Anda di halaman 1dari 27

1

PROPOSAL

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DENGAN


PENINGKATAN BERAT BADAN BAYI 6 – 12 BULAN PADA MASA
PANDEMI DI PUSKESMAS BAKUNASE KUPANG
TAHUN 2020

YUNINGRID BANAMTUAN
1

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NUSANTARA
KUPANG
2020
2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian Makanan Tambahan merupakan salah satu komponen penting usaha

perbaikan gizi keluarga (UPGK) dan program yang dirancang oleh pemerintah. PMT

sebagai sarana pemulihan gizi dalam arti kuratif, rehabilitatif dan sebagai sarana

untuk penyuluhan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian gizi berupa

makanan dari keluarga, dalam rangka program UPGK. PMT ini diberikan setiap hari,

sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan ini menunjukkan perbaikan dan

hendaknya benar–benar sebagai penambah dengan tidak mengurangi jumlah makanan

yang dimakan setiap hari dirumah. Pada saat ini program PMT tampaknya masih

perlu dilanjutkan mengingat masih banyak bayi–bayi yang mengalami kurang gizi

Menurut (Husaini 2015)

Makanan tambahan adalah makanan untuk bayi selain ASI atau susu botol,

sebagai penambah kekurangan ASI atau susu pengganti (PASI). Pemberian makanan

tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan terutama makanan padat justru

menyebabkan banyak infeksi, kenaikan berat badan, alergi pada salah satu zat gizi

yang terdapat dalam makanan (Rosidah, 2008). Pemberian makanan tambahan pada

bayi usia kurang dari enam bulan mempunyai resiko lebih besar terserang penyakit,

resiko jangka pendek seperti bakteri penyebab diare, terutama lingkungan yang
3

kurang higienis dan sanitasi buruk. Sedangkan jangka resiko panjang dapat

menyebabkan kenaikan berat badan (Arikunto 2010)

Pemberian makanan tambahan secara benar dan tepat, maka peningkatan berat

badan bayi dapat teratur secara normal dan sehat dijumpai bayi yang mengalami

masalah gangguan peningkatan berat badan disebabkan oleh pemberian makanan

tambahan pada bayi kurang dari enam bulan dengan alasan agar bayi cepat kenyang,

faktor lingkungan dan tuntutan ekonomi serta kurangnya pengetahuan ibu mengenai

pemberian makanan tambahan.

Berdasarkan data World Health Organitation (WHO) pada tahun 2017 lebih dari

setengah kematian balita disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dan diobati

melalui intervensi sederhana dan terjangkau. Anak-anak yang kekurangan gizi,

terutama mereka yang kekurangan gizi akut, memiliki risiko kematian yang lebih

tinggi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gizi berkontribusi pada sekitar 45%

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun

Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi

makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan

gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein.

Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan

ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat

gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro. Hasil SDKI baik

tahun 2017 dan Riskesdas 2010 menunjukkan di Provinsi NTT bahwa prevalensi gizi

kurang menurun dari 20,4% (SDKI 2007) menjadi 13,0% (Riskesdas 2010) dan
4

kondisi tersebut diikuti dengan penurunan prevalensi gizi buruk 9,0% (SDKI 2007)

menjadi 4,9% (Riskesdas 2010).Prevalensi balita stunting dalam tiga tahun terakhir di

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terus mengalami penurunan. Meski demikian,

angkanya masih tinggi sebesar 27,5 persen dengan kasus meninggal sebanyak 57

orang (Dinas Kesehatan Provinsi NTT, 2020).

Pandemi Covid – 19 (coronavirus) menyebabkan banyak perubahan dalam

kehidupan sehari – hari. Gizi yang baik juga sangat penting sebelum, selama dan

setelah infeksi, Infeksi menyebabkan tubuh korban demam, sehingga membutuhkan

tambahan energy dan zat gizi. Karena itu menjaga pola gizi yang sehat sangat penting

dalam masa pandemi COVID-19, karena dengan makanan atau suplemen makanan

yang baik dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang baik. Oleh karena itu

pemerintah telah mngeluarkan panduan gizi seimbang dalam masa pandemi COVID -

19. (Kemenkes,2020)

Salah satu tindak lanjut melalui program Pemberian Makanan Tambahan Hasil

penelitian Putri dkk (2020) Setelah 3 bulan mendapat PMT Pemulihan ada

peningkatan persentase balita dengan status gizi normal dari 65,8% menjadi 68,4%.

