Anda di halaman 1dari 38

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI IBU DENGAN STATUS GIZI

PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI DESA TANJUNG MULIA KEC.


PAGAR MERBAU

KARYA TULIS ILMIAH

Dosen Pengampu
Marniati S.Km,.M.Kes.

WAWA MARISSA MARBUN

2005902020076

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

2023

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Salah satu masalah gizi saat ini yaitu stunting. Stunting adalah kondisi gagal
tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi
dalam jangka waktu lama menyebabkan anak lebih pendek untuk seusianya.
Stunting menurut kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan
nilai z-scorenya kurang dari -2SD (stunted) dan kurang dari -3SD (severely
stunted)(Kemenkes, 2020).
Laporan WHO, UNICEF dan The World Bank (2022), secara global
dilaporkan bahwa jumlah anak stunting dibawah usia 5 tahun sebanyak
165 juta anak atau 26%. Asia termasuk wilayah kedua setelah Afrika memiliki
prevalensi anak stunting tertinggi yaitu 26,8% atau 95,8 juta anak. Sedangkan
prevalensi anak stunting di wilayah asia Tenggara adalah 27,8% atau 14,8 juta
(Unicef Indonesia, 2012) dalam Ibrahim (2021).
Sedangkan di Indonesia prevalensi stunting berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2019 adalah 37,2%, secara nasional terjadi penurunan sebesar
6,4% menjadi 30,8% di tahun 2018. Di Sumatera Utara prevalensi stunting pada
tahun 2013 sekitar 40%, dan pada tahun 2018 menjadi 32,4% (sangat pendek
13,2% dan pendek 19,2%). Sedangkan prevalensi stunting Hasil Pemantauan
status Gizi (PSG) 2017 di Deli Serdang adalah 33,3% . Sesuai dengan standar
WHO, suatu wilayah dikatakan kategori baik bila prevalensi balita pendek kurang
dari 20%. Prevalensi balita pendek > 20% merupakan masalah gizi masyarakat
yang kronik (Kemenkes, 2021).
Akibat yang dapat ditimbulkan karena stunting dalam jangka pendek adalah
terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan
gangguan metabolisme dalam tubuh, sedangkan dalam jangka panjang
mengakibatkan menurunnya kemampuan kognitif, menurunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah sakit (Sandjojo, 2017).
Banyak faktor penyebab terjadinya stunting yaitu, praktek pengasuhan yang

2
tidak baik seperti kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan

3
gizi sebelum dan pada masa kehamilan, terbatasnya layanan kesehatan termasuk
layanan ANC (Ante Natal Care), Post Natal dan pembelajaran dini yang
berkualitas, kurangnya akses ke makanan bergizi pada ibu hamil, serta kurangnya
sanitasi (Kemenkes, 2018).
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan ibu tentang gizi yang sangat
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengetahuan ibu tentang
gizi yang kurang atau kurangnya menerapkan pengetahuan gizi dalam kehidupan
sehari-hari akan menimbulkan masalah gizi terutama pada anak (Rosa, 2011,
dalam Hartono, 2018).
Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi sangat menentukan bagaimana ibu
memberikan makanan pada anaknya yang sesuai dengan kebutuhan. Gizi yang
kurang pada anak tidak hanya terjadi akibat ekonomi keluarga yang kurang, tetapi
juga karena kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi pada anaknya. Tingginya
tingkat pengetahuan gizi pada ibu akan banyak sekali membantu menentukan
berbagai masalah seperti dalam pemilihan dan penyediaan makanan yang
beraneka ragam (Moehji, 2003, dalam Hartono, 2022).
Banyak penelitian-penelitian tentang hubungan pengetahuan gizi ibu dengan
kejadian stunting. Pormes dkk (2014), mengatakan ada hubungan pengetahuan
orang tua tentang gizi dengan stunting pada anak usia 4-5 tahun, dimana ibu yang
pengetahuannya tidak baik, 100% anaknya mengalami stunting. Penelitian
Hapsari (2018), mengatakan terdapat hubungan, pengetahuan ibu tentang gizi
dengan kejadian stunting, dimana ibu yang pengetahuannya rendah, 80%
anaknya mengalami stunting.
Hasil survey pendahuluan dari Puskesmas Pagar Merbau, menurut
pemantauan pertumbuhan balita Puskesmas Pagar Merbau pada bulan Oktober
2019, bahwa dari 16 desa wilayah kerja Puskesma Pagar Merbau, Desa Tanjung
Mulia mempunyai masalah gizi yang paling tinggi, yaitu balita pendek ada 15
orang, balita kurus ada 4 orang dan balita gizi kurang ada 5 orang.

4
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi pada balita usia 24-59
bulan di Desa Tanjung Mulia Kec. Pagar Merbau.

B. Rumusan Masalah
Adakah hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi pada balita usia
24-59 bulan di Desa Tanjung Mulia Kec. Pagar Merbau.?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi pada
balita usia 24-59 bulan di Desa Tanjung Mulia Kec. Pagar Merbau.
2. Tujuan Khusus
a. Menilai pengetahuan gizi ibu di Desa Tanjung Mulia Kec. Pagar
Merbau.
b. Menilai status gizi pada balita usia 24-59 bulan di Desa Tanjung Mulia
Kec. Pagar Merbau.
c. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi pada
balita usia 24-59 bulan di Desa Tanjung Mulia Kec. Pagar Merbau.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai masukan bagi peeliti untuk mengembangkan kemampuan praktik,
serta menambah wawasan berpikir dalam menyusun dan menulis karya
tulis ilmiah.
2. Bagi institusi
Memberikan informasi tentang permasalahan hubungan pengetahuan ibu
dengan kejadian stunting pada balita.
3. Bagi orang tua

5
Hasil diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang
pentingnya pengetahuan ibu tentang gizi terhadap kejadian stunting.

