Anda di halaman 1dari 25

PENGARUH METODE STORYTELLING TERHADAP PENINGKATAN

MINAT MENGKONSUMSI SAYUR PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana


Keperawatan

DISUSUN OLEH :
NAHDZIATUS SOFI HALIMAH
2001120602

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usia prasekolah merupakan anak yang berada dalam masa pertumbuhan
dan perkembangan intelektual serta emosional yang pesat bagi anak yang
berusia dibawah 6 tahun. Pada fase ini anak membutuhkan asupan gizi yang
cukup agar pertumbuhan dan perkembangannya bisa optimal, sehingga nutrisi
yang didapatkan dari makanan yang di konsumsi setiap hari memiliki peran
penting bagi tumbuh kembang. Tahap ini adalah masa emas perkembangan bagi
anak (Nurdin & Anhusadar, 2020).
Masa usia prasekolah merupakan masa pertumbuhan yang pesat.
Perkembangan tersebut meliputi perkembangan emosional, kognitif dan
psikososial. Agar proses tumbuh kembang berjalan optimal, diperlukan nutrisi
memadai (Kania, 2006), (Sugih Wijayati, 2019). Beberapa unsur penting yang
dibutuhkan anak untuk proses pertumbuhan antara lain yodium, kalsium,
fosfor,magnesium, besi, fluor, vitamin A, B12, C dan D. Unsur-unsur tersebut
banyak terdapat pada buah dan sayur (Suyitno, 2008), (Sugih Wijayati, 2019).
Pada usia pra sekolah, konsumsi buah dan sayur masih rendah. Hal inilah yang
seringkali menjadi masalah utama yang menyebabkan tidak optimalnya
pertumbuhan dan pembangunan (Persada, 2011), (Sugih Wijayati, 2019).
Anak usia sekolah juga dikenal sebagai anak dalam tahap perkembangan
menengah dan akhir, yang merupakan kelanjutan dari masa kanak-kanak.
Permulaan tahap tengah dan akhir ini ditandai dengan munculnya pertumbuhan
fisik, motorik, kognitif, dan berpikir. Pendidik menandai akhir masa kanak-
kanak dengan usia sekolah dasar. Pada usia tersebut, anak diharapkan
memperoleh pengetahuan dasar yang dianggap penting untuk keberhasilan
penyesuaian diri di masa dewasa. Namun bagi banyak orang tua, masa kanak-
kanak akhir merupakan usia yang sulit ketika anak tidak lagi mau mengikuti
perintah dan lebih banyak dipengaruhi oleh teman daripada orang tua atau
anggota keluarga lainnya (Nersi Juliyani, 2022).
Anak-anak prasekolah adalah masa ketika pertumbuhan fisik dan mental
meningkat pesat. Gizi anak prasekolah memegang peranan penting dalam
proses tumbuh kembang, karena membutuhkan makanan yang kaya gizi. Jika
gizi anak tidak tercapai dengan baik, pertumbuhan dan perkembangannya akan
terhambat. Tahap perkembangan anak prasekolah merupakan konsumen pasif,
anak mendapatkan makanan dari apa yang ditawarkan oleh ibu atau
pengasuhnya. Kebiasaan makan orang tua mempengaruhi status kesehatan anak
prasekolah (Hockenberry, etal 2011),( Godelifa Maria, 2020).
World Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture
Organization, (FAO) telah merilis data konsumsi buah dan sayur anak-anak di
kawasan Asia. Indonesia berada di posisi paling bawah, dengan hanya 198 gram
untuk anak laki-laki dan 183 gram untuk anak perempuan, sedangkan standar
harian WHO adalah 400 gram. Artinya, dalam satu tahun konsumsi sayur anak
Indonesia hanya 43,12 kg per kapita ber tahun jauh dari angka yang dianjurkan
yaitu 93,25 kg per kapita pertahun. Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja
mengumumkan konsumsi sayur anak Indonesia sebesar 209,89 gram per hari,
jauh dari 400 gram per hari menurut standar WHO dan FAO. (WHO dan FAO.,
2020).
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018,data
yang tinggal di perkotaan disebutkan hanya 6,54% anak prasekolah (3-6 tahun)
di indonesia yang mengkonsumi sayuran, dan hanya 8,34% penduduk di
pedesaan yang mengkonsumi sayuran dalam waktu satu tahun. Penelitian yang
dilakukan oleh Silalahi et al., (2018) menyatakan bahwa di Indonesia konsumsi
sayur masih kurang sesuai dengan porsi yang dianjurkan. Berdasarkan data
RISKESDAS tahun 2018 diketahui sebanyak 95,5% penduduk Indonesia yang
berusia prasekolah ≥ 5 tahun memiliki minat mengkonsumsi sayur dan buah
yang rendah yaitu kurang dari 5 porsi (per porsi 50 gram) (Kementerian
Kesehatan RI: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2018). Jawa
Timur sendiri menduduki peringkat ke 27 untuk Provinsi di Indonesia dengan
angka konsumsi sayuran terendah terutama untuk usia anak prasekolah (3-6
tahun) (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Sebuah studi yang dilakukan oleh The Gates head Millenium Baby Study
di Inggris melaporkan 20% orang tua mengatakan anaknya mengalami masalah
makan, dengan presentase tertinggi anak hanya ingin makan makanan tertentu.
Survei lain di Amerika Serikat menemukan bahwa 19-50% orangtua mengeluh
bahwa anak mereka pilih-pilih makanan, yang menyebabkan kekurangan nutrisi
tertentu (Nor Za’idah Asy’ariyah, 2015), (Supriatin 2018). Sehingga WHO
menyarankan kepada orangtua untuk memberikan asupan gizi yang seimbang
dengan cara mengkonsumsi sayuran sesuai dengan porsinya (Putri Widita
Muharyani,2014), (Supriatin 2018).
Anak usia prasekolah sangat peka terhadap lingkungan dan masa ini
berlangsung singkat disebut dengan masa keemasan (the golden periode) dalam
perkembangan anak, masa kesempatan dan masa penting. fase ini merupakan
masa sensitif, masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dan signifikan,
memerlukan nutrisi yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya.
