Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) atau makanan dan

minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24

bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. MP-ASI berupa makanan

padat atau cair yang diberikan secara bertahap sesuai dengan usia dan kemampuan

pencernaan bayi. Pada usia 6-24 bulan ASI hanya menyediakan 1/2 kebutuhan

gizi bayi. Dan pada usia 12-24 bulan ASI menyediakan 1/3 dari kebutuhan

gizinya. Sehingga MP-ASI harus diberikan pada saat bayi berusia 6 bulan

(Kemenkes RI, 2022).

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2022 sebesar

17% atau 98 juta anak di bawah lima tahun di negara berkembang mengalami

kurang gizi. Prevalensi tertinggi berada di wilayah Asia Selatan sebesar 30%,

diikuti Afrika Barat 21%, Osceania dan Afrika Timur 19%, Asia Tenggara dan

Afrika Tengah 16%, dan Afrika Selatan 12%. Status gizi kurang terus menjadi

permasalahan yang belum dapat diatasi dengan maksimal, prevalensi balita yang

mengalami gizi kurang karena berat badan anak tidak sesuai dengan tinggi

badannya (WHO, 2022).

Sasaran pembangunan pangan dan gizi dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMN) dan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi

(RAN-PG) adalah menurunkan prevalensi kekurangan gizi pada balita, termasuk

stunting. Beberapa program dan kegiatan pembangunan nasional telah dilakukan

1
2

untuk mendukung sasaran tersebut. Gerakan perbaikan gizi dengan fokus terhadap

kelompok 1000 hari pertama kehidupan pada tataran global disebut Scaling Up

Nutrition (SUN) dan di Indonesia disebut dengan Gerakan Nasional Percepatan

Perbaikan Gizi dalam Rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan (Bappenas, 2022).

Indonesia telah termasuk dalam negara dengan berpendapatan menengah,

dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 6,1% dan 6,4% tahun 2021 dan 2020.

Dalam kondisi krisis ekonomi dunia, Indonesia berhasil mempertahankan

pertumbuhan ekonomi tinggi diantara negara G-20 bersama-sama Tiongkok dan

India. Sementara itu sebagian besar sasaran Sustainable Development Goals

(SDGs) sudah dicapai atau hampir dicapai, yaitu sasaran untuk mengakhiri

kemiskinan dan kelaparan, mengurangi kesenjangan, meningkatkan kesehatan dan

pendidikan serta melindungi lingkungan. (Bappenas, 2022).

Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 prevalensi status gizi

balita stunted sebesar 27,7%, wasted sebesar 7,4% dan underweight sebesar

16,3%, sedangkan masalah gizi balita umur 0-23 bulan stunted sebesar 20,8%,

wasted sebesar 7,8% dan underweight sebesar 13,6% dan umur 0-59 bulan stunted

sebesar 24,4%, wasted sebesar 7,1% dan underweight sebesar 17,0% (SSGI,

2022).

Provinsi Aceh memiliki angka prevalensi keluarga gizi buruk dan kurang

pada tahun 2022 sebesar 22,4% yang terdiri dari 8,3% gizi buruk dan 14,1% gizi

kurang. Angka ini lebih tinggi 2,8% dengan angka prevalensi gizi berat dan

kurang secara nasional, yaitu 19,6%. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk

sebesar 22,4% di Provinsi Aceh masih termasuk dalam kategori tinggi. Sedangkan
3

berdasarkan sasaran SDG’s 2022 prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita

sebesar 15,5% (Dinkes Aceh, 2022).

Berdasarkan paparan Dinas Kabupaten Bireuen tahun 2022 pada

underweight sebesar 25,2%, stunting sebesar 34,4%, wasting sebesar 12,1%,

sedangkan gemuk sebesar 2,9% (Dinkes Bireuen, 2022). Sedangkan paparan data

Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen tahun 2022 pada underweight sebesar

12,8%, stunting sebesar 11,2%, wasting sebesar 6,7%, sedangkan gemuk sebesar

0,5% (Puskesmas Kota Juang, 2022).

Salah satu yang menjadi penyebab terjadinya kurang gizi pada balita

terutama pada anak usia 6-20 bulan adalah kurangnya pengetahuan tentang cara

pemeliharaan gizi dan mengatur makanan anak yang dalam hal ini terkait dengan

rendahnya mutu dan jumlah Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-

ASI merupakan makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi dalam proses

transisi dari ASI menuju ke makanan semi padat. Pemberian MP-ASI yang cukup

dalam hal kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan fisik dan

perkembangan kecerdasan anak. Hal ini dikarenakan setelah bayi berusia 6 bulan,

ASI hanya mampu memenuhi dua pertiga kebutuhan bayi (60%). Selanjutnya

sepertiganya didapatkan dari makanan lain yang adekuat baik dari segi jumlah

maupun kandungan gizinya (Supariasa, 2020).

