Anda di halaman 1dari 3

Nama:siti hazra

NIM: E10022040

Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk Mencegah

Terjadinya Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan)

Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang dihadapi di dunia,
khususnya di negara-negara miskin dan berkembang. WHO mengusulkan target global penurunan
kejadian stunting pada anak dibawah usia lima tahun sebesar 40 % pada tahun 2025, namun diprediksikan
hanya 15-36 negara yang memenuhi target tersebut.

Anak-anak yang terhambat pertumbuhannya sebelum berusia 2 tahun memiliki hasil yang lebih
buruk dalam emosi dan perilakunya pada masa remaja akhir (Walker et al 2007). Tujuan 1 dan 4
difokuskan pada penurunan kelaparan dan kematian balita, tetapi tidak ada indikator khusus untuk
stunting dalam taujuan tersebut (Unicef, 2013; Cobham et al, 2013).

Faktor determinan dan dampak stunting Permasalah gizi adalah permasalahan dalam siklus
kehidupan, mulai dari kehamilan, bayi, balita, remaja, sampai dengan lansia. Di negara
berkembang,kurang gizi pada pra-hamil dan ibu hamil berdampak pada lahirnya anak yang IUGR dan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Kondisi IUGR hampir separuhnya terkait dengan status gizi ibu,
yaitu berat badan (BB) ibu pra-hamil yang tidak sesuai dengan tinggi badan ibu atau bertubuh pendek,
dan pertambahan berat badan selama kehamilannya (PBBH) kurang dari seharusnya. Ibu hamil yang
pendek membatasi aliran darah rahim dan pertumbuhan uterus, plasenta dan janin sehingga akan lahir
dengan berat badan rendah (Kramer, 1987).

SUN movement merupakan upaya global dari berbagai negara dalam rangka memperkuat
komitmen dan rencana aksi percepatan perbaikan gizi, khususnya penanganan gizi sejak 1. Gerakan ini
merupakan respon negara-negara di dunia terhadap kondisi status gizi di sebagian besar negara
berkembang dan akibat kemajuan yang tidak merata dalam mencapai Tujuan Pembangunan
Milenium/MDGs (Goal 1) (Republik Indonesia, 2012).

Intervensi spesifik adalah tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan khusus
untuk kelompok 1000 hari pertama kehidupan (HPK) dan bersifat jangka pendek. Pada awal tahun 2013,
terdapat 33 negara SUN bagi 59 juta anak stunting yang mewakili sekitar sepertiga dari semua anak
stunting di dunia. Untuk intervensi pengurangan stunting jangka panjang, harus dilengkapi dengan
perbaikan dalam faktor-faktor penentu gizi, seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, beban penyakit,
dan kurangnya pemberdayaan perempuan (Bhutta, 2008).

Kesimpulan

Masalah stunting merupakan permasalahan gizi yang dihadapi dunia khususnya negara-negara
miskin dan berkembang. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada balita.
Secara global kebijakan yang dilakukan untuk penurunan kejadian stunting difokuskan pada kelompok
1000 hari pertama atau yang disebut dengan Scaling Up Nutrition.
FAKTOR-FAKTOR RESIKO PENYEBAB TERJADINYA

STUNTING PADA BALITA USIA 23-59 BULAN

Stunting merupakan masalah kekurangan gizi kronis yang terjadi pada balita yang menyebabkan
balita pendek dan terjadi retardasi pertumbuhan linear (RPL) yang selanjutnya dapat berdampak pada
kesehatan secara lahiriah, namun meliputi kesehatan jiwa dan emosi, bahkan kecerdasan atau
intelektualnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis hubungan faktor-faktor resiko
penyebab terjadinya stunting pada balita usia 23-59 bulan di desa Panduman.

Menurut WHO prevalensi stunting menjadi masalah kesehatan jika prevalensinya lebih dari 20%
(Riskesdas,2013) dan prevalensi stunting ini masih jauh dari Indikator pencapaian gerakan seribu hari
pertama kehidupan tahun 2025 yaitu menurunkan jumlah anak usia dibawah lima tahun yang stunting
sebesar 9%. Faktor langsung yang berhubungan dengan stunting diantaranya asupan nutrisi makanan dan
status kesehatan.Penelitian Stephenson et al (2010) di Kenya dan Nigeria menjelaskan bahwa asupan
protein yang tidak adekuat pada anak usia 2-5 berhubungan dengan kejadian stunting7.

Status Imunisasi sebagai indikator kontak pelayanan kesehatan berdasarkan penelitian didapatkan
anak yang tidak mendapatkan imunisasi rentan terjadi sakit dan memiliki hubungan signifikan dengan
kejadian stunting. Penelitian Oktarina 2014 di Sumatra menyebutkan bahwa Balita yang berasal dari
keluarga dengan status ekonomi rendah memiliki resiko 2 kali mengalami stunting dibanding balita dari
keluarga dengan status ekonomi tinggi (Stephenson et al, 2010) Upaya yang telah dilakukan oleh
pemerintah Indonesia untuk mengurangi masalah gizi pada bayi dan balita adalah pemberian ASI
eksklusif dengan suplementasi zat gizi mikro pada anak.

