PENDAHULUAN
Irianto (2014) mengatakan masalah yang ditimbulkan akibat status gizi yang rendah
pada balita ialah kurang gizi, kekurangan energi dan protein (KEP), kekurangan
vitamin dan mineral serta kekurangan asam lemak esensial. Status gizi yang rendah
dapat berdampak pada pertumbuhan dan pematangan organ yang terlambat (Fikawati,
Syafiq dan Veratamala, 2017). Selain itu, status gizi yang rendah erat hubungannya
dengan penyakit infeksi pada balita seperti yang dikatakan oleh Dr. Doddy Izwardi,
MA selaku Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes RI (2018) bahwa balita yang terkena
disimpulkan bahwa status gizi yang kurang atau gizi buruk dapat berpengaruh pada
tumbuh kembang anak terutama pada anak usia dini dan kejadian-kejadian penyakit
infeksi.
Gizi masih menjadi masalah global. Ratufelan, Zainuddin dan Junaid (2018)
mengatakan dari data seluruh dunia sekitar 45% kematian anak-anak di bawah usia 5
prevalensi sekitar 15%. Damayanti dan Fatonah (2016) juga mengatakan gizi buruk
merupakan penyebab langsung dari 300.000 kematian anak setiap tahunnya dan juga
secara tidak langsung menjadi penyebab setengah dari seluruh kematian anak di dunia.
Dapat disimpulkan bahwa gizi yang kurang merupakan masalah global terutama di
negara-negara berkembang yang cukup serius dan dapat berujung pada kematian.
1
Asia yang terdiri dari negara-negara berkembang pun tak luput dari masalah
gizi. Ridzal, Hadju dan Rochimiwati (2013) mengatakan bahwa hampir dari 800 juta
orang mengalami gizi kurang, di wilayah Asia itu sendiri memiliki prevalensi gizi
kurang sekitar 70%. Pramudita (2018) juga mengatakan gizi kurang terjadi di beberapa
wilayah Asia dengan prevalensi tertinggi berada di wilayah Asia Selatan sekitar 30%
dan di wilayah Asia Tenggara sekitar 16%. Dengan demikian kurang gizi masih
menjadi masalah yang cukup serius di Asia terutama di wilayah Asia Selatan.
Indonesia yang merupakan bagian dari Asia juga memiliki masalah gizi hampir
di seluruh wilayahnya. Pada tahun 2013 prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di
Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat yaitu sekitar 19,6% (Pusat Data
& Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015). Sedangkan menurut data dari Hasil
gizi buruk sekitar 3,5% dan gizi kurang sekitar 11,3%. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa gizi kurang dan gizi buruk masih menjadi masalah yang cukup
Sulawesi Utara pun tidak luput dari masalah gizi terutama pada bayi. Di
Sulawesi Utara tercatat hanya sekitar 1% bayi usia 0-23 bulan yang mengalami gizi
buruk dan sekitar 8,5% mengalami gizi kurang pada tahun 2015 (Hasil Pemantauan
Status Gizi Kementrian Kesehatan RI, 2015). Namun pada tahun 2017 prevalensi gizi
buruk naik menjadi 3,0% dan gizi kurang juga naik menjadi 11,1% dengan prevalensi
pemberian ASI eksklusif sekitar 23,4% (Hasil Pemantauan Status Gizi Kementrian
Kesehatan RI, 2017). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa capaian
pemberian ASI eksklusif yang belum memenuhi target merupakkan salah satu
2
Kota Manado juga memiliki masalah gizi pada bayi walau pun tidak begitu
menonjol. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Manado (2017), dari 11.007 bayi usia
0-23 bulan yang ditimbang terdapat sekitar 225 bayi yang memiliki berat badan
dibawah garis merah (BGM). Berdasarkan data dari Puskesmas Ranotana Weru Kota
Manado (2019), diketahui dari 511 anak sekitar 4 balita masuk dalam kategori kurus
dan 1 balita memiliki berat badan dibawah garis merah (BGM). Selain itu berdasarkan
data dari Puskesmas Teling Atas kota Manado (2018), diketahui dari 761 anak sekitar
6 balita masuk dalam kategori kurus dan 1 balita memiliki berat badan dibawah garis
merah (BGM). Dengan demikian walau pun dalam jumlah yang sedikit tetapi di kota
merekomendasikan 4 hal penting, salah satunya ialah pemberian MP-ASI sejak berusia
6-24 bulan. Selain itu, untuk mengatasi masalah gizi saat ini pemerintah telah
antara lain yaitu menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI Eksklusif
pada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan, makan beraneka ragam makanan,
menggunakan garam beryodium dan minum suplemen gizi (TTD, kapsul vitamin A
dosis tinggi) sesuai dengan anjuran (Aditianti, Prihatini dan Hermina, 2016).
Pemerintah juga telah menyediakan beberapa makanan tambahan dan vitamin untuk
pemenuhan gizi seimbang baik untuk ibu hamil, anak balita maupun remaja (Hasil
tambahan dan vitamin untuk ibu hamil, anak balita maupun remaja juga telah
dilakukan di Puskesmas Teling Atas kota Manado namun pada tahun 2018 masih
ditemukan anak balita yang mengalami gizi buruk bahkan gizi kurang karena memiliki
3
berat badan dibawah garis merah. Dengan demikian, sudah banyak upaya yang
dilakukan pemerintah dalam menanggulangi masalah gizi namun masih ada anak yang
Penelitian tentang usia pemberian dan jenis MP-ASI sangat bermanfaat bagi
instansi terkait khususnya puskesmas dalam program meningkatkan status gizi anak.
Penelitian mengenai status gizi sudah banyak dilakukan, namun di wilayah kerja
Puskesmas Teling Atas kota Manado penelitian tentang status gizi yang berkatian
dengan pola pemberian makanan pendamping ASI masih terbatas. Selain itu cakupan
ASI eksklusif yang merupakan salah satu indikator dalam memenuhi status gizi balita
pada wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado merupakan ketiga terendah
yaitu hanya sekitar 39% (Profil Kesehatan Kota Manado, 2017). Oleh karena itu,
Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Bayi Usia 6-24 Bulan”. Dengan
pentingnya pemberian MP-ASI sesuai jenis dan usia yang disarankan bagi status gizi
khususnya pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado. Bagi
institut pendidikan dapat menjadi bahan pelajaran khususnya bagi mahasiswa Fakultas
pemberian MP-ASI yang sesuai dengan jenis dan frekuensi pemberiannya serta usia
yang disarankan.
4
1.2. Tujuan
status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota
Manado.
bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota
Manado.
1.2.2.2. Diketahui gambaran status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja
dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Apakah ada hubungan yang signifikan antara pola pemberian makanan pendamping
ASI dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas
kota Manado?
5
1.4. Ringkasan Bab
Pada bab I berisi latar belakang, tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian.
Latar belakang membahas tentang masalah gizi di dunia maupun di Indonesia serta di
Sulawesi Utara, serta upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menangani
masalah gizi. Tujuan penelitian dibagi atas tujuan umum dan khusus. Pada bab II
masalah gizi, bab II juga membahas tentang tinjauan teori mengenai makanan
pendamping ASI yang berperan penting dalam status gizi bayi, serta penelitian terkait
dan teori keperawatan yang digunakan yaitu teori dari Ramona T. Mercer. Pada bab
III menjelaskan tentang konsep penelitian yang berisi kerangka konsep, hipotesis, serta
definisi operasional dari usia pemberian dan jenis makanan pendamping ASI pada
status gizi bayi. Pada bab IV menjelaskan tentang metodologi penelitian, lokasi
penelitian, waktu penelitian, populasi, sampel, pelaksanaan penelitian, analisa data dan
etika penelitian. Pada bab V menjelaskan tentang hasil penelitian yang diperoleh
berupa data demografi dari responden, pemberian makanan pendamping asi dan status
gizi bayi usia 6-24 bulan. Bab VII menjelaskan tentang pembahasan dari variabel-
variabel yang diteliti yaitu hubungan pola pemberian makanan pendamping ASI
dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota
Manado. Dan bab VIII menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran
oleh peneliti.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tinjauan pustaka yang bersumber dari buku/text book dan
keywords: status gizi, bayi, usia dan makanan pendamping ASI yang dimasukkan pada
search engine seperti google cendekia. Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep
dari status gizi, manfaat MP-ASI dan pemberian MP-ASI bagi status gizi anak serta
akan ditampilkan penelitian-penelitian terkait dengan topik penelitian ini. Bab ini juga
Gizi merupakan zat yang terkandung dalam makanan dan dibutuhkan oleh
tubuh untuk tumbuh kembang serta untuk menjaga kesehatan. Kata gizi secara
etimologi berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan (Rohan dan Siyoto,
2014), sedangkan menurut Irianto (2014) kata gizi berasal dari bahasa Arab yaitu “Al
Gizzai” yang berarti makanan dan manfaat makanan bagi kesehatan, bisa juga
diartikan sebagai sari makanan yang bermanfaat bagi kesehatan. Dan dalam bahasa
Inggris gizi disebut nutrition (Mardalena, 2017). Jadi gizi merupakan zat yang
terkandung dalam makanan yang dibutuhkan oleh tubuh dan bermanfaat bagi
kesehatan.
Gizi itu sendiri memiliki tingkatan yang dapat di ukur dengan status gizi. Status
gizi menurut Irianto (2014) adalah keadaan tubuh manusia akibat dari konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. Sedangkan
menurut Marmi dan Rahardjo (2015) status gizi merupakan akibat dari keseimbangan
7
antara asupan zat gizi dan kebutuhannya. Menurut Rohan dan Siyoto (2014) status gizi
merupakan keadaan dari keseimbangan zat gizi dalam bentuk variabel tertentu atau
variabel tertentu dari wujud nutrition. Dengan demikian status gizi merupakan
perwujudan dari keseimbangan zat-zat gizi yang diukur dengan variabel tertentu.
