Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai negara berkembang masalah kekurangan gizi masih menjadi masalah utama di

masyarakat Indonesia. Masalah gangguan gizi anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan

masalah yang perlu ditanggulangi dengan serius. Masalah gizi merupakan salah satu penyebab

kematian anak secara tidak langsung yang sebenarnya masih dapat dicegah (Indrawati S, 2015).

Permasalahan gizi yang paling sering diderita oleh balita di dunia saat ini ialah masalah balita

pendek atau biasa disebut dengan stunting. Stunting menggambarkan suatu keadaan kekurangan

zat gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu yang cukup

lama, sehingga mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan anak (Elsi Safitri, 2014).

Stunting bila tidak ditangani akan menimbulkan efek jangka pendek dan jangka panjang.

Dalam jangka pendek akan terjadi gangguan pertumbuhan fisik, gangguan perkembangan otak,

gangguan kecerdasan, dan gangguan metabolisme tubuh. Dampak jangka panjang akan terjadi

penurunan kemampuan berfikir dan penurunan prestasi akademik, terjadinya penurunan sistem

kekebalan tubuh sehingga anak mudah terserang penyakit, dan berisiko terkena penyakit tidak

menular (Elsi Safitri, 2014). Stunting disebabkan oleh faktor langsung dan tidak langsung.

Faktor langsung dapat berupa asupan makanan dan status kesehatan, kekurangan asupan zat gizi

yang mengakibatkan anak kurus berkelanjutan dapat memicu terjadinya stunting, sedangkan

faktor tidak langsung yaitu pola pengasuhan keluarga, lingkungan rumah tangga, dan pelayanan

kesehatan .

Untuk mengatasi masalah kekurangan gizi pada usia balita pemerintah telah

menyelenggarakan program pemberian makanan tambahan (PMT). Pemberian makanan


tambahan merupakan program intervensi dan spesifik untuk membantu penurunan prevalensi

balita stunting dan kurus dengan memenuhi kekurangan kebutuhan gizi anak. Dalam rangka

penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi pada lingkup pelaksanaan Gerakan

Masyarakat Hidup Sehat (Germas) pemberian makana tambahan merupakan upaya yang dapat

dilakukan sejalan dengan kegiatan germas lainnya (Oktovina et al., 2015)

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 telah ditetapkan target

penurunan Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada balita sebesar 14% dan

prevalensi wasting (kurus/gizi kurang dan sangat kurus/gizi buruk) sebesar 7% pada tahun 2024.

(Kemenkes, 2020)

Secara global, tahun 2018 terdapat 49,5 juta anak dibawah usia 5 tahun menderita

kekurangan gizi di dunia yang terdiri dari 32,5 juta wasted dan 16,6 juta severely wasted. Jumlah

balita tertinggi menderita kekurangan gizi terdapat di benua Asia sebanyak 33,8 juta, disusul

benua Afrika sebanyak 14 juta, Amerika Latin/Caribbean 0,7 juta dan Oceania sebanyak 0,1 juta

(UNICEF, 2019)

Secara nasional, berdasarkan Riskesdas tahun 2018 balita Indonesia menunjukkan terjadi

penurunan prevalensi masalah gizi namun demikian masih menjadi masalah kesehatan,

angkanya masih tergolong tinggi. Balita kurus 12,1 % pada tahun 2013 menjadi 10,2 % pada

tahun 2018 dan prevalensi balita stunting sebesar 37,2% ditahun 2013 menjadi 30,8 % ditahun

2018. Namun, angka ini masih belum mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional yaitu sebesar 7% (Kementerian PPN & Bappenas, 2019)

Jika dilihat dari hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Kota Solok status gizi kurus dan

sangat kurus tahun 2020 sebesar 6,47 %, angka kejadian masalah gizi kurus dan sangat kurus
masih tinggi dibandingkan dengan tahun 2019, yaitu sebesar 5,82% (Laporan Tahunan Dinas

Kesehatan Kota Solok, 2020)

Dari hasil penimbangan Puskesmas Tanah Garam usia 0-59 bulan tahun 2019 dari 1.810

yang ditimbang sebanyak 59 orang mengalami gizi kurus dan sangat kurus dan meningkat pada

tahun 2020 sebanyak 1.531 yang ditimbang 59 orang mengalami masalah gizi kurus dan sangat

kurus (Laporan Tahunan Puskesmas Tanah Garam Kota Solok, 2020)

Berdasarkan data diatas maka dapat dilihat bahwa kasus balita kurus di Kota Solok masih

terus meningkat, padahal pemerintah telah menggalakan program pemberian makanan tambahan

pada balita kurus 6- 59 bulan.

Dilihat dari hasil evaluasi pemberian Makanan Tambahan di wilayah kerja Puskesmas

Tanah Garam pada tahun 2020 diperoleh Droup Out (DO) pengambilan Makanan Tambahan

berupa Biskuit pada ibu balita kurus. Dimana yang mengambil Biskuit PMT sampai bulan ke

tiga dari tahun 2018, 2019, dan 2020 0,94 %, 23,2 % dan 5,76 % mengalami penurunan di tahun

2020 sehingga berpengaruh besar terhadap kenaikan status gizi balita. Tahun 2020 dari 52 orang

ibu balita yang menjemput Biskuit PMT hanya 3 orang yang datang mengambil setiap bulanya

selama tiga bulan 5,76% . Program Pemberian Makanan Tambahan pada balita kurus di

Puskesmas Tanah Garam tahun 2020 menunjukkan hanya 3,85 % makanan tambahan yang

mampu merubah status gizi balita kurus menjadi normal. Hal ini disebabkan karena rendahnya

tingkat kepatuhan ibu dalam pengambilan dan pemberian PMT biscuit pada balita kurus. Padahal

jika dilihat dari data ibu yang memiliki tingkat kepatuhan yang baik dalam pengambilan PMT

biscuit tiga bulan secara berturut 33,3 % mengalami kenaikan berat badan. (Laporan Tahunan

Puskesmas Tanah Garam Kota Solok, 2020)


Pada dasarnya status gizi anak sangatlah dipengaruhi oleh orang tuanya (ibu), karena

dalam menjalani kehidupannya seorang anak masih sangat tergantung pada ibu. Anak sehat dan

dinyatakan bergizi baik, jika berat badan anak bertambah sesuai dengan bertambahnya umur.

Berdasarkan Teori Lawrence Green yang dikutip dari Notoatmodjo (2012), ada beberapa

faktor yang berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan seseorang dalam pemberian biskuit PMT

yaitu predisposing factors mencakup karakteristik (umur, tingkat pendidikan, pekerjaan,

pengetahuan, sikap, tradisi, keyakinan, dan pendapatan keluarga), enabling factors mencakup

jarak tempat pelayanan kesehatan, dan fasilitas pelayanan kesehatan, sedangkan reinforcing

factor mencakup peran keluarga, dukungan keluarga dan media informasi kesehatan yang

digunakan.