Pertumbuhan dan perkembangan anak prasekolah dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti pemeliharaan kesehatan, gizi dan stimulasi psikososial. Anak
perlu dibesarkan dalam keluarga dan lingkungan yang sehat, diberikan
pelayanan kesehatan dasar (imunisasi), diberikan gizi yang cukup dan
seimbang, serta dilatih kebiasaan hidup sehat sejak dini. Anak perlu diberi
makan secara teratur karena makan merupakan kebutuhan dasar kehidupan
manusia dan juga sangat diperlukan untuk memenuhi asupan gizi pada manusia.
(Marlinda Putri Dejestya, 2016),(Supriatin,2018).
Salah satu penyebab anak kurang makan sayur adalah karena kurangnya
pemahaman dan pengabaian akan pentingnya makan sayur. Pendidikan gizi
yang tidak efektif pada anak sejak dini menyebabkan kurangnya pengetahuan
tentang cara mengkonsumsi makanan yang sehat dan keseimbangan di masa
dewasa, sehungga menyebabkan perilaku buruk (Islaeli et al., 2020). Sayuran
memiliki dampak baik bagi kesehatan anak pada usia pra sekolah. Salah satu
masalah yang banyak dialami oleh para orang tua yakni anak yang sering pilih-
pilih makanan terutama sayuran. Agar tubuh bisa berkembang secara optimal
serta tulang bisa kokoh dan sehat diperlukanlah gizi yang seimbang. Kusharto
(Islaeli et al., 2020) menjelaskan bahwa sayuran adalah jenis makanan berserat
yang mengandung banyak vitamin dan mineral. Mengkonsumsi sayuran
berserat sangat dianjurkan sebab bisa memperlancar proses pencernaan di
dalam tubuh, mempengaruhi kenaikan berat badan, serta melunakkan feses.
Menurut (Damayanti, Murbawani dan Fitranti, 2018) kurangnya
konsumsi sayuran dalam jangka pendek dapat menyebabkan sembelit pada anak
sedangkan pada jangka panjang dapat meningkatkan risiko anak untuk
mengalami penyakit kardiovaskular, dislipidemia, obesitas, stroke, diabetes
melitus, dan kanker usus. Selain itu kurangnya konsumsi sayuran juga dapat
menyebabkan stunting pada anak. Diketahui anak yang tidak mengkonsumsi
sayur dan buah memiliki risiko 2,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang
mengkonsumsi sayur dan buah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rohimah (2015) dalam
jurnal (Sugih Wijayati, 2019) , menyebutkan bahwa jumlah konsumsi sayur
pada anak usia prasekolah masih di bawah standar minimal yang dianjurkan
pedoman gizi seimbang tahun 2013. Kurangnya konsumsi sayur ini dikarenakan
anak tidak pernah mendapatkan variasi sayur yang berbeda-beda, orang tua
kurang memperhatikan jenis-jenisnyaolahan sayur yang bervariasi sehingga
ketika anak mendapatkan menu sayur, anak baru cenderung menolak.
Tahap prasekolah adalah masa anak yang tertarik dengan cerita. Anak
cenderung menirukan karakter yang diinginkannya. Keadaan ini dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk mengubah pola pikir anak usia pra
sekolah terhadap konsumsi sayur. Bentuk rangsangan yang dapat diberikan
adalah bercerita dengan menggunakan media yang menarik yaitu buku
bergambar dan boneka. Pemberian stimulasi visual dan verbal pada anak
merupakan stimulasi yang mudah diterima dalam menyerap informasi.
Sehingga diperlukan suatu metode yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan
dan sikap mengenai pentingnya konsumsi sayuran setiap hari. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan intervensi sejak dini agar anak-anak mendapat kesehatan yang
optimal. Salah satunya dengan dilakukan terapi Storytelling, metode ini sesuai
dengan perkembangan kognitif dan afektif anak usia prasekolah. (Nor Za’idah
Asy’ariyah, 2015),(Supriatin, 2018).
Beberapa penelitian dilakukan untuk melihat dampak permainan
terhadap peningkatan minat makan sayur pada anak prasekolah, salah satunya
permainan storytelling yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap
dalam mengkonsumsi sayur pada anak prasekolah. (Ilya Krisnana, Yuni
Sufyanti Arief, 2015), (Islaeli Islaeli, 2020). Storytelling adalah metode yang
tepat bagi anak dalam membantu memahami situasi yang terjadi, mengenali dan
mengekspresikan emosi dengan tepat, serta meminimalkan dampak negatif dari
situasi yang dihadapi (Pradanita et al., 2019). Selain itu, storytelling
memungkinkan anak-anak terlibat, bereksperimen , dan merefleksikan emosi
dan strategi yang diperlukan untuk mengembangkan solusi berkelanjutan untuk
masalah yang dihadapi(Koivula et al., 2019).
Beberapa penelitian telah dilakukan terkait topik metode storytelling
dalam meningkatkan minat konsumsi sayur pada anak usia Prasekolah.
Pertama,(Nersi Juliyani, 2022) penelitiannya berjudul Pengaruh metode
bercerita terhadap peningkatan konsumsi sayur pada anak prasekolah (3-6)
tahun. Dalam penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan sebelum dan
sesuah pemberian metode bercerita, sebelum dilakukan metode terdapat 8
responden menunjukan kategori cukup dan 7 responden menunjukan kategori
kurang. Sesudah dilakukan metode bercerita terdapat 9 responden menunjukan
kategori baik dan 6 responden menunjukan kategori cukup dengan metode
bercerita menggunakan wayang kartun.
Penelitian selanjunya dari Supriatin, S. (2019) berjudul Pengaruh Story
Telling Terhadap Pola Konsumsi Sayur Dan Buah Pada Anak Usia Prasekolah
Di Tk Al Ishlah Kabupaten Cirebon. Penelitian ini menyatakan bahwa terdapat
pengaruh antara story telling terhadap tingkat konsumsi sayur dan buah pada
anak usia prasekolah di Tk Al-Ishlah Kabupaten Cirebon, Sebelum dilakukan
Story telling dari 32 responden, yang kurang mengkonsumsi sayur dan buah
sebanyak 16 orang, setelah dilakukan Story telling dari 32 responden, yang
cukup mengkonsumsi sayur dan buah sebanyak 19 orang. Peneliti
menggunakan metode buku dongeng.