6
BAB II

TINJAUAN

PUSTAKA

A. Anak Balita
Anak balita merupakan masa dimana proses pertumbuhan dan perkembangan
terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita sangat membutuhkan asupan gizi yang
cukup dengan jumlah yang kualitas lebih banyak karena pada umumnya balita
mempunyai aktivitas fisik yang cukup tinggi dan masih dalam proses belajar
(Welassih & Wirjatmadi, 2012) dalam Jafar (2019).
Balita merupakan anak yang usianya berumur antara satu hingga lima tahun.
Saat usia balita kebutuhan dan aktivitas hariannya masih tergantung terhadap
orang lain mulai dari makan, buang air kecil maupun buang air besar dan
kebersihan diri. Masa balita merupakan masa yang sangat penting bagi proses
kehidupan manusia. Pada masa ini akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan
anak dalam proses tumbuh kembang selanjutnya. Profil kesehataan (2013) dalam
Jafar (2019).
Masa balita merupakan periode yang penting karena pada masa tersebut
terjadi pertumbuhan yang sangat pesat diantaranya adalah pertumbuhan fisik,
perkembangan psikomotorik, mental dan social yang di alami balita tersebut.
(Depkes RI. 2020).
Anak balita adalah anak yang menginjak usia di atas satu tahun atau lebih
popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris, 2006).
Menurut Sutomo, dkk (2010), balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun
(batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung
penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang
air dan dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik.
Namun kemampuan lain masih terbatas.
Berdasarkan Data Daftar Anak Berdasarkan Status Gizi yang diperoleh dari Pemerintah
Gampong Barabung Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar, terdata empat orang balita
mengalami stunting, sementara Gampong Barabung berada di wilayah sekitaran Kampus Universitas
Syiah Kuala. Hal ini memperkuat alasan Tim Pengabdi untuk menjadikan Posyandu Ibnu Sina di
Gampong Barabung sebagai Mitra.

7
Balita adalah masa anak mulai berjalan dan merupakan masa yang paling
hebat dalam tumbuh kembang, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun. Masa ini
merupakan masa yang penting terhadap perkembangan

8
kepandaaian dan pertumbuhan intelektual balita (Mitayani, 2010) dalam Jafar
(2016)

B. Stunting
1. Pengertian stunting
Stunting merupakan masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan
tinggi badan anak yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Anak
yang menderita stunting akan lebih rentan dengan penyakit dan ketika dewasa
akan berisiko untuk terkena penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak hanya
pada segi kesehatan tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan pada anak
(Buletin jendela, 2018).
Status gizi adalah hasil akhir dari keseimbangan antar zat gizi yang masuk ke
dalam tubuh dan penggunaannya. Status gizi terbagi menjadi 3 kelompok yaitu
gizi baik, gizi kurang, dan gizi lebih. Pertama, gizi baik yaitu asupan gizi yang
sesuai dengan kebutuhan gizi seseorang. Kedua, gizi kurang yaitu keadaan tidak
sehat yang timbul karena tidak cukup makan atau konsumsi energi dan protein
yang kurang selama jangka waktu tertentu. Terakhir, gizi lebih yaitu keadaan
yang tidak sehat yang di akibatkan oleh kelebihan makan. Salah satu tanda yang
dapat dilihat dari orang yang menderita gizi lebih yaitu kegemukan (Cakrawati
dan Mustika, 2014) dalam Halik (2022).
Menurut penelitian Ibrahim, Faramita pada tahun 2014, pengetahuan
ibutentang gizi akan menentukan sikap dan perilaku ibu dalam
menyediakan makanan untuk anaknya termasuk dalam menentukan jenis dan
jumlah yang tepat agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Stunting
disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor
gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang
paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh karena itu
perlunya dilakukan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita
(TNP2K, 2017). Beberapa faktor yangmenjadi penyebab stunting dapat
digambarkan sebagai berikut:

9
1) Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu
mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah
ibu melahirkan.
2) Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan
pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari
publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat anak
kehadiran di posyandu semakin menurun dari 79% di 2020 menjadi 64% di
2023 dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi.
3) Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal ini
terjadi karena harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.
Menurut beberapa sumber, komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal
dibandingkan dengan di New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di
indonesia lebih mahal daripada di singapura. Terbatasnya akses ke makanan
bergizi di indonesia juga dicatat telah berkonstribusi pada 1 dari 3 ibu hamil
yang mengalami anemia.
4) Kurangnya akses air bersih dan sanitasi. Data yang telah di peroleh dari
lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses
air minum yang bersih, serta 1 dari 5 rumah tangga di indonesia masih buang
air besar (BAB) di ruang terbuka.

2. Ciri-ciri Pada Anak Stunting


a. Anak balita yang stunting pertumbuhan giginya akan terhambat
b. Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5
cm/tahun.
c. Anak dengan kekurangan energi dan protein kronis (stunting).
d. Wajah tampak lebih muda dari umumnya (Kemenkes, 2018)

1
3. Dampak Stunting
Dampak dari kejadian stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek
dan dampak jangka panjang.
a. Dampak Jangka Pendek
1) Terjadinya peningkatan kesakitan dan kematian.
2) Perkembangan motorik, kognitif, dan verbal pada anak tidak optimal.
3) Terjadinya peningkatan biaya kesehatan.
b. Dampak Jangka Panjang
1) Postur tubuh anak yang tidak optimal pada saat dewasa (lebih pendek
dibandingkan dengan umumnya).
2) Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit-penyakit lain.
3) Terganggunya kesehatan reproduksi.
4) Kapasitas belajar yang kurang optimal pada masa
sekolah(Buletin Jendela, 2018).

C. Status Gizi
1. Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos (tubuh) dan metros (ukuran). Secara
umum antropometri diartikan sebagai ukuran tubuh manusia dalam bidang gizi,
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingka umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2017).
Kategori dan ambang batas status gizi anak terdapat pada tabel dibawah ini:

1
Tabel 1. Status gizi berdasarkan indeks TB/U
Indeks Kategori status AmbangBatas
Gizi
(z-Score )
Panjang Badan menurut Sangat Pendek <-3 SD
umur (PB/U) atauTinggi
Badan menurut umur Pendek -3 SD sampai
(TB/U) Anak Umur 0–60 dengan<-2 SD
Bulan Normal -2 SD sampai
dengan +3 SD
Tinggi >+3 SD
Sumber: (Kemenkes, 2020).