Setelah tidak mendapat PMT Pemulihan ada penurunan persentase balita dengan

status gizi normal menjadi 63,2%.). Kenaikan berat badan balita merupakan salah satu

indikator output untuk melihat keberhasilan pelaksanaan program PMT-P. Pada

penelitian Putri (2020 ) Pemberian PMT-P selama 90 hari pada balita dapat

meningkatkan berat badan balita rata-rata sebesar 1 kg. Hal ini menunjukkan bahwa

program PMT-P pada balita memberikan dampak positif untuk kenaikan berat badan.
5

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas

Bakunase, dari data KMS 5 orang bayi dengan umur 6-12 bulan terdapat 3 orang bayi

dengan peningkatan berat badan setiap bulannya setelah diberikan makanan

tambahan, dan 2 orang bayi dengan berat badan tetap. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara pemberian makanan

tambahan dengan peningkatan berat badan pada bayi yang berusia 6-12 bulan di di

Puskesmas Bakunase Tahun 2020. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

apakah terdapat hubungan antara Pemberian Makanan Tambahan dengan

Peningkatan Berat Badan Bayi 6 – 12 Bulan pada masa Pandemi di Puskesmas

Bakunase Tahun 2020 .

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat disusun rumusan masalah :

“Adakah hubungan antara Pemberian Makanan Tambahan dengan Peningkatan Berat

Badan Bayi pada masa Pandemi di Puskesmas Bakunase Tahun 2020?”

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

antara Pemberian Makanan Tambahan dengan Peningkatan Berat Badan Bayi

pada masa Pandemi di Puskesmas Bakunase Tahun 2020

2. Tujuan Khusus
6

a. Mengetahui kategori pemberian makanan tambahan pada bayi 6 – 12

Bulan di Puskesmas Bakunase Kupang Tahun 2020

b. Mengetahui kategori peningkatan berat badan bayi 6 – 12 Bulan di

Puskemasa Bakunase Kupang Tahun 2020

c. Menganalisis hubungan pemberian makanan tambahan dengan

peningkatan berat badan bayi 6 – 12 Bulan di Puskesmas Bakunase

Kupang Tahun 2020

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu dalam dunia

pendidikan serta apat digunakan sebagai bacaan atau referensi terkait dan

untuk menambah khasana ilmu dalam menanggulangi status gizi anak

dalam hal ini berat badan bayi

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang dapat diperoleh antara lain:

a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan didalam

membuat program-program perbaikan gizi dan kesehatan keluarga.

b. Sebagai masukan dan informasi bagi orang tua tentang pemberian

makanan tambahan bagi bayi


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keaslian Penelitian

hubungan antara Pemberian Makanan Tambahan dengan Peningkatan Berat

Badan Bayi pada masa Pandemi di Puskesmas Bakunase Tahun 2020, sepanjang

pengetahuan peneliti belum pernah diteliti. Adapun penelitian yang berhubungan

1. Sri (2018), meneliti tentang “Pengaruh Program Pendampingan

Gizi Terhadap Pola Asuh.

Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen

dengan desain penelitian Non Randomized Pre and Post Test

Group. Subjek adalah 102 dari 118 balita KEP yang menjadi

sasaran kegiatan Program Pendampingan Gizi pada desa miskin di

Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar Sulawesi

Selatan.

Hasil Penelitian : Pada akhir penelitian, skor pengetahuan gizi ibu

meningkat dari 47,8% menjadi 73,3% (p=0,001) dan skor pola

asuh balita meningkat dari 69,42% menjadi 81,05% (p=0,001).

Kejadian penyakit infeksi menurun dari 72,5% menjadi 38,2%

(p=0,001) dan balita yang menderita gizi kurang dari 72,5%

menjadi 10,8%. Kejadian gizi buruk menurun dari 27,45%

menjadi 8,8% (p=0,001).


8

Kesimpulan : Program Pendampingan Gizi meningkatkan

pengetahuan gizi ibu, pola pengasuhan, dan status gizi balita KEP

pada 3 bulan setelah pendampingan dimulai.

2. Arum Sekar (2020), dengan judul “Efektivitas Pemberian

Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan Pada Status Gizi Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Simomulyo, Surabaya”.

