Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia saat ini memiliki masalah gizi ganda salah satunya yaitu gangguan

pertumbuhan yang terjadi akibat dimana kondisi kekurangan gizi. Kekurangan

gizi pada bayi merupakan manifestasi dari kekurangan zat gizi kronis. Prevalensi

gizi kurang pada bayi di Indonesia cukup mengkhawatirkan secara nasional.

Prevalensi gizi kurang pada tahun 2018 sebesar 30% World Health Organization

(WHO) telah menetapkan angka masalah kesehatan masyarakat yaitu tidak

melebihi 20%. Indonesia termasuk dalam negara yang bermasalah dengan

kesehatan masyarakat. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun

2018 menunjukkan kasus kekurangan gizi kurang pada bayi berdasarkan indeks

berat badan umur (BB/U) meliputi kategori berat badan sangat kurang dan berat

badan kurang (Zogara,2020).

Masalah gizi kurang masih menjadi masalah utama di Indonesia. Hal ini dapat

terjadi karena dengan masih ditemukannya kasus gizi kurang pada bayi di

berbagai daerah. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi bayi

adalah asupan. Status gizi seseorang merupakan gambaran apa yang

dikonsumsinya saat ini (Lestari,2019). Bayi dengan usia 4 – 24 bulan memperoleh

kecukupan gizi nya dari Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping ASI (MP-

ASI). Gizi sangat berperan dalam tumbuh kembang anak. Tujuan pemberian gizi

yang baik merupakan mencapai tumbuh kembang anak yang adekuat

(Zogara,2020). Pada bayi kekurangan gizi akan dapat menimbulkan gangguan

pertumbuhan dan perkembangan anak yang apabila tidak diatasi dengan secara

dini akan dapat berlanjut hingga dewasa. Usia 0 – 24 bulan merupakan masa kritis
anak dalam pertumbuhan dan perkembangan. Karena dimasa inilah periode

tumbuh kembang anak yang paling optimal baik untuk intelegensi maupun

fisiknya. Periode ini dapat terwujud apabila anak mendapatkan asupan gizi sesuai

dengan kebutuhannya secara optimal (Soetjiningsih,2017).

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman

yang mengandung zat gizi selain dari ASI. Hal ini dapat dikarenakan ASI hanya

mampu memenuhi duapertiga dari kebutuhan bayi pada usia 6 – 9 bulan, dan pada

usia 9 – 12 bulan dapat memenuhi dari setengah kebutuhan bayi. Dalam

pemberian MP-ASI yang sangat perlu diperhatikan adalah usia pemberian MP-

ASI, jenis pemberian MP-ASI, frekuensi pemberian MP-ASI, porsi pemberian

MP-ASI dan cara pemberian MP-ASI pada tahap awal. Usia dibawah dua tahun

masa yang sangat penting sekaligus masa kritis dalam proses tumbuh kembang

bayi baik fisik maupun kecerdasan, oleh karena itu setiap bayi berusia 6 – 12

bulan harus memperoleh asupan gizi sesuai dengan kebutuhannya. Hasil survey

berdasarkan penelitian (Winny,2019) mengemukakan bahwa salah satu penyebab

terjadinya gangguan tumbuh kembang bayi usia 6 – 12 bulan di Indonesia adalah

rendahnya mutu makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) dan tidak sesuai

pola asuh yang diberikan sehingga beberapa zat gizi tidak dapat mencukupi

kebutuhan gizi bayi terutama zat besi (Fe) dan (Zn).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO,2019) menyatakan

sekitar 32% bayi di negara – negara berkembang menderita gizi kurang dan 10%

menderita berat badan kurang hal ini dapat disebabkan oleh MP-ASI yang tidak

optimal dan salah satu penyebab langsung terjadinya kekurangan gizi pada bayi
terutama pada bayi usia 6 – 12 bulan adalah praktik pemberian MP-ASI yang

secara tidak optimal.

Prevalensi bayi berat badan kurang menurut umur di Jawa Timur sebesar

15,8%. Di Kabupaten Sidoarjo untuk prevalensi bayi berat badan kurang menurut

umur sebesar 17,8% (SSGI,2022). Untuk wilayah kerja Puskesmas Buduran

merupakan wilayah dengan prevalensi bayi berat badan kurang menurut umur

yang tertinggi

Anda mungkin juga menyukai