Anda di halaman 1dari 113

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Status gizi yang rendah mengakibatkan terjadinya berbagai masalah kesehatan.

Irianto (2014) mengatakan masalah yang ditimbulkan akibat status gizi yang rendah

pada balita ialah kurang gizi, kekurangan energi dan protein (KEP), kekurangan

vitamin dan mineral serta kekurangan asam lemak esensial. Status gizi yang rendah

dapat berdampak pada pertumbuhan dan pematangan organ yang terlambat (Fikawati,

Syafiq dan Veratamala, 2017). Selain itu, status gizi yang rendah erat hubungannya

dengan penyakit infeksi pada balita seperti yang dikatakan oleh Dr. Doddy Izwardi,

MA selaku Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes RI (2018) bahwa balita yang terkena

penyakit infeksi biasanya mengalami perubahan pola makan sehingga terjadi

ketidakseimbangan antara asupan makanan dan kebutuhan gizi. Jadi dapat

disimpulkan bahwa status gizi yang kurang atau gizi buruk dapat berpengaruh pada

tumbuh kembang anak terutama pada anak usia dini dan kejadian-kejadian penyakit

infeksi.

Gizi masih menjadi masalah global. Ratufelan, Zainuddin dan Junaid (2018)

mengatakan dari data seluruh dunia sekitar 45% kematian anak-anak di bawah usia 5

tahun terutama di negara berkembang diantaranya mengalami gizi kurang dengan

prevalensi sekitar 15%. Damayanti dan Fatonah (2016) juga mengatakan gizi buruk

merupakan penyebab langsung dari 300.000 kematian anak setiap tahunnya dan juga

secara tidak langsung menjadi penyebab setengah dari seluruh kematian anak di dunia.

Dapat disimpulkan bahwa gizi yang kurang merupakan masalah global terutama di

negara-negara berkembang yang cukup serius dan dapat berujung pada kematian.

1
Asia yang terdiri dari negara-negara berkembang pun tak luput dari masalah

gizi. Ridzal, Hadju dan Rochimiwati (2013) mengatakan bahwa hampir dari 800 juta

orang mengalami gizi kurang, di wilayah Asia itu sendiri memiliki prevalensi gizi

kurang sekitar 70%. Pramudita (2018) juga mengatakan gizi kurang terjadi di beberapa

wilayah Asia dengan prevalensi tertinggi berada di wilayah Asia Selatan sekitar 30%

dan di wilayah Asia Tenggara sekitar 16%. Dengan demikian kurang gizi masih

menjadi masalah yang cukup serius di Asia terutama di wilayah Asia Selatan.

Indonesia yang merupakan bagian dari Asia juga memiliki masalah gizi hampir

di seluruh wilayahnya. Pada tahun 2013 prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di

Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat yaitu sekitar 19,6% (Pusat Data

& Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015). Sedangkan menurut data dari Hasil

Pemantauan Status Gizi Kementrian Kesehatan RI (2017) menyebutkan prevalensi

gizi buruk sekitar 3,5% dan gizi kurang sekitar 11,3%. Dari hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa gizi kurang dan gizi buruk masih menjadi masalah yang cukup

serius di Indonesia karena prevalensinya yang semakin meningkat.

Sulawesi Utara pun tidak luput dari masalah gizi terutama pada bayi. Di

Sulawesi Utara tercatat hanya sekitar 1% bayi usia 0-23 bulan yang mengalami gizi

buruk dan sekitar 8,5% mengalami gizi kurang pada tahun 2015 (Hasil Pemantauan

Status Gizi Kementrian Kesehatan RI, 2015). Namun pada tahun 2017 prevalensi gizi

buruk naik menjadi 3,0% dan gizi kurang juga naik menjadi 11,1% dengan prevalensi

pemberian ASI eksklusif sekitar 23,4% (Hasil Pemantauan Status Gizi Kementrian

Kesehatan RI, 2017). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa capaian

pemberian ASI eksklusif yang belum memenuhi target merupakkan salah satu

indikator penyebab masalah gizi semakin meningkat tiap tahunnya.

2
Kota Manado juga memiliki masalah gizi pada bayi walau pun tidak begitu

menonjol. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Manado (2017), dari 11.007 bayi usia

0-23 bulan yang ditimbang terdapat sekitar 225 bayi yang memiliki berat badan

dibawah garis merah (BGM). Berdasarkan data dari Puskesmas Ranotana Weru Kota

Manado (2019), diketahui dari 511 anak sekitar 4 balita masuk dalam kategori kurus

dan 1 balita memiliki berat badan dibawah garis merah (BGM). Selain itu berdasarkan

data dari Puskesmas Teling Atas kota Manado (2018), diketahui dari 761 anak sekitar

6 balita masuk dalam kategori kurus dan 1 balita memiliki berat badan dibawah garis

merah (BGM). Dengan demikian walau pun dalam jumlah yang sedikit tetapi di kota

Manado masih terdapat masalah gizi.

Beberapa upaya telah dilakukan demi mencapai tumbuh kembang yang

optimal. Punuh, Mandagi dan Akili (2018) mengatakan WHO/UNICEF

merekomendasikan 4 hal penting, salah satunya ialah pemberian MP-ASI sejak berusia

6-24 bulan. Selain itu, untuk mengatasi masalah gizi saat ini pemerintah telah

menjalankan program Keluarga Sadar Gizi (KADARSI) yang memiliki 5 indikator

antara lain yaitu menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI Eksklusif

pada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan, makan beraneka ragam makanan,

menggunakan garam beryodium dan minum suplemen gizi (TTD, kapsul vitamin A

dosis tinggi) sesuai dengan anjuran (Aditianti, Prihatini dan Hermina, 2016).

Pemerintah juga telah menyediakan beberapa makanan tambahan dan vitamin untuk

pemenuhan gizi seimbang baik untuk ibu hamil, anak balita maupun remaja (Hasil

Pemantauan Status Gizi Kementrian Kesehatan RI, 2015). Pemberian makanan

tambahan dan vitamin untuk ibu hamil, anak balita maupun remaja juga telah

dilakukan di Puskesmas Teling Atas kota Manado namun pada tahun 2018 masih

ditemukan anak balita yang mengalami gizi buruk bahkan gizi kurang karena memiliki

3
berat badan dibawah garis merah. Dengan demikian, sudah banyak upaya yang

dilakukan pemerintah dalam menanggulangi masalah gizi namun masih ada anak yang

mengalami kurang gizi.

Penelitian tentang usia pemberian dan jenis MP-ASI sangat bermanfaat bagi

instansi terkait khususnya puskesmas dalam program meningkatkan status gizi anak.

Penelitian mengenai status gizi sudah banyak dilakukan, namun di wilayah kerja

Puskesmas Teling Atas kota Manado penelitian tentang status gizi yang berkatian

dengan pola pemberian makanan pendamping ASI masih terbatas. Selain itu cakupan

ASI eksklusif yang merupakan salah satu indikator dalam memenuhi status gizi balita

pada wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado merupakan ketiga terendah

yaitu hanya sekitar 39% (Profil Kesehatan Kota Manado, 2017). Oleh karena itu,

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Pola Pemberian

Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Bayi Usia 6-24 Bulan”. Dengan

dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran ibu akan

pentingnya pemberian MP-ASI sesuai jenis dan usia yang disarankan bagi status gizi

khususnya pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado. Bagi

institut pendidikan dapat menjadi bahan pelajaran khususnya bagi mahasiswa Fakultas

Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado dalam melakukan praktik

keperawatan dan kiranya bisa memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya

pemberian MP-ASI yang sesuai dengan jenis dan frekuensi pemberiannya serta usia

yang disarankan.

4
1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Diketahui hubungan antara pola pemberian makanan pendamping ASI dengan

status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota

Manado.

1.2.2. Tujuan Khusus

1.2.2.1. Diketahui gambaran pola pemberian makanan pendamping ASI pada

bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota

Manado.

1.2.2.2. Diketahui gambaran status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja

Puskesmas Teling Atas kota Manado.

1.2.2.3. Diketahui hubungan antara pola pemberian makanan pendamping ASI

dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Teling Atas kota Manado.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Apakah ada hubungan yang signifikan antara pola pemberian makanan pendamping

ASI dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas

kota Manado?

5
1.4. Ringkasan Bab

Pada bab I berisi latar belakang, tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian.

Latar belakang membahas tentang masalah gizi di dunia maupun di Indonesia serta di

Sulawesi Utara, serta upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menangani

masalah gizi. Tujuan penelitian dibagi atas tujuan umum dan khusus. Pada bab II

membahas mengenai gizi yang meliputi definisi, klasifikasi, manfaat, masalah-

masalah gizi, bab II juga membahas tentang tinjauan teori mengenai makanan

pendamping ASI yang berperan penting dalam status gizi bayi, serta penelitian terkait

dan teori keperawatan yang digunakan yaitu teori dari Ramona T. Mercer. Pada bab

III menjelaskan tentang konsep penelitian yang berisi kerangka konsep, hipotesis, serta

definisi operasional dari usia pemberian dan jenis makanan pendamping ASI pada

status gizi bayi. Pada bab IV menjelaskan tentang metodologi penelitian, lokasi

penelitian, waktu penelitian, populasi, sampel, pelaksanaan penelitian, analisa data dan

etika penelitian. Pada bab V menjelaskan tentang hasil penelitian yang diperoleh

berupa data demografi dari responden, pemberian makanan pendamping asi dan status

gizi bayi usia 6-24 bulan. Bab VII menjelaskan tentang pembahasan dari variabel-

variabel yang diteliti yaitu hubungan pola pemberian makanan pendamping ASI

dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota

Manado. Dan bab VIII menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran

oleh peneliti.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tinjauan pustaka yang bersumber dari buku/text book dan

jurnal-jurnal penelitian. Untuk mendapatkan informasi peneliti menggunakan

keywords: status gizi, bayi, usia dan makanan pendamping ASI yang dimasukkan pada

search engine seperti google cendekia. Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep

dari status gizi, manfaat MP-ASI dan pemberian MP-ASI bagi status gizi anak serta

akan ditampilkan penelitian-penelitian terkait dengan topik penelitian ini. Bab ini juga

berisi konsep teori keperawatan yang akan dipakai.

2.1. Status Gizi Balita

Gizi merupakan zat yang terkandung dalam makanan dan dibutuhkan oleh

tubuh untuk tumbuh kembang serta untuk menjaga kesehatan. Kata gizi secara

etimologi berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan (Rohan dan Siyoto,

2014), sedangkan menurut Irianto (2014) kata gizi berasal dari bahasa Arab yaitu “Al

Gizzai” yang berarti makanan dan manfaat makanan bagi kesehatan, bisa juga

diartikan sebagai sari makanan yang bermanfaat bagi kesehatan. Dan dalam bahasa

Inggris gizi disebut nutrition (Mardalena, 2017). Jadi gizi merupakan zat yang

terkandung dalam makanan yang dibutuhkan oleh tubuh dan bermanfaat bagi

kesehatan.

Gizi itu sendiri memiliki tingkatan yang dapat di ukur dengan status gizi. Status

gizi menurut Irianto (2014) adalah keadaan tubuh manusia akibat dari konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. Sedangkan

menurut Marmi dan Rahardjo (2015) status gizi merupakan akibat dari keseimbangan

7
antara asupan zat gizi dan kebutuhannya. Menurut Rohan dan Siyoto (2014) status gizi

merupakan keadaan dari keseimbangan zat gizi dalam bentuk variabel tertentu atau

variabel tertentu dari wujud nutrition. Dengan demikian status gizi merupakan

perwujudan dari keseimbangan zat-zat gizi yang diukur dengan variabel tertentu.

Status gizi dibedakan menjadi beberapa bagian yang dapat diukur dengan skala

tertentu. Fikawati, dkk (2017) mengatakan dalam mendeteksi dini penyimpangan

pertumbuhan dibutuhkan indikator yaitu BB/TB, TB/U dan lingkar kepala. Menurut

Mardalena (2017), untuk mengetahui status gizi dapat dilakukan dengan dua metode

yaitu penilaian secara langsung (antropometri, klinis, biokimia, biofisik) dan penilaian

secara tidak langsung (survei konsumsi makanan, statistik vital, serta faktor ekologi).

Jadi status gizi dapat digolongkan menjadi beberapa indikator dan dapat dilakukan

dengan dua metode yang berbeda.

Penilaian status gizi secara langsung yang paling sering digunakan ialah

pengukuran antropometri. Pengukuran antropometri relatif paling sederhana serta

banyak digunakan (Marmi dan Rahardjo, 2015). Mardalena (2017) mengatakan

antropometri ialah ukuran tubuh manusia. Rias (2016) juga mengatakan antropometri

ialah pengukuran tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan gizi.

Dengan demikian pengukuran antropometri ialah pengukuran tubuh manusia dan

komposisi dari berbagai usia dan gizi yang relaitf mudah serta banyak digunakan.

Indeks antropometri dibagi menjadi 3 bagian yaitu berat badan menurut usia

(BB/U), tinggi badan menurut usia (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB). Marmi dan Rahardjo (2015) mengatakan indeks BB/U menunjukan status

gizi saat ini, indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lampau atau masalah gizi

dan indeks BB/TB menggambarkan status gizi saat ini dan lampau atau masalah gizi.

Sedangkan Rias (2016) mengatakan indeks BB/U ialah suatu ukuran yang

8
memberikan gambaran tentang massa tubuh seseorang dalam satuan kilogram, indeks

TB/U menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal, dan indeks TB/BB

menggambakan berat badan memiliki hubungan yang sejajar dengan tinggi badan. Jadi

indeks antropometri yang terdiri dari beberapa bagian tersebut dapat memberikan

gambaran tentang pertumbuhan dan status gizi sesuai kebutuhan.

Penilaian naik atau tidaknya berat badan anak dapat dilihat pada KMS (Kartu Menuju

Sehat) yang merupakan gambar curva berat badan anak umur 0-5 tahun. Terdapat lima

garis pertumbuhan, yaitu tumbuh kejar atau catch-up growth atau N1 (arah garis garis

pertumbuhan melebihi arah garis baku), tumbuh normal atau normal growth atau NG

(arah garis pertumbuhan sejajar atau berhimpit dengan garis baku), growth faltering

atau GF (arah garis pertumbuhan kurang dari arah garis baku atau arah garis kurang

dari yang diharapkan), flat growth atau FG (arah garis pertumbuhan datar atau dengan

kata lain berat badan tetap), dan loss of growth atau LG (arah garis pertumbuhan

menurun dari arah garis baku). Contoh Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi balita dapat

dilihat pada gambar 2.1 sampai gambar 2.4 dibawah ini.