Kehamilan dengan umur kehamilan 20-35 tahun merupakan masa aman karena kematangan organ
reproduksi dan mental untuk menjalani kehamilan serta persalinan sudah siap Pada usia < 20> 35 tahun
terjadi penurunan reproduktif (Cunningham,2006).Oleh karena itu diperlukannya upaya pencegahan
dengan menetapkan dan/atau memperkuat kebijakan untuk meningkatkan intervensi gizi ibu dan
kesehatan mulai dari masa remaja (WHO, 2014).Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan gizi
perlu mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas agar ibu tersebut dapat menjalani
kehamilannya dengan sehat (Kemenkes RI, 2012).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sartono (2013) yang juga
menunjukan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kekurangan energi kronis pada
kehamilan (KEK) dengan kejadian stunting Riwayat pemberian ASI Eksklusif sebagian besar balita di
desa Panduman telah mendapatkan ASI eksklusif, hanya sebesar 19,6 % yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif, namun dari balita dengan riwayat ASI tidak eksklusif tersebut sebagian besar jatuh dalam
kondisi stunting. Penelitian di Kenya dan Nigeria pada anak usia 2-5 tahun menunjukkan asupan protein
yang tidak adekuat berhubungan dengan kejadian stunting (Stephenson. Milman et al (2005)
mengemukakan bahwa status imunisasi menjadi underlying factor dalam kejadian stunting pada anak usia
<5 tahun.
MASALAH GIZI PADA IBU HAMIL

Tujuan penulisan untuk membahas tentang masalah-masalah gizi yang rentan terjadi pada ibu
hamil. Masalah gizi yang sering terjadi pada ibu hamil adalah Kurang Energi Kronis (KEK), Anemia, dan
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium.

Pembangunan kesehatan periode tahun 2015-2019 diprioritaskan pada empat program utama yaitu
penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian
penyakit menular, dan pengendalian penyakit tidak menular. Hal ini terjadi karena status gizi berkaitan
dengan kesehatan fisik maupun kognitif, mempengaruhi tinggi rendahnya risiko terhadap penyakit infeksi
maupun penyakit tidak menular dan berpengaruh sejak awal kehidupan hingga masa usia lanjut
(KemenkesRI, 2016).

Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia di
masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa janin dalam
kandungan (Azwar, 2004). Masalah yang sering terjadi pada ibu hamil yaitu tidak menyadari adanya
peningkatan kebutuhan gizi selama kehamilan(Depkes RI, 2000). Berdasarkan latar belakang tersebut,
dapat dirumuskan tujuan penulisan artikel ini adalah untuk membahas masalah-masalah gizi yang rentan
terjadi pada ibu hamil.

Kehamilan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi pelepasan sel
telur, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus,
pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm atau cukup bulanuntuk lahir.
Oleh sebab itu, penting untuk menyediakan kebutuhan gizi yang baik selama kehamilan agar ibu hamil
dapat memperoleh dan mempertahankan status gizi yang optimal. Ibu hamil dapat melahirkan bayi
dengan potensi fisik dan mental yang baik, serta memperoleh energi yang cukup untuk menyusui bayinya
(Arisman, 2004).

Oleh karena itu, ibu hamil membutuhkan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan dengan keadaan
tidak hamil, dengan konsumsi pangannya tetap beranekaragam dan seimbang dalam jumlah dan
proporsinya. Janin tumbuh dengan mengambil zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi oleh ibunya
dan dari simpanan zat gizi yang berada di dalam tubuh ibunya.

Yodium merupakan salah satu mineral yang diperlukan tubuh dalam jumlah kecil tetapi
mempunyai fungsi penting untuk kehidupan. Salah satu cara untuk mengelompokkan GAKY adalah
dengan pengukuran medianUrinary Iodine Excretion (UIE) atau kadar yodium dalam urin. Pedoman hasil
pemeriksaan UIE pada ibu hami GAKY memberikan dampak negatif terhadap kualitas sumber daya
manusia, baik fisik, mental,maupun kecerdasan (Bachtiar, 2009).

Wanita hamil merupakan kelompok yang rawan gizi. Wanita hamil memerlukan gizi yang cukup
untuk kesehatan ibu dan janinnya. Jika kebutuhan gizi tidak terpenuhi, maka akan terjadi masalah gizi.
Masalah gizi yang sering terjadi pada ibu hamil adalah KEK, anemia, GAKY. Masalah gizi tersebut
berdampak pada kualitas generasi yang akan datang karena memperlambat pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental anak serta penurunan kecerdasan.

Anda mungkin juga menyukai