Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stunting menjadi masalah global yang sangat serius di seluruh dunia, menurut
WHO 2005, stunting adalah keadaan pendek menurut umur yang ditandai dengan indeks
tinggi badan atau panjang badan menurut umur (TB/U) atau PB/U) kurang dari -2 standar
deviasi, stunting didebabkan kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang-ulang selama
masa 1000 hari pertama kehidupan (WHO, 2014).
Stunting (pendek) merupakan ukuran adanya kekurangan gizi yang kronis
dinyatakan dalam panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U).
Stunting pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) bersifat irreversible dan berkaitan erat
dengan kegagalan fungsional yang berdampak pada angka kesakitan dan kematian yang
tinggi pada anak (Wanimboet al., 2020).Kondisi gagal tumbuh pada balita yang beresiko
menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan
kognitif yang optimal(Wulandari & Muniroh, 2020).Stunting memiliki dampak terhadap
kehidupan diantaranya berupa peningkatan resiko terjadinya morbiditas dan mortalitas
yang disebabkan oleh infeksi (Rahmandiani et al.,2019). Tinggi badan yang rendah pada
masa anak-anak digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak
akibat kualitas dan kuantitas makanan yang tidak cukup dan disertai dengan penyakit
infeksi yang di alami anak (Wulandari & Muniroh, 2020).
Stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk,
infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai (World Health
Organization,2015). Faktor penyebab stunting dapat dikelompokan menjadi penyebab
langsung dan tidak langsung. Praktik pemberian kolostrum dan ASI eksklusif, pola
konsumsi anak, dan penyakit infeksi yang diderita anak menjadi faktor penyebab
langsung yang mempengaruhi status gizi anak dan bisa berdampak pada stunting.
Sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah akses dan ketersediaan bahan makanan
serta sanitasi dan kesehatan lingkungan (Rosha et al., 2020).

1
Asupan zat gizi adalah salah satu penyebab langsung yang dapat mempengaruhi
status gizi balita.Asupan zat gizi juga dapat diperoleh dari beberapa zat gizi, diantaranya
seperti zat gizi makro seperti energy karbohidrat, protein dan lemak. Zat gizi makro ialah
zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tubuh dan sebagian besar berperan
dalam penyediaan energi. Tingkat asupan zat gizi makro dapat mempengaruhi terhadap
status gizi balita (Diniyyah et al., 2017). Asupan zat gizi secara kuantitas dapat dilihat
dari tingkat kecukupan asupan zat gizi, baik mikro ataupun makro. Kebutuhan zat gizi
makro yang tidak tercukupi dapat mengakibatkan beberapa masalah kesehatan.
Rendahnya asupan energi dan protein pada balita akan meningkatkan resiko terjadinya
kekurangan energy protein dan kekurangan energi kronis, serta gangguan pada
pertumbuhan dan perkembangan balita (Sari et al., 2021).
Perubahan status gizi menjadi baik atau normal dapat dipengaruhi oleh tingkat
asupan energi yang cukup.Selain itu, tingkat asupan dapat dipengaruhi oleh kondisi
ekonomi. Kondisi ekonomi yang rendah atau miskin dapat menyebabkan kebutuhan zat
gizi balita yang berasal dari asupan makanan tidak tercukupi. Tingginya pendapatan
memungkinkan keluarga untuk meningkatkan daya beli terhadap pangan (Afifah, 2019).
Hasil data Word Heath Organization(WHO) tahun 2020 menyatakan bahwa
secara global terdapat 22% atau 149,2 juta anak dibawah 5 tahun yang mengalami
stunting(UNICEF / WHO / World Bank Grub, 2021). Berdasarkan hasil Studi Status Gizi
Indonesia (SSGI) tahun 2021 prevalensi Stunting di indonesia mengalami penurunan
sebesar 1,6% pertahun dari 27,7% di tahun 2019 menjadi 24,4% tahun 2021(SSGI,
2021).
Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan oleh WHO pada tahun 2020
sebanyak 22% atau sekitar 149,2 juta balita di dunia mengalami stunting (World Health
Organization, 2021). Berdasarkan data prevalensi balita stunting dengan tinggi badan
menurut umur di Sumatera Selatan tahun 2021 sebesar 24,8% dan di tahun 2022 sebesar
18,6% (dinkes.sumselprov.go.id)
Stunting dinilai masih menjadi permasalahan serius di Indonesia karena angka
prevalensinya yang masih di atas 20%. Oleh karena itu, stunting masih menjadi
permasalahan yang serius dan harus segera ditanggulangi agar angka stunting bisa
mengalami penurunan dan sesuai dengan anjuran WHO (Kemen PPPA, 2020). Selain itu,

