PENDAHULUAN
Sebagai negara berkembang masalah kekurangan gizi masih menjadi masalah utama di
masyarakat Indonesia. Masalah gangguan gizi anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan
masalah yang perlu ditanggulangi dengan serius. Masalah gizi merupakan salah satu penyebab
kematian anak secara tidak langsung yang sebenarnya masih dapat dicegah (Indrawati S, 2015).
Permasalahan gizi yang paling sering diderita oleh balita di dunia saat ini ialah masalah balita
pendek atau biasa disebut dengan stunting. Stunting menggambarkan suatu keadaan kekurangan
zat gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu yang cukup
lama, sehingga mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan anak (Elsi Safitri, 2014).
Stunting bila tidak ditangani akan menimbulkan efek jangka pendek dan jangka panjang.
Dalam jangka pendek akan terjadi gangguan pertumbuhan fisik, gangguan perkembangan otak,
gangguan kecerdasan, dan gangguan metabolisme tubuh. Dampak jangka panjang akan terjadi
penurunan kemampuan berfikir dan penurunan prestasi akademik, terjadinya penurunan sistem
kekebalan tubuh sehingga anak mudah terserang penyakit, dan berisiko terkena penyakit tidak
menular (Elsi Safitri, 2014). Stunting disebabkan oleh faktor langsung dan tidak langsung.
Faktor langsung dapat berupa asupan makanan dan status kesehatan, kekurangan asupan zat gizi
yang mengakibatkan anak kurus berkelanjutan dapat memicu terjadinya stunting, sedangkan
faktor tidak langsung yaitu pola pengasuhan keluarga, lingkungan rumah tangga, dan pelayanan
kesehatan .
Untuk mengatasi masalah kekurangan gizi pada usia balita pemerintah telah
balita stunting dan kurus dengan memenuhi kekurangan kebutuhan gizi anak. Dalam rangka
penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi pada lingkup pelaksanaan Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (Germas) pemberian makana tambahan merupakan upaya yang dapat
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana
penurunan Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada balita sebesar 14% dan
prevalensi wasting (kurus/gizi kurang dan sangat kurus/gizi buruk) sebesar 7% pada tahun 2024.
(Kemenkes, 2020)
Secara global, tahun 2018 terdapat 49,5 juta anak dibawah usia 5 tahun menderita
kekurangan gizi di dunia yang terdiri dari 32,5 juta wasted dan 16,6 juta severely wasted. Jumlah
balita tertinggi menderita kekurangan gizi terdapat di benua Asia sebanyak 33,8 juta, disusul
benua Afrika sebanyak 14 juta, Amerika Latin/Caribbean 0,7 juta dan Oceania sebanyak 0,1 juta
(UNICEF, 2019)
Secara nasional, berdasarkan Riskesdas tahun 2018 balita Indonesia menunjukkan terjadi
penurunan prevalensi masalah gizi namun demikian masih menjadi masalah kesehatan,
angkanya masih tergolong tinggi. Balita kurus 12,1 % pada tahun 2013 menjadi 10,2 % pada
tahun 2018 dan prevalensi balita stunting sebesar 37,2% ditahun 2013 menjadi 30,8 % ditahun
2018. Namun, angka ini masih belum mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Jika dilihat dari hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Kota Solok status gizi kurus dan
sangat kurus tahun 2020 sebesar 6,47 %, angka kejadian masalah gizi kurus dan sangat kurus
masih tinggi dibandingkan dengan tahun 2019, yaitu sebesar 5,82% (Laporan Tahunan Dinas
Dari hasil penimbangan Puskesmas Tanah Garam usia 0-59 bulan tahun 2019 dari 1.810
yang ditimbang sebanyak 59 orang mengalami gizi kurus dan sangat kurus dan meningkat pada
tahun 2020 sebanyak 1.531 yang ditimbang 59 orang mengalami masalah gizi kurus dan sangat
Berdasarkan data diatas maka dapat dilihat bahwa kasus balita kurus di Kota Solok masih
terus meningkat, padahal pemerintah telah menggalakan program pemberian makanan tambahan
Dilihat dari hasil evaluasi pemberian Makanan Tambahan di wilayah kerja Puskesmas
Tanah Garam pada tahun 2020 diperoleh Droup Out (DO) pengambilan Makanan Tambahan
berupa Biskuit pada ibu balita kurus. Dimana yang mengambil Biskuit PMT sampai bulan ke
tiga dari tahun 2018, 2019, dan 2020 0,94 %, 23,2 % dan 5,76 % mengalami penurunan di tahun
2020 sehingga berpengaruh besar terhadap kenaikan status gizi balita. Tahun 2020 dari 52 orang
ibu balita yang menjemput Biskuit PMT hanya 3 orang yang datang mengambil setiap bulanya
selama tiga bulan 5,76% . Program Pemberian Makanan Tambahan pada balita kurus di
Puskesmas Tanah Garam tahun 2020 menunjukkan hanya 3,85 % makanan tambahan yang
mampu merubah status gizi balita kurus menjadi normal. Hal ini disebabkan karena rendahnya
tingkat kepatuhan ibu dalam pengambilan dan pemberian PMT biscuit pada balita kurus. Padahal
jika dilihat dari data ibu yang memiliki tingkat kepatuhan yang baik dalam pengambilan PMT
biscuit tiga bulan secara berturut 33,3 % mengalami kenaikan berat badan. (Laporan Tahunan
dalam menjalani kehidupannya seorang anak masih sangat tergantung pada ibu. Anak sehat dan
dinyatakan bergizi baik, jika berat badan anak bertambah sesuai dengan bertambahnya umur.