Risiko pemberian MP-ASI sebelum usia enam bulan adalah kenaikan berat

badan yang terlalu cepat (risiko obesitas), alergi terhadap salah satu zat gizi yang

terdapat dalam makanan tersebut, mendapat zat-zat tambahan seperti garam dan

nitrat yang dapat merugikan. Asupan makanan/minuman selain ASI kepada bayi
4

sebelum usia 6 bulan juga dapat mengakibatkan bayi sering sakit dan memicu

timbulnya alergi karena imunitas yang menurun. Akibat-akibat tersebut dapat

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi (Oktafirnanda, 2018).

Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat di era globalisasi

saat ini tidak bisa dihindari lagi pengaruhnya terhadap dunia pendidikan. Video

merupakan media elektronik yang mampu menggabungkan teknologi audio dan

visual secara bersama sehingga menghasilkan suatu tayangan yang dinamis dan

menarik. Media video memiliki fungsi sebagai media pembelajaran yaitu fungsi

atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif dan fungsi kompensatoris. Fungsi atensi

yaitu media video dapat menarik perhatian dan mengarahkan konsentrasi audient

pada materi video. Media audio visual memiliki peningkatan yang signifikan

terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu tentang pemberian MP-

ASI, media ini dapat dijadikan acuan sebagai bahan untuk melakukan pembuatan

media promosi kesehatan atau penyuluhan (Kurniawati, 2021).

Peningkatan pengetahuan dengan menggunakan media audio visual

membuahkan hasil yang lebih baik, karena semakin banyak alat indra yang

digunakan untuk menerima dan mengolah informasi, informasi semakin

dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan. Pengetahuan pemberian makanan

pendamping ASI harus tepat waktu, artinya semua bayi harus mulai menerima

makanan selain ASI sejak 6 bulan, nilai gizi makanan pendamping harus

memenuhi kebutuhan anak yang tumbuh cepat; dan sesuai, artinya makanan harus

beragam, dari tekstur yang sesuai dan diberikan dalam jumlah yang cukup

(Supariasa, 2020).
5

Hasil penelitian Munianti (2019), dengan judul Penerapan Pendidikan

Kesehatan melalui Media Audio Visual untuk Meningkatkan Pengetahuan Ibu

tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi Usia 6-12 Bulan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan post test semua tingkat

pengetahuan partisipan masuk dalam kategori baik (100%). Dilihat dari hasil post

test bahwa terdapat tingkat keberhasilan setelah diberikan pendidikan kesehatan

melalui media audio visual yang pada awalnya tingkat pengetahuan partisipan

dalam kategori baik sebesar 80% (4 partisipan) mengalami peningkatan menjadi

100% (5 partisipan).

Hasil penelitian Lestari (2021), dengan judul Pendidikan Kesehatan

Dengan Media Video Dan Media E Booklet Meningkatkan Pengetahuan

Pemberian MP-ASI. Hasil penelitian ini menunjukan ada pengaruh pendidikan

kesehatan baik dengan media video maupun media e-booklet terhadap

pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan nilai p-value 0,000. Efektivitas

pendidikan kesehatan dengan media video dan e-booklet tidak berbeda secara

signifikan dengan hasil p-value >0,05. Meskipun tidak secara signifikan

pendidikan kesehatan dengan media video lebih efektif dibanding media e-booklet

dinilai dari mean rank selisih nilai pre dan post test 37,33 lebih tinggi dari 33,93.

Hasil penelitian Kurniawati (2021), dengan judul Pengaruh Edukasi

Nutrisi dengan Audiovisual terhadap Perilaku Pemberian MP-ASI Oleh Ibu dan

Pertumbuhan Anak Usia 6-24 Bulan. Hasil menunjukkan pemberian edukasi

nutrisi dengan audiovisual efektif dalam peningkatan pertumbuhan dan ada

pengaruh edukasi nutrisi dengan audiovisual dalam peningkatan pertumbuhan.


6

Dari hasil survei awal yang telah peneliti lakukan di Gampong Geudong-

Geudong Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen dengan melakukan

wawancara terhadap 11 ibu yang mempunyai bayi 6-12 bulan, didapatkan 7 ibu

didapatkan kurang paham tentang pola pemberian MP-ASI pada bayi, jenis MP-

ASI yang cocok bagi bayi dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian

MP-ASI dan usia yang tepat dalam pemberian MP-ASI pada bayi, hal ini

dikarenakan minimnya informasi yang didapatkan oleh ibu baik secara visual

maupun non visual. Sedangkan 4 ibu mengatakan paham tentang pola pemberian

MP-ASI pada bayi 6-12 bulan, karena ibu mendapatkan edukasi tentang MP-ASI

melalui media audio visual seperti youtube dan tiktok.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan Media Audio Visual Dengan Pengetahuan