Metode Penelitian : Penelitian ini adalah peneitian observasional

dengan desain penelitan cross sectional. Lokasi penelitian adalah

di wilayah kerja Puskemas Simomulyo, Surabaya. Sebanyak 38

balita dengan riwayat mendapat PMT Pemulihan dipilih secara

acak menggunakan metode simple random sampling. Status gizi

balita didapat menggunakan metode antropometri berat badan dan

tinggi/panjang badan. Indeks BB/TB digunakan dalam penilaian

status gizi dengan alasan sasaran utama PMT Pemulihan adalah

balita dengan status gizi kurus. Uji secara statistik dilakukan

menggunakan uji t berpasangan dengan tingkat signifikansi <0,05.

Kesimpulan : Tidak ada perbedaan pada status gizi balita dengan

indeks antropometri BB/TB saat sebelum PMT Pemulihan dan

setelah PMT Pemulihan.

3. Yohanes (2018), melakukan penelitian tentang “Pengaruh

Pendidikan Gizi Terhadap Pengetahuan Ibu Dan Berat Badan (BB)


9

Anak Gizi Kurang Usia 12-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas

Petumbukan

Metode Penelitian : Pengumpulan data di lakukan pada bulan mei

2018. Jenis penelitian ini adalah Quasi Experimen dengan desain

One Group Pretest and Posttest. Dengan rancangan ini,

memungkinkan peneliti mengukur pengaruh perlakuan pada

kelompok experiment denga cara membandingkan hasil awal dan

akhir

Kesimpulan : Hasil uji peringkat bertanda wilcoxon menunjukkan

nilai p = 0.001 < 0.05 terlihat adanya perbedaan pengetahuan

respondent sebelum dan sesudah pemberian pendidikan gizi, dan

berdasarkan uji paired sampel t test menunjukkan nilai p = 0.001 <

0.05 yang menunjukkan adanya perbedaan antara BB anak gizi

kurang sebelum dan sesudah pemberian pendidikan gizi pada

responden di wilayak kerja puskesmas petumbukkan.

4. Musdalif (2019) melakukan penelitian tentang “Hubungan

Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Dengan

Angka Kejadian Balita Bawah Garis Merah (BGM) Di Wilayah

Kerja Puskesmas Harapan Baru Kota Samarinda”

Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah kuantiatif dengan

menggunakan metode cross sectional dengan jumlah sampel 56

responden
10

Kesimpulan : Ada hubungan antara Pemberian Makanan

Tambahan Pemulihan (PMT-P) dengan angka kejadian Balita

Bawah Garis Merah (BGM) diwilayah kerja Puskesmas Harapan

Baru Kota Samarinda

5. Rusminah (2017) melakukan penelitian tentang “Tingkat

Pengetahuan Ibu Balita Tentang Pemberian Makanan Tambahan

(Pmt) Terhadap Status Gizi Balita”

Metode Penelitian : Metode diskriptif, penulis melakukan tanya

jawab, observasi dan survei dengan kuisioner

Kesimpulan : Tingkat pengetahuan ibu tentang pengertian PMT

terhadap status gizi balita yang mempunyai kategori baik sebanyak

1 responden (5%), PMT yang sesuai dengan umur balita yang

sesuai umur balita mempunyai kategori baik sebanyak 6 responden

(30%), tentang manfaat PMT terhadap status gizi balita yang

mempunyai kategori baik sebanyak 6 responden (30%), tentang

syarat-syarat PMT pada balita yang mempunyai kategori baik

sebanyak 6 responden (30%), tentang pengertian status gizi pada

balita yang mempunyai kategori baik sebanyak 2 responden

(10%).
11

2.2 Tinjaun tentang Pengetahuan

1. Teori Lawrence Green

Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku

kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang

menentukan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi

kesehatan harus disesuaikan dengan determinan (faktor yang mempengaruhi

perilaku itu sendiri). Dan menurut Lawrence Green perilaku ini ditentukan

oleh 3 faktor utama, yakni:

a. Faktor Pendorong (predisposing factors)

Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi

terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap,

keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.

Contohnya seorang ibu mau membawa anaknya ke Posyandu,

karena tahu bahwa di Posyandu akan dilakukan penimbangan

anak untuk mengetahui pertumbuhannya. Tanpa adanya

pengetahuan-pengetahuan ini ibu tersebut mungkin tidak akan

membawa anaknya ke Posyandu

Faktor pemungkin (enabling factors)

b. Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku

atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin

adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya

perilaku kesehatan, misalnya: Puskesmas, Posyandu, Rumah


12

Sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah,

tempat olah raga, makanan bergizi, uang dan sebagainya.