Kepatuhan adalah ketaatan terhadap tujuan yang telah ditentukan, dalam program

kesehatan, kepatuhan dapat diukur dan diobservasi. Kepatuhan pasien yaitu sejauh mana perilaku

pasien dengan ketentuan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Faktor yang dapat

mempengaruhi kepatuhan antara lain pendidikan, pengetahuan, sikap, status ekonomi, fasilitas

pelayanan kesehatan, dukungan keluarga, peran tenaga kesehatan (Adelasanti, A. N & Rakhma,

2018). Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan ibu dalam pemberian PMT adalah

pengetahuan. Pengetahuan memegang peranan penting dalam menentukan sikap dan perilaku ibu

dalam memberikan biskuit pada balita.

Adapun ketersediaan PMT dalam jumlah yang cukup juga memegang peranan penting

dalam pemenuhan asupan gizi balita. Dukungan keluarga juga sangat diperlukan , karena

keluarga merupakan orang yang paling terdekat dengan ibu. Dengan adanya dukungan keluarga

akan menimbulkan kepercyaan diri seorang ibu dalam pola asuh anak, dan ibu juga akan
menuruti saran-saran yang diberikan keluarga demi kesehatan anaknya. Ibu akan merasa tenang

dan tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari keluarga.

Dukungan tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan ibu,

misalnya dengan adanya komunikasi. Petugas kesehatan merupakan orang pertama yang

mengetahui tentang kondisi kesehatan balita untuk proses kesembuhannya. Komunikasi ini dapat

dilakukan melalui pendidikan kesehatan berupa penyuluhan (Adelasanti, A. N & Rakhma, 2018).

Petugas kesehatan memiliki peran yang besar menangani balita kurus dan berinteraksi langsung

dengan ibu, sehingga sangat mempengaruhi rasa percaya dan selalu menerima saran – saran yang

diberikan petugas (Adelasanti, A. N & Rakhma, 2018)

Dilihat dari teori Lawrence Green peneliti tertarik untuk mengambil beberapa faktor yang

mempengaruhi kepatuhan yaitu predisposing factors , berupa pengetahuan dan sikap, serta dari

sisi enabling factors mencakup fasilitas pelayanan kesehatan, sedangkan reinforcing factor

mancakup dukungan keluarga dan dukungan tenaga kesehatan.

Dari hasil wawancara pendahuluan yang dilakukan peneliti pada ibu balita yang

memperoleh biskuit PMT diwilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku untuk menilai tingkat

perilaku kepatuhan ibu yang dilihat dari pengetahuan, didapat data dari 10 orang yang

diwawancarai, yang terdiri dari 30 % ibu yang patuh dalam memberi PMT biskuit, dan 70 %

tidak patuh. didapat 60% mempunyai pengetahuan rendah, 50 % sikap ibu dalam pemberian

PMT yang rendah , 60% menyatakan fasilitas tidak tersedia, 60% menyatakan dukungan

keluarga rendah dan 70% menyatakan dukungan petugas kesehatan rendah.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Faktor-faktor

yang berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit PMT pada balita kurus usia 6

sampai 59 bulan
1.2 1.2 Rumusan Masalah

“Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian

biskuit PMT pada balita kurus usia 6 sampai 59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam

1.3 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam

pemberian biskuit PMT pada balita kurus usia 6 sampai 59 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Tanah Garam.

1.3.2 1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi ibu berdasarkan tingkat kepetuhan dalam pemberian biskuit PMT pada

balita kurus 6-59 bulan

b. Mengetahui distribusi ibu berdasarkan tingkat pengetahuan dalam pemberian biskuit PMT

pada balita kurus 6-59 bulan

c. Mengetahui distribusi ibu berdasarkan sikap dalam pemeberian biskuit PMT pada balita kurus

6-59 bulan.

d. Mengetahui distribusi ibu berdasarkan ketersediaan fasilitas dalam pemberian biskuit PMT

pada balita kurus 6-59 bulan

e. Mengetahui distribusi ibu berdasarkan dukungan keluarga terhadap ibu dalam pemberian

biskuit PMT pada balita kurus 6-59 bulan

f. Mengetahui distribusi ibu berdasarkan dukungan petugas kesehatan terhadap ibu dalam

pemberian biskuit PMT pada balita kurus 6-59 bulan

g. Mengetahui hubungan antara variabel independen dengan kepatuhan ibu dalam pemberian

biskuit PMT pada balita kurus 6-59 bulan


h. Menganalisis secara mendalam:

1) Sikap ibu dalam pemberian PMT biscuit

2) Ketersediaan PMT biscuit

3) Dukungan keluarga terhadap ibu dalam pemberian PMT biscuit

4) Dukungan petugas kesehatan terhadap ibu dalam pemberian PMT biscuit.

1.4 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

Hasil penelitian dapat menambah wawasan dan memberikan informasi mengenai faktor –

faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit PMT pada balita kurus

usia 6 sampai 59 bulan

1.4.2 1.4.2 Manfaat Bagi Tempat Penelitian

Sebagai bahan informasi bagi tempat penelitian dalam melihat dan mengetahui serta

memantau pemberian biskuit PMT pada balita kurus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

1.4.3 1.4.3 Manfaat Bagi Ibu Balita

Menambah wawasan serta pengetahuan ibu balita tentang gizi seimbang pada balita dan

manfaat biskuit PMT bagi balita, sehingga dapat meningkatkan status gizi balita.

1.4.4 1.4.4 Bagi Universitas Perintis Indonesia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar bagi penelitian

selanjutnya terutama mahasiswa/i Jurusan Gizi Universitas Perintis Indonesia untuk

pengembangan kompetensi edukasi Gizi.

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 2.1 Konsep Balita

2.1.1 2.1.1 Pengertian Konsep Balita

Balita adalah individu atau sekelompok dari suatu penduduk yang berada dalam rentan

usia tertentu. Usia balita dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu golongan usia bayi

(0-2 tahun), golongan batita (2-3 tahun) dan golongan prasekolah (>3-5 tahun). Adapun menurut

WHO kelompok balita adalah 0-60 bulan (Adriani, Merryana, 2014)

2.1.2 2.1.2 Karakteristik Balita

Menurut Persagi (1992) dalam buku Gizi Seimbang dalam Kesehatan Reproduksi

(Balanced Nutrition in Reproductive Health), berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1 – 5

tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang

dikenal dengan batita dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan

usia prasekolah (Setyawati, 2018) .

2.1.3 2.1.3 Kebutuhan Gizi Balita

Masa Balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting dan perlu perhatian yang

serius. Pada masa ini balita perlu memperoleh zat gizi dari makanan sehari-hari dalam jumlah

yang tepat dan kualitas yang baik (Adriani, Merryana, 2014).

Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia.

Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan

perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa

yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau

masa keemasan (Setyawati, 2018).


Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh

status gizi yang baik. Status gizi balita dapat dipantau dengan penimbangan anak setiap bulan

dan dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) (Proverawati, Atikah dan Wati, 2014).

a. Energi

Kebutuhan energi sehari pada tahun pertama 100-200 kkal/kg BB. Untuk tiap tiga tahun

pertambahan umur, kebutuhan energi turun 10 kkal/kg BB.

b. Protein

Protein merupakan sumber asam amino esensial yang diperlukan sebagai zat pembangun,

yaitu pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum, hemoglobin, enzim, hormone serta

antibodi; mengganti sel-sel tubuh yang rusak; memelihara keseimbangan asam basa cairan

tubuh; dan sumber energi. Disarankan untuk memberikan 2,5-3 g/kg BB bagi bayi dan 1,5-2

g/kg BB.

c. Lemak

Kebutuhan lemak tidak dinyatakan dalam angka mutlak, dianjurkan 15-20% energi total

berasal dari lemak. Di Indonesia energi yang berasal dari lemak pada umumnya sekitar 10-

20%. Masukan lemak setelah umur 6 bulan sebanyak 30-35% dari jumlah energi seluruhnya

masih dianggap normal, akan tetapi seharusnya tidak lebih rendah lebih rendah.

d. Karbohidrat

Dianjurkan 60-70% energi total basal berasal dari karbohidrat. Sebaiknya karbohidrat yang

dimakan terdiri dari polisakarida seperti yang terdapat dalam beras, gandum, kentang, dan

sayuran. Karbohidrat diperlukan anak anak yang sedang tumbuh sebagai sumber energi.

Berikut table Kecukupan Zat Gizi Mikro pada Balita berdasarkan Permenkes No.28 tahun

2019 (Angka Kecukupan Gizi, n.d.)

Tabel 1
Kecukupan Zat Gizi Makro pada Balita

Umur Berat
Energi Lemak Karbohidrat
Balita badan Protein (g)
(Kkal) (g) (g)
(bulan) (Kg)
0-5 bulan 6 550 9 31 59
6-11 bulan 9 800 15 35 105
1-3 tahun 13 1350 20 45 215
4-6 tahun 19 1400 25 50 220
Sumber Permenkes No. 28 tahun 2019 tentang AKG

2.1.4 2.1.4 Pemantauan Pertumbuhan

Bayi sehat diharapkan tumbuh dengan baik, pertumbuhan fisik merupakan indikator

status gizi bayi dan anak. Pertumbuhan anak hendaknya dipantau secara teratur. Pemantauan

pertumbuhan anak dibawah lima tahun (balita) mengukur berat dan tinggi badan menurut umur

(Almatsier, 2010).

Kekurangan asupan energi dan zat gizi anak, atau kemungkinan pengaruh keturunan

terhadap pertumbuhan, akan terefleksi pada pola pertumbuhannya. Anak yang kurang makan

akan menunjukkan penurunan pada grafik berat badan menurut umur. Jika kekurangan

pertumbuhannya. Anak yang kurang makan akan menunjukkan penurunan pada grafik berat

badan menurut umur. Jika kekurangan makan cukup berat dan berlangsung lama, kecepatan

pertumbuhan akan berkurang dari pertumbuhan akan berhenti (Almatsier, 2010).

2.2 2.2 Konsep Status Gizi

2.2.1 2.2.1 Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-

zat gizi, dibedakan antara gizi buruk, kurang, baik, dan lebih 16. Status gizi merupakan ekspresi

dari keadaan keseimbangan dalam variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk

variabel tertentu (Supariasa, 2010).


Status gizi balita menurut WHO adalah mencocokkan umur anak (dalam bulan) dengan

berat atau tinggi badan standar tabel WHO-NCHS (World Health Organitation-National Center

for Health Statistics). Jika hasil berat badan anak setelah dicocokkan dengan tabel WHO-NCHS

masih kurang maka status gizi balita tersebut dinyatakan kurang. Begitu pula dengan tinggi

badan. Jika setelah dicocokkan tinggi badan balita masih kurang, maka termasuk pendek

(stunted) (Supariasa, 2010).

2.2.2 2.2.2 Penilaian Status Gizi Secara Langsung

a. Antropometri

1) Berat Badan

Berat badan merupakan parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam

waktu singkat karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan. Berat badan

juga merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas di

Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan secara meluas

(Supariasa, 2010).

2) Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan sekarang. Disamping itu

tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat

badan terhadap tinggi badan, faktor umum dapat di kesampingkan. Pengukuran tinggi

badan untuk anak balita yang sudah dapat dilakukan dengan alat pengukur tinggi

(Supariasa, 2010).

3) Lingkar Lengan Atas (LILA)

Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena

mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang
lebih murah. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, terutama

sebagai pilihan tunggal untuk indeks status gizi (Supariasa, 2010).

4) Berat Badan Menurut Umur(BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa lalu. Masa

tubuh sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, minsalnya karena

terserang penyakit insfeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan

yang di konsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil (Supariasa,

2010).

5) Tinggi Badan Menurut Umur(TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan

skeletal. Pada keadaan normal tumbuhan sering dengan pertambahan umur. Pertumbuhan

tinggi badan seperti berat badan, relative kurang sensitive terhadap masalah kekurangan

gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defensiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan

kelihatan dalam waktu yang relative lama (Supariasa, 2010).

6) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Barat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal,

perkembangan berat badan dengan kecepatan tertentu. Jellifer pada tahun 1966 telah

memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB adalah

merupakan indicator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB adalah

merupakan indeks yang independen terhadap umur (Supariasa, 2010)

b. Penilaian Secara Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi

masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan
dengan ketidakcukupan zat gizi. Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara

tepat, dan dirancang untuk mendeteksi tanda-tanda klinis dari kekurangan salah satu atau lebih

zat gizi (Supariasa, 2010).

c. Penilaian Secara Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara

laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan

antara lain: darah, urine, tinja dan jaringan tubuh lain seperti hati dan otot. Penentuan kimia

dapat lebih banyak menolong untuk menetukan kekurangan gizi yang spesifik

Kategori ambang batas status gizi anak (0-60 bulan) berdasarkan standard antropometri

penilaian status gizi anak diterangkan dalam tabel sebagai berikut:(PMK NO.2 Tahun 2020

Tentang Standar Antropometri, 2020)


Tabel 2
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak berdasarkan Indeks

INDEKS Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)


Berat badan sangat kurang
< -3 SD
Berat Badan menuru (severely underweight)
t Umur Berat badan kurang (under
- 3 SD sd <- 2 SD
(BB/U) anak usia 0 weight)
- 60 bulan Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
Risiko Berat badan lebih1 > +1 SD
Panjang Badan atau Sangat pendek (severely st
< -3 SD
Tinggi Badan unted)
menurut Umur (PB/ Pendek (stunted) - 3 SD sd <- 2 SD
U atau TB/U) anak u Normal -2 SD sd +3 SD
sia 0 - 60
Tinggi > +3 SD
bulan
Gizi buruk (severely waste
< -3 SD
Berat Badan menuru d)
t Panjang Badan atau Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD
Tinggi Badan (BB/P Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
B atau BB/TB) anak Berisiko gizi lebih (possibl
> + 1 SD sd + 2 SD
usia e risk of overweight)
0 - 60 bulan Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd + 3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Gizi buruk (severely waste
< -3 SD
d)3
Indeks Massa Tubuh
Gizi kurang (wasted)3 - 3 SD sd <- 2 SD
menurut Umur (IMT
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
/U)
Berisiko gizi lebih (possibl
anak usia 0 - 60 bula > + 1 SD sd + 2 SD
e risk of overweight)
n
Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Gizi buruk (severely thinn
Indeks Massa Tubuh ess) < -3 SD
menurut Umur
Gizi kurang (thinness) - 3 SD sd <- 2 SD
(IMT/U) anak usia
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
5 - 18
Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd +2 SD
tahun
Obesitas (obese) > + 2 SD
Sumber Buku Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak Kemenkes 2020
d. Penilaian Secara Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat

kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan

dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic (Supariasa, 2010).