2
stunting berdampak pada perkembangan kognitif, motorik, dan verbal anak menjadi tidak
optimal. Di masa mendatang, anak-anak stunting memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami obesitas dan penyakit lainnya. Selain itu, kapasitas belajar dan performa anak
serta produktivitas dan kapasitas kerja juga menjadi tidak optimal. Dampak buruk
stunting juga berimbas pada kesehatan reproduksi (Pusdatin,2018).
Puskesmas beringin merupakan salah satu puskesmas yang ada di wilayah
kecamatan lubai, berdasarkan hasil data masih ditemukan masalah gizi kurang di
puskesmas beringin sebesar 70%, prevalensi ini di kategorikan tinggi dibandingkan
dengan tahun sebelumya. Sebagian besar kasus stunting yang terjadi di wilayah kerja
puskesmas dikarenakan jarang nya memberikan jenis makanan yang lengkap dan gizi
seimbang. Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya, hasil penelitian menunjukkan
bahwa lebih dari setengah dari anak yang memiliki gizi kurang yang dipengaruhi oleh
kurangnya tingkat pengetahuan dan gizi seimbang yang diberikan oleh orang tua.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian Analisis Determinan kejadian stunting pada anak diwilayah kerja puskesmas
beringin Kabupaten Muara Enim.

1.3 Pembatasan Masalah


Penelitian ini hanya menganalisis Determinan kejadian stunting pada anak
menggunakan kuesioner.

1.4 Rumusan masalah


Rumusan masalah penelitian ini adalah “Menganalisis Determinan kejadian
stunting pada anak yang berkaitan dengan asupan zat gizi (karbohidrat,protein dan lemak)
di Wilayah Kerja Puskesmas Beringin Kabupaten Muara Enim”.

1.5 Tujuan penelitian


1.5.1 Tujuan umum
Menganalisis Determinan kejadian stunting pada anak di Wilayah Kerja
Puskesmas Beringin kabupaten Muara Enim.

3
1.5.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui kejadian stunting pada anak di wilayah kerja puskesmas
beringin kabupaten muara enim.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi asupan zat gizi (karbohidrat, protein,
lemak) pada anak di wilayah kerja puskesmas kabupaten muara enim.
3. Untuk mengetahui hubungan asupan karbohidrat dengan kejadian stunting pada
balita di Wilayah Kerja Puskesmas Beringin Kabupaten Muara Enim.
4. Untuk mengetahui hubungan asupan Protein dengan kejadian stunting pada balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Beringin Kabupaten Muara Enim.
5. Untuk mengetahui hubungan asupan Lemak dengan kejadian stunting pada balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Beringin Kabupaten Muara Enim.

1.6 Manfaat Penelitian


1.6.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi data mengenai hubungan
asupan gizi pada anak terhadap kejadian stunting pada wilayah kerja puskesmas
beringin di Kabupaten Muara Enim.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu puskesmas dalam melakukan
pencegahan dan pengendalian angka kejadian stunting pada anak diwilayah kerja
puskesmas beringin di Kabupaten Muara Enim.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi data untuk membantu
pemerintah dalam mengevaluasi program peningkatan kesadaran dan kepedulian
akan pentingnya menjaga dan memberi asupan yang lengkap bagi anak terutama
diwilayah kerja puskesmas beringin di Kabupaten Muara Enim.
1.6.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk merancang stategi terhadap
pencegahan stunting
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah wawasan
mengenai faktor faktor yang dapat meningkatkan kejadian stunting.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi digunakan untuk membantu
puskesmas dalam meningkatan kesadaran dan kepedulian akan pentingnya

4
memberi asupan yang lengkap bagi anak terutama diwilayah kerja puskesmas
beringin kabupaten muara enim.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak
2.1.1 Pengertian Anak
Menurut WHO defenisi anak adalah dihitung sejak seseorang di dalam kandungan
sampai dengan usia 19 tahun. Menurut undang-undang republic Indonesia no 23 tahun
2002 pasal 1 ayat 1 tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun, termasuk juga yang masih dalam kandungan. Anak juga merupakan aet
bangsa yang akan meneruskan perjuangan suatu bangsa, sehingga harus di perhatikan
pertumbuhan dan perkembangan nya (Depkes RI, 2014).

