Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI

PADA ANAK SEKOLAH DASAR KELAS 4-5

SDN MANDIRI 2 DI CIPAGERAN

CIMAHI UTARA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai

Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :

INDAH KURNIA SUJANA

213120070

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S.1)

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak usia Sekolah Dasar (SD) adalah anak yang memasuki usia 6-

12 tahun (Damayanti, Lutfiya, & Nilamsari, 2019). Berdasarkan World

Health Organization (WHO) anak usia sekolah adalah anak yang

memasuki usia 7-15 tahun. Fase anak usia sekolah merupakan fase anak

sangat membutuhkan asupan makanan yang bergizi untuk menunjang

masa pertumbuhan dan perkembangan (Lestari, Ernalia, & Restaunti,

2016).

Pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak, nutrisi memiliki

peran yang sangat penting (Jadgal, Sayedrajabizadeh, Sadeghi, &

Moghaddam, 2020). Pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang

benar akan berdampak terhadap tumbuh kembang anak yang optimal

(Noviani, Afifah, & Astiti, 2016). Keadekuatan nutrisi pada anak dapat

dinilai dengan keadaan status gizi. Asupan nutrisi yang kurang akan

menyebabkan permasalahan kesehatan (Perdani, Hasan, & Nurhasanah,

2017). Tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal antara lain

dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas asupan zat gizi yang diberikan dalam

makanannya. Anak usia sekolah tumbuh dengan kecepatan genetik

masing-masing, dengan perbedaan tinggi badan yang sudah mulai tampak.

Beberapa anak terlihat relatif lebih pendek atau lebih tinggi. Anak pada

1
usia sekolah 6-12 tahun melewati sebagian besar waktu hariannya di luar

rumah, seperti bermain dan olah raga. Waktu-waktu istirahat saat bermain

dan berolahraga, biasanya digunakan untuk mengkonsumsi makanan

dalam rangka memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi anak (Sinaga,

2017).

Masalah akibat kurang gizi mencakup stunting/kerdil (tinggi badan

rendah menurut usia), wasting/kurus (berat badan rendah menurut tinggi

badan), underweight/kekurangan berat badan (berat badan rendah menurut

usia) dan defisiensi atau insufisiensi mikronutrien (kekurangan vitamin

dan mineral penting). Adapun yang lainnya adalah kelebihan berat badan,

obesitas, dan penyakit tidak menular yang berhungan dengan pola makan

(WHO, 2020). Seperlima (20 persen) anak-anak usia sekolah dasar dan

sekitar 15 persen remaja mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

Dua juta anak di bawah usia 5 tahun menderita malnutrisi akut yang parah,

suatu kondisi yang mengancam jiwa jika tidak ditangani.

Pengukuran status gizi dapat dilakukan dengan BB/U, PB/U,

TB/U, BB/TB dan IMT/U. Pada anak usia sekolah pengukuran dilakukan

dengan IMT/U. Indeks Massa Tubuh Menurut Usia (IMT/U) Status gizi

menurut WHO juga dapat dinilai dengan menggunakan indikator Indeks

Massa Tubuh yang disesuaikan dengan usia (IMT/U). Secara grafik,

IMT/U dapat menunjukkan hasil yang mirip, tetapi indikator ini lebih

sensitif dalam mendeteksi anak yang mengalami masalah gizi berlebihan

atau obesitas. Jika anak memiliki IMT/U di atas ambang batas +1 SD itu
2
artinya anak berada dalam risiko mengalami gizi berlebih sehingga perlu

mendapatkan perhatian tambahan untuk mencegah perkembangan

obesitas. (Mauliyana Puspa Adityasari,2023)

Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2018 masalah gizi pada anak

usia sekolah pada umur 5-12 tahun menurut indeks massa tubuh/umur

adalah 9,3% kurus yang terbagi menjadi 2,5% sangat kurus dan 6,8%

kurus. Masalah gizi lebih dengan prevalensi 20,6% yaitu gemuk 11,1%

dan sangat gemuk (obesitas) 9,5%. Adapun prevalensi kejadian pendek

sebesar 23,6% dengan angka 6,7% sangat pendek dan 16,9% pendek

(Hasrul et al., 2020). Masalah gizi kurang pada anak usia sekolah ini

akibat dari tingginya angka bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) dan kurang gizi pada masa balita serta tidak adanya pencapaian

perbaikan pertumbuhan. Pihak lain berpendapat bahwa masalah gizi pada

anak usia sekolah merupakan akibat dari ketidakseimbangan antara asupan

energi yang melebihi energi yang digunakan. Hal ini berkaitan dengan diet

tinggi lemak dan kalori serta pola hidup kurang gerak (sedentary

lifestyles).