Peneliti selanjutnya dari Sugih Wijayati, (2019) berjudul Application of
Storytelling Methods in Optimizing Fruit and Vegetable Consumption in
Preschool Children. Hasil dari penelitian ini adalah pada kelompok perlakuan
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari penerapan mendongeng
untuk pengetahuan konsumsi buah dan sayur. Pengetahuan tentang buah dan
sayur pada anak akan sangat banyak mendukung sikap dan perilaku anak-anak
untuk mengkonsumsinya. Pada penelitian ini responden diberikan storytelling
menggunakan booklet media.
Ketika storytelling berlangsung, terjadi perolehan pengetahuan yang
diberikan storyteller kepada audience. Tahap ini yang menjadi pengalaman
anak dan membuat tugas storyteller untuk membuat kesan yang menyenangkan
pada saat bercerita. Setelah itu, memilah mana yang dapat dijadikan pan utan
sehingga membentuknya menjadi moralitas yang dipegang hingga dewasa.
Anak-anak akan menerima cerita yang disampaikan oleh storyteller yang berisi
tentang pesan baik, senang makan sayur, dan tidak memilih-milih jenis
makanan saat waktu makan tiba. Selanjutnya, anak diharapkan mampu
menerapkan pesan-pesan yang disampaikan dalam kehidupan sehari-hari.
Storytelling merupakan metode efektif untuk mengembangkan aspek kognitif,
emosional dan aspek kognitif anak. ( Nor Za’idah Asy’ariyah, 2015),(Supriatin,
2018). Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melihat pengaruh metode
Storytelling terhadap peningkatan minat konsumsi sayur pada anak usia
prasekolah.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah mengetahui adakah pengaruh
metode storytelling terhadap peningkatan minat konsumsi sayur pada anak usia
parsekolah?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui pengaruh metode storytelling terhadap
peningkatan minat konsumsi sayur pada anak usia prasekolah.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui perubahan mengkonsumsi sayur sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi Storytelling.
2. Mengetahui perbedaan rata-rata pengetahuan antara pendidikan gizi
dengan menggunakan metode Storytelling media gambar dan
leaflet
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi responden
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan terhadap
orangtua tentang masalah gizi pada anak bahwa terapi storytelling dapat
digunakan untuk membantu menambah minat makan sayur pada anak
1.4.2 bagi peneliti
Setelah penelitian ini diharapkan peneliti dapat memahami perbedaan
pengaruh pemberian terapi storytelling terhadap peningkatan minat
mengkonsumsi sayur
1.4.3 bagi institusi pendidikan
Sebagai tambahan referensi dan bahan informasi untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di STIKes Kendedes khususnya dalam
pengetahuan tentang metode storytelling terhadap peningkatan minat
mengkonsumsi sayur pada anak usia prasekolah.
1.4.4 bagi instansi kesehatan
Sebagai referensi tambahan bagi instasi kesehatan dalam melakukan
atau memberikan pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan terapi
storytelling
1.4.5 bagi masyarakat
Setelah dilakuakan penelitian ini diharapkan masyarakat mampu
meningkatkan minat dan pengetahuan anak tentang sayur yang akan
berdampak pada kebiasaan makan sehat dan bergizi keluarga.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Anak Usai Prasekolah


1. Pengertian anak usia prasekolah
Anak usia prasekolah adalah tahapan usia anak yang berumur antara
3-6 tahun. dimana pada tahap ini anak senang membayangkan dan percaya
bahwa mereka memiliki kekuatan super. selain itu, pada tahap prasekolah,
anak mulai membangun dan mengontrol sistem tubuh seperti kemampuan
buang air besar, berpakaian, dan makan mandiri Potts dan Mandleco dalam
Pitriana (2019). Masa dari usia 3-6 tahun disebut The Wonder Years,
merupakan masa dimana anak sangat ingin tahu akan sesuatu, sangat aktif,
marah menjadi berpelukan. Anak prasekolah adalah penjelajah, ilmuwan,
seniman, dan peneliti. Mereka suka belajar dan terus mengeksplorasi cara
berteman, cara berinteraksi dengan dunia, dan cara mengendalikan tubuh,
emosi, dan pikiran mereka. Dengan dukungan dari orang tua tahap ini akan
menciptakan fondasi yang aman dan tidak terbatas untuk seluruh masa anak-
anak(Markham, 2019).
Anak prasekolah memiliki sejumlah karakteristik dan tugas
perkembangan yang meliputi keterampilan motorik kasar, keterampilan
motorik halus, keterampilan bahasa, dan sosial. Biasanya anak ingin
bermain, melakukan latihan kelompok, bereksplorasi, bertanya, meniru, dan
mencipta sesuatu. Pada masa ini juga terjadi transisi emosional antara orang
tua dan anak prasekolah. Proses perkembangan ini didukung oleh pesatnya
perkembangan otak anak prasekolah. Usia prasekolah merupakan periode
penting bagi perkembangan otak manusia. Otak manusia berkembang pesat
dengan bekerja secara optimal dalam menyerap semua informasi dan
rangsangan, terutama selama 3 tahun pertama kehidupan. Proses menyerap
ilmu ini berlanjut hingga usia 12 tahun (Purwati dkk, 2019).
2. Ciri ciri anak usia prasekolah
Ciri-ciri anak usia prasekolah (3-6 tahun) menurut Oktiawati et al. (2017)
meliputi aspek fisik, sosial, emosional, dan kognitif anak yaitu:
a. Ciri fisik
Ciri-ciri fisik anak prasekolah dari segi penampilan dan gerak, anak
prasekolah memiliki perkembangan yang menonjol dibandingkan
dengan anak pada tahap sebelumnya. Anak prasekolah sangat aktif dan
memiliki kemampuan untuk menguasai dan mengendalikan tubuhnya.