9
Gambar 2.1 KMS Usia 0-24 Bulan Untuk Bayi Perempuan

Sumber: Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita (Kemenkes RI, 2010)

Gambar 2.2 KMS Usia 24-60 Bulan Untuk Bayi Perempuan

Sumber: Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita (Kemenkes RI, 2010)

10
Gambar 2.3 KMS Usia 0-24 Bulan Untuk Bayi Laki-laki

Sumber: Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita (Kemenkes RI, 2010)

Gambar 2.4 KMS Usia 24-60 Bulan Untuk Bayi Laki-laki

Sumber: Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita (Kemenkes RI, 2010)

11
Menurut Rias (2016) berat badan dan tinggi badan memiliki kedudukan yang

sejajar. Perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan.

Saat yang menjadi indikator penilaian gizi yang baik ialah indeks BB/TB. WHO

menyarankan untuk menggunakan standar deviasi unit (SD) yang disebut Z-score

untuk memantau status gizi. Rumusnya ialah bila “nilai real” hasil pengukuran > =

nilai real−nilai median


“nilai median” BB/TB maka 𝑍 − 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 = ; bila “nilai real” hasil
SD 𝑢𝑝𝑝𝑒𝑟

nilai real−nilai median


pengukuran < “nilai median” BB/TB maka 𝑍 − 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 = .
SD 𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟

Kategori status gizi Z-score dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Ketegori Status Gizi Z-Score


Indeks Status Gizi Ambang Batas
Berat badan menurut BB lebih (gizi lebih) >+2 SD
umur (BB/U) BB normal (gizi baik) ≥-2 SD s.d =2 SD
BB rendah (gizi kurang) ≥-3 SD s.d ≤-2 SD
BB sangat rendah (gizi <-3 SD
buruk)
Tinggi badan menurut Jangkung >+2 SD
umur (TB/U) Normal -2 SD s.d +2 SD
Pendek -3 SD s.d <-2 SD
Sangat pendek <-3 SD
Berat badan menurut Gemuk >+2 SD
tinggi badan (BB/TB) Normal +2 SD s.d -2 SD
Kurus -3 SD s.d <-2 SD
Sangat kurus <-3 SD
Sumber: Kategori status gizi z-score (Rias, 2016)

Ada juga pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri menurut

Standard Harvard dalam Irianto (2014) yang dibagi menjadi empat bagian: pertama

ialah berat badan per usia yang terdiri dari gizi baik (bila BB bayi/anak menurut

usianya >89%), gizi kurang (bila BB bayi/anak menurut usianya sekitar 60,1%-80%),

gizi buruk (bila BB bayi/anak menurut usianya <60%); kedua ialah tinggi badan

menurut usia yang terdiri dari gizi baik (bila panjang/tinggi badan bayi/anak menurut

12
usianya >80%), gizi kurang (bila panjang/tinggi badan bayi/anak menurut usianya

sekitar 70,1%-80%), gizi buruk (bila panjang/tinggi badan bayi/anak menurut usianya

<70%); ketiga ialah berat badan menurut tinggi yang terdiri dari gizi baik (bila BB

bayi/anak menurut panjang/tingginya >90%), gizi kurang bila BB bayi/anak menurut

panjang/tingginya sekitar 70,1%-90%), gizi buruk (bila BB bayi/anak menurut

panjang/tingginya <70%) dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.2.

13
Tabel 2.2 Berat dan Tinggi Badan Menurut Usia (usia 0-5 tahun, jenis
kelamin tidak dibedakan)
Usia Berat (kg) Tinggi (kg)
Tahun Bulan Normal Kurang Buruk Normal Kurang Buruk
Baku 80% 60% Baku 80% 60%
Baku Baku Baku Baku
0 - 3,4 2,7 2,0 60,5 43,0 35,0
1 4,3 3,4 2,5 60,0 46,0 38,0
2 5,0 4,0 2,9 68,0 49,0 40,5
3 5,7 4,5 3,4 60,0 51,0 42,0
4 6,3 5,0 3,8 62,0 53,5 43,5
5 6,9 5,5 4,2 64,5 54,5 45,0
6 7,4 5,9 4,5 66,0 56,0 46,0
7 8,0 6,3 4,9 67,5 57,5 47,0
8 8,4 6,7 5,1 62,0 52,2 48,5
9 8,9 7,1 5,3 70,5 60,0 42,5
10 9,3 7,4 5,5 72,0 61,5 50,5
11 9,6 7,7 5,8 73,5 63,0 51,5
1- 0 9,9 7,9 6,0 74,5 54,5 52,5
3 10,6 8,5 6,4 78,0 65,5 54,5
6 11,3 9,0 6,8 81,5 70,0 57,0
9 11,9 9,6 7,2 84,5 72,0 60,0
2- 0 12,4 9,9 7,5 87,0 74,0 61,0
3 12,9 10,5 7,8 88,5 76,0 62,5
6 13,5 11,2 8,1 92,0 78,0 64,0
9 14,0 11,7 8,4 94,0 80,0 66,5
3- 0 14,5 11,9 8,7 96,0 82,0 67,0
3 15,0 12,0 9,0 98,0 83,5 88,5
6 15,5 12,4 9,3 99,5 84,5 70,0
9 16,0 12,9 9,6 101,5 85,5 71,0
4- 0 16,5 13,2 9,9 103,5 87,5 72,0
3 17,0 13,6 10,2 105,0 89,5 73,5
6 17,4 14,0 10,6 107,0 90,0 74,7
9 17,9 14,4 10,8 108,0 91,5 75,5
5- 0 18,4 14,7 11,0 109,0 92,5 76,0
Sumber: Pedoman Ringkasan Pengukuran Antropometri Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (Irianto, 2014).

14
Dan ke-empat ialah lingkar lengan atas menurut usia yang terdiri dari gizi baik (bila

LLA bayi/anak menurut usianya >85%), gizi kurang (bila LLA bayi/anak menurut

usianya 70,1%-85%), gizi buruk (bila LLA bayi/anak menurut usianya <70%),

pengukuran status gizi bayi/anak berdasarkan LLA dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Standar Baku Lingkar Lengan Atas (LLA) Menurut Usia
Usia
Tahun Bulan Standar (cm) 85% (cm) 70% (cm)
0 6-8 14,75 12,50 10,50
0 9-11 15,1 13,25 11,00
1- 16,0 13,50 11,25
2- 16,25 13,75 11,50
3- 16,50 14,00 11,60
4- 16,75 14,25 11,75
5- 17,0 14,50 12,00
Sumber: Pedoman Ringkasan Pengukuran Antropometri Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (Irianto, 2014).

Klinis merupakan penilaian status gizi secara langsun yang kedua. Metode

pemeriksaan klinis ini berdasarkan perubahan yang terjadi dan dapat dihubungan

dengan ketidakcukupan zat gizi. Dampaknya dapat dilihat pada jaringan epitel seperti

kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan

permukaan tubuh misalnya kelenjar tiroid. Umumnya metode ini untuk suvei secara

cepat (rapid clinical surveys) yang dirancang untuk mendeteksi secara tepat tanda-

tanda klinis dari kekurang atau bahkan kelebihan zat gizi tertentu (Rias, 2016).

Biokimia merupakan penilaian status gizi secara langsung yang ketiga. Ini

merupakan pemerikasaan specimen dari berbagai jaringan tubuh seperti darah, urine,

tinja dan ada juga jaringan tubuh lainnya seperti hati dan otot yang diuji secara

laboratoris (Rias, 2016). Metode ini digunakan jika terjadi kemungkinan malnutrisi

yang lebih parah. Gejalanya kurang spesifik maka digunakan penentuan kimia agar

dapat menemukan kekurangan gizi yang lebih spesifik (Rias, 2016).

15
Penilaian status gizi secara langsung yang terakhir ialah biofisik. Ini

merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi

khususnya jaringan dan perubahan dari jaringan itu sendiri (Rias, 2016). Perubahan

dari struktur jaringan dapat dilihat secara klinis pada pengerasan kuku, pertumbuhan

rambut atau secara non klinis yaitu radiologi. Penilaian secara biofisik ini dapat

dilakukan dengan tiga cara, yaitu uji radiologi, tes fungsi fisik (contohnya tes adaptasi

pada ruang yang gelap) dan sitologi (contohnya pada KEP dengan melihat adanya noda

pada mukosa oral). Namun pemeriksaan ini memerlukan biaya yang cukup mahal

(Mardalena, 2017).

Selain penilaian status gizi secara langsung ada juga penilaian status gizi secara

tidak langsung. Penilaian yang pertama yaitu survei konsumsi, survei konsumsi

pangan ini ialah metode yang digunakan untuk menentukan status gizi dengan

memantau jumlah dan zat gizi apa yang dikonsumsi. Pengumpulan data berdasarkan

metode ini memberi gambaran berbagai zat gizi yang dikonsumsi dan dapat

mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan zat gizi yang terjadi (Rias, 2016). Selain

itu ada juga penilaian faktor ekologi. Menurut Rias (2016) malnutrisi merupakan

masalah ekologi sebagai akibat dari interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan

lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat bergantung pada keadaan

ekologi dan keadaan ekologi yang buruk tentu saja mempengaruhi status gizi.

Penilaian secara tidak langsung yang terakhir ialah statistik vital yaitu dengan

menganalisis data status kesehatan yang ada seperti angka kematian berdasarakan usia,

angka kesakitan dan kematian akibat dari penyakit tertentu dan data-data yang

berhubungan dengan gizi (Irianto, 2014). Dengan menggunakan statistik kesehatan

pada statistik vital maka kita dapat melihat indikator secara tidak langsung tentang

pengukuran status gizi (Mardalena, 2017).

16
Gizi sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Tujuan dari

pemberian gizi yang baik ialah untuk mencapai tumbuh kembang anak yang adekuat

(Datesfordate, Kundre dan Rottie, 2017). Status gizi baik jika tubuh memperoleh zat-

zat gizi yang cukup dan digunakan secara efisien sehingga dapat memungkinkan

pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kesehatan secara optimal (Purba

Kapantow dan Momongan, 2017). Kebutuhan gizi tidak sama bagi setiap orang, angka

kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan pada bayi dan balita (per orang, per hari)

dapat dilihat pada tabel 2.4 dan tabel 2.5 menunjukan pola makan (Rias, 2016).

Tabel 2.4 Kebutuhan Energi dan Protein Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi Rata-
Rata Per Hari
Umur Berat Badan Tinggi Badan Energi (Kkal) Protein (g)
(Kg) (cm)
0 – 6 bulan 5.5 60 560 12
7 – 12 bulan 8.5 71 800 15
1 – 3 tahun 12 90 1250 23
4 – 6 tahun 18 110 1750 32
Sumber: Rias, 2016

Tabel 2.5 Pola Makan


Umur (Bulan) Bentuk Makanan
0–4 ASI eksklusif
4–6 Makanan lumat
6 – 12 Makanan lembek
12 – 24 Makanan keluarga
1-1,5 piring nasi
2-3 potong lauk hewani
1-2 potong lauk nabati
0,5 mangkuk sayur
1 gelas susu
24 ke atas 1-3 piring nasi
2-3 potong lauk hewani
1-2 potong nabati
1-1,5 mangkuk sayur
2-3 potong buah-buahan
1-2 gelas susu
Sumber: Rias, 2016

17
Masalah gizi pada bayi secara garis besar merupaka dampak dari asupan gizi

yang tidak seimbang (Mardalena, 2017). Konsumsi makanan yang tidak memenuhi

jumlah dan komposisi zat gizi yang tidak memenuhi syarat gizi seimbang, misalnya

bayi tidak memperoleh ASI eksklusif merupakan salah satu penyebab masalah gizi

pada bayi. Selain itu faktor lain yang juga mempengaruhi ialah ketersediaan pangan di

keluarga, khususnya pangan untuk bayi 0 – 6 bulan (ASI eksklusif) dan 6 – 23 bulan

(MP-ASI) dan pangan yang bergizi seimbang untuk ibu hamil (Irianto, 2014). Ada pun

faktor lainnya ialah pengetahuan, pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan

seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi (Rias, 2016).

Kurangnya pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam

kehidupan sehari-hari dapat mempengaruhi status gizi (Rias, 2016).

Kekurangan gizi (malnutrisi) merupakan penyebab kematian pada anak-anak

yang diakibatkan oleh kurangnya asupan gizi atau ketidakmampuan tubuh untuk

menyerap atau memetabolizir zat gizi (Irianto, 2014). Kekurangan gizi sejak bayi

dalam kandungan serta tidak terpenuhinya kebutuhan gizi setelah bayi lahir dari ASI

eksklusif maupun MP-ASI merupakan faktor gizi penting yang mempengaruhi

pertumbuhan bayi (Marmi dan Rahardjo, 2015). Di Indonesia secara umum terdapat

dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi

makro merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan

energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro biasanya disertai dengan kekurangan

zat gizi mikro (Marmi dan Rahardjo, 2015).

Gizi buruk adalah suatu keadaan dimana seseorang kekurangan nutrisi atau

nutrisinya berada dibawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksudkan berupa protein,

karbohidrat dan kalori. Di Indonesia kasus kekurangan energi dan protein (KEP) ialah

salah satu masalah gizi yang paling banyak dijumpai pada anak dan balita (Marmi dan

18
Rahardjo, 2015). Ada beberapa penyebab gizi buruk antara lain kurangnya asupan gizi

dari makanan yang disebabkan oleh terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi

atau makanan tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan

ekonomi yaitu kemiskinan, penyakit yang mengakibatkan infeksi yang disebabkan

oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat

makanan secara baik. Selain itu faktor ketersediaan pangan, perilaku dan budaya juga

berpengaruh pada gizi buruk (Marmi dan Rahardjo, 2015).

Banyak anak di daerah tropis dari golongan miskin yang tinggal dalam desa

atau perkotaan menunjukkan pertumbuhan yang abnormal. Hal tersebut diketahui dari

berat badannya pada tahun-tahun pertama hidupnya. Pada enam bulan pertama

pertumbuhan bayi baik sekali berkat protein, kalori dan vitamin dari asupan ASI yang

baik dan bersih. Pada enam bulan selanjutnya pertumbuhan sedang-sedang saja tetapi

ASI tidak lagi cukup untuk memasok protein, kalori dan zat besi. Biasanya diberikan

makanan tambahan berupa pati dan karbohidrat dengan sedikit protein (Irianto, 2014).

Pada tahun ke-2 dan ke-3 pertumbuhan bayi buruk atau tidak ada pertumbuhan,

bahkan berat badan menurun untuk waktu lama karena kurang protein. Kekurangan

protein jarang terjadi pada bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif (Irianto,

2014). Kekurangan energi dan protein (KEP) ringan dan sedang pada anak gejala

klinisnya berupa kondisi badan yang tampak kurus, sedangkan gejala klinis KEP

berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe yaitu marasmus,

kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor (Marmi dan Rahardjo, 2015). Dengan

demikian, ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI sangat penting bagi bayi untuk

memenuhi zat-zat yang dibutuhkan dan agar bayi terhindar dari penyakit.