Status gizi siswa/siswi yang bermasalah dapat disebabkan oleh

faktor-faktor tertentu. Faktor penyebab langsung masalah gizi seperti

makanan tidak sehat, pemahaman gizi yang keliru dan penyakit

infeksi yang mungkin diderita. Faktor penyebab tidak langsung

dalam permasalahan gizi seperti pola pengasuhan orang tua,

kesukaan berlebihan terhadap makanan, produk-produk dari negara


3
yang lain yang lebih menarik dan kebiasaan makan yang buruk.

Kebiasaan makan yang buruk sering terjadi pada usia remaja

karena makan dengan seadanya tanpa mengetahui kebutuhan akan

zat gizi terhadap kesehatan (Winarsih, 2018). Anak Usia Sekolah

merupakan masa pertumbuhan fisik dan psikologis bertumbuh dengan

pesat. Pola makan pada anak usia sekolah berperan penting dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan, Karena itu diperlukan makanan yang

banyak mengandung zat gizi. Jika pola makan anak tidak tercapai dengan

baik maka pertumbuhan dan perkembangan akan terhambat. Tahapan

perkembangan anak usia sekolah merupakan consumer pasif, anak akan

menerima asupan makan dari apa yang disediakan oleh ibunya atau

pengasuhnya. Pola pemberian makan orang tua mempengaruhi status

kesehatan anak usia pra-sekolah (Hockenberry, etal 2011). Pola makan

yang kurang tepat menyebabkan kegemukan, keparahan penyakit,

gangguan kecerdasan intelektual (Waber, et al 2014). Anemia perawakan

pendek peningkatan risiko angka kematian dan angka kesakitan pada anak

(Anticona dan Sebastian dalam Ernawati, 2015). Salah satu penyebab yang

dapat mempengaruhi status gizi adalah pola makan. Pola makan menjadi

alasan gizi anak berstatus baik (Jauhari et al., 2020). Makanan yang

dimakan setiap hari yang baik dapat memberikan kandungan gizi yang

dapat memenuhi kebutuhan tubuh (Moksin et al., 2022).

Penelitian yang dilakukan Wan Anita tahun 2018, memperoleh

hasil p-value sebesar 0,000 hal ini berarti pola makan memiliki kaitan
4
dengan status gizi anak (Fitriani et al., 2020). Penelitian yang dilakukan

Lieskusumastuti et al (2022) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara pola makan terhadap status gizi dengan nilai p-

value sebesar 0,550. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang

mempengaruhi, antara lain rendahnya kemampuan keluarga dalam

menyediakan pangan, pendidikan, pekerjaan dan kondisi fisik

(Lieskusumastuti et al., 2022).

Perilaku pola makan dan pilihan makanan anak pada usia sekolah

sangat dipengaruhi oleh orang tua. Orangtua bertanggung jawab terhadap

situasi saat makan di rumah, jenis dan jumlah makanan yang disajikan

serta waktu makan anak. Orang tua juga harus memberikan bimbingan dan

nasehat supaya anak dapat memilih pilihan makanan yang baik dan sehat

saat mereka makan di luar rumah (Brown, 2005). Pemahaman orang tua

mengenai pentingnya pola hidup sehat bagi anak menjadi hal utama yang

harus diperhatikan, karena pola konsumsi anak meniru pola konsumsi

orang tua mereka. Pola konsumsi yang baik pada anak akan berdampak

baik pula terhadap status gizi mereka (Ardhiani, 2007).

Anak Usia Sekolah merupakan masa emas, karena masa ini

merupakan periode yang sangat penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan anak. Untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan

anak pada masa ini, anak sangat membutuhkan pola makan dan asupan

gizi yang baik, karena pemenuhan gizi yang baik memiliki peran yang

sangat penting. Jika seorang anak sering diberi asupan gizi yang tidak
5
baik, seperti jenis makanan yang mengandung bahan pengawet, pewarna

buatan, pemanis buatan, dan pelezat makanan, hal tersebut akan

berdampak pada kesehatan tubuh. Maka pola makan dan pemenuhan gizi

yang seimbang adalah cara yang terbaik untuk menjaga kesehatan dan

tumbuh kembang anak (Alviani 2017:53).