Status gizi dibedakan menjadi beberapa bagian yang dapat diukur dengan skala
pertumbuhan dibutuhkan indikator yaitu BB/TB, TB/U dan lingkar kepala. Menurut
Mardalena (2017), untuk mengetahui status gizi dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu penilaian secara langsung (antropometri, klinis, biokimia, biofisik) dan penilaian
secara tidak langsung (survei konsumsi makanan, statistik vital, serta faktor ekologi).
Jadi status gizi dapat digolongkan menjadi beberapa indikator dan dapat dilakukan
Penilaian status gizi secara langsung yang paling sering digunakan ialah
antropometri ialah ukuran tubuh manusia. Rias (2016) juga mengatakan antropometri
ialah pengukuran tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan gizi.
komposisi dari berbagai usia dan gizi yang relaitf mudah serta banyak digunakan.
Indeks antropometri dibagi menjadi 3 bagian yaitu berat badan menurut usia
(BB/U), tinggi badan menurut usia (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB). Marmi dan Rahardjo (2015) mengatakan indeks BB/U menunjukan status
gizi saat ini, indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lampau atau masalah gizi
dan indeks BB/TB menggambarkan status gizi saat ini dan lampau atau masalah gizi.
Sedangkan Rias (2016) mengatakan indeks BB/U ialah suatu ukuran yang
8
memberikan gambaran tentang massa tubuh seseorang dalam satuan kilogram, indeks
menggambakan berat badan memiliki hubungan yang sejajar dengan tinggi badan. Jadi
indeks antropometri yang terdiri dari beberapa bagian tersebut dapat memberikan
Penilaian naik atau tidaknya berat badan anak dapat dilihat pada KMS (Kartu Menuju
Sehat) yang merupakan gambar curva berat badan anak umur 0-5 tahun. Terdapat lima
garis pertumbuhan, yaitu tumbuh kejar atau catch-up growth atau N1 (arah garis garis
pertumbuhan melebihi arah garis baku), tumbuh normal atau normal growth atau NG
(arah garis pertumbuhan sejajar atau berhimpit dengan garis baku), growth faltering
atau GF (arah garis pertumbuhan kurang dari arah garis baku atau arah garis kurang
dari yang diharapkan), flat growth atau FG (arah garis pertumbuhan datar atau dengan
kata lain berat badan tetap), dan loss of growth atau LG (arah garis pertumbuhan
menurun dari arah garis baku). Contoh Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi balita dapat
9
Gambar 2.1 KMS Usia 0-24 Bulan Untuk Bayi Perempuan
Sumber: Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita (Kemenkes RI, 2010)
Sumber: Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita (Kemenkes RI, 2010)
10
Gambar 2.3 KMS Usia 0-24 Bulan Untuk Bayi Laki-laki
Sumber: Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita (Kemenkes RI, 2010)
Sumber: Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita (Kemenkes RI, 2010)
11
Menurut Rias (2016) berat badan dan tinggi badan memiliki kedudukan yang
sejajar. Perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan.
Saat yang menjadi indikator penilaian gizi yang baik ialah indeks BB/TB. WHO
menyarankan untuk menggunakan standar deviasi unit (SD) yang disebut Z-score
untuk memantau status gizi. Rumusnya ialah bila “nilai real” hasil pengukuran > =
Kategori status gizi Z-score dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Standard Harvard dalam Irianto (2014) yang dibagi menjadi empat bagian: pertama
ialah berat badan per usia yang terdiri dari gizi baik (bila BB bayi/anak menurut
usianya >89%), gizi kurang (bila BB bayi/anak menurut usianya sekitar 60,1%-80%),
gizi buruk (bila BB bayi/anak menurut usianya <60%); kedua ialah tinggi badan
menurut usia yang terdiri dari gizi baik (bila panjang/tinggi badan bayi/anak menurut
12
usianya >80%), gizi kurang (bila panjang/tinggi badan bayi/anak menurut usianya
sekitar 70,1%-80%), gizi buruk (bila panjang/tinggi badan bayi/anak menurut usianya
<70%); ketiga ialah berat badan menurut tinggi yang terdiri dari gizi baik (bila BB
panjang/tingginya <70%) dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.2.
13
Tabel 2.2 Berat dan Tinggi Badan Menurut Usia (usia 0-5 tahun, jenis
kelamin tidak dibedakan)
Usia Berat (kg) Tinggi (kg)
Tahun Bulan Normal Kurang Buruk Normal Kurang Buruk
Baku 80% 60% Baku 80% 60%
Baku Baku Baku Baku
0 - 3,4 2,7 2,0 60,5 43,0 35,0
1 4,3 3,4 2,5 60,0 46,0 38,0
2 5,0 4,0 2,9 68,0 49,0 40,5
3 5,7 4,5 3,4 60,0 51,0 42,0
4 6,3 5,0 3,8 62,0 53,5 43,5
5 6,9 5,5 4,2 64,5 54,5 45,0
6 7,4 5,9 4,5 66,0 56,0 46,0
7 8,0 6,3 4,9 67,5 57,5 47,0
8 8,4 6,7 5,1 62,0 52,2 48,5
9 8,9 7,1 5,3 70,5 60,0 42,5
10 9,3 7,4 5,5 72,0 61,5 50,5
11 9,6 7,7 5,8 73,5 63,0 51,5
1- 0 9,9 7,9 6,0 74,5 54,5 52,5
3 10,6 8,5 6,4 78,0 65,5 54,5
6 11,3 9,0 6,8 81,5 70,0 57,0
9 11,9 9,6 7,2 84,5 72,0 60,0
2- 0 12,4 9,9 7,5 87,0 74,0 61,0
3 12,9 10,5 7,8 88,5 76,0 62,5
6 13,5 11,2 8,1 92,0 78,0 64,0
9 14,0 11,7 8,4 94,0 80,0 66,5
3- 0 14,5 11,9 8,7 96,0 82,0 67,0
3 15,0 12,0 9,0 98,0 83,5 88,5
6 15,5 12,4 9,3 99,5 84,5 70,0
9 16,0 12,9 9,6 101,5 85,5 71,0
4- 0 16,5 13,2 9,9 103,5 87,5 72,0
3 17,0 13,6 10,2 105,0 89,5 73,5
6 17,4 14,0 10,6 107,0 90,0 74,7
9 17,9 14,4 10,8 108,0 91,5 75,5
5- 0 18,4 14,7 11,0 109,0 92,5 76,0
Sumber: Pedoman Ringkasan Pengukuran Antropometri Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (Irianto, 2014).
14
Dan ke-empat ialah lingkar lengan atas menurut usia yang terdiri dari gizi baik (bila
LLA bayi/anak menurut usianya >85%), gizi kurang (bila LLA bayi/anak menurut
usianya 70,1%-85%), gizi buruk (bila LLA bayi/anak menurut usianya <70%),
pengukuran status gizi bayi/anak berdasarkan LLA dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Standar Baku Lingkar Lengan Atas (LLA) Menurut Usia
Usia
Tahun Bulan Standar (cm) 85% (cm) 70% (cm)
0 6-8 14,75 12,50 10,50
0 9-11 15,1 13,25 11,00
1- 16,0 13,50 11,25
2- 16,25 13,75 11,50
3- 16,50 14,00 11,60
4- 16,75 14,25 11,75
5- 17,0 14,50 12,00
Sumber: Pedoman Ringkasan Pengukuran Antropometri Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (Irianto, 2014).
Klinis merupakan penilaian status gizi secara langsun yang kedua. Metode
pemeriksaan klinis ini berdasarkan perubahan yang terjadi dan dapat dihubungan
dengan ketidakcukupan zat gizi. Dampaknya dapat dilihat pada jaringan epitel seperti
kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan
permukaan tubuh misalnya kelenjar tiroid. Umumnya metode ini untuk suvei secara
cepat (rapid clinical surveys) yang dirancang untuk mendeteksi secara tepat tanda-
tanda klinis dari kekurang atau bahkan kelebihan zat gizi tertentu (Rias, 2016).
Biokimia merupakan penilaian status gizi secara langsung yang ketiga. Ini
merupakan pemerikasaan specimen dari berbagai jaringan tubuh seperti darah, urine,
tinja dan ada juga jaringan tubuh lainnya seperti hati dan otot yang diuji secara
laboratoris (Rias, 2016). Metode ini digunakan jika terjadi kemungkinan malnutrisi
yang lebih parah. Gejalanya kurang spesifik maka digunakan penentuan kimia agar
15
Penilaian status gizi secara langsung yang terakhir ialah biofisik. Ini
khususnya jaringan dan perubahan dari jaringan itu sendiri (Rias, 2016). Perubahan
dari struktur jaringan dapat dilihat secara klinis pada pengerasan kuku, pertumbuhan
rambut atau secara non klinis yaitu radiologi. Penilaian secara biofisik ini dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu uji radiologi, tes fungsi fisik (contohnya tes adaptasi
pada ruang yang gelap) dan sitologi (contohnya pada KEP dengan melihat adanya noda
pada mukosa oral). Namun pemeriksaan ini memerlukan biaya yang cukup mahal
(Mardalena, 2017).
Selain penilaian status gizi secara langsung ada juga penilaian status gizi secara
tidak langsung. Penilaian yang pertama yaitu survei konsumsi, survei konsumsi
pangan ini ialah metode yang digunakan untuk menentukan status gizi dengan
memantau jumlah dan zat gizi apa yang dikonsumsi. Pengumpulan data berdasarkan
metode ini memberi gambaran berbagai zat gizi yang dikonsumsi dan dapat
mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan zat gizi yang terjadi (Rias, 2016). Selain
itu ada juga penilaian faktor ekologi. Menurut Rias (2016) malnutrisi merupakan
masalah ekologi sebagai akibat dari interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan
lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat bergantung pada keadaan
ekologi dan keadaan ekologi yang buruk tentu saja mempengaruhi status gizi.