2.2.3 2.2.3 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

a. Survei Konsumsi Makanan

Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung

dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi, Survei ini dapat mengidentifikasikan

kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa, 2010).

b. Survei Vital

Pengukuran status gizi dengan statistic vital adalah dengan menganalisis data beberapa

statistic Kesehatan seperti angka kematian berdasarkan angka kesakitan dan kematian akibat

penyebab tertentu, dari data lainnya yang berhubungan dengan status gizi (Supariasa, 2010).

c. Faktor Ekologi

Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyabab

malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Supariasa,

2010).

2.2.4 2.2.4 Macam- Macam Zat Gizi


Pada masa pertumbuhan, perkembangan dan untuk mempertahankan kelangsungan

hidupnya, tubuh manusia memerlukan substansi kimia yang disebut zat gizi, antara lain:

a. Karbohidrat

Diperoleh dari makanan pokok seperti biji-bijian, ubi-ubian


b. Protein

Protein merupakan komponen terbesar yang berasal dari hewani maupun nabati. Makanan dari

hewani seperti telur, susu, daging dan ikan. Kemudian yang bersal dari nabati seperti gandum,

kacang-kacangan, kedelai serta hasil olahnya seperti tempe dan tahu

Fungsi protein bagi tubuh

1) Sebagai zat pembangun

2) Sebagai zat pengatur

3) Sebagai zat tenaga

c. Lemak

Lemak berasal dari minyak goreng, daging, margarin dan sebagainya

Fungsi lemak

1) Sumber energi menghasilkan kalori 9 kkal setiap gram lemak

2) Sebagai asam lemak esensial

3) Lemak sebagai pelarut vitamin A,D,E,K dan membantu transportasi dan absorbsi

vitamin

4) Lemak memelihara suhu tubuh

5) Melindungi organ jantung, hati, ginjal dari benturan dan bahaya lainnya.

d. Mineral

Mineral terdiri dari zat kapur, zat besi, zat flour, natrium, kalium, magnesium. Mineral berfungsi

dalam tubuh sebagai:

1) Memelihara keseimbangan asam tubuh dengan jalan menggunakan mineral

pembentuk asam dan mineral pembentuk basa

2) Membantu memelihara keseimbangan air tubuh


3) Mengkatalisasi reaksi yang bertalian dengan pemecahan karbohidrat, lemak serta

pembentuk lemak dan protein tubuh

4) Berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tulang, gigi dan jaringan tubuh

lainnya. (kalsium, fosfor, fluarin)

e. Vitamin

Vitamin adalah zat organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit, tetapi penting untuk

melakukan fungsi metabolik dan didapat dari makanan

Vitamin dibagi 2 kelompok:

1) Vitamin larut dalam air

(vitamin C, vitamin B yang terdiri dari vitamin B1, B2, B12 dan beberapa vitamin lainnya)

2) Vitamin yang larut dalam lemak

(Vitamin A,D,E,dan K)

Fungsi vitamin dalam tubuh sebagai:

1) Sebagai bagian dari suatu enzim atau co enzim (pembantu enzim) yang mengatur

berbagai proses metabolisme

2) Mempertahankan fungsi berbagai jaringan

3) Mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan sel baru

4) Membantu pembuatan zat tertentu dalam tubuh (Moehji, 2009).

f. Air

Air merupakan bagian terbesar zat pembentuk tubuh manusia, jumlah air yang terdapat dalam

tubuh manusia adalah:

1) Sekitar 80 % dari berat badan (untuk bayi dengan low birth weight)

2) Sekitar 70 – 75 % dari berat badan (untuk bayi neonatus)


3) Sekitar 65 % dari berat badan (untuk anak)

4) Sekitar 5-60 % dari berat badan (orang dewasa)

Sebagai komponen terbesar air memiliki manfaat atau fungsi yang sangat penting

a) Sebagai bahan pembangunan disetiap sel tubuh

b) Sebagai pelarut, pelumas, pereaksi kimia

c) Sebagai pengatur suhu tubuh

d) Membantu memelihari bentuk dan susunan tubuh (Moehji, 2009)

2.3 2.3 Proses Asuhan Gizi

Problem gizi timbul akibat ketidaksesuaian antara asupan dan kebutuhan tubuh akan zat

gizi. Asuhan gizi yang dilakukan melalui pengkajian, diagnosis, intervensi dan monitoring

evaluasi (PDIME) gizi merupakan proses penanganan problem gizi yang sistematis dan akan

memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi. Tujuan Proses Asuhan Gizi (PAG) adalah

memecahkan masalah gizi dengan mengatasi berbagai faktor yang mempunyai kontribusi pada

ketidakseimbangan atau perubahan status gizi agar dapat menentukan akar masalah gizi yang

akan menetapkan pilihan intervensi yang sesuai. Proses Asuhan Gizi di masyarakat termasuk

individu menitikberatkan kepada upaya pencegahan penyakit dengan cara mengontrol faktor

risiko yang berhubungan dengan masalah gizi. Upaya pencegahan kedua berfokus pada deteksi

dini penyakit melalui skrinning atau bentuk lain dalam penilaian risiko.

2.4 2.4 Definisi Pemberian Makanan Tambahan

Makanan Tambahan adalah makanan tambahan yang diberikan untuk meningkatkan

status gizi pada sasaran.(Kemenkes RI, 2019) Pemberian Makanan Tambahan merupakan

program pemberian zat gizi yang bertujuan memulihkan gizi penderita yang kurang dengan jalan

memberikan makanan dengan kandungan gizi yang cukup sehingga kebutuhan gizi penderita
dapat terpenuhi, diberikan setiap hari untuk memperbaiki status gizi dan diberikan secara gratis

kepada kelompok sasaran (Aryani, 2019)

2.4.1 2.4.1 Tujuan Pemberian Makanan Tambahan

Secara umum pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi

pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan kepada anak balita

dengan kriteria tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta yang berat badannya pada

KMS terletak di bawah garis merah. Pemberian makanan tambahan memiliki tujuan untuk

menambah energi dan zat gizi esensial, serta tujuan pemberian makanan tambahan pemulihan

pada bayi dan balita gizi buruk, antara lain untuk memberikan makanan tinggi energi, tinggi

protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi optimal (Aryani,

2019)

2.4.2 2.4.2 Sasaran Pemberian Makanan Tambahan

Makanan tambahan ditujukan untuk seluruh balita usia 6-59 bulan dengan tujuan

untuk pencegahan dan pemulihan. Berdasarkan tujuan tersebut, sasaran dibedakan menjadi:

1. Sasaran MT Penyuluhan

Seluruh balita usia 6-59 bulan dalam rangka pencegahan balita kurus dengan waktu

pemberian maksimal selama 1 (satu) bulan disertai dengan edukasi gizi.