D. Pengetahuan Ibu
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2020).
Pengetahuan tentang gizi pada orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu diantaranya adalah umur yang semakin tua, umur seseorang maka proses
perkembangan mentalnya semakin baik, intelegensi atau kemampuan untuk
belajar dan berpikir abstrak, guna menyesuaikan diri dilingkungan baru dimana
seseorang mempelajari hal-hal baik juga buruk tergantung pada sikap
kelompoknya, budaya yang memegang penting dalam pengetahuan, dan
pengalaman yang merupakan guru terbaik dalam mengasah pengetahuan
(Notoatmodjo, 2010).

2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2020) Pengetahuan atau kognitif adalah domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

1
Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatanyaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu merupakan suatu suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya.
Seperti mengingat kembali suatu spesifik dari seluruh bahan yang telah
dipelajari. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling
rendah
b. Memahami (Comprehension)
Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang telah diketahui dan menyimpulkan objek yaang telah di
pelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi merupakan suatu kempuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Seperti penggunaan rumus, metode,
dan sebagainya.
d. Analisis (analysis)
Analysis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek tetapi masih didal struktur organinasi dan masih ada kaitannya
satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan
suatu bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Seperti
menyusun, merencanakan, meringkas dan sebagainya.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan pengetahuan untuk melakukan suatu penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu ditentukan sendiri
dan didasarkan oleh ketentuan yang telah ada.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Notoadmojo (2022), Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan orang tua sebagai berikut:

1
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang
untuk mengimplementasikan pengetahuannya khusunya dalam bidang
kesehatan dan gizi. Dengan demikian, ibu yang mempunyai pendidikan
yang rendah akan berkaitan dengan sikap dan tindakan ibu dalam
menangani masalah kurang gizi pada anak balitanyan (Atmaria dan
Fallah, 2020).
b. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupanndan kehidupan kenyaluargan. Pekerjaan
memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang baiksecara langsung
maupun tidak langsung.
c. Umur
Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat
yang lebih dewasa akan lebih percaya dari pada orang yang belum cukup
tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman jiwa
(Nursalam, 2021).
d. Pengalaman
Pengalaman adalah guru yang terbaik, dapat diartikan bahwa
pengalamanmerupakan sumber pengetahuan. pengalaman merupakan
cara untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu
pengalaman pribadi dapat dijadikan sebagai upaya untuk memperoleh
pengetahuan. (Notoadmodjo, 2021).

4. Cara Mengukur Pengetahuan


Menurut (Notoatmodjo, 2020), pengetahuan tentang kesehatan dapat diukur
berdasarkan jenis penelitiannya, kuantitatif dan kualitatif.
a. Penelitian Kuantitatif

1
Pada umumnya mencari jawaban atas kejadian yang menyangkut beberapa
banyak, beberapa sering, beberapa lama, dan sebagainya, maka biasanya
menggunakan metode wawancara dan angket.
1) Wawancara tertutup dan wawancara terbuka, dengan menggunakan instrument
(pengumpul data/ alat pengukur) kuesioner. Wawancara tertutup adalah
wawancara dengan jawaban responden atas pertanyaan yang diajukan telah
tersedia dalam opsi jawaban, responden tinggal memilih jawaban yang
dianggap mereka paling benar atau yang paling tepat. Sedangkan wawancara
terbuka, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka, dan
responden boleh menjawab sesuai dengan pendapat atau pengetahuan
responden itu sendiri.
b. Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjawab bagaimana suatu kejadian itu
terjadi atau mengapa terjadi. Misalnya penelitian kesehatan tentang demam
berdarah di suatu komunitas tertentu. Penelitian kualitatif mencari jawaban
mengapa di komunitas ini sering terjadi kasus demam berdarah, dan mengapa
masyarakat tidak mau melakukan menguras, menutup, mengubur (3M). Metode
pengukuran pengetahuan dalam penelitian kualitatif antara lain:
1) Wawancara Mendalam
Mengukur variabel pengetahuan dengan metode wawancara mendalam,
adalah peneliti mengajukan suatu pertanyaan sebagai pembuka, yang akan
membuat responden menjawab sebanyak- banyaknya dari pertanyaan
tersebut. Jawaban responden akan diikuti pertanyaan selanjutnya sehingga
memperoleh informasi dari responden dengan sejelas-jelasnya.
5. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2022) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan


diinterprestasikan dengan skla yang bersifat kualitatif, yaitu :

1. Baik : Hasil presentase 76% - 100%

1
2. Cukup : Hasil presentase 56% - 76%
3. Kurang : Hasil presentase > 56%

E. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Kejadian Stunting Pada Anak


Balita
Pengetahuan ibu tentang gizi sangat berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam
menyediakan makanan bagi anaknya. Ibu yang mempunyai pengetauan yang baik
akan mampu menyediakan makanan dengan jenis dan jumah yang tepat agar anak
tumbuh dan berkembang secara optimal (Astari, 2020) dalam Rohmatun
(2014).Kurangnya pengertian tentang pola makan yang baik, serta kurangnya
pengertian tentang konstribusi gizi dari berbagai jenis makanan akan
menimbulkan masalah gizi (Wulandari dan Indra, 2019) dalam Ibrahim (2020).
Menurut penelitian Ibrahim, Faramita pada tahun 2014, untuk mencegah
terjadinya stunting, diperlukan penanganan sejak dini, seperti perlunya
pemantauan pertumbuhan balita dengan pengukuran tinggi badan secara berkala
melalui posyandu, serta diperlukannya penyuluhan kesehatan secara rutin untuk
meningkatkan pengetahuan gizi bagi orang tua khususnya pengetahuan ibu
tentang gizi demi mewujudkan keluarga yang sadar akan gizi.
Menurut penelitian Pormes dkk (2022), diperoleh bahwa dari 30 anak, 24
diantaranya memiliki tinggi badan (TB/U) normal (96%) disertai dengan
pengetahuan orang tua tentang gizi yang baik. Hal menunjukkan adanya hubungan
antara pengetahuan orang tua tentang gizi dengan kejadian stunting di TK
Malaekat Pelindung Manado. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Narsikhah (2019) bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan orang
tua dengan kejadian stunting pada anak.
Menurut penelitian Susanti (2020), terdapat hubungan antara pengetahuan ibu
dengan status gizi balita, pengetahuan ibu yang baik 85%, statuts gizi anaknya
baik.