Penilaian secara tidak langsung yang terakhir ialah statistik vital yaitu dengan
menganalisis data status kesehatan yang ada seperti angka kematian berdasarakan usia,
angka kesakitan dan kematian akibat dari penyakit tertentu dan data-data yang
pada statistik vital maka kita dapat melihat indikator secara tidak langsung tentang
16
Gizi sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Tujuan dari
pemberian gizi yang baik ialah untuk mencapai tumbuh kembang anak yang adekuat
(Datesfordate, Kundre dan Rottie, 2017). Status gizi baik jika tubuh memperoleh zat-
zat gizi yang cukup dan digunakan secara efisien sehingga dapat memungkinkan
Kapantow dan Momongan, 2017). Kebutuhan gizi tidak sama bagi setiap orang, angka
kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan pada bayi dan balita (per orang, per hari)
dapat dilihat pada tabel 2.4 dan tabel 2.5 menunjukan pola makan (Rias, 2016).
Tabel 2.4 Kebutuhan Energi dan Protein Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi Rata-
Rata Per Hari
Umur Berat Badan Tinggi Badan Energi (Kkal) Protein (g)
(Kg) (cm)
0 – 6 bulan 5.5 60 560 12
7 – 12 bulan 8.5 71 800 15
1 – 3 tahun 12 90 1250 23
4 – 6 tahun 18 110 1750 32
Sumber: Rias, 2016
17
Masalah gizi pada bayi secara garis besar merupaka dampak dari asupan gizi
yang tidak seimbang (Mardalena, 2017). Konsumsi makanan yang tidak memenuhi
jumlah dan komposisi zat gizi yang tidak memenuhi syarat gizi seimbang, misalnya
bayi tidak memperoleh ASI eksklusif merupakan salah satu penyebab masalah gizi
pada bayi. Selain itu faktor lain yang juga mempengaruhi ialah ketersediaan pangan di
keluarga, khususnya pangan untuk bayi 0 – 6 bulan (ASI eksklusif) dan 6 – 23 bulan
(MP-ASI) dan pangan yang bergizi seimbang untuk ibu hamil (Irianto, 2014). Ada pun
faktor lainnya ialah pengetahuan, pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan
seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi (Rias, 2016).
yang diakibatkan oleh kurangnya asupan gizi atau ketidakmampuan tubuh untuk
menyerap atau memetabolizir zat gizi (Irianto, 2014). Kekurangan gizi sejak bayi
dalam kandungan serta tidak terpenuhinya kebutuhan gizi setelah bayi lahir dari ASI
pertumbuhan bayi (Marmi dan Rahardjo, 2015). Di Indonesia secara umum terdapat
dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi
energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro biasanya disertai dengan kekurangan
Gizi buruk adalah suatu keadaan dimana seseorang kekurangan nutrisi atau
nutrisinya berada dibawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksudkan berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Di Indonesia kasus kekurangan energi dan protein (KEP) ialah
salah satu masalah gizi yang paling banyak dijumpai pada anak dan balita (Marmi dan
18
Rahardjo, 2015). Ada beberapa penyebab gizi buruk antara lain kurangnya asupan gizi
dari makanan yang disebabkan oleh terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi
atau makanan tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan
oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat
makanan secara baik. Selain itu faktor ketersediaan pangan, perilaku dan budaya juga
Banyak anak di daerah tropis dari golongan miskin yang tinggal dalam desa
atau perkotaan menunjukkan pertumbuhan yang abnormal. Hal tersebut diketahui dari
berat badannya pada tahun-tahun pertama hidupnya. Pada enam bulan pertama
pertumbuhan bayi baik sekali berkat protein, kalori dan vitamin dari asupan ASI yang
baik dan bersih. Pada enam bulan selanjutnya pertumbuhan sedang-sedang saja tetapi
ASI tidak lagi cukup untuk memasok protein, kalori dan zat besi. Biasanya diberikan
makanan tambahan berupa pati dan karbohidrat dengan sedikit protein (Irianto, 2014).
Pada tahun ke-2 dan ke-3 pertumbuhan bayi buruk atau tidak ada pertumbuhan,
bahkan berat badan menurun untuk waktu lama karena kurang protein. Kekurangan
protein jarang terjadi pada bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif (Irianto,
2014). Kekurangan energi dan protein (KEP) ringan dan sedang pada anak gejala
klinisnya berupa kondisi badan yang tampak kurus, sedangkan gejala klinis KEP
berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe yaitu marasmus,
demikian, ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI sangat penting bagi bayi untuk
memenuhi zat-zat yang dibutuhkan dan agar bayi terhindar dari penyakit.
19
menyebabkan obesitas atau kegemukan pada bayi. Kegemukan yang terjadi pada bayi
akan menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi karena berat
badan yang diatas normal. Kekurangan energi dan protein (KEP) juga dapat
mengganggu tumbuh kembang bayi. Penanganan KEP ringan pada bayi ialah dengan
mengubah pola makanan atau menu makan sehari-hari dan memberika makanan yang
tinggi akan protein. Sedangkan pada KEP berat perlu ada perhatian khusus karena
penderitanya bisa dengan mudah terinfeksi dan dapat juga mengalami defisiensi zat
gizi lainnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa asupan gizi yang kurang atau
makanan yang kaya akan vitamin maka selama 6 bulan kebutuhan gizi anaknya akan
terpenuhi dari ASI yang diberikan. Anak yang tidak memperoleh cukul vitamin A dari
ASI beresiko terkena rabun senja. Setelah 6 bulan cadangan zat besi pada bayi yang
didapat selama dalam kandungan akan bekurang sehingga dibutuhkan asupan zat besi
tambahan yang di dapat dari ASI dan MP-ASI untuk mencegah kekurangan zat besi.
Tidak hanya itu, yodium juga sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan fisik dan
perkembangan fisik dan mental bagi. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
ASI dan MP-ASI sangat penting untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi dan
Gizi merupakan zat yang terkandung dalam makanan yang dibutuhkan oleh
tubuh ddan bermanfaat bagi kesehatan. Sedangkan status gizi merupakan perwujudan
dari keseimbangan zat-zat gizi yang diukur dengan variabel tertentu yang digolongkan
menjadi beberapa indikator. Penilaian status gizi yang paling sering digunakan ialah
20
pengukuran antropometri yang terdiri dari beberapa bagian serta memberikan
Secara garis besar masalah gizi pada bayi merupakan dampak dari asupan gizi
yang tidak seimbang. Asupan gizi yang tidak memenuhi syarat gizi seimbang misalnya
bayi tidak memperoleh ASI eksklusif dan tidak mendapatkan MP-ASI tepat
merupakan penyebab masalah gizi. Oleh karena itu, pemberian ASI eksklusif serta
tepatnya pemberian makanan pendamping ASI pada bayi berperan sangat penting
dalam memenuhi gizi bayi dan mencegah terjadinya masalah gizi pada bayi.
MP-ASI ialah makanan pendamping yang diberikan pada bayi setelah usia 6
sampai 24 bulan (Rohan dan Siyoto, 2014). Irianto (2014) mengatakan makanan
pendamping ASI (MP-ASI) ialah makan atau minuman yang mengandung gizi yang
diberikan pada bayi untuk memenuhi kebutuhan gizinya, MP-ASI mulai diberikan
sejak usia 6 bulan sampai 24 bulan. Dengan demikian, makanan pendamping ASI ialah
Pemberian MP-ASI bertujuan untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang
diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus
melengkapi zat-zat gizi yang tidak dapat dipenuhi dalam ASI dan mengembangkan
bayi untuk mengunyah dan menelan serta melakukan adaptasi terhadap makanan yang
21
mengandung kadar energi tinggi (Rohan dan Siyoto, 2014). Oleh karena itu, pemberian
MP-ASI berperan penting dalam pemenuhan gizi dan tumbuh kembang bayi.
MP-ASI terdiri dari beberapa jenis, menurut Mardalena (2017) ada 3 jenis MP-
ASI yaitu buah, makanan lunak dan makanan lembek. Rohan dan Siyoto (2014) juga
mengatakan yang sama dengan Mardalena (2017) yaitu 3 jenis MP-ASI yang teridiri
dari buah-buahan yang dihaluskan atau dalam bentuk sari buah (mis; pisang Ambon,
pepaya, jeruk, tomat), makanan lunak dan lembek (mis; bubur susu, nasi tim) dan
makanan bayi yang dikemas dalam kaleng atau karton atau sachet. Sedangkan jenis
makanan pendamping yang diberikan menurut WHO dalam Irianto (2014) yaitu bubur
atau sup dari makanan pokok (serealia, umbi-umbian dan buah-buahan yang
bertepung), kacang-kacangan (mis; kacang merah, kacang polong dan kacang hijau),
sumber makanan hewani (makanan dari hewan), sayuran berdaun hijau dan buah-
buahan serta minyak, lemak dan gula. Dengan demikian, ada beberapa jenis MP-ASI
kemampuan bayi. Agar kebutuhan gizi bayi terpenuhi dengan baik, ada hal- hal yang
harus diperhatikan dalam memberikan MP-ASI, yaitu MP-ASI hanya mulai diberikan
setelah bayi berusia 6 bulan, ASI tetap diberikan dengan pemberian ASI terlebih
dahulu sebelum MP-ASI, MP-ASI pertama yang diberikan harus memiliki tekstur
yang sangat halus dan licin, bubur nasi diberikan sebanyak 3 kali sehari dengan porsi
setiap kali makan disesuaikan dengan umur, berikan makanan selingan 2 kali sehari
diantara waktu makan (mis; biskuit, pisang, bubur kacang hijau), bubur saring hanya
boleh diberikan jika bayi telah tumbuh gigi dan makanan cincang hanya setelah bayi
pandai mengunyah, setiap kali makan cukup perkenalkan 1 jenis makanan saja dalam
jumlah kecil, tambahkan telur ayam / ikan / tahu / tempe / daging sapi / wortel / bayam
22
/ santan / minyak pada makanan pendamping, memperkenalkan sayuran dan buah-
buahan mulai dari yang berserat rendah (mis; wortel, tomat, bayam, jeruk, pisang,
pepaya, alpukat dan pir), sebaiknya makanan tidak dicampur karena bayi harus belajar
mengenal tekstur dan rasa makanan, sebagai selingan dapat diberikan sari buah yang
manis dan disaring, bayi diajari makan dan minum sendiri menggunakan sendok dan
gelas serta tetap berikan ASI sampai usia 2 tahun (Sulistyoningsih, 2012). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.6 tentang pemberian makanan pendamping ASI
23
Makanan pendamping ASI atau yang lebih dikenal dengan MP-ASI adalah
kebutuhan gizi bayi sejak usia 6 bulan hingga 24 bulan serta berperan penting dalam
tumbuh kembang bayi. MP-ASI terdiri dari beberapa jenis dengan manfaatnya masing-
keywords: status gizi, MP-ASI yang dimasukka pada search engine seperti google
cendekia.