2. Sasaran MT Pemulihan

Balita Kurus usia 6 – 59 bulan (indeks BB/PB atau BB/TB dengan Zscore <-2 SD,

bagi balita sangat kurus dengan Zscore <-3 SD diberikan sesuai anjuran Tim Asuhan Gizi

Tatalaksana Anak Gizi Buruk) dapat diberikan lebih dari 1 (satu) bulan disertai dengan konseling

gizi sampai status gizi balita membaik yang dapat dipantau melalui peningkatan berat badan

atau Z-score(Kemenkes RI, 2019)


Pemberian Makanan Tambahan kepada sasaran perlu dilakukan secara benar sesuai

aturan konsumsi yang dianjurkan. Pemberian makanan tambahan yang tidak tepat sasaran, tidak

sesuai aturan konsumsi, akan menjadi tidak efektif dalam upaya pemulihan status gizi sasaran

serta dapat menimbulkan permasalahan gizi. Makanan tambahan diberikan sebagai Makanan

Tambahan Pemulihan adalah makanan tambahan yang diberikan untuk mengatasi terjadinya

masalah gizi yang diberikan selama 90 hari makan. (Kemenkes RI, 2019)

2.4.3 2.4.3 Komposisi Pemberian Makanan Tambahan

a. Makanan Tambahan Balita diperkaya dengan 10 macam vitamin (A, D, E, K, B1, B2, B3,

B6, B12, Folat) dan 7 macam mineral (Besi, Iodium, Seng, Kalsium, Natrium,

Selenium, dan Fosfor).

b. Dapat dikonsumsi bersama Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) berbasis

pangan lokal.

c. Produk makanan tambahan balita berbentuk biskuit bulat dan rasa manis dibungkus

dalam kemasan primer berisi 4 keping, dengan rincian :

1. Setiap 4 (empat) keping biskuit dikemas dalam 1 (satu ) kemasan primer dengan

berat 40 gram.

2. Setiap 21 (dua puluh satu) kemasan primer dikemas dalam 1 (satu) kotak kemasan

sekunder dengan berat 840 gram.

3. Setiap 4 (empat) kemasan sekunder dikemas dalam 1 (satu) kemasan

tersier(Kemenkes RI, 2020)

2.4.4 2.4.4 Jenis Pemberian Makanan Tambahan

Adapun jenisnya antara lain menurut Juknis PMT Kemenkes RI (2017) :


a. Makanan Tambahan adalah suplementasi gizi dalam bentuk makanan tambahan dengan

formulasi khusus dan difortifikasi dengan vitamin dan mineral yang diperuntukkan bagi

kelompok sasaran sebagai tambahan makanan untuk pemulihan status gizi.

b. Makanan Tambahan Balita adalah suplementasi gizi berupa makanan tambahan dalam bentuk

biskuit dengan formulasi khusus dan difortifikasi dengan vitamin dan mineral yang diberikan

kepada bayi dan anak balita usia 6-59 bulan dengan kategori kurus. Bagi bayi dan anak

berumur 12-59 bulan, makanan tambahan ini digunakan bersama Makanan Pendamping Air

Susu Ibu (MP-ASI). (Kemenkes RI, 2017)

2.4.5 2.4.5 Anjuran Pemberian Makanan Tambahan pada Balita Kurus/ Gizi Kurang

Pada usia 6 -11 bulan diberikan 8 keping (2 bungkus) per hari. Usia 12-59 bulan

diberikan 12 keping (3 bungkus) per hari. Tiap bungkus makanan tambahan Balita berisi 4

keping biskuit (40 gram). Biskuit dapat langsung dikonsumsi atau terlebih dahulu ditambah air

matang dalam mangkok bersih sehingga dapat dikonsumsi dengan menggunakan sendok.

Setiap pemberian harus dihabiskan oleh balita. (Kemenkes RI, 2020)

2.4.6 2.4.6 Pedoman Pemberian Makanan Tambahan pada Balita Kurus/ Gizi Kurang

Pelaksanaan Pemberian Makanan Tambahan dapat dilakukan dengan cara :

1. Pemberian PMT satu kali seminggu, dua kali seminggu atau bahkan satu bulan sekali pada

sasaran untuk dibawa pulang (Take Home Feeding)

2. Untuk sasaran yang jumlahna tidak terlalu banyak, PMT dibuat didistribusikan ke satu

tempat (On Site Program Feeding). Pelaksanaan PMT di Pusat Rehabilitasi Gizi (Nutrition

Rehabilitation Center)
2.5 2.5 Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Ibu dalam Pemberian Biskuit

PMT

Menurut Kozier (2010) kepatuhan adalah perilaku individu (misalnya: minum obat,

mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran terapi dan kesehatan.

Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga

mematuhi rencana. Kepatuhan adalah sikap atau ketaatan. Kepatuhan dimulai dari individu

mematuhi anjuran petugas kesehatan tanpa paksaan untuk melakukan tindakan (N.Niven, 2012).

Menurut Lawrence Green dalam Notoadmojdo (2012) perilaku kepatuhan dipengaruhi

oleh 3 faktor, yaitu :

1. Faktor-Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor predisposisi (faktor pemudah) yaitu Faktor yang dapat mempermudah terjadinya

perilaku pada diri seseorang atau masyarakat. Faktor tersebut terwujud dalam pengetahuan,

sikap, keyakinan, tradisi, sistem dan nilai yang ada dimasyarakat setempat juga mempermudah

(positif) atau mempersulit (negatif) terjadinya perilaku masyarakat. Sikap masyarakat dapat

positif dan negatif terhadap objek yang dilakukan petugas kesehatan dalam melaksanakan

promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2007)

b. Pengetahuan

Menurut Green dalam (Notoatmodjo, 2007), pengetahuan adalah hasil yang diperoleh

setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu dan pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Pengetahuan bagi

manusia bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dihadapai sehari-hari sehingga

pengetahuan tersebut berguna untuk memudahkan manusia dalam berperilaku


Didalam keluarga pengetahuan dan sikap ibu tanggap serta peduli terhadap pertumbuhan

dan perkembangan balitanya sangat diperlukan terutama dalam memilih dan menentukan jenis

serta jumlah makanan yang akan dikonsumsi agar balita dapat mengkonsumsi makanan yang

baik dan bergizi. Ibu yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang pemenuhan kebutuhan

gizi pada anaknya akan mempunyai dasar berpikir dan kemampuan dasar untuk dapat

memberikan anaknya kebutuhan zat gizi yang seimbang sesuai dengan tumbuh kembangnya

(Djola, 2011).

c. Sikap

Sikap adalah merupakan suatu reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau obyek (Notoadmodjo, 2012b). Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktifitas, akan tetapi adalah merupakan “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka, tingkah laku yang terbuka.