2.2 Stunting
2.2.1 Pengertian Stunting
Stunting adalah kondisi dimana balita dinyatakan memiliki panjang atau tinggi
yang pendek dibanding dengan umurnya.Panjang atau tinggi badannya lebih kecil dari
standar pertumbuhan anak WHO. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak
balita akibat kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal
kehidupan setelah lahir, tetapi baru tampak setelah anak berusia 2 tahun (Choliq et al.,
2020).
Penyebab terjadinnya stunting yaitu pola asuh ibu yang kurang terhadap balita
dalam pemberian makan. Masalah kejadian stunting secara garis besar adalah pola asuh
ibu yang memberikan asupan pada balita tersebut tidak baik atau kekeliruan orang tua
yang memberikan asupan makanan pada balitanya sehingga menyebabkan penyakit
kronis atau meningkatkan resiko penyakit infeksi pada balita yang mengalami stunting
(Putra et al., 2020).
Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan
dan pola asuh yang tidak tepat, yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak
berkembang maksimal, mudah sakit dan berdaya saing rendah, sehingga bias terjebak
dalam kemiskinan. Untuk mengatasi stunting masyarakat perlu dididik untuk memahami
pentingnya gizi bagi ibu hamil dan anak balita (Akuntabilitas, 2019).

6
Anak balita (bayi di bawah lima tahun) yang gagal tumbuh akibat dari kekurangan
gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak
bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting
baru Nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek
(severely stunted) adalah balita dengan panjang badannya (PB/U) atau tinggi badan
(TB/U) (Choliqet al., 2020).

2.2.2 Klasifikasi stunting


Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara
penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat gizi. Antropometri
digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi (Rahmadhita,
2020). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut
umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut umur (BB/U),
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan standar deviasi (Z-
score) (Rahmadhita, 2020).
Untuk mengetahui balita stunting atau tidak indeks yang di gunakan adalah indeks
panjang badan/tinggi badan menurut umur. Tinggi badan merupakan parameter
antropometri yang mengambarkan keadaan pertumbuhan tulang. Tinggi badan menurut
umur adalah ukuran dari pertumbuhan linier yang dicapai, dapat digunakan sebagai indek
status gizi atau kesehatan masa lampau.
Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan per
umur (TB/U) (Kemenkes RI, 2020)
a. Sangat pendek : <-3 SD
b. Pendek) : -3 SD sd < -2 SD
c. Normal : -2 SD sd +3 SD
d. Tinggi : > +3 SD

2.2.3 Penyebab stunting


Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh
faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita.Intervensi yang paling
menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan

7
pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih detail, beberapa
faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut: (TNP2K,
2017).

a. Pengasuhan yang kurang baik


Termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan
pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang
ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu
(ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika
balita berusia diatas 6 bulan.Selain berfungsi untuk mengenal jenis makanan baru pada
bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat
dikosongkan oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem
imunologi anak terhadap makanan maupun minuman.
b. Masih terbatasnya layanan kesehatan
Informasi yang dikumpulkan dari publikasi dan Bang Dunia menyatakan bahwa
tingkat kehadiran anak di posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di
2013 dan anak belum mendapatkan akses yang memadai ke layanan imunisasi.
c. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi.
Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong
mahal.Komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal di bandingkan dengan New
Delhi, India.Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal dari pada di
singapura.Terbatas akses ke makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah berkontribusi
pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.
d. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.
Data yang diperoleh dari lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di
Indonesia masih buang air besar (BAB) diruang terbuka. Serta 1 dari 3 rumah tangga
belum memiliki akses ke air minum bersih.

2.2.4 Dampak stunting


Dampak yang di timbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka panjang
dan jangka pendek.Dampak jangka pendek yaitu peningkatan kejadian kesakitan dan

8
kematian, perkembangan kognifikan, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal, dan
peningkatan biaya kesehatan. Dampak jangka panjang yaitu postur tubuh yang tidak
optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada umumnya), meningkatnya risiko
obesitas dan penyakit, menurunnya kesehatan reproduksi, kapasitas belajar dan performa
yang kurang optimal saat masa sekolah dan produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak
optimal (Kemenkes RI, 2018).