Berdasarkan Teori Lawrence Green yang dikutip dari Notoatmodjo (2012), ada beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan seseorang dalam pemberian biskuit PMT
pengetahuan, sikap, tradisi, keyakinan, dan pendapatan keluarga), enabling factors mencakup
jarak tempat pelayanan kesehatan, dan fasilitas pelayanan kesehatan, sedangkan reinforcing
factor mencakup peran keluarga, dukungan keluarga dan media informasi kesehatan yang
digunakan.
Kepatuhan adalah ketaatan terhadap tujuan yang telah ditentukan, dalam program
kesehatan, kepatuhan dapat diukur dan diobservasi. Kepatuhan pasien yaitu sejauh mana perilaku
pasien dengan ketentuan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Faktor yang dapat
mempengaruhi kepatuhan antara lain pendidikan, pengetahuan, sikap, status ekonomi, fasilitas
pelayanan kesehatan, dukungan keluarga, peran tenaga kesehatan (Adelasanti, A. N & Rakhma,
2018). Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan ibu dalam pemberian PMT adalah
pengetahuan. Pengetahuan memegang peranan penting dalam menentukan sikap dan perilaku ibu
Adapun ketersediaan PMT dalam jumlah yang cukup juga memegang peranan penting
dalam pemenuhan asupan gizi balita. Dukungan keluarga juga sangat diperlukan , karena
keluarga merupakan orang yang paling terdekat dengan ibu. Dengan adanya dukungan keluarga
akan menimbulkan kepercyaan diri seorang ibu dalam pola asuh anak, dan ibu juga akan
menuruti saran-saran yang diberikan keluarga demi kesehatan anaknya. Ibu akan merasa tenang
misalnya dengan adanya komunikasi. Petugas kesehatan merupakan orang pertama yang
mengetahui tentang kondisi kesehatan balita untuk proses kesembuhannya. Komunikasi ini dapat
dilakukan melalui pendidikan kesehatan berupa penyuluhan (Adelasanti, A. N & Rakhma, 2018).
Petugas kesehatan memiliki peran yang besar menangani balita kurus dan berinteraksi langsung
dengan ibu, sehingga sangat mempengaruhi rasa percaya dan selalu menerima saran – saran yang
Dilihat dari teori Lawrence Green peneliti tertarik untuk mengambil beberapa faktor yang
mempengaruhi kepatuhan yaitu predisposing factors , berupa pengetahuan dan sikap, serta dari
sisi enabling factors mencakup fasilitas pelayanan kesehatan, sedangkan reinforcing factor
Dari hasil wawancara pendahuluan yang dilakukan peneliti pada ibu balita yang
memperoleh biskuit PMT diwilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku untuk menilai tingkat
perilaku kepatuhan ibu yang dilihat dari pengetahuan, didapat data dari 10 orang yang
diwawancarai, yang terdiri dari 30 % ibu yang patuh dalam memberi PMT biskuit, dan 70 %
tidak patuh. didapat 60% mempunyai pengetahuan rendah, 50 % sikap ibu dalam pemberian
PMT yang rendah , 60% menyatakan fasilitas tidak tersedia, 60% menyatakan dukungan
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Faktor-faktor
yang berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit PMT pada balita kurus usia 6
sampai 59 bulan
1.2 1.2 Rumusan Masalah
“Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian
biskuit PMT pada balita kurus usia 6 sampai 59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam
pemberian biskuit PMT pada balita kurus usia 6 sampai 59 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Tanah Garam.
a. Mengetahui distribusi ibu berdasarkan tingkat kepetuhan dalam pemberian biskuit PMT pada
b. Mengetahui distribusi ibu berdasarkan tingkat pengetahuan dalam pemberian biskuit PMT
c. Mengetahui distribusi ibu berdasarkan sikap dalam pemeberian biskuit PMT pada balita kurus
6-59 bulan.