Contohnya sebuah keluarga yang sudah tahu masalah

kesehatan, mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air

bersih, buang air di WC, makan makanan yang bergizi, dan

sebagainya. Tetapi apakah keluarga tersebut tidak mampu

untuk mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa

buang air

c. Faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.

Kadang-kadang meskipun orang tahu dan mampu untuk

berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Contohnya

seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil dan di dekat

rumahnya ada Polindes, dekat dengan Bidan, tetapi ia tidak

mau melakukan periksa hamil karena ibu lurah dan ibu tokoh-

tokoh lain tidak pernah periksa hamil namun anaknya tetap

sehat. Hal ini berarti bahwa untuk berperilaku sehat

memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat

2.3 Tinjaun tentang pemberian makanan tambahan

Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang balita, karena

balita yang sedang tumbuh kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa. Kekurangan

makanan yang bergizi akan menyebabkan retardasi pertumbuhan balita dan makanan
13

yang berlebihan juga tidak baik karena menyebabkan obesitas. Kecukupan pemberian

makanan pada anak sangat penting sebab kekurangan energi/zat gizi dapat

mengganggu pertumbuhan yang optimal, dan dapat pula menimbulkan penyakit

gangguan gizi, baik yang dapat disembuhkan ataupun tidak

Program penanggulangan gizi buruk salah satunya yaitu dengan pemberian

makanan tambahan pemulihan (PMT-P). Makanan tambahan merupakan makanan

bergizi selain makanan utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi kebutuhan gizi.

Sedangkan makanan tambahan pemulihan bagi balita adalahmakanan bergizi yang

diperuntukkan bagi balita usia 6- 59 bulan sebagai makanan tambahan untuk

pemulihan gizi (Depkes,2018).

Program untuk intervensi bagi balita yang menderita gizi kurang adalah

pemberian makanan tambahan dengan tujuan untuk meningkatkan status gizi anak

serta untuk mencukupi kebutuhan zatgizi anak agar tercapai status gizi dan kondisi

gizi yang baik sesuai dengan umur anak. Sedangkan pengertian makanan untuk

pemulihan gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya dengan vitamin dan

mineral, yang diberikan kepada balita gizi kurang dan buruk selama masa pemulihan

(Depkes, 2018)

Menurut Persagi (2017), pemberian makanan tambahan di samping makanan

yang dimakan sehari-hari mempunyai tujuan untukmemulihkan keadaan gizi dan

kesehatan. Pemberian makanan tambahan pemulihan dapat berupa PMT pemulihan

lokal yaitu bahan makanan lokal yang diolah dirumah tangga atau disebut jugaPMT

Pemulihan Dapur Ibu dan PMT Pemulihan pabrikan yaitu PMT pemulihan hasil
14

olahan pabrik, seperti susu dan biskuit. Program Pemberian Makanan Tambahan

Pemulihan (PMT-P) diberikan kepada anak balita gizi kurang dan buruk dengan

jumlah hari tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi anak.

Formula 100 merupakan minuman tinggi kalori yang terbuatdari susu

fullcream, gula, minyak, dan mineral mix. Rumah Sakit maupun Puskesmas sering

menggunakan formula ini untukpemulihan gizi balita gizi buruk pada tahap lanjut

maupun anak lainyang memerlukan asupan makanan dengan kalori dan protein

tinggi. Formula 100 sebanyak 100 ml mengandung kalori sebesar 100 kkal dan

protein 2,9 gram

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi Balita

Umur BB TB Energi Protein Lemak Karbohidra Ser Air Vit.A Vit. Vit. E
(kg) (cm) (kkal) (g) (g) t at (ml) (mcg) D (mcg)
(g) (g) (mcg
)
Total n-6 n-3
0-6
6 61 550 12 34 4,4 0,5 58 0 - 375 5 4
bln
7-11
bln 9 71 725 18 36 4,4 0,5 82 10 800 400 5 5
1-3
13 91 112 26 44 7,0 0,7 155 16 120 400 15 6
thn
5 0
4-6
thn 19 112 160 35 62 10 0,9 220 22 150 450 15 7
0 0