Di prasekolah, orang tua harus memberikan kesempatan kepada anak
untuk berlari, memanjat, dan melompat.
b. Ciri sosial
Ciri sosial anak prasekolah adalah anak mulai aktif berkomunikasi dan
menjalin persahabatan, kegiatan yang menyenangkan di playgroup
cenderung kecil dan kurang terorganisir, sehingga anak sering berpindah
kelompok bermain. Anak usia prasekolah juga lebih mandiri serta agresif
secara fisik maupun verbal.
c. Ciri emosional
Ciri-ciri emosional anak prasekolah seringkali cenderung bebas
mengungkapkan emosinya seperti marah, cemburu, berebut perhatian
orang terdekat.
d. Ciri kognitif
Secara umum, karakteristik kognitif anak prasekolah adalah komunikasi
verbal yang baik. Di prasekolah, anak-anak membutuhkan kesempatan
untuk berbicara dan berlatih menjadi pendengar yang baik (Ahwaliana,
2022).
3. Perkembangan anak usai prasekolah
a. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi perkembangan anak
selanjutnya. Dengan meningkatkan pertumbuhan tubuh anak baik dari
segi berat, tinggi dan kekuatan, maka anak akan dapat lebih
mengembangkan kemampuan fisiknya dan mengeksplorasi lingkungan
sekitarnya tanpa bantuan orangtua.
b. Perkembangan intelektual
Perkembangan intelektual anak prasekolah pada masa ini ditandai
dengan kemampuan menggunakan atau merepresentasikan sesuatu
dengan menggunakan simbol untuk melambangkan suatu kegiatan,
benda nyata, atau peristiwa.
c. Perkembangan emosional
Perkembangan emosional pada anak prasekolah memungkinkan untuk
membedakan bahwa aku berbeda dengan orang lain. Pada saat yang
sama, rasa harga diri berkembang yang membutuhkan pengakuan dari
lingkungan. Emosi anak prasekolah dapat berupa ketakutan, kecemasan,
kemarahan, kecemburuan, kegembiraan, kasih sayang, obsesi, dan rasa
ingin tahu.
d. Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah dapat terjadi pada saat
anak mulai mampu menulis kalimat lengkap sederhana dan lainnya serta
anak sudah mampu menggunakan kalimat majemuk dan klausanya.
e. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial anak prasekolah terlihat jelas, anak mulai aktif
bergaul dengan teman sebayanya. Untuk tandanya anak mulai mengenal
aturan, anak mulai mengikuti aturan, anak mulai memahami hak orang
lain, dan mereka mulai bisa bermain dengan anak lain
f. Perkembangan bermain
Pada usia ini dapat dikatakan tahap bermain, perkembangan anak
prasekolah dalam beberapa permainannya dapat berupa; permainan
fungsional (motorik), permainan fiktif (perang),permainan reseptif atau
apresiatif (mendengarkan cerita), membentuk ( kontruksi) ( membuat
kue dari tanah liat), perkembangan prestasi ( sepak bola).
g. Perkembangan kepribadian
Perkembangan kepribadian anak prasekolah juga dipengaruhi oleh orang
tua anak dan keluarga. Oleh karena itu, agar perkembangan kepribadian
anak menjadi baik, orang tua dan keluarga harus mempraktekkan
perilaku yang baik dalam keluarga.
h. Perkembangan moral
Perkembangan moral anak pada periode pra seolah ini telah memiliki
dasar tentang sikap moral terhadap orangtua, saudara, dan teman sebaya.
Untuk menanamkan karakter moral yang baik, kelompok sosial juga
harus memberikan kualitas moral yang baik.
i. Perkembangan kesadaran beragama
Perkembangan pengetahuan agama anak akan terus meningkat jika orang
tuanya terus mengajarkan nilai-nilai agama kepada anaknya dalam
kehidupan sehari-hari. Anak mengikuti kegiatan keagamaan orang
tuanya, yaitu perkembangan keagamaan anak sangat ditentukan oleh
ketaatan beragama orang tuanya.
Metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk anak usia
prasekolah antara lain: metode ceramah, metode bercerita, metode
bernyanyi, metode dialog, metode karyawisata, praktik langsung, metode
bermain peran, metode penugasan, metode demonstrasi, metode
eksperimen, metode diskusi, metode pemecahan masalah, dan metode
latihan (Hadion Wijoyo, 2020)
2.2 Tinjauan dasar storytelling
1. Pengertian Storytelling
Storytelling berasal dari bahasa Inggris yaitu “Story” yang berarti
cerita dan “telling” artinya menceritakan. Penggabungan dua kata
storytelling berarti penceritaan cerita atau menceritakan cerita. Storytelling
adalah seni bercerita yang dapat digunakan sebagai sarana penanaman nilai-
nilai kepribadian pada anak dan dilakukan tanpa memberi perintah kepada
anak. Storytelling merupakan suatu metode menggunakan suara lantang,
gerakan tubuh, dan ekspresi wajah untuk menggambarkan isi cerita untuk
menyampaikan cerita kepada penonton. Dalam hal ini, anak dapat
mengembangkan kemampuan kreatifnya sesuai dengan perkembangannya
sendiri, selalu mengaktifkan tidak hanya sisi intelektual tetapi juga sisi
sensitif, kehalusan hati, emosi, seni, dan daya imajinasi anak yang tidak
hanya mengutamakan kemampuan otak kiri tetapi juga otak kanan ( Robiatul
Munajah, 2021). Storytelling merupakan usaha yang dilakukan oleh
pendongeng dalam menyampaikan isi perasaan, buah pikiran atau sebuah
cerita kepada anak secara lisan(Aliyah, 2017), (Nersi Juliyani, 2022)
Storytelling adalah salah satu strategi efektif yang diterapkan oleh
guru untuk mendidik karakter siswa. Hal ini dikarenakan siswa cenderung
menyukai metode bercerita yang diceritakan dengan baik dan menginspirasi,
dongeng juga mengandung nilai luhur budi pekerti dan ajaran moral salah
satu nilai moral sosial yang bersifat kolaboratif (Apriyani, 2021)
Selain itu, storytelling juga sangat bermanfaat bagi pengajar karena
mendongeng dapat menjadi pendorong perkembangan kognitif,
meningkatkan imajinasi anak dan orang tua dapat mendorong kegiatan
mendongeng di berbagai kesempatan seperti: saat anak pergi bermain, anak
pergi tidur atau guru sedang mendiskusikan topik pembelajaran dengan
metode bercerita. Partisipasi anak melalui mendongeng menciptakan
suasana baru yang mengasyikkan dan menjadi pengalaman unik bagi anak.