Perawat mempunyai peranan penting dalam upaya pencegahan

kasus gizi buruk melalui upaya promotif meliputi pertemuan rutin tingkat

desa/kelurahan yang diadakan setahun sekali, penyuluhan kepada orang

tua yang diadakan oleh pihak sekolah, penyuluhan kepada guru tempat

anak-anak sekolah, serta memberikan informasi lain dengan menggunakan

media KIE seperti poster, leaflet, lembar balik, booklet, food model dan

lain-lain. Upaya preventif meliputi penimbangan berat badan, pengukuran

lingkar lengan dan tinggi badan yang dilakukan secara rutin, pemberian

paket obat dan makanan untuk pemulihan gizi. Perawat mempunyai peran

yang penting dalam memberikan pemahaman tentang pencegahan dan

penanganan obesitas dengan memberikan edukasi atau pendidikan

kesehatan (Notoatmodjo, 2012). Pendidikan kesehatan adalah unsur

program kesehatan yang didalamnya terkandung rencana untuk mengubah

perilaku seseorang dan masyarakat dengan tujuan membantu tercapainya

program pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan peningkatan

kesehatan (Supariasa, 2012 dan Kristina & Huriah, 2020).

Studi penelitian yang telah dilakukan peneliti ke Sekolah Dasar

Mandiri 2 Di Cipageran Cimahi Utara pada tanggal 18 Maret 2024,


6
dengan jumlah siswa yang diwawancara adalah 10 siswa. Peneliti

elakukan wawancara kepada anak sekolah dasar, kelas 4-5 dengan status

gizi buruk dengan pendampingan oleh Kepala Sekolah, didapatkan bahwa

6 dari 10 siswa berstatus gizi buruk, siswa yang dilakukan wawancara

berumur 10 - 11 tahun. Dimana 4 siswa tidak mengalami gizi buruk, 3

siswa bestatus gizi buruk ringan, 2 siswa bestatus gizi buruk sedang, dan 1

siswa bestatus gizi buruk berat. Peneliti menanyakan kepada siswa tentang

pola makan dengan frekuensi makan 2 kali dalam sehari diwaktu pagi dan

siang hari , dan jenis makanan yang dikonsumsi berupa nasi,telur,sosis,dan

ayam, dengan jumlah yang dikonsumsi 1/2 porsi.

Berdasarkan data yang sudah dilampirkan diatas, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Pola Makan Dengan

Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar Kelas 4-5 Di Sd Mandiri 2

Cipageran Cimahi Utara”.

7
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan tentang status gizi beserta permasalahan

yang menyertai, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

bagaimana keterkaitan antara pola makan antara status gizi pada anak

sekolah dasar.

C. Tujuan Penilitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

tentang pola makan dan status gizi anak sekolah dasar.

2. Tujuan Khusus

a) Mengidentifikasi hasil penelitian tentang status gizi anak sekolah

dasar.

b) Mengidentifikasi hasil penelitian tentang pola makan anak sekolah

dasar.

c) Mengetahui keterkaitan pola makan dan status gizi anak sekolah

dasar.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan manfaat:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan yang mendalam

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak, serta menjadi dasar untuk merancang intervensi

yang lebih efektif dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup

8
anak-anak usia sekolah dasar kelas 4-5 dengan mengeksplorasi

hubungan pola makan terhadap status gizi.

2. Manfaat Praktis

a. Pelayanan Kesehatan

Membantu pelayanan kesehatan dalam mengidentifikasi dini

terhadap anak-anak yang berisiko mengalami gangguan gizi,

seperti kekurangan gizi atau obesitas untuk mendapatkan intervensi

yang tepat.

b. Institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan

program gizi sekolah yang bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran akan pentingnya pola makan sehat dan dampaknya

terhadap kesehatan tubuh. Informasi ini dapat disampaikan dalam

bentuk program edukasi bagi siswa/siswi dan orang tua.

c. Sekolah

Memungkinkan sekolah untuk meninjau dan memperbaiki

menu makanan di kantin sekolah agar lebih sehat dan sesuai

dengan kebutuhan gizi anak-anak. Mendorong pengembangan

kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan gizi dan pertanian,

seperti kebun sekolah atau program pertanian organik.

d. Peneliti

Memberikan data yang dapat digunakan sebagai basis untuk

penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara pola makan dengan

9
status gizi anak sekolah dasar. Mendukung pembuatan

rekomendasi kebijakan yang lebih tepat dalam upaya

meningkatkan gizi anak-anak sekolah dasar.

10

Anda mungkin juga menyukai