Penelitian terkati yang pertama ialah penelitian yang dilakukan pada tahun
2017 oleh A. Halil Datesfordate, Rina Kundre dan Julia V. Rottie tentang Hubungan
Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Dengan Status Gizi Bayi
Pada Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado. Tujuan penelitian
tersebut untuk mengetahui hubungan pemberian makanan pendamping air susu ibu
(MP-ASI) dengan status gizi bayi pada usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Bahu Manado. Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian yang bersifat
tersebut ialah seluruh ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Bahu Manado dengan total sampel sebanyak 79 responden. Dari penelitian
tersebut didapati hasil bahwa yang memiliki MP-ASI baik dengan status gizi baik
sebanyak 34 responden (43,0%), MP-ASI baik dengan status gizi buruk sebanyak 23
responden (29,0%), MP-ASI buruk dengan status gizi buruk sebanyak 20 responden
(25,3%), MP-ASI buruk dengan status gizi baik sebanyak sebanyak 2 responden
24
(2,5%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai ρ=0,000 yang berarti ρ lebih besar
dari α (ρ=0,000 > α=0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi usia 6-12 di wilayah kerja
cukup besar yaitu 72,2% namun bukan semerta-merta berarti bahwa status gizi bayi di
wilayah kerja Puskesmas Bahu Manado baik karena terbukti status gizi di wilayah
Pemberian Makanan Pendamping ASI Dan Status Gizi Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tuminting pada tahun 2018 oleh Maureen Punuh, Chreisye Mandagi dan
Rahayu Akili. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk menganalisis hubungan
antara pemberian makanan pendamping ASI dan status gizi balita di wilayah kerja
dengan desain penelitian cross sectional (potong melintang). Populasi pada penelitian
tersebut yaitu seluruh balita usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tuminting
dengan sampel berjumlah 100 orang balita, sampel diambil dengan teknik purposive
sebesar -0,202 dan nilai ρ value sebesar 0,044. Hal tersebut berarti nilai value (0.044)
lebih kecil dari nilai α (0,05) yang berarti terdapat hubungan antara usia pertama
pemberian MP-ASI dengan status gizi berdasarkan indeks BB/U. Tetapi berdasarkan
indeks BB/PB menunjukan nilai koefisien korelasi sebesar -0,070 dan nilai ρ value
sebesar 0,461 yang berarti tidak ada hubungan antara usia pertama pemberian MP-ASI
dengan status gizi. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa pemberian MP-ASI yang
25
Penelitian terkait yang ketiga pada tahun 2018 oleh Hizkia Kandowangko,
Nelly Mayulu dan Maureen Punuh tentang Hubungan Antara Pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) Dengan Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Di 5
antara pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) dengan status gizi anak usia 12-
tersebut ialah 2644 anak dengan sampel berjumlah 110 anak. Hasil dari penelitian ini
menunjukan terdapat hubungan antara pemberian MP-ASI dengan status gizi (BB/U),
tidak terdapat hubungan antaran pemberian MP-ASI dengan status gizi (PB/U) dan
terdapat hubungan antara pemberian MP-ASI dengan status gizi (PB/BB) pada anak
usia 12-24 bulan di 5 Puskesmas kota Manado. Dari penelitian ini diketahui pemberian
MP-ASI yang tidak tepat waktu dapat mempengaruhi status gizi anak.
Penelitian terkait yang keempat ialah penelitian yang dilakukan pada tahun
2016 oleh Dwi Puji Khasanah, Hamam Hadi, Bunga Astria Paramashanti tentang
Kejadian Stunting Anak Usia 6-23 Bulan Di Kecamatan Sedayu. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara waktu mulai pemberian serta jumlah
asupan energi dan protein dari MP-ASI dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23
dengan desain studi cross sectional. Populasi dari penelitian tersebut ialah ibu yang
memiliki anak usia 6-23 bulan di 10 klaster posyandu di Kecamatan Sedayu dengan
total sampel sebesar 190 sampel. Hasil analisis bivariat penelitian ini menunjukan
stunting. Dalam penelitian ini mayoritas pendidikan ibu ialah SMA dengan usia kira-
26
kira 20-30 tahun dan hanya sebagai ibu rumah tangga namun pemahaman mengenai
pemberian MP-ASI masih sangat minim sehingga menimbulkan masalah gizi yang
berakibat stunting.
pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai dengan yang dianjurkan dapat
mempengaruhi status gizi pada bayi, semakin tepat pemberian makanan pendamping
ASI pada bayi maka semakin baik status gizi yang diperoleh bayi.
27
Tabel 2.7 Penelitian Terkait
No. Penulis Tempat Tahun Tujuan Desain Populasi/Samplin Hasil Manfaat dan/
Penelitian Penelitian/Metode/ g/Sampel atau limitasi
Statistik Test dari penelitian
1. A. Halil Wilayah 2017 Untuk Desain penelitian Populasi pada Dari penelitian Pada
Datesford Kerja mengetahui yang digunakan penelitian ini tersebut didapati penelitian ini
ate, Puskesmas hubungan adalah observasi adalah semua ibu hasil bahwa yang prevalensi
Rina Bahu pemberian analitik dengan yang memiliki memiliki MP-ASI pemberian
Kundre, Manado. makanan pendekatan cross bayi berusia 6 – baik dengan status MP-ASI
Julia V. pendampin sectional. 12 bulan dan gizi baik sebanyak cukup besar
Rottie g ASI sampel berjumlah 34 responden yaitu 72,2%
(MP-ASI) 79 responden. (43,0%), MP-ASI namun bukan
dengan baik dengan status semerta-merta
status gizi gizi buruk sebanyak berarti bahwa
28
bulan di yang
Kecamatan berakibat
Sedayu. stunting
2.4. Aplikasi Teori Keperawatan
di Montgomery, Alabama. Setelah itu, ia sempat bekerja sebagai staf perawat, kepala
ruangan dan instruktur di area pediatric, obstetric dan penyakit contagious. Kemudian
tahun 1973.
Pada tahun 1983, ia dipromosikan sebagai profesor dan akhirnya menjadi Profesor
32
banyak memperoleh penghargaan dan juga ia tergolong dalam anggota Sigma Theta
Tau. Disamping itu, Remona T. Mercer juga sering menulis beberapa artikel, jurnal,
pertama: inti diri yang relatif stabil yang diperoleh dari proses sosialisasi, bagaimana
ibu mengartikan dan merasakan saat-saat sebagai seorang ibu, pendapatnya terhadap
bayinya dan respon orang lain terhadap perubahan peran sebagai seorang ibu dengan
32
situasi kehidupannya, yang merupakan dunia sesungguhnya dari seorang ibu. Kedua:
selain sosialisasi ibu, tingkat perkembangan ibu dan karakteristik asli personal juga
Selain itu juga ada asumsi utama ketiga: peran ibu dan bayinya akan
menggambarkan kemampuan ibu dalam berperan sebagai seorang ibu melalui proses
pertumbuhan dan perkembangan. Keempat: bayi dianggap sebagai partner aktif dan
memberikan pengaruh dalam proses pencapaian peran sebagai ibu. Kelima: ayah juga
merupakan partner ibu dalam pencapaian peran dan tidak dapat diduplikasi oleh orang
sebagai ibu dan saling bergantung satu sama lainnya (Alligood, 2017).
Konsep utama dan definisi yang pertama yaitu pencapaian peran maternal yang
merupakan interaksi dan proses perkembangan yang terjadi selama seorang ibu
33
sebagai seorang ibu (Alligood, 2017). Lalu persepsi tentang pengenalan melahirkan
sebagai persepsi individual tentang bagaimana orang lain memandang dan menerima
dirinya (Mercer, dkk, 1986 dalam Alligood, 2017). Setelah itu ada konsep diri
33
(penghargaan terhadap diri sendiri) yang merupakan persepsi diri tentang kepuasan
diri, penerimaan diri, harga diri, serta keselarasan dan perbedaan antara diri dan ideal
Selanjutnya yaitu fleksibilitas dalam sikap mendidik dan mengasuh anak yang
akan meningkat bersamaan dengan perkembangan. Ibu yang usianya lebih tua
cenderung lebih cepat dan tidak kaku ketika merespon bayi mereka dan melihat
berbagai situasi yang terjadi dalam suasana yang unik (Alligood, 2017). Setelah itu
ialah perilaku pengasuhan anak yang merupakan sikap maternal atau keyakinan
Berikutnya adalah status kesehatan yang didefinisikan sebagai persepsi ibu dan
sakit dan penolakan terhadap peran sakit (Alligood, 2017). Lalu ada kecemasan yang
34
stres baik situasi berbahaya atau mengancam dan situasi spesifik lainnya (Alligood,
2017).
Setelah itu adalah depresi yang menurut Mercer dan rekannya (1986) ialah
menunjukkan sejumlah gejala depresif dan terutama pada komponen afektif dari
suasana perasaan depresi (Alligood, 2017). Ada juga ketegangan peran yang adalah
konflik dan perasaan sulit seorang perempuan dalam memenuhi kewajibannya sebagai
34
Perasaan dekat merupakan salah satu komponen peran dan identitas orang tua.