(Wila Afriyelni, 2018)
Metode storytelling adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara lisan,
dengan atau tanpa alat, kepada orang lain, disampaikan dalam bentuk berita,
informasi atau sekedar dongeng, dan didengarkan dengan senang hati karena
pendongeng menyampaikannya. Penyajian cerita mengisi ingatan anak
dengan berbagai informasi, termasuk nilai-nilai kehidupan dan sudut
pandang yang berbeda. Peristiwa-peristiwa dalam cerita memperkaya
pengalaman anak sehingga dapat dijadikan acuan untuk memecahkan
masalah atau mengubah perilaku (Rusiyono, 2020).
Dalam penerapannya, metode storytelling memiliki banyak jenis
cerita yang dapat dipilih guru untuk diceritakan kepada anak. Sebelum mulai
mengajarkan metode storytelling, guru seringkali mempersiapkan terlebih
dahulu jenis cerita yang akan diceritakan agar nantinya dapat dijelaskan
dengan lancar (A.Ummul Haifa, 2018)
2. Jenis jenis storytelling
Pada saat menceritakan storytelling ada berbagai macam jenis cerita yang
dapat dilakukan oleh storyteller untuk didongengkan kepada audience.
Menurut Asfandiyar, 2007 dalam Robiatul Munajah, 2021 mendongeng
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, yaitu:
a. Storytelling pendidikan
Cerita pendidikan adalah cerita yang dibuat dengan sebuah misi
pendidikan untuk anak-anak. seperti, membantu anak mengucapkan
kata-kata yang sopan, untuk menginspirasi rasa hormat kepada orang tua,
untuk mendidik anak tentang lingkungan alam dan cara menjaga
kebersihannya dan lain sebagainya.
b. Fabel
Fabel adalah cerita tentang kehidupan binatang yang dapat
dideskripsikan berbicara seperti manusia. Cerita fabel sangat fleksibel
untuk digunakan menyindir perilaku manusia tanpa menyinggung orang.
Misalnya kisah tentang kerbau, kancil, rusa, kelinci, dan kura-kura.
c. Cerita rakyat
Cerita rakyat adalah cerita yang bersumber dari suatu masyarakat dan
berkembang dalam masyarakat di masa lalu, yang merupakan
karakteristik setiap bangsa memiliki budaya yang berbeda berisi setiap
kekayaan budaya dan sejarah sebuah negara
d. Mendongeng
Mendongeng adalah tentang bercerita, yaitu sebuah cerita yang
sebenarnya tidak terjadi. Kebanyakan dongeng berisi nasehat-nasehat
yang baik dan mendidik untuk anak-anak. Jenis dongeng sendiri juga
berbeda, misalnya fabel adalah dongeng dengan karakter binatang, ada
juga hikayat, dan lain-lain.
3. Manfaat storytelling
Dongeng dengan metode bercerita menurut Asfandiyar (2007) yang di kutip
dalam (Ahwaliana, 2022) merupakan metode yang efektif untuk
mengembangkan aspek kognitif (pengetahuan), emosional, sosial, dan
kognitif (pemahaman) pada anak. Beberapa manfaat mendongeng adalah:
a. Komunikasi yang menaik bagi anak
Bercerita merupakan salah satu metode komunikasi efektif bagi anak
yang memiliki imajinasi dan kreativitas yang sangat tinggi karena
narasinya mengandung unsur imajinatif dan kreatif yang tinggi.
b. Melatih daya konsentrasi anak
Dengan bercerita, kita dapat mengembangkan kemampuan konsentrasi
anak. Dalam storytelling, anak mengaktifkan dan memfokuskan seluruh
indranya.
c. Metode belajar yang menyenangkan
Dalam metode bercerita, anak menggunakan mata, pendengaran, gerak
dan hati untuk merasakan cerita/dongeng yang disaampaikan sehingga
pesan tersampaikan kepada anak.
d. Bermain
Sama seperti permainan, dongeng dengan metode Storytelling juga
merupakan permainan. Mereka berimajinasi menampilkan dirinya
sebagai tokoh dalam cerita/dongeng.
e. Alternatif pengobatan tanpa obat
Bercerita dapat menambah suasana baru yang menyenangkan sehingga
bisa menjadikannya pilihan rekreasi bagi anak-anak yang sakit. Bercerita
tidak hanya menjadi sarana komunikasi yang baik antara perawat dan
pasien anak, tetapi juga dapat membangkitkan sugesti dan ketertarikan,
sehingga anak terpacu untuk cepat pulih.
4. Tahapan storytelling
Bunanta mengatakan ada tiga fase dalam storytelling, yaitu persiapan
sebelum dimulainya acara storytelling, saat narasi berlangsung, hingga cerita
selesai. Untuk menjelaskannya, berikut adalah uraian dari langkah-langkah
tersebut:
a. Persiapan sebelum storytelling
Hal pertama yang harus dilakukan adalah memilih judul yang bagus dan
mudah diingat. Studi linguistik membuktikan bahwa judul berkontribusi
pada memori cerita. Melalui judul, penonton dan narator akan
menerapkan latar belakang pengetahuan mereka untuk mengolah isi
cerita dari atas ke bawah. Ini digunakan untuk memahami unit bahasa
yang lebih besar dan membantu untuk memahami dan menceritakan
keseluruhan cerita. Oleh karena itu, untuk menghasilkan judul yang
menarik, pendongeng perlu menyusun dan memilih materi narasi.
b. Saat storytelling berlangsung
Saat terpenting dalam proses storytelling adalah pada tahap storytelling
berlangsung. Saat mengikuti acara storytelling, pendongeng harus
menunggu sampai penonton siap mendengarkan cerita yang akan
diceritakan. Jangan mulai bercerita jika penontonnya belum siap. Acara
storytelling dapat dimulai dengan menyapa penonton terlebih dahulu
atau dengan menciptakan sesuatu yang dapat menarik perhatian
penonton. Kemudian, sedikit demi sedikit, narator bisa membawa
pendengarnya ke dalam dongeng. Pada saat mendongeng, ada beberapa
faktor yang dapat membantu berlangsungnya proses storytelling dan
menjadikannya menarik untuk ditonton, antara lain:
1) Kontak mata
Dalam bercerita, pendongeng harus melakukan kontak mata dengan
publik. Lihatlah penonton dan diam sejenak. Melalui kontak mata,
penonton merasa diperhatikan dan diajak berinteraksi. Selain itu, kita
bisa menggunakan kontak mata untuk mengetahui apakah penonton
mendengarkan cerita yang disampaikan. Hal ini memungkinkan
narator mengetahui reaksi penonton.
