pemberian MP ASI tepat 70% dan tidak
bulan tepat 30% pada anak usia 12-24 bulan.
C. Kerangka Teori

Penyakit Infeksi
Pengetahuan Pekerjaan Ibu
Ibu

Pola Asuh Anak

Pemberian
Sikap Ibu Makanan Asupan Zat
Tambahan Status Gizi
Gizi

Perilaku Ibu

Ketahanan Pangan

Pelayanan
Kesehatan

Faktor Faktor Faktor


Predisposisi Pemungkin Penguat
(Predisposin (Enabling) (Reinforcing
g) )

Sumber : Iin Enggarwati (2012), Adaptasi dari The State of the World’s Children
1998, UNICEF
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Pengetahuan

Asupan makan MP-ASI Status Gizi

Pekerjaan Ibu

Keterangan:

: Variabel Dependen

: Variabel Independen
B. Definisi Operasional

Tabel 3.1

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Kriteria Objektif Skala Ukur


Status gizi diartikan sebagai Nominal
1 Status Gizi Kuesioner Gizi baik : Apabila status
status kesehatan yang
kesehatan responden
dihasilkan oleh keseimbangan
dihasilkan oleh
antara kebutuhan dan masukan
keseimbangan antara
zat gizi. Status gizi sangat
kebutuhan dan masukan zat
ditentukan oleh ketersediaan
gizi.
zat gizi dalam jumlah cukup
Gizi buruk : Apabila status
dan dalam kombinasi waktu
kesehatan responden tidak
yang tepat di tingkat sel tubuh
dihasilkan oleh
agar berkembang dan
keseimbangan antara
berfungsi secara normal.
kebutuhan dan masukan zat
(Triaswulan, 2012)
gizi.

2 MP-ASI Menurut Depkes (2006) Kuesioner Terpenuhi : Apabila Nominal


Makanan Pendamping Air makanan atau minuman
Susu Ibu (MP-ASI) adalah yang mengandung zat gizi,
makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi atau
mengandung zat gizi, anak usia 6-24 bulan guna
diberikan kepada bayi atau memenuhi kebutuhan zat
anak usia 6-24 bulan guna gizi selain ASI.
memenuhi kebutuhan zat gizi Tidak terpenuhi : Apabila
selain ASI. (Kiki Chairani, makanan atau minuman
2014) tidak mengandung zat gizi,
diberikan kepada bayi atau
anak usia 6-24 bulan guna
memenuhi kebutuhan zat
gizi selain ASI.
Makanan pendamping yang
Asupan MP- Kuesioner Baik : Apabila memenuhi Nominal
baik adalah kaya energi,
ASI criteria yang telah
protein, dan mikronutrien
diuraikan.
3 (terutama zat besi, zink,
Tidak baik : Apabila tidak
kalsium, vitamin A, vitamin C,
memenuhi criteria yang
dan folat), bersih dan aman,
telah diuraikan.
tidak terlalu pedas dan asin,
mudah dimakan dan dicerna
oleh bayi, harga terjangkau dan
mudah disiapkan.
4 Pengethuan Pengetahuan merupakan hasil Kuesioner Nominal
Tahu : Apabila dapat
Ibu tahu yang didapatkan melalui
memberikan dampak atau
proses penginderaan pada
sangat penting dalam
suatu objek tertentu.
mempengaruhi seseorang
Pengetahuan atau kognitif ini
untuk bertindak.
merupakan sesuatu yang dapat
Tidak tahu : Apabila tidak
memberikan dampak atau
dapat dapat memberikan
sangat penting dalam
dampak atau sangat penting
mempengaruhi seseorang
dalam mempengaruhi
untuk bertindak.
seseorang untuk bertindak.

5 Pekerjaan Ibu Menurut Santrock (2007) Kuesioner Bekerja : Apabila seorang Nominal
dalam Imaniah (2013), ibu ibu yang melakukan
bekerja adalah seorang ibu aktifitas bukan di rumah
yang melakukan aktifitas dalam rangka mendapatkan
bukan di rumah dalam rangka tambahan nafkah serta agar
mendapatkan tambahan nafkah dapat mengaplikasikan ilmu
serta agar dapat yang dimiliki dan dapat
mengaplikasikan ilmu yang membangun hubungan
dimiliki dan dapat membangun sosial di lingkungan
hubungan sosial di lingkungan bekerjanya.
bekerjanya. Tidak bekerja : Apabila
seorang ibu tidak
melakukan aktifitas diluar
rumah dalam rangka
mendapatkan tambahan
nafkah serta agar dapat
mengaplikasikan ilmu yang
dimiliki dan dapat
membangun hubungan
sosial di lingkungan
bekerjanya.
C. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Nul (Ho)

a. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan status gizi pada baduta di

wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Makassar

b. Tidak ada hubungan antara asupan makan MP-ASI dengan status gizi pada

baduta di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Makassar

c. Tidak ada hubungan antara pekrjaan ibu dengan status gizi pada baduta di

wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Makassar

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara pengetahuan dengan status gizi pada baduta di

wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Makassar

b. Ada hubungan antara asupan makan MP-ASI dengan status gizi pada

baduta di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Makassar

c. Ada hubungan antara pekrjaan ibu dengan status gizi pada baduta di

wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Makassar


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan cross

sectional study yaitu mengamati variabel independen dan variabel dependen

secara bersamaan dalam waktu yang sama.