2.2.5 Upaya Pencegahan Stunting


Rekomendasi rencana aksi intervensi stunting diusulkan menjadi 5 pilar utama
dengan penjelasan sebagai berikut (TNP2K, 2017).
a. Pilar 1 : komitmen dan visi pimpinan tertinggi Negara.
Pada pilar ini, dibutuhkan komitmen dan presiden/wakil presiden untuk
mengarahkan terkait intervensi stunting baik di pusat maupun daerah. Selain itu,
diperlukan juga adanya penetapan startegi dan kebijakan, serta target nasional maupun
daerah (baik provinsi maupun kabupaten atau kota) dan memanfaatkan koordinasi dan
pengendalian program program terkait intervensi stunting.
b. Pilar 2 : kampanye nasional berfokus pada peningkatan pemahaman perilaku,
komitmen politik dan akuntabilitas
Berdasarkan pengalaman dan bukti internasional terkait program-program yang
dapat secara efektif mengurangi pervalensi stunting, salah satu strategi utama yang perlu
segera dilaksanakan adalah melalui kampanye secara nasional baik melalui media masa,
maupun melalui komunikasi kepada keluarga serta advokasi secara berkelanjutan.
c. Pilar 3 : konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program nasional, daerah, dan
masyarakat.
Pilar ini bertujuan untuk memperkuat konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi,
serta memperluas cakupan program yang dilakukan oleh kementrian/lembaga terkait. Di
samping itu, dibutuhkan perbaikan kualitas dari layanan program yang ada (puskesmas,
posyandu, dll) terutama dalam memberikan dukungan kepada ibu hamil, ibu menyusui da
balita serta pemberian insenti dari kinerja program intervensi stunting di wilayah sasaran
yang berhasil menurunkan angka stunting di wilayahnya. Terakhir, pilar ini juga dapat
dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan dana alokasi khusus (DAK) dan dana

9
desa untuk mengarahkan pengeluaran tingkat daerah ke intervensi prioritas intervensi
stunting.
d. Pilar 4 : mendorong kebijakan “ food nutritional security” pilar ini berfokus untuk :
a) Mendorong kebijakan yang memastikan akses pangan bergizi, khususnya di daerah
dengan kasus stunting tinggi
b) Melaksanakan rencana fortifikasi bio-energi, makanan dan pupuk yang
komprehensif
c) Pengurangan kontaminasi pangan.
d) Melaksanakan program pemberian makanan tambahan
e. Pilar 5 : Pemantauan dan evaluasi
Pilar yang terakhir ini mencakup pemantauan exposure terhadap kampanye
nasional, pemahaman serta perubahan perilaku sebagai hasil kampanye nasional stunting,
pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan pembertian dan kualitas dari
layanan program intervensi stnting, pengukuran dan publikasi secara berkala hasil
intervensi stunting perkembangan anak setiap tahun untuk akuntabilitas. Result-based
planning and budgeting (penganggaran dan perencanaan berbasis hasil) program pusat
dan daerah, dan pengendalian program-program intervensi stunting.

2.3 Asupan Zat Gizi pada Anak


Asupan zat gizi adalah salah satu penyebab langsung yang dapat mempengaruhi
status gizi balita. Asupan zat gizi juga dapat diperoleh dari beberapa zat gizi, diantaranya
seperti zat gizi seperti energi karbohidrat protein dan lemak. Zat gizi ialah zat gizi yang
dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tubuh dan sebagian besar berperan dalam
penyediaan energi. Tingkat asupan zat gizi makro dapat mempengaruhi terhadap status
gizi balita. Balita dengan tingkat asupan energi dan protein yang mencukupi dan
memenuhi kebutuhan tubuh akan berbanding lurus dengan status gizi baik (Diniyyah et
al., 2017).
Asupan zat gizi berperan dalam penyediaan energi dan berhubungan dengan
status gizi balita. Perubahan status gizi menjadi baik atau normal dapat dipengaruhi oleh
tingkat asupan energi yang cukup. Selain itu, tingkat asupan dapat di pengaruhi oleh
kondisi ekonomi.Kondisi ekonomi yang rendah atau miskin dapat menyebabkan
kebutuhan zat gizi balita yang berasal dari asupan makanan tidak tercukupi. Pendapatan