Pola makan yang diberikan yaitu menu seimbang sehari-hari, sumber zat

tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur. Jadwal pemberian makanan

bagi bayi dan balita adalah tiga kali makanan utama (pagi, siang dan malam) dan dua

kali makanan selingan (diantara dua kali makanan utama) (Kemenkes RI, 2011)
15

Berbagai kebijakan dan strategi telah diterapkan untuk mengurangi prevalensi

terjadinya kekurangan gizi. Untuk itu masyarakat perlu diberi penyuluhan yaitu

petunjuk dan ilmu pengetahuan tentang cara mengolah makanan dari bahan yang ada

di sekitar (lokal) untuk bayi, balita, ibu hamil dan menyusui. Petunjuk tersebut harus

disosialisasikan dengan lebih baik pada masyarakat. Upaya yang dilakukan

pemerintah Indonesia untuk menanggulangi permasalahan gizi adalah dengan

program PMT dimana yang menjadi sasaran adalah penderita kurang gizi menurut

indikator BB/U (gizi kurang dan gizi buruk), baik itu balita, anak usia sekolah, ibu

hamil dan pada penderita penyakit infeksi, misalnya penderita TB Paru (Kemenkes

RI, 2011). Dalam program ini memerlukan dana yang tidak sedikit dan sangat

diperlukan kerjasama pihak terkait (lintas program dan lintas sektor) dan yang

terpenting adalah kesadaran masyarakat itu sendiri dalam melakukan upaya-upaya

penanggulangan masalah gizi.

Pelaksana program PMT Pemulihan adalah Dinas Kesehatan dalam hal ini

Puskesmas yang diawali dengan penimbangan berat badan balita di posyandu. PMT

pada prinsipnya adalah untuk menambah kekurangan kalori dan protein dalam

makanan si balita sehari-hari. Namun, dalam pedoman pemberian PMT Pemulihan

yang disusun oleh Kemenkes RI (2017), tidak diatur mengenai jumlah kecukupan gizi

(energi, protein, vitamin, lemak) yang dianjurkan terkandung dalam PMT Pemulihan.

Hanya saja berdasarkan menu resep yang ditampilkan dalam pedoman diketahui

bahwa jumlah energi dalam setiap resep yang disarankan bagi balita berada pada

rentang 150-250 kkal per sajian serta protein sebanyak 6-23 kkal per sajian
16

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan tambahan

balita gizi buruk/kurang adalah : (a) Apabila anak belum mencapai umur 2 tahun

maka ASI tetap diberikan, (b) Balita gizi buruk/kurang perlu diperhatikan dan

pengamatan secara terus menerus terhadap kesehatan dan gizi antara lain dengan

pemberian makanan tambahan yang sesuai, (c) Anak yang menderita gizi buruk/

kurang terkadang mempunyai masalah pada fungsi alat pencernaan, hingga

pemberian makanan tambahan memerlukan perhatian khusus.

2.4 Tinjaun tentang Covid 19 yang berdampak pada Balita

COVID-19 telah dinyatakan sebagai pandemi dunia oleh WHO (WHO, 2020)

dan juga telah dinyatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana melalui

Keputusan Nomor 9 A Tahun 2020 diperpanjang melalui Keputusan Nomor 13 A

tahun 2020 sebagai Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit

Akibat Virus Corona di Indonesia. Selanjutnya dikarenakan peningkatan kasus dan

meluas antar wilayah, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21

Tahun 2020 tentang Pembatasan Nasional Berskala Besar dalam Rangka percepatan

Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan Keputusan Presiden

Nomor 11 Tahun 2020 yang menetapkan Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat,

kemudian diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang

Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

Sebagai Bencana Nasional. Pada masa pandemi ini, Pemerintah harus mencegah

penyebaran COVID-19 di sisi lain untuk tetap memperhatikan upaya-upaya

menurunkan Angka Kematian Bayi. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk


17

menyediakan pelayanan kesehatan anak yang tertuang dalam Peraturan Menteri

Kesehatan tentang Upaya Kesehatan Anak, Standar Teknis Pemenuhan Mutu

Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan dan NSPK

terkait lainnya. Pelayanan kesehatan balita meliputi pemantauan pertumbuhan,

perkembangan, pemberian imunisasi dasar dan lanjutan, kapsul vitamin A dan tata

laksana balita sakit jika diperlukan, serta program pencegahan penyakit, seperti

pemberian massal obat kecacingan dan triple eliminasi.