2) Mimik wajah
Pada waktu storytelling sedang berlangsung, mimik wajah
pendongeng dapat menunjang hidup atau tidaknya sebuah cerita yang
disampaikan. pendongeng harus mampu mengekspresikan wajahnya
sesuai dengan situasi yang diceritakan. Tidak mudah untuk
menampilkan ekspresi wajah yang mengekspresikan emosi karakter.
3) Gerakan tubuh
Gerakan tubuh pendongeng selama proses storytelling juga dapat
mendukung menggambarkan jalan cerita yang lebih menarik. Kisah
yang diceritakan terasa berbeda ketika pendongeng melakukan
gerakan-gerakan yang mencerminkan tindakan tokoh yang
diceritakannya. Sebaliknya, ketika pendongeng hanya bercerita
dalam posisi statis dari awal hingga akhir. Dongeng terkesan
membosankan dan pada suatu saat audience tidak lagi tertarik untuk
mendengarkan dongeng.
4) Suara
Tidak rendahnya suara yang diperdengarkan dapat digunakan
pendongeng untuk memberikan gambaran kepada penonton tentang
situasi cerita yang diceritakan. Pendongeng biasanya meningkatkan
intonasinya untuk mencerminkan ketegangan cerita. Kemudian
kembali ke posisi datar seiring dengan kembalinya cerita ke keadaan
semula. Selain itu, pendongeng profesional biasanya pandai
menirukan suara orang yang diceritakannya. Misalnya suara ayam,
suara pintu terbuka.
5) Kecepatan
Pendongeng harus mampu mengikuti tempo atau kecepatan pada saat
storytelling. Jaga kecepatan bicara pendongeng pada kecepatan yang
sama. Jangan terlalu cepat karena akan membingungkan anak atau
terlalu lambat akan membuat anak bosan.
6) Alat peraga
Untuk membangkitkan minat anak terhadap proses bercerita, perlu
adanya alat peraga seperti boneka kecil yang dipegang di tangan
untuk mewakili tokoh-tokoh yang sedang menjadi materi dongeng.
Selain boneka, pendongeng bisa mengenakan kostum binatang lucu
yang bertujuan untuk menarik perhatian anak terhadap materi
dongeng yang disajikan.
c. Sesudaah kegiatan storytelling selesai
Ketika proses storytelling sudah selesai dilaksanakan,saatnya bagi
pendongeng untuk mengevaluasi cerita tersebut. Artinya, pendongeng
mempertanyakan kepada penonton tentang inti cerita yang disampaikan
dan nilai-nilai yang bisa diambil. Melalui cerita tersebut, kita dapat
belajar tentang apa saja. Setelah itu, pendongeng dapat mengajak
penonton untuk membaca dan merekomendasikan buku-buku tentang
topik yang telah diceritakan sebelumnya, atau merekomendasikan buku-
buku tentang topik lain yang isinya menarik, penuh nilai positif, dan
sesuai dengan usia anak. dan perkembangan psikologis anak (Minatul
Azmi, 2019).
5. Kelebihan dan kekurangan storytelling
a. Kelebihan
1) Kebebasan berekspresi karena cerita kita yang menentukan sendiri.
2) Efektif dalam menanamkan nilai-nilai pada anak, karena cerita dapat
dibuat berdasarkan “masalah” anak.
3) Lebih merangsang imajinasi anak-anak dan kita juga bisa
memunculkan cerita yang lebih cocok dengan situasi sehari-hari.
Misalnya tentang hujan
b. Kelemahan
1) Seringkali sulit untuk mengarang cerita.
2) Seringkali kesulitan dalam penggunaan media atau alat bantu
bercerita. Butuh keahlian tersendiri dalam menggunakan boneka
tangan.
3) Dasarnya adalah gerak tubuh dan intonasi. Jika hanya berdasarkan
gerak tubuh dan intonasi, anak di bawah usia 7 tahun seringkali
kesulitan mengikuti cerita karena masih dalam tahap motorik tertentu
(A.Ummul Haifa, 2018).
2.3 Tinjauan sayuran
1. Definisi sayuran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2020) Sayur adalah
tumbuhan yang berasal dari daun, polong atau biji-bijian dan lainnya yang
dapat dimasak. Sayur selain bisa diolah menjadi makanan, sayur mayur juga
bisa dimakan mentah tanpa melalui proses pemasakan. Sayur adalah
kelompok bahan makanan dari bahan nabati (tumbuh-tumbuhan). Semua
bagian tumbuhan dapat dijadikan bahan makanan, seperti daun (sebagian
besar sayur adalah daun), batang (sebagai umbi batang), bunga (sebagai
jantung pisang), dan buah muda (sebagai labu). Indonesia memiliki banyak
sayur karena fakta bahwa itu adalah negara tropis. Oleh karena itu, sangat
menyedihkan bahwa konsumsi sayur masyarakat masih relatif rendah
dibandingkan dengan negara lain yang tidak memiliki penghasilan sayur.
(Astawa, 2018).
2. Kandungan pada sayur
Kandungan pada sayur meliputi air, vitamin, mineral dan nutrisi
lainnya. Setiap sayuran mempunyai kandungan yang berbeda-beda,
misalnya sayuran hijau dan sayuran berdaun kaya karoten (provitamin A)
(seperti kangkung, daun singkong, daun katuk, daun pepaya, daun kelor,
bayam, dll). (Sediaoetama, 1989), selain itu sayuran ini mempunyai
kandungan air hingga 96% (Sobari, 2018). Sayuran dengan kandungan
vitamin C yang tinggi terdapat pada sayuran berdaun (daun singkong, daun
katuk, daun melinjo, daun pepaya, daun silangan, dll) dan pada kubis
(Almatsier, 2009). Kandungan vitamin K juga terdapat pada bayam, kubis,
brokoli dan kacang hijau (Putra, 2013). Menurut Almatsier (2009), semakin
hijau daun maka semakin tinggi kandungan vitamin Knya (Almatsier, 2009).