Newcomb (Notoadmodjo, 2012b), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap

itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksana motif tertentu.

Sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberi makan, kebersihan,

memberi kasih sayang, dan sebagainya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal

kesehatan (fisik dan mental). Status ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak

berpengaruh pada daya beli keluarga menyediakan bahan makanan yang bergizi bagi anak

serta pola asuh ibu dalam memberikan makanan pada anak juga sangat berpengaruh dalam

pemenuhan gizi anak (Djola, 2011).

1. Faktor-Faktor Pendukung (Enabling Factors)

Faktor pendukung terwujud dalam lingkungan fisik dan tersedia atau tidak tersedianya

fasilitas atau sarana kesehatan. Misalnya, untuk terjadinya perilaku ibu memeriksakan
kehamilan, maka diperlukan bidan atau dokter, fasilitas pelayanan pemeriksaan yaitu

Puskesmas, Rumah Sakit dan sebagainya. Pengetahuan dan sikap saja belum terjadinya

perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk mendukung perubahan perilaku

tersebut. Dari segi kesehatan masyarakat, agar masyarakat mempunyai perilaku sehat maka

harus terjangkau sarana dan prasarana pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2007).

Makanan Tambahan (MT) berupa Biskuit bagi balita adalah makanan tambahan yang

diformulasi khusus dan difortifikasi dengan vitamin dan mineral yang diberikan kepada anak

balita usia 6-59 bulan dengan kategori kurus/gizi kurang untuk mencukupi kebutuhan gizi,

dengan kandungan nilai gizi sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2016.

Pemberian makanan tambahan kepada kelompok rawan gizi pada dasarnya bertujuan untuk

meningkatkan asupan gizi yang pada akhirnya dapat meningkatkan status gizi sasaran, serta

mempercepat perbaikan gizi di Indonesia.

Makanan tambahan biscuit ini dapat diperoleh secara gratis dari Fasilitas pelayanan

kesehatan. Ketersediaan akan biscuit ini dapat memfasilitasi ibu dalam memberikan biscuit

pada balitanya. Dengan tersedianya jumlah biscuit PMT dalam jumlah yang cukup di Fasilitas

Kesehatan maka akan mempermudah ibu untuk memperoleh biscuit PMT.

2. Faktor-Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007) faktor penguat adalah konsekuensi dari

determinan perilaku, dimana masyarakat menerima feedback dan adanya dukungan sosial. Faktor

penguat meliputi dukungan sosial dari peran tokoh masyarakat, pengaruh dan informasi serta

feedback dari tenaga kesehatan.

a. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga menurut Friedman (2014) adalah menyediakan sesuatu untuk

memenuhi kebutuhan orang lain, dukungan juga dapat diartikan sebagai memberikan

dorongan/motivasi serta semangat dalam situasi pembuat keputusan. Dukungan dalam konteks

kesehatan merupakan segala fasilitas yang diberikan kepada klien yang bersumber dari keluarga,

teman masyarakat disekitarnya serta petugas kesehatan (Sunden, 2008). Dukungan keluarga

mengacu pada dukungan-dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang

dapat diakses atau diadakan keluarga dan selalu siap memberi pertolongan serta bantuan bila

diperlukan (Friedman, 2014).

Dukungan sosial keluarga akan semakin dibutuhkan orang tua balita selama perawatan

balita, di sinilah peran anggota keluarga Diperlukan untuk menjalani masa- masa sulit dengan

cepat (Setiadi, 2014). Dukungan sosial adalah pemberian bantuan seperti materi, emosi, dan

informasi sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai,

mencintai, dan membantu diriya (Setiadi, 2014). Dukungan sosial juga sebagai keberadaan dan

kesediaan orang-orang yang berarti, yang dapat dipercaya untuk membantu, mendorong,

menerima, menjaga, dan merawat balita dalam memenuhi kebutuhan gizi (Nurdiansyah, 2011)

b. Dukungan Petugas Kesehatan

Petugas Kesehatan ataupun petugas lain turut berperan sebagai faktor penguat dalam

pemberian biscuit PMT balita. Tenaga kesehatan berperanan penting untuk meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga mampu mewujudkan

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Tenaga kesehatan memiliki beberapa petugas
yang dalam kerjanya saling berkaitan yaitu dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan ketenagaan

medis lainnya.

Dukungan petugas kesehatan dapat mengacu pada adanya pengawasan yang diberikan

kepada masyarakat, pemberian informasi/ edukasi yang memadai serta upaya-upaya yang

dilakukan untuk membantu penyelesaian masalah terkait kesehatannya.. Penyuluhan yang

diberikan oleh petugas kesehatan dapat meningkatkan kepatuhan ibu dalam pemberian PMT

pada balita kurus. (Nivalayanti, 2018)

2.6 2.6 Kerangka Teori

FaktorPredisposisi Karakteristik
Demografi:
Umur ibu
Pendidikan
Pekerjaan
Status Ekonomi
Karakteristik Struktural:
Nilai Budaya
Role Model
Pengetahuan
Sikap

Kepatuhan Pemberian Biskuit


FaktorPemungkin PMT
Akses ke fasilitas pelayanan
Ketersediaan Fasilitas

Faktor Penguat
Dukungan petugas kesehatan
Dukungan Suami
Gambar 1
Sumber: Modifikasi Kerangka Teori Lawren Green dalam Notoatmodjo (2012)
3 BAB III
4 METODE PENELITIAN
4.1 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan semi mix method atau kombinasi pendekatan

kuantitatif dan kualitatif. Metode ini menggunakan metode kuantitatif pada tahap pertama

dengan desain cross sectional karena dalam penelitian ini observasi atau pengukuran variabel

dilakukan dalam satu waktu yang sudah ditentukan oleh peneliti serta dapat menjelaskan faktor-

faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit PMT pada balita kurus

usia 6 sampai 59 bulan, dan menggunakan metode kualitatif pada tahap kedua dengan

mengumpulkan dan menganalisis data yang didapatkan dari indepth interview yang dilakukan

dengan informan kunci yaitu pihak- pihak yang tahu banyak mengenai PMT biskuit.

4.2 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam pada bulan

September sampai dengan Oktober tahun 2021.

4.3 3.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 3.3.1 Populasi dan Sampel Penelitian Kuantitatif

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau wilayah generalisasi yang terdiri dari

subjek maupun objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Populasi tidak hanya terbatas pada orang, tetapi

juga benda yang memiliki sifat atau ciri yang bisa diteliti (Hidayat, n.d.). Populasi pada
penelitian ini adalah semua ibu balita kurus usia 6 sampai 59 bulan yang mendapatkan

biskuit PMT di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Tahun 2021.

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Hidayat, n.d.). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

metode total sampling yaitu semua populasi langsung dijadikan sampel.