10
keluarga dapat menentukan tingkat asupan zat gizi berdasarkan daya beli terhadap
pangan. Tingginya pendapatan memungkinkan keluarga untuk meningkatkan daya beli
terhadap pangan (Afifah, 2019).
Zat gizi makro berfungsi sebagai penyediaan energi dan dibutuhkan tubuh dalam
jumalah besar. Kebutuhan zat gizi makro yang tidak tercukupi dapat mengakibatkan
beberapa masalah kesehatan. Rendahnya asupan energi dan protein pada balita akan
meningkatkan resiko terjadinya kekurangan energi kronis, serta ganggian pada
pertumbuhan dan perkembangan balita. Tingkat asupan lemak yang rendah dapat
mengakibatkan gangguan hormone, penyerapan vitamin larut lemak, gangguan
metabolisme zat gizi, dan penurunan massa tubuh. Zat gizi makro lainnya yang
berpenggaruh terhadap status gizi adalah karbohidrat (Sari et al., 2021). Asupan
karbohidrat yang rendah menyebabkan pemecahan lemak tubuh akan kehilangan asam
amino yang dibutuhkan untuk sintesis jaringan dan pertumbuhan balita. Selain itu,
susunan syaraf dan otak hanya mengunakan glukosa dan oksigen dapat menyebabkan
kehilangan berat badan karena berubahnya komposisi jaringan dan massa tubuh (Sari et
al., 2021).
Energi yang berasal dari makanan dapat di peroleh dari beberapa zat gizi makro
yaitu karbohidrat, protein, dan lemak, energi memiliki fungsi sebagai penunjang proses
pertumbuhan, metabolisme tubuh dan berperan dalam proses aktifitas fisik. Protein
merupakan salah satu zat gizi makro yang berfungsi sebagai zat pembangun, pemelihara
sel dan jaringan tubuh serta membantu dalam metabolisme sistem kekebalan tubuh
seseorang.Balita dengan tingkat asupan lemak yang rendah beresiko mengalami stunting
dibandingkan dengan tingkat asupan lemak cukup. Balita dengan tingkat asupan
karbohidrat yang rendah lebih beresiko mengalami stunting dibandingkan dengan balita
yang tingkat asupan karbohidrat cukup (Ayuningtyas et al., 2018).
a. Karbohidrat
Karbohidrat adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya sebagai penghasil energi.
Apabila kebutuhan asupan karbohidrat (215 gr per kg BB) pada balita mencukupi maka
akan mempengaruhi perkembangan balita sebaliknya jika kebutuhan asupan karbohidrat
tidak mencukupi maka dapat menyebabkan balita mengalami status gizi kurang. Asupan
Karbohidrat harus lebih banyak karena sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa

11
karbohidrat adalah merupakan penyediaan energi utama dan sumber makanan relatif
lebih murah di banding dengan zat gizi lain (Baculu, 2017). Karbohidrat berguna sebagai
penghasil utama glukosa yang selanjutnya digunakan sebagai sumber utama bagi tubuh.
Kelebihan asupan karbohidrat akan dirubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh
dalam jumlah yang tidak terbatas. Sebaliknya, ketika tubuh kekurangan asupan energi,
tubuh akan merombak cadangan lemak tersebut. Hal tersebut akan mempengaruhi status
gizi seseorang, ketika asupan karbohidrat cukup, maka tubuh tidak akan merombak
cadangan lemak yang ada (Baculu, 2017). Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan
keperluan energi tubuh, juga mempunyai fungsi bagi kelangsungan proses metabolisme
lemak. Karbohidrat mengadakan suatu aksi penghematan terhadap protein.Orang yang
membatasi asupan kalori, akan terlalu banyak membakar asam amino bersama dengan
lemak untuk menghasilkan energy (Baculu, 2017).
b. Protein
Protein adalah zat gizi makro sumber energi (20 gr per kg BB), manusia
memperoleh protein dari dua sumber yaitu dari makanan hewani (telur, ikan, daging
unggas, serta susu dan hasil olahannya) dan dari makanan nabati (kacang – kacangan dan
hasil olahannya seperti tempe, tahu, oncom, dan susu kedelai). Protein tersusun dari asam
– asam amino (Yosephin, 2018). Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang
dibutuhkan oleh tubuh dan memiliki peran penting dalam membangun serta memelihara
sel-sel dan jaringan tubuh, peran penting ini tidak dapat digantikan oleh zat gizi lainnya.
Protein diperlukan oleh tubuh untuk membantu proses pertumbuhan dan perkembangan,
mengatur keseimbangan air, serta untuk membentuk antibodi. Balita yang asupan
proteinnya rendah kemungkinan besar memiliki keterbatasan asam amino esensial dalam
asupan mereka (Nugraheni et al., 2020).
Kurangnya asupan sumber protein dapat mengganggu pembentukan antibodi
sehingga menyebabkan balita mudah terkena penyakit infeksi. Balita yang terkena
penyakit infeksi akan terganggu status gizinya, dikarenakan anak kehilangan nafsu
makan dan proses metabolik menjadi terhambat sehingga menyebabkan pertumbuhan
pada anak tidak maksimal. Asupan protein yang rendah dapat mempengaruhi
pertumbuhan tulang untuk memodifikasi sekresi dan aksi hormon osteotropik IGF-1,
sehingga asupan protein dapat memodulasi potensi genetik dari pencapaian peak bone