1
Menurut Penelitian Kurniawati (2011), terdapat hubungan antara pengetahuan
ibu dengan status gizi. Tingkat pengetahuan ibu yang rendah 91,3%, status gizi
anaknya tidak baik.
Menurut penelitian Ni’mah, Khoirun (2021), mengatakan tingkat
pengetahuan gizi ibu yang kurang 61,8% anaknya stunting.
Menurut penelitian Nisak (2020), mengatakan ada hubungan pengetahuan
gizi ibu dengan status gizi balita, dimana ibu balita yang berpengetahuan baik
93,3% status gizi anaknya baik.
Menurut penelitian Hapsari (2022), terdapat hubungan pengetahuan ibu
dengan kejadian stunting. Ibu yang pengetahuan rendah 80% anaknya stunting.
Menurut penelitian Adelina, Widajanti (2018), terdapat hubungan
pengetahuan ibu dengan kejadian stunting, yaitu ibu yang pengetahuannya
kurang 68,6% anaknya stunting.
Menurut penelitian Asiah (2018), terdapat hubungan pengetahuan gizi ibu
dengan kejadian stunting, dimana ibu yang pengetahuannya rendah 62% anaknya
stunting.

F. Kerangka Konsep

Pengetahuan Gizi Status


Ibu Gizi
(TB/U)
Gambar 1. Kerangka Konsep

1
G. Defenisi Operasional
Tabel 2.Definisi Operasional
No Variable Devinisi Alat ukur Hasil ukur Skala

1 Pengetah Pemaham Kuesioner, Jawaban Ordinal


uan gizi an ibu yang terdiri benar diberi
tentang dari 25 skor 1, dan
ilmu gizi pertanyaan. jawaban
mengenai salah diberi
sumber zat skor 0.
gizi, 1000 Kategori
HPK, ASI pengetahuan
ekslusif dihitung
dan MP dengan total
ASI.
Pengetahu jumlah skor
an ibu 25 𝑥 100
diperoleh
dari 25 Sehingga
pertanyan kategori
n. pengetahuan
adalah:

-baik : jika
hasil
persentase
≥76 %
-kurang baik :
jika hasil
persentase
<76%
(Arikunto,
2006).

1
2 Status Status  TB pengukuran Ordinal
gizi kesehatan diukur antropometri (
yang dengan tb/pb dan
dihasilkan papan bb). Dengan
oleh ukur melihat
keseimban  umur z-score
gan antara diperole (Permenkes
kebutuhan h dari no 2 Tahun,
dan asupan bertanya 2020):
zat gizi kepada TB/U
status gizi ibu balita a. Stunting :
diperoleh < - 2SD.
dengan b. Tidak
hasil stunting :
pengukura ≥ -2 SD.
n
antropome
tri dengan
indeks
TB/U.

H. Hipotesis

Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi pada balita
usia 24-59 bulan di Desa Tanjung Mulia Kec.Pagar Merbau.

Ha : Ada hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi pada balita usia
24-59 bulan di Desa Tanjung Mulia Kec.Pagar Merbau.

1
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Mulia di kecamatan Pagar
Merbau. Waktu penelitian dilakukan mulai Agustus 2021 – 2022 Juli dan
pengumpulan data dilaksanakan pada Februari 2021.

B. Jenis dan Desain Penelitian


penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan
crosssectional

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek peneliti atau objek yang diteliti
(Soekidjo, 2022) dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak
balita usia 24-59 bulan yang terdapat di desa Tanjung Mulia. jumlah balita
yang ada di desa tanjung mulia adalah sebanyak 653 balita.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel diambil dari Dusun
Teladan. Pengambilan sampel adalah secara kemudahan atau accidental
sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa
saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai
sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu sesuai sebagai
sumber data. Maka jumlah sampel adalah 40 orang. Kriteria responden
adalah:
a. Ibu bersedia menjadi responden.
b. Mempunyai anak balita 24 – 59 bulan.
c. Anak bersedia diukur.
Dari kriteria tersebut maka jumlah sampel 40 orang.

2
3. Responden
Respondennya adalah ibu balita.

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data


Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini, meliputi data primer dan
data sekunder.

1. Data primer
a) Data karakteristik sampel meliputi: nama, jenis kelamin, tanggal, tinggi
badan, dan berat badan.
b) Karaterisitk responden: nama, umur, pendidikan, pekerjaan dan jumlah
anggota keluarga. Data karkteristik diperoleh dengan wawancara
menggunakan kuesioner.
c) Pengetahuan ibu yang meliputi gizi ibu hamil dan gizi balita. Data
pengetahuan dikumpulkan menggunakan kuesioner, dengan cara
mewawancarai ibu balita.
 Langkah – langkah pengumpulan data:
1. Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi rumah
responden
2. Mewawancarai ibu balita dengan alat bantu kuesioner.
3. Mengukur TB anak balita menggunakan Papan Ukur dengan
ukuran 185 cm.
Langkah-langkah pengukuran Tinggi Badan anak balita:
a. Posisikan papan ukur dengan dinding yang lurus dan datar
setinggi 185 cm.
b. Lepaskan alas kaki anak atau lepaskan ikat rambut anak
(perempuan).
c. Anak disuruh berdiri tegak seperti sikap siap, kaki lurus, tumit,
pantat, punggung dan kepala bagian kepala harus menempel
pada papan ukur dan muka menghadap lurus dengan pandangan
ke depan.