Asupan gizi yang diberikan pada bayi haruslah seimbang. Menurut

Sulistyoningsih (2012), pemberian makanan yang mengandung energi berlebihan akan

19
menyebabkan obesitas atau kegemukan pada bayi. Kegemukan yang terjadi pada bayi

akan menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi karena berat

badan yang diatas normal. Kekurangan energi dan protein (KEP) juga dapat

mengganggu tumbuh kembang bayi. Penanganan KEP ringan pada bayi ialah dengan

mengubah pola makanan atau menu makan sehari-hari dan memberika makanan yang

tinggi akan protein. Sedangkan pada KEP berat perlu ada perhatian khusus karena

penderitanya bisa dengan mudah terinfeksi dan dapat juga mengalami defisiensi zat

gizi lainnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa asupan gizi yang kurang atau

berlebihan berdampak buruk pada tumbuh kembang bayi.

Selain itu, Sulistyoningsih (2012) juga mengatakan ibu yang mengkonsumsi

makanan yang kaya akan vitamin maka selama 6 bulan kebutuhan gizi anaknya akan

terpenuhi dari ASI yang diberikan. Anak yang tidak memperoleh cukul vitamin A dari

ASI beresiko terkena rabun senja. Setelah 6 bulan cadangan zat besi pada bayi yang

didapat selama dalam kandungan akan bekurang sehingga dibutuhkan asupan zat besi

tambahan yang di dapat dari ASI dan MP-ASI untuk mencegah kekurangan zat besi.

Tidak hanya itu, yodium juga sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan fisik dan

perkembangan mental pada bayi. Kekurangan yodium akan menghambat

perkembangan fisik dan mental bagi. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa

ASI dan MP-ASI sangat penting untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi dan

mencegah kekurangan gizi pada bayi.

Gizi merupakan zat yang terkandung dalam makanan yang dibutuhkan oleh

tubuh ddan bermanfaat bagi kesehatan. Sedangkan status gizi merupakan perwujudan

dari keseimbangan zat-zat gizi yang diukur dengan variabel tertentu yang digolongkan

menjadi beberapa indikator. Penilaian status gizi yang paling sering digunakan ialah

20
pengukuran antropometri yang terdiri dari beberapa bagian serta memberikan

gambaran tentang pertumbuhan dan status gizi sesuai kebutuhan.

Secara garis besar masalah gizi pada bayi merupakan dampak dari asupan gizi

yang tidak seimbang. Asupan gizi yang tidak memenuhi syarat gizi seimbang misalnya

bayi tidak memperoleh ASI eksklusif dan tidak mendapatkan MP-ASI tepat

merupakan penyebab masalah gizi. Oleh karena itu, pemberian ASI eksklusif serta

tepatnya pemberian makanan pendamping ASI pada bayi berperan sangat penting

dalam memenuhi gizi bayi dan mencegah terjadinya masalah gizi pada bayi.

2.2. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

MP-ASI ialah makanan pendamping yang diberikan pada bayi setelah usia 6

sampai 24 bulan (Rohan dan Siyoto, 2014). Irianto (2014) mengatakan makanan

pendamping ASI (MP-ASI) ialah makan atau minuman yang mengandung gizi yang

diberikan pada bayi untuk memenuhi kebutuhan gizinya, MP-ASI mulai diberikan

sejak usia 6 bulan sampai 24 bulan. Dengan demikian, makanan pendamping ASI ialah

makanan pendamping yang diberikan bersama dengan ASI untuk memenuhi

kebutuhan gizi bayi sejak usia 6 bulan sampai 24 bulan.

Pemberian MP-ASI bertujuan untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang

diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus

menerus (Irianto, 2014). Mardalena (2017) mengatakan MP-ASI bertujuan untuk

melengkapi zat-zat gizi yang tidak dapat dipenuhi dalam ASI dan mengembangkan

kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa

dan tekstur. Pemberian MP-ASI juga bertujuan untuk mengembangkan kemampuan

bayi untuk mengunyah dan menelan serta melakukan adaptasi terhadap makanan yang

21
mengandung kadar energi tinggi (Rohan dan Siyoto, 2014). Oleh karena itu, pemberian

MP-ASI berperan penting dalam pemenuhan gizi dan tumbuh kembang bayi.

MP-ASI terdiri dari beberapa jenis, menurut Mardalena (2017) ada 3 jenis MP-

ASI yaitu buah, makanan lunak dan makanan lembek. Rohan dan Siyoto (2014) juga

mengatakan yang sama dengan Mardalena (2017) yaitu 3 jenis MP-ASI yang teridiri

dari buah-buahan yang dihaluskan atau dalam bentuk sari buah (mis; pisang Ambon,

pepaya, jeruk, tomat), makanan lunak dan lembek (mis; bubur susu, nasi tim) dan

makanan bayi yang dikemas dalam kaleng atau karton atau sachet. Sedangkan jenis

makanan pendamping yang diberikan menurut WHO dalam Irianto (2014) yaitu bubur

atau sup dari makanan pokok (serealia, umbi-umbian dan buah-buahan yang

bertepung), kacang-kacangan (mis; kacang merah, kacang polong dan kacang hijau),

sumber makanan hewani (makanan dari hewan), sayuran berdaun hijau dan buah-

buahan serta minyak, lemak dan gula. Dengan demikian, ada beberapa jenis MP-ASI

dengan manfaatnya masing-masing.

Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) tergantung dari usia dan

kemampuan bayi. Agar kebutuhan gizi bayi terpenuhi dengan baik, ada hal- hal yang

harus diperhatikan dalam memberikan MP-ASI, yaitu MP-ASI hanya mulai diberikan

setelah bayi berusia 6 bulan, ASI tetap diberikan dengan pemberian ASI terlebih

dahulu sebelum MP-ASI, MP-ASI pertama yang diberikan harus memiliki tekstur

yang sangat halus dan licin, bubur nasi diberikan sebanyak 3 kali sehari dengan porsi

setiap kali makan disesuaikan dengan umur, berikan makanan selingan 2 kali sehari

diantara waktu makan (mis; biskuit, pisang, bubur kacang hijau), bubur saring hanya

boleh diberikan jika bayi telah tumbuh gigi dan makanan cincang hanya setelah bayi

pandai mengunyah, setiap kali makan cukup perkenalkan 1 jenis makanan saja dalam

jumlah kecil, tambahkan telur ayam / ikan / tahu / tempe / daging sapi / wortel / bayam

22
/ santan / minyak pada makanan pendamping, memperkenalkan sayuran dan buah-

buahan mulai dari yang berserat rendah (mis; wortel, tomat, bayam, jeruk, pisang,

pepaya, alpukat dan pir), sebaiknya makanan tidak dicampur karena bayi harus belajar

mengenal tekstur dan rasa makanan, sebagai selingan dapat diberikan sari buah yang

manis dan disaring, bayi diajari makan dan minum sendiri menggunakan sendok dan

gelas serta tetap berikan ASI sampai usia 2 tahun (Sulistyoningsih, 2012). Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.6 tentang pemberian makanan pendamping ASI

menurut umur bayi di bawah ini.

Tabel 2.6 Pemberian Makanan Pendamping ASI Menurut Umur Bayi


Umur Jenis Makanan Frekuensi Pemberian
6-7 bulan ASI Sekehendak
Bubur lunak/sari buah 1-2 kali sehari
Bubur; bubur
havermout/bubur tepung
beras merah
7-9 bulan ASI Sekehendak
Buah-buahan 3-4 kali sehari
Hati ayam atau kacang-
kacangan
Beras merah atau ubi
Sayuran
9-12 bulan ASI Sekehendak
Buah-buahan 4-6 kali sehari
Bubur/roti
Daging/kacang-
kacangan/ayam/ikan
Beras
merah/kentang/labu/jagung
Kacang tanah
Minyak/santan
Sari buah tanpa gula
≥12 bulan ASI Sekehendak
Makanan seperti orang 4-5 kali
dewasa, termasuk telur dan
kuning telurnya
Jeruk
Sumber: Sulistyoningsih (2012)

23
Makanan pendamping ASI atau yang lebih dikenal dengan MP-ASI adalah

makanan pendamping yang diberikan bersama dengan ASI untuk memenuhi

kebutuhan gizi bayi sejak usia 6 bulan hingga 24 bulan serta berperan penting dalam

tumbuh kembang bayi. MP-ASI terdiri dari beberapa jenis dengan manfaatnya masing-

masing serta pemberian yang disesuaikan dengan usia bayi.

2.3. Penelitian Terkait

Pada penelitian terkait untuk mendapatkan informasi peneliti menggunakan

keywords: status gizi, MP-ASI yang dimasukka pada search engine seperti google

cendekia.

Penelitian terkati yang pertama ialah penelitian yang dilakukan pada tahun

2017 oleh A. Halil Datesfordate, Rina Kundre dan Julia V. Rottie tentang Hubungan

Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Dengan Status Gizi Bayi

Pada Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado. Tujuan penelitian

tersebut untuk mengetahui hubungan pemberian makanan pendamping air susu ibu

(MP-ASI) dengan status gizi bayi pada usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Bahu Manado. Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian yang bersifat

observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dari penelitian

tersebut ialah seluruh ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja

Puskesmas Bahu Manado dengan total sampel sebanyak 79 responden. Dari penelitian

tersebut didapati hasil bahwa yang memiliki MP-ASI baik dengan status gizi baik

sebanyak 34 responden (43,0%), MP-ASI baik dengan status gizi buruk sebanyak 23

responden (29,0%), MP-ASI buruk dengan status gizi buruk sebanyak 20 responden

(25,3%), MP-ASI buruk dengan status gizi baik sebanyak sebanyak 2 responden

24
(2,5%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai ρ=0,000 yang berarti ρ lebih besar

dari α (ρ=0,000 > α=0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi usia 6-12 di wilayah kerja

Puskesmas Bahu Manado. Pada penelitian tersebut prevalensi pemberian MP-ASI

cukup besar yaitu 72,2% namun bukan semerta-merta berarti bahwa status gizi bayi di

wilayah kerja Puskesmas Bahu Manado baik karena terbukti status gizi di wilayah

tersebut masih dalam status gizi kurang.

Penelitian terkait yang kedua yaitu penelitian tentang Hubungan Antara

Pemberian Makanan Pendamping ASI Dan Status Gizi Pada Balita Di Wilayah Kerja

Puskesmas Tuminting pada tahun 2018 oleh Maureen Punuh, Chreisye Mandagi dan

Rahayu Akili. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk menganalisis hubungan

antara pemberian makanan pendamping ASI dan status gizi balita di wilayah kerja

Puskesmas Tuminting. Penelitian tersebut merupakan penelitian observasional analitik

dengan desain penelitian cross sectional (potong melintang). Populasi pada penelitian

tersebut yaitu seluruh balita usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tuminting

dengan sampel berjumlah 100 orang balita, sampel diambil dengan teknik purposive

sampling. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi

sebesar -0,202 dan nilai ρ value sebesar 0,044. Hal tersebut berarti nilai value (0.044)

lebih kecil dari nilai α (0,05) yang berarti terdapat hubungan antara usia pertama

pemberian MP-ASI dengan status gizi berdasarkan indeks BB/U. Tetapi berdasarkan

indeks BB/PB menunjukan nilai koefisien korelasi sebesar -0,070 dan nilai ρ value

sebesar 0,461 yang berarti tidak ada hubungan antara usia pertama pemberian MP-ASI

dengan status gizi. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa pemberian MP-ASI yang

tidak tepat dapat berpengaruh pada status gizi bayi.

25
Penelitian terkait yang ketiga pada tahun 2018 oleh Hizkia Kandowangko,

Nelly Mayulu dan Maureen Punuh tentang Hubungan Antara Pemberian Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) Dengan Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Di 5

Puskesmas Kota Manado. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan

antara pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) dengan status gizi anak usia 12-

24 bulan di 5 Puskesmas kota Manado. Penelitian ini menggunakan metode

observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dari penelitian

tersebut ialah 2644 anak dengan sampel berjumlah 110 anak. Hasil dari penelitian ini

menunjukan terdapat hubungan antara pemberian MP-ASI dengan status gizi (BB/U),

tidak terdapat hubungan antaran pemberian MP-ASI dengan status gizi (PB/U) dan

terdapat hubungan antara pemberian MP-ASI dengan status gizi (PB/BB) pada anak

usia 12-24 bulan di 5 Puskesmas kota Manado. Dari penelitian ini diketahui pemberian

MP-ASI yang tidak tepat waktu dapat mempengaruhi status gizi anak.

Penelitian terkait yang keempat ialah penelitian yang dilakukan pada tahun

2016 oleh Dwi Puji Khasanah, Hamam Hadi, Bunga Astria Paramashanti tentang

Waktu Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Berhubungan Dengan

Kejadian Stunting Anak Usia 6-23 Bulan Di Kecamatan Sedayu. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara waktu mulai pemberian serta jumlah

asupan energi dan protein dari MP-ASI dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23

bulan di Kecamatan Sedayu. Jenis penelitian yang digunakan ialah observasional

dengan desain studi cross sectional. Populasi dari penelitian tersebut ialah ibu yang

memiliki anak usia 6-23 bulan di 10 klaster posyandu di Kecamatan Sedayu dengan

total sampel sebesar 190 sampel. Hasil analisis bivariat penelitian ini menunjukan

waktu pertama kali pemberian MP-ASI berhubungan signifikan dengan kejadian

stunting. Dalam penelitian ini mayoritas pendidikan ibu ialah SMA dengan usia kira-

26
kira 20-30 tahun dan hanya sebagai ibu rumah tangga namun pemahaman mengenai

pemberian MP-ASI masih sangat minim sehingga menimbulkan masalah gizi yang

berakibat stunting.

Berdasarkan keempat penelitian terkait di atas maka dapat disimpulkan bahwa

pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai dengan yang dianjurkan dapat

mempengaruhi status gizi pada bayi, semakin tepat pemberian makanan pendamping

ASI pada bayi maka semakin baik status gizi yang diperoleh bayi.