12
mass. Asupan protein yang rendah juga dapat menghambat hormon pertumbuhan IGF-1
yang dapat menyebabkan ketersediaan mineral massa tulang terganggu (Nugraheni et al.,
2020).
c. Lemak
Lemak merupakan zat gizi makro sumber energi pula, bahkan tertinggi (45 gr per
kg BB). Dalam makanan, lemak berfungsi sebagai pelezat makanan (menjadi makanan
lebih gurih), sehingga orang cenderung menyukai makanan berlemak (Yosephin,
2018).Lemak termasuk salah satu sumber energi yang sangat penting dibutuhkan
khususnya manusia guna melakukan aktivitas sehari-hari. Manusia mempunyai tubuh
yang menbutuhkan kadar lemak yang seimbang. Hal ini untuk membuat agar cadangan
energi tetap ada (Gusti et al., 2016) Lemak merupakan suatu molekul yang terdiri atas
oksigen, hidrogen, karbon, dan terkadang terdapat nitrogen serta fosforus. Pengertian
lemak tidak mudah untuk dapat larut dalam air. Untuk dapat melarutkan lemak,
dibutuhkan pelarut khusus lemak seperti Choloroform (Gusti et al, 2016).
Balita dengan tingkat asupan lemak yang rendah mengalami stunting lebih banyak
dibandingkan balita dengan asupan lemak yang cukup, balita dengan tingkatasupan
lemak yang rendah lebih berisiko mengalami stunting di bandingkan dengan balita
tingkat asupan lemak yang cukup (Ayuningtyaset al., 2018).

2.4 Kerangka Teori

STUNTING

Berat Badan
Lahir Sanitasi dan air bersih,
Zat Gizi :
pelayanan kesehatan/imunisasi,
Karbohidrat
akses terhadap pelayanan
Protein
kesehatan
Lemak Status Gizi

Ibu Hamil

Akses Pangan (Status Pola asuh dan pemberian


Ekonomi, Keluarga, Jumlah asi eksklusif dan
Anggota Keluarga pemberian makan
13
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Variable Independen Variable Dependen


Asupan Zat Gizi :

a. Karbohidrat
b. Protein
c. Lemak Stunting

3.2 Definisi Operasional


Definisi operasional merupakan definisi yang menyatakan seperangkat petunjuk atau
kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya
dengan memiliki rujukan-rujukan empirik. Karena itu definisi operasional dibuat ketika kita
menggunakan suatu strategi pengukuran seperti halnya kuesioner, instrumen atau skala untuk
mendefinisikan suatu variabel. Definisi operasional akan mengurangi kesalahan dalam
pengukuran dan pengamatan variable (Londa, 2018).

Defenisi Operasional
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Kejadian Stunting adalah kondisi Pengukuran 0 = Stunting jika Ordinal


Stunting dimana balita dinyatakan antropometri nilai z scor< -3 SD

memiliki panjang atau tinggi sangat pendek,


dan - 3 SD sd < -2
yang pendek dibanding
SD pendek 1 =
dengan umurnya. Panjang
Tidak Stunting
atau tinggi badannya lebih
jika nilai z-scor - 2
kecil dari standar
SD sd +3 SD
pertumbuhan anak WHO normal

14
Asupan zat gizi adalah salah Kuesioner 0 = kurang, jika Ordinal
Asupan Zat satu penyebab langsung Asupan
Gizi yang dapat mempengaruhi karbohidrat,
protein, lemak
status gizi balita. Asupan zat
< 80% .
gizi juga dapat diperoleh
1= cukup, jika
dari beberapa zat gizi,
asupan
diantaranya seperti zat gizi
karbohidrat,
makro seperti energi protein, lemak
karbohidrat protein dan 80%-100%, dan >
lemak 100%
Karbohidrat Karbohidrat adalah suatu zat Kuesioner 0 = kurang, jika Ordinal
gizi yang fungsi utamanya Asupan
sebagai penghasil energi. karbohidrat,
Apabila kebutuhan asupan protein, lemak
karbohidrat (215 gr per kg BB) < 80% .
pada balita mencukupi maka 1= cukup, jika
akan mempengaruhi asupan
perkembangan balita karbohidrat,
sebaliknya jika kebutuhan protein, lemak
asupan karbohidrat tidak 80%-100%, dan >
mencukupi maka dapat 100%
menyebabkan balita mengalami
status gizi kurang.
Protein Protein adalah zat gizi makro Kuesioner 0 = kurang, jika Ordinal
sumber energi (20 gr per kg Asupan
BB), manusia memperoleh karbohidrat,
protein dari dua sumber yaitu protein, lemak
dari makanan hewani (telur, < 80% .
ikan, daging unggas, serta susu 1= cukup, jika
dan hasil olahannya) dan dari asupan
makanan nabati (kacang – karbohidrat,
kacangan dan hasil olahannya protein, lemak
seperti tempe, tahu, oncom, dan 80%-100%, dan >