2
d. Turunkan papan sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-
siku harus lurus menempel pada dinding.
e. Baca angka tinggi badan dengan pandangan yang lurus dan
sejajar. Lalu catat angka yg diliat.

2. Data Sekunder
Data sekunder meliputi gambaran umum desa Tanjung Mulia
meliputi jumlah penduduk, pekerjaan, pendidikan.

3. Cara Mengumpulan data


a. Karakteristik Sampel :
 Nama : Wawancara dan kuesioner (lampiran 2)
 Tanggal lahir : wawancara dan kuesioner (lampiran 2)
 Jenis kelamin : Wawancara dan kuesioner (lampiran 2)
 Tinggi badan : Menggunakan alat papan ukur dan kuesioner
(lampiran 2)
 Berat badan : Menggunakan alat timbangan berat badan
dan kuesioner (lampiran 2).
b. Karakteristik Responden:
 Nama : Wawancara dan kuesioner (lampiran 2)
 Umur : Wawancara dan kuesioner (lampiran2)
 Pendidikan : Wawancara dan kuesioner (lampiran 2)
 Pekerjaan : Wawancara dan kuesioner (lampiran 2)
 Jumlah anggota keluarga: Wawancara dan kuesioner
(lampiran 2).

E. Pengolahan dan Analisa Data


1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan Editing,Coding,Cleaning,dan
Tabulating
1. Status Gizi

2
 Masukkan data ke program CALCULATOR ANTRO 2020 meliputi
tanggal survey, JK, TB, BB, dan tanggal lahir.
 Menetukan z- score.
 Membandingkan z- score dengan Permenkes no 2 Tahun 2020.
 Mengkategorikan : Status gizi balita usia 24-59 bulan dengan
indeks TB/U.
a. Sangat Pendek : <-3 SD
b. Pendek : -3 SD sampai dengan <-2 SD
c. Normal : -2 SD sampai dengan 2 SD
d. Tinggi : >2 SD

tetapi dalam uji stastik hanya menggunakan 2 kategori saja yaitu:


stunting dan tidak stunting.
2. Pengetahuan gizi
Langkah–langkah:
 Setiap jawaban diberi skor, yaitu skor 1 jika jawaban benar dan skor
0 jika jawaban salah.
 Menjumlahkan setiap skor.

Mengkategorikan pengetahuan dengan rumus

jumlah skor
skor tertinggi (25) 𝑥 100%

 Kategori:
Baik : Jika persentase skor ≥ 76
Kurang Baik : Jika persentase skor < 76%.
(Arikunto, 2022).

2. Analisa Data
Data yang diolah menggunakan alat bantu computer kemudian dianalisis
berdasarkan variable :

2
 Analisis univariat : menggambarkan masing masing variable yaitu : umur,
gizi ibu, status gizi anak balita yang disajikan dalam bentuk table distribusi
frekuensi dan dianalisis berdasarkan presentase.
 Analisis bivariat : Melihat hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status
gizi anak balita digunakan uji chi Square karena datanya berskala ordinal.
Pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas ( p ) jika p < 0,05 maka
Ho ditolak artinya ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status
gizi anak balita.

2
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Tanjung Mulia merupakan salah satu kelurahan yang ada di kecamatan Pagar
Merbau, Kabupaten Deli Serdang, provinsi Sumatra Utara, Desa Tanjung Mulia
memiliki luas 185 hektar, dengan rincian luas wilayah perumahan 79 hektar,
wilayah persawahan 42 hektar, dan wilayah perkebunan 16 hektar.

B. Gambaran Karakteristik Responden


1. Umur Ibu
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan
kerja dan produktifitas seseorang. Seseorang akan mengalami peningkatan
kemampuan kerja seiring bertambahnya umur, akan tetapi selanjutnya akan
mengalami penurunan kemampuan kerja pada titik yang tertentu (Rizal,
2021).

2
Distribusi sampel berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur Ibu N %
22-31 Tahun 28 70
32-40 Tahun 12 30
Total 40 100.0

Tabel 3. Menjelaskan umur ibu yang terbanyak berada di kelompok


umur 22-31 tahun yaitu sebanyak 28 orang (70%) dan umur ibu yang paling
sedikit adalah di kelompok umur 32-40 tahun yaitu 12 orang (30%). Dari
tabel di atas menjelaskan bahwa usia ibu masih termasuk usia massa
produktif.

2. Pendidikan
Pendidikan merupakan sesuatu yang dapat membuat seseorang meraih
wawasan dan pengetahuan yang lebih luas. Orang-orang yang memiliki
pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki wawasan yang lebih luas jika
dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki pendidikan yang lebih
rendah (Larasati, 2021).
Pendidikan ibu mempunyai peran penting terhadap status gizi balita.
Pendidikan ibu yang meningkat akan berdampak pada investasi sumber daya
yang berkualitas, karena dengan pendidikan ibu status gizi balita akan
meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan peluang kesempatan
pendidikan pada balitanya sebagai modal utama peningkatan sumber daya
yang berkualitas (Rohmatun, 2019).
Menurut penelitian Ibrahim pada tahun 2014, Tingkat pendidikan ibu
dapat meningkatkan keputusan ibu dalam membuat kekuasaan, meningkatkan
gizi anak, kesehatan, dan pertumbuhan fisik mereka. Hasil serupa ditunjukkan
juga dalam penelitian yang dilakukan oleh Anisa Paramitha (2022), dimana
dengan meningkatnya pendidikan ibu dapat mengurangi kejadian stunting,
karena ibu pengasuh yang paling utama bagi anak, dan tingkat pendidikan
ibu diharapkan memiliki

2
hubungan yang kuat terhadap stunting pada anak.
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan cenderung lebih mudah
mendapatkan informasi yang baik dalam Halik (2020). Distribusi responden
berdasarkan pendidikan responden disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Ibu n %
SD 2 5.0
SMP 12 30.0
SMA 24 60.0
Perguruan Tinggi 2 5.0
Total 40 100.0

Tabel 4. Menjelaskan bahwa distribusi responden menurut tingkat


pendidikan yang terbanyak adalah yang pendidikan terakhirnya SMA,
sebanyak 24 orang (60,0%). Lalu pendidikan ibu di kategori SD sebanyak 2
orang (5,0%) , dikategori SMP sebanyak 12 orang (30,0%), dikategori
Perguruan Tinggi sebanyak 2 orang (5,0%).

3. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan seseorang dapat menjadikan seseorang
mendapatkan pengalaman dan pengetahuan yang baik secara langsung
maupun secara tidak langsung (Notoadmojo, 2012). Distribusi Responden
Berdasarkan Pekerjaan disajikan pada tabel 5.

2
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Ibu n %
Ibu Rumah Tangga 38 95.0
Guru 2 5.0
Total 40 100.0

Tabel 5. Menjelaskan bahwa pekerjaan ibu yang paling banyak adalah


sebagai ibu rumah tangga, yaitu sebanyak 38 orang (95%) dan kategori
pekerjaan ibu sebagai Guru sebanyak 2 orang (5.0%).
Hasil penelitian Picauly dan Magdalena, di Kupang dan Sumba Timur
NTT menunjukkan bahwa ibu yang bekerja memiliki peluang anaknya
stunting lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Ibu yang
bekerja tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memperhatikan anaknya
sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta kurangnya perhatian dalam
pengasuhan anak (Olsa, 2023).

4. Jumlah Anggota Keluarga


Ada banyak faktor yang mempengaruhi status gizi anak, faktor keluarga
seperti jumlah anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga berpengaruh
terhadap pertumbuhan anak. Keluarga besar ditambah sosial ekonimi kurang
akan mengakibatkan berkurangnya kasih sayahng serta kebutuhan primer
seperti makanan dan pakaian (Purnamasari, 2020).
Hasil penelitian Purnamasari, 2022 sejalan dengan penelitian Pahlevi,
2021 yang menyatakan tidak adanya hubungan antara anggota keluarga
dengan status gizi anak. Distribusi jumlah anggota keluarga responden dapat
dilihat pada tabel 6.

2
Tabel 6. Distribusi jumlah anggota keluarga responden

Jumlah Anggota n %
Keluarga
3 4 10.0
4 28 70.0
5 8 20.0
Total 40 100.0

Tabel 6 menjelaskan bahwa sebanyak 70.0% responden memiliki jumlah


anggota keluarga sebanyak 4 orang, 10.0% memiliki anggota keluarga
sebanyak 3 orang. Lalu sebanyak 20.0% responden memiliki jumlah anggota
keluarga 5 orang.

C. Gambaran Karakteristik Sampel


1. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan identitas gender seseorang yaitu jenis kelamin
laki-laki dan perempuan. Distribusi jenis kelamin anak disajikan pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi sampel


berdasarkan Jenis Kelamin Balita
Jenis Kelamin n %
Balita
Laki-laki 23 57,5

Perempuan 17 42.5

Total 40 100.0

Tabel 7. Menjelaskan bahwa sebanyak 57.5% sampel dalam penelitian


ini berjenis kelamin laki-laki dan 42.5% berjenis kelamin perempuan.
Jenis kelamin dapat menetukan besar kecilnya kebutuhan gizi untuk
seseorang. Selama masa bayi dan anak-anak, anak perempuan cenderung
lebih rendah mengalami stunting daripada anak laki-laki.

2
Dalam dua penelitian yang dilakukan di tiga negara berbeda, yaitu Libya,
Banglades, dan Indonesia, menunjukkan bahwa prevalensi stunting yang
lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
(Larasati, 2020).

2. Umur Balita
Karakteristik sampel berdasarkan umur balita ditampilkan pada
tabel 8.
Tabel 8. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Balita
Umur (Bulan) n %
24-35 26 65%
36-47 5 12.5%
48-59 9 22.5%
Total 40 100.0

Tabel 8. Menjelaskan bahwa dari 40 sampel anak balita yang diteliti,


jumlah sampel dengan kelompok umur yang paling banyak adalah 24-35
bulan sebanyak 26 orang (65%), 36-47 bulan sebanyak
5 orang (12.5%), dan sampel umur 48-59 bulan sebanyak 9 orang
(22.5%).
Usia 24-59 bulan merupakan usia rata-rata anak lebih rentan terkena resiko
stunting dibandingkan anak usia 48-59 bulan dikarenakan adanya gangguan
pertumbuhan akibat dari kurangnya asupan zat gizi yang berlangsung pada
waktu cukup lama, sehingga dampak stunting akan terlihat pada tahapan
kelompok umur 24-47 bulan dibandingkan pada tahapan umur 12-24 bulan
(Dewi dan Adhi, 2020).
Pada masa ini balita sering terkena penyakit infeksi sehingga berisiko
tinggi anak menjadi kurang gizi. Hal ini dikarenakan pada usia
3 – 5 tahun atau bisa juga disebut usia prasekolah kecepatan pertumbuhannya
sudah terlambat (Anisa, 2021).