Hal tersebut dipandang sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh kasih sayang dan
Temperamen bayi ialah ketika bayi mulai menyampaikan bahasa isyarat yang sulit
sehingga memicu timbulnya perasaan frustasi dan tidak kompeten paa ibu (Alligood,
2014).
(Alligood, 2017). Bahasa isyarat bayi dikatakan sebagai sikap bayi yang menunjukkan
yang dinamis mencakup subsistem – individual (ibu-ayah, ibu-bayi baru lahir/bayi dan
ayah-bayi baru lahir/bayi) termasuk dalam suatu sistem keluarga (Alligood, 2017).
Menurut Mercer dan Ferketich (1995) fungsi dari keluarga yaitu aktivitas dan
hubungan antara keluarga dan subsistem serta unit sosial terkait (Alligood, 2017).
Ayah juga memiliki kontribusi dalam pencapaian peran sebagai ibu dengan
cara yang tidak dapat ditiru orang lain (Alligood, 2017). Interaksi dari seorang ayah
perannya (Alligood, 2017). Menurut Mercer (1990) stres dapat memberikan dampak
positif dan negatif dalam kehidupan dan merupakan variabel dari lingkungan
(Alligood, 2017).
diperoleh dan orang yang memberikan bantuan (Alligood, 2017). Dukungan sosial
35
terbagi menjadi empat bagian, yaitu dukungan emosional yang merupakan perasaan
individual melalui pemberian informasi yang berguna dalam menghadapi masalah dan
atau situasi tertentu; dukungan fisik yang merupakan bantuan langsung; dan dukungan
pasangan yang mencakup nilai aktual, tujuan dan kesepatakan antara keduanya
Bronfenbrenner (1979) yang dapat di lihat pada gambar 2.5 dibawah ini.
36
Gambar 2.5 Maternal Role Attainment Ramona T. Mercer
Makrosistem
Mesosistem
Mikrosistem
Hubungan Ibu-Ayah
Ibu
Empati—sensitivitas terhadap
isyarat-isyarat
Anak
Harga diri/konsep diri
Pola asuh saat masih anak- Temperamen
anak Kemampuan untuk
Kedewasaan/fleksibilitas memberikan isyarat
Sikap Penampilan
Kehamilan/Pengalaman Karakteristik
melahirkan Kecepatan merespon
Kesehatan/depresi/kecemasan Kesehatan
atau ansietas
Konflik peran/ketegangan
Stres
Peran Ibu/Identitas
Hasil Akhir Anak
37
pencapaian peran maternal atau pencapaian dari ibu terjadi. Faktor-faktor yang
termasuk yaitu fungsi keluarga, hubungan ibu-ayah, dukungan sosial, status ekonomi,
37
Yang kedua ialah mesosistem yang meliputi pengaruh dan berinteraksi dengan
hari, sekolah, tempat kerja, tempat ibadah dan lingkungan yang umum berada dalam
individu. Makrosistem terdiri dari sosial, politik dan budaya. Lingkungan pelayanan
kesehatan dan kebijakan sistem kesehatan yang berdampak pada pencapaian peran ibu
(Alligood, 2017).
proses yang terdiri dari 4 tahap yaitu, pertama: anticipatory yang dimulai dari
kehamilan yang menggambarkan kesiapan seorang ibu secara sosial dan psikologis
dalam menerima kehamilannya. Kedua: formal yang dimulai ketika kelahiran bayi,
dimana ibu mulai belajar untuk mandiri dalam menjalankan perannya sebagai seorang
38
ibu. Ketiga: informal dimulai ketika ibu berusaha untuk mengembangkan perannya
menurut dirinya sendiri dan tanpa mencontoh peran ibu yang lain. Keempat: personal
adalah tahap dimana ibu sudah menghayati perannya sebagai seorang ibu (Alligood,
2017). Untuk lebih singkatnya dapat dilihat pada gambar 2.5 tentang teori Maternal
Paradigma Keperawatan
Keperawatan ialah profesi yang dinamis dengan tiga fokus utama yaitu
siapa saja yang memerlukan untuk mendapatkan kesehatan yang optimal serta
38
Mercer tidak secara spesifik menjabarkan tentang konsep manusia, namun
diartikan kepada diri sendiri atau inti diri. Mercer memandang diri sebagai suatu
bagian yang tidak terpisahkan dari peran yang dijalankannya. Mungkin bagi seorang
dirinya ketika menjalani perannya sebagai ibu dengan bayinya melalui individualisasi
sebelumnya, kesehatan saat ini, gambaran mengenai sehat, orientasi mengenai sakit
dan penolakan peran sakit. Status kesehatan pada bayi yang baru lahir adalah
gambaran dari kedua orang tua terhadap kemungkinan penyakit yang dapat terjadi
(Alligood, 2017).
ekologis dalam pencapaian peran sebagai seorang ibu. Perkembangan dari peran
39
seseorang tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan. Stres dan juga dukungan
sosial di dalam lingkungan mempengaruhi pencapaian peran sebagai seorang ibu dan
39
BAB III
OPERASIONAL
Pada bab ini peneliti akan membahas tentang kerangka konsep penelitian ini
yang diambil dari teori Maternal Role Attainment-Becoming A Mother oleh Ramona
T. Mercer, juga akan membahas mengenai hipotesis penelitian dan definisi operasional
Mercer terutama dalam lingkup yang ketiga yaitu mikrosistem dikatakan peran ibu
akhir dari anak seperti perkembangan mental, perilaku, kesehatan dan kemampuan
sosial anak.
Status Gizi Bayi. Peran ibu dalam memberikan makanan pendamping ASI dengan baik
dan benar sesuai dengan yang disarankan akan berdampak pada status gizi dari
anaknya. Namun seorang ibu bisa saja gagal dalam menjalankan perannya dan akan
40
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Ramona T. Mercer
Makrosistem
Mesosistem
Mikrosistem
Hubungan Ibu-Ayah
Ibu
Empati—sensitivitas terhadap
isyarat-isyarat
Anak
Harga diri/konsep diri
Pola asuh saat masih anak- Temperamen
anak Kemampuan untuk
Kedewasaan/fleksibilitas memberikan isyarat
Sikap Penampilan
Kehamilan/Pengalaman Karakteristik
melahirkan Kecepatan merespon
Kesehatan/depresi/kecemasan Kesehatan
atau ansietas
Konflik peran/ketegangan
Stres
Peran Ibu/Identitas
Hasil Akhir Anak
Pola Pemberian Makanan
Status Gizi Bayi
Pendamping ASI
Keterangan:
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
41
3.2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang digunakan untuk mengukur variabel pada penelitian ini adalah:
pendamping ASI dengan status gizi bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas kota
Manado.
ASI dengan status gizi bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado.
42
3.3. Definisi Operasional
43
sampai 24 ASI yang
bulan dikelompo
(Irianto, kan
2014). menjadi 4
kelompok
usia.
44
BAB IV
METODE PENELITIAN
Pada bab ini peneliti akan membahas tetang desain penelitian, lokasi dan waktu
pendekatan cross sectional dengan tujuan untuk mencari adanya hubungan antara pola
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado.
Pengambilan data awal pada Maret 2019 dan penelitian ini dilakukan pada 5-8 Agustus
2019.
4.4. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah bayi berusia 6-24 bulan yang tercatat di
wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado yang berjumlah 66 responden dan
45
4.5. Sampel
Kriteria inklusi ialah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi
target dan terjangkau yang akan diteliti (Sujarweni, 2014). Dalam penelitian ini kriteria
inklusinya ialah bayi berusia 6-24 bulan dan tidak dalam keadaan sakit di wilayah kerja
Puskesmas Teling Atas kota Manado serta ibu bayi atau yang mengasuh bayi.
kriteria inklusi dari penelitian karena sebab tertentu (Sujarweni, 2014). Dalam
penelitian ini kriteria eksklusi ialah bayi yang dalam keadaan sakit.
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah tabel observasi
dan kuesioner. Tabel observasi digunakan untuk menilai status gizi bayi, tabel berisi
nama bayi, usia dan berat badan, z-score, nilai ambang batas dan status gizi bayi
lebih bila diperoleh hasil >+2 SD, gizi baik bila diperoleh hasil >-2 SD sampai dengan
+2 SD, gizi kurang bila diperoleh hasil >-3 SD sampai dengan <-2 SD dan gizi buruk
bila diperoleh hasil <-3 SD berdasarkan pada tabel kategori dan ambang batas status
46
Kuesioner yang digunakan diambil dari tabel pemberian MP-ASI oleh
Sulistyoningsih (2012) yang diberikan pada ibu responden untuk menilai usia
skala Likert yang 17 pernyataan tentang jenis MP-ASI yang dikelompokan menjadi 4
merupakan pola pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai dan <9 merupakan
pola pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai), kelompok B (15 dengan
kesimpulan >15 merupakan pola pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai
dan <15 merupakan pola pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai),
pendamping ASI yang sesuai dan <18 merupakan pola pemberian makanan
merupakan pola pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai dan <9 merupakan
pola pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai). Nilai pola pemberian
MP-ASI diperoleh sesuai dengan usia responden. Tabel pengukuran status gizi dan
47
4.7. Uji Coba Instrumen Penelitian
Uji coba instrument berupa kuesioner yang dilakukan pada 45 responden yang
dibagi dalam 4 kelompok usia di Puskesmas Ranotana Weru dengan kriteria yang sama
dengan sampel di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado. Uji intstrumen
berupa uji validitas dan reliabilitas yang dianalisis menggunakan SPSS 22.0.
menjadi 4 kelompok sesuai usia bayi. Pada proses uji validitas kuesioner, digunakan r
kelompok B dengan r tabel 0,532, kelompok C dengan r tabel 0,632 dan kelompok D
menunjukka bahwa nilai r hitung ≥ nilai r tabel yang berarti kuesioner yang digunakan
adalah valid.
dilakukan uji reliabilitas pada kelompok A didapati alpha cronbach 0,901 ≥ 0,80 yang
didapati alpha cronbach 0,942 ≥ 0,80 yang berarti kuesioner kelompok D juga reliabel.