15
susu kedelai). 100%
Lemak Lemak merupakan zat gizi Kuesioner 0 = kurang, jika Ordinal
makro sumber energi pula, Asupan
bahkan tertinggi (45 gr per kg karbohidrat,
BB). Dalam makanan, lemak protein, lemak
berfungsi sebagai pelezat < 80% .
makanan (menjadi makanan 1= cukup, jika
lebih gurih), sehingga orang asupan
cenderung menyukai makanan karbohidrat,
berlemak. protein, lemak
80%-100%, dan >
100%

16
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif dengan penelitian
menggunakan pendekatan cross sectional yaitu penelitian dimana variabel independen dan
variabel dependen di ambil dalam waktu bersamaan. Variabel Independen yaitu asupan zat gizi
(karbohidrat, protein, lemak). Variabel dependen yaitu kejadian stunting pada balita. Penelitian
bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi ( karbohidrat, protein, lemak) dengan
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Beringin.

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Beringin. Penelitian ini
dilakukan mulai dari pengajuan judul, survey pendahuluan, pengajuan proposal, seminar
proposal, perbaikan proposal, dan melakukan penelitian yaitu mulai dari bulan yang di tentukan.

4.3 Populasi Dan Sampel


4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita berusia 1 sampai 5 tahun yang berada
Diwilayah Kerja Puskesmas Beringin jumlah populasi sebanyak 200 balita.

4.3.2 Sampel
Sampel yang di butuhkan dari penelitian ini adalah 153 balita berusia 1 sampai 5 tahun
yang ada Diwilayah Kerja Puskesmas Beringin menggunakan purposive sampling. Jumlah
Sample yang di butuhkan ditentukan dengan rumus :

n=4pq

Sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan yaitu :
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu popolusi target
yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2015).Peneliti telah menetapkan kriteria inklusi
dalam penenlitian ini adalah :

17
a) Balita yang berusia 1-5 tahun
b) Balita yang bersedia di ukur panjang badan untuk usia 1-2 tahun atau tinggi badan diatas 2
tahun dan berat badan
c) Asupan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak) pada balita
d) Orang tua balita bersedia diwawancarai menggunakan Kuesioner
e) Seluruh balita yang berusia 1 sampai 5 tahun di Diwilayah Kerja Puskesmas Beringin.

b. Kriteria eksklusi
Karakteristik dari populasi yang dapat menyebabkan subjek yang memenuhi kriteria
inklusi namun tidak dapat disertakan menjadi subjek penelitian (Nursalam, 2015). Peneliti sudah
menetapkan kriteria eksklusi dalam penenlitian ini adalah :
a) Balita yang mempunyai penyakit penyerta
b) Balita yang mempunyai kelainan seperti autisme
c) Balita yang memiliki alergi makanan tertentu

4.4 instrumen Penelitian


Instrument atau alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner,
kuesioner digunakan untuk menyelidiki pendapat subjek mengenai suatu hal atau
mengungkapkan kepada responden.

4.5 Pengumpulan Data


Jenis data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung
dari pemeriksaan panjang badan atau tinggi badan balita, dan Kuesioner yang diberikan pada
orang tua balita.

4.6 Pengolahan Data


Pengolahan Data yang telah di kumpulkan diolah dengan cara manual atau kompeterisasi
dengan langkah-langkah berikut :
a. Editing (pengeditan data)
Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan melalui kuesioner. Jika
ada data atau informasi yang kurang lengkap dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang,
maka kuesioner tersebut dikeluarkan (droup out).

b. Coding ( perkodean)

18
Coding adalah tahapan memberikan kode atau tanda tanda setiap data yang telah
terkumpul. Data yang sudah diedit, maka harus diberikan kode atau mempermudah dimasukkan
kedalam master tabel untuk diolah.