Ibu Tentang MP-ASI Di Gampong Geudong-Geudong Kecamatan Kota

Juang Kabupaten Bireuen”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan penelitian terkait sebelum/terdahulu maka

yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan

media audio visual dengan pengetahuan ibu tentang MP-ASI di Gampong

Geudong-Geudong Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan media audio visual dengan pengetahuan ibu

tentang MP-ASI di Gampong Geudong-Geudong Kecamatan Kota Juang

Kabupaten Bireuen.
7

1.4. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dalam

memecahkan suatu masalah baik, bagi para peneliti maupun orang-orang atau

instansi yang menerapkan hasil penelitian tentang hubungan media audio

visual dengan pengetahuan ibu tentang MP-ASI di Gampong Geudong-

Geudong Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen.

b. Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dan dapat menambah pengetahuan

responden tentang hubungan media audio visual dengan pengetahuan ibu

tentang MP-ASI di Gampong Geudong-Geudong Kecamatan Kota Juang

Kabupaten Bireuen.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan untuk

referensi bagi pembacanya dan dapat digunakan sebagai bahan tambahan ilmu

pengetahuan tentang hubungan media audio visual dengan pengetahuan ibu

tentang MP-ASI di Gampong Geudong-Geudong Kecamatan Kota Juang

Kabupaten Bireuen.

d. Bagi Penelitian Lanjutan

Sebagai bahan referensi atau perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang

melakukan penelitian dengan topik yang beda mengenai hubungan media audio

visual dengan pengetahuan ibu tentang MP-ASI di Gampong Geudong-

Geudong Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen.


8

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Konsep Media Audio Visual

2.1.1. Pengertian Media Audio Visual

Media adalah manusia, benda, atau suatu kejadian yang dapat menciptakan

suasana dimana seseorang memperoleh pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap.

Media juga merupakan guru, buku, alat peraga, ataupun lingkungan yang terdapat

di sekitar kelas dan lain sebagainya. Istilah media secara khusus sering digunakan

untuk menyebutkan alat yang dapat dilihat dan yang dapat didengar, alat yang

dapat didengar (audio), alat yang dapat dilihat (visual) dan alat elektronik lainnya

(Yusfita, 2020).

Menurut Munadi (2018), media audio visual adalah media yang

melibatkan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses. Sifat

pesan yang dapat disalurkan baik berupa pesan verbal dan non verbal yang terlihat

seperti media audio visual, juga pesan verbal dan non verbal yang seperti media

audio diatas.

Media audio visual yaitu media yang audible dan visible yang

menggunakan indra pendengar dan melihat dikarenakan mengandung suara dan

gambar, sehingga memiliki kemampuan yang baik dikarenakan terdapat media

audio dan media visual. Media audio visual adalah alat untuk berkomunikasi yang

dapat digunakan untuk mendengar dan melihat. Media ini menyajikan informasi

yang dapat didengar serta dilihat secara langsung oleh individu. Penggunaan
9

media audio visual ini bertujuan untuk menjelaskan, memudahkan, serta

meningkatkan pesan dan informasi yang disampaikan (Darmayanti, 2021).

2.1.2. Jenis-Jenis Media Audio Visual

Menurut Darmayanti (2021), terdapat beberapa jenis media audio visual

adalah sebagai berikut:

a. Media audio visual murni

Media audio visual murni adalah media yang dilengkapi dengan alat yang

berisikan suara dan gambar dalam satu unit, seperti dibawah ini:

1) Film gerak suara, yaitu slide yang ditambah suara,

2) Televisi, yaitu program video yang betujuan untuk mendidik, dan

3) Video, yaitu media yang terdapat gerak, gambar, dan suara.

b. Media audio visual tidak murni

1) Lide, yaitu cahaya transparan yang disajikan menggunakan proyektor.

Biasanya ukuran lide ini 2x2 atau 3x3 sm.

2) OHP (Overhead Projektor), yaitu sebuah media yang digunakan untuk

menyajikan materi-materi visual yang dibuat di atas lembar yang transparan.

2.1.2. Kelebihan dan Kekurangan Media Audio Visual

Menurut Yusfita (2020), ada beberapa kelebihan dan kekurangan

penggunaan media audio visual dalam proses pemberian materi kepada

masyarakat diantaranya:
10

a. Kelebihan Media Audio Visual

1) Media audio visual dapat memberikan pengalaman belajar yang tidak

mungkin dapat dipelajari secara langsung.

2) Media audio visual memungkinkan belajar lebih bervariasi sehingga dapat

menambah motivasi dan gairah belajar.

3) Dalam batasan tertentu media audio visual dapat berfungsi sebagai sumber

belajar, yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk belajar secara mandiri

tanpa sepenuhnya tergantung pada kehadiran tutor.

b. Kekurangan Media Audio Visual

1) Pengadaannya memerlukan biaya mahal.

2) Tergantung pada energi listrik sehingga tidak dapat dihidupkan di segala

tempat.