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Semua anak balita yang mengkonsumsi biscuit PMT

b. Usia 6 bulan sampai 59 bulan

c. Tidak mengalami penyakit infeksi lainnya

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :

a. Responden yang tidak ada saat penelitian

b. Tidak memiliki gangguan lain seperti, kejiwaan dan kognitif serta tidak bersedia

menjadi responden.

4.3.2 3.3.2 Informan Penelitian Kualitatif

Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah secara

purposive sampling yaitu memilih sampel dari suatu populasi didasarkan pada informasi yang

tersedia serta sesuai dengan penelitian yang sedang berjalan, sehingga perwakilannya terhadap

populasi dapat dipertanggung jawabkan. (Supriyadi, 2014).

Pemilihan informan yang dianggap mengetahui masalahnya secara lebih luas dan

mendalam serta dapat dipercaya sebagai sumber data. Objek dalam penelitian kualitatif yaitu apa

yang menjadi sasaran penelitian, dalam hal ini adalah kepatuhan ibu dalam pemberian PMT

biskuit. Subjek atau informan dalam penelitian ini adalah subjek yang memahami informasi
objek penelitian baik sebagai pelaku maupun lainnya atau dalam hal ini yang berkaitan dengan

kepatuhan ibu dalam pemberian PMT biskuit.

Disebut informan kunci, yaitu pihak-pihak yang tahu banyak mengenai PMT biskuit

sehingga dapat memberikan data dan jawaban yang memadai saat wawancara, informan dalam

penelitian ini adalah:

a. Sepuluh orang ibu penerima biscuit PMT

b. Dua orang petugas Pustu/ Poskeskel

c. Satu orang petugas gizi

4.4 3.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

4.4.1 3.4.1 Pengumpulan Data Kuantitatif

a. Data primer

Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara pada responden dengan

instrumen kuesioner yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas, dukungan

keluarga dan dukungan petugas kesehatan yang telah dilakukan uji validitas dalam bentuk

pertanyaan yang tidak terlepas dari teori yang ada.

b. Data sekunder

Data sekunder yaitu data penunjang dalam penyusunan proposal yang berkaiatan dengan

status gizi balita, jumlah masyarakat dan gambaran umum Kota Solok khususnya Puskesmas

Tanah Garam yang diambil dari profil kesehatan Kota Solok .

3.4.2 Pengumpulan Data Kualitatif

a. Data Primer

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview)

secara semi terstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan dan
observasi. Pewawancara dapat memperdalam suatu informasi spesifik yang muncul dari

informan yang tidak terdapat dalam panduan wawancara (Sugiyono, 2010). Hal ini bertujuan

untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Informan dapat mengemukakan pendapat,

pengalaman, dan idenya sehubungan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian PMT biskuit. Hasil

dari wawancara mendalam akan direkam dengan menggunakan alat perekam.

b. Data Sekunder

Data sekunder digunakan sebagai data penunjang dan pelengkap dari data primer yang

ada relevansinya dengan keperluan penelitian. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh

dengan studi dokumentasi yang berupa pencatatan data-data tertulis yang ada Puskesmas Tanah

Garam. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data yang sudah tersedia berupa jumlah

penerima PMT biskuit serta jumlah populasi kunci.

4.4.2 3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner melalui wawancaraa

langsung dengan responden. Sebelum wawancara responden diminta untuk mengisi lembar

persetujuan menjadi responden dengan menandatangi informed consent terlebih dahulu. Setiap

jawaban yang diberikan responden, diisi oleh peneliti dengan memberi tanda silang pada pilihan

jawaban yang disediakan.

4.5 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

4.5.1 3.5.1 Teknik Pengolahan Data Kuantitatif

Pengolahan merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan setelah pengumpulan data

(Prasetyo dan Jannah, 2012). Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut::

a. Editing (Proses Penyuntingan)


Melakukan pengecekan terhadap isian kuesioner apakah jawaban yang sudah dibuat sudah

lengkap, jelas dan jawaban sudah relevan dengan pertanyaan. Kegiatan ini bertujuan untuk

memastikan data yang diperoleh adalah bersih dan lengkap (data terisi semua) serta konsisten.

Kegiatan untuk perbaikan data yang salah yang dilakukan sebelum pemasukan data. Data yang

sudah dikumpulkan kemudian diperiksa kembali untuk mengetahui apakah jawaban telah terisi

dengan lengkap (semua pertanyaan sudah ada jawabannya), jelas (jawaban pertanyaan dapat

terbaca) dan relevan (jawaban yang tertulis relevan dengan pertanyaan).

b. Coding (Pengkodean)

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau

bilangan. Kegunaan coding untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat

pada saat entri data. Untuk variabel pengetahuan benar diberi nilai 1, salah diberi nilai 0.

Pernyataan sikap digunakan dengan standar Likert, dimana nilai pernyataan untuk sikap sangat

setuju diberi nilai 3, setuju 2 tidak setuju 1, sangat tidak setuju 0. Untuk pernyataan akses ke

fasilitas kesehatan, dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan dimana pernyataan tidak

pernah 0, pernah 1, kadang 2, selalu 3.

c. Entry (Memasukkan Data)

Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar serta telah melewati pengkodean, maka

langkah selanjutnya adalah mengentri atau memasukkan data- data yang berhubungan dengan

variabel penelitian secara komputerisasi.

d. Cleaning (Pembersihan data)

Setelah semua data dientri ke dalam komputer, dilakukan pengecekan kembali terhadap

semua data yang telah dientri untuk memastikan bahwa data tersebut telah bersih dari kesalahan.

Peneliti menggunakan Program SPSS dalam mengolah dan menganalaisis data.


e. Output

Penyajian data merupakan bentuk hasil pengolahan data, baik dalam bentuk tabel, grafik

atau gambar.

4.5.2 3.5.2 Teknik Pengolahan Data Kualitatif

Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Sugiyono, 2010) :

a. Membuat transkip data

Membuat transkip data adalah memindahkan informasi dari bentuk pembicaraan lisan yang

direkam dan berbagai informasi yang ada dalam catatan lapangan menjadi bentuk tulisan. Setiap

informasi yang ditulis diberi sumber data agar dapat ditelusuri apabila informasi yang dirasa

kurang lengkap.

b. Mereduksi data (data reduction)

Mereduksi data (data reduction) berarti merangkum, dan memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang

telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencari data tambahan jika diperlukan. Semakin

lama peneliti berada di lapangan maka jumlah data akan semakin banyak dan semakin kompleks.

Oleh karena itu reduksi data perlu dilakukan sehingga data tidak bertumpuk dan agar tidak

mempersulit analisis selanjutnya.

c. Menyajikan data (data display)

Setelah direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyiapkan data. Penyajian data

dilakukan agar peneliti dapat menyusun data yang relevan sehingga informasi yang didapat

disimpulkan dan memiliki makna tertentu untuk menjawab masalah penelitian.

d. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verification)


Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak

ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

4.5.3 3.5.3 Analisis Data

4.5.3.1 3.5.3.1 Analisis Data Kuantitatif

a. Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau analisa yang

dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian (Notoadmodjo, 2012a) . Analisis univariat ini

digunakan untuk mendeskripsikan variabel independen ( pengetahuan, sikap, ketersediaan

fasilitas, dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan) serta variabel dependen, yaitu

kepatuhan ibu dalam pemberian biscuit PMT Balita kurus usia 6-59 bulan. Analisis ini berupa

tabel distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel penelitian.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan (Notoadmodjo, 2012a). Data-data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan

komputerisasi dan dianalisa secara analitik. Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui

faktor yang mempengaruhi variabel dependen (kepatuhan) dan independen (pengetahuan,

sikap, ketersediaan fasilitas, dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan) dalam bentuk

tabulasi silang (crosstab) dengan menggunakan program SPSS dengan uji statistik chi-square.