c.Tabulating ( pentabulasian)
Membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian.Hasil ini untuk mempermudah
pengolahan data. Data yang diperoleh diedit dan diberi kode, kemudian dimasukkan kedalam
table agar dapat dihitung. Pemberian skor Memberikan skor pada setiap jawaban yang diberikan
selanjutnya menghitung seluruh skor jawaban dari semua pertanyaan yang diberikan length board
untuk anak usia 1-2 tahun disesuaikan dengan standar deviasi WHO.
Rumus Z-score TB/U : Z-score =
Maka dapat diperoleh katagori:
a. Sangat pendek : <-3 SD
b. Pendek) : -3 SD sd < -2 SD
c. Normal : -2 SD sd +3 SD

4.7 Analisis Data


a. Analisis Univariat
Analisis yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul. Hasil univariat akan disajikan dalam bentuk tabel
narasi. Variabel yang akan dilakukan analisis univariat dalam penelitian ini adalah variabel
asupan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak) dan zink dengan kejadian stunting. Hasil analisis
univariat ini akan diketahui gambaran distribusi frekuensi setiap variabel. Kemudian menentukan
kategori menurut pedoman interpretasi sebagai berikut (Arikunto,2008:248).
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan mengetahui hubungan antara variabel yaitu asupan zat gizi
(karbohidrat, protein, lemak) (variabel independen) dengan kejadian stunting (variable dependen)
yang masing-masing variabel berskala ordinal, maka digunakan uji Chi Square. Uji statistik untuk
mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji
Chi-Square (Sugiyono,2010).
c.Analisis Multivariat
Analisis Multivariat untuk mengetahui variable independen yang mana yang
menunjukkan paling berhubungan dengan variable dependen. Dalam analisa multivariate akan
diketahui variable independen mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variable dependen
(Hastono, 2007).

19
20
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, L. (2019). Hubungan Pendapatan, Tingkat Asupan Energi dan Karbohidrat


dengan Status Gizi Balita Usia 2-5 Tahun di Daerah Kantong Kemiskinan. Amerta Nutrition,
3(3), 183. https://doi.org/10.20473/amnt.v3i3.2019.183- 188

AKG. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019
Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Untuk Masyarakat Indonesia. AKG, 8(5), 55.

Akuntabilitas, L. (2019). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP)


Dana Dekonsentrasi (03-DK) Tahun 2019.

Ayun, Q. (2017). Pola Asuh Orang Tua dan Metode Pengasuhan dalam Membentuk
Kepribadian Anak. ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 5(1), 102.
https://doi.org/10.21043/thufula.v5i1.2421

Ayuningtyas, A., Simbolon, D., & Rizal, A. (2018). Asupan Zat Gizi Makro dan Mikro
terhadap Kejadian Stunting pada Balita. Jurnal Kesehatan, 9(3), 445.
https://doi.org/10.26630/jk.v9i3.960

Baculu, E. P. H. (2017). Hubungan Pengetahuan Ibu Dan Asupan Karbohidrat Dengan


Status Gizi Pada Anak Balita Di Desa Kalangkangan Kecamatan Galang Kabupaten Toli Toli.
Promotif, 7(1), 14–17.

Choliq, I., Nasrullah, D., & Mundakir, M. (2020). Pencegahan Stunting di Medokan
Semampir Surabaya Melalui Modifikasi Makanan Pada Anak. Humanism : Jurnal Pengabdian
Masyarakat, 1(1), 31–40. https://doi.org/10.30651/hm.v1i1.4544

Dewi et.al. (2017). Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi Dan Seng Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita 6-23 Bulan. Amerta Nutrition, 1(4), 361.
https://doi.org/10.20473/amnt.v1i4.7137

Diniyyah, S. R., & Nindya, T. S. (2017). Asupan Energi, Protein dan Lemak dengan
Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Suci, Gresik. Amerta Nutrition, 1(4),
341. https://doi.org/10.20473/amnt.v1i4.7139

Sari, H. P., Permatasari, L., Ayu, W., & Putri, K. (2021). Perbedaan Keragaman Pangan ,
Pola Asuh Makan , dan Asupan Zat Gizi Makro pada Balita dari Ibu Bekerja dan Ibu Tidak
Bekerja Differences of Food Diversity , Child Feeding Patterns , and Macro Nutrition Intake in

21
Children from Business Women and Housewife. 60, 2–3.
https://doi.org/10.20473/amnt.v5i3.2021.

UNICEF / WHO / World Bank Grub. (2021). Title levels and trends in child malnutrition

22

Anda mungkin juga menyukai