3) Sifat komunikasi searah, sehingga tidak dapat memberi peluang untuk

terjadinya umpan balik.

2.1.2. Langkah-Langkah Menggunakan Media Audio Visual

Menurut Darmayanti (2021), media audio visual memiliki langkah-

langkah dalam penggunaannya yaitu:

a. Persiapan

Kegiatan yang dilakukan oleh guru pada saat persiapan yaitu, 1) membuat

rencana pelaksanaan pembelajaran, 2) mempelajari buku petunjuk penggunaan

media, 3) menyiapkan dan mengatur peralatan media yang digunakan.


11

b. Pelaksanaan/Penyajian

Pada saat melaksanakan pembelajaran menggunakan media audio visual, tutor

perlu mempertimbangkan seperti, 1) memastikan media dan semua peralatan

telah lengkap dan siap digunakan, 2) menjelaskan tujuan yang akan dicapai, 3)

menjelaskan materi pelajaran kepada masyarakat selama proses pembelajaran

berlangsung, 4) menghindari kejadian-kejadian yang dapat mengganggu

konsentrasi masyarakat.

c. Tindak Lanjut

Aktivitas ini dilakukan untuk memantapkan pemahaman masyarakat tentang

materi yang telah disampaikan menggunakan media audio visual. Di samping

itu aktivitas ini bertujuan untuk mengukur efektivitas pembelajaran yang telah

dilaksanakan. Kegiatan yang bisa dilakukan di antaranya diskusi, observasi,

eksperimen, latihan dan tes adaptasi.

2.2. Konsep Pengetahuan

2.2.1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Riyanto (2018), pengetahuan adalah segala sesuatu yang

diketahui dan diperoleh seseorang dari persentuhan panca indera terhadap objek

tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat,

mendengar, merasakan, dan berfikir yang menjadi dasar manusia dan bersikap dan

bertindak. pengetahuan merupakan ingatan atas bahan-bahan yang telah dipelajari,

dilihat, didengar sebelumnya.

Pengetahuan sebagai reaksi pada manusia dengan semua rangsangan yang

terjadi di alat untuk melakukan indera penginderaan jauh pada objek tertentu.
12

Semakin banyak aspek positif dari objek diketahui maka menimbulkan sikap

makin positif terhadap objek tersebut (Pudjawidjana, 2019). Menurut Mubarak

(2019), pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui berdasarkan

pengalaman manusia itu sendiri dan pengetahuan akan bertambah sesuai dengan

proses pengalaman yang dialaminya.

Pengetahuan sebagai reaksi pada manusia dengan semua rangsangan yang

terjadi di alat untuk melakukan indera penginderaan jauh pada objek tertentu.

Semakin banyak aspek positif dari objek diketahui maka menimbulkan sikap

makin positif terhadap objek tersebut (Widiyaningsih, 2020).

2.2.2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Widiyaningsih (2020), tingkat pengetahuan dijelaskan sebagai

berikut:

a. Tahu (Know)

Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang pernah dipelajari

sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “Tahu” ini

adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebut contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang telah dipelajari.


13

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

di pelajari pada situasi atau kondisi riil. Aplikasi diartikan aplikasi atau

pengguna hukum-hukum, rumus, metode dan sebagainya dalam konteks dan

situasi yang lain. Misalnya dapat merumuskan statistik dalam perhitungan hasil

penelitian, dapat digunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan (Solving Cycle)

didalam pemecahan kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisa (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan (membuat

bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

yang ada, misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang


14

telah ada. Misalnya dapat dibandingkan antara anak-anak yang kurang gizi dan

sebagainya.

2.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak (2019), pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya:

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan bahwa

sebuah visi pendidikan yaitu untuk mencerdaskan manusia.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang mendapatkan pengalaman

dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

c. Pengalaman

Pengalaman merupakan sebuah kejadian atau peristiwa yang pernah dialami

oleh seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

d. Usia

Umur seseorang yang bertambah dapat membuat perubahan pada aspek fisik

psikologis, dan kejiwaan. Dalam aspek psikologis taraf berfikir seseorang

semakin matang dan dewasa.

e. Minat

Minat merupakan suatu bentuk keinginan dan ketertarikan terhadap sesuatu.

Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada

akhirnya dapat diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.


15

f. Paparan informasi

RUU teknologi informasi mengartikan informasi sebagai suatu teknik untuk

mengumpulkan, menyiapkan, dan menyimpan, manipulasi, mengumumkan,

menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan maksud dan tujuan tertentu

yang bisa didapatkan melalui media elektronik maupun cetak.

g. Media

Contoh media yang didesain secara khusus untuk mencapai masyarakat luas

seperti televisi, radio, koran, majalah dan internet.