27
Tabel 2.7 Penelitian Terkait
No. Penulis Tempat Tahun Tujuan Desain Populasi/Samplin Hasil Manfaat dan/
Penelitian Penelitian/Metode/ g/Sampel atau limitasi
Statistik Test dari penelitian
1. A. Halil Wilayah 2017 Untuk Desain penelitian Populasi pada Dari penelitian Pada
Datesford Kerja mengetahui yang digunakan penelitian ini tersebut didapati penelitian ini
ate, Puskesmas hubungan adalah observasi adalah semua ibu hasil bahwa yang prevalensi
Rina Bahu pemberian analitik dengan yang memiliki memiliki MP-ASI pemberian
Kundre, Manado. makanan pendekatan cross bayi berusia 6 – baik dengan status MP-ASI
Julia V. pendampin sectional. 12 bulan dan gizi baik sebanyak cukup besar
Rottie g ASI sampel berjumlah 34 responden yaitu 72,2%
(MP-ASI) 79 responden. (43,0%), MP-ASI namun bukan
dengan baik dengan status semerta-merta
status gizi gizi buruk sebanyak berarti bahwa
28

bayi usia 6 23 responden status gizi


– 12 bulan (29,0%), MP-ASI bayi di
di wilayah buruk dengan status wilayah kerja
kerja gizi buruk sebanyak Puskesmas
puskesmas 20 responden Bahu Manado
Bahu (25,3%), MP-ASI baik karena
Manado. buruk dengan status terbukti status
gizi baik sebanyak gizi di
sebanyak 2 wilayah
responden (2,5%). tersebut masih
Hasil uji statistik chi dalam status
square diperoleh gizi kurang.
nilai ρ=0,000 yang
berarti ρ lebih besar
dari α (ρ=0,000 >
α=0,05) yang
menunjukkan bahwa
terdapat hubungan
yang signifikan
antara pemberian
MP-ASI dengan
status gizi bayi.
2. Maureen Wilayah 2018 Untuk Penelitian ini Populasi pada Hasil penelitian ini Pemberian
Irenne Kerja menganalis merupakan penelitian ini menunjukan bahwa MP-ASI yang
Punuh, Puskesmas is penelitian ialah seluruh bayi nilai koefisien tidak tepat
Chreisye Tuminting. hubungan observasional anak berusia 6 – korelasi sebesar - dapat
K. F. antara analitik dengan 12 bulan di 0,202 dan nilai ρ berpengaruh
Mandagi, pemberian desain penelitian wilayah kerja value sebesar 0,044. pada status
Rahayu makanan cross sectional puskesmas Hal tersebut berarti gizi anak.
H. Akili pendampin (potong Tuminting dan nilai value (0.044)
29

g ASI dan melintang). sampe pada lebih kecil dari nilai


status gizi penelitian ini α (0,05) yang berarti
pada balita berjumlah 100 terdapat hubungan
di wilayah responden, antara usia pertama
kerja sampel diambil pemberian MP-ASI
puskesmas dengan teknik dengan status gizi
Tuminting. purposive berdasarkan indeks
sampling. BB/U. Tetapi
berdasarkan indeks
BB/PB menunjukan
nilai koefisien
korelasi sebesar -
0,070 dan nilai ρ
value sebesar 0,461
yang berarti tidak
ada hubungan antara
usia pertama
pemberian MP-ASI
dengan status gizi.
3. Hizkia 5 2018 Untuk Penelitian ini Populasi dari Hasil penelitian ini Dari
Kandowa Puskesmas menganalis menggunakan penelitian tersebut menunjukan penelitian ini
ngko, di Kota is metode ialah 2644 anak terdapat hubungan diketahui
Nelly Manado hubungan observasional dengan sampel antara pemberian pemberian
Mayulu antara analitik dengan berjumlah 110 MP-ASI dengan MP-ASI yang
dan pemberian pendekatan cross anak. status gizi (BB/U), tidak tepat
Maureen makanan sectional. tidak terdapat waktu dapat
Punuh pendampin hubungan antaran mempengaruh
g asi (MP- pemberian MP-ASI i status gizi
ASI) dengan status gizi anak.
30

dengan (PB/U) dan terdapat


status gizi hubungan antara
anak usia pemberian MP-ASI
12-24 dengan status gizi
bulan di 5 (PB/BB) pada anak
Puskesmas usia 12-24 bulan di
kota 5 Puskesmas kota
Manado. Manado.
4. Dwi Puji Kecamata 2016 Penelitian Jenis penelitian Populasi dari Hasil analisis Dalam
Khasanah Sedayu ini yang digunakan penelitian tersebut bivariat penelitian penelitian ini
, Hamam bertujuan ialah observasional ialah ibu yang ini menunjukan mayoritas
Hadi, untuk dengan desain memiliki anak waktu pertama kali pendidikan
Bunga mengetahui studi cross usia 6-23 bulan di pemberian MP-ASI ibu ialah
Astria hubungan sectional. 10 klaster berhubungan SMA dengan
Paramash antara posyandu di signifikan dengan usia kira-kira
anti waktu Kecamatan kejadian stunting. 20-30 tahun
mulai Sedayu dengan dan hanya
pemberian total sampel sebagai ibu
serta sebesar 190 rumah tangga
jumlah sampel. namun
asupan pemahaman
energi dan mengenai
protein dari pemberian
MP-ASI MP-ASI
dengan masih sangat
kejadian minim
stunting sehingga
pada anak menimbulkan
usia 6-23 masalah gizi
31

bulan di yang
Kecamatan berakibat
Sedayu. stunting
2.4. Aplikasi Teori Keperawatan

Ramona T. Mercer memulai karirnya dalam dunia keperawatan pada tahun

1950 ketika ia bersekolah diploma keperawatan di St. Margaret’s School of Nursing

di Montgomery, Alabama. Setelah itu, ia sempat bekerja sebagai staf perawat, kepala

ruangan dan instruktur di area pediatric, obstetric dan penyakit contagious. Kemudian

pada tahun 1960 ia kembali bersekolah untuk mengambil S1 keperawatannya di

University of New Mexico, Albuquerque. Pada tahun 1964, ia melanjutkan

pendidikannya untuk mengambil S2 keperawatan ibu-anak di Emory University dan

menyelesaikan S3 keperawatan maternitas (Ph.D) di University of Pittsburgh pada

tahun 1973.

Setelah menerima gelar Ph.D ia diangkat penjadi asisten profesor di

Department of Family Health Care Nursing di University of California, San Fransisco.

Pada tahun 1983, ia dipromosikan sebagai profesor dan akhirnya menjadi Profesor
32

Emeritus di Family Health Nursing di University of California. Selama karirnya, ai

banyak memperoleh penghargaan dan juga ia tergolong dalam anggota Sigma Theta

Tau. Disamping itu, Remona T. Mercer juga sering menulis beberapa artikel, jurnal,

editorial dan sebagainya. Selama karirnya, Ramona T. Mercer mempublikasikan 6

buku dan 6 chapter buku.

Model konseptual Maternal Role Attainment/Pencapaian Peran Meternal yang

dikemukakan oleh Ramona T. Mercer merupakan pengembangan dari teori Reva

Rubin yang dikenal dengan proses bonding-attachment (Alligood, 2017). Mercer

kemudian mengemukakan beberapa asumsi untuk pencapaian peran ibu seperti,

pertama: inti diri yang relatif stabil yang diperoleh dari proses sosialisasi, bagaimana

ibu mengartikan dan merasakan saat-saat sebagai seorang ibu, pendapatnya terhadap

bayinya dan respon orang lain terhadap perubahan peran sebagai seorang ibu dengan

32
situasi kehidupannya, yang merupakan dunia sesungguhnya dari seorang ibu. Kedua:

selain sosialisasi ibu, tingkat perkembangan ibu dan karakteristik asli personal juga

mempengaruhi sikap dan perilaku dirinya.

Selain itu juga ada asumsi utama ketiga: peran ibu dan bayinya akan

menggambarkan kemampuan ibu dalam berperan sebagai seorang ibu melalui proses

pertumbuhan dan perkembangan. Keempat: bayi dianggap sebagai partner aktif dan

memberikan pengaruh dalam proses pencapaian peran sebagai ibu. Kelima: ayah juga

merupakan partner ibu dalam pencapaian peran dan tidak dapat diduplikasi oleh orang

lain. Dan keenam: identitas maternal berkembang bersamaan dengan keterikatan

sebagai ibu dan saling bergantung satu sama lainnya (Alligood, 2017).

Konsep utama dan definisi yang pertama yaitu pencapaian peran maternal yang

merupakan interaksi dan proses perkembangan yang terjadi selama seorang ibu
33

melakukan kontak dengan bayinya, membutuhkan keahlian dalam melakukan

berbagai tugas merawat anak, mengekspresikan kepuasan dan kesenangannya selama

menjalankan perannya tersebut (Alligood, 2017). “Perubahan status personal yaitu

seorang perempuan merasakan harmonisasi, kepercayaan diri dan keahlian dalam

melakukan perannya sebagai seorang ibu – identitas maternal” (Alligood, 2017).

Selanjutnya ialah identitas maternal yang didefinisikan sebagai gambaran diri

sebagai seorang ibu (Alligood, 2017). Lalu persepsi tentang pengenalan melahirkan

yaitu pengalaman seorang perempuan terhadap penampilannya selama masa

kehamilan dan proses persalinan (Alligood, 2017).

Berikutnya ialah harga diri (self-esteem) yang menggambarkan harga diri

sebagai persepsi individual tentang bagaimana orang lain memandang dan menerima

dirinya (Mercer, dkk, 1986 dalam Alligood, 2017). Setelah itu ada konsep diri

33
(penghargaan terhadap diri sendiri) yang merupakan persepsi diri tentang kepuasan

diri, penerimaan diri, harga diri, serta keselarasan dan perbedaan antara diri dan ideal

diri (Alligood, 2017).

Selanjutnya yaitu fleksibilitas dalam sikap mendidik dan mengasuh anak yang

akan meningkat bersamaan dengan perkembangan. Ibu yang usianya lebih tua

cenderung lebih cepat dan tidak kaku ketika merespon bayi mereka dan melihat

berbagai situasi yang terjadi dalam suasana yang unik (Alligood, 2017). Setelah itu

ialah perilaku pengasuhan anak yang merupakan sikap maternal atau keyakinan

tentang pengasuhan anak (Alligood, 2017).

Berikutnya adalah status kesehatan yang didefinisikan sebagai persepsi ibu dan

ayah tentang kondisi kesehatan sebelumnya, kesehatan terkini, gambaran mengenai

sehat, resistensi terhadap penyakit, kepedulian pada kesehatan, orientasi mengenai

sakit dan penolakan terhadap peran sakit (Alligood, 2017). Lalu ada kecemasan yang
34

dideskripsikan sebagai suatu karakteristik terhadap situasi yang memicu timbulnya

stres baik situasi berbahaya atau mengancam dan situasi spesifik lainnya (Alligood,

2017).

Setelah itu adalah depresi yang menurut Mercer dan rekannya (1986) ialah

menunjukkan sejumlah gejala depresif dan terutama pada komponen afektif dari

suasana perasaan depresi (Alligood, 2017). Ada juga ketegangan peran yang adalah

konflik dan perasaan sulit seorang perempuan dalam memenuhi kewajibannya sebagai

seorang ibu (Alligood, 2017). Mercer (1985b) juga menggambarkan gratifikasi

sebagai kepuasan, kesenangan, penghargaan, atau kebahagiaan dari seorang

perempuan dalam menjalankan perannya ketika sedang bersama bayinya dan

menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai seorang ibu (Alligood, 2017).

34
Perasaan dekat merupakan salah satu komponen peran dan identitas orang tua.

Hal tersebut dipandang sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh kasih sayang dan

terbentuknya komitmen emosional dari seorang individu (Alligood, 2017).

Temperamen bayi ialah ketika bayi mulai menyampaikan bahasa isyarat yang sulit

sehingga memicu timbulnya perasaan frustasi dan tidak kompeten paa ibu (Alligood,

2014).

Mercer (1986a) mengatakan status kesehatan bayi ialah kondisi yang

menyebabkan perpisahan antara maternal-bayi yang mempengaruhi proses dari

pencapaian peranan tersebut (Alligood, 2017). Mercer (1981) juga mengatakan

karakterisktik bayi melingkupi temperamen, penampilan dan status kesehatan bayi

(Alligood, 2017). Bahasa isyarat bayi dikatakan sebagai sikap bayi yang menunjukkan

respons dari ibunya (Alligood, 2017).

Mercer dan rekannya (1986) mendefinisikan keluarga sebagai suatu sistem


35

yang dinamis mencakup subsistem – individual (ibu-ayah, ibu-bayi baru lahir/bayi dan

ayah-bayi baru lahir/bayi) termasuk dalam suatu sistem keluarga (Alligood, 2017).

Menurut Mercer dan Ferketich (1995) fungsi dari keluarga yaitu aktivitas dan

hubungan antara keluarga dan subsistem serta unit sosial terkait (Alligood, 2017).

Ayah juga memiliki kontribusi dalam pencapaian peran sebagai ibu dengan

cara yang tidak dapat ditiru orang lain (Alligood, 2017). Interaksi dari seorang ayah

membantu meringankan tekanan dan memfasilitasi seorang ibu dalam menjalankan

perannya (Alligood, 2017). Menurut Mercer (1990) stres dapat memberikan dampak

positif dan negatif dalam kehidupan dan merupakan variabel dari lingkungan

(Alligood, 2017).

Dukungan sosial adalah sejumlah bantuan yang diterima, kepuasan yang

diperoleh dan orang yang memberikan bantuan (Alligood, 2017). Dukungan sosial

35
terbagi menjadi empat bagian, yaitu dukungan emosional yang merupakan perasaan

dicintai, dirawat dan dimengerti; dukungan informasi yang merupakan bantuan

individual melalui pemberian informasi yang berguna dalam menghadapi masalah dan

atau situasi tertentu; dukungan fisik yang merupakan bantuan langsung; dan dukungan

penilaian yang memberitahukan pemegang peran bagaimana kinerja seorang individu

yang memungkinkan individu mengevaluasi dirinya dalam hubungan dengan peranan

orang lain (Alligood, 2017).

Yang terakhir adalah hubungan ibu-ayah, ini merupakan persepsi hubungan

pasangan yang mencakup nilai aktual, tujuan dan kesepatakan antara keduanya

(Alligood, 2017). Pencapaian peran dari seorang ibu berkembang bersama-sama

dengan kondisi emosional dari kedua orangtuanya (Alligood, 2017).

Alligood (2017) mengatakan Maternal Role Attainment/pencapaian peran

maternal oleh Mercer dimasukkan ke dalam lingkup mikrosistem, mesosistem dan


36

makrosistem yang dikembangkan sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh

Bronfenbrenner (1979) yang dapat di lihat pada gambar 2.5 dibawah ini.