d. Mengetahui distribusi ibu berdasarkan ketersediaan fasilitas dalam pemberian biskuit PMT
e. Mengetahui distribusi ibu berdasarkan dukungan keluarga terhadap ibu dalam pemberian
f. Mengetahui distribusi ibu berdasarkan dukungan petugas kesehatan terhadap ibu dalam
g. Mengetahui hubungan antara variabel independen dengan kepatuhan ibu dalam pemberian
Hasil penelitian dapat menambah wawasan dan memberikan informasi mengenai faktor –
faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit PMT pada balita kurus
Sebagai bahan informasi bagi tempat penelitian dalam melihat dan mengetahui serta
memantau pemberian biskuit PMT pada balita kurus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Menambah wawasan serta pengetahuan ibu balita tentang gizi seimbang pada balita dan
manfaat biskuit PMT bagi balita, sehingga dapat meningkatkan status gizi balita.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar bagi penelitian
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 2.1 Konsep Balita
Balita adalah individu atau sekelompok dari suatu penduduk yang berada dalam rentan
usia tertentu. Usia balita dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu golongan usia bayi
(0-2 tahun), golongan batita (2-3 tahun) dan golongan prasekolah (>3-5 tahun). Adapun menurut
Menurut Persagi (1992) dalam buku Gizi Seimbang dalam Kesehatan Reproduksi
tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang
dikenal dengan batita dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan
Masa Balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting dan perlu perhatian yang
serius. Pada masa ini balita perlu memperoleh zat gizi dari makanan sehari-hari dalam jumlah
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia.
Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan
perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa
yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau
status gizi yang baik. Status gizi balita dapat dipantau dengan penimbangan anak setiap bulan
dan dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) (Proverawati, Atikah dan Wati, 2014).
a. Energi
Kebutuhan energi sehari pada tahun pertama 100-200 kkal/kg BB. Untuk tiap tiga tahun
b. Protein
Protein merupakan sumber asam amino esensial yang diperlukan sebagai zat pembangun,
yaitu pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum, hemoglobin, enzim, hormone serta
antibodi; mengganti sel-sel tubuh yang rusak; memelihara keseimbangan asam basa cairan
tubuh; dan sumber energi. Disarankan untuk memberikan 2,5-3 g/kg BB bagi bayi dan 1,5-2
g/kg BB.
c. Lemak
Kebutuhan lemak tidak dinyatakan dalam angka mutlak, dianjurkan 15-20% energi total
berasal dari lemak. Di Indonesia energi yang berasal dari lemak pada umumnya sekitar 10-
20%. Masukan lemak setelah umur 6 bulan sebanyak 30-35% dari jumlah energi seluruhnya
masih dianggap normal, akan tetapi seharusnya tidak lebih rendah lebih rendah.
d. Karbohidrat
Dianjurkan 60-70% energi total basal berasal dari karbohidrat. Sebaiknya karbohidrat yang
dimakan terdiri dari polisakarida seperti yang terdapat dalam beras, gandum, kentang, dan
sayuran. Karbohidrat diperlukan anak anak yang sedang tumbuh sebagai sumber energi.
Berikut table Kecukupan Zat Gizi Mikro pada Balita berdasarkan Permenkes No.28 tahun
Tabel 1
Kecukupan Zat Gizi Makro pada Balita
Umur Berat
Energi Lemak Karbohidrat
Balita badan Protein (g)
(Kkal) (g) (g)
(bulan) (Kg)
0-5 bulan 6 550 9 31 59
6-11 bulan 9 800 15 35 105
1-3 tahun 13 1350 20 45 215
4-6 tahun 19 1400 25 50 220
Sumber Permenkes No. 28 tahun 2019 tentang AKG
Bayi sehat diharapkan tumbuh dengan baik, pertumbuhan fisik merupakan indikator
status gizi bayi dan anak. Pertumbuhan anak hendaknya dipantau secara teratur. Pemantauan
pertumbuhan anak dibawah lima tahun (balita) mengukur berat dan tinggi badan menurut umur
(Almatsier, 2010).
Kekurangan asupan energi dan zat gizi anak, atau kemungkinan pengaruh keturunan
terhadap pertumbuhan, akan terefleksi pada pola pertumbuhannya. Anak yang kurang makan
akan menunjukkan penurunan pada grafik berat badan menurut umur. Jika kekurangan
pertumbuhannya. Anak yang kurang makan akan menunjukkan penurunan pada grafik berat
badan menurut umur. Jika kekurangan makan cukup berat dan berlangsung lama, kecepatan
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-
zat gizi, dibedakan antara gizi buruk, kurang, baik, dan lebih 16. Status gizi merupakan ekspresi
dari keadaan keseimbangan dalam variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
berat atau tinggi badan standar tabel WHO-NCHS (World Health Organitation-National Center
for Health Statistics). Jika hasil berat badan anak setelah dicocokkan dengan tabel WHO-NCHS
masih kurang maka status gizi balita tersebut dinyatakan kurang. Begitu pula dengan tinggi
badan. Jika setelah dicocokkan tinggi badan balita masih kurang, maka termasuk pendek
a. Antropometri
1) Berat Badan
Berat badan merupakan parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam
waktu singkat karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan. Berat badan
juga merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas di
Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan secara meluas
(Supariasa, 2010).
2) Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan sekarang. Disamping itu
tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat
badan terhadap tinggi badan, faktor umum dapat di kesampingkan. Pengukuran tinggi
badan untuk anak balita yang sudah dapat dilakukan dengan alat pengukur tinggi
(Supariasa, 2010).
Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena
mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang
lebih murah. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, terutama
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa lalu. Masa
terserang penyakit insfeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan
yang di konsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil (Supariasa,
2010).
skeletal. Pada keadaan normal tumbuhan sering dengan pertambahan umur. Pertumbuhan
tinggi badan seperti berat badan, relative kurang sensitive terhadap masalah kekurangan
gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defensiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan
Barat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan dengan kecepatan tertentu. Jellifer pada tahun 1966 telah
memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB adalah
merupakan indicator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB adalah
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan
dengan ketidakcukupan zat gizi. Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara
tepat, dan dirancang untuk mendeteksi tanda-tanda klinis dari kekurangan salah satu atau lebih
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain: darah, urine, tinja dan jaringan tubuh lain seperti hati dan otot. Penentuan kimia
dapat lebih banyak menolong untuk menetukan kekurangan gizi yang spesifik
Kategori ambang batas status gizi anak (0-60 bulan) berdasarkan standard antropometri
penilaian status gizi anak diterangkan dalam tabel sebagai berikut:(PMK NO.2 Tahun 2020
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan
dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic (Supariasa, 2010).
Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi, Survei ini dapat mengidentifikasikan
b. Survei Vital
Pengukuran status gizi dengan statistic vital adalah dengan menganalisis data beberapa
statistic Kesehatan seperti angka kematian berdasarkan angka kesakitan dan kematian akibat
penyebab tertentu, dari data lainnya yang berhubungan dengan status gizi (Supariasa, 2010).
c. Faktor Ekologi
malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Supariasa,
2010).
hidupnya, tubuh manusia memerlukan substansi kimia yang disebut zat gizi, antara lain:
a. Karbohidrat
Protein merupakan komponen terbesar yang berasal dari hewani maupun nabati. Makanan dari
hewani seperti telur, susu, daging dan ikan. Kemudian yang bersal dari nabati seperti gandum,
c. Lemak
Fungsi lemak
3) Lemak sebagai pelarut vitamin A,D,E,K dan membantu transportasi dan absorbsi
vitamin
5) Melindungi organ jantung, hati, ginjal dari benturan dan bahaya lainnya.
d. Mineral
Mineral terdiri dari zat kapur, zat besi, zat flour, natrium, kalium, magnesium. Mineral berfungsi
4) Berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tulang, gigi dan jaringan tubuh
e. Vitamin
Vitamin adalah zat organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit, tetapi penting untuk
(vitamin C, vitamin B yang terdiri dari vitamin B1, B2, B12 dan beberapa vitamin lainnya)
(Vitamin A,D,E,dan K)
1) Sebagai bagian dari suatu enzim atau co enzim (pembantu enzim) yang mengatur
f. Air
Air merupakan bagian terbesar zat pembentuk tubuh manusia, jumlah air yang terdapat dalam
1) Sekitar 80 % dari berat badan (untuk bayi dengan low birth weight)
Sebagai komponen terbesar air memiliki manfaat atau fungsi yang sangat penting
Problem gizi timbul akibat ketidaksesuaian antara asupan dan kebutuhan tubuh akan zat
gizi. Asuhan gizi yang dilakukan melalui pengkajian, diagnosis, intervensi dan monitoring
evaluasi (PDIME) gizi merupakan proses penanganan problem gizi yang sistematis dan akan
memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi. Tujuan Proses Asuhan Gizi (PAG) adalah
memecahkan masalah gizi dengan mengatasi berbagai faktor yang mempunyai kontribusi pada
ketidakseimbangan atau perubahan status gizi agar dapat menentukan akar masalah gizi yang
akan menetapkan pilihan intervensi yang sesuai. Proses Asuhan Gizi di masyarakat termasuk
individu menitikberatkan kepada upaya pencegahan penyakit dengan cara mengontrol faktor
risiko yang berhubungan dengan masalah gizi. Upaya pencegahan kedua berfokus pada deteksi
dini penyakit melalui skrinning atau bentuk lain dalam penilaian risiko.
status gizi pada sasaran.(Kemenkes RI, 2019) Pemberian Makanan Tambahan merupakan
program pemberian zat gizi yang bertujuan memulihkan gizi penderita yang kurang dengan jalan
memberikan makanan dengan kandungan gizi yang cukup sehingga kebutuhan gizi penderita
dapat terpenuhi, diberikan setiap hari untuk memperbaiki status gizi dan diberikan secara gratis
Secara umum pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi
pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan kepada anak balita
dengan kriteria tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta yang berat badannya pada
KMS terletak di bawah garis merah. Pemberian makanan tambahan memiliki tujuan untuk
menambah energi dan zat gizi esensial, serta tujuan pemberian makanan tambahan pemulihan
pada bayi dan balita gizi buruk, antara lain untuk memberikan makanan tinggi energi, tinggi
protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi optimal (Aryani,
2019)
Makanan tambahan ditujukan untuk seluruh balita usia 6-59 bulan dengan tujuan
untuk pencegahan dan pemulihan. Berdasarkan tujuan tersebut, sasaran dibedakan menjadi:
1. Sasaran MT Penyuluhan
Seluruh balita usia 6-59 bulan dalam rangka pencegahan balita kurus dengan waktu
2. Sasaran MT Pemulihan
Balita Kurus usia 6 – 59 bulan (indeks BB/PB atau BB/TB dengan Zscore <-2 SD,
bagi balita sangat kurus dengan Zscore <-3 SD diberikan sesuai anjuran Tim Asuhan Gizi
Tatalaksana Anak Gizi Buruk) dapat diberikan lebih dari 1 (satu) bulan disertai dengan konseling
gizi sampai status gizi balita membaik yang dapat dipantau melalui peningkatan berat badan
aturan konsumsi yang dianjurkan. Pemberian makanan tambahan yang tidak tepat sasaran, tidak
sesuai aturan konsumsi, akan menjadi tidak efektif dalam upaya pemulihan status gizi sasaran
serta dapat menimbulkan permasalahan gizi. Makanan tambahan diberikan sebagai Makanan
Tambahan Pemulihan adalah makanan tambahan yang diberikan untuk mengatasi terjadinya
masalah gizi yang diberikan selama 90 hari makan. (Kemenkes RI, 2019)
a. Makanan Tambahan Balita diperkaya dengan 10 macam vitamin (A, D, E, K, B1, B2, B3,
B6, B12, Folat) dan 7 macam mineral (Besi, Iodium, Seng, Kalsium, Natrium,
b. Dapat dikonsumsi bersama Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) berbasis
pangan lokal.