2.2.4. Cara Mengukur Pengetahuan

Menurut Arikunto (2018), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

dengan memberikan seperangkat alat tes/kuesioner yang sudah tersusun dengan

baik, sudah matang dimana responden tinggal memberikan jawaban atau dengan

memberikan tanda-tanda tertentu atau dapat dilakukan secara wawancara

terpimpin untuk mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari

seseorang sasaran penelitian (responden) atau bercakap-cakap berhadapan muka

dengan orang tersebut (face to face) tentang objek pengetahuan yang mau diukur,

selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing

pertanyaan. Adapun kriteria jawaban dari pengetahuan dapat diinterpretasikan

acuan sebagai berikut:

a. Tinggi, bila responden dapat menjawab dengan benar (76-100%) dari seluruh

pertanyaan yang diberikan.

b. Sedang, bila responden dapat menjawab dengan benar (56-75%) dari seluruh

pertanyaan yang diberikan.


16

c. Rendah, bila responden dapat menjawab dengan benar (<56%) dari seluruh

pertanyaan yang diberikan.

2.3. Konsep Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

2.4.1. Pengertian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan tambahan yang

diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan.

Jadi selain Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), ASI-pun harus tetap diberikan

kepada bayi, paling tidak sampai usia 24 bulan, peranan Makanan Pendamping

ASI (MP-ASI) sama sekali bukan untuk menggantikan ASI melainkan hanya

untuk melengkapi ASI jadi dalam hal ini Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

berbeda dengan makanan sapihan diberikan ketika bayi tidak lagi mengkonsumsi

ASI (Krisnatuti, 2018).

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan tambahan yang

diberikan pada bayi setelah usia 6 bulan. Jika Makanan Pendamping ASI (MP-

ASI) diberikan terlalu dini (sebelum usia 6 bulan) akan menurunkan

konsumsi ASI dan bayi bisa mengalami gangguan pencernaan. Namun sebaliknya

jika Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) diberikan terlambat akan

mengakibatkan bayi kurang gizi, bila terjadi dalam waktu panjang (Hendra,

2020).

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan proses perubahan dari

asupan susu menuju ke makanan semi padat. Hal ini dilakukan karena bayi

membutuhkan lebih banyak gizi. Bayi juga ingin berkembang dari refleks
17

menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk cairan semi padat dengan

memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke belakang (Indiarti, 2020).

2.3.2. Tujuan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Menurut Djitowiyono (2020), adapun tujuan pemberian Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) akan memberikan manfaat yang baik untuk bayi,

karena pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) memiliki tujuan sebagai

berikut:

a. Melengkapi zat gizi ASI yang sudah berkurang.

b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam- macam

makanan dengan berbagai rasa dan bentuk.

c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.

d. Mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi .

2.3.3. Macam-Macam Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Menurut Aminah (2019), secara umum ada dua jenis Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI), yaitu:

a. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pabrik yaitu Makanan Pendamping ASI

(MP-ASI) hasil pengolahan pabrik yang biasanya sudah dikemas /instan,

sehingga ibu tinggal menyajikan atau mengolah sedikit untuk diberikan kepada

bayi.

b. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) lokal yaitu Makanan Pendamping ASI

(MP-ASI) buatan rumah tangga atau hasil olahan posyandu, dibuat dari bahan-

bahan yang sering ditemukan disekitar rumah sehingga harganya terjangkau.

Sering juga disebut Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dapur ibu, karena
18

bahan-bahan yang akan dibuat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di olah

sendiri.

2.3.4. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemberian Makanan


Pendamping ASI (MP-ASI)

Menurut Maryunani (2020), Pemberian MP-ASI harus dilakukan dengan

benar. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian MP-ASI kepada bayi

adalah sebagai berikut:

a. Perhatikan kebersihan alat makan.

b. Membuat makanan secukupnya.

c. Berikan makanan dengan sebaik-baiknya.

d. Ajak makan bersama anggota keluarga lain.

e. Jangan memberi makan dekat dengan waktu makan.

f. Makanan berlemak menyebabkan rasa kenyang yang lama.

2.3.5. Kerugian Akibat Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Menurut Soetjiningsih (2019), kerugian akibat pemberian Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) bagi bayi, adalah:

a. Diare

Sebelum usia 6 bulan, fungsi saluran pencernaan bayi belum siap atau mampu

mengolah makanan. Ketika ada makanan masuk, maka saluran pencernaannya

akan mengalami gangguan yang ditandai dengan diare atau susah buang air

besar. Diare yang dialami oleh bayi dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi.

b. Obesitas
19

Ketika bayi lebih dini diperkenalkan dengan MP-ASI, maka selanjutnya bisa

jadi bayi memiliki pola makan yang tidak sesuai dengan tubuhnya kebutuhan

energinya. Bayi akan terbiasa dengan makan banyak atau berlebihan. Inilah

yang membuat bayi berisiko menjadi gemuk atau obesitas.

c. Alergi

Pada saat bayi berusia di bawah 6 bulan, sel-sel di sekitar usus bayi belum siap

untuk menghadapi unsur-unsur atau zat makanan yang dikonsumsinya.