36
Gambar 2.5 Maternal Role Attainment Ramona T. Mercer

Makrosistem

Mesosistem

Mikrosistem

Hubungan Ibu-Ayah

Ibu
Empati—sensitivitas terhadap
isyarat-isyarat
Anak
Harga diri/konsep diri
Pola asuh saat masih anak- Temperamen
anak Kemampuan untuk
Kedewasaan/fleksibilitas memberikan isyarat
Sikap Penampilan
Kehamilan/Pengalaman Karakteristik
melahirkan Kecepatan merespon
Kesehatan/depresi/kecemasan Kesehatan
atau ansietas
Konflik peran/ketegangan

Stres
Peran Ibu/Identitas
Hasil Akhir Anak
37

Kemampuan atau kepercayaan Perkembangan


diri dalam menjalankan peran mental/kognitif
Perilaku/ikatan
Gratifikasi/kepuasan
Kesehatan
Ikatan dengan anak Kemampuan sosial

Sumber: (Alligood, 2017)

Yang pertama ialah mikrosistem yang merupakan lingkungan terdekat di mana

pencapaian peran maternal atau pencapaian dari ibu terjadi. Faktor-faktor yang

termasuk yaitu fungsi keluarga, hubungan ibu-ayah, dukungan sosial, status ekonomi,

nilai-nilai keluarga dan stresor (Alligood, 2017).

37
Yang kedua ialah mesosistem yang meliputi pengaruh dan berinteraksi dengan

orang-orang dalam mikrosistem. Mesosistem itu sendiri mencakup perawatan sehari-

hari, sekolah, tempat kerja, tempat ibadah dan lingkungan yang umum berada dalam

masyarakat (Alligood, 2017).

Yang ketiga ialah makrosistem yang meliputi budaya pada lingkungan

individu. Makrosistem terdiri dari sosial, politik dan budaya. Lingkungan pelayanan

kesehatan dan kebijakan sistem kesehatan yang berdampak pada pencapaian peran ibu

(Alligood, 2017).

Maternal Role Attainment/Pencapaian peran maternal oleh Mercer adalah

proses yang terdiri dari 4 tahap yaitu, pertama: anticipatory yang dimulai dari

kehamilan yang menggambarkan kesiapan seorang ibu secara sosial dan psikologis

dalam menerima kehamilannya. Kedua: formal yang dimulai ketika kelahiran bayi,

dimana ibu mulai belajar untuk mandiri dalam menjalankan perannya sebagai seorang
38

ibu. Ketiga: informal dimulai ketika ibu berusaha untuk mengembangkan perannya

menurut dirinya sendiri dan tanpa mencontoh peran ibu yang lain. Keempat: personal

adalah tahap dimana ibu sudah menghayati perannya sebagai seorang ibu (Alligood,

2017). Untuk lebih singkatnya dapat dilihat pada gambar 2.5 tentang teori Maternal

Role Attainment-Becoming a Mother/Pencapaian Peran dari Ramona T. Mercer.

Paradigma Keperawatan

Keperawatan ialah profesi yang dinamis dengan tiga fokus utama yaitu

promosi kesehatan, mencegah kesakitan dan menyediakan layanan keperawatan bagi

siapa saja yang memerlukan untuk mendapatkan kesehatan yang optimal serta

penelitian untuk memperkaya pengetahuan (Alligood, 2017).

38
Mercer tidak secara spesifik menjabarkan tentang konsep manusia, namun

diartikan kepada diri sendiri atau inti diri. Mercer memandang diri sebagai suatu

bagian yang tidak terpisahkan dari peran yang dijalankannya. Mungkin bagi seorang

perempuan untuk meningkatkan kompetensi dirinya bersama dengan eksplorasi

dirinya ketika menjalani perannya sebagai ibu dengan bayinya melalui individualisasi

maternal (Alligood, 2017).

Kesehatan didefinisikan sebagai persepsi ibu dan ayah tentang kesehatan

sebelumnya, kesehatan saat ini, gambaran mengenai sehat, orientasi mengenai sakit

dan penolakan peran sakit. Status kesehatan pada bayi yang baru lahir adalah

gambaran dari kedua orang tua terhadap kemungkinan penyakit yang dapat terjadi

(Alligood, 2017).

Lingkungan menurut Mercer menggambarakan adanya interaksi lingkungan

ekologis dalam pencapaian peran sebagai seorang ibu. Perkembangan dari peran
39

seseorang tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan. Stres dan juga dukungan

sosial di dalam lingkungan mempengaruhi pencapaian peran sebagai seorang ibu dan

orang tua (Alligood, 2017).

39
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN DAN DEFINISI

OPERASIONAL

Pada bab ini peneliti akan membahas tentang kerangka konsep penelitian ini

yang diambil dari teori Maternal Role Attainment-Becoming A Mother oleh Ramona

T. Mercer, juga akan membahas mengenai hipotesis penelitian dan definisi operasional

yang disajikan dalam bentuk tabel.

3.1. Kerangka Konsep

Dalam teori Maternal Role Attainment-Becoming A Mother oleh Ramona T.

Mercer terutama dalam lingkup yang ketiga yaitu mikrosistem dikatakan peran ibu

seperti kemampuannya dalam menjalankan peran saling berpengaruh dengan hasil

akhir dari anak seperti perkembangan mental, perilaku, kesehatan dan kemampuan

sosial anak.

Peran ibu dalam teori Maternal Role Attainment-Becoming A Mother oleh

Ramona T. Mercer dihubungkan dengan variabel-variabel yang diteliti oleh peneliti

dalam menganalisa Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan

Status Gizi Bayi. Peran ibu dalam memberikan makanan pendamping ASI dengan baik

dan benar sesuai dengan yang disarankan akan berdampak pada status gizi dari

anaknya. Namun seorang ibu bisa saja gagal dalam menjalankan perannya dan akan

berdampak buruk bagi anak terutama dalam kesehatannya. Kerangka konsep

penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini.

40
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Ramona T. Mercer

Makrosistem

Mesosistem

Mikrosistem

Hubungan Ibu-Ayah

Ibu
Empati—sensitivitas terhadap
isyarat-isyarat
Anak
Harga diri/konsep diri
Pola asuh saat masih anak- Temperamen
anak Kemampuan untuk
Kedewasaan/fleksibilitas memberikan isyarat
Sikap Penampilan
Kehamilan/Pengalaman Karakteristik
melahirkan Kecepatan merespon
Kesehatan/depresi/kecemasan Kesehatan
atau ansietas
Konflik peran/ketegangan

Stres
Peran Ibu/Identitas
Hasil Akhir Anak
Pola Pemberian Makanan
Status Gizi Bayi
Pendamping ASI

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

41
3.2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan untuk mengukur variabel pada penelitian ini adalah:

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara pola pemberian makanan

pendamping ASI dengan status gizi bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas kota

Manado.

Ha : Ada hubungan yang signifikan antara pola pemberian makanan pendamping

ASI dengan status gizi bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado.

42
3.3. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Defini Operasional


No. Variabel Definisi Definisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Konseptual Operasional
1. Variabel Status gizi Status gizi Tabel Interval Sesuai
Dependen: adalah bayi observasi dengan
Status gizi keadaan merupakan berat hasil z-
bayi tubuh perwujudan badan dan score yang
manusia dari usia bayi diperoleh.
akibat dari keseimbanga serta
konsumsi n zat-zat gizi timbangan
makanan yang diukur bayi (baby
dan dengan nilai scale) /
penggunaan Z score. dacin
zat-zat gizi posyandu.
yang
terkandung
dalam
makanan
(Irianto,
2014).
2. Variabel Makanan Makanan Kuesioner Interval Sesuai
Independe pendamping pendamping mengguna dengan total
n: ASI (MP- ASI kan skala skor yang
Pola ASI) ialah diberikan Likert diperoleh
pemberian makan atau bersama untuk untuk usia
makanan minuman dengan ASI mengukur bayi.
pendampi yang untuk pola
ng ASI mengandun memenuhi pemberian
g gizi yang kebutuhan MP-ASI
diberikan gizi bayi (Selalu,
pada bayi yang sejak Sering,
untuk usia 6 bulan. Kadang-
memenuhi kadang
kebutuhan dan Tidak
gizinya, Pernah)
MP-ASI mengguna
mulai kan 17
diberikan pernyataan
sejak usia 6 tentang
bulan jenis MP-

43
sampai 24 ASI yang
bulan dikelompo
(Irianto, kan
2014). menjadi 4
kelompok
usia.

44
BAB IV

METODE PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan membahas tetang desain penelitian, lokasi dan waktu

penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, pengumpulan data,

analisa data dan etika penelitian.

4.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasional dengan

pendekatan cross sectional dengan tujuan untuk mencari adanya hubungan antara pola

pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi.

4.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado.

4.3. Waktu Penelitian

Pengambilan data awal pada Maret 2019 dan penelitian ini dilakukan pada 5-8 Agustus

2019.

4.4. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah bayi berusia 6-24 bulan yang tercatat di

wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado yang berjumlah 66 responden dan

ibu bayi atau yang mengasuh bayi.

45
4.5. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non

probability sampling yaitu purposive sampling. Jumlah sampel yang diteliti

menggunakan total sampel yaitu sebanyak 66 responden.

Kriteria inklusi ialah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi

target dan terjangkau yang akan diteliti (Sujarweni, 2014). Dalam penelitian ini kriteria

inklusinya ialah bayi berusia 6-24 bulan dan tidak dalam keadaan sakit di wilayah kerja

Puskesmas Teling Atas kota Manado serta ibu bayi atau yang mengasuh bayi.

Kriteria eksklusi ialah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi

kriteria inklusi dari penelitian karena sebab tertentu (Sujarweni, 2014). Dalam

penelitian ini kriteria eksklusi ialah bayi yang dalam keadaan sakit.

4.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah tabel observasi

dan kuesioner. Tabel observasi digunakan untuk menilai status gizi bayi, tabel berisi

nama bayi, usia dan berat badan, z-score, nilai ambang batas dan status gizi bayi

sebagai kesimpulan. Perhitungan tabel observasi menggunakan standar deviasi unit

(SD) yang disebut z-score dengan rumus: 𝑍 − 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 =

nilai individu subjek−nilai median baku rujukan


. Untuk nilai ambang batas dikatakan gizi
nilai simpang baku rujukan

lebih bila diperoleh hasil >+2 SD, gizi baik bila diperoleh hasil >-2 SD sampai dengan

+2 SD, gizi kurang bila diperoleh hasil >-3 SD sampai dengan <-2 SD dan gizi buruk

bila diperoleh hasil <-3 SD berdasarkan pada tabel kategori dan ambang batas status

gizi anak (Buku SK Antropometri Kemenkes RI, 2010).

46
Kuesioner yang digunakan diambil dari tabel pemberian MP-ASI oleh

Sulistyoningsih (2012) yang diberikan pada ibu responden untuk menilai usia

pemberian dan jenis makanan pendamping ASI. Kuesioner tersebut menggunakan

skala Likert yang 17 pernyataan tentang jenis MP-ASI yang dikelompokan menjadi 4

kelompok sesuai dengan usia pemberiannya, lalu dikelompokan menjadi skor: 4

(Selalu), 3 (Sering), 2 (Kadang-kadang) dan 1 (Tidak pernah).

Perhitungan dilakukan menggunakan cut of point 75% dengan ketentuan:

kelompok A, B, C dan D jumlah pernyataannya dikali skor tertinggi kemudian dikali

dengan 75% sehingga didapatkan hasil kelompok A (9 dengan kesimpulan >9

merupakan pola pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai dan <9 merupakan

pola pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai), kelompok B (15 dengan

kesimpulan >15 merupakan pola pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai

dan <15 merupakan pola pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai),

kelompok C (18 dengan kesimpulan >18 merupakan pola pemberian makanan

pendamping ASI yang sesuai dan <18 merupakan pola pemberian makanan

pendamping ASI yang tidak sesuai)dan kelompok D (9 dengan kesimpulan >9

merupakan pola pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai dan <9 merupakan

pola pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai). Nilai pola pemberian

MP-ASI diperoleh sesuai dengan usia responden. Tabel pengukuran status gizi dan

kuesioner pola pemberian MP-ASI terlampir.

47
4.7. Uji Coba Instrumen Penelitian

Uji coba instrument berupa kuesioner yang dilakukan pada 45 responden yang

dibagi dalam 4 kelompok usia di Puskesmas Ranotana Weru dengan kriteria yang sama

dengan sampel di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado. Uji intstrumen

berupa uji validitas dan reliabilitas yang dianalisis menggunakan SPSS 22.0.

Uji validitas kuesioner pola pemberian makanan pendamping ASI dibagi

menjadi 4 kelompok sesuai usia bayi. Pada proses uji validitas kuesioner, digunakan r

tabel untuk masing-masing kelompok responden. Kelompok A dengan r tabel 0,602,

kelompok B dengan r tabel 0,532, kelompok C dengan r tabel 0,632 dan kelompok D

dengan r tabel 0,632. Kuesioner pola pemberian makanan pendamping ASI

menunjukka bahwa nilai r hitung ≥ nilai r tabel yang berarti kuesioner yang digunakan

adalah valid.

Uji reliabilitas kuesioner pola pemberian makanan pendamping ASI, setelah

dilakukan uji reliabilitas pada kelompok A didapati alpha cronbach 0,901 ≥ 0,80 yang

berarti kueisoner kelompok A reliable. Kelompok B didapati alpha cronbach 0,814 ≥

0,80 yang berarti kuesioner kelompok B reliabel. Kelompok C didapati alpha

cronbach 0,845 ≥ 0,80 yang berarti kuesioner kelompok C reliabel. Kelompok D

didapati alpha cronbach 0,942 ≥ 0,80 yang berarti kuesioner kelompok D juga reliabel.

Kuesioner pola pemberian makanan pendamping ASI memiliki korelasi yang kuat (>

0.80).

Tabel 4.1 Nilai dan Kekuatan Korelasi


Nilai Kekuatan Korelasi
0,00 – 0,199 Sangat lemah
0,20 – 0,399 Lemah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,00 Sangat Kuat
Sumber: Hargi, 2013

48
4.8. Pengumpulan Data

Bagan 4.1 Pengumpulan Data

Perizinan pemilihan populasi dan sampel


(n = 66) pada 5-8 Agustus 2019

Penjelasan tujuan dan penandatanganan


informed consent

Pengumpulan data status gizi bayi serta usia pemberian dan jenis
makanan pendamping ASI

Pengolahan dan analisa data

Pengumpulan data dimulai dari perizinan pemilihan populasi dan sampel (n =

66) dari Fakultas Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado, Kepala

Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Manado, Kepala Dinas Kesehatan

Kota Manado dan dari Kepala Puskesmas Teling Atas Kota Manado sebagai tahap

awal. Setelah itu, penelitian dilakukan dengan mengunjungi posyandu dan door to

door untuk bertemu dengan responden lalu dilakukan penjelasan tujuan penelitian dan

penandatanganan informed consent oleh ibu dari responden jika bersedia menjadi

responden pada 5-8 Agustus 2019. Kemudian dilakukan pengumpulan data status gizi

bayi serta pola pemberian makanan pendamping ASI melalui tabel observasi dan

kuesioner yang berisi 17 pernyataan yang dibagi dalam 4 kelompok usia, data tersebut

lalu di olah dan di analisa.