3
D. Stunting (Nilai Z-score TB/U)
Stunting merupakan kegagalan dalam mencapai pertumbuhan optimal
yang di sebabkan oleh gizi kurang yang berlangsung dalam jangka waktu
yang lama yang dihitung berdasarkan TB/U, dimana nilai Z-scorenya <-3 SD.
Hasil penelitian menunjukkan distribusi stunting pada anak balita. Disajikan
pada tabel 9
Tabel 9. Distribusi Kategori Stunting Pada Anak Balita
Status Gizi n %

Stunting 7 17.5

Tidak Stunting 33 82.5

Total 40 100.0

Tabel 9. Menjelaskan bahwa prevalensi stunting pada anak balita usia 24


– 59 di desa Tanjung mulia sebesar (17,5%). Jika dibandingkan prevalensi
stunting di Sumatera Utara (32,4%), Secara nasional prevalensi stunting pada
tahun 2018 sebesar (30,8%) (Riskesdas, 2021), sedangkan prevalensi stunting
dari Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) 2023 di Deli Serdang adalah 33,3%.
Maka prevalensi stunting di Desa Tanjung Mulia khususnya dusun Teladan
adalah lebih rendah.
Sesuai dengan standar WHO, suatu wilayah dikatakan masalah gizi akut
bila prevalensi stunting lebih dari 20%. Berdasarkan kriteria ini kejadian
stunting di Desa tanjung Mulia 17,5% tidak menjadi masalah lagi (Kemenkes,
2020).

E. Pengetahuan Gizi Ibu


Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2020).

3
Tabel 10. Distribusi Kategori Pengetahuan Gizi Ibu Responden

Kategori n %
Pengetahuan Gizi

Baik (total skor ≥76) 19 47.5

Kurang (total skor<76) 21 52.2


Total 40 100.0

Tabel 10 menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan kurang


lebih banyak dibandingkan dengan responden dengan pengetahuan baik.

Hasil penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa pertanyaan


pengetahuan gizi yang paling banyak dijawab benar oleh responden adalah
tentang Pemberian makanan pada anak balita disesuaikan dengan usia dan
kebutuhan gizi anak balita (100%), zat gizi yang terkandung dalam sayuran
dan buah-buahan vitamin dan mineral (95%), prinsip dan syarat makanan ibu
hamil susunan menu seimbang dan porsi kecil tapi sering (95%),
Pertumbuhan perkembangan serta kecerdasan balita, membutuhkan gizi
optimal (92,5%), anak mengonsumsi buah dan sayur (92.5%), pengertian gizi
zat yang terkandung dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh (90%),
manfaat makanan bagi ibu hamil sebagai pertumbuhan janin (90%), porsi
ukuran atau banyaknya makanan bagi ibu hamil lebih banyak dari sebelum
hamil (90%),
Untuk menilai pengetahuan gizi ibu terhadap kejadian stunting peneliti
menilainya menggunakan kuesioner yang terbagi jadi 3 kategori yaitu
mengenai :pengetahuan gizi ibu, pengetahuan 1000 HPK (hari pertama
kehidupan) dan pola asuh makan. Sehingga dari ke-3 kategori yang paling
rendah yaitu di kategori pola asuh makan pada pertanyaan tentang : ibu tidak
memberikan Asi selama 6 bulan

3
(82.5%), ibu memberikan madu atau makanan lain pada saat bayi berusia di
bawah 6 bulan (87.5%), dan ibu tidak memberikan asi selama 6 bulan (Asi
Ekslusif) (82.5%).

F. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Status Gizi Balita Usia 24-59
Bulan Di Desa Tanjung Mulia Kec. Pagar Merbau

Kurangnya pengetahuan gizi yang tidak memadai, kurangnya pengertian


tentang kebiasaan makan yang baik, serta pengertian yang kurang tentang
konstribusi gizi dari berbagai jenis makanan akan menimbulkan berbagai
masalah gizi (Ibrahim, 2020).
Tabel 11. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Status Gizi Balita

Pengetahuan Kategori Stunting Total P value


Gizi ibu Stunting Tidak
Stunting
n % N % n % 0,412
Baik 2 10,5 17 89,5 19 100
Kurang Baik 5 23,8 16 76,2 21 100
Total 7 17,5 33 82,5 40 100

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan gizi ibu baik dengan
stunting sebanyak (10,5%). Tetapi uji statistic dengan chi- square p Value >
0,05 atau (1 > 0,05) artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu
dengan dengan status gizi balita usia 24- 59 bulan di desa tanjung mulia kec.
pagar merbau.

Hasil ini menjelaskan status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan,
tetapi dapat di pengaruhi dengan asupan zat gizi, penyakit infeksi, pengasuhan
anak, pendapatan keluarga dan pendidikan yang rendah (Nurhikmah, 2019)
dalam (Hartono, 2020).

3
Hal ini sejalan dengan penelitian Salman (2020) dimana tidak ada hubungan
antara pengetahuan gizi ibu dengan kejadian stunting pada balita.

Penelitian Ni’mah, Khoirun dkk (2021) juga mengatakan ibu dengan tingkat
pengetahuan kurang dan cukup lebih banyak balitanya mengalami stunting.
Penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu dengan stunting. Demikian juga penelitian Sulastri (2022)
dimana tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian
stunting pada balita.

Penlitian Anelia P.R (2022) mengatakan tidak ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan ibu dengan status gizi (stunting). Hal ini sesuai dengan
penelitian Kawengian (2021), mengatakan tidak adanya hubungan yang
bermakna antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita (TB/U). Hasil
penelitian ini berbeda dengan penelitian Marniasih (2020), yang menunjukkan
terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan kejadian
stunting pada balita.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pormes, dkk (2014) dimana
terdapat hubungan yang signifikan atau bermakna antara pengetahuan orang
tua tentang gizi dengan stunting.

3
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Pengetahuan gizi ibu pada anak balita usia 24-59 bulan lebih banyak
dengan kategori kurang baik yaitu 52.2%.

2. Kejadian stunting di Desa Tanjung Mulia Kec. Pagar Merbau Lebih


rendah dibandingkan dengan prevalensi secara Nasional, Sumut dan
Kabupaten.

3. Tidak ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita
pada anak balita usia 24-59 bulan di Desa Tanjung Mulia Kec. Pagar
Merbau (p=0,412).