Hasilnya, makanan yang masuk tersebut dapat menimbulkan reaksi imun,

sehingga dapat terjadi reaksi alergi akibat makanan yang dikonsumsinya.

Sebaliknya, bayi yang diberikan MPASI setelah usia bayi 6 bulan risiko alergi

akibat makanan lebih rendah.

d. Kram Usus

Sebelum sistem pencernaan bayi matang dan optimal maka pada saat itu

saluran pencernaan bayi belum siap untuk mencerna makanan, namun dipaksa

untuk mengolah MP-ASI maka menyebabkan kram usus. Saat terjadi kram

usus atau biasa disebut kolik usus, bayi mungkin akan menangis lama, menjerit

sambil menggerakkan tangan dan kaki.

2.3.6. Syarat-Syarat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Menurut Krisnatuti (2018), makanan tambahan untuk bayi harus

mempunyai sifat fisik yang baik yaitu rupa dan aroma yang layak. Selain itu,

dilihat dari segi kepraktisan, makanan bayi sebaiknya mudah disiapkan dengan

waktu pengalahan yang singkat. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) harus

memenuhi persyaratan khusus tentang jumlah zat-zat gizi yang diperlukan bayi
20

seperti protein, energi, lemak, vitamin, mineral dan zat-zat tambahan lainnya

dengan kriteria sebagai berikut:

a. Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi.

b. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral

yang cocok.

c. Dapat diterima oleh alat pencernaan yang baik.

d. Harga relatif murah.

e. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal.

f. Bersifat pada gizi.

g. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah yang

sedikit kandungan serat kasar yang terlalu banyak justru akan mengganggu

pencernaan bayi.
21

2.4. Kerangka Teori

Berdasarkan landasan teori, kerangka teori dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Jenis Media Audio Visual:


a. Film gerak suara
b. Televisi
c. Video
(Darmayanti, 2021) - Pernah
Media Audio Visual - Tidak Pernah

Faktor Yang Mempengaruhi


Pengetahuan:
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Pengalaman
- Usia
- Minat - Tinggi
Pengetahuan
- Paparan informasi - Sedang
Ibu Tentang MP-ASI
- Media - Rendah
(Mubarak, 2019)

Skema 2.1
Kerangka Teori
Modifikasi dari Darmayanti (2021) dan Mubarak (2019).

Keterangan:

: Yang diteliti
: Yang tidak diteliti
22

BAB III

KERANGKA DAN METODELOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-

konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang dilakukan.

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang hubungan

media audio visual dengan pengetahuan ibu tentang MP-ASI di Gampong

Geudong-Geudong Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen. Berdasarkan

permasalahan yang ingin di capai dan dari kerangka konsep yang ada maka dapat

di gambarkan kerangka konsep sebagai berikut:

Variabel Independent Variabel Dependent

Pengetahuan Ibu
Media Audio Visual
Tentang MP-ASI

Skema 3.1.
Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara berdasarkan pada teori yang

belum dibuktikan dengan data atau fakta. Pembuktian dilakukan dengan pengujian

hipotesis melalui uji statistik (Masturoh, 2018). Adapun hipotesis dalam

penelitian ini yaitu:


23

Ha : Ada hubungan media audio visual dengan pengetahuan ibu tentang MP-

ASI di Gampong Geudong-Geudong Kecamatan Kota Juang Kabupaten

Bireuen.

3.3. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Skala


Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Penelitian Operasional Ukur
Variabel Independen
1 Media Audio Media yang Penyebaran Kuesioner Ordinal - Pernah
Visual melibatkan Kuesioner - Tidak
indera Pernah
pendengaran
dan penglihatan
sekaligus dalam
satu proses.
Variabel Dependen
2 Pengetahuan Segala sesuatu Penyebaran Kuesioner Ordinal - Tinggi, 76-
Ibu Tentang yang diketahui Kuesioner 100
Pemberian oleh ibu tentang - Sedang, 56-
MP-ASI pemberian MP- 75
ASI pada bayi - Rendah,
usia 6-12 bulan. <56
3.5.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian dapat ditarik kesimpulannya (sintesis) (Masturoh, 2018).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi usia 6-12

bulan di Gampong Geudong-Geudong Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen

yang berjumlah sebanyak 114 responden.

3.5.2. Sampel
24

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang secara nyata diteliti dan ditarik kesimpulan (Masturoh, 2018).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total

sampling yaitu seluruh ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan di Gampong

Geudong-Geudong Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen yang berjumlah

sebanyak 114 responden.

3.6. Tempat dan Waktu Penelitian

3.6.1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian telah dilakukan di Gampong Geudong-Geudong

Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen.

3.6.2. Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 01 sampai dengan 07 Agustus

2023.