c. Produk makanan tambahan balita berbentuk biskuit bulat dan rasa manis dibungkus
1. Setiap 4 (empat) keping biskuit dikemas dalam 1 (satu ) kemasan primer dengan
berat 40 gram.
2. Setiap 21 (dua puluh satu) kemasan primer dikemas dalam 1 (satu) kotak kemasan
formulasi khusus dan difortifikasi dengan vitamin dan mineral yang diperuntukkan bagi
b. Makanan Tambahan Balita adalah suplementasi gizi berupa makanan tambahan dalam bentuk
biskuit dengan formulasi khusus dan difortifikasi dengan vitamin dan mineral yang diberikan
kepada bayi dan anak balita usia 6-59 bulan dengan kategori kurus. Bagi bayi dan anak
berumur 12-59 bulan, makanan tambahan ini digunakan bersama Makanan Pendamping Air
2.4.5 2.4.5 Anjuran Pemberian Makanan Tambahan pada Balita Kurus/ Gizi Kurang
Pada usia 6 -11 bulan diberikan 8 keping (2 bungkus) per hari. Usia 12-59 bulan
diberikan 12 keping (3 bungkus) per hari. Tiap bungkus makanan tambahan Balita berisi 4
keping biskuit (40 gram). Biskuit dapat langsung dikonsumsi atau terlebih dahulu ditambah air
matang dalam mangkok bersih sehingga dapat dikonsumsi dengan menggunakan sendok.
2.4.6 2.4.6 Pedoman Pemberian Makanan Tambahan pada Balita Kurus/ Gizi Kurang
1. Pemberian PMT satu kali seminggu, dua kali seminggu atau bahkan satu bulan sekali pada
2. Untuk sasaran yang jumlahna tidak terlalu banyak, PMT dibuat didistribusikan ke satu
tempat (On Site Program Feeding). Pelaksanaan PMT di Pusat Rehabilitasi Gizi (Nutrition
Rehabilitation Center)
2.5 2.5 Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Ibu dalam Pemberian Biskuit
PMT
Menurut Kozier (2010) kepatuhan adalah perilaku individu (misalnya: minum obat,
mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran terapi dan kesehatan.
Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga
mematuhi rencana. Kepatuhan adalah sikap atau ketaatan. Kepatuhan dimulai dari individu
mematuhi anjuran petugas kesehatan tanpa paksaan untuk melakukan tindakan (N.Niven, 2012).
Faktor predisposisi (faktor pemudah) yaitu Faktor yang dapat mempermudah terjadinya
perilaku pada diri seseorang atau masyarakat. Faktor tersebut terwujud dalam pengetahuan,
sikap, keyakinan, tradisi, sistem dan nilai yang ada dimasyarakat setempat juga mempermudah
(positif) atau mempersulit (negatif) terjadinya perilaku masyarakat. Sikap masyarakat dapat
positif dan negatif terhadap objek yang dilakukan petugas kesehatan dalam melaksanakan
b. Pengetahuan
Menurut Green dalam (Notoatmodjo, 2007), pengetahuan adalah hasil yang diperoleh
setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu dan pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Pengetahuan bagi
dan perkembangan balitanya sangat diperlukan terutama dalam memilih dan menentukan jenis
serta jumlah makanan yang akan dikonsumsi agar balita dapat mengkonsumsi makanan yang
baik dan bergizi. Ibu yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang pemenuhan kebutuhan
gizi pada anaknya akan mempunyai dasar berpikir dan kemampuan dasar untuk dapat
memberikan anaknya kebutuhan zat gizi yang seimbang sesuai dengan tumbuh kembangnya
(Djola, 2011).
c. Sikap
Sikap adalah merupakan suatu reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau obyek (Notoadmodjo, 2012b). Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktifitas, akan tetapi adalah merupakan “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka, tingkah laku yang terbuka.
Newcomb (Notoadmodjo, 2012b), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap
itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksana motif tertentu.
Sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberi makan, kebersihan,
memberi kasih sayang, dan sebagainya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal
kesehatan (fisik dan mental). Status ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak
berpengaruh pada daya beli keluarga menyediakan bahan makanan yang bergizi bagi anak
serta pola asuh ibu dalam memberikan makanan pada anak juga sangat berpengaruh dalam
Faktor pendukung terwujud dalam lingkungan fisik dan tersedia atau tidak tersedianya
fasilitas atau sarana kesehatan. Misalnya, untuk terjadinya perilaku ibu memeriksakan
kehamilan, maka diperlukan bidan atau dokter, fasilitas pelayanan pemeriksaan yaitu
Puskesmas, Rumah Sakit dan sebagainya. Pengetahuan dan sikap saja belum terjadinya
perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk mendukung perubahan perilaku
tersebut. Dari segi kesehatan masyarakat, agar masyarakat mempunyai perilaku sehat maka
Makanan Tambahan (MT) berupa Biskuit bagi balita adalah makanan tambahan yang
diformulasi khusus dan difortifikasi dengan vitamin dan mineral yang diberikan kepada anak
balita usia 6-59 bulan dengan kategori kurus/gizi kurang untuk mencukupi kebutuhan gizi,
dengan kandungan nilai gizi sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2016.
Pemberian makanan tambahan kepada kelompok rawan gizi pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan asupan gizi yang pada akhirnya dapat meningkatkan status gizi sasaran, serta
Makanan tambahan biscuit ini dapat diperoleh secara gratis dari Fasilitas pelayanan
kesehatan. Ketersediaan akan biscuit ini dapat memfasilitasi ibu dalam memberikan biscuit
pada balitanya. Dengan tersedianya jumlah biscuit PMT dalam jumlah yang cukup di Fasilitas
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007) faktor penguat adalah konsekuensi dari
determinan perilaku, dimana masyarakat menerima feedback dan adanya dukungan sosial. Faktor
penguat meliputi dukungan sosial dari peran tokoh masyarakat, pengaruh dan informasi serta
a. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga menurut Friedman (2014) adalah menyediakan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan orang lain, dukungan juga dapat diartikan sebagai memberikan
dorongan/motivasi serta semangat dalam situasi pembuat keputusan. Dukungan dalam konteks
kesehatan merupakan segala fasilitas yang diberikan kepada klien yang bersumber dari keluarga,
teman masyarakat disekitarnya serta petugas kesehatan (Sunden, 2008). Dukungan keluarga
mengacu pada dukungan-dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang
dapat diakses atau diadakan keluarga dan selalu siap memberi pertolongan serta bantuan bila
Dukungan sosial keluarga akan semakin dibutuhkan orang tua balita selama perawatan
balita, di sinilah peran anggota keluarga Diperlukan untuk menjalani masa- masa sulit dengan
cepat (Setiadi, 2014). Dukungan sosial adalah pemberian bantuan seperti materi, emosi, dan
informasi sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai,
mencintai, dan membantu diriya (Setiadi, 2014). Dukungan sosial juga sebagai keberadaan dan
kesediaan orang-orang yang berarti, yang dapat dipercaya untuk membantu, mendorong,
menerima, menjaga, dan merawat balita dalam memenuhi kebutuhan gizi (Nurdiansyah, 2011)
Petugas Kesehatan ataupun petugas lain turut berperan sebagai faktor penguat dalam
pemberian biscuit PMT balita. Tenaga kesehatan berperanan penting untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga mampu mewujudkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Tenaga kesehatan memiliki beberapa petugas
yang dalam kerjanya saling berkaitan yaitu dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan ketenagaan
medis lainnya.
Dukungan petugas kesehatan dapat mengacu pada adanya pengawasan yang diberikan
kepada masyarakat, pemberian informasi/ edukasi yang memadai serta upaya-upaya yang
diberikan oleh petugas kesehatan dapat meningkatkan kepatuhan ibu dalam pemberian PMT
FaktorPredisposisi Karakteristik
Demografi:
Umur ibu
Pendidikan
Pekerjaan
Status Ekonomi
Karakteristik Struktural:
Nilai Budaya
Role Model
Pengetahuan
Sikap
Faktor Penguat
Dukungan petugas kesehatan
Dukungan Suami
Gambar 1
Sumber: Modifikasi Kerangka Teori Lawren Green dalam Notoatmodjo (2012)
3 BAB III
4 METODE PENELITIAN
4.1 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan semi mix method atau kombinasi pendekatan
kuantitatif dan kualitatif. Metode ini menggunakan metode kuantitatif pada tahap pertama
dengan desain cross sectional karena dalam penelitian ini observasi atau pengukuran variabel
dilakukan dalam satu waktu yang sudah ditentukan oleh peneliti serta dapat menjelaskan faktor-
faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit PMT pada balita kurus
usia 6 sampai 59 bulan, dan menggunakan metode kualitatif pada tahap kedua dengan
mengumpulkan dan menganalisis data yang didapatkan dari indepth interview yang dilakukan
dengan informan kunci yaitu pihak- pihak yang tahu banyak mengenai PMT biskuit.
Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam pada bulan
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau wilayah generalisasi yang terdiri dari
subjek maupun objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Populasi tidak hanya terbatas pada orang, tetapi
juga benda yang memiliki sifat atau ciri yang bisa diteliti (Hidayat, n.d.). Populasi pada
penelitian ini adalah semua ibu balita kurus usia 6 sampai 59 bulan yang mendapatkan
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi (Hidayat, n.d.). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
b. Tidak memiliki gangguan lain seperti, kejiwaan dan kognitif serta tidak bersedia
menjadi responden.
Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah secara
purposive sampling yaitu memilih sampel dari suatu populasi didasarkan pada informasi yang
tersedia serta sesuai dengan penelitian yang sedang berjalan, sehingga perwakilannya terhadap
Pemilihan informan yang dianggap mengetahui masalahnya secara lebih luas dan
mendalam serta dapat dipercaya sebagai sumber data. Objek dalam penelitian kualitatif yaitu apa
yang menjadi sasaran penelitian, dalam hal ini adalah kepatuhan ibu dalam pemberian PMT
biskuit. Subjek atau informan dalam penelitian ini adalah subjek yang memahami informasi
objek penelitian baik sebagai pelaku maupun lainnya atau dalam hal ini yang berkaitan dengan
Disebut informan kunci, yaitu pihak-pihak yang tahu banyak mengenai PMT biskuit
sehingga dapat memberikan data dan jawaban yang memadai saat wawancara, informan dalam
a. Data primer
instrumen kuesioner yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas, dukungan
keluarga dan dukungan petugas kesehatan yang telah dilakukan uji validitas dalam bentuk
b. Data sekunder
Data sekunder yaitu data penunjang dalam penyusunan proposal yang berkaiatan dengan
status gizi balita, jumlah masyarakat dan gambaran umum Kota Solok khususnya Puskesmas
a. Data Primer
secara semi terstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan dan
observasi. Pewawancara dapat memperdalam suatu informasi spesifik yang muncul dari
informan yang tidak terdapat dalam panduan wawancara (Sugiyono, 2010). Hal ini bertujuan
untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Informan dapat mengemukakan pendapat,
pengalaman, dan idenya sehubungan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian PMT biskuit. Hasil
b. Data Sekunder
Data sekunder digunakan sebagai data penunjang dan pelengkap dari data primer yang
ada relevansinya dengan keperluan penelitian. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh
dengan studi dokumentasi yang berupa pencatatan data-data tertulis yang ada Puskesmas Tanah
Garam. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data yang sudah tersedia berupa jumlah
langsung dengan responden. Sebelum wawancara responden diminta untuk mengisi lembar
persetujuan menjadi responden dengan menandatangi informed consent terlebih dahulu. Setiap
jawaban yang diberikan responden, diisi oleh peneliti dengan memberi tanda silang pada pilihan
Pengolahan merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan setelah pengumpulan data
(Prasetyo dan Jannah, 2012). Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut::
lengkap, jelas dan jawaban sudah relevan dengan pertanyaan. Kegiatan ini bertujuan untuk
memastikan data yang diperoleh adalah bersih dan lengkap (data terisi semua) serta konsisten.
Kegiatan untuk perbaikan data yang salah yang dilakukan sebelum pemasukan data. Data yang
sudah dikumpulkan kemudian diperiksa kembali untuk mengetahui apakah jawaban telah terisi
dengan lengkap (semua pertanyaan sudah ada jawabannya), jelas (jawaban pertanyaan dapat
b. Coding (Pengkodean)
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau
bilangan. Kegunaan coding untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat
pada saat entri data. Untuk variabel pengetahuan benar diberi nilai 1, salah diberi nilai 0.
Pernyataan sikap digunakan dengan standar Likert, dimana nilai pernyataan untuk sikap sangat
setuju diberi nilai 3, setuju 2 tidak setuju 1, sangat tidak setuju 0. Untuk pernyataan akses ke
fasilitas kesehatan, dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan dimana pernyataan tidak
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar serta telah melewati pengkodean, maka
langkah selanjutnya adalah mengentri atau memasukkan data- data yang berhubungan dengan
Setelah semua data dientri ke dalam komputer, dilakukan pengecekan kembali terhadap
semua data yang telah dientri untuk memastikan bahwa data tersebut telah bersih dari kesalahan.
Penyajian data merupakan bentuk hasil pengolahan data, baik dalam bentuk tabel, grafik
atau gambar.
Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Sugiyono, 2010) :
Membuat transkip data adalah memindahkan informasi dari bentuk pembicaraan lisan yang
direkam dan berbagai informasi yang ada dalam catatan lapangan menjadi bentuk tulisan. Setiap
informasi yang ditulis diberi sumber data agar dapat ditelusuri apabila informasi yang dirasa
kurang lengkap.
Mereduksi data (data reduction) berarti merangkum, dan memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang
telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencari data tambahan jika diperlukan. Semakin
lama peneliti berada di lapangan maka jumlah data akan semakin banyak dan semakin kompleks.