B. Lokasi dan waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tamalanrea Makassar yang

terletak di Jl. Kesejahteraan Timur 1 BTP Blok B No. 311, Kec. Tamalanrea,

Kota Makassar. Wilayah kerja puskesmas Tamalanrea meliputi 2 kelurahan

yang berada ± 12 km dari Kota Makassar, dengan luas wilayah kerjanya 425,6

Ha. Yang terdiri dari 23 RW dan 142 RT, wilayah kerja yang dimaksud

meliputi Kel. Tamalanrea dan Kel. Buntusu.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tgl (…..) 2020

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi usia 6-24 bulan yang ada

di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Makassar yang berjumlah (872)

orang.
2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang ada. Sampel dalam penelitian

ini adalah ibu yang membawa bayinya yang kebetulan bertemu di posyandu

dengan peneliti pada saat penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan

metode eksidental sampling yaitu teknik penentuan sampel yang secara

kebetulan bertemu dengan peneliti di lapangan. Sampel dalam penelitian ini

adalah (111) sampel.

a. Besar sampel

Sampel penelitian ini adalah bayi usia 6-24 bulan yang berada di

posyandu. Besar sampel di peroleh menggunakan pendekatan Lemeshow

sebagai berikut :

𝑍 2 . 𝑃. (1 − 𝑝)𝑁
𝑛= 2
𝑑 (𝑁 − 1) + 𝑍 2 . 𝑝(1 − 𝑝)

Sumber : Lemeshow

Keterangan :

n = jumlah sampel

N = Jumlah populasi

Z = Standar deviasi normal untuk CI 95% = 1.96

d = derajat ketetapan yang di inginkan = 5% = 0.05

p = asumsi proporsi 0,01% = 0,09

dengan demikian dapat di hitung sampel minimal :


1,962 .0.09.(1−0,09)872
n = 0,052 (872−1)+1,962.0,09(1−0,09)

3,84.0.09.(0,91)872
n = 0,0025(871)+3,84.0,09(0,091)

274,24
n= 2,48

n = 110,58

n = 111

b. Jumlah sampel

Jumlah populasi yang ditemui di posyandu sebanyak 872 orang, hasil

perhitungan sampelnya adalah sebesar (110,58) dan di bulatkan menjadi

(111) responden.

a. Kriteria sampel

1) Yang ditemui di puskesmas

2) Yang ditemui di posyandu

3) Bersedia untuk diwawancarai

D. Pengumpulan Data

1. Data primer

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah

dibuat oleh peneliti dengan hasil wawancara terhadap responden.

2. Data sekunder

Diperoleh dari tata usaha Puskesmas Tamalanrea Makassar.


E. InstrumenPenelitian

Instrument yang digunakan:

1. Kuesioner, digunakan untuk menjadi landasan dalam wawancara terhadap

responden.

2. Kamera, digunakan untuk mengambil dokumentasi saat di lapangan.

3. Bolpoin, digunakan untuk mencatat hasil wawancara terhadap responden.

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

a. Editing

Suatu kegiatan untuk melakukan pengecekan dan perbaikan isian formulir

atau kuesioner pada kegiatan penyuntingan (editing) hasil wawancara

berupa kuesioner.

b. Coding

Dilakukan dengan cara pemberian kode pada setiap kelompok pertanyaan

dalam formal kuesioner yang dilakukan penelitian untuk memperoleh skor

pada setiap jawaban di kuesioner.

c. Entry data

Melakukan proses penginputan data kedalam computer untuk tahap

selanjutnya atau tahap analisis data.


d. Tabulating

Merupakan penyusunan data agar menjadi lebih mudah untuk dijumlah,

disusun dan ditata untuk disajikan serta dianalisis dalam bentuk tabel

maupun grafik.