3.7. Etika Penelitian

Adapun etika penelitian melibatkan responden yang terlibat secara sadar

dan tanpa paksaan. Peneliti menerapkan prinsip-prinsip etik dalam melakukan

penelitian ini, yang berguna untuk melindungi responden dari berbagai

kekhawatiran dan dampak yang mungkin timbul selama kegiatan penelitian.

Prinsip-prinsip etik tersebut meliputi:

a. Otonomi (autonomy)

Sebelum dilakukan pengumpulan data, peneliti menjelaskan semua informasi

terkait penelitian kepada responden, seperti tujuan penelitian, asal dan identitas
25

peneliti, responden juga mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan berupa

penjelasan atas ketidaknyamanan yang mungkin terjadi dan dijelaskan bahwa

dalam penelitian ini tidak ada resiko apapun yang akan terjadi pada responden.

Setelah diberi penjelasan, responden diberi kebebasan untuk memutuskan

keterlibatannya dalam kegiatan penelitian termasuk apabila responden ingin

mengundurkan diri ketika kegiatan penelitian sedang berlangsung (self

determinan). Kesediaan responden dibuktikan dengan pendatangan surat

persetujuan menjadi responden. Peneliti bertanya apa setuju untuk dijadikan

sebagai objek penelitian, maka peneliti memberikan surat persetujuan menjadi

responden untuk ditandatangani oleh responden.

b. Berbuat baik (beneficence)

Dalam penelitian ini responden diberikan kuesioner dan meminta untuk

mengisinya, jika dinilai tidak memungkinkan mengisi kuesioner maka peneliti

akan langsung mengambil alih pengisian dengan menanyakan pada responden

dan mengisi jawaban yang diberikan oleh responden.

c. Keadilan (justice)

Selama proses penelitian berlangsung semua responden akan mendapatkan

perlakuan yang sama tidak membedakan suku, kasta, miskin dan kaya, baik

secara bahasa maupun perlakuan.

d. Tidak merugikan

Peneliti meminimalkan dampak yang merugikan responden. Oleh karena itu,

Peneliti bersifat sukarela dan tidak ada unsur paksaan secara langsung maupun

tidak langsung dari peneliti kepada calon responden yang akan diteliti.
26

e. Kejujuran (veracity)

Responden berhak mendapatkan semua informasi tentang penelitian ini secara

jujur dari peneliti. Selama melakukan penelitian, peneliti menjelaskan kepada

responden bahwa peneliti ini dilakukan untuk menambah ilmu bagi peneliti dan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan.

f. Kerahasiaan (confideanlity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi

responden, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode tertentu (anonymity).

Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin peneliti dan data

yang diperoleh hanya digunakan untuk peneliti ini saja.

g. Akuntabilitas

Penelitian ini dibuat sesuai standar penelitian dan dapat di pertanggung

jawabkan di Gampong Geudong-Geudong Kecamatan Kota Juang Kabupaten

Bireuen.

3.8. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa

kuesioner tidak baku yang diadopsi oleh peneliti dari teori-teori berdasarkan

tinjauan pustaka. Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagian A
27

Identitas responden adalah yang terdiri dari inisial responden, umur ibu,

pendidikan ibu, pekerjaan ibu, umur bayi dan jenis kelamin bayi.

b. Bagian B

Kuesioner yang digunakan pada media audio visual dengan jumlah pernyataan

sebanyak 1 pertanyaan langsung kepada responden, dengan kategori:

1) Pernah, bila ibu pernah menggunakan media audio visual tentang pemberian

MP-ASI.

2) Tidak Pernah, bila ibu tidak pernah menggunakan media audio visual

tentang pemberian MP-ASI.

c. Bagian C

Kuesioner yang digunakan pada pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI

berupa kuesioner baku yang dikembangkan oleh Taufikur (2022), jumlah

pernyataan sebanyak 15 pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman.

Untuk setiap pernyataan penulis membuat skor, jika menjawab “Benar” diberi

nilai 1 dan jika menjawab “Salah” diberi nilai 0. Kriteria penilaian pengetahuan

ibu tentang MP-ASI yaitu:

1) Tinggi, bila responden dapat menjawab dengan benar (76-100%) dari

seluruh pertanyaan yang diberikan.

2) Sedang, bila responden dapat menjawab dengan benar (56-75%) dari

seluruh pertanyaan yang diberikan.

3) Rendah, bila responden dapat menjawab dengan benar (<56%) dari seluruh

pertanyaan yang diberikan.