Menurut Almatsier (2009) Sayuran juga mengandung vitamin E (Safitriani,
2021)
3. Dampak kurang mengkonsumsi sayur
Beberapa dampak apabila seseorang kurang konsumsi buah dan sayur
menurut Ruwaidah, 2007 dalam Prita Putri Aviana, 2021 antara lain:
a. Meningkatkan kolesterol darah
Kurang konsumsi buah dan sayur yang kaya serat dapat menyebabkan
kelebihan kolesterol darah. Ini karena kandungan serat dalam buah dan
sayur memiliki kemampuan untuk menjerat lemak dalam usus,
mencegah tubuh menyerap lemak. Akibatnya, serat membantu
mengurangi kadar kolesterol dalam darah. Serat larut, seperti (pectin, β
glucans), dan serat tidak larut, mengikat zat organik seperti kolesterol
dan asam empedu, sehingga mengurangi jumlah asam lemak dalam
saluran pencernaan. engikatan empedu oleh serat juga mencegah asam
empedu keluar dari siklus enterohepatic karena asam empedu yang
disekresi ke usus tidak dapat diabsorpsi dan terbuang ke dalam feses.
Dengan penurunan jumlah asam empedu, hepar harus menggunakan
kolesterol sebagai sumber asam empedu, yang memungkinkan serat
menurunkan kadar kolesterol.
b. Gangguan penglihatan mata
Gangguan pada mata dapat diakibatkan karena tubuh kekurangan gizi
yang berupa betakaroten. Mengonsumsi banyak wortel, selada air, dan
buah-buahan lainnya dapat membantu mengatasi masalah mata. Untuk
pertumbuhan, penglihatan, dan peningkatan daya tahan tubuh terhadap
penyakit dan infeksi, buah dan sayur mengandung vitamin A. Dalam
penglihatan normal, vitamin A berfungsi pada cahaya remang. Setelah
mata terkena cahaya terang, ada hubungan langsung antara vitamin A
yang tersedia di dalam darah dan pembentukan rodopsin, yang
membantu proses melihat.
c. Menurunkan kekebalan tubuh
Jika tubuh kekurangan asupan buah dan sayur, kekebalan tubuh akan
menurun karena tubuh kekurangan vitamin C, yang merupakan
antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas. Vitamin C juga
meningkatkan kerja sistem kekebalan tubuh, yang mampu mencegah
berbagai penyakit infeksi bahkan dapat menghancurkan sel kanker.
d. Meningkatkan risiko kegemukan
Konsumsi buah dan sayur yang rendah dapat meningkatkan risiko
terkena diabetes dan kegemukan. Selama proses pertumbuhan, buah
berfungsi sebagai sumber vitamin dan mineral penting. Karena gula
dalam buah tidak membuat seseorang gemuk tetapi memberikan energi
yang cukup, buah adalah pilihan cemilan yang sehat. Sayuran juga
menyediakan vitamin dan mineral yang sangat baik untuk pertumbuhan
dan perkembangan seseorang. Seseorang yang mengonsumsi jumlah
sayuran yang cukup bervariasi akan mendapatkan jumlah mikronutrisi
dan serat yang diperlukan untuk mencegah kegemukan. Sayuran juga
membantu mencegah penyakit degeneratif seperti penyakit jantung
koroner (PJK), diabetes, obesitas, dan kanker.
e. Meningkatkan risiko kanker kolon
Risiko terkena kanker kolon dapat meningkat jika seseorang mengikuti
diet yang rendah serat dan tinggi lemak. Studi epidemiologis
menunjukkan bahwa insiden kanker kolorektal berbeda di Negara
berkembang seperti Asia dan Afrika dan Negara maju seperti Amerika
dan Eropa. Hal ini karena makanan yang dikonsumsi oleh orang-orang
di Negara maju dan Negara berkembang berbeda. Orang-orang di Negara
maju mengonsumsi lemak lebih banyak daripada orang-orang di Negara
berkembang (Puspitasari, 2006). Karena serat makanan diketahui
memperlambat penyerapan dan pencernaan karbohidrat serta membatasi
jumlah insulin yang dilepas ke pembuluh darah, serat dapat menurunkan
risiko kanker. Insulin growth factor (IGF), hormon yang mengatur kadar
gula darah, akan menghasilkan protein dalam darah yang meningkatkan
risiko kanker. Serat dapat menyerap zat penyebab kanker dan
mengeluarkannya dari tubuh.
f. Meningkatkan risiko sembelit
Tinja yang lunak dapat dicapai dengan mengonsumsi serat makanan dari
buah dan sayur, terutama serat tak larut (tak dapat dicerna dan tak larut
dalam air). mengeluarkan feses dengan lancar memerlukan minimal
kontraksi otot. sehingga mengurangi konstipasi, yang merupakan
gangguan buang air besar. Diet yang mengandung banyak serat juga
bertujuan untuk meningkatkan peristaltik usus sehingga defekasi, atau
pembuangan tinja, dapat berlangsung dengan baik. Kekurangan serat
akan menyebabkan tinja mengeras, yang memerlukan kontraksi otot
yang kuat atau mengejan lebih kuat untuk mengeluarkannya. Ini sering
menyebabkan konstipasi. Akibatnya, konsumsi serat yang cukup
diperlukan, terutama dari buah dan sayur.
4. Faktor yang mempengaruhi konsumsi sayur
Faktor lingkungan, baik di dalam maupun di luar rumah, adalah salah
satu faktor yang mempengaruhi perilaku makan sayur pada anak prasekolah.
Di rumah, faktor yang paling penting adalah faktor orang tua, seperti
keterlambatan orang tua untuk memberikan sayur mayur pada anak saat MP-
ASI dimulai, orang tua yang tidak memberikan contoh yang baik dalam
konsumsi sayur, status sosial ekonomi yang rendah, jumlah sayur yang
terbatas di rumah, dan ketidakmampuan orang tua untuk menyajikan sayur.