Kuesioner pola pemberian makanan pendamping ASI memiliki korelasi yang kuat (>
0.80).
48
4.8. Pengumpulan Data
Pengumpulan data status gizi bayi serta usia pemberian dan jenis
makanan pendamping ASI
Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Manado, Kepala Dinas Kesehatan
Kota Manado dan dari Kepala Puskesmas Teling Atas Kota Manado sebagai tahap
awal. Setelah itu, penelitian dilakukan dengan mengunjungi posyandu dan door to
door untuk bertemu dengan responden lalu dilakukan penjelasan tujuan penelitian dan
penandatanganan informed consent oleh ibu dari responden jika bersedia menjadi
responden pada 5-8 Agustus 2019. Kemudian dilakukan pengumpulan data status gizi
bayi serta pola pemberian makanan pendamping ASI melalui tabel observasi dan
kuesioner yang berisi 17 pernyataan yang dibagi dalam 4 kelompok usia, data tersebut
49
4.9. Analisa Data
Penelitian ini diolah dalam beberapa tahap, proses analisa data meliputi
editing, coding, scoring, tabulasi, analisa data dan cleaning. Editing adalah
pernyataan yang ada di kuesioner yang telah diisi oleh responden dengan benar.
Dalam penelitian ini peneliti memeriksa kembali tiap jawaban yang ada di
kuesioner yang telah diisi oleh ibu responden atau yang mengasuh reponden.
penelitian ini coding untuk data pendidikan terakhir ibu responden atau yang
(Diploma) dan 6 (Sarjana). Coding untuk pekerjaan ibu responden atau yang
(Swasta), 4 (PNS), 5 (Lain-lain). Coding untuk totak skor dari kuesioner pola
untuk status gizi bayi pada tabel observasi ialah 4 (Gizi Lebih), 3 (Gizi Baik), 2
Tabulasi data dalam penelitian ini dilakukan master tabel untuk setiap data
yang ada terutama pada kuesioner yang kemudian dianalisis dengan menggunakan
diteliti yaitu melihat gambaran distribusi frekuensi data demografi dan variabel
Analisa bivariat dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan pola
pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi. Penelitian ini
50
menggunakan teknik statistik parametrik dengan uji korelasi Pearson dengan
derajat kepercayaan 95% (CI 95 α ≤ 0,05), jika α < 0,05 maka H0 ditolak yang
berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dan
jika α > 0,05 maka H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan
beberapa prinsip. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan prinsip berbuat baik
tujuan dari penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lembar persetujuan
ibu yang bersedia menjadi responden diminta mengisi dan menandatangani lembar
Dalam pengumpulan data responden tidak mencantumkan nama bayi dan ibu
atau yang mengasuh bayi (anonimity) pada lembar pengumpulan data, cukup dengan
mencantumkan tanda tangan pada lembar persetujuan. Setelah itu peneliti memberi
atau mencantumkan kode pada lembar kuesioner. Setiap ibu atau yang mengasuh bayi
mempunyai hak dasar individu seperti privasi dan kebebasan dalam memberikan
informasi, juga berhak untuk tidak memberikan informasi yang diketahuinya kepada
Peneliti berusaha agar tidak merugikan (non maleficence) ibu dan bayi yang
tentang pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai dengan usia dan jenis
pemberiannya pada ibu. Selain itu, peneliti melakukan penelitian sesuai dengan
51
prosedur guna mendapatkan hasil yang bermanfaat bagi subjek penelitian dan dapat
Dalam penelitian ini peneliti bersikap adil (justice) pada semua responden.
Keadilan yang dimaksud dalam penelitian ini ialah semua responden mendapat
perlakuan yang sama tanpa membedakan agama, budaya, kaya atau miskin. Semua
52
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dalam bab V membahas hasil penelitian yang terdiri dari hasil uji univariat dan
hasil uji bivariat. Penelitian tentang Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping
ASI dengan Status Gizi Bayi Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Teling
Atas Kota Manado pada tanggal 5 Agustus sampai 8 Agustus 2019. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya hubungan yang signifikan antara
Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Bayi Usia 6-24 Bulan
di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas Kota Manado. Dalam penelitian ini
penelitian ini diperoleh melalui wawancara terpimpin dan jawaban kuesioner yang
melakukan pengolahan data melalui SPSS 22.0. Hasil yang didapatkan berdasarkan
pengolahan data dan analisis data disajikan peneliti dalam karakteristik responden,
data demografi responden ibu dan bayi yang berisi usia, pendidikan, pendapatan
perbulan, dukungan suami dan sikap ibu, dan pemberian ASI eksklusif dapat dilihat
53
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Data Karakteristik Demografi Responden
Demografi Frekuensi (n) Persentase (%)
IBU
Usia
19 – 23 tahun 24 36,3
24 – 28 tahun 35 53,1
29 – 35 tahun 7 10,5
Total 66 100
Pendidikan Terakhir
SD 2 3,0
SMP 13 19,7
SMA 44 66,7
Diploma 5 7,6
Sarjana 2 3,0
Total 66 100
Pekerjaan Ibu
Honorer 1 1,5
IRT 47 71,2
Wiraswasta 13 19,7
Swasta 3 4,5
PNS 2 3,0
Total 66 100
BAYI
Usia
6 bulan 11 16,7
7 bulan 3 4,5
8 bulan 5 7,6
9 bulan 14 21,2
10 bulan 4 6,1
11 bulan 6 9,1
12 bulan 6 9,1
16 bulan 2 3,0
18 bulan 1 1,5
20 bulan 5 7,6
24 bulan 9 13,6
Total 66 100
Jenis Kelamin
Laki - Laki 33 50
Perempuan 33 50
Total 66 100
54
Berdasarkan tabel 5.1 data karakteristik responden ibu menunjukkan bahwa
kategori usia ibu terbanyak berada pada range usia 24-28 Tahun sebesar 53,1% (n =
35), sedangkan yang paling sedikit berada pada kategori usia 29-35 tahun hanya
Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 66,7% (n = 44), sedangkan latar belakang
pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sarjana hanya sebesar 3,0% (n = 2) yang
47) mayoritas ibu bekerja sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga) dan minoritas ibu yang
merupakan kategori usia terbanyak sebesar 21,2% (n = 14), sedangkan usia bayi yang
paling sedikit berada pada kategori usia 16-18 bulan sebesar 4,5% (n = 3).
Teling Atas, menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki maupun perempuan masing-
55
Berdasarkan tabel 5.2 mengenai usia pemberian MPASI menunjukkan bahwa
di usia 6 bulan sebagian besar ibu 36,4% (n = 24) sudah memberikan makanan
pendamping ASI kepada bayinya. Namun adapula ibu yang memberikan MPASI pada
usia 5 bulan 27,3% (n = 18), usia 4 bulan 24,2% (n = 16), usia 7 bulan 7,6% (n = 5),
5.2 Distribusi Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dan Status Gizi Bayi
Distribusi frekuensi pola pemberian makanan pendamping ASI dan distribusi status
menunjukkan bahwa sebagian besar pola pemberiannya tidak sesuai yaitu sebesar
63,6% (n = 42) dan pola pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai sebesar
36,4% (n = 24).
56
Berdasarkan tabel 5.4 mengenai status gizi bayi menunjukkan bahwa
mayoritas bayi memiliki status gizi baik yaitu sebesar 89,4% (n = 59), bayi gizi lebih
dan gizi buruk tidak didapati tetapi terdapat 10,6% (n = 7) bayi dalam kategori gizi
kurang.
3.3. Analisis Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status
Gizi Bayi
Penelitian ini menggunakan uji Pearson. Hasil uji variabel pola pemberian
makanan pendamping ASI dan status gizi bayi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.5 Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI Terhadap Status Gizi Bayi
Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas Kota Manado
Pola
Pemberian Status Gizi Bayi Total r p value
Makanan
Pendampin Gizi Baik Gizi Kurang
g ASI
n % n %
Sesuai 24 100 0 24
Tidak 35 83,0 7 10,6 42 0,260 0,035
Sesuai
Total 59 7
Sumber: Data Primer (2019)
hubungan antara pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi
usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskemas Teling Atas kota Manado. Hasil frekuensi
menunjukkan bahwa pola pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai hanya
sekitar 36,4% (n = 24) dengan status gizi baik sekitar 36,4% (n = 24) sedangkan pola
pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai 63,6% (n = 42) lebih besar
57
dengan status gizi baik 53,0% (n = 35) dan gizi kurang 10,6% (n = 7). Dengan
demikian pola pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai dapat
mempengaruhi status gizi bayi. Dapat dilihat juga bahwa hasil uji pada Pearson
Correlations menunjukkan p value = 0,035 (< 0,05) yang artinya H0 di tolak. Dan dari
hasil korelasi menunjukkan nilai r hitung (0,260) > r tabel (0,239) yang berarti
memiliki hubungan namun dengan kekuatan korelasi yang lemah. Dari hasil tersebut
58
BAB VI
PEMBAHASAN
makanan pendamping ASI dan status gizi bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Teling
6.1. Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Teling
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada tabel distribusi usia pertama
makanan pendamping ASI pada 6 bulan sebesar 36,4% sedangkan kurang dari 6 bulan
lebih besar yaitu 56,0% dan lebih dari 6 bulan sebesar 7,6%. Punuh, dkk (2018) dalam
pendamping ASI yang tidak sesuai lebih besar dari pemberian makanan pendamping
ASI. Dari hasil penelitian beberapa dari ibu responden yang memberikan makanan
melakukannya karena menganggap ASI saja tidak cukup bagi bayinya dan ada juga
yang mengatakan bahwa bayinya sudah tidak mau mengkonsumsi ASI lagi.
Sedangkan ibu responden yang memberikan makanan pendamping ASI diatas usia 6
bulan mengatakan bahwa mereka ragu dan masih ingin memberikan ASI saja pada
baginya karena menganggap bayinya masih belum mampu mencerna makanan lain
selain ASI.