Di Indonesia, berdasarkan data resmi portal.covid19 per 13 Mei 2020,

terdapat 15.438 terkonfirmasi diantaranya 1,4% usia balita, dari 11.123 dalam

perawatan terdapat 1,6% balita dirawat/diisolasi, dari 3.287 dinyatakan sembuh

terdapat 1,2% usia balita, dan dari 1.028 meninggal terdapat

0,7% balita meninggal. Biasanya gejala pada anak ringan sehingga memiliki

kemungkinan sebagai carrier, namun data COVID-19 diatas menunjukkan persentase

meninggal cukup tinggi, untuk itu sangat penting mencegah penularan pada

kelompok usia balita, selain mencegah risiko kematian pada bayi dan anak balita juga

mencegah risiko penularan kepada pengasuh atau orang disekitarnya.

2.5 Tinjaun tentang Berat Badan pada Balita

1. Berat Badan

a. Pengertian Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting pada

masa bayi dan balita. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau

penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh. Berat badan dipakai
18

sebagai indikator yang terbaik saat ini untuk mengetahui keadaan gizi

dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja,

pengukuran objektif dan dapat diulangi (Soetjiningsih, 1995, p.38).

b. Pengukuran Berat Badan

Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan

atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang,

otot, organ tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status

gizi dan tumbuh kembang anak, berat badan juga dapat digunakan

sebagai dasar perhitungan dosis dan makanan yang diperlukan dalam

tindakan pengobatan (Hidayat, 2008, p.26).

c. Penilaian Berat Badan

Penilaian berat badan berdasarkan usia menurut WHO dengan standar

NCHS (National Center for Health Statistics) yaitu menggunakan

persentil sebagai berikut: persentil kurang atau sama dengan tiga

termasuk kategori malnutrisi. Penilaian berat badan berdasarkan tinggi

badan menurut WHO yaitu menggunakan persentase dari median

sebagai berikut: antara 89–100% dikatakan malnutrisi sedang dan

kurang dari 80% dikatakan malnutrisi akut (wasting). Penilaian berat

badan berdasarkan tinggi menurut standar baku NCHS yaitu

menggunakan persentil sebagai berikut persentil 75–25% dikatakan

normal, pesentil 10% dikatakan malnutrisi sedang, dan kurang dari

persentil dikatakan malnutrisi berat (Hidayat, 2008, p.26).


19

d. Pertumbuhan Berat Badan

Pada masa pertumbuhan berat badan bayi dibagi menjadi dua, yaitu 0–

6 bulan dan usia 6–12 bulan. Dan usia 0–6 bulan pertumbuhan berat

badan akan mengalami penambahan setiap minggu sekitar 140– 200

gram dan berat badannya akan menjadi dua kali berat badan lahir pada

akhir bulan ke-6. Sedangkan pada usia 6–12 bulan terjadi penambahan

setiap minggu sekitar 25–40 gram dan pada akhir bulan ke-12 akan

terjadi penambahan tiga kali lipat berat badan lahir. Pada masa

bermain terjadi penambahan berat badan sekitar empat kali lipat dari

berat badan lahir pada usia kurang lebih 2,5 tahun serta penambahan

berat badan setiap tahunnya adalah 2–3 kg. pada masa pra sekolah dan

sekolah akan terjadi penambahan berat badan setiap tahunnya kurang

lebih 2–3 tahun (Hidayat, 2008, p.16).

e. Pemantaun Berat Badan

Pada dasarnya semua informasi atau data bersumber dari data berat

badan hasil penimbangan balita bulanan yang diisikan dalam Kartu

Menuju Sehat (KMS) untuk di nilai naik atau tidaknya berat badan

tersebut. Ada tiga kegiatan penting dalam pemantauan berat badan

yaitu (Siswanto, 2010, p.189):

f. Cara Penimbangan Berat Badan

Berat badan bayi ditimbang dengan timbangan bayi, sedangkan

pada anak dengan timbangan berdiri. Sebelum menimbang, periksa


20

lebih dahulu apakah alat sudah dalam keadaan seimbang (Jarum

menunjukkan angka nol). Bayi ditimbang dalam posisi berbaring

terlentang atau duduk tanpa baju, sedang anak ditimbang dalam posisi

berdiri tanpa sepatu dengan pakaian minimal (Latief, 2003, p.177).

Balita yang akan ditimbang sebaiknya memakai pakaian

seringan mungkin. Baju, sepatu dan topi sebaiknya dilepaskan.