49
4.9. Analisa Data

Penelitian ini diolah dalam beberapa tahap, proses analisa data meliputi

editing, coding, scoring, tabulasi, analisa data dan cleaning. Editing adalah

pemeriksaan kembali kejelasan data yang diperoleh atau dikumpulkan melalui

pernyataan yang ada di kuesioner yang telah diisi oleh responden dengan benar.

Dalam penelitian ini peneliti memeriksa kembali tiap jawaban yang ada di

kuesioner yang telah diisi oleh ibu responden atau yang mengasuh reponden.

Coding digunakan untuk mempermudah penyimpanan dalam arsip. Dalam

penelitian ini coding untuk data pendidikan terakhir ibu responden atau yang

mengasuh responden ialah 1 (Tidak Sekolah), 2 (SD), 3 (SMP), 4 (SMA), 5

(Diploma) dan 6 (Sarjana). Coding untuk pekerjaan ibu responden atau yang

mengasuh responden ialah 1 (IRT/Tidak Bekerja), 2 (Pedagang/Wiraswasta), 3

(Swasta), 4 (PNS), 5 (Lain-lain). Coding untuk totak skor dari kuesioner pola

pemberian makanan pendamping ASI ialah 2 (Sesuai), 1 (Tidak Sesuai). Coding

untuk status gizi bayi pada tabel observasi ialah 4 (Gizi Lebih), 3 (Gizi Baik), 2

(Gizi Kurang), 1 (Gizi Buruk).

Tabulasi data dalam penelitian ini dilakukan master tabel untuk setiap data

yang ada terutama pada kuesioner yang kemudian dianalisis dengan menggunakan

program komputer yaitu SPSS 22.0.

Analisa univariat digunakan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang

diteliti yaitu melihat gambaran distribusi frekuensi data demografi dan variabel

independen yaitu pola pemberian makanan pendamping ASI serta variabel

dependen yaitu status gizi bayi.

Analisa bivariat dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan pola

pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi. Penelitian ini
50
menggunakan teknik statistik parametrik dengan uji korelasi Pearson dengan

derajat kepercayaan 95% (CI 95 α ≤ 0,05), jika α < 0,05 maka H0 ditolak yang

berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dan

jika α > 0,05 maka H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan

antara variabel independen dan variabel dependen.

4.10. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan kode etik penelitian dengan mengikuti

beberapa prinsip. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan prinsip berbuat baik

(beneficence) yaitu memperkenalkan diri sebelumnya lalu menjelaskan maksud dan

tujuan dari penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lembar persetujuan

(informed consent). Peneliti menghormati tiap keputusan dari responden (autonomy),

ibu yang bersedia menjadi responden diminta mengisi dan menandatangani lembar

persetujuan (informed consent) secara sukarela.

Dalam pengumpulan data responden tidak mencantumkan nama bayi dan ibu

atau yang mengasuh bayi (anonimity) pada lembar pengumpulan data, cukup dengan

mencantumkan tanda tangan pada lembar persetujuan. Setelah itu peneliti memberi

atau mencantumkan kode pada lembar kuesioner. Setiap ibu atau yang mengasuh bayi

mempunyai hak dasar individu seperti privasi dan kebebasan dalam memberikan

informasi, juga berhak untuk tidak memberikan informasi yang diketahuinya kepada

orang lain (Hargi, 2013).

Peneliti berusaha agar tidak merugikan (non maleficence) ibu dan bayi yang

menjadi responden. Selain mengambil data peneliti juga memberikan informasi

tentang pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai dengan usia dan jenis

pemberiannya pada ibu. Selain itu, peneliti melakukan penelitian sesuai dengan

51
prosedur guna mendapatkan hasil yang bermanfaat bagi subjek penelitian dan dapat

digeneralisasikan di tingkat populasi (Hargi, 2013).

Dalam penelitian ini peneliti bersikap adil (justice) pada semua responden.

Keadilan yang dimaksud dalam penelitian ini ialah semua responden mendapat

perlakuan yang sama tanpa membedakan agama, budaya, kaya atau miskin. Semua

informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya (confidentiality) oleh peneliti,

hanya data tertentu yang dilaporkan pada hasil riset tertentu.

52
BAB V
HASIL PENELITIAN

Dalam bab V membahas hasil penelitian yang terdiri dari hasil uji univariat dan

hasil uji bivariat. Penelitian tentang Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping

ASI dengan Status Gizi Bayi Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Teling

Atas Kota Manado pada tanggal 5 Agustus sampai 8 Agustus 2019. Penelitian ini

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya hubungan yang signifikan antara

Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Bayi Usia 6-24 Bulan

di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas Kota Manado. Dalam penelitian ini

menggunakan desain penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional. Hasil

penelitian ini diperoleh melalui wawancara terpimpin dan jawaban kuesioner yang

dibagikan pada responden.

Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pemeriksaan data kembali dan

melakukan pengolahan data melalui SPSS 22.0. Hasil yang didapatkan berdasarkan

pengolahan data dan analisis data disajikan peneliti dalam karakteristik responden,

analisis univariat dan bivariat.

5.1 Karakteristik Demografi Responden

Berdasarkan analisa data didapatkan karakteristik responden yang meliputi

data demografi responden ibu dan bayi yang berisi usia, pendidikan, pendapatan

perbulan, dukungan suami dan sikap ibu, dan pemberian ASI eksklusif dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

53
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Data Karakteristik Demografi Responden
Demografi Frekuensi (n) Persentase (%)
IBU
Usia
19 – 23 tahun 24 36,3
24 – 28 tahun 35 53,1
29 – 35 tahun 7 10,5
Total 66 100
Pendidikan Terakhir
SD 2 3,0
SMP 13 19,7
SMA 44 66,7
Diploma 5 7,6
Sarjana 2 3,0
Total 66 100
Pekerjaan Ibu
Honorer 1 1,5
IRT 47 71,2
Wiraswasta 13 19,7
Swasta 3 4,5
PNS 2 3,0
Total 66 100

BAYI
Usia
6 bulan 11 16,7
7 bulan 3 4,5
8 bulan 5 7,6
9 bulan 14 21,2
10 bulan 4 6,1
11 bulan 6 9,1
12 bulan 6 9,1
16 bulan 2 3,0
18 bulan 1 1,5
20 bulan 5 7,6
24 bulan 9 13,6
Total 66 100
Jenis Kelamin
Laki - Laki 33 50
Perempuan 33 50
Total 66 100

Sumber: Data Primer (2019)

54
Berdasarkan tabel 5.1 data karakteristik responden ibu menunjukkan bahwa

kategori usia ibu terbanyak berada pada range usia 24-28 Tahun sebesar 53,1% (n =

35), sedangkan yang paling sedikit berada pada kategori usia 29-35 tahun hanya

sebesar 10,5% (n= 18).

Pada pendidikan, Sebagian besar ibu memiliki latar belakang pendidikan

Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 66,7% (n = 44), sedangkan latar belakang

pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sarjana hanya sebesar 3,0% (n = 2) yang

merupakan kategori pendidikan yang paling sedikit.

Dari data demografi berdasarkan pekerjaan responden Ibu, sebesar 71,2% (n =

47) mayoritas ibu bekerja sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga) dan minoritas ibu yang

memiliki pekerjaan honorer hanya sebesar 1,5% (n = 1).

Berdasarkan data demografi mengenai usia bayi didapatkan usia 9 bulan

merupakan kategori usia terbanyak sebesar 21,2% (n = 14), sedangkan usia bayi yang

paling sedikit berada pada kategori usia 16-18 bulan sebesar 4,5% (n = 3).

Data demografi mengenai jenis kelamin bayi di wilayah kerja Puskesmas

Teling Atas, menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki maupun perempuan masing-

masing memiliki persentase yang sama sebesar 50% (n = 33).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi berdasarkan Usia Pertama Pemberian Makanan


Pendamping ASI
Usia Frekuensi (n) Persentase %
1 Bulan 1 1,5
3 Bulan 2 3,0
4 Bulan 16 24,2
5 Bulan 18 27,3
6 Bulan 24 36,4
7 Bulan 5 7,6
Total 66 100
Sumber : Data Primer (2019)

55
Berdasarkan tabel 5.2 mengenai usia pemberian MPASI menunjukkan bahwa

di usia 6 bulan sebagian besar ibu 36,4% (n = 24) sudah memberikan makanan

pendamping ASI kepada bayinya. Namun adapula ibu yang memberikan MPASI pada

usia 5 bulan 27,3% (n = 18), usia 4 bulan 24,2% (n = 16), usia 7 bulan 7,6% (n = 5),

usia 3 bulan 3,0% (n = 2), dan usia 1 bulan 1,5% (n = 1).

5.2 Distribusi Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dan Status Gizi Bayi

Distribusi frekuensi pola pemberian makanan pendamping ASI dan distribusi status

gizi bayi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi berdasarkan Pola Pemberian Makanan Pendamping


ASI
Pola Pemberian MP-ASI Frekuensi (n) Persentase %
Sesuai 24 36,4
Tidak Sesuai 42 63,6
Total 66 100
Sumber : Data Primer (2019)
Berdasarkan tabel 5.3 mengenai pola pemberian makanan pendamping ASI

menunjukkan bahwa sebagian besar pola pemberiannya tidak sesuai yaitu sebesar

63,6% (n = 42) dan pola pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai sebesar

36,4% (n = 24).

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi berdasarkan Status Gizi Bayi


Status Gizi Bayi Frekuensi (n) Persentase %
Gizi Baik 59 89,4
Gizi Kurang 7 10,6
Gizi Buruk - -
Gizi Lebih - -
Total 66 100
Sumber : Data Primer (2019)

56
Berdasarkan tabel 5.4 mengenai status gizi bayi menunjukkan bahwa

mayoritas bayi memiliki status gizi baik yaitu sebesar 89,4% (n = 59), bayi gizi lebih

dan gizi buruk tidak didapati tetapi terdapat 10,6% (n = 7) bayi dalam kategori gizi

kurang.

3.3. Analisis Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status

Gizi Bayi

Penelitian ini menggunakan uji Pearson. Hasil uji variabel pola pemberian

makanan pendamping ASI dan status gizi bayi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.5 Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI Terhadap Status Gizi Bayi
Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas Kota Manado
Pola
Pemberian Status Gizi Bayi Total r p value
Makanan
Pendampin Gizi Baik Gizi Kurang
g ASI
n % n %
Sesuai 24 100 0 24
Tidak 35 83,0 7 10,6 42 0,260 0,035
Sesuai
Total 59 7
Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan penyajian tabel 5.5 hasil penelitian menunjukkan terdapat

hubungan antara pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi

usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskemas Teling Atas kota Manado. Hasil frekuensi

menunjukkan bahwa pola pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai hanya

sekitar 36,4% (n = 24) dengan status gizi baik sekitar 36,4% (n = 24) sedangkan pola

pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai 63,6% (n = 42) lebih besar

57
dengan status gizi baik 53,0% (n = 35) dan gizi kurang 10,6% (n = 7). Dengan

demikian pola pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai dapat

mempengaruhi status gizi bayi. Dapat dilihat juga bahwa hasil uji pada Pearson

Correlations menunjukkan p value = 0,035 (< 0,05) yang artinya H0 di tolak. Dan dari

hasil korelasi menunjukkan nilai r hitung (0,260) > r tabel (0,239) yang berarti

memiliki hubungan namun dengan kekuatan korelasi yang lemah. Dari hasil tersebut

menunjukkan pola pemberian makanan pendamping ASI yang diberikan sesuai

dengan usia dan jenisnya meningkatkan status gizi bayi.

58
BAB VI
PEMBAHASAN

Pada bab VI menjelaskan mengenai temuan-temuan tentang pola pemberian

makanan pendamping ASI dan status gizi bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Teling

Atas kota Manado.

6.1. Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Teling

Atas Kota Manado

Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada tabel distribusi usia pertama

pemberian makanan pendamping ASI diketahui bahwa usia pertama pemberian

makanan pendamping ASI pada 6 bulan sebesar 36,4% sedangkan kurang dari 6 bulan

lebih besar yaitu 56,0% dan lebih dari 6 bulan sebesar 7,6%. Punuh, dkk (2018) dalam

penelitiannya juga memaparkan bahwa frekuensi usia pertama pemberian makanan

pendamping ASI yang tidak sesuai lebih besar dari pemberian makanan pendamping

ASI. Dari hasil penelitian beberapa dari ibu responden yang memberikan makanan

pendamping ASI sebelum usia 6 bulan mengatakan bahwa meraka sengaja

melakukannya karena menganggap ASI saja tidak cukup bagi bayinya dan ada juga

yang mengatakan bahwa bayinya sudah tidak mau mengkonsumsi ASI lagi.

Sedangkan ibu responden yang memberikan makanan pendamping ASI diatas usia 6

bulan mengatakan bahwa mereka ragu dan masih ingin memberikan ASI saja pada

baginya karena menganggap bayinya masih belum mampu mencerna makanan lain

selain ASI.

Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada tabel distribusi frekuensi pola

pemberian makanan pendamping ASI diketahui bahwa pola pemberian makanan

pendamping ASI yang tidak sesuai lebih besar dari pada pola pemberian makanan

59
pendamping ASI yang sesuai. Punuh, dkk (2018) dalam penelitiannya juga

memaparkan bahwa pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai lebih

besar dibandingkan dengan pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai dan

berdampak bagi status gizi bayi yang kurang. Dari hasil penelitian didapati tidak hanya

pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu cepat atau terlalu lama melainkan

tidak sesuai dengan yan dianjurkan. Dikatakan tidak sesuai dengan yang dianjurkan

karena ada jenis makanan yang seharusnya diberikan selalu tetapi hanya diberikan

sering atau kadang-kadang, bahkan ada yang tidak pernah diberikan. Beberapa ibu dari

responden mengatakan mereka memberikan makanan pendamping ASI berdasarkan

pengalaman sebelumnya dan juga pengalaman dari orangtua meraka sehingga banyak

dari jenis makanan pendamping ASI diberikan tidak sesuai dengan usia dan juga

frekuensinya.