Oleh karena itu reduksi data perlu dilakukan sehingga data tidak bertumpuk dan agar tidak
Setelah direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyiapkan data. Penyajian data
dilakukan agar peneliti dapat menyusun data yang relevan sehingga informasi yang didapat
ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
a. Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau analisa yang
dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian (Notoadmodjo, 2012a) . Analisis univariat ini
fasilitas, dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan) serta variabel dependen, yaitu
kepatuhan ibu dalam pemberian biscuit PMT Balita kurus usia 6-59 bulan. Analisis ini berupa
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
komputerisasi dan dianalisa secara analitik. Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui
sikap, ketersediaan fasilitas, dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan) dalam bentuk
tabulasi silang (crosstab) dengan menggunakan program SPSS dengan uji statistik chi-square.
Untuk mengetahui signifikasi (derajat kemaknaan) hubungan antar variabel independen dan
variabel dependen ditentukan dengan nilai p value = 0.05, apabila nilai p ≤ 0.05, maka ada
hubungan yang signifikan antara variabel independen (pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas,
dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan) dengan variabel dependen (kepatuhan ibu
dalam pemberian PMT balita kurus usia 6-59 bulan) dan jika p > 0.05 maka tidak ada hubungan
yang signifikan antara variabel independen (pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas, dukungan
keluarga dan dukungan petugas kesehatan) dengan variabel kurus usia 6-59 bulan)
Semua dependen (kepatuhan ibu dalam pemberian PMT balita data yang telah
dikumpulkan dianalisis dengan pendekatan analisis isi, yaitu membandingkan dengan teori-teori
yang ada dan tinjauan pustaka. Analisa dilakukan secara kualitatif dengan pembahasan secara
b. Triangulasi sumber yaitu crosscheck dengan sumber data lain, membandingkan dan
Analisis data kuantitatif dan kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan data hasil
penelitian kuantitatif yang dilakukan pada tahap pertama dan data hasil penelitian kualitatif tahap
kedua yaitu pada variabel dukungan keluarga, dan dukungan petugas kesehatan. Melalui analisis
data ini akan diperoleh informasi apakah kedua data saling melengkapi, memperluas, dan
memperdalam.
Menurut Hidayat (2013), variabel independen (variabel bebas) merupakan variabel yang
menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (variabel terikat). Variabel ini juga
dikenal dengan variabel bebas artinya bebas dalam memengaruhi variabel lain, variabel ini
punya nama lain seperti variabel predictor, resiko, atau kausa. Sedangkan variabel dependen
(variabel terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel
bebas. (Hidayat, n.d.). Variabel ini tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan. Variabel
ini juga disebut sebagai variabel efek, hasil, outcome, atau event. Variabel independen dari
penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas, dukungan keluarga, dukungan
petugas kesehatan sedangkan variabel dependen dari penelitian ini adalah Kepatuhan pemberian
biskuit PMT.
Menurut Kozier (2010) kepatuhan adalah perilaku individu (misalnya: minum obat,
mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran terapi dan kesehatan.
Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga
mematuhi rencana.
Untuk mengetahui lebih jelas dari variabel tersebut dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
Pengetahuan
Sikap
Dukungan Keluarga
Sikap
Dukungan Keluarga
Gambar 2
karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu obejek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan
berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran
merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat, n.d.).
Definisi operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3
Defenisi Operasional
(Hidayat, n.d.)
3. Ketersediaan Tersedianya Wawancara Kuisoner 1. Tersedia : Ordinal
fasilitas PMT biskuit dan bila nilai ≥ 60
fasilitas yang %
memadai bagi
ibu dalam 2. Tidak tersedia
pengambilan : bila nilai <
biscuit di 60 %
Puskesmas
4 Dukungan Adanya Wawancara Kuisoner 1. Tinggi : bila Ordinal
Keluarga tindakan yang nilai ≥ 60 %
dilakukan oleh
anggota 2. Rendah : bila
keluarga nilai < 60 %
lainnya
dalam bentuk
informasi
berupa nasehat,
usulan, saran,
petunjuk dalam
pemecahan
masalah balita
kurus 6-59
bulan
5 Dukungan Adanya Wawancara Kuisoner 1. Tinggi : bila Ordinal
Petugas tindakan yang nilai ≥ 60 %
Kesehatan dilakukan oleh
petugas 2. Rendah : bila
kesehatan pada nilai < 60 %
ibu balita
dalam bentuk
informasi
berupa nasehat,
usulan, saran,
petunjuk dalam
pemecahan
masalah
Hipotesis suatu jawaban atau kesimpulan sementara dari topik yang menjadi
permasalahan, kebenarannya akan dibuktikan dengan fakta empiris dari hasil penelitian yang
akan dilakukan
Ha.
1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit PMT
pada balita kurus di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Tahun 2021
2. Ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit PMT pada balita k
3. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit
PMT pada balita kurus di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Tahun 2021
4. Ada hubungan antara ketersediaan fasilitas dengan kepatuhan ibu dalam pemberian biskuit
PMT pada balita kurus di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Tahun 2021
5. Ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian
biskuit PMT pada balita kurus di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Tahun 2021.