B. Saran
1. Bagi ibu disarankan untuk meningkatkan pengetahuan gizi dan
menerapkannya kepada anak seperti memperhatikan makanan yang
dikonsumsi.
2. Bagi pihak desa diharapkan untuk memantau status gizi anak balita
melalui pengukuran TB dan penimbangan BB secara berkala serta
diharapkan kerja sama dengan pihak kesehatan untuk memberikan
gambar makanan seimbang.
3. Bagi Peneliti dapat digunakan sebagi referensi untuk penelitian
selanjutnya untuk membahas faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
stunting.

3
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M. Wirjatmadi, B. 2019. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan.


Jakarta : 48-57.
Adelina. Widajanti. Nugraheni. 2020. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu, Tingkat
Konsumsi Gizi, Status Ketahanan Pangan Keluarga Dengan Balita
`Stunting (Studi Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Duren Kabupaten Semarang).Universitas Diponegoro.
Asiah, Nur. Alibbirwin. 2021. Hubungan Faktor Ibu Dengan Kejadian Stunting.
Universitas Muhammadiyah.
Adelina Maria. 2020. Hubungan Pengetahuan Gizi Dan 1000 Hpk Ibu Serta
PolaAsuh Dengan Status Gizi Balita (Bb/U) Di Kecamatan Jasinga
Kabupaten Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Amalia, Rizki, Meviana. 2018. Hubungan Faktor Predisposing. Fakultas Ilmu
Kesehatan.

Anelia P.R, Bertalina. 2020. Hubungan Asupan Gizi, Pemberian Asi Eksklusif,
dan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi (Tb/U) Balita 6-59
Bulan.Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Jurusan Gizi

Anisa, Pramitha. 2022. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Stunting Pada Balita Usia 25 – 60 Bulan Di Kelurahan Kalibaru Depok
Tahun 2019. Skripsi. Depok: Program Studi Gizi Departemen Gizi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia

Ariani. 2022. Ilmu Gizi. Yogyakarta. Nuha Medika Arikunto,


S. 2020. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta.
Atmarita dan Fallah TS. 20. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta
Balitbangkes. 2018. Riset Kesehatan Dasar Nasional. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Buletin Jendela. 2018. Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia.
Jakarta : Data dan Informasi Kesehatan.
Cakrawati, D dan Mustika, N.H. 2021. Bahan Pangan, Gizi, dan
Kesehatan. Bandung: Alfabeta.
Dewi, Adhi dan Kadek. 2016. Pengaruh Konsumsi Protein dan Seng serta
Riwayat Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak
Balita 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa

3
Penida III. Fakultas Kedokteran Universitas Undayana, Vol.3 No.
1:36-46.

Halik, Nabila. Malonda S. H Nancy. Kapantow. H. Nova. 2022. Hubungan Antara


Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Dengan Status Gizi Pada Anak Usia
24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pusomaen Kabupaten
Minahasa Tenggara. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Hapsari, Winda. 2018. Hubungan Pendapatan Keluarga, Pengetahuan Ibu Tentang
Gizi, Tinggi Badan Orang Tua, Dan Tingkat Pendidikan Ayah Dengan
Kejadian Stunting Pada Anak Umur 12-59 Bulan. Skripsi. Fakultas
Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Hartono, Rudy. Ula. Husnal, Sunarto. Ipa Agustian. 2021. Hubungan Pengetahuan
Ibu Tentang Gizi Dengan Asupan Energi Pada Anak Stunting.
Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar
Indra D, Wulandari Y. Prinsip-prinsip Dasar Ahli Gizi. Jakarta Timur: Dunia
Cerdas; 2022.
Jafar, Nurhaedar. 2021. Pertumbuhan Balita. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Hasanuddin Makassar
Kawengian, S. E. 2022. Hubungan antara asupan energi dan zat gizi dengan status
gizi anak sekolah dasar kelas 4 dan kelas 5 SDN I Tounelet dan SD
Katolik St. Monica Kecamatan Langowan Barat.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan : Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia.
Jakarta.
Kemenkes, 2020. Standar Antropometri Anak. Kementerian Kesehatan R
Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.
Kurniawati. Erni. 2011. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan
Status Gizi Balita Di Kelurahan Baledono, Kecamatan Purworejo,
Kabupaten Purworejo.
Larasati, Sri. 2018. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Depublish.
Marniasih. 2015. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada
balita 12-35 bulan di desa Pandan Indah

3
Kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten
Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. STIKES
Ngudi Waluyo Ungaran.
Moehji, S. 2022. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk.
Jakarta : Papas Sinar Sinant.
Muaris, H. 2020. Sarapan Sehat Untuk Anak Balita. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ni’mah, Khoirun. Nadhiroh, Rahayu. 2015. Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Stunting.
Fakultas Kesehata Masyarakat Universitas
Airlangga.
Ni’mah, Cholifatun dan Lailatul Muniroh. 2022. Hubungan
Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan dan
Pola Asuh Ibu Dengan Wasting dan Stunting
Pada Balita Keluarga Miskin. Media Gizi
Indonesia, Vol. 10, No. 1.
Nisak, Zahrotun, Nuruz. 2020. Hubungan Pekerjaan Dan
Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Status Gizi Balita
Desa Duwet Kecamatan Wonosari Kabupaten
Klaten. Jurusan Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan.
Osla, Edwin, Daniel. Sulastri, Delmi. Anas, Eliza.2019.
Hubungan Sikap dan Pengetahuan Ibu terhadap
Kejadian Stunting pada Anak Baru Masuk
Sekolah Dasar di Kecamatan Nanggalo. Jurnal
Kesehatan Andalas.
Pormes. Wellem. Elseus,Sefti Rompas,Amatus Yudi
Ismanto. 2020. Hubungan Pengetahuan Orang
Tua Tentang Gizi Dengan Stunting Pada Anak
Usia 4-5 Tahun Di Tk Malaekat Pelindung
Manado. Universitas Sam Ratulangi
Purnamasari,Diyah,Umiyarni.Dardjito,Endo.Kusnandar.202
1. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga,
Pengetahuan Gizi Ibu dan Tingkat Konsumsi
Energi dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar.
JurnalKesmas Indonesia. 8(2) :49-56

Anda mungkin juga menyukai