3.9. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data terdiri dari :


28

a. Tahap Persiapan

Persiapan pengumpulan data dilakukan melalui prosedur Administrasi

dengan cara mendapat izin dari Ketua STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe

dan izin dari Kepala Gampong Geudong-Geudong Kecamatan Kota Juang

Kabupaten Bireuen.

b. Tahap Pengumpulan Data

Peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian ini sebagai berikut:

1) Setelah mendapatkan surat izin untuk melaksanakan penelitian dari Kepala

Gampong Geudong-Geudong Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen,

peneliti akan menemui responden dan memperkenalkan diri serta

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang ingin dilakukan dan peneliti

akan meminta responden menandatangani surat persetujuan menjadi

responden.

2) Langkah selanjutnya peneliti membagikan kuesioner satu orang satu

rangkap. Peneliti akan menjelaskan bagaimana tata cara pengisian kuesioner

kepada responden yang dibantu oleh dua orang enumerator yang telah

peneliti jelaskan sebelumnya pada enumerator tersebut supaya asumsinya

sama. Adapun enumerator dalam melakukan penelitian ini adalah mahasiswi

STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe.

3) Setelah pengisian lembar kuesioner selesai, maka peneliti melakukan tahap

cleaning data untuk mengategorikan setiap item di lembar kuesioner.

4) Kemudian peneliti kembali ke Kepala Gampong Geudong-Geudong

Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen untuk mendapatkan surat


29

keterangan setelah selesai melakukan penelitian.

3.10. Pengolahan Data

Menurut Masturoh (2018), pengolahan data merupakan proses yang sangat

penting dalam penelitian. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan baik dan benar.

Pengolahan data dilakukan secara manual yaitu melalui tahap:

a. Memeriksa data (Editing)

Peneliti menyeleksi atau memeriksa ulang kelengkapan pengisian kuesioner

dari pertanyaan yang ada sehingga tidak ada kuesioner yang terbuang.

Kuesioner diurutkan sesuai dengan nomor responden yang ada didalam kertas

kuesioner. Proses ini untuk melihat apakah semua data sudah diisi sesuai

petunjuk serta tidak ada kesalahan dalam pengisian kuesioner saat penelitian

berlangsung.

b. Pengkodean (Coding)

Setelah semua data yang ada pada kuesioner lengkap, peneliti melakukan

coding terhadap semua jawaban atau informasi responden. Peneliti

memberikan kode jawaban secara angka atau kode sehingga lebih mudah dan

sederhana pada saat pengolahan data dilakukan.

c. Proses pemasukan data (Processing)

Dalam proses ini, peneliti memasukkan data kedalam master tabel. Semua data

dimasukkan secara cermat sampai nomor responden terakhir. Entri data ini

dilakukan dengan mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak pada master tabel

sesuai dengan jawaban masing-masing.


30

d. Tabulasi (Tabulating)

Peneliti mengelompokkan responden berdasarkan kategori yang telah dibuat

untuk variabel yang diukur dan ditampilkan dalam bentuk tabel. Peneliti

memisahkan untuk tabel karakteristik responden, analisis univariat dan analisis

bivariat supaya lebih mudah dipahami bagi yang membaca.

3.11. Analisa Data

3.11.1. Analisa Univariat

Menurut Sulistyaningsih (2018), analisa univariat tidak menggunakan

perhitungan yang bersifat menguji tetapi hanya berdasarkan distribusi disetiap

variabel yang digunakan untuk perhitungan hasil ukur yang kemudian

dipersentasekan dengan menggunakan rumus yaitu :

f
P = x100%
N

Keterangan :

P : Presentase

f : Frekuensi yang teramati

N : Jumlah responden seluruh yang terobservasi

3.11.2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dengan menggunakan uji x2 (chi square) dengan tingkat

penerimaan <0,05 (p≤0,05) analisa dilakukan dengan bantuan komputerisasi.

Analisis bivariat menggunakan uji chi-square dengan rumus sebagai berikut:


2
(O−E)
X =∑
2
E
31

Keterangan :

X2 : NilaiChi-Square

O : Frekuensi yang diamati

E : Frekuensi yang diharapkan

Adapun ketentuan yang dipakai dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jika hasil uji statistik p > 0,05, maka dapat disimpulkan hasil pengujian tidak

ada hubungan .

b. Jika hasil uji statistik p ≤ 0,05, maka dapat disimpulkan hasil pengujian ada

hubungan.

Menurut Muhammad (2018), maka akan digunakan ketetapan:

a. Bila pada tabel 2×2 dijumpai nilai E (harapan) kurang dari 5, maka uji yang

digunakan adalah Fisher Exact

b. Bila pada tabel 2×2, dan tidak dijumpai nilai E kurang dari 5, maka uji yang

digunakan adalah Continuity Correction.

c. Bila pada tabel lebih dari 2×2, misalnya 2×3, 3×3, dan lain-lain, maka uji yang

digunakan Pearson Chi-Square.

d. Bila pada tabel contingency 3x2 ada sel dengan nilai frekuensi harapan (e)

kurang dari 5, maka akan dilakukan merger sehingga menjadi tabel

contingency 2x2.

Anda mungkin juga menyukai