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada tabel distribusi frekuensi pola
pendamping ASI yang tidak sesuai lebih besar dari pada pola pemberian makanan
59
pendamping ASI yang sesuai. Punuh, dkk (2018) dalam penelitiannya juga
memaparkan bahwa pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai lebih
besar dibandingkan dengan pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai dan
berdampak bagi status gizi bayi yang kurang. Dari hasil penelitian didapati tidak hanya
pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu cepat atau terlalu lama melainkan
tidak sesuai dengan yan dianjurkan. Dikatakan tidak sesuai dengan yang dianjurkan
karena ada jenis makanan yang seharusnya diberikan selalu tetapi hanya diberikan
sering atau kadang-kadang, bahkan ada yang tidak pernah diberikan. Beberapa ibu dari
pengalaman sebelumnya dan juga pengalaman dari orangtua meraka sehingga banyak
dari jenis makanan pendamping ASI diberikan tidak sesuai dengan usia dan juga
frekuensinya.
6.2. Status Gizi Bayi Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas Kota
Manado
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada tabel distribusi status gizi bayi
diketahui bahwa mayoritas bayi memiliki gizi baik, ada beberapa bayi yang tergolong
dalam kategori status gizi kurang dan tidak didapati bayi dalam kategori gizi buruk
mau pun gizi lebih. Punuh, dkk (2018) dalam penelitiannya juga memaparkan bahwa
mayoritas bayi miliki status gizi yang baik dan ada beberapa bayi yang termasuk dalam
kategori status gizi kurang bahkan gizi buruk. Dari hasil penelitian mayoritas bayi
justru termasuk dalam kategori gizi baik dan hanya sedikit yang termasuk dalam
kategori gizi kurang padahal frekuensi pemberian makanan pendamping ASI tidak
60
6.3. Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Bayi
Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas Kota Manado
Manado, pola pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai merupakan
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola pemberian makanan
pendamping ASI dengan status gizi bayi di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota
Manado. Hasil studi mengatakan bahwa pola pemberian makanan pendamping ASI
yang sesuai dengan jenis dan usia pemberiannya dapat meningkatkan status gizi bayi.
Kundre dan Julia V. Rottie pada tahun 2017 di wilayah kerja Puskesmas Bahu Manado
makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Hizkia Kandowangko, Nelly Mayulu dan Maureen Punuh pada tahun 2018 di 5
Puskesmas Kota Manado memberikan hasil yang sama yaitu terdapat hubungan yang
signifikan antara pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi. Hasil
penelitian dari Maureen Punuh, Chreisye Mandagi dan Rahayu Akili pada tahun 2018
di wilayah kerja Puskesmas Tuminting juga mendukung penelitian ini bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pemberian makanan pendamping ASI dan status gizi
bayi. Penelitian-penelitian terkait diatas mendukung penelitian ini dengan hasil ada
hubungan yang signifikan antara pola pemberian makanan pendamping ASI dengan
Dalam teorinya Mercer mengemukakan bahwa ibu dan anak saling berkaitan
menjalankan perannya dapat dipengaruhi oleh personal dari ibu itu sendiri, misalnya
61
saja pola asuhnya saat masih anak-anak yang tetap diterapkan olehnya hingga saat ini.
Peran ibu juga bisa dipengaruhi oleh faktor kedewasaan, karena usianya yang dianggap
belum matang dan belum siap untuk menjalankan perannya sebagai seorang ibu hingga
dia salah dalam melaksanakannya. Tidak hanya itu, kesehatan ibu dan stress juga dapat
dan perkembangannya sangat bergantung dan saling berkaitan dengan ibunya. Mercer
mengemukakan dalam teorinya bahwa ibu yang gagal menjalankan perannya anak
wilayah kerja Puskesmas Teling Atas kota Manado dalam memberikan makanan
pendamping ASI yang sesuai dengan usia dan jenis pemberiannya meningkatkan
status gizi bayinya. Dari hasil penelitian pada umumnya ibu cenderung mengikuti dan
menerapkan pola asuh saat masih anak-anak pada bayinya sehingga terjadi kekeliruan
dalam pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai untuk bayinya, sebagai
contoh seorang ibu yang memberikan makanan pendamping ASI pada bayinya
sebelum usia 6 bulan dengan alasan sewaktu kecil ia pun demikian. Selain itu, ibu
tersebut kurang paham tentang pemberian makanan pendamping ASI untuk anaknya.
pendamping ASI yang sesuai dengan usia anak dan jenis pemberiannya dipengaruhi
oleh pola asuh, pengalaman dan sikap dari ibu itu sendiri. Semakin baik peran ibu
62
6.4. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan data saat posyandu hari
ke-3 dan ke-4 karena mayoritas ibu dan bayi yang datang ke posyandu pada hari ke-3
63
BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Pola pemberian makanan pendamping ASI di wilayah kerja Puskesmas
Teling Atas kota Manado belum sesuai dengan yang telah dianjurkan. Mayoritas
ibu memberikan makanan pendamping ASI pada bayi dibawah usai 6 bulan.
Mayoritas status gizi bayi di wilayah kerja puskesmas Teling Atas kota
dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas
kota Manado.
7.2 Saran
1. Untuk Pengembangan Ilmu Keperawatan
Penelitian ini hanya terdapat 2 variabel yaitu status gizi bayi dan pola
pendamping ASI seperti peran petugas kesehatan, perilaku, budaya dan faktor
pendamping ASI yang sesuai, baik dalam jenis pemberian maupun usia
64
dengan petugas kesehatan lain seperti bidan dan dokter untuk melakukan
Bagi institusi kesehatan dalam hal ini Puskesmas dan Dinas Kesehatan,
kebiasaan keliru yang sudah menjadi budaya yang buruk seperti memberikan
kesehatan tentang pemberian makanan pendamping ASI yang baik dan benar
65
DAFTAR PUSTAKA
Aditianti, Prihatini, S., & Hermina. (2016). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Individu
Tentang Makanan Beraneka Ragam Sebagai Salah Satu Indikator Keluarga
Sadar Gizi (KADARZI). Buletin Penelitian Kesehatan.
Alligood, M. R. (2017). Pakar Teori Keperawatan dan Karya Mereka. Singapore:
Elsevier.
Damayanti, & Fatonah, S. (2016). Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping
ASI Dengan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan Pada Salah Satu Desa Di
Wilayah Lampung Timur. Jurnal Keperawatan.
Datesfordate, A. H., Kundre, R., & Rottie, J. V. (2017). Hubungan Pemberian
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Dengan Status Gizi Bayi Pada
Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado. Jurnal
Keperawatan.
Fikawati, S., Syafiq, A., & Veratamala, A. (2017). Gizi Anak dan Remaja. Depok: PT
Rajagrafindo Persada.
Hargi, J. P. (2013). Hubungan Dukungan Suami Dengan Sikap Ibu Dalam Pemberian
ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember. Jember:
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Indonesia, K. K. (2010). Buku SK Antropometri Kementerian Kesehatan. Retrieved
from Gizi, Departemen Kesehatan: http://gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2012/07/buku-sk-antropometri-2010.pdf
Indonesia, K. K. (2010). Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita. Retrieved from
Departemen Kesehatan: http://www.depkes.go.id/resources/download/info-
terkini/Kartu%20Menuju%20Sehat%20KMS.pdf
Indonesia, K. K. (2015). Buku Saku Pemantauan Status Gizi Dan Indikator Kinerja
Gizi. Retrieved from Gizi, Departeman Kesehatan: http://gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/FINAL_hasil_PSG_2015.pdf
Indonesia, K. K. (2015). Profil Kesehatan Indonesia. Retrieved from Pusat Data &
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia:
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-
pusdatin-profil-kesehatan.html
Indonesia, K. K. (2017). Buku Saku Pemantauan Status Gizi. Retrieved from
Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia:
http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/B
uku-Saku-Nasional-PSG-2017_975.pdf
Ir. Doddy Izwardy, M. (2018). Direktur Gizi Kemenkes: Campak Erat Kaitannya
Dengan Kurang Gizi. Retrieved from Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia: http://www.depkes.go.id/article/view/18011900003/direktur-gizi-
kemenkes-campak-erat-kaitannya-dengan-kurang-gizi.html
66
Irianto, K. (2014). Gizi Seimbang dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: Alfabeta.
Irianto, K. (2014). Ilmu Kesehatan Anak. Bandung: Alfabeta.
Kandowangko, H., Mayulu, N., & Punuh, M. I. (2018). Hubungan Antara Pemberian
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dengan Status Gizi Anak Usia 12-24
Bulan Di 5 Puskesmas Kota Manado. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Khasanah, D. P., Hadi, H., & Paramashanti, B. A. (2016). Waktu Pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Anak
Usia 6-23 Bulan Di Kecamatan Sedayu. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia.
Manado, D. K. (2017). Profil Kesehatan Kota Manado. Retrieved from Departemen
Kesehatan:
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_2
017/7171_Sulut_Kota_Manado_2017.pdf
Mardalena, I. (2017). Dasar-dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
Marmi, & Rahardjo, K. (2015). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pramudita, A. C. (2018). Hubungan Frekuensi Kunjungan Posyandu Dengan Status
Gizi Balita Di Puskesmas Girimulyo II Kulon Progo. Yogyakarta: Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas 'Aisyiyah.
Punuh, M. I., Mandagi, C. K., & Akili, R. A. (2018). Hubungan Antara Pemberian
Makanan Pendamping ASI dan Status Gizi Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tuminting. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
Ratulangi.
Ratufelan, E., Zainuddin, A., & Junaid. (2018). Hubungan Pola Makan, Ekonomi
Keluarga dan Riwayat Infeksi Dengan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat.
Rias, Y. A. (2016). Nutrisi Sang Buah Hati Bukti Cinta Ibu Cerdas. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Ridzal, M., Hadju, V., & Rochimiwati, S. (2013). Hubungan Pola Pemberian ASI
Dengan Status Gizi Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo
Kota Makassar. Jurnal MKMI.