6.2. Status Gizi Bayi Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas Kota

Manado

Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada tabel distribusi status gizi bayi

diketahui bahwa mayoritas bayi memiliki gizi baik, ada beberapa bayi yang tergolong

dalam kategori status gizi kurang dan tidak didapati bayi dalam kategori gizi buruk

mau pun gizi lebih. Punuh, dkk (2018) dalam penelitiannya juga memaparkan bahwa

mayoritas bayi miliki status gizi yang baik dan ada beberapa bayi yang termasuk dalam

kategori status gizi kurang bahkan gizi buruk. Dari hasil penelitian mayoritas bayi

justru termasuk dalam kategori gizi baik dan hanya sedikit yang termasuk dalam

kategori gizi kurang padahal frekuensi pemberian makanan pendamping ASI tidak

sesuai dengan usia dan jenisnya yang dianjurkan.

60
6.3. Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Bayi

Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas Kota Manado

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota

Manado, pola pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai merupakan

yang terbanyak dibandingkan yang tidak sesuai. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola pemberian makanan

pendamping ASI dengan status gizi bayi di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota

Manado. Hasil studi mengatakan bahwa pola pemberian makanan pendamping ASI

yang sesuai dengan jenis dan usia pemberiannya dapat meningkatkan status gizi bayi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh A. Halil Datesfordate, Rina

Kundre dan Julia V. Rottie pada tahun 2017 di wilayah kerja Puskesmas Bahu Manado

yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian

makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Hizkia Kandowangko, Nelly Mayulu dan Maureen Punuh pada tahun 2018 di 5

Puskesmas Kota Manado memberikan hasil yang sama yaitu terdapat hubungan yang

signifikan antara pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi. Hasil

penelitian dari Maureen Punuh, Chreisye Mandagi dan Rahayu Akili pada tahun 2018

di wilayah kerja Puskesmas Tuminting juga mendukung penelitian ini bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara pemberian makanan pendamping ASI dan status gizi

bayi. Penelitian-penelitian terkait diatas mendukung penelitian ini dengan hasil ada

hubungan yang signifikan antara pola pemberian makanan pendamping ASI dengan

status gizi bayi.

Dalam teorinya Mercer mengemukakan bahwa ibu dan anak saling berkaitan

dan berketergantungan. Dalam lingkup mikrosistem kemampuan ibu dalam

menjalankan perannya dapat dipengaruhi oleh personal dari ibu itu sendiri, misalnya

61
saja pola asuhnya saat masih anak-anak yang tetap diterapkan olehnya hingga saat ini.

Peran ibu juga bisa dipengaruhi oleh faktor kedewasaan, karena usianya yang dianggap

belum matang dan belum siap untuk menjalankan perannya sebagai seorang ibu hingga

dia salah dalam melaksanakannya. Tidak hanya itu, kesehatan ibu dan stress juga dapat

mempengaruhi ibu dalam menjalankan perannya. Sedangkan anak dalam pertumbuhan

dan perkembangannya sangat bergantung dan saling berkaitan dengan ibunya. Mercer

mengemukakan dalam teorinya bahwa ibu yang gagal menjalankan perannya anak

berdampak pada tempramen dari anaknya, kemampuan-kemampuan dari anaknya,

penampilannya, karakteristik dari anaknya, kecepatan merespon dan kesehatan anak.

Dihubungkan dengan kerangka konsep Ramona T. Mercer, peran ibu di

wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado dalam memberikan makanan

pendamping ASI yang sesuai dengan usia dan jenis pemberiannya meningkatkan

status gizi bayinya. Dari hasil penelitian pada umumnya ibu cenderung mengikuti dan

menerapkan pola asuh saat masih anak-anak pada bayinya sehingga terjadi kekeliruan

dalam pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai untuk bayinya, sebagai

contoh seorang ibu yang memberikan makanan pendamping ASI pada bayinya

sebelum usia 6 bulan dengan alasan sewaktu kecil ia pun demikian. Selain itu, ibu

dengan primigravida merupakan pengalaman pertamanya mengasuh bayi sehingga ibu

tersebut kurang paham tentang pemberian makanan pendamping ASI untuk anaknya.

Berdasarkan hasil penelitian, keberhasilan ibu dalam memberikan makanan

pendamping ASI yang sesuai dengan usia anak dan jenis pemberiannya dipengaruhi

oleh pola asuh, pengalaman dan sikap dari ibu itu sendiri. Semakin baik peran ibu

dalam memberikan makanan pendamping ASI maka akan semakin meningkatkan

status gizi anaknya.

62
6.4. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan data saat posyandu hari

ke-3 dan ke-4 karena mayoritas ibu dan bayi yang datang ke posyandu pada hari ke-3

dan ke-4 tidak termasuk dalam kriteria inklusi.

63
BAB VII
PENUTUP

7.1. Kesimpulan
Pola pemberian makanan pendamping ASI di wilayah kerja Puskesmas

Teling Atas kota Manado belum sesuai dengan yang telah dianjurkan. Mayoritas

ibu memberikan makanan pendamping ASI pada bayi dibawah usai 6 bulan.

Mayoritas status gizi bayi di wilayah kerja puskesmas Teling Atas kota

Manado ialah gizi baik.

Terdapat hubungan antara pola pemberian makanan pendamping ASI

dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas

kota Manado.

7.2 Saran
1. Untuk Pengembangan Ilmu Keperawatan

Penelitian ini hanya terdapat 2 variabel yaitu status gizi bayi dan pola

pemberian makanan pendamping ASI. Diharapkan peneliti selanjutnya

menambah variabel yang dapat mempengaruhi pemberian makanan

pendamping ASI seperti peran petugas kesehatan, perilaku, budaya dan faktor

lainnya terhadap pemberian makanan pendamping ASI.

2. Untuk Pengembangan Praktek Keperawatan

 Diharapkan tenaga kesehatan khususnya perawat dapat meningkatkan

program penyuluhan kesehatan mengenai pentingnya pemberian makanan

pendamping ASI yang sesuai, baik dalam jenis pemberian maupun usia

pemberiannya. Perawat berperan penting dalam mengaplikasikan perannya

sebagai educator dan concelor. Perawat diharapkan agar berkolaborasi

64
dengan petugas kesehatan lain seperti bidan dan dokter untuk melakukan

kontrol dan evaluasi kepada keluarga yang memiliki masalah dalam

pemberian makanan pendamping ASI.

 Bagi institusi kesehatan dalam hal ini Puskesmas dan Dinas Kesehatan,

diharapkan untuk bisa mensosialisasikan pentingnya pemberian makanan

pendamping ASI yang sesuai melalui berbagai media informasi. Bekerjasama

dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menghilangkan kebiasaan-

kebiasaan keliru yang sudah menjadi budaya yang buruk seperti memberikan

makanan pendamping ASI sebelum bayi berusia 6 bulan.

 Bagi institusi pendidikan, diharapkan untuk memberikan pendidikan

kesehatan tentang pemberian makanan pendamping ASI yang baik dan benar

sesuai dengan usia dan jenis pemberiannya serta dampak-dampak dari

pemberian makanan pendamping ASI secara dini pada masyarakat.

65
DAFTAR PUSTAKA
Aditianti, Prihatini, S., & Hermina. (2016). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Individu
Tentang Makanan Beraneka Ragam Sebagai Salah Satu Indikator Keluarga
Sadar Gizi (KADARZI). Buletin Penelitian Kesehatan.
Alligood, M. R. (2017). Pakar Teori Keperawatan dan Karya Mereka. Singapore:
Elsevier.
Damayanti, & Fatonah, S. (2016). Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping
ASI Dengan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan Pada Salah Satu Desa Di
Wilayah Lampung Timur. Jurnal Keperawatan.
Datesfordate, A. H., Kundre, R., & Rottie, J. V. (2017). Hubungan Pemberian
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Dengan Status Gizi Bayi Pada
Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado. Jurnal
Keperawatan.
Fikawati, S., Syafiq, A., & Veratamala, A. (2017). Gizi Anak dan Remaja. Depok: PT
Rajagrafindo Persada.
Hargi, J. P. (2013). Hubungan Dukungan Suami Dengan Sikap Ibu Dalam Pemberian
ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember. Jember:
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Indonesia, K. K. (2010). Buku SK Antropometri Kementerian Kesehatan. Retrieved
from Gizi, Departemen Kesehatan: http://gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2012/07/buku-sk-antropometri-2010.pdf
Indonesia, K. K. (2010). Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita. Retrieved from
Departemen Kesehatan: http://www.depkes.go.id/resources/download/info-
terkini/Kartu%20Menuju%20Sehat%20KMS.pdf
Indonesia, K. K. (2015). Buku Saku Pemantauan Status Gizi Dan Indikator Kinerja
Gizi. Retrieved from Gizi, Departeman Kesehatan: http://gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/FINAL_hasil_PSG_2015.pdf
Indonesia, K. K. (2015). Profil Kesehatan Indonesia. Retrieved from Pusat Data &
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia:
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-
pusdatin-profil-kesehatan.html
Indonesia, K. K. (2017). Buku Saku Pemantauan Status Gizi. Retrieved from
Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia:
http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/B
uku-Saku-Nasional-PSG-2017_975.pdf
Ir. Doddy Izwardy, M. (2018). Direktur Gizi Kemenkes: Campak Erat Kaitannya
Dengan Kurang Gizi. Retrieved from Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia: http://www.depkes.go.id/article/view/18011900003/direktur-gizi-
kemenkes-campak-erat-kaitannya-dengan-kurang-gizi.html

66
Irianto, K. (2014). Gizi Seimbang dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: Alfabeta.
Irianto, K. (2014). Ilmu Kesehatan Anak. Bandung: Alfabeta.
Kandowangko, H., Mayulu, N., & Punuh, M. I. (2018). Hubungan Antara Pemberian
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dengan Status Gizi Anak Usia 12-24
Bulan Di 5 Puskesmas Kota Manado. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Khasanah, D. P., Hadi, H., & Paramashanti, B. A. (2016). Waktu Pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Anak
Usia 6-23 Bulan Di Kecamatan Sedayu. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia.
Manado, D. K. (2017). Profil Kesehatan Kota Manado. Retrieved from Departemen
Kesehatan:
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_2
017/7171_Sulut_Kota_Manado_2017.pdf
Mardalena, I. (2017). Dasar-dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
Marmi, & Rahardjo, K. (2015). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pramudita, A. C. (2018). Hubungan Frekuensi Kunjungan Posyandu Dengan Status
Gizi Balita Di Puskesmas Girimulyo II Kulon Progo. Yogyakarta: Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas 'Aisyiyah.
Punuh, M. I., Mandagi, C. K., & Akili, R. A. (2018). Hubungan Antara Pemberian
Makanan Pendamping ASI dan Status Gizi Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tuminting. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
Ratulangi.
Ratufelan, E., Zainuddin, A., & Junaid. (2018). Hubungan Pola Makan, Ekonomi
Keluarga dan Riwayat Infeksi Dengan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat.
Rias, Y. A. (2016). Nutrisi Sang Buah Hati Bukti Cinta Ibu Cerdas. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Ridzal, M., Hadju, V., & Rochimiwati, S. (2013). Hubungan Pola Pemberian ASI
Dengan Status Gizi Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo
Kota Makassar. Jurnal MKMI.
Rohan, H. H., & Siyoto, S. (2013). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Siswanto, Susila, & Suyanto. (2017). Metode Penelitian Kombinasi Kualitatif
Kuantitaif Kedokteran & Kesehatan Pedoman Penyusunan Disertasi, Tesis &
Skripsi. Klaten: Bossscript.
Sujarweni, V. W. (2014). Metode Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Gava Media.

67
Sulistyoningsih, H. (2012). Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

68
LAMPIRAN
Lampiran 1
CURICULUM VITAE

A. Biodata Pribadi
Nama : Natalia Christie Angelica Letsoin
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir: Jayapura, 25 Desember 1994
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Katolik
Alamat : Perum. BTN Bumi Kamoro Indah Blok B2, Timika, Papua
Motto : Solo Dios Basta!
No. Handphone : 0853 5449 5439
Email : christie.letsoin@gmail.com
Nama Ayah : Emanuel Edward Letsoin, S.Pd
Nama Ibu : Marice Rumbekwan
B. Riwayat Pendidikan
1. TK YPPK Tiga Raja, Timika (2000-2001)
2. SD Inpres Koperapoka 1, Timika (2001-2007)
3. SMP YPPK Santo Bernardus, Timika (2007-2010)
4. SMA Negeri 1 Mimika (2010-2013)
5. Universitas Katolik De La Salle Manado (2014-2019)
C. Organisasi
1. PMR SMA Negeri 1 Mimika (2010-2013)
2. OSIS SMA SMA Negeri 1 Mimika (2010-2013)
3. BEM Fakultas Keperawatan Universitas Katolik
De La Salle Manado (2017-2018)
Lampiran 2

INFORMASI PELAKSANAAN PENELITIAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Bayi
Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas Kota Manado

TIM PENELITI
Peneliti Utama : Natalia Christie Angelica Letsoin, Mahasiswa Fakultas
Keperawatan, Universitas Katolik De La Salle Manado
Asisten Peneliti 1 : Dr. Indriani Yauri, MN
Asisten Peneliti 2 : M. Consolatrix da Silva, S.Kep., Ns., MSN

DESKRIPSI
Penelitian ini sedang dilaksanakan sebagai bagian dari Studi Ilmu Keperawatan yang
dilakukan oleh Natalia Christie Angelica Letsoin.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola pemberian
makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Teling Atas kota Manado.

KETERLIBATAN
Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat sukarela, tidak ada paksaan. Keputusan
anda untuk bersedia atau tidak bersedia, itu merupakan hak anda sepenuhnya dan tidak
akan berdampak pada hubungan anda dengan siapapun atau tidak merugikan anda
dalam hal apapun. Jika anda bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini, anda
dapat menandatangani formulir persetujuan.

KEUNTUNGAN YANG DIHARAPKAN


Saya berharap penelitian ini dapat bermanfaat untuk menjadi sumber informasi dalam
upaya untuk meningkatkan status gizi bayi dan dapat membantu dalam
mengembangkan pelayanan keperawatan.

RISIKO
Mungkin dalam proses penelitian ini, anda akan merasa kurang nyaman dan cemas
dalam hal memberikan informasi, tetapi peneliti menjamin identitas dan privasi anda
akan dirahasiakan dan tidak merugikan anda.

PRIVASI DAN KERAHASIAAN


Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian akan dijamin kerahasiaannya.
Nama anda akan dirahasiakan atau hanya akan menggunakan inisial. Hasil yang
diterima hanya akan digunakan dalam penelitian ini, jika data sudah tidak dibutuhkan
lagi maka data akan dimusnahkan atau dihancurkan.
PERSETUJUAN UNTUK BERPARTISIPASI
Kami meminta Anda agar menandatangani formulir persetujuan (terlampir) untuk
menginformasikan bahwa Anda setuju berpartisipasi dalam penelitian ini.