Apabila hal ini tidak memungkinkan, maka hasil penimbangan harus

dikoreksi dengan berat kain balita yang ikut tertimbang. Bila keadaan

ini memaksa dimana anak balita tidak mau ditimbang tanpa ibunya

atau orang tua yang menyertainya, maka timbangan dapat dilakukan

dengan menggunakan timbangan injak dengan cara pertama, timbang

balita beserta ibunya. Kedua, timbang ibunya saja. Ketiga, hasil

timbangan dihitung dengan mengurangi berat badan ibu dan anak

(Supriasa, 2002, p.42).

g. Penilaian Status Gizi

Penilaian Naik atau Tidak Naik pada Kartu Menuju Sehat

(KMS) Kartu Menuju Sehat merupakan gambar kurva berat badan

anak berusia 0–5 tahun terhadap umurnya. Dalam aplikasi dengan

menggunakan KMS menjadikan tumbuh normal jika grafik

pertumbuhan berat badan anak sejajar dengan kurva baku

(Soetjiningsih, 1995, p.48). Ada lima garis pertumbuhan yaitu: 1)

Tumbuh kejar atau catch-up growth atau N1 artinya arah garis


21

pertumbuhan melebihi arah garis baku. 2) Tumbuh normal atau

Normal Growth (NG) artinya arah garis pertumbuhan sejajar atau

berimpit dengan arah garis baku. 3) Growth Faltering (GF) artinya

arah garis pertumbuhan kurang dari arah garis baku atau pertumbuhan

kurang dari yang diharapkan. 4) Flat Growth (FG) artinya arah garis

pertumbuhan datar atau berat badan tetap. 5) Loss of Growth (LG)

artinya arah garis pertumbuhan menurun dari arah garis baku. Naik

apabila, Garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna.

Bila berat badan anak hasil penimbangan berturutturut berada pada

jalur pertumbuhan normalnya dikatakan tetap baik. Garis

pertumbuhannya naik ke pita diatasnya. Bila berat badan anak hasil

penimbangan berturut-turut menunjukkan adanya pengejaran (catch

up) terhadap jalur pertumbuhan normalnya, garis partumbuhannya

pindah ke pita diatasnya, atau dari garis pitanya dibawah ke pita

diatasnya. Lihat gambar 2.1 (Siswanto, 2010, pp.190- 191).


22

Tidak naik apabila, Garis pertumbuhannya menurun dan Garis

pertumbuhannya mendatar. Apabila berat badan tidak naik atau berat

badan di Bawah Garis Merah (BGM) 3 kali berturut-turut maka di

rujuk ke Puskesmas atau dokter karena ditakutkan adanya gizi buruk.

Lihat gambar 2.2 (Siswanto, 2010, p.191).

Gambar 2.2 Berat Badan Tidak Naik

2.6 Tinjaun tentang Balita

a. Pengertian Balita

Balita (Bawah Lima Tahun) atau under five years yaitu anak yang

berusia 0–59 bulan (Ronald, 2011, p.239). Balita merupakan masa

pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian

keoptimalan fungsinya (Supartini, 2004, p.50).


23

b. Klasifikasi Perkembangan Balita

Lewer GH (1996), membagi tahap perkembangan untuk anak balita

meliputi usia bayi (0–1 tahun), usia bermain atau toddler (1–3 tahun),

dan usia pra sekolah (3–5 Tahun).

c. Tahapan Perkembangan Balita

Berdasarkan psikoanalisa Sigmund Freud (1956–1939), membagi

tahapan perkembangan balita, yaitu (Siswanto, 2010, pp.54–55): 18 1)

Masa Oral (0–1 tahun) Di dalam masa ini fokus kepuasan baik fisik

maupun emosional berada pada sekitar mulut (oral). Kebutuhan untuk

makan, minum sifatnya harus dipenuhi. 2) Masa Anal (1–3 tahun)

Pada fase ini kesenangan atau kepuasan berpusat di sekitar anus dan

segala aktivitas yang berhubungan dengan anus. Anak pada fase ini

diperkenalkan dengan toilet training, yaitu anak mulai diperkenalkan

tentang rasa ingin buang air besar dan buang air kecil. 3) Fase Phalic

(3–6 tahun) Pada fase ini alat kelamin merupakan bagian paling

penting, anak sangat senang dan hatinya merasa puas memainkan alat

kelaminnya. Pada fase ini anak laki-laki menunjukkan sangat dekat

dan merasa mencintai ibunya (Oedipus complex), sebaliknya anak

perempuan sangat mencintai ayahnya (electra complex).