Rohan, H. H., & Siyoto, S. (2013). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Siswanto, Susila, & Suyanto. (2017). Metode Penelitian Kombinasi Kualitatif
Kuantitaif Kedokteran & Kesehatan Pedoman Penyusunan Disertasi, Tesis &
Skripsi. Klaten: Bossscript.
Sujarweni, V. W. (2014). Metode Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Gava Media.
67
Sulistyoningsih, H. (2012). Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
68
LAMPIRAN
Lampiran 1
CURICULUM VITAE
A. Biodata Pribadi
Nama : Natalia Christie Angelica Letsoin
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir: Jayapura, 25 Desember 1994
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Katolik
Alamat : Perum. BTN Bumi Kamoro Indah Blok B2, Timika, Papua
Motto : Solo Dios Basta!
No. Handphone : 0853 5449 5439
Email : christie.letsoin@gmail.com
Nama Ayah : Emanuel Edward Letsoin, S.Pd
Nama Ibu : Marice Rumbekwan
B. Riwayat Pendidikan
1. TK YPPK Tiga Raja, Timika (2000-2001)
2. SD Inpres Koperapoka 1, Timika (2001-2007)
3. SMP YPPK Santo Bernardus, Timika (2007-2010)
4. SMA Negeri 1 Mimika (2010-2013)
5. Universitas Katolik De La Salle Manado (2014-2019)
C. Organisasi
1. PMR SMA Negeri 1 Mimika (2010-2013)
2. OSIS SMA SMA Negeri 1 Mimika (2010-2013)
3. BEM Fakultas Keperawatan Universitas Katolik
De La Salle Manado (2017-2018)
Lampiran 2
Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Bayi
Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas Kota Manado
TIM PENELITI
Peneliti Utama : Natalia Christie Angelica Letsoin, Mahasiswa Fakultas
Keperawatan, Universitas Katolik De La Salle Manado
Asisten Peneliti 1 : Dr. Indriani Yauri, MN
Asisten Peneliti 2 : M. Consolatrix da Silva, S.Kep., Ns., MSN
DESKRIPSI
Penelitian ini sedang dilaksanakan sebagai bagian dari Studi Ilmu Keperawatan yang
dilakukan oleh Natalia Christie Angelica Letsoin.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola pemberian
makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Teling Atas kota Manado.
KETERLIBATAN
Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat sukarela, tidak ada paksaan. Keputusan
anda untuk bersedia atau tidak bersedia, itu merupakan hak anda sepenuhnya dan tidak
akan berdampak pada hubungan anda dengan siapapun atau tidak merugikan anda
dalam hal apapun. Jika anda bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini, anda
dapat menandatangani formulir persetujuan.
RISIKO
Mungkin dalam proses penelitian ini, anda akan merasa kurang nyaman dan cemas
dalam hal memberikan informasi, tetapi peneliti menjamin identitas dan privasi anda
akan dirahasiakan dan tidak merugikan anda.
Terima kasih telah membantu dalam penelitian ini. Harap simpan lembaran ini
sebagai informasi Anda.
FORMULIR PERSETUJUAN PENELITIAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Bayi
Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Teling Atas Kota Manado
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Dengan bertanda tangan di bawah ini, Anda menyatakan bahwa Anda:
Telah membaca dan memahami dokumen informasi mengenai penelitian ini.
Telah mendapat penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan.
Memahami bahwa jika Anda memiliki pertanyaan tambahan, Anda dapat
menghubungi peneliti.
Memahami bahwa Anda bebas untuk mengundurkan diri dari penelitian ini setiap
saat, tanpa komentar atau penalti.
Memahami bahwa penelitian ini akan menggunakan instrument penelitian/alat
ukur penelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
Setuju untuk berpartisipasi dan bersedia menjawab semua pertanyaan dengan
benar tanpa paksaan dari siapapun.
Nama :
Tandatangan:
Tanggal :
LEMBAR KUESIONER
HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN
STATUS GIZI BAYI USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TELING ATAS KOTA MANADO
A. Data Demografi
1. Identitas Ibu
Nama (Initial) :
Alamat :
Usia :
Pendidikan Terakhir : □ Tidak sekolah
□ SD
□ SMP/Sederajat
□ SMA/Sederajat
Pekerjaan : □ IRT
□ Pedagang/Wiraswasta
□ Swasta
□ PNS
□ Lain-lain, ....
2. Identitas Bayi/Anak
Nama (Initial) :
Jenis Kelamin : □ Perempuan □ Laki-laki
Usia : bulan
Berat Badan Saat Lahir : kg
Berat Badan Saat Ini : kg
Jenis Persalinan :
Usia Pertama Mendapatkan MP-ASI :
B. Kuesioner Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI
Petunjuk Pengisian:
1) Sebelum mengisi pernyataan, bacalah petunjuk pengisian dengan seksama.
2) Kuesioner ini terdiri dari 17 pernyataan yang dibagi menjadi 4 kelompok
(Kelompok A, B, C dan D).
3) Tentukan kolom yang akan di isi sesuai dengan usia bayi ibu saat ini:
Kolom kelompok A untuk bayi usia 6-7 bulan.
Kolom kelompok B untuk bayi usia 7-9 bulan.
Kolom kelompok C untuk bayi usia 9-12 bulan.
Kolom kelompok D untuk bayi usia 12-24 bulan.
4) Berilah tanda centang (✔) pada kolom Frekuensi Pemberian (Selalu, Sering,
Kadang-kadang atau Tidak Pernah) sesuai dengan jenis makanan yang
diberikan ibu pada bayi ibu saat ini.
5) Bila ibu ingin memperbaiki jawaban, berilah tanda silang (✖) pada jawaban
yang ingin diperbaiki dan berilah tanda centang (✔) pada jawaban yang dipilih.
6) Kolom skor dan total skor tiap kelompok dibiarkan kosong (akan diisi oleh
peneliti).
7) Bila ada yang kurang jelas, silahkan bertanya pada peneliti.
Frekuensi Pemberian
Kelom Usia Jenis Makanan Kadang- Tidak Total
pok (Bulan) Selalu Sering kadang Pernah Skor
A 1. ASI
2. Karbohidrat:
Bubur cair:
6-7 bubur havermout
bulan atau bubur tepung
beras merah
3. Vitamin:
Sari buah
Skor
B 1. ASI
2. Karbohidrat:
Beras merah atau
ubi
7-9 3. Vitamin:
bulan Buah-buahan
4. Protein:
Hati ayam atau
kacang-kacangan
5. Serat:
Sayuran (wortel,
bayam dan sayuran
berdaun hijau
lainnya)
Skor
C 1. ASI
2. Karbohidrat:
Bubur beras
merah/
kentang/labu/jagun
9-12 g
bulan 3. Protein:
Daging/ayam/ikan/
kacang-kacangan
4. Lemak:
Minyak atau
santan
5. Vitamin:
Buah-buahan
6. Serat:
Sayuran (wortel,
bayam dan sayuran
berdaun hijau
lainnya)
Skor
D 1. ASI
2. Makanan
12 – 24 seperti orang
bulan dewasa,
termasuk telur
dan kuning
telurnya
3. Buah-buahan
Skor
Total Skor
C. Tabel Observasi Status Gizi Bayi
Tabel observasi status gizi bayi akan diisi oleh peneliti.
Nama Usia Berat
(Initial) (Bulan) Badan Z-Score Ambang Status Gizi
(Kg) Batas
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14
Lampiran 15
Lampiran 16
Lampiran 17
Lampiran 18
Lampiran 19
Lampiran 20
N %
Excludeda 0 ,0
Total 11 100,0
Cronbach's Alpha
Based on
Cronbach's Alpha Standardized Items N of Items
,901 ,907 4
Item Statistics
P1 2,64 1,362 11
P2 2,73 1,191 11
P3 2,64 1,120 11
Total 7,91 1,758 11
P1 P2 P3 Total
Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Cronbach's Alpha
Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation if Item Deleted
Scale Statistics
N %
Excludeda 0 ,0
Total 14 100,0
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Based on
Standardized
Cronbach's Alpha Items N of Items
,814 ,899 6
Item Statistics
P4 2,43 1,284 14
P5 3,71 ,611 14
P6 3,36 ,633 14
P7 3,29 ,611 14
P8 3,57 ,646 14
TOTAL 15,29 2,199 14
P4 P5 P6 P7 P8 TOTAL
Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items
Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted
Scale Statistics
N %
Excludeda 0 ,0
Total 10 100,0
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Based on
Standardized
Cronbach's Alpha Items N of Items
,845 ,950 7
Item Statistics
P9 3,20 ,919 10
P10 3,20 ,789 10
P11 3,20 1,033 10
P12 2,40 1,075 10
P13 3,40 ,843 10
P14 3,30 ,949 10
TOTAL 17,40 3,978 10
Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items
Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted
Scale Statistics
N %
Excludeda 0 ,0
Total 10 100,0
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Based on
Standardized
Cronbach's Alpha Items N of Items
,942 ,947 4
Item Statistics
Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items
Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted
Scale Statistics
Pendidika
Usia_I n_Terakhi Pekerja JK_Ba Usia_B BB_saat_l BB_Saat Jenis_Per UP_MP
bu r an yi ayi ahir _Ini salinan ASI
N Valid 66 66 66 66 66 66 66 66 66
Missin
0 0 0 0 0 0 0 0 0
g
Usia_Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pendidikan_Terakhir
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Usia_Bayi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pearson Correlations
Pola Pemberian
Makanan
Pendamping ASI Status Gizi Bayi
N 66 66
N 66 66
A. Data Demografi
Pendidikan Terakhir Kode
Tidak Sekolah 1
SD 2
SMP 3
SMA 4
Diploma 5
Sarjana 6
Pekerjaan Kode
IRT/Tidak Bekerja 1
Pedagang/Wiraswasta 2
Swasta 3
PNS 4
Lain-lain 5