PERTANYAAN/INFORMASI LEBIH LANJUT TENTANG PENELITIAN


Jika ada pertanyaan atau memerlukan informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi
salah satu anggota tim peneliti di bawah ini:

Natalia Christie Angelica Letsoin +62 853 5449 5439 christie.letsoin@gmail.com


Dr. Indriani Yauri, MN +62 813 5565 8855 iyauri@unikadelasalle.ac.id
M. Consolatrix da Silva, S.Kep., Ns., +62 813 4024 5755 cdasilva@unikadelasalle.ac.id
MSN
Fakultas Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado

PERHATIAN/PENGADUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENELITIAN


UDLS berkomitmen dalam integritas dan kode etik dari proyek-proyek penelitian.
Namun, jika Anda memiliki kekhawatiran atau keluhan tentang etika proyek penelitian
ini, Anda dapat menghubungi Unit Etik Penelitian UDLS. Unit Etik Penelitian UDLS
tidak ada hubungannya dengan proyek penelitian ini dan dapat memfasilitasi
penyelesaian masalah Anda secara tidak memihak.

Terima kasih telah membantu dalam penelitian ini. Harap simpan lembaran ini
sebagai informasi Anda.
FORMULIR PERSETUJUAN PENELITIAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Bayi
Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas Kota Manado

NOMOR KONTAK PENELITI


Natalia Christie Angelica Letsoin +62 853 5449 5439 christie.letsoin@gmail.com
Fakultas Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado

PERNYATAAN PERSETUJUAN
Dengan bertanda tangan di bawah ini, Anda menyatakan bahwa Anda:
 Telah membaca dan memahami dokumen informasi mengenai penelitian ini.
 Telah mendapat penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan.
 Memahami bahwa jika Anda memiliki pertanyaan tambahan, Anda dapat
menghubungi peneliti.
 Memahami bahwa Anda bebas untuk mengundurkan diri dari penelitian ini setiap
saat, tanpa komentar atau penalti.
 Memahami bahwa penelitian ini akan menggunakan instrument penelitian/alat
ukur penelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
 Setuju untuk berpartisipasi dan bersedia menjawab semua pertanyaan dengan
benar tanpa paksaan dari siapapun.

Nama :

Tandatangan:

Tanggal :

Tolong kembalikan lembar ini kepada peneliti.


Lampiran 3

LEMBAR KUESIONER
HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN
STATUS GIZI BAYI USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TELING ATAS KOTA MANADO

No. Responden ..... (diisi oleh peneliti)

A. Data Demografi
1. Identitas Ibu
Nama (Initial) :
Alamat :
Usia :
Pendidikan Terakhir : □ Tidak sekolah
□ SD
□ SMP/Sederajat

□ SMA/Sederajat

□ D3, S1, S2, ...

Pekerjaan : □ IRT
□ Pedagang/Wiraswasta

□ Swasta

□ PNS

□ Lain-lain, ....
2. Identitas Bayi/Anak
Nama (Initial) :
Jenis Kelamin : □ Perempuan □ Laki-laki
Usia : bulan
Berat Badan Saat Lahir : kg
Berat Badan Saat Ini : kg
Jenis Persalinan :
Usia Pertama Mendapatkan MP-ASI :
B. Kuesioner Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI
Petunjuk Pengisian:
1) Sebelum mengisi pernyataan, bacalah petunjuk pengisian dengan seksama.
2) Kuesioner ini terdiri dari 17 pernyataan yang dibagi menjadi 4 kelompok
(Kelompok A, B, C dan D).
3) Tentukan kolom yang akan di isi sesuai dengan usia bayi ibu saat ini:
 Kolom kelompok A untuk bayi usia 6-7 bulan.
 Kolom kelompok B untuk bayi usia 7-9 bulan.
 Kolom kelompok C untuk bayi usia 9-12 bulan.
 Kolom kelompok D untuk bayi usia 12-24 bulan.
4) Berilah tanda centang (✔) pada kolom Frekuensi Pemberian (Selalu, Sering,
Kadang-kadang atau Tidak Pernah) sesuai dengan jenis makanan yang
diberikan ibu pada bayi ibu saat ini.
5) Bila ibu ingin memperbaiki jawaban, berilah tanda silang (✖) pada jawaban
yang ingin diperbaiki dan berilah tanda centang (✔) pada jawaban yang dipilih.
6) Kolom skor dan total skor tiap kelompok dibiarkan kosong (akan diisi oleh
peneliti).
7) Bila ada yang kurang jelas, silahkan bertanya pada peneliti.

Frekuensi Pemberian
Kelom Usia Jenis Makanan Kadang- Tidak Total
pok (Bulan) Selalu Sering kadang Pernah Skor
A 1. ASI
2. Karbohidrat:
Bubur cair:
6-7 bubur havermout
bulan atau bubur tepung
beras merah
3. Vitamin:
Sari buah
Skor
B 1. ASI
2. Karbohidrat:
Beras merah atau
ubi
7-9 3. Vitamin:
bulan Buah-buahan
4. Protein:
Hati ayam atau
kacang-kacangan
5. Serat:
Sayuran (wortel,
bayam dan sayuran
berdaun hijau
lainnya)
Skor
C 1. ASI
2. Karbohidrat:
Bubur beras
merah/
kentang/labu/jagun
9-12 g
bulan 3. Protein:
Daging/ayam/ikan/
kacang-kacangan
4. Lemak:
Minyak atau
santan
5. Vitamin:
Buah-buahan
6. Serat:
Sayuran (wortel,
bayam dan sayuran
berdaun hijau
lainnya)
Skor
D 1. ASI
2. Makanan
12 – 24 seperti orang
bulan dewasa,
termasuk telur
dan kuning
telurnya
3. Buah-buahan
Skor
Total Skor
C. Tabel Observasi Status Gizi Bayi
Tabel observasi status gizi bayi akan diisi oleh peneliti.
Nama Usia Berat
(Initial) (Bulan) Badan Z-Score Ambang Status Gizi
(Kg) Batas
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14
Lampiran 15
Lampiran 16
Lampiran 17
Lampiran 18
Lampiran 19
Lampiran 20

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian


Kuesioner Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI
Penyataan Kelompok A

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 11 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 11 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.
Reliability Statistics

Cronbach's Alpha
Based on
Cronbach's Alpha Standardized Items N of Items

,901 ,907 4

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

P1 2,64 1,362 11
P2 2,73 1,191 11
P3 2,64 1,120 11
Total 7,91 1,758 11

Inter-Item Correlation Matrix

P1 P2 P3 Total

P1 1,000 ,673 ,888 ,862


P2 ,673 1,000 ,443 ,703
P3 ,888 ,443 1,000 ,692
Total ,862 ,703 ,692 1,000
Summary Item Statistics

Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items

Inter-Item Correlations ,710 ,443 ,888 ,445 2,005 ,023 4

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Cronbach's Alpha
Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation if Item Deleted

P1 13,27 12,618 ,932 ,922 ,815


P2 13,18 15,764 ,667 ,587 ,910
P3 13,27 15,618 ,748 ,838 ,889
Total 8,00 10,600 ,856 ,779 ,859

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

15,91 23,491 4,847 4


Pernyataan Kelompok B

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 14 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 14 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha
Based on
Standardized
Cronbach's Alpha Items N of Items

,814 ,899 6

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

P4 2,43 1,284 14
P5 3,71 ,611 14
P6 3,36 ,633 14
P7 3,29 ,611 14
P8 3,57 ,646 14
TOTAL 15,29 2,199 14

Inter-Item Correlation Matrix

P4 P5 P6 P7 P8 TOTAL

P4 1,000 ,266 ,649 ,322 ,702 ,553


P5 ,266 1,000 ,483 ,647 ,640 ,867
P6 ,649 ,483 1,000 ,511 ,779 ,529
P7 ,322 ,647 ,511 1,000 ,529 ,736
P8 ,702 ,640 ,779 ,529 1,000 ,742
TOTAL ,553 ,867 ,529 ,736 ,742 1,000
Summary Item Statistics

Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items

Inter-Item Correlations ,597 ,266 ,867 ,601 3,257 ,026 6

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted

P4 29,21 17,104 ,590 ,746 ,782


P5 27,93 20,533 ,742 ,860 ,783
P6 28,29 20,681 ,683 ,725 ,788
P7 28,36 20,863 ,677 ,634 ,790
P8 28,07 19,764 ,842 ,788 ,767
TOTAL 16,36 9,170 ,827 ,915 ,812

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

31,64 25,016 5,002 6


Pernyataan Kelompok C

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 10 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 10 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha
Based on
Standardized
Cronbach's Alpha Items N of Items

,845 ,950 7

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

P9 3,20 ,919 10
P10 3,20 ,789 10
P11 3,20 1,033 10
P12 2,40 1,075 10
P13 3,40 ,843 10
P14 3,30 ,949 10
TOTAL 17,40 3,978 10

Inter-Item Correlation Matrix

P9 P10 P11 P12 P13 P14 TOTAL

P9 1,000 ,552 ,773 ,360 ,459 ,943 ,796


P10 ,552 1,000 ,900 ,812 ,702 ,653 ,786
P11 ,773 ,900 1,000 ,721 ,791 ,839 ,952
P12 ,360 ,812 ,721 1,000 ,784 ,523 ,764
P13 ,459 ,702 ,791 ,784 1,000 ,528 ,841
P14 ,943 ,653 ,839 ,523 ,528 1,000 ,877
TOTAL ,796 ,786 ,952 ,764 ,841 ,877 1,000
Summary Item Statistics

Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items

Inter-Item Correlations ,731 ,360 ,952 ,592 2,645 ,026 7

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted

P9 32,90 64,544 ,756 ,923 ,823


P10 32,90 65,433 ,822 ,992 ,824
P11 32,90 60,100 ,960 ,997 ,800
P12 33,70 62,678 ,747 ,981 ,818
P13 32,70 64,900 ,805 ,921 ,823
P14 32,80 62,844 ,851 ,975 ,814
TOTAL 18,70 23,344 ,972 ,998 ,928

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

36,10 76,544 8,749 7


Pernyataan Kelompok D

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 10 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 10 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha
Based on
Standardized
Cronbach's Alpha Items N of Items

,942 ,947 4

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

P15 3,10 ,994 10


P16 3,00 ,943 10
P17 2,70 1,160 10
TOTAL 8,30 1,252 10

Inter-Item Correlation Matrix

P15 P16 P17 TOTAL

P15 1,000 ,830 ,896 ,866


P16 ,830 1,000 ,813 ,659
P17 ,896 ,813 1,000 ,834
TOTAL ,866 ,659 ,834 1,000
Summary Item Statistics

Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items

Inter-Item Correlations ,816 ,659 ,896 ,237 1,360 ,006 4

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted

P15 14,00 9,556 ,940 ,884 ,903


P16 14,10 10,544 ,798 ,740 ,945
P17 14,40 8,711 ,916 ,840 ,907
TOTAL 8,80 8,622 ,834 ,789 ,939

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

17,10 16,322 4,040 4


Lampiran 21
Hasil Univariat
Statistics

Pendidika
Usia_I n_Terakhi Pekerja JK_Ba Usia_B BB_saat_l BB_Saat Jenis_Per UP_MP
bu r an yi ayi ahir _Ini salinan ASI

N Valid 66 66 66 66 66 66 66 66 66

Missin
0 0 0 0 0 0 0 0 0
g

Usia_Ibu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 19 Tahun 3 4,5 4,5 4,5

20 Tahun 3 4,5 4,5 9,1

21 Tahun 4 6,1 6,1 15,2

22 Tahun 5 7,6 7,6 22,7

23 Tahun 9 13,6 13,6 36,4

24 Tahun 5 7,6 7,6 43,9

25 Tahun 6 9,1 9,1 53,0

26 Tahun 9 13,6 13,6 66,7

27 Tahun 10 15,2 15,2 81,8

28 Tahun 5 7,6 7,6 89,4

29 Tahun 3 4,5 4,5 93,9

30 Tahun 1 1,5 1,5 95,5

31 Tahun 1 1,5 1,5 97,0

32 Tahun 1 1,5 1,5 98,5

35 Tahun 1 1,5 1,5 100,0


Total 66 100,0 100,0

Pendidikan_Terakhir

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid D3 5 7,6 7,6 7,6

S1 2 3,0 3,0 10,6

SD 2 3,0 3,0 13,6

SMA 44 66,7 66,7 80,3

SMP 13 19,7 19,7 100,0

Total 66 100,0 100,0

Usia_Bayi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 10 Bulan 4 6,1 6,1 6,1

11 Bulan 6 9,1 9,1 15,2

12 Bulan 6 9,1 9,1 24,2

16 Bulan 2 3,0 3,0 27,3

18 Bulan 1 1,5 1,5 28,8

20 Bulan 5 7,6 7,6 36,4

24 Bulan 9 13,6 13,6 50,0

6 Bulan 11 16,7 16,7 66,7

7 Bulan 3 4,5 4,5 71,2

8 Bulan 5 7,6 7,6 78,8

9 Bulan 14 21,2 21,2 100,0

Total 66 100,0 100,0


UP_MPASI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 Bulan 1 1,5 1,5 1,5

3 Bulan 2 3,0 3,0 4,5

4 Bulan 16 24,2 24,2 28,8

5 Bulan 18 27,3 27,3 56,1

6 Bulan 24 36,4 36,4 92,4

7 Bulan 5 7,6 7,6 100,0

Total 66 100,0 100,0


Lampiran 22
Hasil Uji Bivariat

Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI * Status Gizi Bayi Crosstabulation


Count

Status Gizi Bayi

Gizi Kurang Gizi Baik Total

Pola Pemberian Makanan Tidak Sesuai 7 35 42


Pendamping ASI Sesuai 0 24 24
Total 7 59 66

Pearson Correlations

Pola Pemberian
Makanan
Pendamping ASI Status Gizi Bayi

Pola Pemberian Makanan Pearson Correlation 1 ,260*


Pendamping ASI
Sig. (2-tailed) ,035

N 66 66

Status Gizi Bayi Pearson Correlation ,260* 1

Sig. (2-tailed) ,035

N 66 66

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


Lampiran 23
Lembar Coding

A. Data Demografi
Pendidikan Terakhir Kode
Tidak Sekolah 1
SD 2
SMP 3
SMA 4
Diploma 5
Sarjana 6

Pekerjaan Kode
IRT/Tidak Bekerja 1
Pedagang/Wiraswasta 2
Swasta 3
PNS 4
Lain-lain 5

B. Kuesioner Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI


Total Skor Pola Pemberian Kode
Makanan Pendamping ASI
Tidak Sesuai 1
Sesuai 2

C. Tabel Observasi Status Gizi Bayi


Status Gizi Kode
Gizi Lebih 4
Gizi Baik 3
Gizi Kurang 2
Gizi Buruk 1
Lampiran 24

Anda mungkin juga menyukai