Faktor luar rumah seperti guru sekolah, teman bermain, dan media iklan.
faktor yang mempengauhi konsumsi buah dan sayur menurut Ida Farida
(2015), dalam (Prita Putri Aviana, 2021) yaitu:
a. Jenis kelamin
Jenis kelamin menentukan jumlah energi yang dibutuhkan seseorang,
yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi berapa banyak
buah dan sayur yang dikonsumsi anak dan remaja. Karena pertumbuhan
dan perkembangan individu sangat berbeda, perbedaan antar jenis
kelamin menentukan besarnya kebutuhan gizi seseorang.
b. Umur
Usia memainkan peran penting dalam pilihan makanan. Di masa kanak-
kanak, seseorang tidak punya pilihan terhadap apa yang dimakannya,
sedangkan saat dewasa, mereka mulai mengontrol apa yang
dimakannya. Proses ini dimulai sejak masa kanak-kanak, ketika mereka
mulai menyukai makanan tertentu. Ketika seseorang beranjak remaja
dan dewasa, dampaknya terhadap kebiasaan makan mereka sangatlah
kompleks.
c. Pengetahuan orangtua
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi pada orang yang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Persepsi terjadi
dengan adanya indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecapan dan perabaan. Sebagian besar pengetahuan
manusia berasal dari penglihatan dan pendengaran.
d. Tingkat ekonomi keluarga
Mayoritas konsumsi pangan belum optimal bagi sebagian besar
masyarakat, terutama keluarga yang keadaan ekonominya lemah karena
pendapatan Akibat keluarga yang memiliki pendapatan terbatas,
kemungkinan besar mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan gizinya
dalam jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh. Setidaknya variasi
makanannya kurang terjamin karena tidak banyak pilihan dengan uang
yang terbatas.
e. Pengaruh teman sebaya
Motivasi yang diberikan oleh orang terdekat sehingga perilaku
cenderung lebih buruk dan teman menjadi panutan Selain itu, teman
sebaya sangat memengaruhi perilaku seseorang.
f. Preferensi
Preferensi makanan merupakan sikap seseorang terhadap menyukai atau
tidak menyukai suatu makanan. Preferensi pangan dianggap sebagai
faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan, khususnya buah-buahan
dan sayur-sayuran. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa suka atau
tidak suka seseorang terhadap suatu makanan bergantung pada rasanya.
Sebab rasa merupakan faktor penting dalam pemilihan makanan,
termasuk bau, tekstur, dan suhu. Faktor yang mempengaruhi selera dan
kesukaan antara lain rasa, aroma, tekstur, dan kebiasaan makan. Rasa
yang tidak disukai anak sejak dini dapat memengaruhi selera dan
kesukaannya, sehingga menyebabkan kurangnya asupan buah dan
sayur.
g. Uang saku
Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor perilaku konsumsi
buah dan sayur. Uang saku seseorang mempengaruhi makanan apa yang
dimakan dan seberapa sering makanan tersebut dimakan. Keluarga
dengan pendapatan terbatas cenderung tidak mampu memenuhi
kebutuhan pangannya sebanyak kebutuhan tubuhnya. Setidaknya
variasi produk pangan kurang terjamin, karena dengan sedikit uang
maka tidak banyak pilihan produk pangan yang akan dikonsumsi.
h. Lingkungan sosial dan budaya
Faktor sosial budaya mempunyai kemampuan untuk menciptakan
kebiasaan makan pada masyarakat yang terkadang bertentangan dengan
prinsip gizi. Budaya yang berbeda memberikan peran dan nilai yang
berbeda terhadap makanan atau makanan. Misalnya saja makanan
tertentu yang dianggap tabu oleh budaya masyarakat tertentu karena
alasan tertentu, sehingga akan mempengaruhi perilaku konsumsi
individu tersebut. Lingkungan sosial budaya atau etnis mempengaruhi
pola konsumsi seseorang.
i. Gaya hidup
Berbagai interaksi sosial, budaya, dan kondisi lingkungan menentukan
gaya hidup seseorang. Ada banyak hal yang terjadi di dalam keluarga
atau rumah tangga yang mempengaruhi gaya hidup. Dapat dikatakan
bahwa keluarga atau rumah tangga merupakan faktor utama dalam
pembentukan gaya hidup terkait pola makan dan kesehatan keluarga.
Orang-orang yang menjalani gaya hidup modern biasanya
mengonsumsi makanan yang mahal, tetapi orang-orang di desa kelas
menengah ke bawah atau miskin tidak dapat membeli makanan jadi,
daging, buah-buahan, dan sayuran yang mahal karena gaya hidup
sederhana mereka.
j. Body image
Pandangan tubuh seseorang tentang tubuhnya adalah gambaran mental
yang mencakup pikiran, persepsi, perasaan, emosi, imajinasi, penilaian,
sensasi fisik, keadaaan, dan perilaku mengenai penampilan dan bentuk
tubuhnya. Pencitraan tubuh seseorang di masyarakat dan interaksi
sosialnya di sekitarnya dapat mengubah citra tubuh seseorang.
Sebagai contoh, pada wanita, penampilan tubuh sangat penting,
sehingga banyak dari mereka menunda makan atau bahkan mengurangi
porsi makannya dari yang disarankan agar tampak ideal. Namun, jika
dilakukan secara terus menerus, hal tersebut dapat menyebabkan
masalah kesehatan.
k. Fast food / Makanan cepat saji
Salah satu alasan orang memilih makanan cepat saji atau fast food
adalah karena praktis, rasanya enak, dan mudah didapat. Selain itu,
karena kesibukan sehari-hari, mereka tidak punya waktu untuk
membuat makanan yang sehat dan alami. Namun, konsumsi berlebihan
buah dan sayur tanpa mengimbanginya dapat menyebabkan tekanan
darah tinggi, kolesterol tinggi, penyakit jantung, stroke, diabetes
mellitus, kanker, dan kegemukan.
l. Food Fads / Mode Makanan
Mode adalah gaya, gaya, atau bentuk yang paling modis pada suatu
waktu tertentu. Ini termasuk pakaian, gaya rambut, hiasan, makanan,
dan sebagainya. Karena masyarakat biasanya senang mencoba hal-hal
baru, salah satunya adalah melakukan wisata kuliner untuk mencicipi
jenis makanan baru yang belum pernah mereka coba sebelumnya, mode
makanan ini juga berpengaruh terhadap perilaku konsumsi individu.

Anda mungkin juga menyukai