2. Analisis data

Metode analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan dengan

menggunakan table ditribusi frekuensi maupun grafik tiap variabel yang

diperoleh dalam penelitian baik itu variabel dependen maupun

independen.

b. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan dari masing-masing

variabel baik itu variabel dependen maupun variabel independen dengan

menggunakan uji chi-square (X2) dengan tingkat derajat kepercayaan

yakni 95% dan tingkat kemaknaan yakni, (α)=0,05. Dengan menggunakan

rumus:
Tabel 4.1

TabelKontigensi 2x2

Kelompok Klasifikasi A Klasifikasi B Jumlah

I A B a+b

II C D c+d

Jumlah a+c b+d Total

(𝑂−𝐸)2
𝑋2 = ∑ 𝐸

Keterangan:

𝑋2 = nilai hitung

O = nilai observasi (Observated Value)

E = nilai harapan (Expected Value)

∑ = penjumlahan semua kategori

Interpretasi pengujian hipotesis adalah:

a. Hipotesis penelitian Ho di tolakdan Ha diterima apabila p hasil hitung

<α = 0,05

b. Hipotesis penelitian Ho di terima dan Ha ditolak apabila p hasil hitung

>α = 0,05

3. Penyajian data

Data disajikan dalam bentuk tabel yang disertai dengan uraian dan penjelasan

dari tabel tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Alfie Ardiana Sari, Ratih Kumorojati, 2019. Hubungan Pemberian Asupan Makanan

Pendamping Asi (Mpasi) Dengan Pertumbuhan Bayi/Anak Usia 6-24 Bulan.

Yogyakarta

Asny Fathul Jannah, Juni Sofiana, 2019. Penerapan Edukasi dengan Media Audio

Visual dan Modul terhadap Pengetahuan dan Perilaku Ibu Tentang

Pemberian MP-ASI. Gombong

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2015

Dwi Kurnia Yuliyawati, Dina Rahayuning P, Suyatno, 2018. Hubungan Pola

Pemberian Mp-Asi Dan Pola Asuh Gizi Dengan Status Gizi Bayi Usia 6-23

Bulan, Studi Kasus Di Kelurahan Langensari, Kecamatan Ungaran Barat,

Kabupaten Semarang. Semarang.

Edward R Koba, Sefti S Rompas, Vandri D Kalalo, 2019. Hubungan Jenis Pekerjaan

Ibu Dengan Pemberian Asi Pada Bayi Di Puskesmas Ranomuut Manado.

Manado

Fitria Rahmawati, 2016. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu, Pola Pemberian

Makan, Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Pada Balita. Purwokerto


Hizkia Kandowangko, Nelly Mayulu, Maureen I. Punuh, 2018. Hubungan Antara

Pemberian Makanan Pendamping Asi (Mp-Asi) Dengan Status Gizi Anak

Usia 12-24 Bulan Di 5 Puskesmas Kota Manado. Manado

Husnul Amalia, 2016. Hubungan Pola Asuh Gizi Dengan Status Gizi Batita Di

Wilayah Kerja Puskesmas Lamper Tengah Kota Semarang. Semarang

Iin Purnama Sari, 2014. Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Status Gizi

Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Puskesmas Rajabasa Bandar

Lampung. Lampung

Kasmawati dan Rahmi, 2017. Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Mp-

Asi Pada Bayi Usia 6 – 24 Bulan Di Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa

Tahun 2017. Makassar

Kiki Chairani Saputri, 2015. Alasan Ibu Memberikan Makanan Pendamping Asi (Mp-

Asi) Dini Dengan Pendekatan Teori Health Belief Model Di Wilayah Kerja

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2015. Jakarta

Selatan

Lita Ofindajuliatin, 2016. Analisa Faktor Internal Dan Faktor Eksternal Dengan

Pemberian MP-ASI Sebelum Usia 6 Bulan Di Desa Semingkir Kecamatan

Randudongkal. Purwokerto
Nurul Khairani, Suryani, Ani Dewi Roha, 2019. Hubungan Pendidikan Dan

Pengetahuan Dengan Pemberian Mp-Asi Dini Di Posyandu Baruna 3

Wilayah Kerja Puskesmas Padang Serai Kota Bengkulu. Bengkulu

Nurwiyah, 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian MP-ASI

Pada Bayi Sebelum Usia 6 Bulan Di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas

Poasia Kota Kendari. Kendari

Pancarani, Lantip Meliana and Pramono, Dodik And Nugraheni, Arwinda, 2017.

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Pada Informasi Mp-Asi Di Buku Kia

Dengan Pemberian Mp-Asi Balita Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan

Bandarharjo Semarang Utara. Semarang Utara

Wahda Syafa Adelia, 2017. Hubungan Status Pekerjaan dan Pengetahuan tentang

Manajemen Laktasi terhadap Pemberian Asi Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta. Yogyakarta

Wiwik Utami, Evita Muslima Isnanda Putri, Oktaviani Kisnurmalitashari, 2018.

Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Asi Dengan Status Gizi Balita

Usia 6-24 Bulan Di Desa Sumberbendo Bubulan. Bojonegoro

Yuliati Amperaningsih, Siska Aulia Sari, Agung Aji Perdana, 2018. Pola Pemberian

MP-ASI pada Balita Usia 6-24 Bulan. Lampung

Anda mungkin juga menyukai