Untuk mengetahui signifikasi (derajat kemaknaan) hubungan antar variabel independen dan

variabel dependen ditentukan dengan nilai p value = 0.05, apabila nilai p ≤ 0.05, maka ada

hubungan yang signifikan antara variabel independen (pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas,

dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan) dengan variabel dependen (kepatuhan ibu

dalam pemberian PMT balita kurus usia 6-59 bulan) dan jika p > 0.05 maka tidak ada hubungan
yang signifikan antara variabel independen (pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas, dukungan

keluarga dan dukungan petugas kesehatan) dengan variabel kurus usia 6-59 bulan)

4.5.3.2 3.5.3.2 Analisis Data Kualitatif

Semua dependen (kepatuhan ibu dalam pemberian PMT balita data yang telah

dikumpulkan dianalisis dengan pendekatan analisis isi, yaitu membandingkan dengan teori-teori

yang ada dan tinjauan pustaka. Analisa dilakukan secara kualitatif dengan pembahasan secara

deskriptif terhadap unsur proses dengan berbagai metode:

a. Triangulasi teknik yaitu dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi.

Wawancara mendalam dilakukan untuk sikap dalam pemberian biscuit PMT,

ketersediaan biscuit PMT, dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan

b. Triangulasi sumber yaitu crosscheck dengan sumber data lain, membandingkan dan

melakukan kontras data, serta menggunakan kategori informan yang berbeda.

4.5.3.3 3.5.3.3 Gabungan Data Kuantitatif dan Kualitatif

Analisis data kuantitatif dan kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan data hasil

penelitian kuantitatif yang dilakukan pada tahap pertama dan data hasil penelitian kualitatif tahap

kedua yaitu pada variabel dukungan keluarga, dan dukungan petugas kesehatan. Melalui analisis

data ini akan diperoleh informasi apakah kedua data saling melengkapi, memperluas, dan

memperdalam.

4.6 3.6 Kerangka Konsep

Menurut Hidayat (2013), variabel independen (variabel bebas) merupakan variabel yang

menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (variabel terikat). Variabel ini juga

dikenal dengan variabel bebas artinya bebas dalam memengaruhi variabel lain, variabel ini

punya nama lain seperti variabel predictor, resiko, atau kausa. Sedangkan variabel dependen
(variabel terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel

bebas. (Hidayat, n.d.). Variabel ini tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan. Variabel

ini juga disebut sebagai variabel efek, hasil, outcome, atau event. Variabel independen dari

penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas, dukungan keluarga, dukungan

petugas kesehatan sedangkan variabel dependen dari penelitian ini adalah Kepatuhan pemberian

biskuit PMT.

Menurut Kozier (2010) kepatuhan adalah perilaku individu (misalnya: minum obat,

mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran terapi dan kesehatan.

Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga

mematuhi rencana.

Untuk mengetahui lebih jelas dari variabel tersebut dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

Variabel Independent Variabel Dependent

Pengetahuan

Sikap

Kepatuhan Pemberian Biskuit


Ketersedian Biskuit PMT PMT

Dukungan Keluarga

Dukungan Petugas Kesehatan


Analisis

Sikap

Ketersedian Biskuit PMT

Dukungan Keluarga

Dukungan Petugas Kesehatan

Gambar 2

4.7 3.7 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan

karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu obejek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan

berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran

merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat, n.d.).

Definisi operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3
Defenisi Operasional

N Variabel Defenisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala


o Operasional ukur
Variabel Dependent
1 Kepatuhan Tindakan yang Observasi Kuisoner 1. Patuh bila Ordinal
pemberian benar yang PMT
biskuit PMT dilakukan ibu diberikan
balita kurus 6-59 setiap bulan
bulan dalam
pemberian 2. Tidak Patuh
biskuit PMT bila PMT
sesuai dengan tidak
petunjuk teknis diberikan
pemberian PMT setiap bulan
biskuit
Variabel Independent
1 Pengetahuan Merupakan hasil Wawancara Kuisoner 1. Baik jika nilai Ordinal
tahu ibu balita : 76- 100%
usia 6 -59 bulan
terkait dengan 2. Cukup jika
pemberian nilai: 56- 75%
Makanan
tambahan PMT 3. Kurang: jila
biskuit yang nilai : < 56 %
didapatnya
(Arikunto, 2010)
2 Sikap Pandangan atau Wawancara Kuisoner 1. Setuju jika Ordinal
pernyataan ibu nilai ≥ 60%
dalam Pemberian
Makanan 2. Tidak setuju
Tambahan balita jika nilai < 60
usia 6-59 bulan %

(Hidayat, n.d.)
3. Ketersediaan Tersedianya Wawancara Kuisoner 1. Tersedia : Ordinal
fasilitas PMT biskuit dan bila nilai ≥ 60
fasilitas yang %
memadai bagi
ibu dalam 2. Tidak tersedia
pengambilan : bila nilai <
biscuit di 60 %
Puskesmas
4 Dukungan Adanya Wawancara Kuisoner 1. Tinggi : bila Ordinal
Keluarga tindakan yang nilai ≥ 60 %
dilakukan oleh
anggota 2. Rendah : bila
keluarga nilai < 60 %
lainnya
dalam bentuk
informasi
berupa nasehat,
usulan, saran,
petunjuk dalam
pemecahan
masalah balita
kurus 6-59
bulan
5 Dukungan Adanya Wawancara Kuisoner 1. Tinggi : bila Ordinal
Petugas tindakan yang nilai ≥ 60 %
Kesehatan dilakukan oleh
petugas 2. Rendah : bila
kesehatan pada nilai < 60 %
ibu balita
dalam bentuk
informasi
berupa nasehat,
usulan, saran,
petunjuk dalam
pemecahan
masalah

4.8 3.8 Hipotesis

Hipotesis suatu jawaban atau kesimpulan sementara dari topik yang menjadi

permasalahan, kebenarannya akan dibuktikan dengan fakta empiris dari hasil penelitian yang

akan dilakukan

Ha.

1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit PMT

pada balita kurus di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Tahun 2021

2. Ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit PMT pada balita k

urus di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Tahun 2021

3. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit

PMT pada balita kurus di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Tahun 2021

4. Ada hubungan antara ketersediaan fasilitas dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit

PMT pada balita kurus di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Tahun 2021
5. Ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian

biskuit PMT pada balita kurus di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Tahun 2021.

Anda mungkin juga menyukai