d. Kebutuhan Dasar Balita

Kebutuhan dasar untuk pertumbuhan dan perkembangan balita secara

umum dibagi menjadi tiga kebutuhan dasar, yaitu sebagai berikut


24

(Ronald, 2010, p.188): 1) Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh), meliputi:

pangan atau gizi, perawatan kesehatan dasar, imunisasi, pemberian

ASI, penimbangan yang teratur, dan pengobatan, pemukiman yang 19

layak, kebersihan perseorangan dan sanitasi lingkungan, pakaian,

rekreasi dan kesegaran jasmani. 2) Kebutuhan emosi atau kasih sayang

(Asih) Kasih sayang dari orang tua akan menciptakan ikatan yang erat

dan kepercayaan dasar untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras,

baik fisik, mental, dan psikososial. 3) Kebutuhan akan stimulasi

mental (Asah) Stimulasi mental mengembangkan perkembangan

kecerdasan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral etika,

produktivitas dan sebagainya.

e. Karakter Sifat Balita

Sifat-sifat yang khas tetap perlu di intervensi agar dapat menempati

porsinya yang pas dan memberi kesempatan kepada sifat lain yang

lebih baik untuk berkembang sebagai karakter, ada lima karakter sifat

pada balita yaitu (Indriyani, 2008, pp. 41–46): 1) Ergosentris Sifat

yang umumnya muncul pada usia 15 bulanan atau saat anak sudah

sadar akan dirinya (self awareness) ini disebabkan oleh

ketidakmampuan balita dalam melihat suatu hal dari sudut pandang

orang lain. 2) Suka perintah atau bossy Bossy sebenarnya masih

berhubungan dengan sifat ergosentris. Sifat ini merupakan kelanjutan

dari usia bayi dimana anak sebelumnya selalu ingin diperhatikan demi
25

mendapatkan apa yang diinginkan. 3) Agresif Sifat ini tampak sejak

usia bayi namun sering dijumpai pada usia batita terutama saat

keinginannya tidak dipahami oleh orang dewasa. 4) Pemalu

Umumnya, sifat pemalu anak yang karena pembawaan pribadi

diturunkan dari orang tua yang tidak suka bersosialisasi akan terbawa

sampai dewasa. Meskipun tidak ada dampak buruk namun akan

berakibat dalam mengembangkan diri dan beradaptasi dengan

lingkungan. 5) Penyendiri Sifat penyendiri pada anak balita selain

dikarenakan perkembangan kognitif dalam melihat sesuatu masih dari

sudut pandangnya sendiri.


26

BAB III
KERANGKA KONSEPTUL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual


Kerangka Konsep adalah penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang ingin di amati atau di ukur melaluhi penelitian yang akan
di lakukan (Notoatmodjo, 2016).
Variabel Independen Variabel Independen

Pemberian Makanan Kenaikan Berat Badan


Tambahan

Keterangan

: variabel Independen

: variabel Dependen

: Hubungan
27

Variabel penelitian ini merupakan suatu atribut, sifat atau nilai dari seseorang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2012). Dalam
penelitian ini akan diteliti dua variable yang terdiri dari:
a) Variabel Bebas (Independent) Variabel independent merupakan variable yang
nilainya menentukan variable lain. Dengan kata lain variabel independent
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen/terikat (Sugiyono, 2012). Pada penelitian ini
variabel independennya yaitu pengetahuan ibu tentang pemberian makanan
tambahan
b) Variabel Terikat (Dependent) Variabel dependen adalah variable yang
nilainya ditentukan oleh variabel lain. Dengan kata lain variabel dependen
adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat dari adanya variabel
bebas (Sugiyono, 2012). Pada penelitan ini yang menjadi variabel dependen
yaitu Kenaikan Berar Badan (BB)
3.2 Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Nol/H0( hipotesis statistik )
Tidak ada hubungan antara pemberian makanan tambahan terhadap terhadap
kenaikan Berat Badan (BB) pada masa pandemi di kelurahan Puskesmas
Bakunase
2. Hipotesis Alternatif/HA ( Hipotesis penelitian )
ada hubungan antara pemberiaan makanan tambahan dengan kenaikan Berat
Badan (BB) pada masa pandemi di kelurahan Bakunase, Puskesmas Bakunase

Anda mungkin juga menyukai